BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Crackers Crackers merupakan salah satu biskuit yang terbuat dari tepung, lemak dan garam, yang difermentasi dengan yeast, dan adonan dibuat berlapis-lapis, kemudian dipotong dan dipanggang (Manley,1983). Crackers hampir sama dengan biskuit yang lainya, hanya saja crackers tidak menggunakan gula yang terlalu banyak (bahkan untuk jenis crackers tertentu tidak menggunakan gula) dan tanpa susu maupun telur sama sekali. Ada beberapa jenis modifikasi crackers, misalnya Sandwich Crackers, Rich Crackers, Cheese Crackers, Cream Crackers dan lain-lain (Manley, 1983). Cream Crackers merupakan salah satu jenis crackers yang terbuat dari tepung, lemak dan garam, yang dibuat dengan fermentasi dengan yeast dan adonan dibuat berlapis-lapis terlebih dahulu kemudian dipotong dan dipanggang. Campuran terigu dan lemak digunakan sebagai bahan pengisi diantara lapisanlapisan adonan sehingga menghasilkan biskuit renyah yang berlapis-lapis (Manley, 1983). Formulasi standart Cream Crackers dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi standart Cream Crackers Komposisi Jumlah Tepung terigu (g) 100 Lemak (g) 12,5 – 18,0 Garam (g) 0,9 – 1,5 Yeast (g) 1,0 – 2,4 Soda kue (g) 0,5 – 1,0 Air (g) 32,0 – 39,0 Sumber: Manley (1983) 4
5
Crackers yang bermutu tinggi harus memenuhi faktor-faktor mutu yang diperlukan untuk suatu produk crackers. Mutu crackers dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek inderawi (subyektif) dan aspek sifat tersembunyi yaitu kadar sifat-sifat tertentu yang terkandung di dalamnya (obyektif). 1. Mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek inderawi (subyektif) Penilaian mutu crackers ditinjau dari sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu: a. Warna Warna yang baik untuk crackers adalah kuning kecoklatan dan tergantung bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap hasil warna crackers yang digunakan. Warna tepung putih akan menghasilkan warna crackers yang kuning kecoklatan sedangkan warna tepung yang agak kekuninga akan menghasilkan crackers yang lebih coklat. b. Aroma Aroma dari crackers tergantung dari bahan yang digunakan. Lemak yang digunakan dapat juga memberikan pengaruh terhadap aroma crackers. c. Tekstur Crackers yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila di patahkan penampang potongnya berlapis-lapis. d. Rasa Rasa crackers cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa crackers yang baik adalah gurih dan cenderung asin sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat adonan.
6
2. Mutu crackers ditinjau dari aspek sifat tersembunyi Penilaian mutu crackers ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara laboratories dengan analisa kimia. Untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen Depertemen Perindustrian menentukan syarat mutu biskuit crackers yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-1973-1992. syarat mutu ini berlaku untuk semua jenis biskuit. Adapun syaratnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar mutu biskuit crackers berdasarkan SNI Kriteria Nilai Air Max 5% Protein Min 8% Karbohidrat Min 70% Lemak Min 9,5% Abu Max 1,5% Logam berbahaya Negative Serat kasar Max 0,5% Kalori kal per 100 gram Min 400 Jenis tepung Terigu Bau dan rasa Tidak tengik Warna Normal Sumber: Departemen Perindustrian, 1992
B. Buah Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) Bruguiera gymnorrhiza merupakan salah satu spesies yang digunakan untuk merehabilitasi hutan bakau di kawasan pantai selatan Jawa Tengah. Buah lindur dalam bentuk alami pemanfaatannya sangat terbatas karena seperti buah-buahan lainnya buah ini juga tergolong cepat busuk. Buah ini memiliki ciri-ciri daun berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya. Dengan bercak-bercak hita, letak berlawanan, bentuk daun ellip ujung meruncing. Buah melingkar spiral memanjang dengan panjang antara 13 – 30 cm (Sadana, 2007).
7
Gambar 1. Bunga Bruguiera gymnorrhiza Gambar 2. Buah Bruguiera gymnorrhiza (Glen, 2005) (Glen, 2005) Tabel 3. Komposisi Kimia Buah Lindur Komposisi Jumlah Air 73,756% Lemak 1,426% Protein 1,128% Karbohidrat 23,528% Kadar Abu 0,324% HCN 6,8559 mg Tanin 34,105 mg sumber: Anonymous, 2009 Pembuatan tepung buah lindur merupakan salah satu solusi untuk mengawetkan buah lindur, karena dengan penepungan kadar airnya rendah dan lebih fleksibel diaplikasikan pada berbagai jenis olahan pangan (Anonymous, 2009). Kadar tanin dan HCN dapat dikurangi dengan perebusan dan perendaman. Dengan perendaman yang berulang daging buah lindur yang awalnya berwarna coklat tua menjadi coklat muda. Kadar HCN setelah perebusan sebesar 0,72 mg setelah perendaman sebesar 0,54 mg. sedangkan kadar tanin setelah perebusan adalah 28,2 mg setelah perendaman sebesar 25,37 mg (Anonymous, 2009).
8
C. Tepung Buah Lindur
1. Proses Pembuatan Tepung Buah Lindur Pembuatan tepung buah lindur pada umumnya meliputi : proses sortasi, pengupasan kulit, pemotongan menjadi ukuran lebih kecil, perendaman, perebusan, pengeringan, penghancuran dan pengayakan serta pengemasan (Sony, 2009). a. Sortasi Untuk menghasilkan tepung buah lindur diperlukan buah lindur yang sudah siap panen atau sudah tua. Mempunyai ciri berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat. b. Pengupasan kulit Proses pengupasan bertujuan untuk menghilangkan kulit pada buah lindur serta bagian bahan yang tidak dikehendaki. c. Pemotongan menjadi ukuran lebih kecil Pengecilan ukuran bertujuan untuk mengurangi ukuran benda padat dengan tindakan mekanis dengan partikel-partikel yang lebih kecil (dipotong dadu) sehingga akan mudah untuk proses selanjutnya. d. Perendaman Perendaman dilakukan ± 2 hari, dan setiap 12 jam airnya diganti. Perendaman dilakukan untuk menurunkan kadar tanin dan kadar HCN yang terdapat pada buah lindur. Perendaman juga berfungsi untuk mencegah browning.
9
e. Perebusan Perebusan dilakukan pada suhu 100 °C selama ± 5 menit, fungsi perebusan selain bisa menginaktifkan enzim juga untuk menekan kadar tanin dan HCN pada buah lindur. Dengan perebusan kadar tannin dan HCN turun lebih banyak. f. Pengeringan Pada proses pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk. Proses pengeringan untuk tepung dengan menggunakan sinar matahari (dijemur). g. Penggilingan dan pengayakan Tujuan penggilingan dan pengayakan adalah membuat bahan jadi ukuran tertentu baik untuk keperluan konsumen ataupun untuk proses berikutnya, dengan adanya tepung maka dapat lebih mudah untuk diaplikasikan dalam berbagai produk olahan pangan. Pengayakan tepung bertujuan agar tepung yang dihasilkan mempunyai ukuran yang seragam. h. Pengemasan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengemasan adalah terjadinya peningkatan kadar air pada tepung, sebab jika kadar airnya meningkat maka memunngkinkan jamur untuk tumbuh.
10
Buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Sortasi
Pengupasan kulit
Pengecilan ukuran
Perendaman ± 2 hari
Perebusan ± 5 menit, suhu100 ºC
Pengeringan dengan sinar matahari
penggilingan
Pengayakan
Tepung buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Pengemasan
Gambar 3. Proses pembuatan tepung buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) (Sony, 2009)
11
Tabel 4. Komposisi kimia tepung buah Lindur Komposisi Jumlah (tanpa perendaman) Air 11,6321% Lemak 3,2116% Protein 1,849% Karbohidrat 81,8904% Serat 0,7371% Amilosa 16,9126% Kadar Abu 1,4014% Tanin 25,2507 mg HCN 31,68 ppm Sumber: Anonymous, 2009
Jumlah (dengan perendaman) 12,1761% 3,0917% 1,427% 80,3763% 0,7575% 17,2771% 2,6973% 23,0167 mg 12,96 ppm
Kadar karbohidrat yang tinggi pada buah lindur menunjukkan tepung ini juga mempunyai nilai kalori tinggi sehingga bisa digunakan sebagai sumber pangan baru berbasis sumber daya lokal. Tepung ini mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi pengolahan makanan tidak dibutuhkan pewarna makanan karena secara alami tepung buah lindur memberikan warna kecoklatan. Hasil untuk uji HCN pada tepung buah lindur telah memenuhi syarat standar mutu kandungan HCN dalam tepung yaitu sebesar 50 ppm. Kemampuan menyerap air tepung buah lindur mempunyai kisaran antara 125% - 145% hal ini berarti untuk membuat adonan 100 gram tepung buah lindur yang kalis diperlukan air sekitar 126 ml sampai dengan 145 ml (Anonymous, 2009).
2. Penyebab Warna Coklat Penyebab pencoklatan pada buah lindur dikarenakan adanya reaksi browning enzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung senyawa fenolik. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat
12
tersebut. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon (Winarno, 2002). Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Pada umumnya tannin berwarna putih kekuning-kuningan. Sifat utama tannin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugus fenolik yang terkandung dalam tannin. Menurut Siregar (2005) sifat- sifat tersebut secara garis besar dapat di uraikan sebagai berikut: a. Sifat kimia tannin 1. Memiliki gugus fenol 2. Larut dalam air dan dalam pelarut organik b. Sifat fisik tannin 1. Berbentuk serbuk dan rasanya sepat 2. Berwarna putih kekuning – kuningan 3. Akan berwarna gelap apabila terkena cahaya langsung dan dibiarkan diudara terbuka.
D. Tepung Terigu Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses penggilingan (Anonymous, 2010). Tepung terigu digolongkan dalam beberapa jenis tergantung dari kandungan proteinnya. Menurut Budi Sutomo (2008) jenisjenis tepung terigu ada 7, yaitu hard wheat,medium wheat,soft wheat, Self Raising Flour, Enriched Flour dan Whole Meal Flour. Dalam pembuatan crackers tepung terigu yang digunakan adalah jenis hard wheat flour dan medium wheat flour. Tepung terigu jenis hard wheat flour digunakan karena mempunyai kandungan protein sekitar 13%
yang dapat
13
membentuk adonan lebih mengembang dengan adanya pembentukan gluten pada saat fermentasi atau pemeraman yang dibutuhkan dalam pembuatan crackers (Rustadi, 2002). Secara umum kandungan komposisi kimia tepung terigu adalah sebagai berikut: Tabel 5. Komposisi kimia tepung terigu Komposisi Persentase Pati 70% Kelembaban Air 14% Protein 11,5% Mineral (abu) 0,4% Gula 1% Lemak (lipid) 1% Lain-lain 2,1% Sumber: U.S Wheat Assosiates (1981) Untuk bahan pengisi (dust filling) digunakan tepung terigu jenis medium wheat flour dengan tujuan lebih merenyahkan crackers dan mengurangi keuletan adonan karena kandungan protein yang terlalu tinggi (Manley, 1983).
E. Gluten Gluten ialah protein dari tepung terigu yang terbentuk dari glutenin dan gliadin yang tidak dapat larut dicampur dengan air. Air yang ditambahkan akan menyebabkan gliadin dan glutenin membentuk senyawa koloid yang disebut dengan gluten. Gluten menghasilkan sifat-sifat kenyal dan elastis melalui pengaturan selama proses pencampuran (anonymous, 1998). Penyediaan gluten kering menyediakan struktur yang lebih kuat untuk mengikat bahan-bahan tersebut. Gluten kering mempunyai kapasitas pengikat air (Water Holding Capacity) dua kali lebih banyak sehingga akan meningkatkan penyerapan air dalam adonan, mengakibatkan peningkatan jumlah adonan yang
14
dihasilkan (anonymous, 1998). Kandungan sebenarnya protein dalam gluten kering kurang lebih 75 - 80%. Selama fermentasi, gluten menjadi matang dan elastis serta mempunyai kemampuan untuk menangkap gas CO2 yang dibentuk khamir. Gluten dipecah oleh enzim khamir serta pengadukan yang dilakukan pada saat membuat adonan. Fungsi gluten adalah menahan gas CO 2 serta meningkatkan kekuatan adonan (Anonymous, 1998). Menurut Pomeranz dan Purnomo (1994), ikatan disulfide dalam gluten berperan penting sebagai penghubung silang rantai polipeptida. Reduksi ikatan disulfida mengakibatkan lipatan rantai polipeptida terbuka. Perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adonan crackers.
Gambar 4. Reduksi ikatan disulfide oleh Gliadin dan glutenin oleh H 2 O (De Mann, 1997)
15
F. Bahan Pembantu untuk Pembuatan Crackers
1. Air Dalam pembuatan crackers air mempunyai banyak fungsi. Air melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam. (U.S Wheat Associates, 1981). Salah satu fungsi utama air adalah untuk membentuk tekstur gluten. Air dianggap suatu agensia pengeras karena bisa bergabung dengan protein tepung dalam pembentukan gluten (Desrosier, 1988). Menurut Pomeranz (1992) dalam pembuatan crackers penggunaan air yang terlalu sedikit akan menghasilkan adonan yang kaku dan kurang kohesif, sedangkan jika terlalu banyak akan menyebabkan adonan tersebut lembek sehingga tidak dapat dibentuk atau dicetak.
2. Mentega Putih Lemak merupakan produk penting bagi kebanyakan produk crackers. Jenis dan jumlah lemak yang digunakan dalam formulasi bahan dasar crackers akan memberikan pengaruh terhadap adonan yang dibentuk dan kualitas produk akhir. Fungsi lemak yang utama dalam pembuatan crackers adalah untuk membentuk sifat-sifat fisik atau tekstur dari produk akhir dengan membuat nampak mengkilap (Hui, 1992). Dalam pembuatan crackers dilakukan penambahan lemak 10 – 25 %. (Pomeranz, 1992). Lemak dalam biskuit tidak terlarut tetapi terabsorbsi pada permukaan partikel dan permukaan gluten sehingga biskuit menjadi renyah. Menurut Sultan (1983) fungsi lemak diantaranya adalah: a.
Memberikan rasa lemak pada produk akhir
b.
Memperbaiki kualitas makanan pada produk
16
c. Menyumbang citarasa khusus mentega d. Memberikan peningkatan kerenyahan produk e.
Melumasi gluten dalam pengembangan adonan oleh yeast atau khamir. Mentega putih adalah lemak padat yang umumnya berwarna putih dan
mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan tertentu. Fungsi mentega putih yang penting dalam adonan ialah sebagai pemerangkap udara selama pencampuran. Gelombang udara ini terbungkus didalam lapisan lemak, sehingga disinilah pentingnya fungsi mentega putih. Mentega putih juga dapat mengempukkan dan menunjang cita rasa produk (Desrosier, 1988).
3. Garam Garam berfungsi memberikan flavour, konsentrasi yang paling efrektif sekitar 1-1,5% dari berat tepung. Pemberian garam yang berlebihan akan menghambat laju fermentasi dimana pada saat fermentasi berlangsung, sel khamir akan tumbuh dan berkembang biak, pertumbuhan dan perkembangbiakan tersebut akan dihambat oleh garam yang berlebih sehingga aktifitas yeast menurun dan laju fermentasi akan menurun (Manley, 1983). Garam membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan mencegah pertumbuhan dan pembentukan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan yang diragi (U.S. Wheat Associated, 1981). Menurut Sultan (1983) fungsi penambahan garam pada pembuatan crackers dan sejenisnya adalah: a.
Memberikan cita rasa produk
b.
Menghilangkan rasa hambar atau cita rasa yang kurang dari bahan lain.
17
4. Gula Gula yang sering digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa kristal. Penambahan gula terlalu banyak , dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena terbentuknya butiran keras akibat koagulasi pati dan gluten tepung (Ketaren,1986). Gula ditambahkan untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa lebih manis, selain itu juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah gula lebih lunak dan pada biskuit bersifat melunakkan (Buckle, 1987).
5. Yeast / Khamir Yeast adalah penghasil gas CO2 yang dalam pengembangan adonan crackers dan penghasil aroma pada saat fermentasi (Meyer, 1990). Selanjutnya menurut Buckle (1987), pada saat fermentasi yeast mampu manghasilkan gas CO2 yang diperangkap gluten. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa (Buckle, 1987). Sejumlah kecil sukrosa dari gula yang ditambahkan akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang ada dalam yeast , yang kemudian oleh sekumpulan enzim disebut sebagai zymase dipecah menjadi CO2 dan etanol. CO2 yang dibentuk itu akan dilepas pada saat pemanggangan dan berperan terhadap pengembangan crackers (Sardjoko, 1991). C 2 H 12 O 6 1991)
CO 2
+
C 2 H 5 OH
(Sardjoko,
18
Fungsi ragi dalam pembuatan kue ialah untuk memperingan adonan dan membangkitkan adonan serta rasa, terutama dalam hal kenyalnya gluten (Anonymous, 1981). Jenis ragi yang biasa digunakan dalam pembuatan crackers adalah instant dry yeast/ragi kering dengan cirri: mengandung kadar air sekitar 7,5%, daya tahan baik terhadap keadaan penyimpanan yang buruk.
6. Soda Kue Bahan pengembang (baking soda) adalah bahan yang dapat menghasilkan CO2 sehingga dapat mengembangkan adonan hinga mencapai pengembangan yang maksimum selama proses pemanggangan (Lowson, 1995). Bahan pengembang roti terdiri atas senyawa-senyawa yang dapat bereaksi mengeluarkan gas dalam adonan pada keadaan suhu dan kelembaban yang cocok. Karbondioksida (CO2) adalah gas yang dihasilkan dari bahan pengembang yang umum digunakan yaitu garam-garam karbonat atau bikarbonat. Yang paling umum adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) sering digunakan dalam pembuatan kue-kue (Tranggono, 1990). Fenomena pengembangan disebabkan terlepasnya gel air yang terikat dalam gel pati selama pemanggangan pada selang suhu tertentu. Air ini mula-mula akan mendesak jaringan gel sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terjadi pengosongan yang membentuk kantong udara (celles) dimana kantong udara akan diisi oleh gas CO2 oleh bahan yang telah digoreng (Winarno, 1997). Selain adanya pemuaian dan pendesakan CO2 dan uap air, pengembangan juga
19
dipengaruhi
kandungan
amilopektin,
jika
semakin
banyak
kandungan
amilopektinnya maka produk akan mengembang (Haryadi, 1993).
G. Proses Pembuatan Crackers Secara garis besar proses pembuatan crackers terbagi atas beberapa tahap yaitu: persiapan dan penimbangan bahan, pencampuran, fermentasi, pembentukan lembaran, laminasi, pencetakan dan pemanggangan (Manley, 1983).
1. Persiapan dan penimbangan Bahan yang digunakan dalam pembuatan crackers disiapkan dalam jumlah yang sesuai dengan formula atau resepnya. Proporsi masing-masing bahan tersebut
akan menghasilkan sifat reologi yang berbeda-beda tergantung dari
formulanya (Desrosier, 1988). Penimbangan dilakukan untuk mengetahui ketepatan ukuran bahan. Faridi (1994) mengatakan bahwa penimbangan merupakan tahap penting dalam proses pencampuran.
2. Pencampuran Pencampuran bertujuan untuk mencampurkan bahan yang digunakan dan untuk memperoleh bahan dengan konsistensi yang halus. Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992). Menurut Anonymous (1981) pada proses pencampuran ini adonan kue kering harus dicampurkan sedemikian rupa agar bahan-bahan yang diaduk menjadi satu adonan yang rata (homogen). Bilamana adonan diaduk agak lama glutennya akan cenderung mengembang dan akan menahan penyebaran kue kering.
20
3. Fermentasi Selama fermentasi protein tepung (gluten) menjadi dewasa dan elastis serta dapat menahan gas karbondioksida yang terbentuk perlahan-lahan oleh khamir. Suhu pada saat terjadinya fermentasi memegang peranan penting. Tujuan fermentasi adonan adalah agar adonan mudah ditangani dan menghasilkan produk bermutu baik. Suhu yang baik untuk aktivitas yeast adalah 26 - 32°C fermentasi dilakukan selama 1 – 2,5 jam (Manley, 1983). Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO 2 dan alkohol sebagi berikut: C 2 H 12 O 6
CO 2
+
C 2 H 5 OH
(Buckle, 1987)
Enzim invertase dengan cepat akan memecah sukrosa menjadi dekstrosa dan fruktosa dan kemudian diubah menjadi alkohol dan CO2. Enzym maltase yang ada pada tepung akan merubah pati menjadi maltosa (Buckle, 1987).
4. Pembuatan lembaran Pembuatan adonan dilakukan dengan pengepresan tangan hingga terbentuk ketebalan awal ± 9 mm, kemudian dilakukan proses laminasi (Manley, 1983).
5. Laminasi Lembaran adonan yang sudah terbentuk diberi taburan bahan pengisi setengah bagian dan setengah bagian yang lain menutupnya kemudian diputar 90° dan ditipiskan kembali. Pelapisan itu diulang sebanyak empat kali sehingga terbentuk 12 lapisan. Bahan pengisi yang digunakan terdiri dari tepung terigu, lemak dan garam (Manley, 1983).
21
6. Pencetakan Pencetakan adalah unit operasi pada saat bahan pangan mempunyai viskositas tinggi atau pada saat adonan dicetak dalam bentuk dan ukuran yang bervariasi. Biasanya dilakukan segera setelah pencampuran adonan (Fellow, 1990). Adonan biasanya dipotong-potong dengan ketebalan ± 2mm (Manley,1983).
7. Pemanggangan Pemanggangan bertujuan untuk mengembangkan adonan dengan adanya kontak antara panas dengan gas dalam adonan. Selama pemangangan terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein yang disebut reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat, yang sering dikehendaki namun bila berlebih pertanda penurunan mutu (Winarno, 1997). Menurut Manley (1983) pengembangan dan tekstur terbaik pada crackers diperoleh dengan pemanggangan pada suhu yang sangat tinggi, suhu pemanggangan yang tinggi pada awal untuk mengembangkan adonan dengan cepat kemudian untuk mengeringkan dan pematangan menggunakan suhu yang lebih rendah. Pemanggangan dilakukan pada suhu 250°C selama 5 menit dan dilanjutkan dengan suhu 210°C pada 5 menit berikutnya. Pemanggangan merupakan salah satu aspek yang cukup kritis dari seluruh urutan proses yang mengarah kepada produk crackers yang berkualitas tinggi. Selama pemanggangan terdapat beberapa reaksi yang cukup penting, diantaranya: a. Pada saat adonan memasuki oven yang panas, adonan bertemu dengan udara yang panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film tampak
22
terbentuk pada permukaan adonan, selanjutnya terjadi pengembangan hingga 30%. b. Karbondioksida dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai ± 120 ºF (48,9 ºC) c. Kenaikan suhu sampai 130 ºF (54,4 ºC) granula pati mulai mengembang atau gelatinisasi. d. Sejalan dengan naiknya suhu adonan sampai 140 ºF (60 ºC) terjadi kenaikan metabolisme dalam sel khamir, meningkat sampai titik kematian thermal. e. Mendekati 170 ºF (73,3 ºC) alkohol yang dihasilkan selama fermentasi juga dibebaskan, dan juga membantu pengembangan tambahan dari sel gas (Desrosier, 1988). Proses pembuatan crackers secara umum dapat dilihat pada Gambar1.
23
Tepung terigu
Lemak, gula, garam, yeast, soda kue
pencampuran
Massa adonan
Fermentasi 26 – 32 ºC Selama 1 – 1,5 jam
Pembuatan lembaran ± 9 mm
Laminasi
bahan pengisi Tepung terigu:lemak:garam 100:33:1
Pemotongan ukuran 65 x 75
Pemanggangan 4-5 menit, 250-210ºC
Crackers
Gambar 5. Proses Pembuatan Crackers (Manley, 1983)
24
H. Analisa Keputusan Analisa keputuan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan tetapi juga mengenai suatu cara untuk membuat keputusan (Susanto dan Saneto, 1994). Analisa keputusan adalah dasar untuk memilih alternative yang terbaik yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kualitas, kuantitas dan financial dari produk crackers dari tepung buah lindur dengan perlakuan proporsi penambahan gluten, kemudian dipilih alternative terbaik.
I. Analisa Finansial Suatu studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau tafsiran yang
didasarkan
atas
anggapan-anggapan
yang
selalu
bisa
dipenuhi.
Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah apbila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang seharusnya mempengaruhi keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994). Beberapa parameter yang sering digunakan dalam analisis financial antara lain:
1. Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994) Break even point adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan . Jadi pada saat tersebut perusahaan tidak mengalami
25
keuntungan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan persamaan berikut: FC BEP = P – VC Keterangan: P
= produk pulang atau pokok
FC = biaya tetap VC = biaya tidak tetap persatuan produk (Rp) Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a. Biaya titik impas Biaya Tetap BEP = 1 – (Biaya Tidak Tetap/Pendapatan) b. Persentase titik impas BEP (Rp) BEP (%) =
x 100% Pendapatan
c. Kapasitas titik impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang haraus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas titik impas = Persentase titik impas x Pendapatan.
2. Net Preset Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994) Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih bila NPV>0. NPV dapat juga ditunjukkan dengan persamaan sebagai
26
berikut : NPV =
/( 1+i )
Keterangan: Bt = penerimaan pada tahun t Ct = biaya pada tahun t n = umur ekonomi proyek i = suku bunga bank t = 1,2,3,.......,n
3. Payback Periode ( PP ) (Susanto dan Saneto, 1994) Payback periode merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali (pengembalian) semua biaya yang telah dikeluarkan untuk investasi suatu proyek. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: PP = I = jumlah modal Ab = penerimaan bersih per tahun 4. Gross Benefit Cost Ratio(Susanto dan Saneto, 1994) Gross benefit cost ratio merupakan perbandingan anatara penerimaan kotor yang telah dipresent value (dirupiahkan sekarang).
Pendapatan Nilai: B/C Ratio = Biaya produksi
27
5. Internal Rate Ratio (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994) Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR adalah sebagai beerikut : IRR = I’ +
x (I” + I’ )
Keterangan : NPV1 = NPV sekarang NPV2 = NPV tahun yang akan datang I’
= tingkat suku bunga sekarang
I”
= tingkat suku bunga tahun yang akan datang
J. Landasan Teori Crackers merupakan salah satu jenis biskuit yang secara umum dibuat dari tepung terigu atau tepung lain dengan kandungan protein yang cukup tinggi (protein gluten) yang difermentasi dengan yeast sehingga dapat memberikan karakteristik yang khas berupa kerenyahan pada crackers yang dihasilkan. Pembuatan
crackers
buah
lindur
merupakan
salah
satu
upaya
penganekaragaman produk crackers. Tepung buah lindur merupakan hasil samping pengolahan buah lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) mempunyai kelebihan yaitu kandungan karbohidrat, serat, kadar abu dan lemak yang tinggi. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan crackers buah lindur adalah
28
keterbatasan protein dalam tepung buah lindur sehingga dalam pembuatan crackers buah lindur perlu penambahan gluten yang komponen utamanya adalah protein agar adonan tidak mudah pecah, crackers yang dihasilkan lebih renyah dan juga untuk menambah nilai gizinya. Gluten yang ada dalam adonan menyebabkan adonan tidak mudah pecah pada waktu di roll dan menahan gas CO 2 pada waktu fermentasi. Gas CO 2 yang tertahan pada gluten dapat membentuk lapisan elastis didalam adonan sehingga menghasilkan adonan yang kokoh dan permukaannya tidak lengket (Haryanto dan Pangloli, 1992). Modifikasi kimia protein gluten memegang peranan penting dalam penggunaan serealia secara industri. Terutama reaksi yang mengakibatkan terbentuknya atau terputusnya ikatan S-S dapat sangat mempengaruhi kelarutan dan sifat reologi seperti keregangan dan kerenyahan (De Mann, 1997). Mekanisme kerja gluten adalah sebagai berikut: ikatan disulfida dalam gluten gandum berperan penting dalam penghubung silang rantai polipeptida, reduksi ikatan disulfida dalam gliadin dan glutenin mengakibatkan ikatan rantai peptida terbuka. Perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap reologi adonan. Pada proses fermentasi yeast mampu menghasilkan gas CO 2 yang ditahan oleh gluten. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah glukosa menjadi maltosa (Buckle, 1987). Sejumlah kecil sukrosa dari gula yang ditambahkan
akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase
yang ada dalam yeast (Bennion, 1980), yang kemudian oleh sekumpulan enzim disebut sebagai zymase dipecah sebagai CO 2 dan etanol.
Menurut Yuwono
(1999), pengembangan adonan juga diperoleh dari penambahan soda kue atau NaHCO 3 yaitu pada tahap pencampuran akan terjadi penangkapan udara dalam
29
adonan. Pemanasan akan menyebabkan NaHCO 3 akan melepaskan gas CO 2. Gas ini akan terperangkap oleh pati sehingga crackers mengembang. Pada saat pemanggangan peningkatan suhu mempercepat aktivitas enzim dan khamir. Pemanasan lebih lanjut mengakibatkan enzim dan khamir menjadi inaktif. Pada tahap ini CO 2 dilepaskan sehingga terjadi pengembangan. Selama proses pemanggangan perlahan-lahan bagian luar crackers mengeras dan juga terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein sehingga mengakibatkan pencoklatan pada crackers (Winarno, 1997).
K. Hipotesa Diduga proporsi tepung buah lindur dan tepung terigu serta penambahan gluten pada proses pembuatan crackers buah lindur berpengaruh terhadap kualitas fisik, kimia dan organoleptik crackers buah lindur yang dihasilkan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Analisa Pangan dan Uji Inderawi Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan Maret sampai November 2010.
B. Bahan Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan crackers adalah buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) yang diperoleh dari daerah Wonorejo, Surabaya. Tepung terigu protein tinggi, tepung terigu protein sedang, mentega putih, yeast atau ragi instan, gula pasir, garam dan soda kue yang diperoleh dari toko bahan kue di pasar Paing. Gluten diperoleh dari toko kue Delapan. Bahan-bahan untuk analisa kimia diantaranya K 2 SO 4, H 2 SO 4 pekat,Larutan ether, alkohol, HCL, NaOH dan Aquadest
C. Alat Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan crackers adalah mixer, timbangan, roll kayu, oven, cetakan crackers, baskom, gelas ukur. Peralatan untuk analisa digunakan oven pengering, deksikator, labu Kjeldhal, seperangkat alat ekstraksi, botol timbang, neraca analitis, buret, statif, corong
30
31
gelas, pipet, labu takar, beaker glass, alat penetrometer.
D. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara factorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali, selanjutnya dianalisa dengan analisis ragam. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (DMRT). 1. Peubah Berubah Faktor I
: Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur (%)
A1
= 70
A2
= 60 : 40
A3
= 50 : 50
Faktor II
: Penambahan gluten (b/b)
B1
= 10
B2
= 12
B3
= 14
: 30
Dari kedua faktor tersebut diatas didapat kombinasi perlakuan sebagai berikut: B
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
A
32
Keterangan: A1B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta penambahan gluten 10 gram A1B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta penambahan gluten 12 gram A1B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta penambahan gluten 14 gram A2B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta penambahan gluten 10 gram A2B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta penambahan gluten 12 gram A2B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta penambahan gluten 14 gram A3B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta penambahan gluten 10 gram A3B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta penambahan gluten 12 gram A3B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta penambahan gluten 14 gram Menurut Gaspersz (1994), model matematika untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari dua faktor adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ij i: 1, ….., a
33
j: 1, ….., b keterangan: Y ijk
: Nilai pengamatan dari suatu percobaan ke – k yang memperoleh perlakuan ij (taraf ke – i faktor I dan taraf ke – j faktor II).
µ
: Nilai tengah umum (rata – rata sesungguhnya)
αi
: Pengaruh perlakuan ke – i dari I
βj
:
Pengaruh perlakuan ke – j dari II
(αβ) ij : pengaruh interaksi taraf ke – i dari faktor I dan taraf ke – j dari faktor II ε ij
: pengaruh galat dari suatu percobaan ke – i pada faktor I dan perlakuan ke – j pada faktor II.
2. Peubah Tetap a.
Berat total tepung campuran
= 100 gr
b.
Berat gula pasir
= 1,5 gr
c.
Berat garam
= 1,5 gr
d.
Berat yeast instan
= 1,5 gr
e.
Berat soda kue
= 1 gr
f.
Volume air
= 55 ml
g.
Berat tepung terigu (protein sedang)
= 35, 7 gr
h.
Berat mentega putih (bahan pengisi)
= 11,8 gr
i.
Lama fermentasi (suhu 26-32 ºC)
= 30 menit
j.
Lama pengovenan I (suhu 250 ºC)
= 5 menit
k.
Lama pengovenan II (suhu 175 ºC)
= 8 menit
34
E. Parameter Yang Diamati 1. Parameter untuk analisa bahan baku (Tepung Buah Lindur) a. Rendemen (Sudarmadji, 1997) b. Analisa kadar air dengan metode Pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997) c. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997) d. Kadar amilopektin (Hartanti dan Prana, 2003) e. Kadar HCN (Sudarmadji, 1997) 2. Parameter untuk analisa produk jadi a. Rendemen (Hartanti, 2003) b. Kadar air dengan metode pemanasan (Sudarmadji, 1997) c. Kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1997) d. Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997) e. Daya patah (Burne, 1976) f. Kadar amilopektin (Hartanti dan Prana, 2003) g. Uji organoleptik (uji hedonik skala scoring) meliputi: rasa, warna dan tekstur.
F. Prosedur Penelitian A. Pembuatan Tepung Buah Lindur 1. Buah lindur di sortasi, dipilih yang sudah berwarna hijau tua hingga ungu dengan bercak coklat, setelah itu dilakukan pengupasan kulit luar. 2. Buah lindur yang telah dikupas di potong pajang menjadi 4 bagian, kemudian di potong kecil-kecil (dipotong dadu). 3. Setelah ukurannya sesuai buah lindur kemudian direndam selama ± 48 jam dan dilakukan penggantian air rendaman setiap 12 jam.
35
4. Kemudian dilanjutkan dengan perebusan selama ±5 menit. 5. Buah Lindur yang telah direbus, ditiriskan dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan cabiner dryer dengan suhu 56 °C selama 12 jam 6. Dilakukan penggilingan buah lindur sehingga menjadi lebih halus, kemudian dilanjutkan dengan pengayakan ukuran 80 mesh sehingga dapat menghasilkan tepung buah lindur yang baik.
B. Pembuatan Crackers Tepung Buah Lindur 1. Persiapan bahan Tahap persiapan bahan dimulai dengan penimbangan bahan antara lain tepung terigu : tepung buah lindur = 70:30; 60:40; 50:50 (%), gluten (10, 12,14 gram), penambahan soda kue 1 gr, gula 1,5 gr, garam 1,5 gr, yeast 1 gr, mentega putih 20 gr dan volume air 55 ml. 2. Pencampuran I Tahap pencampuran ini terlebih dahulu untuk bahan-bahan kering (tepung buah lindur, tepung terigu, gluten, garam, gula, yeast dan soda kue) sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sebanyak ± 55 ml. 3. Pencampuran II Setelah bahan kering tercampur rata dengan air kemudian ditambahkan mentega putih (lemak) dan diuleni sehingga diperoleh massa adonan yang cukup kalis.
36
4. Fermentasi Adonan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit sambil ditutup kain lap basah untuk memberi kesempatan adonan untuk mengembang. 5. Pembuatan lembaran Dilakukan dengan menggunakan roll kayu untuk membuang gas yang terbentuk dan menipiskan adonan sebelum laminasi. 6. Laminasi atau pelapisan Untuk mendapatkan struktur adonan yang berlapis-lapis dilakukan laminasi dengan mengisi setengah bagian adonan dengan bahan pengisi (35,7 gr tepung terigu dan 11,8 gr mentega putih), kemudian dilipat dengan setengah bagian adonan yang tidak terisi dan memutar adonan 90º untuk ditipiskan kembali. Proses laminasi dilakukan sebanyak 4 kali dengan ketebalan akhir ± 9 mm. 7. Pemotongan atau pencetakan Lembaran adonan yang tidak terlaminasi siap dicetak atau dipotong dengan ukuran ± 65 x 75 mm. 8. Pengovenan Dilakukan pada suhu 250 ºC selama 5 menit dan dilanjutkan dengan suhu 175 ºC selama 8 menit. Tahap ini bertujuan untuk mengembangkan adonan dengan adanya kontak antara panas dengan gas dalam adonan. Pemangganngan diakhiri pada saat adonan matang dan berubah warna menjadi kecoklatan.
37
Buah lindur sortasi
Pengupasan kulit
Pengecilan ukuran bentu dadu Perendaman selama ± 2 hari Perebusan pada suhu 100 °C selama ± 5 menit
Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 56 °C selama 12 jam
Penggilingan Pengayakan 80 mesh
Tepung Buah Lindur
Analisa - Rendemen - Kadar air - Kadar pati - Kadar serat kasar
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Buah Lindur
38
Pencampuran I (70:30);(60:40);(50:50) Total 100 gr
Tepung terigu
Tepung buah lindur 1,5 gr gula 1,5 gr garam 1,5 gr yeast 1 gr soda kue 40 gr mentega putih 55 ml air
Pencampuran II Pencampuran III (10%.12%,14%)
Gluten
Massa adonan Fermentasi suhu kamar (29 ºC) selama 30 menit
Pembuatan lembaran setebal 9 mm Laminasi
Tepung terigu: mentega putih (35,7:11,8 gr)
Pemotongan ukuran 65 x 75 mm Pemanggangan 250 ºC 5 mnt, kemudian 175 ºC 8 mnt. Uji Organoleptik -Rasa -Warna -Tekstur - Aroma
Analisa: -Rendemen -Kadar air -Kadar protein -Kadar amilopektin -Kadar serat kasar -Uji daya patah
Crackers
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Crackers
Dosen Pembimbing Ir. Ulya Sarofa, MM. (
Dosen Penguji Ir. Sri Winarti, MP. )
Drh. Ratna Yulistiani, MP. (
(
)
Hj. Ir. Latifah, MS. )
(
)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku tepung buah lindur dan analisa crackers buah lindur yang dihasilkan yang terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.
A. Hasil Analisa Bahan Baku Pada penelitian pembuatan crackers buah lindur dilakukan analisa terhadap tepung buah lindur yaitu kadar air, kadar serat kasar, dan kadar amilopektin. Hasil analisa pada tepung buah lindur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisa tepung buah lindur tiap 100 gram Komponen Kadar Air Kadar Serat Kasar Kadar Amilopektin HCN
Jumlah 5,4100% 0.9445% 9.2350% 11,59 ppm
Hasil analisa bahan awal menunjukkan bahwa tepung buah lindur mengandung kadar air 5,4100 %. Menurut Anonymous (2009) kadar air tepung buah lindur adalah 12,1761%, perbedaan kadar air ini disebabkan karena perbedaan cara pengeringan sehingga kadar air tepung buah lindur juga berbeda. Menurut Buckle (1987)
39
40
perbedaan cara pengeringan dapat menyebabkan perbedaan rendemen, dimana pengeringan dengan sinar matahari dapat menyebabkan pencemaran dengan kotoran dan selanjutnya mengurangi mutu. Hasil analisa bahan awal menunjukkan bahwa kadar serat kasar 0,9445%. Menurut Anonymous (2009) tepung buah lindur tiap 100 gram mengandung serat 0,7371%. Perbedaan serat kasar disebabkan adanya perbedaan bahan mentah. Kandungan serat kasar yang terlalu tinggi dapat menghambat pembentukan gluten dalam pembuatan gluten, dikarenakan gluten dan serat kasar mempunyai sifat yang sama-sama mengikat air. Sesuai dengan Anonymous (2010) bahwa serat insoluble umumnya bersifat higroskopis sehingga mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Pada hasil analisa HCN pada bahan awal bahwa kadar HCN pada tepung buah lindur adalah 11,59 ppm , sedangkan menurut Anonymous (2009) kadar HCN pada tepung buah lindur adalah 12,96 ppm. Hasil untuk uji HCN pada tepung buah lindur telah memenuhi syarat standar mutu kandungan HCN dalam tepung yaitu sebesar 50 ppm. Menurut Irmansyah (2005) bahwa dengan merebus, mengupas, mengiris kecilkecil, merendam dengan air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untung mengurangi kadar HCN.
41
B. Hasil Analisa Produk Crackers Buah Lindur 1. Rendemen Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap rendemen crackers buah lindur. Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap rendemen crackers buah lindur. Nilai rata-rata rendemen crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rata-rata rendemen Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten Perlakuan Rata-rata Rendemen Notasi DMRT T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten (%) (5%) (%) (%) 70 : 30 10 61,1221 a 12 63,1583 b 1,1762 14 64,8000 c 1,2515 60 : 40 10 61,9796 a 1,1196 12 64,0843 bc 1,2327 14 68,1090 d 1,2666 50 : 50 10 63,2277 b 1,2101 12 68,1111 d 1,2742 14 71,5290 e 1,2817 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen crackers buah lindur berkisar antara 61,1221%-71,5290%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan rendemen terendah
42
(61,1221%), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 14% menunjukkan rendemen tertinggi (71,5290%). Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap rendemen Crackers buah lindur. Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur (semakin rendah proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan menyebabkan rendemen pada crackers semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gluten banyak mengandung protein yang bersifat dapat menyerap air sedangkan tepung buah lindu mengandung pati dan serat yang bersifat dapat menyerap air, sehingga semakin banyak kandungan pati dan serat pada crackers buah lindur maka rendemen yang diperoleh semakin besar. Menurut Haryadi (1992), semakin tinggi kadar pati yang terkandung dalam bahan maka semakin tinggi air yang diserap.
43
Sesuai dengan hasil analisa yang menunjukkan jika kadar air produk semakin tinggi maka rendemen juga semakin tinggi. Hal ini didukung Suryanto (2001), kadar air pada rendemen pembuatan crackers dapat menyebabkan perbedaan rendemen, dimana semakin tinggi penambahan tepung buah lindur, kadar air crackers buah lindur juga semakin tinggi, sehingga rendemen juga semakin tinggi.
2. Kadar Air Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap kadar air crackers buah lindur. Masingmasing faktor berpengaruh nyata terhadap kadar air crackers buah lindur. Nilai ratarata kadar air crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. . Nilai rata-rata kadar air Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan Rata-rata Kadar Air (%) Notasi DMRT(5%) T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten (%) 70 : 30 10 2,1102 a 12 2,7000 b 0,2804 14 3,5343 c 0,2939 60 : 40 10 2,1950 a 0,2669 12 3,4283 c 0,2939 14 4,2740 d 0,3019 50 : 50 10 2,9217 b 0,2885 12 4,3433 d 0,3037 14 4,5419 d 0,3055 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
44
Tabel 8 menunjukkan bahwa besarnya kadar air crackers berkisar antara 2,1102%-4,5419%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar air terendah (2,1102%), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 14% menunjukkan kadar air tertinggi (4,5419%). Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar air Crackers buah lindur. Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur (semakin rendah proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan menyebabkan kadar air pada crackers semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung buah lindur mengandung pati dan serat cukup tinggi dimana air yang terikat pada pati merupakan air bebas yang terikat secara fisik oleh granula-granulanya sehingga mudah diuapkan,begitu juga air yang terikat pada tepung buah lindur yang berupa air bebas
45
yang mudah diuapkan. Hal ini didukung Winarno (1980), didalam bahan pangan air terdapat dalam bentuk air bebas dan air terikat. Demikian juga dengan gluten yang mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menyerap air dalam produk crackers dan membentuk ikatan hidrogen. Selain itu serat pada tepung buah lindur merupakan serat jenis insoluble yang bersifat higroskopis. Sehingga semakin tinggi proporsi tepung buah lindur, maka kadar air dalam crackers buah lindur juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan Anonymous (2010), bahwa serat insoluble umumnya bersifat higroskopis sehingga mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Komponen utama gluten adalah protein, dimana molekul-molekul protein mampu melakukan pengikatan dan penyerapan air, sedangkan karbohidrat dalam tepung buah lindur mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menahan air dalam jumlah yang lebih besar. Menurut De Man (1997), peningkatan kadar air disebabkan oleh adanya peningkatan penambahan gluten.
3. Kadar Protein Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap crackers buah lindur. Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap crackers buah lindur. Nilai rata-rata kadar protein crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 9.
46
Tabel 9. Nilai rata-rata kadar protein Crackers dari perlakuan proporsi tepung Terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan Rata-rata Kadar Protein (%) Notasi DMRT (5%) T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten (%) (%) 70 : 30 10 8.9778 b 0.5170 12 9.5381 c 0.5263 14 9.7446 c 0.5294 60 : 40 10 8.7491 ab 0.4858 12 9.0727 b 0.5092 14 8.4037 bc 0.5232 50 : 50 10 8.0808 a 12 8.0966 a 0.4998 14 8.5271 ab 0.4625 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata. Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein crackers buah lindur berkisar antara 9,7446%-8,0808%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50 : 50 (gram) dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar protein terendah, sedangkan pada perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (gram) dan penambahan gluten 14% menunjukkan kadar protein tertinggi. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 10.
47
Gambar 10. Hubungn antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar protein Crackers buah lindur. Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tepung buah lindur (semakin tinggi proporsi tepung terigu) dan semakin tinggi gluten yang ditambahkan, maka kadar protein pada crackers semakin tinggi . Menurunnya kadar protein tersebut disebabkan kadar protein tepung buah lindur lebih rendah dibanding dengan protein terigu . Menurut Anonymous (2009), tepung buah lindur mempunyai kadar protein yang rendah yaitu 1,849%. Sedangkan kandungan protein terigu adalah 11%. Meningkatnya penambahan gluten pada crackers menyebabkan peningkatan pada protein crackers. Hal ini disebabkan karena gluten mengandung protein cukup tinggi yaitu 72%, sehingga semakin banyak gluten yang ditambahkan, maka protein crackers buah lindur semakin meningkat. Menurut pendapat Buckle (1987), jika gluten ditambahkan dalam suatu produk, maka dapat meningkatkan kadar protein produk tersebut. Gluten mentah yang didapat dari pemisahan protein dalam tepung
48
terigu mengandung protein yang cukup tinggi. Hal ini didukung juga pendapat De Man (1999), gluten dapat meningkatkan kadar protein dimana kandungan protein gluten yaitu 72%.
4. Kadar Serat Kasar Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap serat kasar crackers buah lindur. Masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar crackers buah lindur. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat crackers buah lindur, demikian juga dengan perlakuan penambahan gluten juga tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar crackers buah lindur. Nilai rata-rata serat kasar crackers dengan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai rata-rata serat kasar Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur T. Terigu : T. Buah Lindur Rata-rata Serat Notasi DMRT 5% (%) Kasar (%) 70 : 30 2.9514 tn 60 : 40 3.1331 tn 0.9602 50 : 50 3.9411 tn 1.0087 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi terletak pada proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) yaitu 3.9411%, sedangkan kadar serat terendah terletak pada proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) yaitu 2.9514%.
49
Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah proporsi tepung buah lindur sehingga serat kasar yang dihasilkan tiap perlakuan berbeda, dengan semakin tinggi proporsi tepung buah lindur menyebabkan terjadinya peningkatan serat. Hal ini didukung Winarno (1980), serat merupakan polisakarida yang sukar untuk di uraikan dan mempunyai sifat tidak larut dalam air. Sesuai dengan Anonymous (2009) kadar serat yang tinggi pada tepung buah lindur dapat meningkatkan nilai tambahnya karena serat dalam bahan makanan mempunyai nilai positif bagi tubuh dan metabolisme. Proporsi buah lindur yang lebih banyak berarti memberikan kadar serat yang lebih banyak pula pada crackers buah lindur. Dengan adanya pemanasan atau pemanggangan serat tidak mudah rusak dan tidak mudah mengalami degradasi. Nilai rata-rata serat kasar dengan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rata-rata serat kasar Crackers dari perlakuan penambahan gluten Gluten (%) Rata-rata Serat Notasi DMRT 5% Kasar (%) 10 3.7232 tn 0,9602 12 3.4595 tn 1,0087 14 2.8429 tn Keterangan : tidak berbeda nyata Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi terletak pada penambahan gluten 12% yaitu 3.7232%, sedangkan kadar serat terendah terletak pada penambahan gluten 14% yaitu 2.8429%. Penurunan kadar serat kasar seiring dengan penurunan penambahan gluten hal ini disebabkan karena tidak terkandungnya serat kasar pada gluten. Sehingga berapapun serat kasar yang ditambahkan tidak akan meningkatkan kadar serat kasar, bahkan akan menurunkan kadar serat kasar karena dengan adanya penambahan gluten menyebabkan komponen serat dalam bahan berkurang.
50
5. Daya Patah Daya patah adalah nilai yang menunjukkan sifat ketahanan bahan pangan tersebut terhadap tekanan yang diberikan, juga berhubungan dengan tingkat kerenyahan bahan. Peningkatan nilai daya patah juga menunjukkan semakin meningkatnya nilai kekerasan dari produk pangan (ickers, 1979). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa antara perlakuan proposi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap daya patah crackers buah lindur. Masingmasing factor berpengaruh nyata terhadap daya patah crackers buah lindur. Nilai rata-rata daya patah crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 12.
51
Tabel 12. Nilai rata-rata daya patah Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan Rata-rata Notasi DMRT (5%) Daya Patah T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten (N/cm²) (%) (%) 70 : 30 10 0,5478 c 0,0839 12 0,3263 ab 0,0751 14 0,2805 a 60 : 40 10 0,6190 cd 0,0855 12 0,4387 b 0,0827 14 0,3610 b 0,0789 50 : 50 10 0,7045 d 0,0860 12 0,5812 c 0,0849 14 0,3713 b 0,0812 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata. Tabel 12 menunjukkan bahwa daya patah crackers buah lindur berkisar antara 0,7045 N/cm² - 0,2805 N/cm². perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan nilai daya patah tertinggi (0,7045N/cm²), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 30% menunjukkan nilai daya patah terendah yaitu (0,2805N/cm²). Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap daya patah crackers buah lindur dapat dilihat pada Gambar 11.
52
Gambar 11. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap daya patah Crackers buah lindur. Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tepung buah lindur (semakin tinggi proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan maka daya patah crackers buah lindur semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan gluten yang ada pada tepung terigu. Dimana semakin tinggi penambahan gluten daya patah crackers buah lindur akan semakin rendah. Fungsi gluten dalam crackers buah lindur dapat menahan gas CO 2 yang dihasilkan oleh khamir ketika fermentasi, sehingga semakin banyak gas CO 2 yang dapat di perangkap maka rongga-rongga udara yang dihasilkan semakin banyak. Menurut Nabil (1983) semakin banyak rongga akan semakin renggang strukturnya sehingga semakin mudah dipatahkan. Semakin tinggi daya kembang crackers buah lindur akan semakin rendah daya patahnya dan semakin tinggi kerenyahannya.
53
6. Kadar Amilopektin Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap kadar amilopektin crackers buah lindur. Masingmasing faktor berpengaruh nyata terhadap kadar amilopektin buah lindur. Nilai ratarata kadar amilopektin crackers buah lindur dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai rata-rata kadar amilopektin Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan Rata-rata Kadar Amilopektin Notasi DMRT (5%) T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten (%) (%) (%) 70 : 30 10 16,8710 c 1,0788 12 16,9831 c 1,0983 14 17,1463 c 1,1048 60 : 40 10 15,6063 b 1,0138 12 16,7277 c 1,0626 14 16,8800 c 1,0918 50 : 50 10 13,4090 a 12 15,3683 b 0,9651 14 16,3017 bc 1,0431 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata. Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata kadar amilopektin crackers tepung buah lindur berkisar antara 17,1463%-13,4090%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar amilopektin
terendah
(13,4090%),
sedangkan
perlakuan
proporsi
tepung
terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 14% menunjukkan kadar amilopektin tertinggi (17,1463%).
54
Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar amilopektin crackers buah lindur dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar protein Crackers buah Lindur. Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur (semakin rendah tepung terigu) dan semakin turun gluten yang ditambahkan, maka kadar amilopektin buah lindur semakin menurun. Menurunnya kadar amilopektin tersebut disebabkan kadar amilopektin tepung buah lindur yang rendah. Dari analisa bahan awal diketahui bahwa kadar amilopektin pada tepung buah lindur adalah 9,235%. Peningkatan nilai kadar amilopektin pada crackers buah lindur disebabkan karena tingginya kandungan amilopektin pada tepung terigu lebih tinggi dibanding
55
kadar amilopektin pada tepung buah lindur. Menurut U.S. Wheat Associated (1981) kandungan pati dalam tepung terigu adalah 70% dimana 20% merupakan amilosa dan 80% amilopektin. Sedangkan kandungan amilopektin pada tepung buah lindur menurut hasil analisa bahan awal adalah 9,2350%. Sehingga dengan adanya proporsi tepung terigu dan penambahan gluten kadar amilopektin crackers buah lindur lebih tinggi dari pada kadar amilopektin tepung buah lindur. Penambahan gluten juga mengakibatkan meningkatnya kadar amilopektin pada crackers buah lindur, meskipun sebagian besar komponen gluten adalah protein yang terdiri dari gliadin dan glutenin. Buckle (1987), menyatakan bahwa komposisi gluten yaitu protein 72%, air 10%, lemak 4%, dan karbohidrat 14%.
C. Uji Kesukaan ( Uji Hedonik Scale Scoring) Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima atau tidaknya suatu produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh factor mutu terutama mutu organoleptik. Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik crackers buah lindur yang diuji meliputi: rasa, warna, tekstur dan aroma. Dalam uji organoleptik ini panelis menyatakan tanggapan pribadinya tentang kesukaannya, skala hedonik yang dipakai terdiri dari 5 level (sangat suka-sangat tidak suka).
56
1. Uji Kesukaan Warna Warna merupakan parameter fisik yang sangat penting. Kesukaan konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh warna. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten berpengaruh nyata (p≤0,05), terhadap warna crackers buah lindur. Nilai rata-rata uji organoleptik warna crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dapat dilihat pada Table 14. Tabel 14. Nilai rata-rata uji organoleptik warna Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan Jumlah Ranking T. Terigu : T. Buah Gluten Lindur (gram) 70 : 30 10 103,5 12 108 14 146,5 60 : 40 10 104,5 12 105 14 97 50 : 50 10 61 12 91,5 14 87,5 Keterangan : makin besar nilai makin disukai Berdasarkan Tabel 14. nilai rata-rata crackers buah lindur berkisar antara 61146,5. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dengan penambahan gluten 14% menghasilkan nilai kesukaan warna crackers buah lindur tertinggi yaitu 146,5, sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menghasilakan warna crackers buah lindur dengan nilai kesukaan terendah yaitu 61,1.
57
Semakin menurun proporsi tepung buah lindur dan semakin meningkat penambahan gluten menyebabkan warna crackers buah lindur makin disukai. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi proporsi tepung buah lindur yang ditambahkan, menyebabkan warna dari crackers buah lindur semakin tidak bagus (coklat tua). Penambahan tepung buah lindur yang rendah akan menghasilkan warna crackers buah lindur yang menarik yaitu coklat muda, dan penambahan gluten yang tinggi dapat memberikan warna khas akibat pemanggangan. Menurut Winarno (1997), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap atau menyimpang dari warna yang sebenarnya.
2. Uji Resukaan Rasa Rasa dapat dipakai sebagai indicator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahea perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur berpengaruh nyata (p≤0,05), terhadap rasa crackers buah lindur. Nilai rata-rata nilai uji organoleptik rasa crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 15.
58
Tabel 15. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten Jumlah Ranking (%) (%) 70 : 30 10 100 12 117 14 136 60 : 40 10 88,5 12 105 14 111,5 50 : 50 10 75 12 71 14 94,5 Keterangan : makin besar nilai makin disukai Berdasarkan Tabel 15. nilai rata-rata kesukaan rasa crackers buah lindur antara 136-71 . Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 14% menghasilkan crackers buah lindur dengan nilai kesukaan tertinggi (136), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 12% menghasilkan nilai kesukaan rasa terendah (71). Semakin menurun proporsi tepung buah lindur dan semakin meningkat penambahan gluten menyebabkan rasa crackers buah lindur makin disukai. Hal ini disebabkan karena gluten memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga semakin banyak penambahan gluten dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan rasa gurih pada crackers buah lindur. Hal ini didukung Winarno (1984), penyebab terjadinya peningkatan rasa gurih pada suatu produk ditentukan oleh besarnya kandungan protein dan lemak.
59
Namun penambahan tepung buah lindur yang semakin tinggi crackers yang dihasilakan semakin tidak disukai konsumen. Hal ini disebabkan karena tepung buah lindur mengandung serat yang tinggi sehingga jika terlalu banyak yang ditambahkan menimbulkan rasa yang tidak gurih sehingga tidak disukai konsumen.
3. Uji Kesukaan Tekstur Kerenyahan merupakan mutu dan kualitas dari produk makanan yang dihasilkan sehingga akan menarik minat konsumen untuk lebih menyukainya. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu: tepung buah lindur dan penambahan gluten berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap kerenyahan crackers. Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Table 16. Tabel 16. Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten Jumlah ranking (%) (%) 70 : 30 10 101 12 110 14 147 60 : 40 10 111 12 102,5 14 104,5 50 : 50 10 64,5 12 83,5 14 80,5 Keterangan : makin besar nilai makin disukai
60
Berdasarkan Tebel 16, tingkat kesukaan tekstur crackers buah lindur berkisar antara 147-64,5. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 14%
menghasilkan tekstur kerenyahan tertinggi (147),
sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan tepung terigu 10% menghasilkan tekstur kerenyahan terendah (64,5). Semakin menurun proporsi tepung buah lindur dan semakin meningkat penambahan gluten menyebabkan kerenyahan crackers buah lindur semakin disukai panelis. Hal ini disebabkan karena tepung buah lindur mengandung serat yang cukup tinggi, sehingga jika proporsinya terlalu banyak akan menyebabkan crackers yang dihasilkan semakin keras dan kurang disukai konsumen. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), tingginya serat pada bahan akan menyebabkan kekerasan pada tekstur yang dihasilkan.
4. Uji Kesukaan Aroma Aroma dapat dipakai sebagai indicator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan. Aroma dari crackers tergantung dari bahan yang digunakan. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten tidak terdapat interaksi yang nyata. Nilai rata-rata uji kesukaan aroma crackers buah lindur dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 17.
61
Tabel 17. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten. Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur Gluten Jumlah Ranking (%) (%) 70 : 30 10 116 12 110,5 14 121,5 60 : 40 10 85,5 12 105 14 106,5 50 : 50 10 95 12 75 14 75,5 Keterangan : makin besar nilai makin disukai Berdasarkan Tabel 17. Tingkat kesukaan aroma terhadap crackers buah lindur berkisar antara 121,5-75. Dari tabel menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari tiap perlakuan maupun interksi yang nyata antar perlakuan. Panelis cenderung netral terhadap aroma crackers buah lindur, hal ini disebabkan karena aroma dari tepung buah lindur tidak terlalu kuat dan juga lemak yang digunakan sama pada semua perlakuan. Menurut Sultan (1983) lemak dapat memperbaiki kualitas makanan pada produk akhir dan juga memberikan pengaruh aroma terhadap crackers.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap rendemen, kadar air, kadar protein, daya patah, kadar amilopektin dan uji kesukaan rasa, warna, tekstur crackers buah lindur sedangkan pada kadar serat dan uji kesukaan aroma crackers buah lindur tidak menunjukkan interaksi yang nyata. 2. Proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 dan penambahan gluten 14% menghasilkan crackers buah lindur yang terbaik. Perlakuan tersebut mempunyai rendemen 64,800%, kadar air 3,5343%, kadar protein 9,7446%, kadar serat kasar 2,5224%, daya patah 0,2805 N/cm2, kadar amilopektin 17,1463% dan tingkat kesukaan rasa 3,95/netral, warna 4,2/suka, tekstur 4,3/suka, aroma 3,7/netral. 3. Hasil analisis finansial diketahui bahwa nilai Break Event Point (BEP) dicapai pada Rp. 148.735.280 sebesar 20,64% dan kapasitas titik impas 32.198 unit/tahun sedangkan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 22,43%, Payback Period (PP) dicapai selama 2,11 tahun, Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 214.605.456 dan Benefit Cost Ratio sebesar 1.1636.
70
71
B. SARAN Pada penelitian lebih lanjut mengenai rasa dan warna crackers buah lindur sedemikian rupa sehingga didapatkan produk crackers buah lindur yang lebih menarik dan berpeluang lebih besar untuk dibeli oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1981. http://www.dinkesjatim.go.id. Diakses pada 14/04/2010. Anonymous, 1990. Petunjuk Penganekaragaman Pangan Menuju Pola Pangan Masa Depan. Proyek pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi. Jakarta. Anonymous , 1998. Bread Production Australian Wheat Board Baking Facultry. Food Processing Division. Regency Institute. Anonymous,2009.http://kesemat.undip.ac.id/index.php?option=com_content&tas k=view&id=675. Diakses pada 02/03/2010. Anonymous,2010http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17290/4/Chapt er%20II.pdf. Diakses pada 02/03/2010. Buckle, K.A. 1987. Food Science. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI press. Jakarta. Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons Inc. Ney York. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. De Mann J. 1997. Kimia Pangan. Cetakan Pertama. ITB. Bandung. Faridi, H. 1994. The Science of Cookies and Crackers Production. Cnapman and Hall. New York. Fellow. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood. London Fortuna, James de. 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. Http://www.Tempointeraktif.com. Diakses pada 02/03/2010. Gaspersz, U. 1994. Metode Perancangan Percobaan, Amico. Jakarta Glen, M. 2005. http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55813. Diakses pada 03/03/2010 Hartati N dan Prana K Titik, 2003. Analisa Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schoot). http://www.google.co.id/search?q=amilopektin&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-aamilopektin. Diakses pada 02/03/2010.
Hui, Y.H. 1992. Dictionary of Science and Tecnology. John Wiley and Sons. New York. Haryanto, B dan P.Ponglali. 1992. Potensi Pemanfaatan Sagu, Kanisius. Yogyakarta. Hartanti, S.N dan Prana K.T, 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott). http://pdf.hulufile.com/analisa-kadar-pati.html. Diakses Pada 03/03/2010. Herdiana, I. 2007. Pembuatan Crackers Ubi Jalar Ungu (Kajian Proporsi Tepung Ubi Jalar Ungu:Gluten dan Penambahan Tepung Tapioka). Skripsi Jurusan Teknologi pangan. Fakultas Teknologi Industri. UPN Veteran. Surabaya. Irmansyah, B. 2005. Dari Limbah Menjadi Pakan Ternak, http://www. Geocities.com/persampahan/compos.doc. diakses pada 05/08/2010. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats:Technology, Utilization and Nutrition. Chapman and Hall. New York. Makfoeld, D.1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta. Manley, D.J.R. 1983. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Ellies Harwood Limited. England. Mangkusubroto, K. dan Listiani. 1987. Analisis Keputusan oleh Manajemen Usaha Proyek. ITB. Bandung. Matz, S.A. 1993. Snack Food Technology. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport. Connecticut. Pomeranz, Y. 1992. Functional Properties of Food Componen3rd edition. Academic Press Inc. California. Rustadi, D. 2002. Tips: Sedikit Http://www.wacanaputra.com
Pangetahuan
tentang
Biskuit.
Sadana. D. 2007. Buah Aibon di Biak Timur Mengandung Karbohidrat Tinggi. Situs Resmi Pemda Biak Num for news_.htm. Samsudin, L. 1987. Manajemen Keuangan Perusahaan. Hanindita. Yogyakarta.
Sardjoko. 1991. Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Siagian, 1987. Penelitian Operasional. UI Press. Jakarta. Siregar, M. 2005. Studi Perbandingan Kadar Tannin didalam Tepung Terigu. Skripsi Jurusan Kimia Medan: F MIPA USU. Subarna, 1992. baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi Bagi Food Inspectur. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Sudarmaji S, Bambang H dan Suhardi, 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta dan PAU pangan dan gizi UGM, Yogyakarta. Sultan, W.J. 1983. Practical Baking. The AVI Publshing Co. Inc. Wesport. Connecticut. Suryanto. Ribut. 2001. Pembuatan Bubuk Sirsak dari Bahan Baku pasta dengan metode Foam-mat Drying, Kajian Suhu pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan baku Pasta. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang. Susanto, T dan Saneto, B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya. Sutomo, B. 2008. http://myhobbyblogs.com/food/2008/08/03/mengenal-jeniskegunaan-tepung-terigu/. Diakses pada 02/03/2010. Sony, 2009. Pengolahan dan Pemanfaatan Mangrove. Kelompok Tani Pemanfaatan Mangrove Wonorejo. Surabaya. Tranggono, 1990. Bahan Tambahan Pangan. PAU Pangan dann Gizi UGM. Yogyakarta. U.S. Wheat Associated. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan. Jakarta. Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1986. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedian Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yuwono, L.P. 1999. Proses Pembuatan Biskuit di PT. Jadi Abadi Corak Biskuit (JACOB) . LKN FTI UPN, Surabaya.