BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu merupakan lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu : lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu : lipid kompleks (lesitin, cephalin, fosfatida, serta glikolipid), sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon (Ketaren, 1986). Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur dasar yang sama (Hart et al. 1990). Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham et al. 1992). Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu : lemak hewani umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati.
Universitas Sumatera Utara
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan dari manusia. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak yang termasuk kedalam golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak jagung, minyak biii bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat teroksidasi sehingga berbau tengik. Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak (Ketaren, 1986). 2.2. Epoksidasi Epoksida merupakan eter siklik bercincin tiga. Dalam IUPAC, penamaan epoksida disebut dengan oksirana. Epoksida sederhana sering disebut etilena oksida. Metode yang umum digunakan untuk mensintesis epoksida adalah reaksi alkena dengan asam peroksida dan prosesnya dinamakan epoksidasi. Reaksi epoksidasi sebagai berikut : O RCH
CHR + R' C O OH asam peroksida
O epoksidasi RCH
CHR + R' C
OH
O suatu epoksida oksirana
Gambar 2.1. Reaksi Epoksidasi (Riswiyanto, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Dalam reaksi ini, asam peroksida memberikan sebuah atom oksigen ke alkena. Karena cincinnya beranggotakan tiga, cincin epoksida sangat terikat sehingga epoksida jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain. Misalnya, cincin epoksida dari epoksietana mudah membuka. Senyawa alkena yang memiliki ikatan π dapat dioksidasi menjadi anekaragam produk, tergantung kepada reagensia yang digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan π karbonkarbon dapat dikelompokkan menjadi dua gugus umum : 1. Oksidasi ikatan π tanpa memutuskan ikatan sigma. 2. Oksidasi ikatan π yang memutuskan ikatan sigma. Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau 1,2 diol. Senyawa epoksida hasil epoksidasi yang mempunyai atom oksigen dalam cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain (Wibraham et al. 1992). Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan. Adapun contoh reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena adalah sebagai berikut : O
R-C-OH Asam Karboksilat
O
+
H2O2
R-C-O-OH
Peroksida
Peracid
+
H2O Air
Gambar 2.2. Reaksi Epoksidasi Terhadap Alkena
Universitas Sumatera Utara
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin: 1. Epoksidasi dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis asam atau enzim 2. Epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali dengan hydrogen peroksida dan epoksidasi yang dikatalisis logam transisi. 3. Epoksidasi dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen dengan garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap. 4. Epoksidasi dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O merupakan 2
metode yang tidak efisien untuk epoksida minyak nabati (Goud et al. 2006). 2.3. Poliol Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun bahan additif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri kimia. Pengolahan senyawa tersebut secara industri masih banyak dilakukan dengan mengandalkan hasil olahan industri petrokimia yang mana bahan bakunya berasal
Universitas Sumatera Utara
dari gas alam maupun minyak bumi terbatas dan tidak dapat derperbaharui disamping pengolahannya memerlukan energi yang besar, sehingga perlu dikembangkan untuk diteliti sebagai bahan alternatif. Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan pemelastis dalam matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk keberbagai jenis barang sesuai kebutuhan (Harjono, 2008). Gugus hidroksil pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi ini dapat bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berintraksi melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain untuk menghasilkan campuran yang homogen. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi sifat lifofil. Adanya sifat hidrofil dan lifofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obatobatan (Jung, 1998). Randall dan Lee (2002) mengatakan dalam industri polimer sebagai pereaksi seperti pembentukan poliuretan kebutuhan bahan baku poliol pada tahun 2000 mencapai 4,85 million ton dan bahan baku tersebut terbanyak digunakan
Universitas Sumatera Utara
adalah senyawa poliol dari polieter poliol (67%), propilen poliol (21%), alkoksilat (3%), glikol eter (4%) dan lainya sebayak 5%, dimana untuk pembuatan bahan poliol ini menggunakan bahan baku hasil olahan industri petrokimia yang tidak dapat diperbaharui. 2.4. Isosianat Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan. Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktifitas gugus sianat (-N=C=O) ditentukkan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri-dari N, C, dan O. Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air, amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik. Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhhir seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan amina membentuk urea, dengan urean membetuk uretan dan dengan isosinat sendiri. Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan untuk komersial adalah toluen diisosianat (TDI), difenilmetan
Universitas Sumatera Utara
diisosianat (MDI), naftalena 1,5-diisosianat (NDI), dan lain-lain. Struktur senyawa isosianat tersebut dilihat pada (Gambar 2.3) (Randal dan Lee, 2002). N
C O CH3 N
C O
2,4 TDI N
C O
O C N
Naftalena 1,5-diisosianat CH3 N
O C N
C O N C O
O C N
Difenil diisosianat
2,6 TDI
Gambar 2.3. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat. Isosianat dapat bereaksi dengan gugus hidroksi seperti alkohol membentuk uretan. Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil dari senyawa alkohol ditentukan oleh reaktivitas berbagai jenis kumpulan hidroksil itu. Adapun reaksi isosianat dengan senyawa alkohol adalah sebagai berikut (Gambar 2.4) :
1
R -N=C=O Isosianat
+
2
R -OH Alkohol
O R -NH-C-O-R2 Uretan 1
R1 dan R2 = group alifatik atau aromatik dan lain sebagainya Gambar 2.4. Reaksi Isosianat dengan Alkohol
Universitas Sumatera Utara
Isosianat sangat reaktif pada uap, reaksi isosianat dengan air menghasilkan asam karbamat. Asam karbamat yang terbentuk tidak stabil dan bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida (Gambar 2.5) : O R
N C O +
H-OH
R
NH
R-NH2 + CO2
C OH
Isosianat
Asam Karbamat
Air
Amina
Gambar 2.5. Reaksi Isosianat dengan Air Reaksi isosianat dengan senyawa yang memiliki gugus fungsi terikat dengan atom hidrogen seperni amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa kandungan hidrogen aktif menghasilkan suatu ureatan, selanjutnya kelebihan isosianat atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat (Gambar 2.6) untuk membentuk suatu rantai alopanat (Randal dan Lee, 2002). H O H R' - NCO + R NH2 Isosianat
R - N - C - N - R' + R' - NCO
Amina
Uretan
R - N - CO - NH - R
Isosianat
C=O N-H R' Biuret
Gambar 2.6. Reaksi Isosianat Berlebih dengan Senyawa Amina Isosianat aromatik seperti TDI dan MDI mempunyai kecendrungan untuk dimerisasi. Kecepatan berpolimerisasi sesamanya tergantung dari faktor sterik dan sifat elektron dari unsur-unsurnya . MDI berpolimerisasi lebih lambat pada suhu ruang (Randal dan Lee, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Polimer Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Polimer sintesis dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer (bagian tunggal). Polimer dapat dibentuk dari bahan anaorganik maupun organik baik secara alami maupun sintetik. Polimer merupakan objek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu dibuat pengelompokkan-pengelompokkan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi terhadap lingkungan, kimiawi serta penggunaan produk akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan molekul individual, polimer bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik. Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunakan sebagai : perekat (adhesive), fiber (serat), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan polimer biasanya dicampur dengan zat-zat lain seperti plastisizer, antioksidan, anti UV, pemberat dan filler lainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sifat-sifat tertentu yang diinginkan seperti kelenturan, ketahanan terhadap sinar UV, ketahanan terhadap oksidasi, atau sekedar untuk menekan ongkos produksi. Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi. Pada dasarnya reaksi polimerisasi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu reaksi polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Steven, 2001). Polimerisasi adisi yang paling dikenal adalah reaksi pada senyawa yang mengandung ikatan karbon rangkap dua (umumnya dikenal dengan polimerisai vinil). Polimerisasi adisi dapat terjadi pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi pembentukan molekul sampingan. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
contoh polimer yang termasuk polimer poliadisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil klorida, poliakrilat dan lain-lain. Polimerisasi kondensasi melibatkan penggabungan molekul kecil-kecil, menghasilkan molekul besar-besar melalui reaksi kondensasi (atau adisi penyingkiran) dalam kimia organik, seperti pembentukan poliester, polieter, poliamida, dan poliuretan (Riswiyanto, 2009). Misalnya, jika campuran etanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam asetat) dihasilkan, disertai penyingkiran air seperti dibawah ini : CH3COOH Asam Asetat
+ C2H5OH Etanol
CH3COOC2H5 Etiletanoat
+
H20 Air
Gambar 2.7. Reaksi Asam Asetat dengan Etanol Polimerisasi kondensasi umumnya melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya. Namun hal ini tidak selalu terjadi contohnya pembentukan poliuretan dari diol (glikol) dan diisosianat tidak melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya (Cowd, 1991). Sintesa polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer
Universitas Sumatera Utara
baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono, 1995). 2.6. Poliuretan Poliuretan sering juga disebut poliisosianat, gugus isosianat -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol: R.NCO
+
Isosianat
R'OH
R.NH.COO.R'
Alkohol
Uretan
Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan Uretan Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat, akan terjadi poliuretan : OCN- R- NCO + HO - R' - OH Diisosianat Diol
OCN-R-NH-CO-O-R'-OH Poliuretan reaksi dengan monomer- monomer berikutnya (-CO-NH-R-NH -CO-O-R'-O-)n Monomer Poliuretan
Gambar 2.9. Reaksi Pembentuan Monomer Poliuretan Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Upaya pertama untuk membuat poliuretan komersil dilakukan oleh Bayer di Jerman yang membuat polimer dari heksana-l,6-diisosianat (heksametilena diisosianat) dari butana-l,4-diol (-1,4-butanediol).
Universitas Sumatera Utara
Kesatuan berulangnya mempunyai struktur : OH
H O
-(C-N- (CH2)6-N-C-O-(CH2)-O)Gambar 2.10. Heksana-l,6-Diisosianat Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan. Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa foam (busa). Walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda. Tetapi poliuretan jenis ini lebih keras dibandingkan dengan poliuretan yang lain. Dengan direaksikan melalui isosianat akan terbentuk banyak ueretan yang kemudian akan diperiksa sifatnya. Salah satu kegunaan dari poliuretan foam yaitu dapat digunakan sebagai busa. Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan dan suatu gas. Jika proses ini seimbang, molekul gas akan terjebak dalam kisi-kisi polimer yang terbentuk, sehingga terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku dapat juga dibentuk. Busa yang sedikit bersambung silang bersifat kenyal, sedangkan busa yang banyak bersambung silang bersifat kaku. Dalam pembentukan busa kenyal, dua reaksi terjadi serentak. Diisosianat
+
Poliol
Poliuretan
Diisosianat
+
Air
Karbondioksida
Universitas Sumatera Utara
Reaksi kedua menghasilkan gas karbondioksida sebagai zat peniup. Busa kenyal dapat berbahan dasar poliester atau polieter. Dengan kata lain, poliol adalah polyester bermassa molekul nisbi rendah atau polieter yang mengandung gugus hidroksil pada ujungnya. Poliuretan juga digunakan dalam pembuatan elastomer, sifat mekanisnya baik, yakni tahan kikisan dan tahan sobek. Akan tetapi, harganya tinggi sehingga penggunaannya terbatas (Cowd, 1991). Poliuretan memiliki kekakuan, kekerasan, serta kepadatan yang amat beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan dan sangat sesuai dengan penggunanya diantaranya adalah : 1. Busa fleksibel (fleksible foam), berdensitas (kepadatan) rendah yang digunakan dalam bantalan menahan lenturan. 2. Busa kaku (rigid foam), berdensitas rendah yang digunakan untuk isolasi termal dan dasboard pada mobil. 3. Elastomer: bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan gel untuk penggiling cetakan. 4. Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan bahan instrumen elektronik. Poliuretan digunakan secara meluas dalam sandaran busa fleksibel berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, serat Spadeks, alat karpet dan bagian plastik yang keras. Poliuretan secara umum dibentuk dari reaksi antara
Universitas Sumatera Utara
dua atau lebih gugus fungsi hidroksil dengan dua atau lebih gugus isosianat dan jenis reaksinya dinamakan juga reaksi poliaddisi (Randal dan Lee, 2002). Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat komplek sehingga untuk memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan polimernya dapat diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua gugus fungsi (Chain extending agents) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol, dietiilen glikol, 1,4 butanadiol) dan amin (etanolamin, N-Fenil etanolamin, m-fenil diamin). Demikian juga dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa yang memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen (Crosslinking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4butanatriol), amina (dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua tahap pembentukan dua ikatan lanjut poliuretan yakni : 1.
Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya.
2.
Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi. Hasil polimerisasi dua jenis monomer pada pembentukan poliuretan
(poliol dengan diisosianat) dapat dilanjutkan dengan pemberian bahan-bahan pemerpanjang rantai polimer atau bahan memperkuat ikatan rantai polimer sesuai dengan kriteria kebutuhan yang diinginkan. Demikiaan juga untuk bahan poliuretan foam, untuk menghasilkan busa pada saat proses diberikan bahan pembentuk
busa
(Blowing
agent)
seperti
hidrokloroflorokarbons,
hidroflorokarbons, hidrokarbons, dan lain-lain (Randal dan Lee, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Spektroskopi Inframerah Spektroskopi inframerah (infrared spectroscopy) merupakan metode spektroskopi yang umum dipakai untuk meneliti polimer. Manfaat spektroskopi inframerah digunakkan untuk menetapkan jenis ikatan yang ada dalam molekul (dengan menggunakan daerah gugus fungsi) biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber) yang didefenisikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter, dan untuk menyatakan apakah zat identik atau berbeda (dengan menggunakan daerah sidik jari). Tabel 2.1 memuat kisaran frekuensi regangan untuk beberapa ikatan yang lazim dijumai dalam molekul organik. Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam beberapa menit. Sedikit sampel senyawa diletakkan dalam instrumen dengan sumber radiasi inframerah. Spektrometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh molekul muncul sebagai pita pada spectrum (Hart et al. 1990). FT-IR
(Fourier
Transform
Infra
Red)
telah
membawa
tingkat
keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditranformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrument FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat teralokalisasi, dan kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
substraksi digital memungkinkan seseorang untuk melahirkan spektrum-spektrum lainnya yang tersembunyi (Steven, 2001). Tabel 2.1. Frekuensi Regangan Inframerah untuk Beberapa Jenis Ikatan Jenis ikatan Ikatan
tunggal
Gugus C-H
dengan hidrogen
Golongan senyawa
Kisaran frekuensi (cm-1-)
Alkana
2850 – 3000
Alkena dan senyawa =C-H
3030 – 3140 aromatic
≡C-H
Alkuna
3300 3500 – 3700 (bebas)
O-H
Alkohol dan fenol
3200 – 3500 (berikatan hidrogen)
Ikatan rangkap
O-H
Asam karboksilat
2500 – 3000
N-H
Amina
3200 – 3600
S-H
Tiol
2550 – 2600
C=C
Alkena
1600 – 1680
C=N
Imina, oksim
1500 – 1650
Aldehida, keton, C=O
1650 – 1780 ester, asam
Ikatan tiga
rangkap
C≡C
Alkuna
2100 – 2260
C≡N
Nitril
2200 – 2400
Sumber : Hart et al. 1990
Universitas Sumatera Utara
Analisis gugus yang terdapat pada bahan polimer seperti poliuretan dilakukan dengan metode FT-IR, yang berguna untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam poliuretan dan ini merupakan kontrol untuk membandingkan dengan gugus fungsi bentuk poliuretan lainnya. Umumnya gugus yang penting 3
2
adalah C-H sp , C-H sp , C=O, -OH, C=C, -N=C=O, -N-H , C-O-C dari poliuretan. Dalam pembentukan jaringan semi polimer dengan pemakaian monomer aktif toluena diisosianat maka gugus fungsi yang perlu dilihat pada serapan infra merah adalah gugus - NCO, -NH, -COO dan –CONH, dimana serapan gugus ini akan memberikan gambaran reaksi yang terjadi dalam pembentukan rantai poliuretan, diamana rantai ini boleh jadi dalam bentuk alopanat ataupun isosianat. Untuk poliuretan dalam spektrum FT-IR yang -1.
ditemakan pada daerah bilangan gelombang (ν) =4000-400 cm yaitu pada daerah -1
(ν) = 3330-2340 cm yang merupakan vibrasi gugus –NH, dari amida, (ν) = 2230 -1
cm yang kemungkinan adanya gugus C=O dari –N=C=O yang tersisa, diikuti 1
-1
vibrasi C=O pada amida I (1730-1700 cm- ) dan amida II (1540-1500 cm ) dan -1
amida III (1300 -1200 cm ) yang merupakan vibrasi dari C-O-C yang terikat pada C=O amida. Dengan adanya gugus amida dalam molekul poliuretan antara molekul pada gugus –C=0 dengan molekul lainnya pada gugus –NH- akan terjadi jembatan hidrogen sehingga analisis kwantitatif melalui spektroskopi FT-IR terhadap indeks ikatan hidrogen telah banyak dikembangkan dalam mengindentifikasi suatu keberhasilan pembentukan senyawa poliuretan (Randal dan Lee, 2002).
Universitas Sumatera Utara