BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung penampilan seseorang. Gigi manusia memiliki struktur yang kompleks. Jaringan keras gigi terdiri atas enamel, dentin, dan sementum. Jaringan keras tersebut pada dasarnya sama dengan jaringan tulang yang sebagian besar terdiri atas zat anorganik. 2.1 Email Email gigi merupakan jaringan terkeras tubuh manusia yang mengandung kristal kalsium fosfat dan merupakan jaringan yang paling banyak memiliki mineral di tubuh manusia. Komposisi email gigi dewasa manusia terdiri atas 95-98 % berat bahan anorganik dan 1-2% berat bahan organik, dan 4 % berat air. Bahan anorganik pada email terdiri dari 36,7 % kalsium, dan 17,4 % fosfat (Usha dan Sathyanarayanan, 2009; Wang, 2008; Tarigan, 2012). Struktur email yang demikian dibuat agar email tahan terhadap kerusakan mekanikal, abrasi dan serangan kimia. Jumlah mineral yang banyak membuat email lebih kuat dan rapuh. Berbeda dengan jaringan yang mengandung mineral lainnya, email sedikit sekali mengandung protein. Matriks protein pada email hanya ada pada saat proses pembentukan email dan merupakan bagian penting untuk perkembangan email. Pada bentuk akhir email yang keras, matriks protein hampir seluruhnya menghilang sehingga prisma email yang telah terbentuk tidak dapat berubah akibat
Universitas Sumatera Utara
perubahan kimia dalam lingkungan mulut (Usha dan Sathyanarayanan, 2009). Sketsa gambaran email secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Tarigan, 2012).
Gambar 2.1. Sketsa gambaran email di bawah mikroskop cahaya (Tarigan, 2012)
Mineral email terutama terdiri atas garam kalsium fosfat dalam bentuk nano kristal hidroksiapatit. Kristal email ini memanjang dalam arah sumbu-c aksisnya dan membentuk batang kristal seperti jarum atau prisma yang panjangnya mencapai puluhan mikron (hingga 100 μm) namun terkadang hanya memiliki lebar 50 nm. Enamel rod atau yang biasa disebut prisma email merupakan kesatuan dasar dari email. Prisma email gigi dipenuhi oleh ribuan kristal hidroksiapatit yang mengisi sekitar 89% volume dari keseluruhan struktur email. Prisma email memiliki pola
Universitas Sumatera Utara
susunan yang kompleks dan tersusun tegak lurus terhadap permukaan gigi. Prisma email yang terletak paling atas mengarah ke mahkota gigi dan pada bagian ekor atau bawah mengarah ke akar gigi. Pembentukan pola kristal tersebut dipengaruhi oleh ameloblast dan proses Tome’s (Wang, 2008). Sketsa gambaran prisma email dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Tarigan, 2012).
Gambar 2.2. Sketsa gambaran prisma email (Tarigan, 2012)
2.2 Mekanisme Demineralisasi dan Remineralisasi Gigi Di dalam mulut demineralisasi yang terjadi tergantung pada aktivitas ion Ca2+ dan ion PO43- yang ada di dalam email, saliva maupun plak. Adanya bakteri dan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi merupakan pemicu awal terjadinya demineralisasi. Bakteri akan mengeluarkan asam organik lemah seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat untuk memproses sisa makanan yang melekat pada gigi. Asam tersebut akan menurunkan pH email dan berdifusi ke dalam gigi sehingga ion
Universitas Sumatera Utara
kalsium dan fosfat pada gigi akan lepas. Pada saat seperti ini pH dapat turun menjadi 4,0-4,5 (Usha dan Sathyanarayanan, 2009). Proses demineralisasi dan remineralisasi di dalam mulut terjadi melalui lima tahap, yaitu (Usha dan Sathyanarayanan, 2009): 1) Adanya asupan sukrosa fermentasi 2) Mikroba pada plak kariogenik bermetabolisme mengeluarkan asam di daerah antara perlekatan biofilm dengan email sehingga pH pada daerah ini menurun sampai di bawah pH 5,5. 3) Ion fosfat dari cairan mulut akan membuat ion asam yang dihasilkan dari kondisi tidak jenuh menjadi basa. 4) Disintegrasi hidroksiapatit untuk melepaskan kembali ion fosfat ke dalam cairan mulut sampai terjadi kondisi jenuh maka terjadilah demineralisasi. 5) Cairan mulut dalam kondisi jenuh mengalami presipitasi, mineral kembali ke email yang mengalami disintegrasi dan terjadilah remineralisasi.
2.3 Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Saat ini diketahui bahwa penetrasi ion kalsium dan fosfat sangat penting untuk memperbaiki kerusakan yang lebih dalam. Teknologi remineralisasi terbaru dikembangkan berdasarkan pada phosphopeptide dari casein protein susu (Reynold dan Walsh, 2005). Casein phosphopeptide (CPP) berisi susunan multiphosphoseryl dengan kemampuan menstabilkan kalsium fosfat pada nanokomplek dalam larutan seperti
Universitas Sumatera Utara
amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat (Reynold dan Walsh, 2005). CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat yang mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan sehingga akan mempermudah remineralisasi (Reynold dan Walsh, 2005). Bentuk molekul CPP-ACP dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Molekul CPP-ACP
Demineralisasi dapat dihentikan jika pH dinetralkan serta terdapat ion kalsium dan fosfat lingkungan sekitarnya. Hal ini memungkinkan pembentukan kembali kristal apatit yang telah terpisah. Proses ini disebut remineralisasi. Untuk mengembalikan keseimbangan alami, remineralisasi harus ditingkatkan atau demineralisasi dihambat. Lesi awal karies email memiliki potensi remineralisasi terutama jika menggunakan perawatan topikal aplikasi yang dapat meningkatkan remineralisasi (Latta et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian menyatakan bahwa aktivitas pasangan ion netral CaHPO40 berhubungan dengan rata-rata remineralisasi lesi subsurface email. CaHPO40 akan berdifusi ke dalam lesi email dalam bentuk ion Ca2+ dan PO43- dan meningkatkan derajat kejenuhan (saturation) hidroksiapatit. Susunan hidroksiapatit akan membawa asam dan fosfat menjadi H3PO4 dan berdifusi di luar lesi sehingga konsentrasinya menurun. Hasil ini mengindikasikan bahwa ikatan CPP-ACP berperan sebagai reservoir ion netral CaHPO40 yang terbentuk dengan adanya asam (Gambar 2.4) (Reynold dan Walsh, 2005). Asam akan dihasilkan oleh bakteri plak gigi. Dalam keadaan ini ikatan
CPP-
ACP akan menjadi buffer bagi pH plak dan menghasilkan ion kalsium dan fosfat khususnya CaHPO40. Peningkatan CaHPO40 akan mengimbagi turunnya nilai pH sehingga akan mencegah demineralisasi email (Reynold dan Walsh, 2005).
Gambar 2.4. Remineralisasi email: mekanisme remineralisasi lesi subsurface email oleh CPP-ACP (Reynold dan Walsh dalam Hume, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Cai et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan CPP-ACP sebanyak 18,8 mg dan 56,4 mg ke dalam tablet hisap bebas gula signifikan meningkatkan remineralisasi lesi subsurface email in situ masing-masing sebesar 78% dan 176% dibandingkan dengan tablet hisap bebas gula tanpa penambahan CPP-ACP. Hasil mikroradiograf lesi subsurface email setelah pemberian masing-masing bahan ditunjukkan pada Gambar 2.5.
demineralisasi
a.tanpa pemberian bahan
remineralisasi
c. tablet hisap bebas gula berisi 18,8 mg CPP-ACP
demineralisasi
b.tablet hisap bebas gula
remineralisasi
d. tablet hisap bebas gula berisi 56,4mg CPP-ACP
Gambar 2.5. Gambaran mikroradiograf menunjukkan remineralisasi lesi subsurface email dengan tablet hisap bebas gula yang berisi CPP-ACP (Cai et.al., 2009)
Oshiro et al. (2007) meneliti efek dari tiga pasta gigi yang masing-masing mengandung CPP-ACP (DE), pasta gigi placebo tanpa CPP-ACP (PP) dan larutan 0,1 M larutan buffer asam laktat (DE) dalam mineralisasi email. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel gigi insisivus hewan mamalia yang baru diekstraksi. Hasil penelitian diobservasi dengan field emission-scanning electron microscopy (FE-
Universitas Sumatera Utara
SEM) (Gambar 2.6). Spesimen email yang diberikan pasta CPP-ACP menunjukkan adanya perubahan morfologi ke arah remineralisasi.
Gambar 2.6. Observasi FE-SEM permukaan email yang diberikan 0,1 M larutan buffer asam laktat (DE), CPP-ACP (TM), pasta gigi plasebo tanpa CPP-ACP (PP) dan dilakukan pada 3,1, dan 28 hari (original magnification: x5000) (Oshiro et al., 2007)
Shirahatti (2006) meneliti efek dari tiga macam pasta gigi, yaitu pasta tanpa fluor, yang mengandung fluor, dan mengandung CPP-ACP terhadap pembentukan dan perkembangan kedalaman lesi karies secara in vitro. Hasil penelitiannya tersebut menyatakan bahwa aplikasi CPP-ACP dapat mengurangi kedalaman lesi karies.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kitosan Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.7). Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat, dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali, dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton, dan campuran lainnya (Sugita et al., 2009).
KITIN
KITOSAN
Gambar 2.7. Struktur bangun kitin dan kitosan (Sugita et al., 2009)
Kitosan memiliki sifat-sifat seperti biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion yang dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis. Lebih jauh lagi, kitosan dapat digunakan dalam formulasi cairan sebagai bahan antimikroba dan penstabil koloidal (Sugita et al., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kitosan dapat berinteraksi dengan ion logam. Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana terjadi pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan. Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik dan kapasitas penyerapan yang tinggi oleh kitosan disebabkan oleh tiga sifat, yaitu: sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah gugus hidroksil yang besar, gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi, dan struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel sehingga dapat membentuk konfigurasi untuk pengkompleksan kitosan dengan ion logam. Selain itu, dalam suasana asam berair gugus amino (-NH2) akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonisasi menjadi -NH3 . Muatan positif -NH3
kitosan dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi zat bermuatan negatif
(anionik) (Sugita et al., 2009). Penelitian Tarsi (1997) menyatakan bahwa kitosan dengan berat molekul yang rendah dapat menghambat aktivitas bakteri Streptococcus mutans yang berperan pada adsorpsi hidroksiapatit dan kolonisasi bakteri. Sifat-sifat kitosan yang mendukung kemampuannya dalam menghambat perlekatan bakteri yaitu kitosan dapat mencegah kerusakan permukaan gigi oleh asam organik dan menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk bakteri Streptococcus mutans.
2.4.1 Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang, dan kitosan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan kitosan
Universitas Sumatera Utara
bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut
dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi, dan
rajungan. Kitosan dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.8) (Lewabart, 2006).
Gambar 2.8. Kitosan Blangkas (Lewabart, 2006)
Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang dperoleh dari cangkang blangkas. Blangkas disebut juga
dengan Tachypleus gigas (Lewabart,
2006). Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni et al. (2006) mempunyai derajat deastilisasi 84,20 % dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang
Universitas Sumatera Utara
memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast (Trimurni et al., 2006).
2.4.2 Kitosan Nanopartikel Dalam perkembangannnya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik. Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm akan meningkat daya absorbsinya. Szeto dan Hu (cit. Siregar, 2009) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung (cit. Siregar, 2009) menyiapkan kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolyphosphate ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar pH-nya 3,5 dengan hasil berupa suspense kitosan. Lu
(cit.
Ningsih,
2010)
menyiapkan
kitosan
nanopartikel
dengan
menambahkan larutan tripolyphosphate (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200 rpm terbentuk emulsi. Kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai
Universitas Sumatera Utara
agen penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki efektivitas yang lebih baik.
2.5 Alat Uji 2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning electron microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron yang memencar (back-scattered electrons (BSE)), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil (captured) secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada
Gambar 2.9 ditampilkan
Universitas Sumatera Utara
skema bagian-bagian dari SEM (Lawes, 1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010). Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes, 1987). Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium, tungsten, chromium, dan graphite (Lawes, 1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010).
Gambar 2.9. Cara kerja SEM (REM, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron, dan sinar x akan dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered electron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada
layar monitor (Lawes, 1987;
Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010).
2.5.2 Energy Dispersive X-ray (EDX) Energy Dispersive X-ray (EDX) adalah teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan scanning electron microscope (SEM). EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x yang akan menampilkannya pada layar komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based User Interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX (Materials Evaluation and Engineering, Inc.2009).
Universitas Sumatera Utara
Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen, dan analisa profil garis (Materials Evaluation and Engineering, Inc.2009). Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (Materials Evaluation and Engineering.Inc, 2009). 2.6 Landasan Teori Pada saat ini perawatan karies dilakukan dengan pendekatan kontemporer. Intervensi non-invasif dari lesi karies yang belum membentuk kavitas diperoleh dengan menggunakan bahan terapeutik untuk penyembuhan jaringan. Salah satu cara untuk mengurangi demineralisasi email adalah dengan penggunaan fluoride. Tetapi penggunaan fluoride yang berlebihan ternyata dapat menimbulkan fluorosis. Oleh karena itu para peneliti berusaha mencari alternatif bahan antikariogenik yang tidak menyebabkan fluorosis. Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) merupakan salah satu bahan antikariogenik yang berasal dari susu sapi, kasein, kalsium, dan fosfat. Protein susu sapi ditemukan dan diteliti oleh Profesor Eric Reynolds dari Universitas Melbourne. Casein Phosphopeptid (CPP) akan menjaga kalsium dan fosfat dalam bentuk amorf
yang
mudah
larut.
Casein
phosphopeptide
(CPP)
berisi
susunan
Universitas Sumatera Utara
multiphosphoseryl
dengan
kemampuan
menstabilkan
kalsium
fosfat
pada
nanokomplek dalam larutan seperti amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat dan mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan yang akan mempermudah remineralisasi. Penggunaan produk-produk alam di bidang kedokteran gigi saat ini semakin berkembang pesat. Kitosan merupakan salah satu biomaterial yang akhir-akhir ini terus dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat medikal dan terbukti aman untuk manusia. Kitosan dapat berinteraksi dengan ion logam. Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana terjadi pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan. Gugus amino (–NH2) kitosan dalam kondisi asam berair akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonisasi menjadi –NH3+. Muatan positif -NH3+ tersebut dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi zat bermuatan negatif (anionik). Kitosan
memiliki
sifat
istimewa,
antara
lain
biokompatibiliti
baik,
biodegradable, tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan reaksi immunologi, dan tidak menyebabkan kanker. Dengan sifat-sifat istimewa tersebut, maka kitosan dan modifikasi dengan bahan lain dapat digunakan untuk aplikasi klinis sebagai biomaterial.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian
Karies gigi (kehilangan kalsium dan fosfat)
CPP-ACP
Remineralisasi email
+
Kitosan nanopartikel
Remineralisasi ???
Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa kehilangan kalsium dan fosfat dari gigi
dapat
menyebabkan
karies.
Pemberian
CPP-ACP
dapat
merangsang
remineralisasi pada email gigi. Casein phosphopeptide (CPP) berisi susunan multiphosphoseryl
dengan
kemampuan
menstabilkan
kalsium
fosfat
pada
nanokomplek dalam larutan seperti amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat. CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat dan mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan yang akan mempermudah remineralisasi.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis penelitian ini adalah: • Penambahan kitosan nanopartikel pada CPP-ACP dapat meningkatkan remineralisasi email. • Ada perbedaan di antara CPP-ACP dan kombinasi CPP-ACP kitosan nanopartikel dalam menahan mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) di dalam email gigi. • Ada perbedaan gambaran morfologi di antara permukaan email yang diaplikasi CPP-ACP dengan kombinasi CPP-ACP kitosan nanopartikel.
Universitas Sumatera Utara