TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Lebah madu adalah insekta dimana lebah yang sudah dewasa dan yang masih muda hidup bersama-sama. Sehingga lebah madu harus memiliki perbekalan makanan yang banyak dalam bentuk madu. Lebah menghasilkan madu melebihi yang mereka butuhkan dan inilah yang menjadi surplus bagi peternak lebah. Lebah madu bukanlah hewan yang jinak seperti hewan yang lainnya. Peternak lebah menyediakan box sebagai tempat tinggal untuk lebah, namun demikian binatang ini masih tetap merupakan hewan yang liar (Ree, 1989). Sistematika lebah madu adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemenoptera Famili : Apidae Genus : Apis Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis kosehenikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera. (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2005). Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin lebah diperlukan 12 kg nectar/sarang lebah. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu dikeluarkan melalui kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan kaki belakangnya yang berambut, lebah menyodorkan lilin ke dalam mulutnya
Universitas Sumatera Utara
untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam adonan. Setelah terbentuk, lalu disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel sarang. Selanjutnya, lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan yang dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul sarinya (Sarwono, 2001). Malam (Lilin Lebah) Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni lilin lebah (beewax) adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia. Lilin lebah adalah lilin yang paling baik dan dihasilkan oleh lebah pekerja dari empat pasang kelejar yang terdapat dibagian samping bawah perut. Puncak sekresi lilin lebah adalah saat lebah pekerja berumur dua minggu. Satu koloni lebah mengkonsumsi sekitar sepuluh kg madu untuk menghasilakan satu kg lilin lebah (Sihombing, 1992). Terdapat dua golongan kualitas malam yaitu: 1. Lilin lebah kualitas pertama, diperoleh dari sarang lebah yang masih baru dan belum pernah diisi madu atau tepung sari oleh penghuninya. Malam yang diperoleh dari sarang demikian ini warnanya putih dan bersih. 2. Lilin lebah kualitas kedua yaitu malam yang diperoleh dari sarang lebah yang telah diisi madu serta telah diambil madunya. (Sarwono, 2001). Cara mendapatkan lilin lebah adalah dengan merebus sarang lebah dalam panci aluminium sampai mendidih. Semua kotoran yang mengapung harus
Universitas Sumatera Utara
dibuang. Setelah itu lilin lebah dibersihkan dari segala kotoran kemudian didinginkan dengan demikian jadilah lilin lebah atau malam (Warisno, 1996). Lilin lebah yang dipanasi di dalam air yang banyak, maka warna yang berasal dari tempayak akan hilang dan larut dalam air, tetapi warna yang berasal dari tepung sari tetap berada di dalam. Warna lilin lebah dari tepung sari tergantung pada daerah dan waktu pengumpulan. Agar lilin lebah tidak berubah dan rusak, panaskan lilin lebah dalam air. Lilin lebah yang asli dapat diketahui dengan mudah, Lilin lebah yang asli warnanya putih, kuning atau orange bersih, Mudah pecah kalau dingin. Pada suhu 85oF lunak tetapi tidak melekat ditangan kalau lilin lebah tersebut dipijat. Bau lilin lebah yang khas adalah bau tanamtanaman (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Lilin lebah merupakan lilin yang kompleks dibentuk dari campuran beberapa komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%, triester 3%, hidroksi monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam poliester 2%, asam bebas, alkohol bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui. Komponen utama dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat dan ester oleat yang berantai panjang (C30-C32) dari alkohol aliphatic. Perbandingan triacontanil palmitat (CH3(CH2)29O-CO-(CH2)14CH3 dengan asam serotik (CH3(CH2)24COOH, yaitu 6:1 (http://en.wikipedia.org., 2011). Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-690C (142-156oF), indeks refraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 690C adalah 0.96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin. Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang mudah menguap melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar
Universitas Sumatera Utara
dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya (Sihombing, 1992). Lilin lebah yang baik adalah lilin lebah yang baik dan murni, bebas dari bahan campuran lainnya. Lilin lebah yang dibersihkan dengan memanasinya dalam air, kadang-kadang airnya dicampuri dengan 20 % cuka keras dan 1 % asam nitrat agar warna malam lebah menarik untuk dipasarkan. Lilin lebah dapat dicampurkan dengan campuran lilin, tanah, lemak hewan yang keras. Lilin lebah yang tidak murni tidak baik untuk membuat sarang lebah buatan (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Udang Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 ( 5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksoketelon. Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut. Klas
: Crustaceae (Binatang berkulit keras)
Sub kelas
: Malacostraca (Udang-udangan tingkat tinggi)
Super ordo
: Decapoda (Binatang berkaki sepuluh)
Sub ordo
: Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili
: Palaemonidae, Penaeidae
(http://www.ristek.go.id., 2011). Tubuh udang secara umum terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan dada, badan, serta ekor. Sedangkan persentasinya adalah (36%-49%) bagian kepala, daging keseluruhan (24%-41%) dan kulit ekor (17%-23%) dari seluruh berat badan, tergantung juga dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984)
Universitas Sumatera Utara
Pendayagunaan Limbah Udang Limbah udang yang mencapai (30-40%) dari produksi udang beku belum banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa limbah udang selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga dipergunaakan untyuk keperluaan industri. Pembuatan kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri. Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuattan pellet untuk pakan ternak ( Mudjiman, 1982). Kandungan Kimia Limbah Udang Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Udang (%) Unsur Air Protein Lemak Abu
Kepala udang 78,51 12,28 1,27 5,34
Jengger udang 69,30 20,70 8,40 1,50
Sumber: Juhairi, 1986.
Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein34,9%, kalsium 26,7%, Kitin 18,1% dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio dkk., 1982).
Universitas Sumatera Utara
Kitin dan Kitosan Kitin Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh henri Braconnot (Prancis) ebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian ada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar dibumi setelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan (Rismana, 2006). Kitin adalah salah satu polisakarida yang paling banyak terdapat dialam, khususnya kedua terbanyak, setelah selulosa. Kitin adalah hasil industri melalui penggunaan bahan kimia atau enzimatik perlakuan limbah cangkang krustasea, tetapi juga ditemukan di moluska, serangga, jamur dan organisme yang terkait. Namun utilitasnya terbatas dalam aplikasi industri karena kitin sangat sukar larut, yang disebabkan oleh kekakuan rantai linearnya (Calero. Et al, 2010). Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kitin (Iranian Polimer Jurnal, 2002) Kitosan Kitosan [poli-(b-1 / 4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa] adalah nama kolektif untuk deasetilasi sebagian atau keseluruhan senyawa kitin. Karena karakteristik biologisnya yang unik, termasuk biodegradabilitas dan nontoksin,
Universitas Sumatera Utara
banyak aplikasi telah ditemukan baik kitosan itu sendiri atau dicampur dengan polimer alam yang lain (kanji, gelatin, alginat) dalam makanan, farmasi, tekstil, pertanian, pengolahan air dan industri kosmetik. Aktivitas antimikrobial kitosan telah terbukti menghambat banyak bakteri, filamen jamur dan juga ragi (Kong. et al, 2010). Investigasi sifat antimikroba dari kitosan telah menjadi perjalanan panjang sampai eksplorasi ilmiah dan pengembangan teknologi. Perjalanan dimulai dari dua dekade yang lalu, dengan studi tentang biologi fenomena yang timbul dari jamur patogen makanan dan pertanian (Rabea et al, 2003.). Selanjutnya Bakteri mendapat perhatian lebih dalam menemukan antimikroba berkhasiat. Penelitian waktu itu biasanya dilakukan melalui kimia, biokimia, mikrobiologi dan tes medis kitosan serta turunannya. Antimikroba kitosan dan turunannya tergantung pada faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti pH, jenis mikroorganisme, ada atau tidak adanya kation logam, pKa, Berat molekul (Mw) dan derajat deasetilasi (DD) kitosan (Kong. et al, 2010). Kitosan memiliki spektrum yang luas terhadap aktivitas dan tingkat pembunuhan yang tinggi terhadap Gram-positif dan Gram-negatif bakteri, tetapi toksinitas yang rendah terhadap sel mamalia (Franklin dan Snow, 1981; Takemono et al, 1989). Sebelumnya spektrum aktivitas antibakteri kitosan pertama kali diusulkan oleh Allen (Allan dan Hardwiger, 1979), dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Antimikroba kitosan dan turunannya telah menarik perhatian besar dari para peneliti (Kong. et al, 2010). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Struktur Kitosan (Iranian Polimer Jurnal, 2002) Sifat-Sifat Kitin dan Kitosan Kitin dan kitosan merupakan polimer biokompatibel, biodegradable dan tidak beracun yang memperlihatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, pewarna, protein, asam nukleat, lipid, herbisida, pestisida dan asam.. Mereka juga menunjukkan aktivitas antimikroba dan juga dapat digunakan sebagai film dan coating menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan buah-buahan dan sayuran (Abreu dan Sergio, 2008). Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik, fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismania, 2006). Kitosan adalah salah satu polisakarida yang digunakan sebagai stabilizer emulsi. Karena sifat fisiologisnya tersebut, penggunaannya memberikan kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir yang dihasilkan. Kitosan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik pembentukan dan stabilitas emulsi (Calero, et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Kitosan Sebagai Antimikroba Aktivitas kitosan telah diteliti dapat menghambat banyak mikroorganisme seperti jamur, alga dan beberapa bakteri. Kitosan sebagai anti jamur dan bakteri dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. aMIC (Minimum Inhibitor Concentration/Konsentrasi terendah Kitosan yang menghambat pertumbuhan Mikroorganisme). Bakteri MICa(%) Proteus mirabilis Pseudumonas euroginonsa Proteus mirabilis Salmonella enteriditis Enterobacter aerogenes Escherichia coli Staphylococcus aurens Corynebacterium Enterococcus facalis Staphylococcus epidermidis Candida albicans/candida parapsilosis (Kong. et al, 2010).
0.025 0.0125 0.025 0.05 0.05 0.025 0.05 0.025 0.05 0.025 0.1
Standar Mutu Kitosan Standar mutu kitosan yang beredar dipasaran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar Mutu Kitosan Sifat-sifat Kitosan Ukuran partikel Kadar Protein (%) Kadar air (%) Kdar abu (%) Derajat Deasitilasi (%) Sumber: Unhas (2003)
Mutu yang dikehendaki Butiran Atau Bubuk <20 <20 <2 >70
Emulsi Sistem Emulsi Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-
Universitas Sumatera Utara
butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah (Anief, 1999). Selanjutnya menurut Bird, et al., (1983), emulsi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in water) dan emulsi dengan sistem w/o (water in oil). Kondisi tergantung dari bagian yang menjadi fase kontinu atau bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum untuk emulsi o/w adalah air susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o adalah margarin dan mentega. Emulsifier Emulsifier memiliki gugus polar dan gugus non-polar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga pada satu sisi dia akan mengikat minyak yang bersifat nonpolar dan disisi lainnya akan mengikat air yang bersifat polar. Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi. Emulsifier ini membentuk lapisan tipis yang akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya (Suryani, dkk., 2002). Menurut Winarno (1988), daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o). Pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme:
Universitas Sumatera Utara
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis. 2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik untuk penggabungan. 3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel-partikel. (Lachman, et al., 1994). Stabilitas Emulsi Zat aktif permukaan diarahkan pada suatu cara khusus pada antar muka. Bagian hidrofilik berada dalam fase air sedangkan bagian lipofiliknya berada dalam fase minyak. Selanjutnya zat aktif permukaan berorientasi pada antarmuka adalah berkurangnya sedikit demi sedikit tegangan permukaan dengan berjalannya waktu seiring dengan penambahan zat aktif permukaan sampai dicapai suatu harga konstan. Sifat ini melukiskan bahwa molekul-molekul zat aktif permukaan berdifusi melalui air sampai mencapai antarmuka dimana molekul-molekul tersebut diadsorbsi membentuk sistem yang stabil (Lachman, et al., 1989). Stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase intern, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna dan sifat-sifat fisis yang lainnya. Peneliti lain mendefenisikan bahwa ketidakstabilan fisis suatu emulsi adalah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk (Anief, 1999). Cukupnya bahan yang membentuk lapisan antar muka penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan dalam fase. Pembentukan emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak tergantung pada derajad kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase tersebut (Ansel, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Creaming adalah proses yang bersifat reversible, berbeda dengan proses pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Flokul cream dapat mudah didispersi kembali, dan terjadi campuran homogen bila digocok perlahan-lahan, karena butir-butir tetesan tetap dilingkupi dengan film pelindung. Sedangkan koalesen, dengan pengojokan sederhana akan gagal untuk mensuspensi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yang meliputi partikel sudah rusak (Anief, 1999). Perubahan emulsi o/w menjadi w/o dan sebaliknya disebut dengan istilah inversi. Terjadinya inversi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan jumlah pengemulsi, perubahan konsentrasi salah satu fase, dan ion-ion yang terdapat dalam emulsi (Anief, 1999). Analisa Sifat Fisik Emulsi Beberapa sifat fisik yang mempengaruhi emulsi diantaranya adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan pH. 1. Ukuran Partikel Ukuran dan distribusi partikel menentukan kesetabilan suatu emulsi, semakin baik distribusi ukuran dan semakin kecil diameter droplet, maka akan stabil suatu emulsi. Ukuran partikel yang besar akan mempercepat gerak partikel. Akibatnya semakin besar peluang terjadinya tabrakan antar sesama partikel sehingga partikel cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan akhirnya menggumpal, dengan kata lain laju pengendapan semakin cepat sehingga emulsi semakin tidak stabil (Suryani, dkk., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Budianto dan Ariyanti, (2008) menyatakan bahwa ukuran dan distribusi partikel sangat menentukan sifat emulsi, seperti sifat aliran dan kestabilan emulsi. 2. Stabilitas Relatif Emulsi Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi ini adalah keseimbangan antara gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam system emulsi. Apabila kedua gaya ini dapat dipertahankan tetap seimbang dan terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung ( Suryani, dkk., 2002). Pemisahan fase emulsi dapat diamati dan dapat diukur volume dari fase yang terpisah. Penting dibedakan antara creaming dan koalesan karena keduanya berbeda (Anief, 1999). Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi maka semakin rendah laju rata-rata pengendapan yang terjadi sehingga kestabilan emulsi juga semakin tinggi (Suryani, dkk., 2002). 3. Viskositas Peningkatan rasio minyak/air berarti penurunan fase pendispersi dan meningkatnya fase terdispersi. Penurunan fase pendispersi ini mengakibatkan viskositas akan semakin meningkat. Jadi apabila konsentrasi fase terdispersi ditingkatkan maka akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan (Jost, et al., 1986). Emulsifier dan lapisan interfacial akan mempengaruhi viskositas melalui pengaruh terhadap sirkulasi internal droplet. Lapisan interfacial timbul karena adanya emulsifier (Suryani, dkk., 2002).
Universitas Sumatera Utara
4. pH pH adalah suatu zat/senyawa yang dipengaruhi oleh sifat dari zat/senyawa tersebut. Menurut lewis (1924) basa adalah semua senyawa yang dapat menyumbangkan pasangan elektron (OH-) dan sebaliknya asam adalah semua senyawa yang dapat menerima pasangan elektron (OH-) ( Pikir, S., 1989). Penelitian Sebelumnya Menurut Ginting (1995) pada pembuatan emulsi lilin 12 % sebanyak 1 liter kemudian emulsi lilin ini dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 120 ml dipanaskan sampai mencair di dalam beaker glass. Kemudian ke dalam 25 ml air panas ditambahkan 40 ml trietanolamin. Sebelumnya ke dalam gelas ukur dimasukkan air panas supaya gelas ukur ini menjadi panas. Setelah gelas ukur panas airnya dibuang. Kemudian ke dalam gelas ukur tersebut dimasukkan lilin dengan asam oleat (20 ml) yang sudah dicampur secara perlahan-lahan dan ditambahkan campuran air dengan trietanolalamin, diaduk sampai terjadi emulsi lilin. Kemudian ditambahkan sisa air panas sampai sebanyak 1 liter. Selanjutnya menurut Batubara, (2001) pembuatan emulsi lilin dibuat dengan melebur 120 g lilin lebah dalam wadah (sampai bersuhu 90-95oC); lalu ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan; menambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu 9095oC) sampai volume 1000 ml lalu dihomogenisasi dengan mixer selama ± 15 menit dan akhirnya mendinginkannya untuk digunakan lebih lanjut. Hasil akhir dari formulsi ini menghasilkan emulsi lilin dengan konsentrasi 12 %.
Universitas Sumatera Utara