II.
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.Di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (land based agriculture activities) (TB, dkk., 2010). Lahan itu sendiri merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, yang mempengaruhi potensi penggunaannya. Sebagai contoh, suatu lahan yang karakteristik tanah, iklim, relief, hidrologi atau kualitas lahannya sesuai untuk pertanian, maka lahan dimanfaatkan untuk pertanian (Klingiebel dan Montgomery 1961; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007 dalam Sukisno, dkk., 2011). Menurut Abdurachman dkk. (2008 dalam Nurdin, 2012), umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim. 2.1
Ordo Tanah di Kecamatan Denpasar Selatan
2.1.1 Entisols Entisols merupakan salah satu ordo tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah dan teksturnya didominasi oleh pasir. Tanah dengan karakter tersebut umumnya mempunyai permasalahan dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman (Prasetya, 2009). Rendahnya penyediaan unsur hara dikarenakan Entisols
5
6
belum mampu untuk melakukan pelapukan bahan organik. Ordo tanah tersebut berasal dari mineral kaolinit yang banyak mengandung pasir. Entisols merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986). Namun, tanah ini pada umumnya memberikan hasil produksi padi cukup baik bila dipupuk N, P, dan K secara cukup dan penyediaan airnya dapat dikendalikan (Munir, 1996). 2.1.2 Inceptisols Inceptisols disebut sebagai tanah muda yang berkembang yang berasal dari mineral monmorilonit.Inceptisols termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5% (Puslittanak, 2000 dalam Junaidi, 2013). Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung, dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat (Junaidi, 2013). 2.2
Parameter Kerusakan Tanah di Kecamatan Denpasar Selatan
Kriteria baku kerusakan tanah didefinisikan sebagai ukuran batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang. Kriteria baku kerusakan tanah yang digunakan adalah untuk lahan kering, mengingat kondisi di lapangan yang tidak terus menerus tergenang air. Perlu diketahui dalam kriteria baku kerusakan lahan, lahan kering yang dimaksud adalah lahan yang dalam waktu tertentu tidak
7
tergenang dalam kurun waktu yang cukup lama dan .sedangkan lahan basah yang dimaksud adalah lahan yang memang selalu dalam keadaan tergenang dalam keadaan waktu tertentu seperti lahan gambut, mangrove, dan rawa-rawa. Terdapat beberapa parameter yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000. Parameter-parameter tersebut meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Parameter-parameter pengukuran kriteria baku kerusakan tanah yaitu meliputi ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi fraksi atau tekstur tanah, berat isi, porositas tanah, derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah, reaksi tanah (pH), daya hantar listrik (DHL), dan jumlah mikroba. 2.2.1 Sifat Fisik Tanah a. Ketebalan Solum / Kedalaman Tanah Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 tahun 2006, ketebalan solum atau kedalaman tanah adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan yang membatasi kelulusan perkembangan sistem perakaran. Ketebalan solum atau kedalaman tanah diukur mulai permukaan tanah sebagai nilai awal 0 (nol) ke arah bawah sampai horizon C atau sampai kedalaman yang bersifat membatasi perakaran tanaman yang dicatat dalam satuan centimeter (cm). Pada daerah yang mempunyai kedalaman tanah dangkal merupakan daerah yang kurang subur karena area perakaran sangat terbatas. Tingkat kekritisan parameter ketebalan solum menurut Peraturan Pemerintah 150 tahun 2000 adalah <20 cm. b. Kebatuan Permukaan Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan tanah. Batu adalah semua material kasar yang berukuran diameter >2 mm (Prasetyo dan Tohiron, 2013). Kebatuan permukaan memegang peranan yang penting alam
8
mendukung pertumbuhan tanaman kemudahan dalam pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki kebatuan permukaan tinggi akan mengakibatkan penurunan jumlah tanaman, sehingga penutupan lahan juga semakin berkurang. c. Komposisi Fraksi Komposisi fraksi atau tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm-0,05mm), debu (0,05mm-0,002mm), dan liat (<0,002mm) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007). Tekstur tanah adalah sifat tanah yang sangat penting yang mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang berguna bagi penetrasi akar dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Darmawijaya, 1980 dalam Nugroho, 2009). Tekstur tanah sangat menentukan kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Tanah yang didominasi oleh fraksi pasir mempunyai infiltrasi yang tinggi dan kemampuan mengikat air yang rendah. Kandungan fraksi liat yang sedikit, menyebabkan tanah mempunyai kemantapan agregat yang kurang baik sehingga sering kehilangan unsur hara lewat pelindihan dan erosi. Secara tidak langsung tekstur tanah juga menentukan struktur tanah yang penting bagi gerakan udara, air, dan zat-zat hara di dalam tanah, dan juga berpengaruh terhadap kegiatan makro dan mikroorganisme tanah (Arifin, 2011). Tekstur halus mempunyai ciri-ciri diantaranya luas permukaannya besar, kemampuan menahan atau mengikat air besar (Rosyidah dan Wirosoedarmo, 2013). Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif antara fraksi tanah baik pasir, debu, dan liat. Menurut perbandingan tersebut diperoleh kelompok tekstur tanah sebanyak 12 kelas tekstur tanah (Tabel 2.1).
9
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekstur Tanah
Kasar Agak kasar Sedang
Agak halus
Halus
Pasir Pasir berlempung Lempung berpasir Lempung Lempung berdebu Debu Lempung liat berpasir Lempung liat berdebu Lempung berliat Liat berpasir Liat berdebu Liat
d. Berat Isi Berat isi berguna untuk evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-tanah dengan berat isi yang tinggi akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut (Nugroho, 2009). Berat isi biasanya dinyatakan dalam satuan g/cc (Hardjowigeno, 2003). Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 tahun 2006 berat isi adalah perbandingan antara berat bongkah tanah dengan isi/volume total tanah. Tanah dikatakan bermasalah bila berat isi tanah tersebut >1,4 g/cm³ dimana akar sulit menembus tanah tersebut. Pada suatu tanah yang memiliki berat isi >1.4 gr/cm3 maka kemungkinan akar tanaman untuk menembus tanah tersebut akan sulit, sehingga akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Berat isi yang terlalu tinggi juga akan mengganggu kapasitas infiltrasi air hujan, sehingga tanah akan rentan terhadap erosi, selain itu berat isi yang terlalu tinggi akan memperkecil pori-pori antar zarah tanah sehingga akan mengurangi kemampuan tanah untuk mengikat air dan hara (Pusarpedal KLH, 2011).
10
e. Porositas Total Porositas atau ruang pori tanah adalah volume seluruh pori-pori dalam suatu volume tanah utuh, yang dinyatakan dalam persen. Porositas terdiri dari ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Tolaka, dkk., 2013). Menurut Puja (2008 dalam Tolaka, dkk., 2013) bahwa porositas total tanah dapat dihitung dari data berat volume tanah dan berat jenis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 ambang kritis kriteria baku kerusakan tanah untuk porositas tanah yaitu <30 % ;>70 %. f. Permeabilitas Permeabilitas menyatakan kemampuan media porus dalam hal ini adalah tanah untuk meloloskan zat cair baik secara lateral maupun vertikal (Rohmat dan Soekarno, 2006). Derajat pelulusan air sangat dipengaruhi oleh berat isi, porositas dan komposisi fraksi. Menurut Peraturan Pemerintah No 150 tahun 2000 bahwa ambang kritis untuk derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah sebesar <0,7 cm/jam dan >8,0 cm/jam. 2.2.2 Sifat Kimia Tanah a. Derajat Kemasaman Tanah (pH) Derajat kemasaman tanah (pH) adalah tingkat keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+ dalam tanah (Prasetyo dan Tohiron, 2013). pH tanah tidak hanya menunjukkan sifat kemasaman atau kebasaan suatu tanah, melainkan juga berkaitan dengan sifat kimia tanah lainnya, misalnya ketersediaan unsur hara fosfat, tahanan kation-kation basa dan lain-lain (Hanudin, 2000 dalam Arifin, 2011).
11
Menurut kriteria tingkat kerusakan tanah pada Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 ambang kritis untuk pH tanah yaitu <4,5 ;>8,5. b. Daya Hantar Listrik Daya Hantar Listrik dinilai dengan satuan mS/cm atau μS/cm, pada suhu 25º C. Pengukuran Daya Hantar Listrik dilakukan dengan melihat tahanan listrik di dalam larutan tanah, menggunakan alat ukur Electrical Conductivity meter (ECmeter). Menurut Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 ambang kritis untuk daya hantar listrik yaitu >4,0 mS/cm Daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC), didefinisikan sebagai kadar garam terlarut dalam air atau larutan tanah (Arabia, dkk., 2012). Sedangkan, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2006, nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang ada di dalam larutan tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar kadar ionik larutan akan semakin besar DHL-nya. 2.2.3 Sifat Biologi Tanah Jumlah Mikroba Jumlah mikroba dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah tanpa mempertimbangkan hal-hal lain, karena pada tanah subur jumlah mikrobanya tinggi. Populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah temperatur yang sesuai, ketersediaan air cukup, dan kondisi ekologi lain yang mendukung (Anas, 1989 dalam Hanafiah, 2008). Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2006, jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah yang diukur dengan colony counter. Pada umumnya jumlah mikroba normal adalah 107 cfu/g tanah.
12
Tanah dikatakan rusak bila jumlah tersebut < 102 cfu/g tanah baik untuk di lahan kering maupun di lahan basah. Menurut kriteria tingkat kerusakan tanah pada Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 bahwa ambang kritis untuk jumlah mikroba tanah yaitu < 102 cfu/g tanah.