TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Hutan Menurut Helms (1999), hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya baik segi ekonomi maupun segi sosial yang sangat penting bagi masyarakat yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat tidak langsung. Manfaat hutan tersebut dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan social dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan. Fungsi hutan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia dalam memanipulasi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan kehidupan dan lingkungan. Dengan diterimanya posisi masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan sumberdaya hutan di semua fungsi hutan (produksi, lindung, dan konservasi), maka semangat dan kesadaran masyarakat dapat didorong untuk membangun, memelihara, dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Ketergantungan antara hutan dan masyarakat dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat terhadap produksi dan jasa hasil hutan. Hutan sebagai sumberdaya juga memerlukan masyarakat untuk pengelolaannya (Awang, 2004). Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumber daya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun organisasi. Jika nilai sumber daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada di pasar, maka
Universitas Sumatera Utara
pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain (Bahruni, 1999). Potensi Dan Hasil Hutan Kehutanan
merupakan
salah
satu
sektor
terpenting
yang
perlu
mendapatkan perhatian khusus, mengingat lebih dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Hutan juga dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yaitu berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat yang tidak langsung (Intangible). Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberi peranan nyata apabila dalam pemanfaatan hutan itu menerapkan prinsip kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan yang harus diikuti dengan kegiatan pelestarian sehingga manfaat hutan tersebut dapat selalu dirasakan (Zain, 1998). Selain itu hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan perekonomian masyarakat, seperti yang di sebutkan di atas, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat yang tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, serta pencegahan erosi (Rahmawaty, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Hutan mempunyai banyak manfaat (multi benefit) yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Manfaat hutan luar biasa besarnya selain menyediakan kayu dan produk-produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air, melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tumbuhan bermanfaat dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan indah dan memperkaya kita secara spritual (Santoso dan Robert, 2002). Hutan Dan Masyarakat Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual, dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan, ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan. Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan lingkungan (Warsid, 2000). Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan
Universitas Sumatera Utara
memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal meraka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Purwoko, 2002). Dan hingga saat ini sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan hidup dengan memanfaatkan hasil hutan. Hutan sebagai tempat sumber mata pencaharian mereka sehingga hubungan antara manusia dengan lingkungannya dalam hal ini hutan sangatlah erat sehingga dapat dianggap bahwa masalah manusia adalah merupakan masalah lingkungan dan sebaliknya masalah lingkungan juga menjadi masalah manusia, sebab masalah lingkungan akan muncul apabila hubungan manusia dengan lingkungan tidak sejalan, yang pada umumnya dipacu oleh pertambahan manusia yang semakin meningkat namun tidak diimbangi dengan perkembangan lingkungan (Bambang, 1995). Ketergantungan inilah yang tanpa pengelolaan dengan prinsip hutan lestari yang menurut Rido (2003) menjadi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan antara lain adalah: (1) pertambahan penduduk (2) berkurangnya lahan pertanian (3) perladangan berpindah (4) sempitnya lapangan pekerjaan (5) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat langsung hasi hutan yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah
Universitas Sumatera Utara
haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS Jenebrang, 2010). Humus Hutan dan Koloid Tanah Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbanagan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah. Pengambilan humus hutan oleh masyarakat merupakan gangguan terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak kelak di kemudian hari akan timbul bila permasalahan ini tidak pernah diselesaikan dengan pendekatan dan tinjauan yang ilmiah (Nopandry dkk, 2005). Koloid tanah adalah bagian tanah yang terdiri atas butir yg berukuran sangat halus. Koloid merupakan penyusun tanah yang berperan aktif dalam reaksi kimia tanah yang mempunyai diameter < 1 mikron. Koloid mempunyai sifat-sifat bidang permukaan yang luas, tersuspensi dalam air, dan bermuatan positif maupun negatif. Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineral tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat. Koloid tanah terdiri dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik). Koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 µ) termasuk koloid. Koloid anorganik terdiri dari mineral liat Al-silikat, oksidaoksida Fe dan Al, mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat mempunyai bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit, montmorilonit, ilit. Kaolinit
Universitas Sumatera Utara
dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada musim kering misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami pelapukan lanjut. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik (Sparks, 1995). Siklus Hara Tanah Tanah hutan adalah tanah yang terbentuk di bawah pengaruh vegetasi hutan. Hal ini didasarkan atas dalamnya perakaran; organisne tanah yang spesifik dan hasil proses dekomposisi bahan organis berupa unsur basa-basa seperti N, P, K, Ca dan Mg selain dihasilkan pula berupa asam-asam humin seperti asam posfat dan asam nitrat serta yang lainnya. Jadi secara alami keperluan unsur hara bagi tanaman dapat terpenuhi melalui siklus hara yang relative tertutup yang terjadi antara tanaman dan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tanah menjadi miskin akan hara, diantaranya adalah karena diserap oleh tanaman; penebangan pohon untuk diambil kayunya, kebakaran hutan, pencucian oleh air yang masuk kedalam tanah dan erosi (Yamani, 2012). Konsep pertanian berkelanjutan, secara ideal sering disepadankan dengan kondisi alam asli, mengacu kepada sistem agroekologi alamiah yang secara lestari dapat mendukung kehidupan biota di atasnya. Dalam ekologi alamiah yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terjadi campur tangan manusia, siklus karbon biologis dan unsur lainnya terjadi secara tertutup in situ, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan biota penyusun ekologi. Perubahan komposisi biota apabila terjadi lebih disebabkan oleh kompetisi antarspesies, menuju kepada dominasi oleh biota yang paling bugar, tetapi secara spasial dan periodikal jangka panjang, kehidupan biota terus berlangsung dalam harmoni yang teratur dan berkesinambungan. Kondisi kehidupan yang demikian disebut sebagai sistem biologi yang berkelanjutan, yang dicirikan oleh terlestarikannya komponen sumber daya alam dan biota yang hidup di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena pada ekologi alamiah tidak terjadi perpindahan berbagai senyawa karbon dan energi (Sumarno at al., 2009). Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau dari siklus hara, siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global. Secara global, tanah mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan daratan lainnya dan bahan organik pada tanah hutan merupakan ekosistem yang sangat dinamis (Jobággy dan Jackson 2000). Kandungan bahan organik tanah dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi biomassa dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi spesies penutup lahan. Hasil penelitian Sabaruddin et al. (2009) menunjukkan bahwa langkah konversi hutan alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik HTI (Hutan Tanaman Industri) maupun ladang, menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan kandungan bahan organik dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi produktivitas lahan. Oleh karena itu, estimasi pengaruh
Universitas Sumatera Utara
penebangan dan pasca penebangan hutan terhadap dinamika C organik tanah penting dilakukan sebagai data dasar untuk memprediksi keberlanjutan ekosistem lokal dan pertukaran C antara tanah dan atmosfir. Salah satu faktor penyebab pengurasan persediaan hara tanah karena adanya aliran hara keluar ekosistem hutan tanaman yang berupa kehilangan unsur hara pada saat pemanenan, yaitu berupa kandungan unsur hara dalam batang dan kulit kayu yang dikeluarkan dari lahan. Jenis pohon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya akumulasi hara pada biomassa tegakan hutan. Unsur-unsur hara yang diimmobilisasikan pada vegetasi cenderung meningkat seiring dengan makin dewasanya tegakan (Hartati, 2008). Analisis Vegetasi Menurut Marsono (1977), analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat
tumbuh-tumbuhan.
Unsur
struktur
vegetasi
adalah bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Menurut Indrawan (1988) analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhtumbuhan. Menurut Indrawan (1988) ada beberapa cara dalam melakukan analisis vegetasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Cara petak tunggal, cara ini hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan. b. Cara petak ganda, pada cara inipengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata. c. Cara jalur atau trasek, cara ini di gunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas, dan belum diketahui keadaan sebelumnya, dan paling efektif untuk mempelajari perubahan kaadaan vegetasi tanah, topografi, dan evelasi. d. Cara garis berpetak, cara ini merupakan modifikasi dari cara jalur, Menurut pernyataan Magurran (1988) yang menyatakan bahwa besaran Keanekaragaman shanon Wiener (H’) menunjukkan keanekaragaman jenis pada suatu
daerah.
Dengan
ketentuan
jika
H’<2
maka
ini
menunjukkan
keanekaragaman jenis tergolong rendah, jika H’= 2 – 3 maka ini menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan jika H’>3 ini menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi. Keanekaragaman Shanon Wiener (H’) diperoleh dari perhitungan jumlah individu yang dianalisis pada suatu daerah, hasilnya diperoleh dari kerapatan (K), Kerapatan Relative (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relative, untuk analisis tingkat semai dan pancang, dan untuk tingkat tiang dan pohon ditambah perhitungan Dominansi (D), dan Dominansi relative). Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, terletak 13 km dari kantor bupati Kabanjahe. Kecamatan ini, di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Tiga Panah, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Berastagi dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Barus Jahe.
Universitas Sumatera Utara
Luas wilayah kecamatan Dolat Rayat adalah 32,25 km2 atau 1,52 persen dari total luas kabupaten Karo. Seluruh wilayah kecamatan Dolat Rayat berada pada ketinggian antara 1200-1420 meter diatas permukaan laut. Jumlah PNS dan honor di kecamatan Dolat Rayat tahun 2013 sebnayak 150 orang. Menurut hasil proyeksi penduduk pertengahan tahun 2013, penduduk kecamatan Dolat Rayat mencapai 8599 jiwa. Dengan jumlah ini berarti ada 2,36 persen penduduk kabupaten Karo tinggal di kecamatan Dolat Rayat (BPS Kabupaten Karo, 2014).
Universitas Sumatera Utara