TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Februari (1991) dalam Dahlan (1992) hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Beberapa tipe-tipe hutan kota yang sering dijumpai di kota-kota besar menurut Dahlan (1992), antara lain : a. Tipe pemukiman b. Tipe kawasan industri c. Tipe rekreasi dan keindahan d. Tipe pelestarian plasma nutfah e. Tipe perlindungan f. Tipe pengamanan
Universitas Sumatera Utara
Beberapa bentuk hutan kota, antara lain : a. Jalur hijau b. Taman kota c. Kebun dan halaman d. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang e. Hutan lindung f. Kuburan dan taman makam pahlawan Kondisi kota yang semarak indah, sejuk dan nyaman dapat tercipta, jika taman yang ada dapat dibangun di banyak tempat. Selain hasilnya dinikmati oleh penduduk kota, juga akan menunjukan citra yang baik bagi kota tersebut (Dahlan, 2004). Taman kota dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah (Dahlan, 1992). Menurut Nazaruddin (1996) tanaman dapat dibedakan atas lima kelompok besar berdasarkan gradasi ketinggian, yaitu : 1. Rumput Rumput merupakan jenis tanaman penggalas. Posisinya dalam taman merupakan lapisan paling bawah di atas tanah. 2. Tanaman penutup tanah Tanaman penutup lahan yang sering disebut ground cover merupakan tanaman yang sedikit lebih tinggi dari rumput. Umumnya jenis tanaman ini terdiri dari tanaman yang berdaun atau berbunga indah.
Universitas Sumatera Utara
3. Semak Tanaman semak merupakan jenis tanaman yang agak kecil dan rendah, agak berkayu atau hanya cabang utamanya yang berkayu, serta pertumbuhannya cenderung merambat atau melebar. 4. Perdu Tanaman perdu merupakan jenis tanaman yang menyerupai pohon, tetapi lebih kecil dan biasanya batangnya cukup berkayu tetapi tumbuhnya kurang tegak dan kurang gagah. Tanaman perdu biasanya bercabang banyak dengan percabangan yang selalu dekat dengan tanah. 5. Pohon Pohon merupakan tanaman berkayu keras dan tumbuh tegak, berukuran besar dengan percabangan yang kokoh.
Pohon Pohon didefinisikan sebagai suatu tumbuhan tahunan berkayu yang mempunyai batang utama tunggal dan mencapai tinggi 6 m atau lebih, dengan diameter lebih dari 10 cm. Ada tiga bagian utama pohon, yaitu: (1) akar, (2) batang dan (3) tajuk. Menurut Arief (2001) klasifikasi pohon ada beberapa cara, antara lain sebagai berikut: a. Klasifikasi berdasarkan ukuran: 1). Tingkat semai, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi sampai 1,5 m. 2). Tingkat pancang, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi > 1,5 m dengan diameter < 10 cm.
Universitas Sumatera Utara
3). Tingkat tiang, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter 10-19 cm. 4). Tingkat pohon inti, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter > 50 cm. b. Klasifikasi berdasarkan posisi tajuk pohon: 1). Dominan
: Pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan.
2). Kodominan : Pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk. 3). Tengahan : Pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan tajuk atau terjepit dan menerima sinar matahari bagian atas dan bagian samping menerima sinar sebagian kecil atau tidak sama sekali. 4). Tertekan
: Pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar atau tidak menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping.
c. Klasifikasi berdasarkan kualitas pohon: 1). Pohon srigala
:
Pohon yang pertumbuhannya menghalangi pertumbuhan
pohon lain yang sehat dan
subur, tetapi kurang bernilai komersial. 2). Pohon berbatang ganda
:
Pohon yang pertumbuhannya berbentuk kurang komersial.
3). Pohon berbekas luka bakar :
Pohon yang pertumbuhannya tidak normal lagi
karena
gerowongan
atau
pohon
membusuk. Persyaratan pohon pelindung menurut Cabang Dinas Pertamanan (2003) adalah: 1. Berbatang besar dan tinggi
Universitas Sumatera Utara
2. Berpenampilan menarik 3. Berfungsi sebagai penyerap polusi 4. Berfungsi sebagai peneduh jalan 5. Bebas hama dan penyakit 6. Percabangan kuat dan daunnya tidak mudah gugur 7. Tidak menimbulkan alergi 8. Tidak merusak lingkungan 9. Mudah dalam perawatan 10. Tidak berpenampilan seperti perdu atau semak 11. Tidak berbahaya Menurut Nazaruddin (1996) manfaat-manfaat yang bisa dirasakan dari keberadaan pohon sebagai salah satu sumberdaya hutan, yaitu: 1. Manfaat Estetis Warna hijau daun dan aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu menjadi suatu pemandangan yang menyejukkan dan menonjolkan keindahan. 2. Manfaat Orologis Pepohonan yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi, mengurangi tingkat kerusakan tanah dan menjaga kestabilan tanah. 3. Manfaat Hidrologis Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat terserap oleh tanah.
Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat Klimatologis Keberadaan tanaman dapat menunjang keselarasan faktor-faktor iklim, seperti kelembaban, curah hujan, sinar matahari dan juga dapat mengurangi efek rumah kaca. 5. Manfaat Edaphis Berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin terdesak lingkungannya, sehingga dapat memberikan lingkungan yang nyaman bagi satwa. 6. Manfaat Ekologis Menjaga keseimbangan hidup antar makhluk hidup yang saling bergantungan satu sama lain. 7. Manfaat Protektif Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara kebisingan. 8. Manfaat Higienis Tanaman mampu mengurangi bahaya polusi, karena dedaunan tanaman mampu menyaring debu dan mengisap kotoran di udara dan bahkan mampu menghasilkan gas oksigen yang sangat dibutuhkan manusia. 9. Manfaat Edukatif Penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam.
Universitas Sumatera Utara
Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan Berbicara tentang nilai (harga) sumberdaya hutan berarti kita berbicara fungsinya bagi pemenuhan kebutuhan baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang atau individu tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antara masyarakat yang berbeda (Field dan Martha, 2002). Kegunaan, kemanfaatan, kepuasan, rasa senang merupakan ungkapan makna atau nilai sumberdaya hutan yang diperoleh, dirasakan oleh individu atau masyarakat tersebut. Ukuran nilai ini dapat diekspresikan oleh waktu, tenaga, barang atau uang, dimana seseorang bersedia memberikannya untuk memperoleh, memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang dinilai. Menurut Worrel (1961) dan Gregory (1979) dalam Bahruni (1999) membuat klasifikasi nilai manfaat sumberdaya hutan, yang menurut interpretasi didasarkan atas perilaku pasar atas barang dan jasa yang dinilai tersebut, yaitu: a. Nilai manfaat nyata (tangible benefits) adalah manfaat yang diperoleh dari barang dan jasa yang dapat secara nyata diukur, karena berlaku mekanisme pasar secara baik. b. Nilai manfaat tidak nyata (intangible benefits) adalah kebalikan dari manfaat nyata, yaitu nilai manfaat ini tidak dapat diukur secara langsung, karena
Universitas Sumatera Utara
mekanisme pasar tidak berjalan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi kegagalan pasar (market failure). Selanjutnya Pearce and Turner (1990) dalam Bahruni (1999) juga menambahkan klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value), atas dasar klasifikasi menurut cara atau proses manfaat itu diperoleh, yaitu: a. Nilai Guna (use value) 1.
Nilai guna langsung (direct use value) Nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat atau perusahaan terhadap komoditas hasil hutan produksi, berupa flora pohon dan nir pohon, fauna dan komoditas dari proses ekologis (ekosistem) hutan.
2.
Nilai guna tidak langsung (indirect use value) Nilai
yang
bersumber
dari
manfaat
yang
diperoleh
oleh
individu/masyarakat melalui penggunaan secara tidak langsung terhadap sumberdaya hutan yang memberikan jasa (pengaruh) pada aktivitas ekonomi/produksi atau mendukung kehidupan makhluk hidup. Jasa hutan dihasilkan dari suatu proses ekologis dari komponen biofisik ekosistem hutan. Nilai sumberdaya hutan yang termasuk dalam kategori nilai guna tidak langsung (indirect use value) adalah nilai berbagai fungsi jasa hutan berupa manfaat hutan bagi pengendalian banjir, prasarana angkutan air, pengendalian erosi dan penyerapan CO2. b. Nilai pilihan atau harapan masa yang akan datang (option value)
Universitas Sumatera Utara
Nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan, maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai berkaitan dengan adanya ketidakpastian yang bersumber dari dua hal yaitu (1) preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan pada masa yang akan datang, maupun preferensi generasi yang akan datang, (2) ketidakpastian teknologi pemanfaatan maupun manajemen sumberdaya terhadap pasokan (supply) komoditas masa yang akan datang (supply-side option value). c. Nilai keberadaan (existence value) Nilai
yang
menggambarkan
manfaat
(kesejahteraan)
yang
diperoleh
seseorang/masyarakat dengan mengetahui keberadaan hutan, meskipun masyarakat ini tidak memiliki atau menggunakan sumberdaya hutan tersebut, termasuk manfaat sosial budaya yang diperoleh masyarakat lokal sebagai interaksi kehidupan sosial budaya mereka dengan keberadaan hutan tersebut, yang berarti keberadaan hutan menentukan kelangsungan nilai-nilai sosial budaya masyarakat tersebut. Nilai keberadaan bukan dihasilkan dari institusi pasar, dan tidak ada kaitannya dengan fungsi perlindungan aset produktif dan proses produksi secara langsung, seperti kegiatan berburu, berladang dan lain-lain maupun tidak langsung sebagai input atau prasarana pendukung produksi. Lingkungan pada dasarnya adalah barang publik, yang keberadaan dan kualitasnya tergantung dari perilaku masyarakat. Nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik (public goods or common property resources) (Yakin, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bahruni (1999) barang publik ini memiliki ciri-ciri, yaitu: a. Barang dan jasa tidak bersifat non rival, joint supply atau indivisible, yaitu penggunaan oleh seseorang tidak mengurangi ketersediaannya untuk dimanfaatkan bagi orang lain, sehingga menjadi tidak langka. b. Barang dan jasa tidak bersifat eksklusif
(non-exclution), yaitu penawaran
tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Banyak barang dan jasa hutan yang bersifat barang publik (public goods, common property resources). Barang publik ini mempunyai nilai yang tidak dapat dipungkiri, tetapi persoalannya berapa nilainya, siapa yang memperoleh manfaat, apakah mau membayar atas manfaat yang diperoleh tersebut, pemilik atau pengelola hutan menghasilkan barang umum, tetapi tidak dapat memungut bayaran atas manfaat tersebut, sedangkan untuk menyediakan atau memelihara barang dan jasa tersebut memerlukan biaya. Penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu: metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept). Menurut Yakin (1997) definisi dari willingness to pay/willingness to accept adalah nilai dari perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang ditentukan oleh semua individu baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa dinyatakan dalam bentuk uang.
Universitas Sumatera Utara
Metode Valuasi Kontingen Nilai pilihan seperti nilai flora dan fauna yang saat ini belum dimanfaatkan yang secara potensial di masa yang akan datang dapat bermanfaat dan nilai keberadaan dari flora dan satwa langka serta nilai sosial budaya dari sumberdaya hutan dilakukan penilaiannya dengan metode kontingen (Contingent Valuation Method). Metode ini dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden
(menggunakan
kuisioner/daftar
pertanyaan)
tentang
kesediaan
membayar (willingness to pay) atau kesediaan dibayar (willingness to accept) kepada atau oleh pihak lain sebagai kompensasi telah memelihara keadaan hutan sehingga nilai pilihan atau nilai keberadaan hutan tersebut tetap terpelihara (Bahruni, 1999). Metode Valuasi Kontingen (MVK) adalah metode teknik survei untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa orang yang mempunyai preferensi yang besar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan
bahwa
orang
tersebut
mempunyai
kemampuan
untuk
mentransformasikan preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Dalam hal ini diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakan ketika suatu hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang (Yakin, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Pendapatan Besar kecilnya pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup. Bagi masyarakat yang tidak mampu ada kalanya kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan hidup. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya kemerosotan moral yang pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya perilaku menyimpang. Sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keinginan tidak sesuai dengan kemampuan. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan perilaku akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Marnaek, 2005). Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat pendapatan, Yusnawati (2003) dalam Marnaek (2005) membagi tingkat pendapatan berdasarkan pendapatan ratarata per bulan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu : a. Golongan berpenghasilan rendah sebesar Rp 0,- sampai dengan Rp 400.000,b. Golongan berpenghasilan sedang Rp 401.000,- sampai dengan Rp 800.000,c. Golongan berpenghasilan tinggi sebesar Rp 801.000,- sampai dengan Rp 1.200.000,d. Golongan berpenghasilan sangat tinggi lebih dari Rp 1.200.000,-
Tingkat Pendidikan Sumberdaya manusia merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumberdaya alam hanyalah faktor produksi yang pada dasarnya bersifat pasif, manusialah agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasi sumberdaya-sumberdaya alam, membangun berbagai macam
Universitas Sumatera Utara
organisasi sosial, ekonomi dan politik serta melaksanakan pembangunan nasional. Cara yang paling efektif dan efisien dalam mengembangkan sumberdaya manusia adalah melalui pengetahuan rakyatnya melalui pemberian pelayanan pendidikan dan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pendidikan ini mencakup pendidikan formal (sekolah dasar, pertama, menengah dan pendidikan tinggi) dan pendidikan non formal termasuk pelatihan dan penyuluhan (Hicks, 1996). Komunikasi lewat pendidikan, latihan serta berjenis-jenis proses komunikasi diusahakan dapat memberi perubahan sikap melalui tambahan pengetahuan serta kesadaran. Pendidikan pada prinsipnya memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya untuk menerima halhal yang masih baru sekaligus dapat berpikir secara ilmiah. Pendidikan dapat juga mengakibatkan seseorang dalam masyarakat memilih fakta yang berkenaan dengannya, serta menjadi pendorong pelaksanaan perubahan terhadapnya. Secara teoritis hal tersebut dapat mempengaruhi sikap dan pandangan manusia. Menurut Sukirno (1985) dalam Marnaek (2005) mengatakan secara empiris telah dibuktikan bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi dapat membantu mempercepat pembangunan ekonomi. Pendidikan yang lebih tinggi dapat memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka.
Tingkat Umur Untuk mengetahui tua muda tingkat umur, Sinaga (2002) membagi tingkat umur menjadi 5 (lima) kategori, yaitu: a. Golongan sangat muda berusia kurang dari 20 tahun
Universitas Sumatera Utara
b. Golongan muda berusia 21 tahun sampai dengan 30 tahun c. Golongan dewasa berusia 31 tahun sampai dengan 40 tahun d. Golongan tua berusia 41 tahun sampai dengan 50 tahun e. Golongan sangat tua lebih dari 50 tahun
Tingkat Pemahaman lingkungan Pemahaman lingkungan merupakan deskripsi tentang kondisi wilayah target dan pengembangannya secara rinci. Pemahaman relativitas suatu masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan cara mendengar, mengamati aktifitas budaya masyarakat dan melakukan dialog melalui wawancara dengan pihak masyarakat. Jika proses identifikasi gejala sosial budaya sudah terpahami maka dilanjutkan dengan penentuan program pembangunan yang sesuai
untuk
diterapkan di masyarakat (Sutaat, 2004).
Universitas Sumatera Utara