28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
STROKE ISKEMIK
1.1 Definisi Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003). Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003). 1.2 Epidemiologi Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk,2003). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usiatua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk,2009). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 Universitas Sumatera Utara
29
insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006).
1.3 Faktor Risiko Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (Sjahrir,2003).
1. Non modifiable risk factors : a. Usia b. Jenis kelamin c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors a. Behavioral risk factors 1. Merokok 2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet 3. Alkoholik 4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat kontrasepsi Universitas Sumatera Utara
30
b. Physiological risk factors 1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus 4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus 5. Gangguan ginjal 6. Kegemukan (obesitas) 7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah 9. Dan lain-lain
1.4 Klasifikasi Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,1999) I.
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis serebri c. Emboli serebri
Universitas Sumatera Utara
31
2. Stroke Hemoragik
II.
a.
Perdarahan intraserebral
b.
Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Stroke in evolution 3. Completed stroke
III.
Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebrobasiler
IV.
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi,2007) : 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI) 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI) 3. Lacunar Infark (LACI) 4. Posterior Circulation Infark (POCI)
V.
Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Sjahrir, 2003) 1. Aterosklerosis Arteri Besar Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di
Universitas Sumatera Utara
32
korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT sken otak MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar. 2. Kardioembolisme Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari jantung terdiri dari : a. Resiko tinggi •
Prostetik katub mekanik
•
Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
•
Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)
•
Atrial kiri / atrial appendage thrombus
•
Sick sinus syndrome
•
Miokard infark baru (<4 minggu)
•
Thrombus ventrikel kiri
•
Kardiomiopati dilatasi
•
Segmen ventricular kiri akinetik
•
Atrial myxoma
•
Infeksi endokarditis
Universitas Sumatera Utara
33
b. Resiko sedang •
Prolapsus katub mitral
•
Kalsifikasi annulus mitral
•
Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
•
Turbulensi atrial kiri
•
Aneurisma septal atrial
•
Paten foramen ovale
•
Atrial flutter
•
Lone atrial fibrillation
•
Katub kardiak bioprostetik
•
Trombotik endokarditis nonbacterial
•
Gagal jantung kongestif
•
Segmen ventrikuler kiri hipokinetik
•
Miokard infark (> 4minggu, < 6 bulan)
3. Oklusi Arteri Kecil Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunya satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT Sken/MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter <1,5mm di daerah batang otak atau subkortikal. Universitas Sumatera Utara
34
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menetukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati •
Noninflamiasi
•
Inflamasi non infeksi
•
Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi 5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
1.5 Patofisiologi Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga deficit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral Universitas Sumatera Utara
35
(luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada factor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007) Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu (Sjahrir,2003): Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energy d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis
Universitas Sumatera Utara
36
2.
LIPID PLASMA Lipid plasma yang utama terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipoid dan asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma (free fatty acid). Pada umumnya lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam darah. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi darah, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk kompleks lipidprotein atau lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein bertugas mengangkut
lemak
dari
tempat
pembentukannya
menuju
tempat
penggunaannya (Suyatna dan Handoko,1995; Ontoseno,2001). Ada
beberapa
jenis
lipoprotein,
antara
lain
(Suyatna
dan
Handoko,1995;Botham dkk,2003;Katzung,2003) : a. Kilomikron Lipoprotein
dengan
berat
molekul
terbesar
ini
lebih
dari
80%
komponennya terdiri dari trigliserid yang berasal dari makanan dan kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserid dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol makanan ke hati. Kilomikronemia pascamakan mereda 8-10 jam sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa dianggap abnormal.
Universitas Sumatera Utara
37
b. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserid dan 10-15% kolesterol. Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati. Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL. Kadar trigliserid juga mungkin berubah oleh pengaruh berat badan, minum alcohol, stress dan latihan
fisik.
Efek
aterogenik
VLDL
belum
begitu
jelas,
tetapi
hipertrigliseridemia mungkin merupakan tanda bahwa kadar HDL kolesterol rendah dan sering dihubungkan dengan kegemukan, intoleransi glukosa dan hiperurisemia. c. IDL (Intermediate Density Lipoprotein) Lipoprotein ini kurang mengandung
trigliserid (30%), lebih banyak
kolesterol (20%) dan relative lebih banyak mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut. d. LDL (Low Density Lipoprotein) Lipoprotein ini merupakan pengangkut kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserid sebanyak
10% dan
kolesterol 50%. LDL merupakan metaboli VLDL, fungsinya membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran plasma dan hormon Universitas Sumatera Utara
38
steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyak factor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL. e. HDL (High Density Lipoprotein) Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserid dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama pada laki-laki dan perempuan sampai pubertas, kemudian menurun pada laki-laki sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan. Pada individu dengan nilai lipid yang normal, kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa. HDL penting untuk kebersihan trigliserid dan kolesterol, dan untuk transport serta metabolism ester kolesterol dalam plasma. HDL biasanya membawa 20-25% kolesterol darah. HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang.
Universitas Sumatera Utara
39
Tabel 1. Komposisi lipoprotein dalam plasma manusia
Dikutip dari : Botham K.M. 2003. Lipid Transport & Storage. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.
Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara, yaitu dengan mengurangi pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk ke dalam
darah
serta
meningkatkan
atau
Universitas Sumatera Utara
40
menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari dalam darah (Mayes dkk,2003). Metabolisme lipid dan lipoprotein pada dasarnya terbagi atas dua jalur yaitu eksogen dan endogen (Suyatna dkk,1995;Ontoseno,2001;Mayes dkk,2003). Jalur eksogen, trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah. Kemudian trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnant akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke
Universitas Sumatera Utara
41
jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa dibuang dari aliran darah oleh hati. Kolesterol juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG Coenzim-A Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah. Jalur endogen, pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah
karbohidrat
menjadi
asam
lemak,
kemudian
membentuk
trigliserida, dan akan dibawa melalui aliran darah dalam bentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL. Kemudian IDL melalui serangkaian proses akan berubah menjadi LDL yang kaya akan kolesterol. Kira-kira 75% dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL. LDL ini bertugas menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana pertama-tama akan berikatan dengan HDL. HDL bertugas membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
42
Gambar 1. Jalur transport lipid
Dikutip dari : Mayes, P.A, Botham, K.M. 2003. Cholesterol Synthesis, Transport & Excretion. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.
Universitas Sumatera Utara
43
Dikutip dari : Grundy S.M, Cleeman J.I, Bairey C.N, Brewer H.B, Clark L.T, Hunninghake D.B, et al. 2001. Implications of Recent Clinical Trials for the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III Guidelines. Circulation. 110:227-239.
3.
STATIN Statin atau penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase adalah suatu zat yang didapat dari jamur Aspergillus terreus yang bersifat kompetitor kuat terhadap HMG-CoA reduktase suatu enzim yang mengkontrol biosintesis kolesterol. Senyawa tersebut merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Ada beberapa penghambat HMGCoA reduktase yang begitu dikenal, yaitu: lovastatin, atorvastatin, fluvastatin, Universitas Sumatera Utara
44
pravastatin, simvastatin, dan rosuvastatin. Obat-obat ini sangat efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol plasma. Efek-efek lainnya adalah termasuk penurunan oxidative stress dan inflamasi vaskular dengan peningkatan stabilitas dari lesi aterosklerotik (Suyatna dan Handoko,1995; Katzung,2003).
3.1. Kimia dan Farmakokinetika Lovastatin dan simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif yang dihidrolisis dalam saluran cerna menjadi turunan hidroksil-β yang aktif, sedangkan pravastatin mempunyai satu cincin lakton terbuka. Atorvastatin, cerivastatin, dan fluvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika dicerna. Absorpsi penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat berbeda dari sekitar 40% hingga 75% dengan pengecualian fluvastatin, yang hampir diabsorpsi dengan sempurna. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi diekskresi dalam empedu; sekitar 5-20% diekskresi di dalam urine. Waktu paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali atorvastatin yang waktu paruhnya adalah 14 jam (Katzung,2003).
Universitas Sumatera Utara
45
Gambar 2. Rumus bangun penghambat HMG-CoA reduktase
Dikutip dari : Suyatna, F.D, Handoko, T. 1995. Hipolipidemik. Dalam : Ganiswarna, S.G, Setiabudy, R, Suyatna, F.D, Purwantyastuti, Nafriaidi. (Editor). Farmakologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia. Gaya Baru, Jakarta. Hal. 364-379.
Universitas Sumatera Utara
46
3.2. Cara Kerja Statin Reduktase HMG-Coa memperantarai langkah awal biosintesis sterol. Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analog struktural HMG-CoA yang dibentuk oleh reduktase HMG-CoA dalam sintesis mevalonate. Analog tersebut menyebabkan hambatan parsial pada enzim sehingga dapat merusak sintesis isoprenoid semacam ubiquinone dan dolichol, dan prenylasi protein, namun belum diketahui apakah terbukti mempunyai aktifitas biologi yang bermakna (Katzung,2003). Penghambat HMG-CoA reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensi obat ini. (Suyatna dan Handoko,1995). Namun penghambat reduktase jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi precursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL terjadi pula selama pengobatan (Katzung,2003).
Universitas Sumatera Utara
47
Gambar 3. HMGCoA reductase pathway
Dikutip dari : Mayes, P.A, Botham, K.M. 2003. Cholesterol Synthesis, Transport & Excretion. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.
Universitas Sumatera Utara
48
Rupanya obat ini melangsungkan efeknya dalam menurunkan kolesterol dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga katabolisme kolesterol terjadi semakin banyak. Dengan demikian maka obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol (LDL) (Suyatna dan Handoko,1995; Katzung,2003) Gambar 4. Mekanisme kerja statin
Dikutip dari : Lülman H, Ziegler A, Mohr K, Bieger D. 2000. Lipid Lowering Agents. Colour Atlas of Pharmacology. 2nd ed; 154-158. Universitas Sumatera Utara
49
3.3. Penggunaan & Dosis Terapeutik Penghambat reduktase HMG-CoA bermanfaat pada penggunaan secara tunggal maupun bersama dengan resin pengikat asam empedu atau niacin untuk pengobatan gangguan yang melibatkan peningkatan kadar LDL plasma. Wanita yang hamil, sedang menyusui, atau yang berencana untuk hamil sebaiknya tidak diberi obat tersebut (Katzung,2003). Oleh
karena
pola
biosintesis
kolesterol
yang
diurnal,
maka
penghambat reduktase sebaiknya diberikan pada malam hari apabila menggunakan dosis tunggal satu kali sehari. Absorpsi pada umumnya (kecuali pravastatin) ditingkatkan dengan penggunaannya bersama dengan makanan. Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg hingga 80 mg. Simvastatin dua kali lebih kuat dan diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari. Cerivastatin diberikan dengan dosis sebesar 0,3-0,8 mg sehari. Sementara atorvastatin diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari (Katzung,2003). 3.4. Toksisitas Peningkatan aktifitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar normal) terjadi pada beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase HMG-CoA. Peningkatan tersebut seringkali tidak teratur dan biasanya tidak dihubungkan dengan kejadian lain mengenai toksisitas hati. Terapi dapat Universitas Sumatera Utara
50
dilanjutkan pada pasien tersebut apabila tidak menimbulkan gejala dan sebaiknya kadar aminotransferase harus sering diukur. Pada sekitar 2% pasien, beberapa diantaranya dengan penyakit hati ataupun riwayat penyalahgunaan alkohol, maka kadar aminotransferase dapat melebihi tiga kali batas normal. Pengobatan sebaiknya langsung dihentikan pada pasienpasien dengan hepatotoksisitas yang mengalami penurunan LDL yang mendadak, malaise, dan anoreksia serta pada pasien tanpa gejala akan tetapi aktifitas aminotransferase-nya tetap meningkat sampai lebih dari 3 kali di atas batas normal. Dosis penghambat reduktase juga harus diturunkan pada pasien-pasien dengan penyakit hati parenkimal. Secara umum aktifitas aminotransferase sebaiknya diukur dalam jangka waktu 1-2 bulan dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi (Katzung,2003). Katabolisme lovastatin, simvastatin, dan atorvastatin berlangsung melalui sitokrom P450 3A4, sedangkan
fluvastatin
dan
cerivastatin
diperantarai masing-masing oleh CYP2C9 dan suatu kombinasi 3A4 dan 2C9. Penghambat reduktase yang bergantung pada 3A4 cenderung berakumulasi di dalam plasma dengan adanya obat-obat yang menghambat atau bersaing untuk mendapatkan sitokrom 3A4. Beberapa penghambat tersebut termasuk antibiotika golongan macrolide, ketoconazole, verapamil, cyclosporine.
Sebaliknya,
obat-obat
seperti
phenytoin,
griseofulvin,
barbiturate adalah meningkatkan ekspresi CYP3A4 dan dapat menurunkan Universitas Sumatera Utara
51
konsentrasi plasma penghambat reduktase yang bergantung kepada 3A4 (Katzung,2003). Aktifitas kinase creatine sebaiknya sering diukur pada pasien yang mendapatkan terapi kombinasi obat-obat yang secara potensial dapat mengadakan interaksi. Apabila terjadi nyeri otot yang bermakna, atau muncul rasa lemah, atau tidak berdaya, maka aktifitas kinase creatine sebaiknya segera diukur dan obat dihentikan apabila aktifitas enzim tersebut meningkat melebihi batasan normal. Miopati dapat terjadi pada pemberian terapi tunggal, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang mendapatkan penghambat reduktase bersamaan dengan obat tertentu lainnya. Meskipun jarang terjadi pasien dengan penghambat reduktase dapat mengalami peningkatan aktifitas kinase yang mencolok, kadar kinase creatine ini sebaiknya diukur sebelum pengobatan dan kemudian dua kali setahun sampai satu kali setahun selama terapi (Katzung,2003). 4.
OUTCOME STROKE Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan,2000) : 1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsiatau struktur anatomis.
Universitas Sumatera Utara
52
2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap normal untuk orang sehat. 3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal. Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke (Weimar dkk, 2002). Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ketidakmampuan yang berat (Weimar dkk,2002). National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, Universitas Sumatera Utara
53
pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003). Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit neurologis,namun juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan, mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh darah, menyediakan prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi eligibilitas pasien untuk berbagai intervensi dan potensial komplikasi. (Adams dkk, 2007). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien (Williams dkk, 2000). Beberapa studi menyatakan bahwa penggunaan statin kemungkinan akan
meningkatkan
outcome
setelah
mendapat
serangan
stroke.
Penggunaan statin dengan segera sebagai penurun kadar lipid dapat meningkatkan outcome dan mengurangi resiko terjadinya stroke dikarenakan efek pleiotropik dari statin. Penggunaan statin dapat meningkatkan outcome dengan cara meningkatkan fungsi endotel melalui penambahan produksi oksida nitrit dan anti oksidan serta efek antikoagulan. Melalui mekanisme
Universitas Sumatera Utara
54
inilah peningkatan outcome setelah penggunaan statin dapat terjadi (Moonis dkk,2005). Selain efek yang disebut di atas ternyata terdapat efek statin yang lain, dimana statin juga memiliki efek immune modulatory yang dianggap dapat dapat meningkatkan outcome setelah stroke iskemik akut (Yoon dkk, 2004). Mengkonsumsi Atorvastatin 1 hari setelah serangan stroke iskemik ternyata dapat meningkatkan outcome fungsional pada hari ke-14 karena dapat mempengaruhi angiogenesis, neurogenesis dan sinaptogenesis dengan menginduksi peningkatan faktor endotel pembuluh darah (Moonis dkk,2005).
Universitas Sumatera Utara
55
5.
KERANGKA KONSEPSIONAL
STROKE ISKEMIK Amarenco,dkk,2006 : dosis tinggi atorvastatin setelah Stroke atau TIA
Mullard,dkk,2006 : pemeriksaan lipid dan pemberian lipid-lowering therapy pada pasien Stroke iskemik dan TIA yang datang ke rumah sakit
Navi,dkk,2009 : terapi statin efektif dalam pencegahan stroke primer dan sekunder dan
Pedersen,dkk,2000 : follow-up study pasien dengan penurunan kolesterol pada Scandinavian simvastatin survival study
DOSIS STATIN Yoon,dkk,2004 : penggunaan statin berhubungan dengan peningkatan outcome stroke Moonis,dkk,2005 : penggunaan statin meningkatkan outcome stroke iskemik akut
Smilde,dkk,2001 : potensi statin menurunkan LDL secara agresif Bonetti,dkk,2002 : statin juga memiliki efek lain selain menurunkan kadar lipid
LIPID PLASMA
OUTCOME
Universitas Sumatera Utara