TINJAUAN PUSTAKA
Kalium dan Natrium di dalam Tanah Kadar kalium (K) total di dalam tanah jauh lebih besar dibandingjumlah yang diserap tanaman karena ketersediaan hara ini biasanya rendah.
-
Konsentrasi K rata-rata di dalam tanah adalah 1.2% dengan kisaran 0.5 2.5% (Tisdale. Nelson, dan Beaton, 1990). Lebih lanjut mereka menyatakanbahwa di tanah-tanah tropika kandungan K umumnya rendah akibat suhu dan curah hujan yang tinggi. Kedua faktor tersebut merupakan pemacu proses pembebasan dan pencucian K dari tanah. Di dalam tanah, K berasal dari disintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral kaya K. Di antara mineral yang banyak mengandung K antara lain adalah K feldspar, mikroklin dan kelornpok mika. Kalium di dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk sesuai dengan tingkat ketersediaannya bagi tanaman. Bentuk-bentuktersebut adalah : K-mineral, K-tak dapat dipertukarkan dan K-tertukarkan (K-dd) serta K-dalam larutan. Kedua bentuk K yang pertama dikenal sebagai bentuk
K yang tidak tersedia bagi tanaman, sedangkan K-dd dan K-larutanmasingmasing dikelompokkan ke dalam bentuk yang segera tersedia dan bentuk tersedia. Kalium dapat ditukar (K-dd) berada dalam bentuk ion K+ yang terhidrasi. Ion-iontersebut terikat pada sisi-sisi muatan negatif partikel liat dan bahan organik. Ion KCyang terhidrasi terikat pada kornpleks jerapan dengan
,
energi ikatan yang lebih rendah dari hara-hara makro lain seperti ca2+dan M~~~(Tisdale ef a/., 1990). Thompson dan Troeh (1975) mengemukakan bahwa larutan tanah tak pernah dijenuhi dengan ion Kf. Lebih jauh dijelaskan bahwa sebagian besar senyawa K adalah mudah larut di dalarn air dan ion KCtersebut segera akan terikat di dalam kompleks jerapan sebelum tingkat kejenuhan larutan tanah tercapai. Namun demikian ion K+ yang terikat dalam kompleks jerapan ini akan segera tersedia bagi tanaman jika akar tanaman mencapai kompleks jerapan. Di dalarn tanah K organik tidak begitu penting sebab unsur K akan segera dibebaskan dengan cepat begitu bahan organik mulai terlapuk. Dengan demikian sumber utama K di dalam tanah adalah bahan mineral yang mengandung K seperti muskovit, biotit dan feldspar. Madiadipoera (1976) rnengernukakan bahwa di Indonesiaterdapat cadangan K dari batuan leusit, jarosit, feldspar dan debu pabrik semen. Di daerah Ciater terdapat sekitar 810 ribu ton depositjarosit dengan kadar K sekitar 3 - 5 %. Daerah lain yang memiliki cadangan K antara lain di Lodaya Blitar, Lampung, Mojokerto, Maros Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lain dengan kadar K sekitar4 %. Sumberdaya mineral di alam yang paling banyak mengandung K adalah deposit evaporit dari mineral silvit (KCI). Bentuk mineral ini banyak dijumpai di daerah beriklim arid. Bahan ini ditambang dan dijadikan pupuk. Di alam biasanya mineral ini tercampur dengan garam lain seperti halit (NaCI)
(Thompson dan Troeh, 1975). Campuran kedua bahan ini disebut sebagai minera1 silvinit. Kalium di dalam tanah dapat tercuci, akan tetapi proses pencucian tersebut berjalan larnbat (Vitturn, Lathwell dan Gibbs, 1968). Mereka menunjukkan bahwa setelah 13 tahun ternyata pencucian telah menyebabkan berkurangnya ketersediaan K di dalam juringan (furrow) dari 109 kglha menjadi 97 kglha. Ketersediaan K sangat dipengaruhi oleh kadar dan tipe liat. Tanah yang didominasi oleh mineral liat 2:l seperti ilit, vermikulit, dan montmorilonit mernpunyai kemarnpuan memfiksasi K. Fiksasi tersebut mencapai maksirnum bila mineral liatnya didominasi oleh ilit (Tisdale eta/., 1990). Fiksasi tidak terjadi pada mineral liat tipe 1:I seperti kaolinit. Koloid tanah dengan KTK tiap satuan luas permukaan yang tinggi merniliki preferensi yang besar terhadap kation-kation yang bermuatan tinggi. Vermikulit rnisalnya, umumnya meretensi lebih banyak Ca dari campuran Na++ Ca2+dibanding montmorilonit (Bohn. Mc Neal, dan 0'Connor, 1979). Sifat preferensi tenebut dikenal dengan "efek spesifik koloid" yang sangat erat kaitannya dengan pertukaran kation dan ketersediaan hara dalam
Khan dan Fenton (1996) menyatakan bahwa status K di dalam tanah dipengamhi oleh perkembanganpedogenikltingkatperkembangantanah pada permukaan geomorfik. Lebih jauh dijelaskan bahwa bentuk K tersedia (available K = AVK) berkorelasi dengan K dapat dipertukarkan (exchange-
able K = EXK) dan ukuran besar butirlteksturtanah. Ketersediaan K bahkan dapat diprediksi dengan menggunakan model regresi ganda dari angkaangka EXK dan persen kandungan liat tanah (Khan dan Fenton, 1996). Data yang ada di laboratorium tanah Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) menunjukkan bahwa lahan tebu di Jawa memiliki kadar K-dd berkisar dari 60 hingga 400 ppm K20. Di luar Jawa, teristimewa di Sumatera bagian Selatan bahkan kisarannya lebih rendah lagi yaitu dari40 hingga 100 ppm K20. Dengan kandungan K-dd bewariasi maka takaran pupuk K yang diberikan pun beragam antara 0 - 5.0 ku KClIha. Kebutuhan pupuk Kjuga dipengaruhi oleh tingkat hancuranlpelapukan tanahnya. Pupuk K yang diperlukan pada tanah yang kurang terlapuk umumnya lebih kecil dibanding pada tanah yang telah terlapuk (Naidu, Haynes, dan Gawandar, 1992). Diantara logam alkali tanah lain yang lazim dijumpai di dalam tanah adalah Na. Di dalam tanah, unsur Na dijumpai dalam jumlah yang lebih rendah dari K, kecuali di daerah-daerah arid dan semiarid. Tisdale et a/. (1990) mengemukakan bahwa kadar Na rata-rata di dalam tanah adalah 0.6 %. Natrium di dalam tanah berada dalam tiga bentuk utama yaitu:
(1)
bentuk terikat dalam bentuk silikat tak larut,
(2)
bentuk dapat dipertukarkan, dan
(3)
bentuk terlarut dalam larutantanah.
Pada umumnya Na berada dalam bentuk silikat yang tak larut.
Natrium banyak dijumpai di dalam mineral feldspar (albit plagioklas) dan sedikit di dalam mineral mika, piroksen dan amfibol (Tisdale eta/., 1990). Mineral Na feldspar terlapuk sedikit lebih cepat dibanding Kfeldspar. Ion Na+ yang telah dibebaskan ke dalam larutan tanah tidak segera difiksasi, dan terikat dalam kompleks jerapan dengan energi ikatan yang lebih lemah dibanding ion-ion K+,Ca2+,ataupun Mg2+. Oleh karenanya unsur Na merupakan unsur basa yang paling mudah tercuci dibanding unsur-unsur basa lain di dalam tanah. Kandungan Na terlarut dan Na-dd di dalam tanah sangat bervariasi, tergantung tipe tanahnya. Urutan dominasi kation pada tanahtanah di daerah tropika basah biasanya adalah Ca2+> Mg2+ > K+ = Na+. Natrium yang dapat dipertukarkan berada dalam dua bentuk yakni bentuk yang terikat kuat pada tapak yang spesifik (specific sites) dan bentuk yang terikat dengan lernah pada sisi-sisi liat. Pada tanah-tanah di daerah basah bentuk pertarna merupakanbentuk yang dominan. Kandungan Na yang tinggi di dalam tanah diyakini mampu merusak sifat-sifat tanah. Kemampuan Na untuk mendispersikanliat akan menyebabkan rusaknya agregasi tanah yang mengakibatkan rendahnya perrneabilitas tanah terhadap udara dan air. Pengaruh Na harus sudah diwaspadai jika
-
kadar Na-dd di dalam tanah telah mencapai 10 20 % dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah (Tisdale et al., 1990). Skene dan Oades (1995) mengemukakan bahwa larutan dengan nilai SAR tinggi dan konsentrasi elektrolit total yang rendah merupakan penyebab utama dispersi liat.
Pada tanah dengan tekstur halus dan banyak mengandung mineral yang mudah mengembang, kejenuhan Na+yang masih dapat ditoleransi hanya 10 %, sedangkan pada tanah berpasir batas kritis tersebut mencapai 30 % (Tisdale eta/., 1990). Sebaliknya Cooke (1967) menyatakan bahwa pemakaian NaCl sebanyak lebih dari 80 - 160 kglha selama lebih dari 100 tahun secara terus-rnenerus ternyata tidak mengakibatkan kerusakanstrukturtanah. Pendapat senada juga dikemukakan ofeh O'Sullivan (1969) yang menyatakan bahwa penggunaan Na tidak membahayakan sekalipun pada tanah liat asalkan takarannya tidak mencapai jumlah 1 ton NaCllha. Peneliti lain mengemukakan bahwa perlakuan kombinasi Na + Ca pada berbagai nilai SAR (Sodium Adsorption Ratio) dan EC (Electrical Conductivity) dapat mempengaruhi kelarutan hara P di dalam tanah (Curtin, Selles dan Steppuhn, 1992). Usman (1993) memperoleh bukti bahwa pemberian 26.2 ku NaCllha pada Alfisol dan Vertisol tanpa pencucian ternyata belum marnpu menaikkan nilai ESP (Exchangeable Sodium Percentage) hingga batas yang merusak struktur tanah. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemberian Na hingga 26.2 ku NaCllhajuga tidak berpengaruhterhadap KTK serta ketersediaan hara K.
Kaliurn dan Natrium di dalam Tanarnan Tebu rnembutuhkan hara Kdalam jumlah banyak. Untuk menghasilkan 100 ton batang tebulha maka tanaman tebu meng ambil sebanyak 3 ku K20
(Halliday, 1956). Sedangkan Filho (1994) menyatakan bahwa setiap ton tebu giling menyerap sekitar 0.64 kg Kdari tanah. Dari hara yang diambil tersebut hanya I f f bagian yang berada di dalam batang yang tergiling (Dillewijn, 1959).
-
Di Fiji, hara K yang diambil tanaman tebu mencapai 125 220 kg K per 100 ton tanaman (Naidu, eta/., 1992). Telah diketahui bahwa tanaman menyerap 20
- 40 % dari K yang
diberikan (Barber, 1976 dalam Clark, 1990). Dalam tanaman, Kmerupakan hara yang mobil yang dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman rnuda dan jaringan meristem bila terjadi kekurangan. Sebagai akibatnya maka gejala kahat K akan tarnpak pada daun-daun bagian bawah yang lebih tua. Berbeda dengan hara-hara lain seperti N, P, S, Ca. Mg dan hara mikro, maka hara K tidak dijumpai sebagai bagian dari jaringan tanaman tetapi dalam bentuk ion yang mobil. Fungsi K di dalam tanaman antara lain sebagai aktivator enzim, pengatur tekanan osmotik, translokasi asimilat, sintesis protein dan sintesis pati, perkembangan sel, pergerakan stomata serta transpor di dalam phloem (Marschner, 1986). Lebih jauh ditunjukkan bahwa hara Kdiperlukan untuk pembentukan klorofil di dalam jaringan daun bit gula yang sedang berkembang. Kaliumjuga penting untuk induksi nitrat reduktase di dalam daun bayarn. Beringer, Haeder,dan Lindhauer (1983) menyatakan bahwa K dapat rnembantu menjaga potensial osrnotik tanaman; yang sering menjadi persoalan serius pada saat terjadi stres air.
Penelitian yang dilakukan di Hawaii pada tahun 1960 menunjukkan bahwa kekahatan K telah menyebabkan tidak norrnalnya laju fotosintesis tanaman tebu (Alexander, 1973). Lebihjauh dikemukakan, apabila kadar K di dalam daun sebesar 0.91 %, maka laju fotosintesis turun sebesar 10 %, dibanding kandungan K standar sebesar 1.73 %. Hartt (1970) mengemukakan bahwa kadar K yang rendah memang mampu menekanfotosintesis tanaman tebu, akan tetapi pengaruh yang lebih parah justru pada transporgula sukrosa secara basipetal. Hambatan translokasi tersebut bahkan dapat terjadi pada tingkat kandungan K yang belum mampu menunjukkan gejala kahat K maupun gangguan fotosintesis. Hartt dan Bun(1967) juga menemukan adanya korelasi positiantara rendahnya lajufotosintesis dengan kadar Katau Ca yang rendah pada daun tebu. Clements (1980) mengemukakan bahwa indeks K yang mampu mendukung pertumbuhantanaman tebu secara normal terletak antara
-
1.84 2.92 %. lndeks K diperoteh dari hasil pengukuran kandungan K pada jaringan daun dibagi dengan bobot kering bebas gula jaringan tersebut. Usman (1996) melaporkan bahwa dampak pemupukan KC1terhadap hasil tebu sangat bergantung pada jenis tanah dan jenis tebunya. Lebihjauh dikemukakan bahwa takaran pupuk KC1optimal untuk jenis tebu M 442-51 yang ditanam di tanah Mediteran Rejoagung (Jombang) adalah sebesar 350 kglha. Jika jenis tersebut ditanam di tanah Grumusol, maka dosis KC1 optimum hanya sebanyak 230 kglha. Sedangkan jenis PS 56 yang ditanam di tanah Mediteran dan Grumusol, masing masing memerlukan pupuk KC1
sebanyak 300 kglha dan 260 kglha. Pemupukan KC1pada tanah yang miskin K dapat meningkatkan bobot tebu sebesar 15.0 - 18.7%. Saputro, Simoen, dan lsmail (1995) yang melakukan penelitian di areal PG Bungamayang, Lampung Utara menyatakan bahwa takaran optimal pupuk KC1di wilayah itu adalah 5.0 kulha.
-
Di Arnerika Latin, penggunaan pupuk Kdengan dosis tinggi (300 320 kg K20/ha) ternyata justru rnenurunkan persentase gula tanarnan tebu (Villegas, 1994). Penelititersebut menegaskan bahwa respon tebu terhadap pemupukan K tergantung pada K-dd di dalam tanah, sifat-sifat fisik dan hidrofisika tanah, serta tipe tanaman. Villegas (1994)juga menyebutkan bahwa takaran pupuk K yang disarankan di sentra-sentra produksi gufa di Cuba umumnya hanya berkisar antara 0 -150 kg K20/ha. Sedangkan pada tanahtanah dengan kandungan Ksangat rendah (c3.3 mg K201100g tanah) pupuk K yang diberikan sebanyak 200 kg K201ha(Arzola, PBres, dan Yera, 1994). Sernentara itu Samuel dan Landrau (1954, dalamAlexander, 1973 dan Ramachandra, 1977) mengemukakan bahwa pemupukan K dapat meningkatkan rnutu nira tebu dan bobot tebu. Narnun dernikian, kelebihan K justru dapat menurunkan mutu nira akibat meningkatnya kadar abu, CI, Si, dan Ca, serta menurunnya kadar P205 dalam nira (Cosanovas dan de Armas, 1983). Kenyataan tersebut menunjukkanbahwa pengaruh kahat K jauh lebih komplek dari sekedar menekan pertumbuhan. Kekurangan hara seperti Kdan Ca pada tanaman tebu yang ditanam pada media pasir menyebabkan terjadinya
akumulasi sukrosa pada daun (Alexander, 1967). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kahat hara K dan Ca mengakibatkan terganggunya transpor sukrosa dari daun ke organ penyimpan (Hartt, 1969). Marschner (1986) mengernukakan bahwa jumlah fotosintat yang ditranslokasikandari daun ke jaringan penyirnpan (batangtebu) pada tanaman yang cukup K,jauh lebih besardibandingdengan tanaman yang kekurangan K. Dijelaskan lebih lanjut bahwa begitu banyakfaktor yang menyebabkan rendahnya eksporfotosintatdari daun ke jaringan penyimpan (batang tebu) pada tanaman yang kekurangan K. Di antara faktor tersebut adalah diperlukannya sejumlah besar gula untuk pengaturan tekanan osmosis (osmoregulasi) di dalam daun, rendahnya laju sintesa sukrosa, rendahnya laju angkutan di dalam phloem, dan rendahnya laju aliran sukrosa di dalam pernbuluh tapis. Abd-Alla dan Abdel Wahab (1995) dan Sangakkara, Hattwig, dan Nosberger (1996) telah membuktikan bahwa pemupukan K mampu meningkatkan potensial air tanaman. Kernarnpuan K dalam meningkatkan potensial air tanaman menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap stres air (Mengel dan Arneke, 1982; Robin, Shamsun-Noor, dan Guckert, 1989). Biasanya, pemupukan K cenderung rneningkatkan kadar N, kadar air dan kadar gula tanaman tebu, dan tingkat pemurnian serta nilai Brix. Lebih jauh Alexander (1973) mengemukakan bahwa untuk memperoleh mutu nira yang baik diperlukan suatu nilai keseimbangan WN tertentu. El Wali dan
.
Gascho (1984) menyatakan bahwa batas kritis K pada tebu adalah 0.9% sedangkan (Srivastava, 1992) mengemukakan bahwa kadar optimum K di dalam jaringan daun tebu berkisar 1- 2.25%. Pada saat ini saran pemupukan K di sentra-sentra produksi tebu di dunia sangat bervariasi dari 0 - 330 kg Klha (Anderson dan Bowen, 1990). Cassman, Roberts dan Bryant (1992) mengumukakan bahwa efisiensi agronomi tanaman kapas dari pemupukan K dipengaruhi oleh kandungan Na di dalam tanaman. Oleh karena itu dalam membahas defisiensi K seyogyanya memperhatikanjuga kadar Na di dalam tanaman. Berdasarkan daya tanggapnya terhadap Na dan kapasitas transpor Na ke bagian pucuk, spesies tanaman dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu natrofilik dan natrofobik. Peranan Na dalam nutrisi mineral bagi tanaman dapat dipandang dari dua sisi yaitu esensialitas dan kemampuannya menggantikanfungsi K di dalam tanaman. Natrium telah ditetapkan sebagai hara esensial bagi kelompoktanarnan halofita seperti Atriplex vesicaria (Brownell, 1965; Marschner, 1986). Hara ini juga dipandang esensial bagi beberapa tanaman C4 yang memiliki lintasan fotosintesis dikarboksilat (Marschner, 1986 dan Tisdale et a/., 1990). Lebih jauh dijelaskan bahwa di antara fungsi Na adalah berperan sebagai regulator nitrat reduktase, pembukaan stomata, akumulasi asam oksalat, dan menggantikan fungsi K (potasium sparing action) (Tisdale, et a/., 1990).
Natriurn dapat mempengaruhi sintesa dan kadar beberapa asam amino (prolin, betain) serta komposisi mineral K, Na, Ca, dan Mg pada banyak tanaman (Shashi, etal., 1994; Batra dan Dikshit, 1994; Benlloch, etal., 1994; serta Porcelli, Boem dan Lavado, 1995). Akan tetapi hasil penelitian Moraghan dan Hammond (1996) rnenunjukkan bahwa Na tidak mernpengaruhi konsentrasi Ca dan Mg dalam biji rami yang ditanam pada Aeric Calciaquoll. Penarnbahan Na meningkatkan kadar Na secara tajam pada biji dan jaringan vegetatif tanaman rami. Sebaliknya, penambahan K menumnkan kadar Na dalam biji dan jaringan generatif serta rneningkatkankonsentrasi K di dalam biji rami. lnteraksi negatif antara K dan Na ini disebabkan oleh antagonisme ion (Moraghan dan Harnmond, 1996). Kedua peneliti tersebut juga menemukanbahwa pada tanarnan rarni (natrofilik), unsur Na lebih banyak diakumulasikan pada jaringan batang dan daun tua, sedangkan K cenderung terakumulasi pada jaringan muda. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Diem dan Godbold (1993) yang rnengemukakan bahwa K cenderung diakumulasikan pada jaringan tua. Tarnpaknya mobilitas Na di dalam tanaman rarni lebih terbatas dibanding rnobilitas K pada tanaman lain. Konsentrasi Na di dalam biji juga sangat ditentukan oleh faktor genetik dan faktor edafik. Menurut Brownnell dan Crossland (1972), Na merupakan hara mikro esensial bagi tanaman C4. Pada tanarnan tebu, hara Na belum dipandang sebagai hara esensial ataupun hara yang diperlukan (hara fungsional) mes-
'
kipun tebu tergolong tanaman C4. Pengaruh-pengaruhspesifik dan fungsi metabolisme Na pada tanaman tebu belum banyak dikaji. Ada dugaan bahwa Na mampu menekan aktifitas enzim starch synthase. Hara Na diketahui mampu meningkatkan lebar daun tebu, tetapi bila Na berlebihan akan berakibat menekan kandungan klorofil dan menurunkan sintesa netto per unit luas daun (Anderson dan Bowen, 1990). Natriumjuga dapat meningkatkan luas daun danjurnlah stomata per unit luas daun bit gula. SebaliknyaValdivia (1977) mengemukakan bahwa pada nilai persen kejenuhan natrium (ESP) 13 % hasil tebu dapat turun sebesar 10 %. Kaliurn dan Na telah diketahui mampu meningkatkan laju aliran (efflux) sukrosa dari sel-sel daun ke dalam apoplast. Sebaliknya kedua kation tersebut tidak mempengaruhi aliran gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Hal ini berarti bahwa Kdan Na bisa meningkatkanjumlah sukrosa yang tersimpan di dalam batang (nilai nira) tebu. Jika penyediaan hara K dalam media tidak mencukupi, maka mula-mula tanaman akan mengambil K dari vakuola untuk menjaga potensial osmotik cairan selnya (citosol). Proses ini merupakan mekanisme biofisik yang dilakukan oleh tanaman secara aktif untuk mencegah terjadinya penurunan hasil (Barralough dan Leigh, 1993). Nimbalkar dan Joshi (1975) mengemukakan bahwa Na pada konsentrasi rendah justru meningkatkan serapan K, tetapi pada konsentrasi tinggi berakibat menurunkanserapan K pada tebu. Respon pertumbuhan terhadap Na yang tinggi pada dasarnya merupakan cerminan adanya kebutuhan garam
yang tinggi sebagai pengatur tekanan osrnotik (osmotic adjustment) (Flower dan Lauchli, 1985 dalam Marschner, 1986),dan untuk pernenuhan kebutuhan gararn tersebut Na bisa lebih sesuai dibandingkan K (Eshel, 1985). Tanggap tanarnan terhadap Na berbeda-beda tergantung genotipa tanarnannya. Perbedaan tersebut berkaitan dengan perbedaan toleransi dari setiap genotipa tanaman terhadap gararn. El Gibaly dan Gournah (1969 dalam Levit, 1980) rnenyebutkanbahwa resistensitebu terhadap gararn dipengaruhi oleh varietas tebu yang ditanarn. Dijelaskan lebih lanjut bahwa tebu yang disiram dengan airsalin (6000 urnhosl crn) hanya menunjukkantanda-tanda stres pada tahap awal perkecambahan. Setelah periode tiga bulan, penyirarnan dengan air salin tersebut tidak lagi rnernberikan efek negatif terhadap pertumbuhan, hasil, dan kadar gula. Benlloch, ef a/., (1994) rnengernukakan bahwa adanya NaCl rnenyebabkan kandungan Kdalarn tanarnan kacang buncis (Phaseolus vulgaris) menurun dengan tajam, akan tetapi Na juga marnpu rnenghindarkan tanaman dari keracunan K dengan cara mengharnbat angkutan K. Hasil senada juga dikemukakan oleh Cushnahan, Bailey, dan Gordon (1995) yang menunjukkan bahwa pernberian Na pada tanah dengan kadar K yang tinggi akan menurunkan konsentrasi K dan rasio WCa+Mg dalam rurnput pakan ternak. Narnundernikian pada kadar K tanah yang rendah pernberian Na tidak begitu berpengatuh terhadap konsentrasi hara K, Ca, dan Mg di dalam tanaman serta tidak rnernpengaruhi perolehan bobot kering tanarnan. Hal ini berbeda
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa respon tanaman terhadap Na biasanya hanya terjadi pada kondisi media kekurangan K (Bailey, 1993 dan Cushnahan dan Bailey, 1994). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada kondisi kekurangan K, maka pemberian Na dapat menurunkan kadar karbohidrat larut air di dalam tanaman. Sebaliknya, pada kondisi kecukupan K, rnaka pemberian Na justru dapat meningkatkan bobot kering tanaman secara nyata (Cushnahan, eta/., 1995). He dan Cramer (1993, dalarn Porcelli, eta/., 1995) menyatakan bahwa produksi biomasa dan hasil biji tanaman Brassica sp. berhubungan dengan rasio WNa. Sebaliknya hasil penelitian Porcelli, eta/. (1995) pada kondisi media salin dan sodik menunjukkan bahwa rasio WNa tidak mernpengaruhi hasil biomasa dan biji Brassica napus. Pada kondisi tersebut pengaruh buruk salinitas lebih banyak berkaitan dengan potensial osmotik dan bukan pada hubungan antar ion. Selain itu, tanaman memiliki kemampuan untuk berupaya mempertahankan keseimbanganion secara aMif terhadap perubahan statushara lingkungannya (Diem dan Godbold, 1993).
Substitusi Kalium oleh Natrium Banyak literatur yang menyatakan bahwa sebagian fungsi hara K di dalarn tanaman dapat digantikan oleh Na. Berdasarkan tanggapan tanaman terhadap Na, Marschner (I 986) rnengklasifikasikanspesies tanaman menjadi empat kelompok. Kelompok pertama adalah tanarnan yang sebagian besar
hara K yang dibutuhkannya dapat diganti dengan Na dan pemberian Na bahkan menstimulir pertumbuhan. Termasuk di dalam kelompok ini antara lain dari keluarga Chenopodiaceae (misal bit gula dan lobak) dan beberapa go[ongan rumput-rumputandari kelompok C4. Kelompok kedua adalah golongan tanaman yang sedikit memberikan respon positif terhadap penambahan Na dan sebagian kecil hara K yang dibutuhkan tanaman ini bisa digantikan oleh Na. Di antara tanaman yang termasuk kelompok kedua ini adalah kubis, kapas, gandum dan bayam. Tebu diperkirakantergolong ke dalam kelornpok ini. Kelompok ketiga merupakan golongan tanaman yang hanya memiliki kemungkinan substitr~siK oleh Na sangat rendah, seperti pada tanaman barley, padi, tomat dan kentang. Kelompok keempat terdiri dari tanamantanaman yang sama sekali tidak memungkinkan dilakukan substausi K oleh Na, seperti pada tanarnan kedelai dan jagung. Pada kelompok tanaman yang memiliki kernampuan substitusi K oleh Na, maka Na mampu menggantikan K dalam mempertahankan osmomolaritas pada daun tanaman. Dalam keadaan Na banyak tersedia rnaka kadar K daun bisa menurun sebab sebagian fungsi Kdalam mempertahankantekanan osmotik dalam vakuola telah digantikan oleh Na. Manurung (1987) telah membuktikanbahwa 35 % dari kebutuhan K (KCI) bibit karet dapat digantikan dengan Na garam laut. Pada tanaman karet muda
dan tua yang telah menghasilkan substitusi K oleh Na bahkan rnarnpu mencapai berturut-turut 40 dan 60 %. Penggantiansebagian hara K oleh Na pada tanaman karet tersebut bahkan cenderung menaikkan hasit pada tahun-tahun pertama. Stimulasi perturnbuhan tanarnan oleh Na terutama disebabkan oleh pengaruh Na pada pengembangan sel dan keseimbangan air di dalam tanaman. Penggantian sebagian besar K oleh Na pada tanaman bit gula rnenyebabkan daun tanarnan tersebut lebih tebal dan rnenyimpan lebih banyak air pada setiap unit luas daun. Sebagai akibatnya, maka tanaman tersebut menjadi Iebih sukulen (Marschner, 1986). Sukulensi merupakan adaptasi morfologis tanarnan dan dipandang sebagai mekanisme buffer1 penyangga yang sangat penting bilateqadi perubahan potensialair daun akibat stres air. Natrium mampu menjaga dan meningkatkan keseimbangan air jika terjadi keterbatasan penyediaan air bagi tanarnan. Jika terjadi penurunan ketersediaanair secara mendadak, maka stomata tanarnan yang disuplai cukup Na akan menutup lebih cepat dibanding tanaman yang hanya diberi K saja dan jika stres air tersebut berakhir, rnaka pembukaan stomata dari tanarnan yang cukup Na agak tertunda sehingga kadar air tanaman yang cukup Na akan dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi. Fenomena ini rnerupakan gejala umum pada tanaman natrofilik.
Penggantian sejumlah besar K oleh Na pada tingkat seluler juga mempengaruhi aktivitas enzim; khususnya enzim-enzim yang sensitif terhadap K. Sebagai contoh, enzim sintase pati (starch synthase) yang diaktivasi oleh K memiliki aktivitas tiga sampai ernpat kali lebih tinggi dibanding enzim yang diaktivasi oleh Na. Dengan alasan ini, jika di dalam daun tejadi substitusi K oleh Na dalamjumlah besar, maka kandungan patinya akan sangat rendah, sebaliknya kandungan karbohidrat larut air (khususnya sukrosa) jauh lebih tinggi. Telah diketahui bahwa Na lebih efektif dalam menstimulasiakumulasi sukrosa dalam jaringan penyimpan tanaman bit (Marschner, 1986). Lebih jauh dijelaskan bahwa pengaruh Na terhadap penyimpanan sukrosa berhubungan dengan ATP-ase di dalam tonoplast sel-sel penyimpan dari tanaman bit. Jones dan Gorham (1983 dalam McLean dan Watson, 1985) mengemukakan bahwa ion K+lebih berperan dalam homeostatis ion di dalam sitoplasma, sedangkan ion Na+,CI dan sukrosa lebih banyak diakumulasikan di dalam vakuola. Potensi penggantian hara K oleh Na perlu diperhitungkan dalam melakukan tindakan pemupukan, terlebih pada tanaman-tanaman natrofilik. Apabila kandungan Na di dalam daun cukup tinggi, maka kadar K yang diperlukan untuk pertumbuhanoptimaltanaman rumput ryegrass menurun dari 3.5 menjadi 0.8 % (Hylton, Ulrich, dan Cornelius, 1967). Kapasitas substitusi K oleh Na berbeda-beda bukan saja antar organ tanaman, bahkan berbeda di antara kompartemen sel tanaman. Pada
tanaman tomat misalnya,substitusi K oleh Na terutama terjadi di dalam petiole daun yang telah mengembang. Pada tanaman bit gula substitusi yang sangat tinggi terjadi dalam daun-daun yang telah tua, sedangkan pada daun yang sedang berkembang substitusi yang terjadi sangat rendah. Keadaan ini menimbulkan tingginya perbedaan rasio WNa di dalam daun pada umur yang berbeda. Di dalam daundaun tua hampir seluruh K dapat digantikan oleh Na. Substitusi K oleh Na ini tidak hanya teqadi di dalam vakuola, tetapi juga terjadi di dalam kloroplasdari daun bit gula. Sebaliknya pada daundaun muda yang sedang berkembang, substitusi K oleh Na terbatas pada konsentrasi K sebesar 0.5 mmol K+ per gram bobot kering. Tingkat konsentrasi K sebesar ini esensial bagi proses pembelahan dan diferensiasi sel dan tidak dapat digantikan oleh Na, meskipun pada kelompok tanaman natrofilik (Marschner, 1986).
Usman (1993) menyatakan bahwa penggantian 20 % dari K oleh Na justru cenderung meningkatkan bobot kering tebu varietas M 442-51 umur 15 minggu. Sayangnya penelitiantersebut tidak menetapkan nilai ESP tanah akibat substiusi 20 % K oleh Na. Selain itu penelitian Usman (1993) yang terbatas pada umurtebu 15 minggu belum mampu menjelaskan pengaruh substitusi K oleh Na terhadap bobot tebu (millable cane), kualitas nira, rendemen, maupun hasil gulanya. Pengujian sampai ke hasil tebu, mutu nira, dan hasil gula sangat penting mengingat kemampuantanaman tebu untuk menyerap unsur Na secara berlebih (luxury consumption) sebagaimana pola serapan hara K
(Hurnbert, 1968). Selain itu, sasaran akhir budidaya tebu adalah untuk rnernperoleh hasil gula yang setinggi-tingginya, bukannya bobot kering biornasnya. Apabila Na tidak rnarnpu rnenggantikan sebagian fungsi K dalam proses sintesa dan atau translokasi sukrosa pada tanarnan tebu, rnaka dampak positif Na terhadap perturnbuhan vegetatif selarna 15 rninggu pertarna yang dicerrninkan oleh peningkatan bobot kering tanarnan belurn rnenjarnin perolehan hasil gula yang tinggi. Banyak kalangan praktisi di lingkungan industri gula justru rnenghawatirkan bahwa pernberian Na akan rnenurunkan rnutu nira; seperti peningkatan kadararnifurn dan kadar abu. Soepajono (1993) menduga bahwa subklon-subklon tebu baru yang tahan terhadap kadar gararn tinggi rnernpunyai kernarnpuan untuk meningkatkan produksi senyawa prolin, arnida, nukleotida, dan sukrosa untuk rnelindungi diri dari cekarnan gararn. Dugaan tersebut hingga saat ini belurn dibuktikan oleh para peneliti tanarnan tebu. Flowers dan Dalrnond (1992) yang melakukan penelitian secara in vifm menemukanbahwa sintesa protein dari rnetionin pada kelompok halofita mencapaipuncaknya bila konsentrasi K di dalam media sebesar 80 -125 rnrnolll. Lebihjauh juga dinyatakan apabila dilakukan substitusi K oleh Na di atas 80 rnrnoVl maka sintesa protein tersebut akan terharnbat. Proses pembentukan gula pada tanarnan tebu akan berjalan dengan baik jika kadar K di dalarn daun tebu tidak kurang dari 1 persen.
Kandungan Na di dalam rumput (pakan ternak) rnerupakan ha1 yang sangat penting. Pakan ternak yang baik mengandung 0.20 % atau lebih Na. Dengan demikian apabila penambahan Na danlatau substitusi K oleh Na pada tanaman tebu mampu meningkatkan kadar Na pada daun tanpa mengurangi hasil gulanya, maka penggantian hara tersebut rnemberikan keuntungan ganda berupa penekanan biaya produksi rnelalui penekanan biaya pupukdan rnernperbaikimutu pucuk sebagai bahan pakan ternak.