BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Indeks Pembangunan Manusia. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1.
Indeks Pembangunan Manusia Konsep pembangunan manusia adalah manusia sebagai kekayaan bangsa
yang sesungguhnya. Salah satu pengukuran pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index merupakan suatu proses untuk dapat mengetahui kemampuan suatu daerah/negara dalam pencapaian dan pengembangan pembangunan. Menurut Human Development Report (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi
Universitas Sumatera Utara
pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari Human Development Report (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya : 1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian. 2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja. 3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. 4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;
Produktivitas Penduduk harus dimampukan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.
Universitas Sumatera Utara
Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.
5.
Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. 2.1.1.1. Metode Pengukuran dan Penyusunan IPM Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu indikator penting
yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Indikator ini dipopulerkan oleh UNDP
Universitas Sumatera Utara
melalui Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report-HDR) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1990 (NHDR, 1990). Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut Pradigma Pembangunan Manusia (PPM). Hal ini berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan (diukur dengan GNP atau GDP per kapita) sebagai ukuran hasil pembangunan. Namun demikian konsep PPM dapat dianggap sebagai suatu konsep yang lebih komprehensif karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek non-ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi. Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur upaya program pembangunan dari aspek manusia. IPM mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. IPM/HDI digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan ketika lahir; pendidikan, diukur berdasarkan rata-rata lama
Universitas Sumatera Utara
sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup, yang diukur dengan konsumsi per kapita untuk semua negara seluruh dunia. Nilai indeks ini berkisar antara 0-100. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).
Standart kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity (PPP) dalam Dollar AS. IPM juga digunakan untuk dapat mengelompokan apakah sebuah negara
dapat dikatakan sebagai negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Kompenen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum Angka Harapan Hidup (e0) 25 85 Angka Melek 0 Huruf (Lit) 0 100 Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 0 15 Kemampuan Daya Beli (PPP) 300.000 (1996) 737.720 360.000 (1999)b
Keterangan Standar UNDP Standar UNDP Standar UNDP UNDP digunakan PDB RillPerKapita
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2. Metode Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks, yaitu: 1) Indeks angka harapan hidup ketika lahir; 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani) dan angka melek huruf Latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih); dan 3) Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP-Purchasing Power Parity/paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus: IPM = (X1+X2+X3)/3 dimana: X1 = angka harapan hidup X2 = tingkat pendidikan X3 = tingkat kehidupan yang layak Secara detail, prosedur penghitungan IPM dapat dilihat dalam publikasi Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001 (BPS, Bappenas, dan UNDP, 2001: 154-1560). Untuk setiap komponen IPM, masing-masing indeks dapat dihitung dengan ketentuan umum berikut :
Universitas Sumatera Utara
A. Peluang Hidup (Longevity) Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir (life expectancy at birth) yang dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Pada komponen angka umur harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun.
B. Pengetahuan (Knowledge) Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan 2 indikator yaitu: rata-rata lama sekolah (mean year schooling) dan angka melek huruf. Angka rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses penghitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberi bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua pertiga. Untuk penghitungan indeks, batas maksimum untuk angka melek huruf dipakai 100 dan minimum 0 (nol), yang menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis dan nilai 0 mencerminkan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
C. Standard Hidup Layak (Decent Living) Angka standard hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah) bisa juga menggunakan indikator GDP perkapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) atau menggunakan indikator rata-rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan (adjusted real per capita expenditure). Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut: –
Tinggi
: IPM lebih dari 80,0
–
Menengah Atas
: IPM antara 66,0 – 79,9
–
Menengah Bawah
: IPM antara 50,0 – 65,9
–
Rendah
: IPM kurang dari 50,0
Gambar 2.1. Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : Buku Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia, Menko Kesra dan TKPK, 2006
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3. Pembangunan Manusia di Indonesia Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Azas pemerataan merupakan salah satu trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra. Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini
Universitas Sumatera Utara
secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia,
sesungguhnya
merupakan
upaya
yang
mempercepat
terjadinya
peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah. Sebelum krisis tahun 1998 Indonesia berhasil membangun hak-hak dasar manusia, mentransfer pertumbuhan ekonomi yang tinggi kepada pembangunan manusia. Dimulai dari tingkat rendah pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam bidang pembangunan manusia, rangking global Indonesia sama dengan rangking pendapatan per perkapitanya. Kemajuan ini dicapai sebagai hasil dari kombinasi pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk, yang menyebabkan pertumbuhan yang substansial pada standar kehidupan dan laju penurunan angka kemiskinan. Disamping ini, berbagai dimensi pembangunan manusia memiliki hubungan yang bersinergi dan saling memperkuat satu sama lain. Sangat penting untuk mengadakan dukungan pemerintah dalam berbagai bidang, dan hal ini tidak mudah tetapi dengan pendekatan yang serius akan dapat ditangani. Hal ini memerlukan partisipasi aktif dari pada pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia porsi pengeluaran publik sebagai bagian dari GDP adalah rendah. Pengeluaran publik dalam pelayanan bidang ini cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata negara berkembangan.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun satu faktor kompensasi ialah bahwa pengeluaran ini dipusatkan kepada pelayanan dasar, dengan jumlah yang berarti kepada pemenuhan pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Pengeluaran pemerintah yang rendah ini harus diimbangi dengan pengeluaran swasta yang lebih tinggi. Hal ini sangat jelas pada sektor kesehatan, dimana pengeluaran swasta mencapai 80%, sedangkan pemerintah hanya sekitar 20%. Pengeluaran pemerintah untuk pelayanan dasar kesehatan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat untuk semua kelas sedangkan pengeluaran swasta hanya cenderung untuk golongan. Seperti dalam sektor kesehatan, dalam sektor pendidikan juga terdapat pembagian kelas. Walaupun kurang nyata seperti pada sektor kesehatan. Hasil dari pada pendidikan pada tingkat tertentu akan tergantung kepada pengaruh keluarga, terutama tentang tingkat pendidikan orang tua dan dengan keluarga untuk meninggalkan sekolah dalam rangka bekerja. Dalam hal pendidikan, pengeluaran pemerintah cenderung memiliki efek yang sama karena sebagian besar tingkat pendidikan dasar dan tingkat menengah diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai hasilnya maka hampir tidak ada perbedaan angka partisipasi antara golongan pendapatan yang rendah. Walaupun demikian terdapat perbedaan yang nyata untuk tingkat menengah. Angka partisipasi 20% golongan kaya adalah 72%, sedangkan untuk 20% golongan miskin 50%. Banyak pula yang drop out sebelum menyelesaikan pendidikan tingkat dasar. Perbedaan ini
Universitas Sumatera Utara
juga nampak pada kemampuan baca tulis untuk tahun 2002 golongan miskin mencapai 87% sedangkan golongan kaya 98%. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi IPM diantaranya: 1) Angka Melek Huruf penduduk dewasa yaitu Proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf Latin atau huruf lainnya. 2) Angka Harapan Hidup pada waktu lahir (e0) yaitu Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. 3) Rata-rata Lama Sekolah, yaitu Rata-rata jumlah tahun yang dihasilkan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. 4) Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity=PPP) yaitu Indikator ekonomi yang digunakan untuk melakukan perbandingan harga-harga riil antar wilayah Provinsi dan antar Kabupaten/Kota. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu daerah (Provinsi/Kabupaten) memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formulir Atkinson. 5) Produksi Shortfall yaitu Mengukur keberhasilan pembangunan manusia dipandang dari jarak antara yang dicapai terhadap kondisi ideal (IPM=100). Nilai Shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Pengukuran ini didasarkan asumsi, laju perubahan tidak bersifat linier, tetapi laju perubahan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.
Konsep Kemandirian Fiskal Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
yang dilakukan untuk mencapai aspek pertumbuhan wilayah (efficiency), pemerataan (equity) dan berkelanjutan (sustainability) yang lebih berdimensi lokal dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Perubahan paradigma pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi menempatkan pemerintah daerah sebagai partner pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini tentunya harus didukung dengan keuangan daerah yang memadai, dimana daerah mampu memenuhi kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri sehingga daerah dapat dikatakan mandiri. Menurut Kartasasmita dalam Triastuti (2005:70), bahwa kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan yaitu hakikat dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi adalah memberikan peluang bagi kemandirian daerah untuk mengelola keuangannya sendiri melalui pelimpahan kewenangan dalam bentuk desentralisasi fiskal. Kemandirian fiskal menjadi hal yang sangat penting bagi daerah, terutama terkait dengan sumbangan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri. Menurut Halim (2004:60), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah: 1. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan
keuangannya
sendiri
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan. 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Semakin baik kinerja keuangan suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan yang positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan pembangunan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi pada daerah tersebut. Dengan kata lain menurut Zaenudin (2008), keberhasilan pengembangan otonomi daerah dapat dilihat dari derajat otonomi fiskal daerah, yaitu perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah (TPD). Tim Fisipol UGM dan Balitbang Depdagri RI dalam Triastuti (2005) membuat klasifikasi tentang kemampuan daerah (Tabel 2.1). Dikatakan bahwa kemampuan keuangan daerah merupakan kemampuan Daerah Tingkat (Dati) II (sekarang kabupaten/kota) dalam
Universitas Sumatera Utara
membiayai urusan-urusan rumah tangganya, khususnya yang berasal dari PAD, seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2. Kualifikasi Kemampuan Keuangan Daerah Skala Persentase PAD thdp TPD Kualifikasi 1 0,00 % - 10,00 % Sangat Kurang 2 10,01 % - 20,00 % Kurang 3 20,01 % - 30,00 % Sedang 4 30,01 % - 40,00 % Cukup 5 40,01 % - 50,00 % Baik 6 > 50,00 % Sangat Baik Sumber: Tim Fisipol UGM & Balitbang Depdagri dalam Triastuti (2005) 2.1.3.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan
akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah: meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari: a. hasil pajak daerah, b. hasil retribusi daerah, c. laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) d. lain-lain pendapatan yang sah 2.1.3.1. Pajak Daerah Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah. 2.1.3.2. Retribusi Daerah Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : 1. retibusi dipungut oleh negara, 2. dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3. adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, 4. retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/ mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi : 1. Retribusi Jasa Umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, 2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta. 2.1.3.3. Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah laba Badan Usaha Milik Daerah. 1. Laba Badan Usaha Milik Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat: a. memberi jasa, b. menyelenggarakan pemanfaatan umum, c. memupuk pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya
dan
pembangunan
kebutuhan
rakyat
dengan
mengutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur. 3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya
menurut
perundang-undangan
yang
mengatur
pokok-pokok
pemerintahan daerah. 4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2.1.3.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang Sah Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2005 tentang Standart Akuntansi Pemerintahan, Pendapatan Lain-lain yang Sah terdiri dari: Pendapatan Hibah, Pendapatan Dana Darurat (Bencana Alam) dan Pendapatan Lainnya misalnya Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.
Belanja Modal Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c Permendagri
No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13/2006, Tentang pengelolaan Keuangan Daerah digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 yang sekarang sudah berubah menjadi PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP no 7, yang mengatur tentang akuntansi aset tetap. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu
Universitas Sumatera Utara
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja
Modal
yaitu
pengeluaran
yang
dilakukan
dalam
rangka
pembentukan modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal. Dalam belanja ini termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya yang berpedoman dan lain sebagainya dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 yang sekarang diatur dalam PP No. 71 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Belanja Modal Tanah yaitu semua biaya yang diperlukan untuk pengadaan/ pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah dan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.
Universitas Sumatera Utara
Belanja Modal Peralatan dan Mesin yaitu jumlah biaya untuk pengadaan alat-alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap untuk digunakan. Dalam jumlah belanja ini termasuk biaya untuk penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang diperlukan. Belanja Modal Gedung dan Bangunan meliputi jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan kegiatan pembangunan gedung yang persentasenya mengikuti Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya untuk pembangunan gedung dan bangunan. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan yaitu biaya untuk pengembalian penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan prasejarah dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan pengairan (termasuk jaringan air bersih), jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi. Belanja Modal fisik lainnya adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, irigasi) dan belanja modal non fisik, yang termasuk dalam belanja modal non fisik antara lain: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang musium, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Pambudi (2008) Penelitiannya berjudul: ”Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat”. Dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Lokasi penelitian ini Jawa Barat. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat perkembangan pencapaian IPM dan komponen penyusunnya serta tingkat kemandirian fiskal yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota diPropinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006. Analisis kuantitatif dengan metode panel data dilakukan untuk melihat hubungan antara PAD dengan DAU, hubungan antara PAD dengan IPM, serta hubungan antara komponen PAD denganIPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian komponen IPM, antara lainAngka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP) kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten.
2. Sinullingga (2009) Penelitiannya berjudul: “Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)”. Dengan periode penelitiannya dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Variabel dependen pada penelitian ini adalah IPM yang dinilai dengan nilai IPM
Universitas Sumatera Utara
sedangkan variabel independennya yaitu sektor pendidikan (X 1 ), sektor kesehatan (X 2 ), sektor transportasi (X 3 ), sektor pembangunan daerah (X 4 ), sektor perumahan (X 5 ), sektor industir (X 6 ) dan sektor tenaga kerja (X 7 ). Hasilnya mnyimpulkan bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponene peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM. Untuk tahap penelitian ini, dikemukakan yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.3. Harahap (2010) Penelitiannya berjudul: “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Penelitian ini merupakan penelitian hubungan kausal untuk membuktikan secara empiris pengaruh DAU, DAK dan DBH terhadap IPM. Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji variabel-variabel penelitian melalui pembentukan model analisis dengan prosedur statistik kemudian
Universitas Sumatera Utara
diambil intepretasi untuk dijadikan dasar pengambilan kesimpulan.
Data yang
diperlukan dalam penelitian ini meliputi: data dari BPS provinsi di Sumatera Utara, yang terdiri dari 33 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling, dengan kriteria sampel yang dipilih adalah data DAU, DAK, DBH dan IPM yang lengkap dan pemekaran kab/kota dibawah tahun 2007. Data DAU, DAK, DBH merupakan data tahun 2005, 2006, 2007 sedangkan data IPM merupakan data tahun 2006, 2007, 2008. Dari kriteria sampel yang dipilih hanya 25 kabupaten/kota. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Budi Sinulingga (2007) bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan Sektorsektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama Peneliti/T ahun Septian Bagus Pambudi (2008)
Budi D. Sinulling ga (2009)
Judul Penelitian
Variabel Terkait
Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tingkat Kemandirian Fiskal (Variabel Independen) Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen)
Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)
Riva Ubar Harahap (2010) Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara
Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah (Variabel Independen), Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen)
Dana Alokasi (Variabel Umum Independen), Dana Alokasi Khusus (Variabel Independen) dan Dana Bagi Hasil (Variabel Independen) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen)
Hasil Penelitian Kesimpulan penelitian ini bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian komponen IPM, antara lainAngka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP) kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM, yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis. Kesimpulan penelitian ini bahwa pengujian secara simultan menunjukkan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Budi Sinulingga (2007) bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan Sektor-sektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM.
Universitas Sumatera Utara