xii
TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Besar Jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) yang sering disebut pamelo berasal dari Asia Tenggara, yaitu Indonesia, India, Cina Selatan dan beberapa jenis berasal dari Florida, Australia Utara serta Kaledonia (Sunarjono, 2005). Selain di Indonesia, jeruk besar juga ditanam di Malaysia, Vietnam dan Thailand (Setiawan,1993). Secara sistematis klasifikasi jeruk besar dapat dilihat sebagai berikut : Famili
: Rutaceae
Sub famili
: Aurantioidae
Tribe
: Citriae
Sub-tribe
: Citriniae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus maxima Meer atau (Citrus grandis (L.) Osbeck)
Menurut Verheij dan Coronel (1997) tanaman jeruk pamelo mempunyai pohon berkayu dengan tinggi tanaman antara 5-15 m, sesuai dengan varietas, umur tanaman dan cara perbanyakan. Batang kayu sangat kokoh dengan tajuk yang tidak terlalu tinggi. Cabangnya banyak dan tidak beraturan. Tanaman yang telah tua dan tinggi bentuk tajuknya semakin tinggi dan melebar, sehingga tercipta ruangan teduh yang cukup luas dibawahnya. Letak daun pada batang terpencarpencar sehingga daun masih bisa menerima sinar matahari. Daun berbentuk bulat telur dan lebih besar dari jenis jeruk lain. Tepi daunnya agak rata, sedangkan di dekat ujungnya agak berombak dan ujungnya tumpul. Daun muda berwarna hijau muda kekuningan dan akan berubah menjadi hijau tua. Daun tua berbulu halus, sedang yang muda tidak. Antara daun dan batang dihubungkan dengan tangkai daun yang bersayap lebar. Tanaman jeruk pamelo mulai berproduksi pada umur 4-6 tahun, tergantung varietas dan perawatan. Pada jeruk Nambangan, panen raya terjadi pada bulan Mei-Juni. Produktivitasnya sangat bervariasi sesuai varietas, umur dan tingkat pertumbuhan tanaman yang didukung oleh kondisi lingkungan. Sebagai patokan biasanya satu pohon jeruk pamelo bisa menghasilkan buah 75-100 buah.
5
Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan Menurut Sutopo et al.(2005) jeruk Nambangan termasuk jeruk pamelo yang paling banyak ditanam oleh petani dan memiliki daya simpan lebih baik dibandingkan dengan kultivar lain. Berdasarkan Ditjen Hortikultura (2006) jeruk Nambangan ini dikembangan di sentra produksinya di Kabupaten Magetan yang tersebar di Bendo, Takeran, Sukomoro dan Kawedanan. Menurut Pangestuti et al. (2004) jeruk Nambangan adalah salah satu varietas pamelo unggul Indonesia yang dilepas pada tahun 2000 dan sampai saat ini paling banyak diminta pasar. Hal ini berkaitan dengan karakteristik buah yang memenuhi selera konsumen yaitu warna daging kemerahan, rasa manis asam dengan sedikit rasa getir dan jumlah bijinya tidak banyak atau bahkan tidak ada sama sekali. Daya simpannya cukup lama yaitu antara 2-3 bulan. Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Jeruk Pamelo Nambangan Batang
Daun
Bunga
Buah
- Bentuk pohon seperti payung - Percabangan jorong ke atas - Tinggi tanaman 4-5 m - Diameter batang atas 44.5 - 56.8 cm - Warna tunas hijau muda - Permukaan pucuk berbulu
- Keadaan daun evergreen - Tipe daun tunggal - Warna bagian atas hijau tua, bagian bawah hijau muda - Bentuk daun brevi petiolata - Panjang daun 11.6-13.1 cm dan lebar daun 2.2-3.4 cm - Tepi daun dentata - Pada ketiak tidak ada duri
- Tipe bunga tunggal - Posisi bunga axilliary - Aroma bunga harum - Panjang tangkai bunga 1.2-1.6 cm - Warna mahkota bunga putih berbintik hijau - Warna kelopak bunga hijau muda berbintik putih - Jumlah bunga per tunas 6-7 buah
- Warna kulit buah hijau kekuningan - Warna daging buah merah mudamerah - Jumlah juring 1314 buah - Tekstur buah agak lunak - Aroma kuat dan rasa buah manis segar - Produksi jeruk pamelo 200-230 buah/pohon - Bentuk bundar, sedikit pipih, kurang simetris dengan dasar agak tegak
Sumber: Susanto (2000)
6
Ekologi Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami jeruk pamelo namun yang terbaik penanaman pada ketinggian dibawah 400 m dpl. Penanaman di atas 400 m dpl menyebabkan jeruk menjadi asam, getir dan berkulit tebal. Jeruk pamelo memerlukan jenis tanah yang ringan sampai sedang, gembur, subur, banyak mengandung oksigen dan memiliki kisaran pH antara 5-6. Jika pH di bawah 5, daun jeruk akan menguning dan buah tidak berkembang dengan baik. Jika pH di atas 5-6, tanaman jeruk seperti kekurangan unsur borium pada pucuk daun. Selain itu jeruk pamelo tidak tahan dengan genangan air sehingga drainase harus diperhatikan. Oleh sebab itu, sebaiknya tanah banyak mengandung pasir dan jika lahan kurang subur harus dilakukan pemupukan. Semua jenis jeruk terutama pamelo tidak menyukai tempat yang terlindung atau ternaungi. Cahaya matahari yang cukup akan mendorong terbentuknya tunas-tunas dan buah serta membuat batang jeruk menjadi lebih kuat. Menurut Ryugo (1988) intensitas cahaya yang cukup memperbaiki kualitas buah apel dan menurut Krajewski dan Rabe dalam Mataa (1998) intensitas cahaya juga memperbaiki kualitas buah jeruk. Intensitas cahaya yang diperlukan jeruk pamelo pada saat bibit, dewasa (di dataran rendah), dewasa (di dataran 100-300 dpl), dewasa (di dataran 300-500 dpl) dan dewasa (di dataran tinggi) masingmasing sebesar 30-50 %, 50-75 %, 75-85 %, 85-90 % dan 90-95 %. Kelembaban dan suhu juga berpengaruh pada pertumbuhan pohon jeruk. Kelembaban udara rata-rata yang cocok untuk ditanami jeruk adalah 70-80 %. Menurut Soelarso (1996) suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara (25-30)oC. Aktivitas pertumbuhan jeruk sangat terganggu bila suhu kurang dari 13oC namun masih dapat bertahan pada suhu 38oC.
Pembibitan Jeruk Pamelo Bibit yang baik merupakan langkah awal keberhasilan budidaya jeruk pamelo. Bibit yang berasal dari biji sifatnya berbeda dengan bibit cangkokan atau okulasi. Tiap cara perbanyakan ini mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan cara memperolehnya, bibit digolongkan menjadi dua yaitu secara generatif dan vegetatif. Bibit dengan perbanyakan generatif adalah
7
bibit yang diperoleh dari biji. Sedangkan bibit vegetatif adalah bibit yang diperoleh dengan memperbanyak bagian tanaman yang somaklonal. Menurut Saptarini et al. (2002) terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tanaman dapat berbuah sesuai dengan yang diharapkan. Syarat tersebut antara lain menggunakan bibit unggul, lingkungan tempat tumbuh tanaman sesuai, lingkungan tanah memenuhi syarat dan keadaan tanaman sehat dan sudah dewasa. Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit jeruk pamelo adalah pertumbuhan batang, cabang dan daunnya. Penampakan luar seperti gejala serangan hama dan penyakit juga penting untuk diketahui. Ciri-ciri bibit jeruk pamelo yang baik menurut Ditjen Hortikultura (2006) antara lain berumur 6 bulan ke atas, diameter batang-bawah 1.0-1.5 cm, tinggi minimal sambungan dari pangkal akar ± 20 cm, tinggi bibit minimal 70 cm dari pangkal akar, bibit lurus dan vigor, perakaran lurus dan sehat serta daunnya hijau cerah dan subur.
Pemeliharaan Pemeliharaan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah dan kondisi tanaman. Beberapa pemeliharaan yang penting dilakukan adalah pemupukan, pengairan, pemangkasan dan pengendalian OPT. Menurut Setiawan (1993) tanaman jeruk pamelo memerlukan pupuk alami (kandang) dan pupuk buatan. Walaupun pupuk kandang tidak sebesar pupuk buatan, tetapi pupuk ini mampu memperbaki struktur tanah. Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur, dan lebih mudah diolah dan fungsi ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan. Kedua jenis pemupukan ini harus dilakukan secara teratur dan terus menerus dalam jumlah yang cukup. Pemupukan buatan harus diberikan karena kandungan unsur hara dalam pupuk kandang belum mencukupi. Penambahan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dapat berupa pupuk majemuk atau kombinasi dari pupuk tunggal seperti Urea, SP-36 dan KCl. Cara pemupukan disesuaikan dengan umur tanaman dimana untuk bibit jeruk, pupuk dapat diberikan dalam bentuk cair.
8
Menurut Setiawan (1993) kebutuhan air pada tanaman dewasa sebesar 50 L/m2 dengan penguapan di daerah tropis sebesar 90 L/m2 per bulannya. Pada tanaman muda, kebutuhan air lebih kecil dari angka tersebut. Apabila pada tanaman dewasa paling tidak dibutuhkan ± 140 L/m2 tiap bulannya atau 4.67 L/m2 tiap harinya sehingga kebutuhan air tanaman muda kurang dari 4.67 L/hari. Menurut Ryugo (1988) dan Verheij dan Coronel (1992) pemangkasan dapat meningkatkan efisien pemanenan energi matahari serta mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemangkasan terbagi menjadi dua, yaitu pemangkasan bentuk dan pemeliharaan. Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum mempunyai bentuk yang baik. Pemangkasan ini dilakukan pada tanaman yang belum produksi (umur 0-3 tahun). Menurut Susanto (2005) tujuan pemangkasan ini adalah membentuk kerangka atau struktur percabangan atau membentuk arsitektur pohon yang diinginkan. Sedangkan pemangkasan pemeliharaan memiliki tujuan merangsang pertumbuhan tunas baru, mencegah serangan penyakit, merangsang pertumbuhan tunas baru, mengurangi kerimbunan, dan membentuk tajuk agar lebih bagus.
Peran Karbohidrat dalam Pembentukan Tunas Selama
masa
perkembangan,
tanaman
muda
akan
mengalami
pertumbuhan cabang utama, sistem perakaran dan kegiatan bagian atas seperti pucuk, cabang primer dan cabang sekunder. Semua karbohidrat pada saat bibit digunakan untuk pertumbuhan vegetatif. Menurut Verheij dan Coronel (1986) banyaknya buah yang dihasilkan berhubungan dengan pertumbuhan tajuk untuk mencapai ukuran yang kokoh dahulu sebelum bunga pertama muncul. Lebatnya buah berkaitan erat dengan percabangan. Tingkat hasil panen yang rendah berhubungan dengan pertumbuhan tajuk yang kurang maksimal. Pencincinan batang dan pengeratan pada tanaman dewasa dapat meningkatkan pembentukan bunga dan terjadinya akumulasi pati pada daun. Kadar pati umumnya rendah saat tanaman aktif memunculkan tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah. Menurut Ryugo (1988) pengeratan
9
pada pohon apel dan cabang tanaman pear menunjukkan hasil yang sama yaitu mengalami peningkatan pembentukan bunga. Menzel et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan pati maksimum terjadi pada cabang-cabang kecil sebelum pembungaan dan rendah saat tanaman aktif memunculkan tunas-tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah pada tanaman leci. Kandungan pati juga berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pati umumnya rendah saat tanaman mengalami pertumbuhan vegetatif dan tinggi menjelang tanaman berbunga pada tanaman dewasa.
Strangulasi Saat ini untuk mempertahankan produktivitas tanaman, terutama tanaman yang berbuah musiman diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatur pembungaan tanaman. Teknik ini menurut Poerwanto (2003) dapat dilakukan secara kimia maupun fisik. Teknik pengaturan pembungaan dengan cara fisik adalah strangulasi dan girdling. Strangulasi merupakan pengikatan batang pada tanaman dengan menggunakan kawat berdiameter 1-3 mm (tergantung umur tanaman) pada waktu 3-20 bulan tanpa menghilangkan kulit kayu batang tanaman. Aplikasi
strangulasi
berbeda
dengan
girdling
yang
aplikasinya
harus
menghilangkan kulit kayu batang tanaman terlebih dahulu. Menurut Tjitrosomo (1984) daun-daun di atas bagian yang digirdling tidak akan layu karena suplai air di daerah ini tidak terputus. Kondisi ini juga sama dengan aplikasi strangulasi, akan tetapi jika melewati jaringan xilem, maka pohon akan segera mati karena kekurangan air. Kandungan karbohidrat pada daun jeruk pamelo yang diberi perlakuan strangulasi selama 3 dan 20 bulan meningkat dibandingkan dengan kontrol (Yamanishi et al., 1993). Hal ini terjadi karena adanya penumpukan karbohidrat di atas bagian tanaman. Kerat batang dapat menekan gerakan fotosintesis dari daun ke akar, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat yang dapat digunakan untuk pembungaan (Ryugo, 1988). Jeruk
pamelo
merupakan tanaman dikotil (berkeping
dua)
dan
berkambium, dan memiliki jaringan kayu (xylem) yang terletak di bagian dalam dan floem di bagian luar. Menurut Susanto et al. (2002) perlakuan strangulasi
10
pada batang sebatas kambium dimungkinkan untuk menekan hasil fotosintesis dari daun ke akar sehingga terjadi penumpukan karbohidrat pada daun, yang selanjutnya digunakan untuk pembungaan dan pembuahan. Menurut Putra (2002) perlakuan strangulasi meningkatkan kandungan gula dan karbohidrat serta nisbah C/N pada daun. Penelitian Yamanishi dan Hasegawa (1995) menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat yang tinggi pada daun tanaman dewasa akan merangsang tanaman untuk pembungaan dan pembentukan buah. Menurut Ryugo (1988) akumulasi karbohidrat di bagian tajuk tersebut akan memunculkan tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aplikasi strangulasi. Putra (2002) melakukan penelitian strangulasi jeruk pamelo dengan ukuran kawat yang berbeda. Hasilnya, ukuran kawat strangulasi harus disesuaikan dengan ketebalan kulit batang tanaman. Rosawani (2004) menambahkan bahwa ukuran kawat juga harus disesuaikan dengan umur tanaman. Sari (2006) menjelaskan bahwa periode strangulasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kandungan karbohidrat daun. Selanjutnya Naviati (2007) menyatakan strangulasi ganda menghasilkan pertumbuhan generatif dan kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan strangulasi tunggal.