BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Gambut 2.1.1. Pengertian Air Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (taksonomi tanah) tanah gambut disebut histosol. Dalam sistem klasifikasi lama, tanah gambut disebut dengan organosols yaitu tanah yang tersusun dari bahan tanah organik (Noor, 2001). Gambut adalah sisa timbunan tumbuhan yang telah mati dan kemudian diuraikan oleh bakteri anaerob dan aerob menjadi komponen yang lebih stabil. Selain zat organik yang membentuk gambut terdapat juga zat anorganik dalam jumlah yang kecil. Dilingkungan pengendapannya gambut ini selalu dalam keadaan jenuh air (lebih dari 90 %), (Sukandarrumidi, 1995). Gambut adalah onggokan bahan organik yang tersusun dari bahan kayuan atau lumut yang terjadi akibat kecepatan penimbunan lebih tinggi dibandingkan penguraiannya. Perbedaan kecepatan ini disebabkan oleh suhu dingin (di daerah non tropis) dan curah hujan yang tinggi (di daerah tropis). Proses pengendapan gambut tersebut umumnya terjadi di daerah depresi (cekungan) kemudian secara perlahan terjadi akumulasi bahan organik yang akhirnya membentuk endapan air gambut (Sugandi, 1996).
8 Universitas Sumatera Utara
9
Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di daerah pasang surut, berawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan, berasa asam (tingkat keasaman tinggi), dan memiliki kandungan organik tinggi. Gambut sendiri didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk dari dekomposisi tidak sempurna dari tumbuhan daerah basah dan dalam kondisi sangat lembab serta kekurangan oksigen. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Permenkes No.416/Menkes/Per/IX1990. Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri: intensitas warna yang tinggi, pH rendah, kandungan organik tinggi, kekeruhan dan kandungan partikel tersupsensi yang rendah dan kandungan kation rendah (Susilawati, 2011). Komposisi zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang memiliki ikatan aromatik kompleks yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH,-OH fenolat maupun –OH alkohol dan bersifat nonbiodegradable. Sifat ini juga menyebabkan sebagian besar organik pada air gambut sulit terurai secara alamiah. Kandungan organik pada air berpotensi membentuk senyawa karsinogenik antara lain THM (Trihalomethane) pada proses desinfeksi dengan khlor. Asam humat yang memiliki berat molekul 2.000-100.000 dalton memiliki potensi untuk membentuk organoklorin seperti THM dan HAA (haloacetic acid) relatif lebih besar daripada senyawa non humus (Zouboulis, 2004).
Universitas Sumatera Utara
10
Upaya untuk mereduksi senyawa humat dalam air gambut dilakukan dengan berbagai metoda baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penelitian yang dilakukan oleh Lema (2008), terhadap viabilitas isolat bakteri selulolitik pada humus menunjukkan bahwa aktifitas selulase isolat bakteri selulotik dapat menggunakan selulosa yang ada pada senyawa humat sebagai sumber karbon. 2.1.2. Karakteristik Air Gambut Air gambut merupakan air permukaan dari tanah bergambut dengan ciri yang sangat mencolok karena warnanya merah kecoklatan, mengandung zat organik tinggi serta zat besi yang cukup tinggi, rasa asam dengan pH 3-5 dan tingkat kesadahan rendah. Karakteristik air gambut menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air minum bagi masyarakat di daerah berawa seperti: 1.
Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan).
2.
pH yang rendah.
3.
Kandungan zat organik yang tinggi kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah.Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006). Beberapa karakteristik air gambut yang menyebabkan timbulnya gangguan
kesehatan adalah: 1.
Kadar pH rendah (3-4) sehingga bersifat sangat asam,
2.
Kadar organik tinggi
Universitas Sumatera Utara
11
3.
Kadar besi dan mangan tinggi
4.
Berwarna kuning hingga coklat tua (pekat) Air baku tersebut pada dasarnya tidak layak untuk dijadikan air baku untuk
air minum. Dibandingkan dengan air permukaan lainnya yang bersifat tawar, maka air dari daerah gambut perlu diolah secara spesifik dengan menambah tahapan dalam proses pengolahannya. Tahap tersebut berupa tahap netralisasi pH untuk menyesuaikan dengan pH normal dalam pengolahan air bersih pada umumnya dan tahap untuk menghilangkan warna. Proses netralisasi maupun proses lainnya seperti koagulasi, disinfeksi telah banyak dilaporkan di dalam literatur. Warna merah kecoklatan air gambut merupakan warna alami yang mengandung partikel-partikel koloid organik bermuatan positif yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi sehingga perlu ditambahkan gaya-gaya agar partikel itu dapat diendapkan. Penyebab utama diperkirakan adanya sebagian besar senyawa-senyawa hasil proses humifikasi (asam humat dan asam sulfat), disamping mineral Fe dan Mn. Kedua senyawa itu heterogen dalam berat molekul, kadar karboksil, kemasaman total dan kelarutannya dalam asam basa. Gambut terjadi pada hutan-hutan yang pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan tidak mampu melakukan tugasnya secara baik. akhirnya bahan-bahan organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang tertumpuk dan lambat laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20m. Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat
Universitas Sumatera Utara
12
pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob diperairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan dalam lapisan gambut tersebut. 2.1.3. Klasifikasi Air Gambut Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen (Anwar, 2002) : 1.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau
Universitas Sumatera Utara
13
drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Terbentuknya gambut ombrogen kebanyakan tidak jauh dari pinggiran pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering; kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian
lapisan
gambut
mulai
terbentuk
di
atasnya.
Penelitian
di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu, pada awalnya dengan laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0–5 m (Anderson, 2001). Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova, M., 2005) : 1.
Bog Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena terdapat kandungan organik.
2.
Fen Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang Biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH netral dan basa.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.4. Kualitas Air Gambut 2.1.4.1. Kualitas Fisik Air gambut memiliki karakteristik yang berbeda dari air tawar biasa. Warna kemerahan alami yang terdapat pada air gambut dapat dideteksi dengan colorimeter pada panjang gelombang 455 nm. Air gambut yang berasal dari Kasongan memiliki tingkat warna sebesar 374 TCU (total color unit). Disinyalir warna ini ada kaitannya dengan keberadaan asam humat di dalam air gambut. Nilai tingkat warna ini tentu saja jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan untuk air bersih yang dapat dikonsumsi berdasarkan PERMENKES RI No. 197/Tahun 2002 yaitu sebesar 15 TCU maksimal. Air gambut memiliki rasa asam oleh karena kandungan asam yang tinggi, sehingga air gambut tidak layak untuk dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Sementara itu beberapa parameter fisik lainnya, berada dalam kisaran normal seperti konduktivitas 0,0456 mS/cm, kekeruhan 3-10 NTU, DO 5,36 mg/l, suhu 27,2 C dan salinitas 0%. Sehingga secara fisik, penggolahan air gambut terutama harus mampu mereduksi warna sampai di bawah 15 TCU, serta dapat menetralisir keasaman agar air menjadi tidak berasa. Kombinasi penambahan PENETRAL pH, penyerap warna, dan koagulan telah diuji mampu mereduksi warna sampai batas 2 TCU.
Universitas Sumatera Utara
15
Tabel 2.1. Kualitas Fisik Air Gambut No
Parameter
Satuan
1 Warna TCU 2 Bau 3 Rasa 4 Konduktifitas mS/cm 5 Turbiditas NTU/FAU 6 DO Mg/l 7 Temperatur C 8 Salinitas % Sumber : Soemirat, 2009
Bahan Mutu Air Bersih 15 Tak berbau Tak terasa 0.0456 5 Suhu udara
Air Baku Gambut 374
Air Produksi 2
Asam
Tak terasa
3-10 5.364 27.2 0
0
Persyaratan kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik, maupun anorganik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2009). Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap keadaan kesehatan pengguna air. Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat
Universitas Sumatera Utara
16
organik, sehingga bila terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Slamet, 2007). 2.1.4.2. Kualitas Kimia Secara umum parameter kimiawi non logam berada dalam kisaran normal apabila dibandingkan dengan baku mutu air bersih, kecuali nilai pH yang sangat rendah 2.82 (baku mutu 6.5-8.5), konsentrasi sulphate yang relatif agak tinggi 32.21 mg/l (tidak ada nilai baku mutu) dan konsentrasi TOM (total organic mater) 619.42 mg/l (tidak ada nilai baku mutu). Sementara itu nilai konsentrasi ammonia tidak terdeteksi (bm 1.5 mg/l), nitrat 0.177 mg/l (bm 50 mg/l), nitrit 0.036 mg/l (bm 3 mg/l), kesadahan tidak terdeteksi (bm 500 mg/l), sianida 0.002 mg/l (bm 0.07 mg/l) dan fluorida 0.13 mg/l (bm 1.5 mg/l). Berdasarkan karakteristik kimiawi non logam tersebut di atas, maka pengolahan air gambut harus mampu menetralisir pH dari 2.82 menjadi dalam kisaran netral (6.5-8.5). Disamping itu kombinasi bahan/metode yang digunakan harus dapat menurunkan kandungan TOM dari 619.42 menjadi dalam kisaran normal. Kombinasi yang diaplikasikan mampu mereduksi konsentrasi sulphate dari 32.21 mg/l menjadi 20.07 mg/l. Sementara konsentrasi TOM turun dari 619.42 mg/l menjadi 244.5 mg/l. Hasil potitif ini layak untuk dikaji lebih jauh untuk mengetahui hasil optimal dari penggunaan kombinasi dengan konsentrasi yang paling ideal. Sebagai catatan tambahan, penggunaan sistem ultra filtrasi (UF), ternyata mampu mereduksi kandungan sulphate dari 32.21 mg/l menjadi 11.81 mg/l untuk UF pertama dan 14.65 mg/l untuk UF kedua. Sementara itu
Universitas Sumatera Utara
17
konsentrasi TOM turun dari 619.42 mg/l menjadi 289.6 mg/l untuk UF I dan 312.8 mg/l untuk UF II. Tabel 2.2. Kualitas Kimia Non Logam Air Gambut No
Parameter
1 pH 2 Amonia (NH3) 3 Nitrat 4 Nitrit 5 Total N 6 Phospat 7 Total P 8 Sulfat 9 Kesadahan (CaCO3) 10 Sianida 11 Florida 12 TOM 13 Fenol Sumber : Soemirat, 2009
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Standar Mutu 6.5-8.5 1.5 50 3
500 0.07 1.5 619.42 0.2
Air Gambut 2.82 Ttd 0.177 0.036 0.566 0.429 0.9398 32.21 Ttd 0.002 0.13 244.5
Air Produksi
0371 0.114 1.046 20.07 Ttd
Hasil analisa kualitas kimiawi logam yang dilakukan terhadap air gambut ditampilkan dalam tabel 2.2. dari sebelas (11) parameter logam yang dianalisa, hampir semua berada dalam kisaran normal dibawah ambang baku mutu, kecuali konsentrasi besi total (Fe) yang sedikit lebih tinggi yaitu 0.414 mg/l (bm 0.3 mg/l). Hasil ini tentu saja cukup mempermudah permasalahan dalam rangka meningkatkan kualitas air gambut menjadi air bersih. Perhatian perlu difokuskan pada dua parameter umum yaitu kandungan Fe total dan Mn sebelum dan setelah proses pengolahan air gambut. Kombinasi yang diaplikasikan mampu menurunkan konsentrasi Fe total dari 0.414 mg/l menjadi 0.213 mg/l, dan menurunkan konsentrasi Mn dari 0.061 mg/l menjdi di bawah 0.007 mg/l. Sementara kombinasi tersebut dapat mereduksi Fe dan Mn masing-masing menjadi 0.09 mg/l dan 0.008 mg/l.
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel 2.3. Kualitas Kimia Logam Air Gambut No
Parameter
1 Air raksa 2 Arsen 3 Besi 4 Kadmium 5 Seng 6 Tembaga 7 Timbal 8 Mangan (Mn) 9 Kalsium 10 Magnesium 11 Krom (Cr) Sumber : Soemirat, 2009
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Standar Mutu 0.01 0.01 0.3 0.003 3 2 0.05 0.1
Air Gambut <0.0005 <0.005 0.41 <0.007 0.058 <0.006 <0.006 0.061 21.1 0.21
Air Produksi
0.05
2.1.4.3. Kualitas Biologi Air gambut mengandung bakteri E. Coli dan coliform masing masing sebanyak 78 kol/100ml dan 109 kol/100ml. Sehingga air ini tidak layak dikonsumsi atau digunakan lansung untuk keperluan rumah tangga sehari-hari sebagimana ditentukan oleh KEPMENKES No. 197 tahun 2002. Untuk itu diperlukan bahan disinfektan guna menghilangkan/mematikan kandungan bakteri di dalam air gambut dalam proses pengolahannya menjadi air bersih. Tabel 2.4. Kualitas Biologi Air Gambut No
Parameter
1 E.coli 2 Coliform Sumber : Soemirat, 2009
Satuan Cool/100ml Cool/100ml
Standar mutu 0 0
Air gambut 78 109
Air produksi 0 0
2.1.5. Pengolahan Air Gambut Pengolahan air bersih sangat penting untuk memperbaiki kualitas sumber air yang tercemar. Dari semua proses pengolahan air bersih secara umum, disinyalir bahwa tahap koagulasi flokulasi merupakan tahap penting karena
Universitas Sumatera Utara
19
mempengaruhi efektivitas tahap pengolahan air berikutnya. Penggunaan koagulan alum maupun PAC sudah sangat umum untuk meningkatkan kualitas air baku menjadi air bersih. Hal ini juga diperluas dalam rangka mengolah air gambut. berbagai gabungan metode telah dilaporkan dalam literatur dalam rangka menurunkan tingkat warna, diantaranya netralisasi, koagulasi, aerasi, filtrasi sampai penggunaan UF. Hasil yang diperoleh pun cukup bervariasi tergantung dari karakteristik air bakunya. Penggunaan bahan penyerap warna dengan dikombinasi bersama koagulan dan penetral pH belum terlalu banyak dilaporkan dalam literatur walaupun kombinasi tersebut cukup potensial untuk meningkatkan kualitas air gambut menjadi air bersih (Sutapa, 2003 dan Zhan, 2004). Air gambut memerlukan pengolahan baik secara sederhana di tingkat rumah tangga maupun pengolahan komunal dalam skala besar sehingga tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan. Pengolahan air gambut hendaknya menggunakan bahan bahan yang mudah didapat disekitar lokasi, dengan harga terjangkau, serta mudah dioperasikan. Tahapan proses pengolahan yang umum digunakan terdiri dari 1). Pengolahan air gambut secara konvensional dan 2). Pengolahan air gambut secara modern. 2.1.5.1. Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional Pengolahan air gambut untuk menjadi air bersih, membutuhkan beberapa tahapan pengolahan agar kandungan asam dan bahan kimia lain dapat hilang dan sesuai dengan kriteria air bersih. Adapun tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
20
1.
Netralisasi Netralisasi merupakan suatu usaha untuk mengubah pH atau keasaman air menjadi normal (netral, pH 7-8). Secara teoritis pH dari 0 sampai 14, dimana 0 sangat asam dan 14 sangat basa, pH normal berkisar 7 sampai 8. Untuk air yang bersifat asam, misalnya air gambut, yang paling murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur (CaO)/gamping (CaCO 3). Fungsi dari pemberian kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas proses selanjutnya, antara lain: a.
Proses oksidadi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada pH 7-8
b.
Proses oksidasi dengan chlorine efektif pada pH 7-8,5
c.
Proses koagulasi efektif pada pH ≥ 6
d.
Pengendapan logam efektif pada pH ≥ 8 Hal penting lainnya adalah air olahan yang dihasilkan netral sesuai
dengan kualitas air minum (pH 6,5-8,5). Dalam instalasi air minum, bertujuan untuk mengendalikan korosi perpipaan dalam system distribusi, dimana korosi membentuk racun pada pH <6,5 atau pH>9,5. Zat alkali digunakan untuk menaikkan pH air yang rendah dan menaikkan alkalinitas air baku agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan baik dan efektif. Cara pembubuhan dapat dilakukan dengan cara kering dan cara basah (melarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu).
Universitas Sumatera Utara
21
2.
Aerasi Aerasi
merupakan
suatu
cara
untuk
mengontakkan
atau
menggabungkan antara udara dan air baku. kandungan zat besi dan mangan yang terdapat dalam air akan bereaksi dengan oksigen yang terdapat dalam udara sehingga terbentuk senyawa besi dan mangan yang bisa mengendap. Zat tersebut (Fe dan Mn) memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan hasil pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklatan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, methan, carbon dioksida dan gas-gas racun lainnya. Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan oksigen dari udara adalah pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar 7 (tujuh). Oleh karena itu, sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak menyamping dari pH standart untuk air minum yaitu pH 6.5 – pH 8.5. Oksidasi mangan dengan oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar mangannya tidak terlalu tinggi maka sebagian mangan dapat juga teroksidasi dan terendapkan. 3.
Koagulasi tahap I Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. cara paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan
Universitas Sumatera Utara
22
tawas/alum atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18H2O (berupa kristal berwarna putih). Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan aluminium hidroksida, Al(OH)3, yang berupa partikel padat yang akan menarik partikelpartikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut, yaitu: sejumlah tawas/alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukan ke dalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukan dikurangi sedemikian rupa sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap. 4.
Koagulasi tahap II dan flokulan Pengendapan kotoran tahap kedua dengan penggunaan tawas untuk mengikat dan membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar lagi sehingga kotoran bisa mengendap. Selanjutnya gumpalan-gumpalan yang telah terbentuk diikat oleh flokulan sehingga bisa membentuk gumpalan yang lebih besar lagi. gumpalan tersebut akan lebih mudah dan cepat mengendap sehingga air bersih dapat diperoleh.
5.
Sedimentasi Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masingmasing partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun kerapatan selama proses pengendapan berlangsung. Partikel-partikel padat
Universitas Sumatera Utara
23
akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya kelembaman dalam cairan. Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a.
Sedimentasi secara alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena gaya beratnya sendiri tanpa tambahan bahan kimia.
b.
Sedimentasi non alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena penambahan bahan lain, sehingga partikel dapat bergabung menjadi lebih besar, berat dan stabil sehingga gravitasinya lebih besar. Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: diameter
butiran, berat jenis butiran, berat jenis zat cair, kekentalan, dan kecepatan aliran. Setelah kotoran mengendap, air akan tampak lebih jernih. Endapan yang terkumpul di dasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang terdapat di bawah tangki. 6.
Filtrasi Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Proses filtrasi ini untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam air melalui media biopori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan media filter. Media filter bisanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite, garnet, ilmeniet, polystiren dan lainnya. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.1. Proses Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional 2.1.5.2. Proses Pengolahan Air Gambut Secara Modern Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air menjadi berwarna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin. Asam humus adalah senyawa organik dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai kehitaman, terbentuk karena pembusukan tanaman dan hewan, sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu yang cukup lama (Notoadmodjo, 2004). Menurut kajian pusat sumber daya geologi departemen energi dan sumber daya mineral air gambut di Indonesia merupakan salah satu sumber daya air yang masih melimpah, melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya lahan
Universitas Sumatera Utara
25
gambut di Indonesia mencakup luas 26 juta ha yang tersebar di pulau Kalimantan (50%), Sumatera (40%) sedangkan sisanya tersebar di papua dan pulau-pulau lainnya. dan untuk lahan gambut Indonesia menempati posisi ke-4 terluas setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007). Secara umum juga diketahui bahwa kondisi air di Indonesia, umumnya mengandung besi dan mangan. Secara prinsip, penghilangan besi/mangan adalah melalui proses oksidasi, yaitu dengan menaikan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan untuk merubah bentuk besi atau mangan terlarut menjadi besi/mangan tidak terlarut (endapan). Endapan inilah yang akan diproses secara sedimentasi dan filtrasi menggunakan pasir aktif. Teknologi pengolahan air lebih kurang sama dengan meracik resep, dibutuhkan jenis bahan dan takaran yang tepat agar menghasilkan air olahan yang bagus dan berkualitas. Selain teknologi konvensional, saat ini sudah banyak dikenal orang teknologi pengolahan air dengan menggunakan membran, baik membrane ultrafiltrasi maupun membrane reverse osmosis. 1.
Teknologi ultrafiltrasi (UF) Teknologi membran ultrafiltrasi (UF) merupakan salah satu terobosan teknologi yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan air bersih. Sifat membran yang sangat selektif telah terbukti mampu rnemisahkan berbagai kontaminan dari dalam air sehingga diperoleh air yang bersih, baik secara fisik, kimia maupun biologi dan bahkan aman untuk dikonsumsi.
Universitas Sumatera Utara
26
Ultrafiltrasi atau ultra filtration adalah suatu teknologi filtrasi dengan besaran pori 0.01 mikron Sistem kerja dari ultra filtration sebagai berikut: Air masuk dengan tekanan rendah +/- 1.5 bar melalui lubang halus dengan diameter 0.5-2 mm. Ukuran pori filter 0.01-0.05 μm (sebagai pembanding sehelai rambut memiliki besar 50μm – jadi pori-pori dari UF ini 500 kali lebih besar) Kontaminasi dengan ukuran yang lebih besar dari 0.05μm tertahan dan terbuang secara berkala pada saat dilakukan back flushing ataupun forward flushing. Keunggulan dari sistem UF ini adalah pori-pori yang memiliki nilai absolut dibandingkan dengan filter biasa. Filter UF memiliki ukuran sangat kecil dibandingkan dengan bakteri sehingga lebih steril dari filterisasi biasa. Penghambat mikroorganisma dan bakteri yang lengkap. Kualitas hasil yang difilter tidak tergantung dari air masuk. Ultrafiltration juga dapat membuang chlorine resistant germs seperti cryptosporidium. Konsentrat (air limbah) juga akan terbuang. Dalam sistem yang dirangkai secara lengkap dapat menurunkan biaya investasi. dan juga biaya perawatan. Memungkinkan sistem yang full otomatis. dapat membuang hampir semua film-forming pada membrane reverse osmosis, sehingga dapat memperpanjang umur membran. 2.
Sistem reverse osmosis (RO) Menggunakan membran yang bersifat selektif semi permeabel dapat memisahkan air murni dari kotoran bahan pencemarnya. Membran yang berdimensi 0,0001 mikron mampu bekerja hingga memurnikan air dari berbagai efek pencemaran seperti fisika, kimia dan mikrobiologi. Proses
Universitas Sumatera Utara
27
pemisahan air murni dari kotoran bahan pencemarnya meliputi adalah meliputi oksidasi, filtrasi dan desalinasi dengan sistem osmosa balik (Reverse osmosis). a.
Prinsip dasar RO (Osmosa balik) Apabila dua buah larutan dengan konsentrasi encer dan konsentrasi
pekat dipisahkan oleh membran semi permeabel, maka larutan dengan konsentrasi yang encer akan terdifusi melalui membran semi permeabel tersebut dan masuk ke dalam larutan yang pekat sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi. Phenomena tersebut dikenal sebagai proses osmosis. sebagai contoh misalnya, jika air tawar dan air payau/asin dipisahkan dengan membran semi permeabel, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin melalui membran semi permeabel tersebut sampai terjadi kesetimbangan. Daya penggerak yang menyebabkan terjadinya aliran/difusi air tawar ke dalam air asin tersebut dinamakan tekanan osmosis. besarnya tekanan osmosis tersebut dipengaruhi oleh karakteristik/jenis membran, temperatur air, dan konsentarsi garam serta senyawa lain yang terlarut dalam air. Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari air asin ke air tawar melalui membran semi permeabel, sedangkan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan garammya sehingga menjadi lebih pekat. proses tersebut dikenal dengan proses osmosa balik.
Universitas Sumatera Utara
28
b.
Proses RO (Osmosa balik) Pemisahan air dari pengotornya pada proses desalinasi dengan menggunakan membran, didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul. Di dalam proses desalinasi air payau dengan sistem osmosa balik ini, tidak dimungkinkan untuk memisahkan seluruh garam dari air gambutnya, karena akan membutuhkan tekanan yang sangat tinggi. untuk mengolah air payu menjadi air tawar, air baku yaitu air payau dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam suatu modul membran osmosa balik yang mempunyai dua buah pipa keluaran, yakni pipa keluaran untuk air tawar yang dihasilkan (product) dan pipa keluaran untuk air garam yang telah dipekatkan (reject). Didalam membran osmosa balik terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul, dimana partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul air, seperti molekul garam dan lainnya, akan terpisah dan akan ikut ke dalam air buangan. Oleh karena itu, untuk menjaga membran dari kebuntuan, air yang akan masuk ke dalam membran osmosa balik harus mempunyai persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi dan mangan harus < 0,1 mg/l, pH netral dan harus selalu dikontrol agar tidak terjadi pengerakan kalsium karbonat dan lainnya. Pengolahan air payau dengan sistem osmosa balik terdiri dari dua bagian, yakni unit pengolahan awal (pretreatment) dan unit pengolahan lanjutan (treatment), yaitu unit osmosa balik.
Universitas Sumatera Utara
29
2.1.6. Pengguna Air Gambut Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik biasanya dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsunsi atau melakukan aktifitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya untuk mencuci, mandi, dan memasak. Adapun pengguna air dalam hal ini adalah semua anggota keluarga yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua yang menggunakan air sebagai kebutuhan sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan. air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah pinggiran pantai yang memerlukan pengolahan sebagai air minum. air gambut memerlukan pengolahan lebih lanjut dengan menggunakan penyaringan atau filter. Masyarakat penguna air gambut sering kali mengeluh akibat penggunaan air gambut karena tidak memenuhi syarat kesehatan, namun terus di gunakan karena sulitya mendapatkan air bersih.
2.2. Gangguan/Keluhan Kesehatan Keluhan kesehatan adalah seseorang yang mengalami gangguan kesehatan karena penggunaan air gambut, yang menyebabkan terganggunya kegiatan seharihari. Pada umumnya keluhan kesehatan utama yang banyak dialami oleh penduduk adalah panas, sakit kepala, batuk, pilek, diare, asma/sesak nafas, sakit gigi,kulit gatal-gatal dan panu. Air gambut tergolong ke dalam air yang tidak memenuhi syarat kesehatan baik dari segi fisik, kimia maupun mikrobiologisnya. air yang keruh, bau dan
Universitas Sumatera Utara
30
berwarna mencerminkan adanya sejumlah mikroba patogen dan zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun yang anorganik. gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh air gambut antara lain adalah: 1.
Kerusakan gigi (keropos) Kerusakan gigi (keropos) pada umumnya terjadi karena penggunaan air
gambut secara terus menerus sehingga menyebabkan gigi menjadi keropos. pH yang terdapat dalam air gambut sangat rendah, (pH) yang rendah dapat menyebabkan kerusakan lapisan gigi (email) sehingga gigi cepat keropos (Musadad, 1998). 2.
Diare Diare dapat juga disebabkan karena air gambut yang mengandung kadar
Fe tinggi dalam tubuh dapat merusak dinding usus dan bersifat iritan bagi saluran gastro-intestinal yang menimbulkankan diare oleh Parullian (2009), dan menurut teori Klasik, penyakit ini disebabkan karena bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air yang sumbernya dari mikro organisme yang merugikan seperti, E.coli, shigella, salmonella, yang terkontaminasi pada air (Hamidah, 2009). 3.
Infeksi pada kulit Infeksi pada kulit, gatal-gatal/panu umumnya berada pada bagian belakang
dan tidak diakibatkan langsung oleh penggunaan air gambut tetapi seperti karena adanya infeksi kulit, kulit kering dan bersisik adalah satu masalah kulit yang sering terjadi dimana kulit kering dan bersisik biasanya memiliki kadar minyak yang sangat rendah cenderung cukup sensitif karena tidak dapat mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
31
kelembabannya kulit akan terlihat kusam, salah satu faktor penyebab kulit bersisik adalah faktor lingkungan (Herbowo, 2012). 4.
Kerusakan Usus Kerusakan usus, disebabkan logam berat atau ferum (Fe) yang berwarna
putih keperakan liat dan dapat dibentuk di alam didapat sebagai hematile. Didalam air minum besi (Fe) menimbulan rasa warna (kuning) pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. zat besi (Fe) Suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluh reaksi kimia yang penting dalam tubuh. Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkan kejaringan tubuh. bahkan kematian jika dikonsumsi secara terus menerus. Hal ini bisa terjadi karena air gambut yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi. Besi (Fe) dapat terkumpul dalam tubuh jika seseorang mendapatkan terapi zat besi dalam jumlah yang berlebihan atau dalam waktu yang terlalu lama, menerima tranfusi darah menderita alkoholisme menahun, hemokromatosis merupakan penyakit kelebihan zat besi (Fe) yang diturunkan yang bisa berakibat fatal tetapi mudah diobati akibat terlalu banyak zat besi (Fe) diserap dalam tubuh menyerang lebih dari 1 juta orang di AS (Cahyo, 2004). Besi (Fe) dalam dosis besar dapat merusak dinding usus kematian sering disebabkan karena rusaknya dinding usus ini. Debu besi juga dapat diakumulasi didalan alveoli dan menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Sumirat, 1996).
Universitas Sumatera Utara
32
5.
Keracunan mangan (Mn) Keluhan pada logam mangan (Mn) mampu meninbulkan keracunan kronis
hingga berdampak menimbulkan lemah pada kaki dan otot, muka kusam dan dampak lanjutan bagi manusia yang keracunan mangan (Mn) bicaranya lambat dan hyperrefleksi (Palevi, 2008). Toksisitas Mn hampir sama dengan nikel dan tembaga. Mangan bervalensi 2 terutama dalam bentuk permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat mengganggu membrane mucous, menyebabkan gangguan
kerongkongan,
gangguan
tulang,
osteoporosis,
gangguan
kardiovaskuler, hati, reproduksi dan perkembangan mental, hipertensi, hepatitis, perubahan warna rambut, kegemukan, masalah kulit, kolesterol dan menyebabkan epilepsi (Janelle, 2004).
Universitas Sumatera Utara
33
2.3. Kerangka Konsep Penelitian ini merupakan analisis deskriptif tentang karakteristik penggunaan air gambut dan keluhan kesehatan di Desa Sifalaete Tabaloho Kecamatan Gunung Sitoli Kabupaten Nias, sehingga kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : KARAKTERISTIK PENGGUNA 1. 2. 3. 4.
Umur Pendidikan Pekerjaan Lama menggunakan air gambut KELUHAN KESEHATAN
PENGGUNAAN AIR GAMBUT
-
Ada keluhan Tidak Ada keluhan
KUALITAS AIR GAMBUT – – –
pH Fe Mn Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara