TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Mikoriza
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya. Mikoriza tersebar sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada (Subiksa, 2007).
Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Myces) dan perakaran (Rhizo) tumbuhan tingkat tinggi. Dalam kenyataannya di alam, makhluk renik ini mempunyai tanggung jawab yang sangat penting yakni untuk mempertahankan kesinambungan akan ketersediaan hara dalam suatu ekosistem tumbuhan, dan adanya gangguan pada keberadaannya, maka akan berakibat fatal terhadap stabilitas ekosistem tumbuhan tersebut (Setiadi b, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pada semua ekosistem, mikoriza berperan menghubungkan tumbuhan dengan tanah hingga kemampuan akar dalam menyerap air dan unsur hara menjadi lebih tinggi. Hubungan tersebut mampu mempengaruhi lingkungan perakaran di sekitarnya secara dinamis yang selanjutnya disebut sebagai mikorizosfer, yaitu suatu lingkungan di bawah tanah lapisan atas (top soil) yang terkondisi karena hubungan fungi pembentuk mikroriza (Widyastuti et al., 2005).
Pembagian Mikoriza
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang (host), mikoriza dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Setiadi a, 2001). Beberapa karakteristik yang dapat dilihat pada ektomikoriza adalah : (a) akar yang terifeksi membesar, bercabang, dan rambut-rambut akar menjadi tidak nampak, (b) dalam sayatan korteks melintang akan nampak permukaan akar ditutupi oleh miselia yang disebut dengan fungal sheat (mantel), (c) nampak beberapa hifa yang keluar disebut dengan rhizomorphs. Hifa ini berfungsi sebagai alat yang efektif untuk membantu penyerapan unsur hara dan air, (d) nampak hifa yang membentuk struktur seperti net (jala) diantara dinding sel jaringan korteks yang biasa disebut dengan hartig net, (e) hifa tidak masuk ke dalam sel, tetapi hanya
berkembang
diantara
dinding
sel
jaringan
korteks
(Setiadi b, 2001 dan Widyastuti at al., 2005). Endomikoriza dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa yang menembus ke dalam sel-sel korteks dan dari sel yang satu ke sel yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabangcabang yang disebut arbuskula dan pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang mengandung minyak yang disebut vesikular sehingga struktur ini adalah dasar untuk menunjukkan endomikoriza sebagai mikoriza vesikuler-arbuskular. Vesikel berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang diameternya lebih kecil dari 1 mm. Sedangkan arbuskula disebut berfungsi menyediakan unsur hara atau mentransfer hara dari tanah ke tanaman sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Setiadi, 1999; Manan, 1976; Wydiastuti at al., 2005).
Klasifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan salah satu tipe cendawan endomikoriza yang masuk dalam kelas zygomycetes dengan ordo Glomales. Terdiri dari dua sub ordo yaitu sub ordo satu Gigasporineae famili Gigasporaceae dengan dua genus yaitu Gigaspora dan Scuttellospora, sub ordo dua yaitu Glomineae dan terdiri dari dua famili yaitu Glomaceae dengan genus Sclerocytis dan Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora (Kramadibrata, 1999 dan Setiadi, 1999). Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat dibedakan dari ektomikoriza dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut : (1) sistem perakaran yang terinfeksi tidak membesar, (2) cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (3) hifa menyerang kedalam individu sel jaringan korteks, (4) pada umumnya ditemukan struktur khusus berbentuk oval yang disebut vesikel. Pada tipe CMA dikenal enam genus yaitu : Glomus,
Universitas Sumatera Utara
Sclerocytis,
Gigaspora,
Scutellospora,
Acaulaspora,
dan
Entrophospora
(Setiadi b, 2001).
Struktur Umum Cendawan Mikoriza Arbuskula
Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat dibedakan dari ektomikoriza dengan memperhatikan karakteristik berikut ini : (a) sistem perakaran yang terinfeksi tidak membesar, (b) cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (c) hifa menyerang kedalam individu sel jaringan korteks, (d) pada umumnya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut dengan arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel (Setiadi b, 2001). Struktur CMA meliputi hifa eksternal, hifa internal, spora, arbuskula atau vesikula. Infeksi cendawan hanya pada korteks primer sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan akar. Proses infeksi dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis. Hifa dari CMA tidak bersekat, hifa ini terdapat diantara sel-sel korteks akar dan bercabang-cabang di dalamnya, tetapi tidak sampai masuk ke jaringan stele. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula (Moose, 1981). Terdapat tiga komponen dalam sistem asosiasi akar CMA yaitu akar tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal yaitu bagian hifa yang menjulur ke luar akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal yaitu bagian hifa yang masuk ke
Universitas Sumatera Utara
dalam akar dan menyebar dalam akar. Pengamatan terhadap hifa internal sangat penting untuk menentukan sampai sejauh mana tingkat kolonisasi akar tersebut oleh CMA. Hifa CMA ini sangat halus dengan diameter bervariasi antara 2-27 µm dan transparan. Oleh karena itu untuk pengamatannya diperlukan pewarnaan (Sumarni, 2001).
Distribusi dan Ekologi Cendawan Mikoriza Arbuskula
Cendawan mikoriza arbuskula mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm tetapi walaupun demikian juga, masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. CMA tersebar secara aktif (tumbuh dengan mycelium dalam tanah) dan tersebar secara pasif dimana CMA tersebar dengan angin, air atau mikroorganisme dalam tanah (Coyne, 1999). Cendawan mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis CMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan positif terhadap inokulasi CMA. Konsep ketergantungan tanaman akan CMA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan CMA untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada keberadaan CMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi CMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya asosiasi dengan CMA (Setiadi a,2001). Lingkungan dan faktor biotik diketahui memiliki pengaruh terhadap pembentukan CMA dan derajat infeksi dari sel korteks inang. Perbedaan waktu yang diperlukan untuk infeksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara
Universitas Sumatera Utara
lain : kerapatan akar, rata-rata pertumbuhan akar, jumlah spora/unit volume tanah, persentase perkecambahan spora dan rata-rata pertumbuhan hifa. Interaksi antar faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan tanaman yang diinokulasi. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan CMA dalam hal suplai dan keseimbangan hara, kelembaban dan pH tanah (Richards,1987). Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi CMA. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay) merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran lebih besar daripada spora Glomus (Baon,1998). Cendawan mikoriza arbuskula yang membentuk asosiasi simbiotik dengan akar tanaman inangnya hidup di dalam dan di luar jaringan akar (dalam tanah), fenomena ini dapat secara langsung berinteraksi dengan mikroba tanah lainnya atau secara tidak langsung melalui perubahan fisiologi inang (akar dan pola eksudasi). Hal yang sama juga dapat disebabkan oleh simbion akar lain, seperti bintil akar yang secara tidak langsung mempengaruhi perilaku CMA dengan mengubah fisiologi inangnya. Perubahan yang terjadi pada mikrorizosper dipengaruhi oleh inang dan faktor-faktor edafik seperti pH tanah, kelembaban, komposisi nutrisi, bahan organik dan fisik inang. Faktor edafik ini bersama dengan iklim mempengaruhi pertumbuhan dan fisiologi tanaman inang (Lestari, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting di samping air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi ekologi CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi CMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya (La AN, 2007). Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) mengekstrak sumber ion P dari pool posfat yang solubel dalam tanah, bentuk P yang diserap yaitu H2PO4ˉ, selain posfat hifa eksternal CMA dapat meningkatkan penyerapan unsur-unsur nutrien lain seperti N (NH4 atau NO3ˉ, K+ dan Mg+ yang bersifat mobil dan juga unsurunsur mikro seperti Zn, Cu, Mn, B, Mo (Sieverding, 1991). Secara fisik pada tanah yang dikatakan subur terdapat sejumlah besar agregat, baik makro ataupun mikro yang stabil. Hifa eksternal CMA yang berkembang ke dalam tanah dapat mengikat partikel-partikel tanah dan membentuk agregat sehingga jumlah partikel tanah yang terdegradasi jauh lebih banyak dibandingkan tanaman yang bermikoriza. Pembentukan agregat tanah yang stabil dengan CMA merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesuburan fisik tanah (Baon, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Jamur mikoriza vasikular arbuskular (MVA) mengadakan asosiasi dengan akar tanaman dan infeksinya pada bagian korteks akar. Di dalam akar, jamur CMA membentuk arbuskular dan vesikel. Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan 2 – 3 kali luas permukaan plasmolema akar, dan dapat digunakan untuk memindahkan nutrien antara jamur dan tanaman. Arbuskul dapat terbentuk 2 – 3 hari setelah infeksi. Di dalam akar juga terbentuk vesikel yang merupakan organ penyimpan. Jika korteks sobek, vesikel dibebaskan ke dalam tanah, dan selanjutnya dapat berkecambah yang merupakan propagul yang efektif. Bagian penting pada CMA ialah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar tanaman. Hifa ini membantu untuk memperluas daerah penyerapan akar tanaman. Panjang miselium eksternal dapat mencapai 80 cm per cm panjang akar (Hidayat at al., 2006). Suhu yang relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk daerah
tropika
basah,
hal
ini
menguntungkan.
Proses
perkecambahan
pembentukkan CMA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh cendawan CMA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam Atmaja (2001) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis CMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas CMA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. CMA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir (La AN, 2007). Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung funsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001).
Universitas Sumatera Utara
KONDISI UMUM HUTAN PEGUNUNGAN SINABUNG
Hutan pegunungan Sinabung merupakan hutan lindung berupa hutan alam pengunungan yang tergabung dalam Tahura Bukit Barisan. Gunung Sinabung ini mempunyai ketinggian mencapai 2.451 mdpl dan dikenal secara lokal, nasional bahkan Internasional. Dilihat dari letak geografisnya gunung ini berada pada 03011’’ – 03012’’ LU dan 98022’’- 98024’’ BT. Sedangkan secara administrasi daerah ini berada di desa Kuta Gugung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah + 140 m di atas permukaan laut (PAYA LAH-LAH MARDINGDING) dan yang tertinggi ialah + 2.451 meter diatas permukaan laut (GUNUNG SINABUNG). Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi Bukit Barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka di wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal. Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 meter di atas permukaan air laut. Tipe iklim daerah ini adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000 - 4.000 mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei. Suhu udara berkisar antara 18,40C sampai dengan 19,30C dengan kelembaban udara rata-rata setinggi 88,39 persen (BPS SUMUT, 2007).
Universitas Sumatera Utara