BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian
2.1.1
Auditing
2.1.1.1 Definisi Auditing Banyak para pakar memberikan batasan tentang audit. Pada dasarnya para pakar memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian auditing sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan oleh masing–masing pakar dalam perumusannya. Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2012:24) mengemukakan definisi Auditing adalah sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.” Menurut Agoes (2004:3) adalah: Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara teknis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Secara umum pengertian auditing menurut Mulyadi (2002:9): Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai penyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
11
12
Sedangkan menurut Mulyadi (2002:11) ditinjau dari sudut pandang profesi akuntan publik, auditing adalah: “Pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.” 2.1.1.2 Jenis Audit Menurut Gondodiyoto (2007:92), mengemukakan jenis-jenis audit sebagai berikut: 1.
Audit keuangan (general financial audit) a.
Memeriksa ada atau tidaknya salah saji materialitas terhadap seluruh informasi keuangan perusahaan (financial statements).
b.
Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Keuangan.
c.
Laporan audit bentuk baku dan dengan opni Akuntan/ Auditor.
d.
Pemakai laporan dari pihak ekstern & intern.
e.
Periode audit segera setelah tahun buku berakhir, frekuensi 1x/ tahun.
2.
f.
Untuk perusahaan PT Tbk. (go public) ditentukan oleh peraturan.
g.
Data aktual lazimnya historis (ada juga yang prospektif).
h.
Lazimnya dilakukan oleh akuntan/ auditor eksternal independen.
Audit keuangan khusus (special audit) a.
Audit dilakukan secara lebih mendalam, bukan hanya audit terhadap laporan keuangan (general financial audit).
13
b.
Bersifat mendalam (special assignment, misalnya pemeriksaan tuntas, due diligent), atau yang bersifat investigasi (investigative audit).
3.
Audit ketaatan (compliance audit) a.
Audit atas kepatuhan terhadap peraturan, penelitian upah untuk menentukan kesesuaiannya dengan peraturan upah minimum, memeriksa surat perjanjian kredit bank dengan nasabahnya dan sebagainya.
b.
Dilakukan oleh orang kompeten/ independen.
c.
Penilaian terhadap kesesuaian antara pelaksanaan dengan kriteria yang ditetapkan.
d. 4.
Kesimpulan/ temuan, rekomendasi/ usul/ saran perbaikan.
Audit operasional (operational/ management audit). a.
Dilakukan
oleh
orang
kompeten/
independen
terhadap
operasionalisasi entitas/ segmen/ divisi tertentu. b.
Efektif/ efisien/ ekonomis tidaknya suatu operasionalisasi entitas.
c.
Lebih berorientasi pemeriksaan kinerja.
d.
Laporan pemeriksaan tidak baku.
e.
Laporan dipakai pihak intern saja, khususnya atasan langsung.
f.
Pelaksanaan & frekuensi tergantung kebutuhan/ kemauan pimpinan organisasi.
g.
Data potensial atau kecenderungan kedepan yang mungkin terjadi
14
h.
Laporan audit bersifat kesimpulan/ temuan dan rekomendasi/ usul/ saran perbaikan.
5.
Audit sistem informasi a.
Ialah pemeriksaan atau audit yang dilaksanakan dalam rangka IT Governance (sebenarnya merupakan audit operasional secara khusus terhadap pengelolaan sumber daya informasi).
b.
Berbeda dengan general audit yang bersifat memberikan keyakinan kepada top management apakah pengelolaan sistem informasi di perusahaannya sudah on the right track.
c.
Karena yang diaudit ialah tata kelola TI (IT Governance), maka yang diperiksa antara lain adalah teknologi informasi itu sendiri.
6.
Investigative audit a.
Gabungan dari compliance & operational audit.
b.
Dilakukan orang kompeten/ independen.
c.
Kriteria ditetapkan lebih dahulu dan jelas.
d.
Bukti yang diperlukan cukup.
e.
Informasi yang relevan dapat diperoleh.
f.
Evaluasi atas kesesuaian antara bukti/ informasi dengan kriteria.
g.
Evaluasi terhadap efisiensi & efektivitas.
h.
Kesimpulan/
rekomendasi
perbaikan
(compliance) dan efisiensi serta efektivitas. 7.
Audit forensik (forensic audit).
terhadap
kesesuaian
15
a. Dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan dalam opini sebagai saksi ahli dalam proses legal. b. Jenis-jenis penugasannya antara lain: -
Investigasi kriminal.
-
Bantuan dalam konteks perselisihan para pemegang saham.
-
Masalah gangguan usaha (business interruption)/ jenis lain dari klaim asuransi.
8.
Bussiness/ employee fraud investigation. Audit terhadap kecurangan (fraud audit) a.
Merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/ keganjilan obyek yang perlu dilakukan audit.
b.
Mencegah terjadinya kecurangan (preventing fraud) mendeteksi (detecting) maupun pemeriksaan kecurangan (investigating fraud).
9.
Audit e-commerce/ webtrust Audit terhadap e-commerce bersifat audit TI “front-office system”.
2.1.1.3 Jenis Auditor Jenis-jenis auditor menurut Messier, Glover, Prawitt, dan Douglas (2006:5) klasifikasi auditor terbagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1.
Auditor eksternal (external auditor) Sering disebut sebagai auditor independen atau bersertifikat akuntan publik (disingkat BAP, atau certified public accountant-CPA).
16
Disebut eksternal atau independen karena mereka tidak dipekerjakan oleh entitas yang diaudit. 2.
Auditor internal (internal auditor) Auditor yang dipekerjakan oleh satu perusahaan persekutuan, badan pemrintah, individu, dan entitas lainnya. Institut Auditor Internal (Institute of Internal Auditor IIA) adalah organisasi utama yang mendukung auditor internal. Mereka dapat membantu auditor eksternal dengan audit laporan keuangan tahunan.
3.
Auditor Pemerintah (governance auditor) Dipekerjakan oleh badan federal, Negara bagian, dan lokal. Secara umum mereka dapat dianggap sebagai bagian dari kategori yang lebih luas dari auditor internal.
4.
Auditor Forensik (forensic auditor) Dipekerjakan oleh perusahaan, badan pemerintah, kantor akuntan publik, dan perusahaan jasa konsultasi dan investigasi. Mereka dilatih untuk mendeteksi, menginvestigasi, dan mencegah kecurangan serta kejahatan kerah putih. The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) adalah organisasi utama yang mendukung auditor forensik.
2.1.1.4 Standar Auditing Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) pertama kali diterbitkan per 1 Agustus 1994. SPAP merupakan adopsi dari AICPA Professional Standards atas izin American Institute of Public Accountant.
17
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis dalam SPAP (2011:001.7) terdiri dari: 1.
Pernyataan Standar Auditing
2.
Pernyataan Standar Atestasi
3.
Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4.
Pernyataan Jasa Konsultasi
5.
Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP merupakan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh IAI-Kompartemen Akuntan Publik sejak Mei 2000. SPAP meliputi Standar Auditing yang berkaitan dengan kualitas profesional auditor. Standar Auditing yang ditetapkan dan disahkan oleh IAIKompartemen Akuntan Publik dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 (2011:150.1) adalah sebagai berikut: a.
Standar Umum 1.
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2.
Dalam
semua
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
18
3.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan 1.
Pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.
Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
c.
Standar Pelaporan 1.
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.
Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan
penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
19
3.
Pengungkapan
informatif
dalam
laporan
keuangan
harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.1.2
Kompetensi
2.1.2.1 Definisi Kompetensi Kompeten menurut Gondodiyoto (2007:35) artinya: “yang bersangkutan terlatih (melalui suatu pendidikan formal) untuk mengerjakan suatu jenis pekerjaan khusus/ sulit yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan tinggi.” Mulyadi (2002:19) mengatakan bahwa: “Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seseorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.” Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan pelatihan yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat, dan
20
seksama. Maka, audit yang dilaksanakan dengan objektif, cermat, dan seksama akan menghasilkan audit yang berkualitas tinggi. Standar umum pertama menurut SA seksi 201 SPAP (2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Prinsip-prinsip fundamental IFAC menyebutkan bahwa: Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik. 2.1.2.2 Indikator Kompetensi Menurut Mulyadi (2006:20) dalam Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia
(Prinsip
Kelima:
Kompetensi
dan
Kehati-hatian
Profesional)
mengatakan bahwa kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa
kualitas
jasa
yang
diberikan
memenuhi
tingkatan
profesionalisme tinggi seperti diisyaratkan oleh Prinsip Etika. Berdasarkan uraian di atas mengenai Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia (Prinsip Kelima: Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional), maka dalam penelitian ini untuk mengukur kompetensi akan menggunakan 2 indikator yaitu pendidikan dan pengalaman.
21
1.
Pendidikan Pendidikan adalah pencapaian keahlian dalam akuntansi dan auditing
dimulai dengan pendidikan formal, yang diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit, untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup (IAI 2001). Pendidikan dalam arti luas meliputi pendidikan formal, pelatihan, atau pendidikan berkelanjutan. 2.
Pengalaman Pengalaman audit adalah kemampuan yang dimiliki auditor atau akuntan
pemeriksa untuk belajar dari kegiatan-kegiatan masa lalu yang berkaitan dengan seluk-beluk audit atau pemeriksaan. Pengalaman audit akan meningkatkan kompetensi dalam menjalankan setiap penugasan. Audit berpengalaman mamakai analisis yang lebih teliti, terinci dan runtut dalam mendeteksi gejala kekeliruan dibandingkan dengan analisis yang tidak berpengalaman. Pencapaian kompetensi harus memperoleh pengalaman profesional dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaan dari atasan yang lebih berpengalaman.
2.1.3
Independence Threats
2.1.3.1 Independensi Peraturan mengenai independensi menyatakan bahwa: ”Seorang CPA yang berpraktik publik harus independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang dikeluarkan oleh Dewan.”
22
Peraturan 101 mensyaratkan independensi audit, telaah dan penugasan atestasi lainnya. Menurut Standar Auditing Seksi 220.1 SPAP (2011) menyebutkan bahwa: “Auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.” Pengertian tersebut mengartikan bahwa auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Menurut Arens et al. (2012:111) independensi dalam auditing adalah: “A member in public practice shall be independence in the performance a professional service as require by standards promulgated by bodies designated by a council.” Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa ada pengaruh dari luar. Mulyadi (2002:26) menyebutkan bahwa: Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
23
2.1.3.2 Klasifikasi Independensi Arens et al (2012:134) mengklasifikasikan independensi dalam dua aspek, yaitu: 1.
Independence in mind (independensi dalam fakta) Auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi dan keterkaitan yang erat dengan objektivitas. Independensi dalam fakta akan ada apabila kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
2.
Independence in appearance (independensi dalam penampilan) Pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Meskipun auditor telah menjalankan auditnya dengan baik secara independen dan objektif, pendapat yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai
jasa
auditor
independen
bila
ia
tidak
mampu
mempertahankan independensi dalam penampilan yang sangat penting bagi perkembangan profesi auditor. Menurut IFAC (1998) Ada dua jenis independensi yang dikenal, yaitu: -
Independensi dalam fakta (independence in fact). Independensi dalam fakta, IFAC menggunakan istilah lain, yaitu independensi dalam pikiran (independence in mind). Independensi dalam pikiran adalah suatu keadaan pikiran yang memungkinkan pengungkapan suatu kesimpulan tanpa terkena pengaruh yang dapat mengompromikan penilaian profesional, memungkinkan
24
seorang
individu
bertindak
berdasarkan
integritas,
serta
menerapkan objektivitas dan skeptisme profesional. -
Independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi dalam penampilan adalah penghindaran fakta dan kondisi yang sedemikian signifikan sehingga pihak ketiga yang paham dan berpikir rasional dengan memiliki pengetahuan akan semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan akan tetap dapat menarik kesimpulan bahwa skeptisme profesional, objektivitas, dan integritas anggota firma, atau tim penjaminan (assurance team) telah dikompromikan. Prinsipprinsip fundamental etika tidak dapat dinegosiasikan atau dikompromikan bila seorang akuntan ingin menjaga citra profesinya yang luhur.
2.1.3.3 Independence Threats Ancaman terhadap Independensi menurut IFAC (2013), ancaman dalam independensi dapat berbentuk: a.
Kepentingan diri (self-interest) Kepentingan diri (self-interest) adalah wujud sifat yang lebih mengutamakan
kepentingan pribadi atau keluarga dibandingkan dengan kepentingan publik yang lebih luas. Contoh langsung ancaman kepentingan diri untuk akuntan publik, antara lain: -
Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien, atau kepentingan keuangan bersama pada suatu perusahaan klien.
25
-
b.
Kekhawatiran berlebihan bila kehilangan suatu klien.
Review diri (self-review) Contoh Ancaman Review Diri untuk akuntan publik antara lain: -
Temuan kesalahan material saat dilakukan evaluasi ulang.
-
Pelaporan operasi sistem keuangan setelah terlibat dalam perancangan dan implementasi sistem tersebut.
c.
Advokasi (advocacy) Ancaman Advokasi dapat timbul bila akuntan profesional mendukung suatu posisi atau pendapat sampai titik dimana objektivitas dapat dikompromikan. Contoh langsung ancaman untuk akuntan publik antara lain: -
Mempromosikan saham perusahaan publik dari klien, dimana perusahaan tersebut merupakan klien audit.
-
Bertindak sebagai pengacara (penasihat hukum) untuk klien penjaminan dalam suatu litigasi atau perkara perselisihan dengan pihak ketiga.
d.
Kekerabatan (familiarity) Ancaman kekerabatan (familiarity) timbul dari kedekatan hubungan sehingga akuntan profesional menjadi terlalu bersimpati terhadap kepentingan orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan tersebut. Contoh langsung ancaman kekerabatan untuk akuntan publik, antara lain:
26
-
Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang direktur atau pejabat perusahaan klien.
-
Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang karyawan klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pokok dari penugasan.
e.
Intimidasi (intimidation) Ancaman intimidasi (intimidation threats) dapat timbul jika akuntan profesional dihalang untuk bertindak objektif, baik secara nyata maupun dipersepsikan. Contoh ancaman intimidasi untuk Akuntan Publik, antara lain: -
Diancam dipecat atau diganti dalam hubungannya dengan penugasan klien.
-
Diancam dengan tuntutan hukum.
-
Ditekan secara tidak wajar untuk mengurangi ruang lingkup pekerjaan dengan maksud untuk mengurangi fee.
2.1.4
Audit Investigatif
2.1.4.1 Definisi Investigasi Pengertian investigasi dapat tergantung cara pandang pemberi arti dan tujuannya. Dipandang dari segi profesi akuntan atau auditor, Office of Audit Compliance (OAC) University of Pennysylvania, 2002 yang dikutip oleh Karyono (2013:129) menyatakan bahwa: An investigation, encompasses a review of an operational area, looking for fraudulent transaction are to confirm a loss fraudulent act occurred to
27
determine the amount loss to identify control weaknesses to asset the unit by prevent recurrences and assist risk in filing appropriate claims with insurance and law enforcement. (investigasi meliputi kaji ulang atas bidang operasional untuk mencatat kecurangan transaksi keuangan. Investigasi kecurangan ditujukan untuk menegaskan terjadinya kecurangan, menetapkan jumlah kerugian, untuk mengidentifikasikan kondisi yang lemah, memberi rekomendasi perbaikan guna mencegah agar tidak terulang lagi, dan membantu klaim asuransi yang tepat dan penegakan hukum.) Investigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan: “Penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dsb); penyidikan.” Menurut Yayasan Pendidikan Internal Audit (2008:39) “Investigasi merupakan metode/teknik yang digunakan dalam audit investigatif.” 2.1.4.2 Definisi Audit Investigatif Menurut G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist dalam bukunya “Auditing and Forensic Accounting, New tools and Techniques” yang dikutip oleh Yayasan Pendidikan Internal Audit (2008:39) menyebutkan bahwa : “Investigative Auditing involves reviewing financial documentation for a specific purpose, which could relate to litigation support and insurance claims, as well as criminal matters.” Artinya audit investigasi melibatkan kaji ulang dokumentasi keuangan untuk tujuan khusus yang dapat berkaitan dengan usaha mendukung tindakan hukum dan tuntutan asuransi sebagaimana halnya masalah kejahatan.
28
Association of Cerrified Fraud Examiner seperti yang dikutip Tunggal (2001:36), mendefinisikan audit investigasi sebagai berikut: “Fraud auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analiytical relationship and an awareness of fraud perpetration and concealment effort.” Menurut Islahuzzaman (2012:157) Fraud Audit merupakan “Teknik audit yang tujuannya menemukan masalah yang berkaitan dengan penyimpangan dalam keuangan yang biasanya memerlukan suatu keputusan peradilan.” 2.1.4.3 Syarat Auditor Investigatif Prasyarat sebagai auditor investigasi Menurut Karyono (2013:139) auditor investigasi harus mempuyai pengetahuan yang cukup tentang: 1.
Pengetahuan tentang kecurangan (fraud knowledge).
2.
Pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan (knowledge of law) terutama tentang perundang-undangan yang terkait dengan aktivitas yang daudit dan peraturan perundang-undangan tentang sanksi hukum atas kecurangan yang di temukan.
3.
Kompeten dalam investigasi (investigation competency), dipersyaratkan untuk dapat melakukan berbagai teknik investigasi dan cara-cara yang baik dalam melakukannya seperti bagaimana sikap perilaku dan cara yang dipakai dalam melakukan wawancara.
4.
Mengerti tentang teori psikologi (understanding of psychology theory) terutama yang berkaitan dengan kecurangan (fraud) seperti cognition theory, integrated theory dan teori kondisional.
29
5.
Mengerti teori penting lain tentang prilaku kriminal (understanding of other importance theory of crimal behavior) seperti teory respons dan stimulus, teori segitiga (fraud triangle dan gone theory).
6.
Mengerti teori pengendalian (control theory) seperti jenis pengendalian sarana, pengendalian internal yang efektif dan teknik evaluasi atau penilaian pengendalian.
7.
Kemampuan berkomunikasi (communication skill) berupa kemampuan hubungan antar pribadi, kecakapan mengurai atau menggabungkan dan mengidentifikasi masalah.
8.
Formulasi tentang profesionalisme, independensi, dan objektivitas (PIO). Formulation (meskipun auditor mendapat tugas dari organisasi tertentu ia harus bersikap netral, tidak boleh memihak pada pemberi tugas). Profesionalisme dan sikap tersebut harus tercermin dalam tugas auditnya terlebih lagi dalam hal pemberian keterangan ahli di persidangan.
9.
2.1.5
Personel yang tepat dalam mengkaji ulang (right person under review).
Prosedur Audit
2.1.5.1 Prosedur Audit secara Umum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Prosedur merupakan tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah. Menurut Mulyadi (2006:86):
30
“Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut meliputi: inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi.” Menurut Sukrisno (2012:24) prosedur audit adalah: “Langkah-langkah yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja.” Menurut SPAP (2011:317.5) prosedur audit tambahan yang dipandang perlu antara lain: a.
Memeriksa dokumen-dokumen pendukung, seperti faktur, cek/ giro dan surat perjanjian yang dibatalkan, dan membandingkannya dengan catatan akuntansi.
b.
Mengkonfirmasi informasi signifikan yang berkaitan dengan unsur pelanggaran kepada pihak luar atau pihak perantara seperti bank dan penasihat hukum.
c.
Menentukan apakah otorisasi semestinya telah diperoleh atas transaksi yang berkaitan dengan unsur tindakan pelanggaran hukum.
d.
Mempertimbangkan apakah transaksi atau kejadian lain serupa mungkin juga telah terjadi dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasinya. Menurut Messier et al. (2006:155) pengertian prosedur audit (procedure
audit) adalah: “Tindakan spesifik yang dilakukan oleh auditor untuk mengumpulkan bukti dengan maksud untuk menentukan apakah asersi tertentu telah dipenuhi.” Prosedur audit dilakukan untuk:
31
- Mendapatkan pemahaman mengenai entitas dan lingkunganya, termasuk pengendalian internalnya dalam rangka menentukan risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan dan asersi. - Menguji efektivitas pengendalian operasi dalam mencegah atau mendeteksi dan mengoreksi, salah saji material pada tingkat asersi. - Mendeteksi salah saji material pada tingkat asersi. Prosedur yang lazim dilaksanakan pada audit laporan keuangan menurut Gondodiyoto (2007:463) adalah: a.
Perencanaan Audit (Audit Planning) Langkah pertama dalam perencaan audit adalah untuk menetapkan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Pada audit laporan keuangan, pemeriksaan dilakukan oleh auditor (akuntan) ekstern dan independen terhadap laporan keuangan perusahaan, ditujukan kepada para pemegang saham pihak lain terkait. Tujuan audit untuk menilai kelayakan atau kewajaran (fairness) laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
b.
Pemahaman Sistem dan Struktur Pengendalian Internnya Pada tahap ini yang dilakukan adalah pemahaman terhadap sasaran yang akan diaudit, pengumpulan informasi awal, dan identifikasi risiko, antara lain: - Pemahaman sistem informasi akuntansi untuk pelaksanaan transaksi. - Penentuan kemungkinan salah saji dalam tiap tahap pelaksanaan transaksi.
32
- Penentuan aktivitas pengendalian untuk deteksi salah saji. - Penentuan prosedur audit untuk deteksi efektivitas aktivitas pengendalian. - Penyusunan program audit pengendalian. c.
Pengumpulan Bukti Audit Bukti audit dikumpulkan dengan sejumlah instrumen audit, pengujian (test) dan prosedur yang bermacam-macam jenisnya, meliputi: - Observasi terhadap kegiatan operasional perusahaan yang diperiksa (dan mungkin termasuk kegiatan/ motivasi para pegawainya) - Pemeriksaan fisik (physical examination) atas kuantitas dan atau kondisi aktiva berwujud seperti peralatan, persediaan barang atau uang kas. - Konfirmasi atas ketelitian informasi dengan jalan komunikasi tertulis dengan pihak ketiga yang independen. - Pertanyaan (inquiry) yang ditujukan kepada pegawai perusahaan yang diperiksa yang sering dibantu dengan daftar pertanyaan (questionnaire) atau checklist wawancara. - Kalkulasi atau penghitungan kembali informasi kuantitatif mengenai catatan-catatan dan laporan-laporan. - Pemeriksaan
bukti
(vouching)
atau
pemeriksaan
ketelitian
dokumen-dokumen dan catatan-catatan, terutama dengan jalan penelusuran atau pencarian jejak informasi melalui sistem pengolahan kepada sumbernya.
33
- Pemeriksaan analitis (analytical review) hubungan-hubungan dan kecenderungan antara informasi keuangan dan informasi operasi agar dapat menemukan hal-hal yang harus diselidiki lebih lanjut. d.
Evaluasi Bukti Pemeriksaan Setelah bukti-bukti audit dikumpulkan, auditor mengevaluasi bukti audit tersebut sesuai dengan tujuan dari audit dan kemudian: - Dilakukan test of controls yang bertujuan untuk mengetahui apakah pengendalian yang ada telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dengan melakukan pemeriksaan, inspeksi dan observasi prosedur-prosedur kontrol untuk mendapat kesimpulan apakah sistem telah mempunyai kontrol internal yang baik. - Dilakukan substantive test, yang terdiri dari:
Test of transactions yang bertujuan untuk mengevaluasi apakah terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam pemrosesan transaksi yang menyebabkan ketidak-akuratan informasi keuangan.
Test of balances or overall results yang bertujuan untuk menjamin laporan keuangan yang dihasilkan adalah benar dan akurat, misalnya piutang pada neraca. Pengujian dilakukan dengan memeriksa apakah saldo suatu account (rekening) telah sesuai.
34
Bukti yang telah dikumpulkan dan dievaluasi tersebut digunakan untuk mendukung kesimpulan (temuan positif maupun negatif) mengenai kegiatan operasi, pengendalian intern atau informasi keuangan yang diaudit. e.
Komunikasi hasil pemeriksaan Dalam penyelesaian audit (completion of the audit) dibuat kesimpulan dan rekomendasi untuk dikomunikasikan kepada manajemen. Laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan disusun dalam bentuk baku, dengan opini: unqualified, qualified, disclaimer, dan adverse.
2.1.5.2 Prosedur Audit Investigatif Pengetahuan tentang proses investigasi terhadap kecurangan yang terdeteksi serta keterampilan menerapkan teknik-teknik yang relevan untuk mengungkapkan dan menuntaskan suatu kasus, sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan audit investigatif yang efektif dan efisien. Menurut Yayasan Pendidikan Internal Audit (2008:41) secara umum proses audit investigatif dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap, yang meliputi: - Perencanaan Perencanaan merupakan tahap pertama dimana analisis dilakukan terlebih dahulu dengan menguraikan unsur-unsur 4W (what, who, when, dan where) dan 1H (how) dari data dan fakta yang terdapat di dalamnya. - Pelaksanaan (pengumpulan bukti dan kegiatan evaluasi bukti)
35
-
Pengumpulan dan evaluasi bukti merupakan salah satu tahap penting pada setiap pekerjaan audit. Pembuktian dalam kegiatan audit bertujuan untuk mendapatkan kebenaran berdasarkan fakta. Tahap ini merupakan suatu tahap dimana auditor berupaya untuk memperoleh suatu jumlah dan kualitas bukti audit yang cukup dalam rangka mencapai tujuan audit yang ditetapkan.
- Pelaporan Penugasan audit investigasi dapat dipecah menjadi 4 tahap yaitu : 1.
Mengenal masalah dan perencanaan.
2.
Mengumpulkan bukti-bukti.
3.
Mengevaluasi bukti-bukti.
4.
Melaporkan penemuan. BPKP (2008) memaparkan sistematika standar pelaksanaan prosedur
investigatif meliputi:
a. Perencanaan Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor harus menyusun rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di lapangan. Perencanaan audit investigatif dimaksudkan untuk memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan audit investigatif secara efisien dan efektif. Rencana audit memuat langkah-langkah berikut:
36
- Menentukan sifat utama pelanggaran. - Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif. - Mengidentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum, peraturan, atau perundang-undangan, dan memahami unsur-unsur yang terkait dengan pembuktian atau standar. - Mengidentifikasi
dan
menentukan
prioritas
tahapan
audit
investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit investigatif. - Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigatif. - Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, termasuk instansi penyidik jika diperlukan. 1.
Penetapan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya Dalam membuat rencana audit, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya.
2.
Pertimbangan dalam perencanaan Berbagai hal yang harus dipertimbangkan: - Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya. - Pemahaman mengenai akuntabilitas berjenjang. - Aspek kegiatan operasi auditee dan aspek pengendalian intern. - Jadwal kerja dan batasan waktu. - Hasil audit periode sebelumnya dengan mempertimbangkan tindak lanjut terhadap rekomendasi atas temuan sebelumnya.
37
- Mekanisme koordinasi antara auditor, auditee, dan pihak terkait lainnya. b. Supervisi Pada setiap tahap audit investigatif, pekerjaan auditor harus disupervisi atau diawasi secara seksama dan memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan auditor. c.
Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor investigatif harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit investigatif. - Pengumpulan bukti Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten dan relevan. Pengumpulan bukti bertujuan untuk menentukan apakah informasi awal yang diterima dapat diandalkan karena akan digunakan auditor untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit. - Pengujian bukti Auditor investigatif harus menguji bukti audit yang dikumpulkan, dimaksudkan untuk menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan dan kesesuaian bukti dengan hipotesis.
d.
Dokumentasi Auditor
harus
menyiapkan
dan
menatausahakan
dokumen
audit
investigatif dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit investigatif
38
harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis.
2.1.6
Kecurangan (Fraud) Menurut Bologna dan Linguist (1995:9) kecurangan (fraud) didefinisikan: “Fraud in Mutshell, is intentisual deception, commonly describedas lying, cheating and stealing.” (Kecurangan adalah penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian.) Menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE): “Fraud is an intentional untruth or dishonest scheme used to take deliberate and unfair advantage of another person or group of person it included any mean, such cheats another.” (Kecurangan berkenaan dengan adanya keuntungan yang diperoleh seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di dalamnya termasuk unsur-unsur tak terduga, tipu daya, licik dan tidak jujur yang merugikan orang lain.) Berdasarkan berbagai macam definisi tersebut, fraud dapat juga
diistilahkan sebagi kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. (Karyono, 2013:5)
39
2.1.7
Hubungan Kompetensi Dengan Efektivitas Prosedur Pelaksanaan Audit Investigatif Paragraf 27 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) pada bagian
Pendahuluan Standar Pemeriksaan menyatakan bahwa: Organisasi pemeriksa mempunyai tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa: (1) independensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap pemeriksaan, (2) pertimbangan profesional
(professional
judgment)
digunakan
dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, (3) pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi profesional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan pengetahuan yang memadai, dan (4) peerreview yang independen dilaksanakan secara periodik dan menghasilkan suatu pernyataan, apakah sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa tersebut dirancang dan memberikan keyakinan yang memadai sesuai dengan Standar Pemeriksaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa adalah auditing, akuntansi, administrasi dan komunikasi, disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan organisasi yang diperiksanya. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan bahwa dalam
40
perencanaan,
pelaksanaan,
pemeriksaan
serta
penyusunan
laporan
hasil
pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Selanjutnya dalam Standar Profesi Audit Internal (1200:9) dinyatakan bahwa auditor harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Guna melaksanakan fungsinya, audit secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Menurut Masrizal (2010) Secara simultan dan secara parsial keterampilan/ pengetahuan auditor berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian temuan kerugian daerah, yang mana pengetahuan/ keterampilan auditor merupakan karakteristik dari kompetensi auditor, sesuai dengan PSA N0 4 (SA Seksi 210.0) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing, serta auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan (SPAP:SA seksi 316.4). Menurut Statement on Auditing Standards (SAS) No. 53 yang dikutip oleh Tubbs (1992:785) mengatakan: “.....performance of auditing procedures during the audit may result in the detection of conditions or circumstances that should came the auditor to consider whether material misstatement exist. If a condition or circumstances differs adversely from the auditor's expectation, the auditor needs to consider the reason for such a difference when such condition or
41
circumstances exist, the planned scope of audit procedures should be reconsidered.” Berdasarkan pernyataan di atas, kinerja prosedur audit selama audit dapat mengakibatkan deteksi kondisi atau keadaan yang seharusnya terhadap auditor untuk mempertimbangkan salah saji material yang ada. Jika suatu kondisi atau keadaan berbeda negatif dari harapan auditor, auditor perlu mempertimbangkan alasan untuk perbedaan seperti ketika kondisi atau keadaan sebenarnya, ruang lingkup prosedur audit yang direncanakan harus dipertimbangkan kembali oleh auditor. SAS No. 53 mengasumsikan bahwa kinerja prosedur audit auditor yang dapat menemukan kesalahan harus memiliki pengetahuan yang cukup sehingga dapat melanjutkan potensi sumber dan dampak akibat adanya kesalahan tersebut dengan tepat, dengan adanya tingkat pengalaman yang berbeda menurut Tubbs (1992:785) maka seseorang akan memiliki pengetahuan yang berbeda pula dalam menemukan kesalahan. Pengetahuan harus dimiliki oleh auditor dengan mengembangkan pengalaman auditor untuk mendeteksi kondisi atau keadaan yang seharusnya dan untuk mempertimbangkan salah saji material yang ada. Menurut Theodorus M. Tuanakota (2007:208): Auditor juga harus memiliki kemampuan unik. Disamping keahlian teknis, seorang auditor investigatif yang sukses mempunyai kemampuan dan kompetensi dalam prosedur audit dengan mengumpulkan bukti fakta-fakta itu secara fair, tidak memihak, sahih (mengikuti ketentuan perundangundangan), dan akurat serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara lengkap.
42
2.1.8
Hubungan Independence Threats Dengan Efektivitas Prosedur Pelaksanaan Audit Investigatif Standar umum kedua mensyaratkan auditor untuk independen dari klien
dalam rangka menerbitkan suatu pendapat. Menurut Pernyataan Standar Pengendalian Mutu, Kantor Akuntan Publik (KAP) harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa orang-orang di seluruh tingkat organisasi di dalam perusahaan menjaga independensi sesuai dengan Peraturan 101 Kode Perilaku Profesional. Menurut Tunggal (2003:19) yang harus dipertimbangkan dalam membangun kebijakan dan prosedur audit pada setiap kantor akuntan adalah terdiri dari lima elemen pengendalian mutu, yaitu: 1. Independence, integrity and objectivity. 2. Personal management (hiring, pengembangan professional, dan promosi). 3. Acceptance and continuation of clients and engagement (penerimaan dan keberlanjutan klien). 4. Engagement performance (penugasan personel, konsultasi dan supervisi) 5. Monitoring (inspeksi). Salah satu elemen tersebut adalah independensi yang merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam membangun kebijakan dan prosedur audit. Menurut Razana et al. (2013) bahwa semua independence threats yang diteliti memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap Auditor’s Judgement. Yang mana Auditor’s Judgement dihasilkan dari efektivitas prosedur
43
pelaksanaan audit yang dilakukan oleh seorang auditor, sehingga independensi auditor sangat diperlukan dalam melaksanakan prosedur audit investigatif dalam mendeteksi kecurangan sesuai dengan pernyataan Kode Etik Perilaku Profesional. Sesuai dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan di dalam SPKN paragraf 14, yaitu dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan atau menjalankan prosedur, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari segala gangguan independensi yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi. Dengan demikian oganisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak siapapun.
2.1.9
Hubungan Kompetensi dan Independence Threats Dengan Efektivitas Prosedur Pelaksanaan Audit Investigatif Menurut Messier et al. mengenai etika, independensi, dan perilaku
profesional, sebagaimana diindikasikan oleh standar GAAS umum yang kedua, perilaku etis dan independensi dari pihak auditor adalah sangat vital bagi fungsi audit. Permintaan atas audit timbul dari kebutuhan atas orang yang kompeten dan independen untuk memonitor perjanjian kontrak. Jika auditor tidak kompeten dan kurang independen, pihak-pihak yang diikat kontrak tidak akan atau sedikit menghargai jasa mereka dalam menjalankan prosedur audit dan menghasilkan laporan audit. (2005:52)
44
Menurut Pusdiklatwas BPKP berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan audit yang merupakan salah satu dari prosedur pelaksanaan audit investigatif antara lain : - Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya. - Pemahaman mengenai akuntabilitas berjenjang. - Aspek kegiatan operasi auditee dan aspek pengendalian intern. - Jadwal kerja dan batasan waktu. - Hasil audit periode sebelumnya dengan mempertimbangkan tindak lanjut terhadap rekomendasi atas temuan sebelumnya. - Mekanisme koordinasi antara auditor, auditee, dan pihak terkait lainnya. Menurut Monsouri et al. (2009) ada hubungan positif antara independensi audit dan kualitas audit dan kompetensi audit terhadap prosedur dalam mendeteksi kecurangan. Kompetensi auditor memiliki pengaruh paling besar terhadap mendeteksi kecurangan. Menurut Carolina (2013) Independensi dan Audit Tenure secara parsial memiliki pengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan kompetensi secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Kompetensi, independensi dan Audit tenure secara simultan memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Sesuai dengan Prinsip-pinsip Kode Etik Perilaku Profesional, dimana ada 5 prinsip yang harus diperhatikan dalam kualitas audit dan prosedur audit, yaitu: - Tanggung jawab CPA - Kepentingn Publik
45
- Integritas - Obyektifitas dan Independensi - Kemahiran Menurut
Karyono
(2013:139)
prasyarat
sebagai
auditor
dalam
menjalankan prosedur audit investigatif adalah auditor yang harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang fraud knowledge (pengetahuan tentang kecurangan), pengetahuan tentang knowledge of law (peraturan perundangundangan), teknik investigasi, teori psikologi, teori pengendalian, kemampuan berkomunikasi dan Formulasi tentang profesionalisme, independensi dan objektivitas.
2.2
Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti
Judul
1
Carol A.
The Effects Of
Knapp a,
Experience and
1. Experience
bahwa prosedur analitis
Michael C.
Explicit Fraud
2. Explicit Fraud
merupakan salah satu cara
Knapp
Risk Assessment In
(2001)
Detecting Fraud
Variabel Variabel:
Risk Assessment 3. Detecting Fraud
Hasil Penelitian Penelitian ini menemukan
yang digunakan dalam mendeteksi kecurangan,
With Analytical
pengalaman memiliki
Procedur
pengaruh yang signifikan terhadap prosedur analitis dalam mendeteksi kecurangan.
1.
46
2
Rio Tirta,
The Effects Of
Variabel:
Variabel pengetahuan
Mahfud
Experience and
1. Experience
yang merupakan salah
Sholihin
Task-Specific
(2004)
Knowledge On Auditor’s Performance In
Auditor 2. Task-Specific Knowledge 3. Auditor’s
satu indikator dari kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor
Assessing A Fraud
Performance In
dan lebih berpengaruh
Case
Assessing A
apabila secara simultan
Fraud Case
ditambah dengan pengalaman dan pelatihan auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mendeteksi kecurangan.
3
Ali Monsouri, Reza Pirayesh,
Audit Competence
Variabel:
Ada hubungan positif
and Audit Quality : 1. Audit Competence
antara independensi audit
Case in Emerging
dan kualitas audit dan
2. Audit Quality
Economy
kompetensi audit.
Mahdi Salehi
Kompetensi auditor
(2009)
memiliki pengaruh paling besar terhadap mendeteksi kecurangan.
4
Gunasti
Auditor’s
Variabel:
Pengalaman memiliki
1. Experience
dampak negatif pada
Competency, and
2. Competence
sikap profesional auditor.
Their
3. Independence
Artinya, semakin rendah
Independency As
4. Profesional
pengalaman sebagai
Hudiwinarsih Experience (2010)
The Influencial
Attitude
auditor, sikap profesional
47
Factors In
auditor akan lebih baik
Profesonalism
Variabel kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap profesional auditor. Hal ini membuktikan bahwa variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel sikap profesional auditor.
5
Masrizal (2010)
Pengaruh
Variabel:
Pengalaman dan
1. Pengalaman audit
1. Secara simultan dan secara parsial
Pengetahuan Audit 2. Pengetahuan audit
pengalaman auditor
Terhadap
berpengaruh signifikan
Pendeteksian Temuan Kerugian Daerah (Studi Pada
3. Pendeteksian temuan kerugian
terhadap pendeteksian temuan kerugian daerah 2. Secara simultan dan
Auditor
secara parsial
Inspektorat Aceh)
keterampilan/ pengetahuan auditor berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian temuan kerugian daerah 3. Secara simultan dan parsial pengalaman dan keterampilan/ pengetahuan auditor berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian temuan kerugian daerah.
48
6
Razana
The Effect Of
Juhaida
Knowledge, Effort 2. Knowledge
Johari,
and Ethical
4. Ethical Orientation audit judgement
Orientation On
5. Effort
performance dan
6. Audit Judgement
memiliki pengaruh yang
Zuraidah
Mohd Sanusi Audit Judgement (2010)
Performance
Variabel:
Performance
Terdapat hubungan positif antara knowledge dan
paling besar dibandingkan dengan variabel lain, variabel effort memiliki hubungan yang signifikan tetapi negatif terhadap audit judgement performance, dan variabel ethical memilki pengaruh yang signifikan terhadap variabel audit judgement performance.
7
Razana
Auditor’s
Variabel:
Penelitian ini menemukan
Juhaida
Independence,
1. Independence
bahwa semua
Johari,
Experience and
threats
independence thretas
Ethical Judgement: 2. Auditor’s ethical
yang diteliti memberikan
Mohd
The Case of
pengaruh positif yang
Sanusi,
Malaysia
Zuraidah
Rashidah Abdul Rahman, and Normah Omar (2013)
judgement 3. Auditor’s experience
signifikan terhadap Auditor’s Judgement. Pengalaman memberikan pengaruh signifikan dalam hal penilaian etis auditor. Temuan ini memenuhi harapan, di mana pengalaman auditor diharapkan memiliki efek
1.
49
moderasi pada hubungan antara ancaman independensi dan Auditor’s Judgement.
8
Sarah E.
Experience Effects
Variabel:
Auditor berpengalaman
Bonner
in Auditing: The
1. Experience Effect
dilakukan secara
(1990)
Role of Task-
2. Audit Quality
signifikan lebih baik
Specific
daripada auditor yang
Knowledge
tidak berpengalaman terhadap risiko analitis.
9
Yenni Carolina (2013)
An Emprical Study
Variabel:
Independensi dan Audit
of Auditor
1. Competence
Tenure secara parsial
Independence,
2. Independence
memiliki pengaruh
Cmpetence, and
3. Audit tenure
terhadap kualitas audit,
Audit Tenure on
4. Audit Quality
sedangkan kompetensi
Audit Quality-
secara parsial tidak
Evidence from
memiliki pengaruh
North Jakarta,
terhadap kualitas audit.
Indonesia
Kompetensi, independensi dan Audit tenure secara simultan memiliki pengaruh terhadap kualitas audit.
50
2.3
Kerangka Pemikiran Perilaku curang atau bahkan tindak pidana kecurangan selaras dengan
dinamika kehidupan sosial masyarakat dan perkembangan teknologi informasi yang menjadi pendorong inteligensia frauder. Pelaku curang (frauder) akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan merekayasa, menyamarkan dan menutupi/ menyembunyikannya dari penegak hukum. (Baso, 9:2013). Prosedur audit merupakan suatu tahapan yang digunakan auditor dalam menjalankan tugasnya, kompetensi dan independensi sangat menentukan prosedur audit bisa dijalankan dengan baik atau tidak dan menentukan kualitas audit yang dihasilkan seperti yang dikemukakan oleh AAA Fnancial Accounting Standard Committee (2000), yaitu: “Good quality audits require both competence (expertise) and independence. These qualities have direct effects on actual audit quality, as well as potential interactive effects. In addition, financial statement users perception of audit quality are a function of their perceptions of both auditor independence and expertise.” Variabel kompetensi adalah keahlian professional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-lain. Menurut Mulyadi (2006:27) standar umum ketiga mengatur kewajiban auditor
untuk
menggunakan
dengan
cermat
dan
seksama
kemahiran
profesionalnya dalam audit dan dalam penyusunan laporan audit. Oleh karena itu, auditor yang berpengalaman harus mengkaji secara kritis pekerjaan dan judgment yang dibuat oleh para stafnya. Kualitas jasa yang diberikan auditor tergantung
51
pada kecermatan dan keseksamaan dalam melaksanakan audit dan dalam menyusun laporan audit. Seorang auditor harus menggunakan seluruh kemampuan, kompetensi, dan keahliannya dalam melaksanakan tugasnya. Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) disebutkan
bahwa
seorang
akuntan
publik
tidak
hanya
berkewajiban
mempertahankan fakta bahwa ia independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan independensinya. Auditor harus bersikap independen dan tidak memihak, baik dalam fakta maupun dalam penampilan, dalan menjalankan proses audit independensi auditor tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan personal auditor sendiri maupun kepentingan eksternal, yaitu dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan audit yang dihasilkan. Auditor perlu menjaga independensinya terhadap ancaman-ancaman yang mungkin dapat mempengaruhi independensi dan integritasnya. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
52
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
Indikasi Kecurangan (Fraud) yang Terjadi Di Dalam Suatu Organisasi
KOMPETENSI AUDITOR
INDEPENDENCE
(X1)
THREATS AUDITOR (X2)
-
Pengetahuan Pengalaman
-
Self interest threats Self review threats Advocacy Familiarity Intimidation
Prosedur Pelaksanaan Audit Investigatif
-
Perencanaan Supervisi Pengumpulan dan Pengujian Bukti Dokumentasi
53
2.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis menyajikan model
hipotesis sebagai berikut: Gambar 2.2 Model Hipotesis
Kompetensi Auditor (X1)
H1 Efektivitas Prosedur Pelaksanaan Audit Investigatif (Y)
Independence Threats Auditor
H2
(X2)
H1:
Kompetensi berpengaruh terhadap efektivitas prosedur pelaksanaan audit investigatif dalam pendeteksian kecurangan (fraud)
H2:
Independence
Threats
berpengaruh
terhadap
efektivitas
prosedur
pelaksanaan audit investigatif dalam pendeteksian kecurangan (fraud) H3:
Kompetensi dan Independence Threats berpengaruh terhadap efektivitas prosedur pelaksanaan audit investigatif dalam pendeteksian kecurangan (fraud)