BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kepuasan Kerja
2.1.1
Definisi Banyak pengertian yang diajukan para ahli tentang kepuasan kerja, antara
lain: a.
Menurut Locke kepuasan kerja (job satisfaction) adalah suatu pernyataan emosional yang positif atau menyenangkan, yang dihasilkan dari evaluasi pekerjaan seseorang. (Landy & Trumbo, 1980)
b.
Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sebuah sikap yang mengacu pada sikap individu terhadap pekerjaannya.
c.
Greenberg dan Baron mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif dan negatif seseorang terhadap pekerjaannya. (Davis & Newstrom, 1985)
d.
Feldman dan Arnold (1983) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai afek positif/perasaan puas yang dimiliki seorang individu terhadap pekerjaannya. Dari beberapa definisi, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dengan
kepuasan kerja tinggi akan merasa puas akan pekerjaannya, yang berarti secara umum menyukai dan menghargai pekerjaannya. Kepuasan merupakan suatu perasaan atau ekspresi emosional seseorang yang positif sedangkan ketidakpuasan adalah suatu perasaan atau ekspresi emosional seseorang yang negatif.
9
Universitas Sumatera Utara
10
Kepuasan kerja pekerja dalam suatu organisasi penting untuk diperhatikan manajemen dikarenakan memberi dampak pada perilaku pekerja, yang pada akhirnya juga berdampak pada performa dan produktivitas organisasi tersebut. (Feldman & Arnold, 1983). 2.1.2
Teori dan Model Kepuasan Kerja Teori yang mendasari teori-teori kepuasan kerja adalah teori motivasi.
Secara sederhana, motivasi didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut lagi, kebutuhan merupakan kekurangan yang dirasakan secara psikologis yang menggerakkan seseorang
untuk
menyebabkan
menanggulanginya.
ketidaknyamanan,
yang
Kebutuhan
yang
menstimulasi
tidak
terpenuhi
keinginan
untuk
pemenuhannya, sehingga tercipta motivasi untuk mengatasinya. (Robbins, 2003). Terdapat berbagai teori kepuasan kerja diantaranya: a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Maslow mengatakan bahwa semua kebutuhan manusia yang banyak sekali itu dikelompokkan ke dalam lima kategori yang tersusun secara hirarki dari bawah ke atas yaitu kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan pada tingkat paling bawah merupakan kebutuhan yang harus lebih dahulu dipenuhi. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang termotivasi dan
Universitas Sumatera Utara
11
apabila kebutuhan itu telah terpenuhi maka orang tersebut tidak akan termotivasi. (Robbins, 2003)
kebutuhan aktualisasi diri kebutuhan penghargaan kebutuhan sosial keselamatan dan keamanan kebutuhan fisiologis
Gambar 2.1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983) b. Teori Dua Faktor Herzberg Pada intinya adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan dissatisfier atau hygiene factors, dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Hygiene factors adalah faktorfaktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, jadwal kerja, hubungan pribadi, kondisi kerja, dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi pekerja, tetapi ketidakberadaannya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi pekerja. Satisfier atau Motivators adalah faktorfaktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan promosi. Dikatakan
Universitas Sumatera Utara
12
tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. (Feldman & Arnold, 1983)
Satisfier/Motivators •prestasi •pengakuan •wewenang •tanggung jawab •promosi
dissatisfier/hygiene factors •gaji •insentif •pengawasan •hubungan pribadi •kondisi kerja •status
Gambar 2.2. Teori Dua Faktor Herzberg Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983) c. Model Karakteristik Pekerjaan Teori yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham ini menitikberatkan perhatian pada kondisi dimana suatu pekerjaan akan menimbulkan motivasi kerja internal pada pekerja. Motivasi kerja internal adalah motivasi yang tercipta dengan sendirinya pada pekerja yang tidak dipengaruhi oleh upah, jadwal kerja dan rekan kerja. Apabila motivasi kerja internal tinggi, performa kerja yang baik pada pekerjaan akan menyebabkan kepuasan. Sebaliknya, Motivasi kerja internal yang rendah akan menyebabkan performa kerja yang buruk dan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Tiga kondisi kunci harus terpenuhi untuk menciptakan
Universitas Sumatera Utara
13
motivasi kerja internal yang tinggi. Pertama, seorang individu harus merasakan bahwa pekerjaannya bermakna. Kedua, seorang individu harus merasakan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dan ketiga, individu tersebut harus mengetahui baik atau tidak hasil pekerjaannya. Ketiga kondisi ini disebut sebagai keadaan psikologis kritis yang akan menyebabkan motivasi kerja internal. Hackman dan Oldham kemudian merinci bahwa keadaan psikologis kritis tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan inti, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3. Keragaman ketrampilan (skill variety) adalah banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Identifikasi tugas (task identity) adalah sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Signifikansi tugas (task significance) adalah sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Otonomi adalah kebebasan pekerja, yang mempunyai pengertian
ketidaktergantungan
dan
keleluasaan
yang
diperlukan
untuk
menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan
Universitas Sumatera Utara
14
untuk
menyelesaikannya.
Pekerjaan
yang
memberi
kebebasan,
ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. (Feldman & Arnold, 1983) Dimensi Karakteristik Inti
Ragam Keterampilan Identifikasi tugas
Keadaan Psikologis Kritis
Hasil Pekerjaan
Pemahaman tentang pekerjaan
Motivasi kerja Kinerja
Signifikansi Tugas
Kepuasan kerja Otonomi Tugas
Mengetahui tanggung jawab dari pekerjaan
Umpan Balik
Mengetahui hasil aktual dari pekerjaannya
Tingkat absensi dan turn over
Gambar 2.3 Model Karakteristik Pekerjaan Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983) d. Expectancy Theory Teori ini mengatakan bahwa motivasi ditentukan oleh persepsi seseorang mengenai hubungan perilakunya dengan konsekuensi dari perilakunya itu dan kepuasan atau ketidakpuasan yang diharapkan sebagai akibat dari usaha untuk
Universitas Sumatera Utara
15
mempertahankannya. Terdapat tiga komponen teori ini yaitu harapan dari effortperformance, performance-outcome, dan valence of outcome. (Robbins, 2003) Setiap teori kepuasan kerja yang telah dikemukakan di atas, memiliki penjelasan yang berbeda-beda bergantung kepada sudut pandangnya masingmasing. Kesimpulan yang dapat ditarik dari setiap teori di atas adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fenomena sosial yang kompleks dan penjelasanpenjelasan yang berbeda-beda tersebut memperluas cakrawala pemikiran tentang kepuasan kerja. Kesimpulan dari berbagai teori di atas adalah sumber-sumber dari kepuasan kerja dapat dilihat dari pekerja, yang berasal dari faktor internal yaitu karakteristik individu dan faktor eksternal yang merupakan penilaian pekerja terhadap pekerjaannya. 2.1.3
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja Setelah mengulas model kepuasan kerja di atas, dapatlah kita lihat bahwa
kepuasan kerja dipengaruhi pertama, oleh faktor dari dalam diri pekerja atau faktor internal, yang merupakan karakteristik individu, dan kedua, oleh faktor eksternal, yang merupakan yang merupakan penilaian pekerja terhadap pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.3.1 Faktor Internal Karakteristik individu yang telah banyak diteliti memengaruhi kepuasan kerja antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, status pernikahan dan jumlah tanggungan. a. Umur Faktor umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terutama terjadinya perubahan fisik maupun psikologis seseorang. Menurut Robbins (2003) kepuasan kerja cenderung meningkat di antara profesional seiring dengan bertambahnya umur, sedangkan diantara non-profesional kepuasan cenderung menurun selama umur pertengahan dan meningkat lagi setelah umur pertengahan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Azalea, Omar, & Mastor, 2009; Lorbe & Savič, 2012; Sridharan, Liyanage, & Wickramasinghe, 2008). b. Jenis Kelamin Saat ini, gender menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan terutama keterlibatan dalam pengambilan keputusan, di mana wanita masih menjadi minoritas dibanding dengan laki-laki. Beberapa negara menunjukkan ada hubungan antara otonomi dengan kepuasan kerja, di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja laki-laki lebih puas karena mempunyai kebebasan membuat keputusan dibandingkan dengan wanita (Sridharan, Liyanage, & Wickramasinghe, 2008).
Universitas Sumatera Utara
17
c. Pendidikan Pendidikan yang dimiliki oleh individu dalam suatu organisasi merupakan salah satu ukuran dalam proses penempatan. Individu akan merasa senang dan puas jika pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. d. Lama Kerja Pekerjaan yang ditunjukkan oleh setiap individu dipengaruhi oleh pengalaman dalam kurun waktu tertentu. Semakin lama pengalaman mereka bekerja semakin banyak yang mereka ketahui tentang hal yang seharusnya dilakukan untuk menunjang pekerjaan mereka. Selain itu, semakin lama lama kerjaindividu dalam suatu organisasi, maka pengalaman kerja yang didapatkan akan bertambah dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Menurut Robbins (2003) bahwa lama kerja menunjukkan pengaruh yang positif dengan kepuasan pekerja bahkan ketika variabel umur dipisahkan dengan variabel lama kerja, lama kerjalebih konsisten dan stabil terhadap kepuasan kerja dibandingkan umur. Terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, beberapa penelitian telah banyak meneliti tentang hubungan lama kerjadengan kepuasan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azalea, Omar, dan Mastor (2009) menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai pengalaman lebih lebih puas dibandingkan dengan yang mempunyai kurang pengalaman kerja. Lama kerja mempunyai
Universitas Sumatera Utara
18
hubungan dengan kepuasan kerja karena lama kerjalama akan lebih mudah memudahkan pekerja untuk mengerti mengerti dan beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Seseorang yang terbiasa menjalani sebuah pekerjaan akan merasa betah, tidak mengeluh, menyenangi, bahkan mencintai pekerjaannya, lebih mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya sehingga dapat mencapai kepuasan dalam pekerjaannya. e. Status Pernikahan Menurut Robbins (2003) bahwa pekerja yang telah menikah lebih puas terhadap kerjanya dibanding yang belum menikah karena pekerja yang telah menikah merasa mempunyai tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya. Hal ini juga telah beberapa kali direplikasi dengan hasil yang konsisten. (Azalea, Omar, & Mastor, 2009; Lorbe & Savič, 2012; Sridharan, Liyanage, & Wickramasinghe, 2008) f. Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan seorang pekerja pasti akan memengaruhi tingkat kebutuhan pekerja tersebut, akan tetapi sedikit sekali penelitian yang memasukkan variabel ini. 2.1.3.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah penilaian seorang pekerja terhadap pekerjaannya antara lain upah, kondisi lingkungan kerja, kerjasama, jadwal kerja, otonomi, dan pendidikan tambahan. (Feldman & Arnold, 1983).
Universitas Sumatera Utara
19
a. Upah Upah memegang peranan penting dalam menyebabkan kepuasan kerja. Lawler dan Poter pada tahun 1963 menemukan bahwa jumlah upah yang diterima sangat berpengaruh dengan kepuasan kerja, hal ini senada dengan yang ditemukan Smith dan Kendall pada tahun 1963. Hal ini dapat dimengerti dikarenakan uang merupakan
instrumen
penting
bagi
seorang
pekerja
dalam
memenuhi
kebutuhannya seperti makanan, tempat tinggal dan lainnya, dan juga uang dapat menunjukkan pencapaian seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang pekerja, besarnya upah juga menunjukkan seberapa besar perhatian perusahaan/organisasi terhadap pekerjanya. (Feldman & Arnold, 1983). b. Kondisi Lingkungan Kerja Menurut Barnowe dan kawan-kawan pada tahun 1972, terdapat pengaruh yang positif antara kondisi lingkungan kerja dengan kepuasan kerja. Suhu, kelembaban, ventilasi, pencahayaan, suara bising, jam kerja, kebersihan, dan peralatan, kesemuanya berdampak terhadap kepuasan kerja. (Feldman & Arnold, 1983). Pekerja akan memilih tempat kerja yang kondisi tempat kerja baik dikarenakan kenyamanan pada saat bekerja dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan memudahkan mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. (Feldman & Arnold, 1983).
Universitas Sumatera Utara
20
c. Kerjasama Kerjasama juga memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja, karena dengan membentuk sebuah kerjasama, memungkinkan seorang pekerja untuk melakukan interaksi antar mereka, seperti penelitian yang dilakukan oleh Walker dan Guest pada tahun 1952 dan yang dilakukan oleh Kerr dan kawankawan pada tahun 1951, Sawatsky pada tahun 1951 dan Richard & Dorbyn pada tahun 1957 yang menemukan bahwa pekerja yang ditempatkan pada suatu kerjasama akan lebih menyukai pekerjaannya daripada pekerja yang terisolasi. (Feldman & Arnold, 1983). d. Jadwal Kerja Waktu bekerja yang umum atau standar adalah 8 jam perhari selama 5 hari perminggu. Sedangkan waktu bekerja yang tidak umum atau nonstandar adalah waktu kerja yang lama dan berbeda hari dan waktunya. Ada 4 tipe jadwal kerja yang nonstandar, yaitu jadwal kerja yang flexible, pergantian waktu kerja yang panjang, waktu kerja di malam hari, dan kerja paruh waktu. Setiap tipe jadwal kerja memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Waktu kerja di malam hari biasanya terdapat di rumah sakit dan badan pelayanan 24 jam lainnya. Masalah yang dialami oleh pekerja adalah perubahan temperatur lingkungan dan gangguan tidur karena rotasi tidurnya tidak teratur. Sayangnya hanya sedikit penelitian yang meneliti tentang hubungan jadwal kerja dengan kepuasan perawat. (Torrington, Hall, & Taylor, 2008)
Universitas Sumatera Utara
21
e. Otonomi Otonomi merupakan salah satu dimensi pada model karakteristik pekerjaan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Berbagai penelitian telah mendukung hal ini, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Zangaro & Soeken (2007). f. Pendidikan Tambahan Keterampilan dan pengetahuan didapatkan melalui program pelatihan, pendidikan formal maupun informal. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ataupun pengembangan karir melalui pendidikan formal atau informal merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Diharapkan dengan pemberian pendidikan akan memberi kesempatan individu untuk mengembangkan dirinya dan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan atau perkembangan ilmu pengetahuan. Keterampilan yang didapat melalui pendidikan informal atau pelatihan dapat mencegah terjadinya kebosanan dan menambah kepuasan kerja, dimana individu dapat melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan yang berbeda dengan keterampilan yang baru serta dapat menggantikan pekerjaan orang lain. (Azalea, Omar, & Mastor, 2009; Lorbe & Savič, 2012) 2.1.4
Dampak Kepuasan Kerja Menurut Flint dan Webster dalam (Baumann, 2010) turn over adalah
proporsi pekerja yang meninggalkan organisasi selama tahun berjalan. Turn over
Universitas Sumatera Utara
22
merupakan
pusat
perhatian
manajemen
dikarenakan
akan
mengganggu
berjalannya suatu organisasi, menyebabkan masalah moral pada pekerja lainnya, dan meningkatkan biaya dalam rekrutmen dan pelatihan pekerja baru. Porter dan Steers pada tahun tahun 1973 dan telah berulang kali dilakukan penelitian telah menunjukkan bahwa pekerja yang menunjukkan ketidakpuasan bekerja akan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya. (Feldman & Arnold, 1983) Menurut Lu, While, dan Barriball dalam (AL-Hussami, 2008), penyebab utama turn over perawat adalah rendahnya kepuasan kerja dan rendahnya gaji perawat, dan dikarenakan tingginya beban kerja, gaya kepemimpinan yang tidak sesuai, motivasi yang rendah , pelatihan yang kurang dan rendahnya penghargaan dari organsasi. Menurut penelitian yang dilakukan Jones dalam Krsek dan McElroy (2009) rata-rata sebuah rumah sakit harus mengeluarkan sekitar US$88,000 untuk setiap perawat yang meninggalkan rumah sakit tersebut dan menurut Price water house Coopers Health Research Institute sebuah rumah sakit akan mengeluarkan biaya sekitar US$300,001 untuk setiap 1% kenaikan turn over. Hal ini tentu saja akan menurunkan pendapatan rumah sakit dan meningkatkan pengeluaran rumah sakit secara umum.
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.5
Kepuasan Kerja Perawat Herzberg pada tahun 2003, Timmreck pada tahun 2001 dan MecNeese-
Smith pada tahun 1999 telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kepuasan kerja perawat. Mereka menemukan upah bukan merupakan faktor utama dari kepuasan kerja. Perawat sendiri memang menginginkan kehidupan yang layak, tetapi faktor lain memegang peranan penting dalam kepuasan kerja. Faktor yang paling memengaruhi kepuasan kerja perawat adalah kepuasan melakukan perawatan pasien itu sendiri, dan faktorfaktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah hambatan dalam merawat pasien secara maksimal, seperti kekurangan bahan habis pakai, rasa lelah, kesulitan hambatan komunikasi dengan dokter, dan kurang terjalinnya kerjasama dengan perawat lain. (Jones R. P., 2007). 2.1.6
Mengukur Kepuasan Kerja Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisis
statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan suatu kerjasama. Apabila menggunakan tanya jawab sebagai alatnya maka pekerja diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspekaspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
24
Menurut Robbins (2003), terdapat dua pendekatan dalam mengukur kepuasan kerja, yaitu:. a. Single Global Rating Pendekatan ini mengajukan pertanyaan kepada responden, seperti: “Berdasarkan semua yang ada, sejauh mana anda puas terhadap pekerjaan anda?” Para responden itu kemudian menjawab dengan melingkari angka 1 sampai dengan 5 yang mewakili perasaan puas sampai tidak puas. Instrumen yang dapat digunakan antara lain The Job in General Scale dan Michigan Organizational Assessment Questionnaire Subscale. b. Summation Score Pendekatan ini mengidentifikasikan elemen-elemen dalam pekerjaan dan bertanya kepada pekerja tentang apa yang mereka rasakan dari setiap elemen tersebut. Elemen-elemen tersebut antara lain: pekerjaan mereka, supervisi, bayaran mereka, kesempatan untuk promosi, dan hubungan dengan rekan kerja. Semua elemen ini akan diurut dalam skala standar dan ditambahkan untuk menghasilkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan. Dalam penelitian ini pengukuran yang digunakan adalah summation score, dimana faktor yang paling menentukan berdasarkan Jones R.P. (2007) adalah pelaksanaan asuhan keperawaan itu sendiri. Sehingga peneliti memutuskan untuk mengukur kepuasan kerja berdasarkan elemen kepuasan terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2
Perawat Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, perlukaan dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001). Menurut hasil Lokakarya Keperawatan pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dalam bentuk pelayanan biologis, psikologis, sosiologis spiritual yang komprehensif/holistik yang ditujukan kepada individu. Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Proses keperawatan bertujuan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik dan saling tergantung, luwes dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan pasien berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan adanya saling ketergantungan. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
26
profesional seorang perawat harus mampu menerima responsibilitas dan akuntabilitas atas asuhan keperawatan yang telah diberikannya kepada pasien. Responsibilitas adalah tanggung jawab, misalnya pada saat memberikan obat atau tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan pasien, memberikan secara aman dan benar serta mengevaluasi respon pasien terhadap setiap pemberian obat atau tindakan tersebut. Akuntabilitas atau tanggung gugat berarti perawat dapat digugat terhadap segala hal yang dilakukannya kepada pasien. Perawat bertanggung gugat kepada pasien, dokter sebagai mitra kerjanya, dan masyarakat. Agar dapat bertanggung gugat, seorang perawat harus senantiasa bertindak sesuai standar profesi dan etika profesinya. Akuntabilitas memerlukan evaluasi kinerja berdasarkan mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, masih perlu didefinisikan terlebih dahulu kriteria mutu keperawatan kepada setiap tindakan dalam asuhan keperawatan. Sebagaimana profesi keperawatan lainnya, praktek keperawatan memiliki karakteristik. Karakteristik keperawatan itu adalah otonomi profesi, tanggung gugat, kemandirian dalam pengambilan keputusan, kolaborasi, advokasi, fasilitasi, memiliki standar asuhan dan kode etik profesi keperawatan, kemampuan, pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi.
Universitas Sumatera Utara
27
2.3
Landasan Teori Turn over yang tinggi di RSU HKBP balige, menurut Lu, While, dan
Barriball dalam (AL-Hussami, 2008) dan Feldman dan Arnold (1983) merupakan dampak dari ketidakpuasan kerja perawat. Berdasarkan teori-teori kepuasan kerja yang ada, puas tidaknya seorang perawat disebabkan oleh karakteristik individu dan penilaian pekerja terhadap pekerjaannya. (Feldman & Arnold, 1983). Karakteristik individu adalah faktor internal seperti lama kerja, pendidikan, jenis kelamin, umur, status pernikahan dan lain-lain, sedangkan faktor eksternal adalah penilaian pekerja terhadap upah, kondisi lingkungan kerja, jadwal kerja, kerjasama, otonomi dan pendidikan tambahan. (Feldman & Arnold, 1983) 2.4
Kerangka Konsep Berlandaskan landasan teori di atas, maka dapat digabungkan menjadi
suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
28
Variabel bebas (X)
Variabel terikat (Y)
Faktor Internal (X1) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur Jenis kelamin Pendidikan Lama bekerja Status pernikahan Jumlah Tanggungan
Kepuasan Kerja Faktor Eksternal (X2) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Upah Kondisi lingkungan kerja Jadwal kerja Kerjasama Otonomi Pendidikan tambahan
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara