BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2. 1.
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. 1 Perilaku Kerja Inovatif Teori inovasi sering menggambarkan proses inovasi yang terdiri dari dua fase utama: inisiasi dan implementasi. Pembagian antara dua fase diyakini sebagai titik di mana ide ini pertama kali diadopsi, yaitu titik di mana keputusan untuk menerapkan inovasi tersebut dibuat. Tahap pertama berakhir dengan produksi ide, sementara tahap kedua berakhir saat ide diimplementasikan (Raja dan Anderson, 2002). Perilaku kerja inovatif didefinisikan sebagai perilaku yang mengarah pada inisiasi dan aplikasi (dalam peran kerja, kelompok atau organisasi) ide-ide baru dan berguna dari proses, produk atau prosedur (Farr dan Ford, 1990). Dengan demikian, perilaku kerja inovatif dapat didefinisikan sebagai sebuah konstruk multi-dimensi dan menyeluruh yang menangkap semua perilaku di mana karyawan dapat berkontribusi pada proses inovasi (De Jong dan Den Hartog, 2007). Beberapa studi sebelumnya menganggap perilaku kerja inovatif karyawan sebagai sebuah konstruk satu dimensi yang meliputi generasi ide dan aplikasi (De Jong dan Den Hartog, 2007). Perilaku kerja inovatif memiliki komponen yang diterapkan lebih jelas karena diharapkan dapat menghasilkan output yang inovatif (De Jong dan Den Hartog, 2007). Dalam hal ini, kreativitas dapat dilihat sebagai bagian dari perilaku kerja inovatif yang paling jelas dalam tahap
6
7
pertama dari proses inovasi, di mana masalah atau kesenjangan kinerja diakui dan ide-ide yang dihasilkan dalam menanggapi kebutuhan yang dirasakan untuk melakukan inovasi (West, 2002 ).
2. 1. 2 Person-Job Fit Person-job fit dapat didefinisikan sebagai kesesuaian antara kemampuan
seseorang
dan
tuntutan
pekerjaan
atau
keinginan
seseorang dan atribut pekerjaan (Sekiguchi, 2004). Akibatnya, seorang individu akan puas dengan pekerjaannya setelah kebijakan organisasi atau struktur memenuhi preferensi mereka (Kristof, 1996). Person-job fit mengacu pada keselarasan individu dengan persyaratan pekerjaan mereka dan dorongan yang ada untuk melakukan pekerjaan itu (Bretz, 1993). Edwards (1991) mendefinisikan person-job fit sebagai kesesuaian antara kemampuan seseorang dan tuntutan pekerjaan atau kebutuhan dan keinginan seseorang dan apa yang disediakan oleh pekerjaannya. Edwards (1991) mengidentifikasi dua jenis yang berbeda dari person-job fit. Tipe pertama, abilities-demand fit, adalah kesesuaian antara keterampilan individu dan kemampuan dan tuntutan tertentu dari pekerjaan. Tipe ini berkaitan dengan apakah seseorang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
tugas
dari
pekerjaannya.
Ketika
pekerja
memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, mereka lebih cenderung untuk berkinerja tinggi untuk memenuhi harapan dari supervisor, dan tetap berada pada pekerjaan tersebut. Tipe kedua dari person-job fit, needs-supplies fit yaitu ketika kebutuhan individu
8
disediakan untuk pekerjaan tertentu. Tipe ini berkaitan dengan tidak adanya peluang pasokan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan seseorang, nilai-nilai, dan preferensi. Ketika kebutuhan pekerja untuk afiliasi, otonomi, dan keamanan finansial disediakan oleh organisasi dalam bentuk rekan yang kompatibel, otonomi penjadwalan, dan kompensasi murah hati, mereka mengalami kepuasan kerja yang lebih besar dan lebih tinggi
dalam berkomitmen untuk organisasi. Kedua
komponen yang berbeda dari person-job fit awalnya dipelajari sebagai dua jenis yang terpisah dari person-job fit tapi sekarang umumnya digabungkan ke dalam konseptualisasi keseluruhan dari person-job fit (Kristof et al., 2005) .
2. 1. 3 Person-Organization Fit Istilah person-organization fit menggambarkan hubungan antara nilai-nilai individu dan organisasi, keselarasan tujuan dengan para pemimpin organisasi, preferensi individu atau kebutuhan dan sistem organisasi atau struktur, dan kepribadian individu dan iklim organisasi (Kristof, 1996). Dengan kata lain, person-organization fit adalah kesesuaian antara pola nilai-nilai organisasi dan pola nilai-nilai individu (Chatman, 1989), dan menekankan sejauh mana seseorang dan pangsa organisasi dengan karakteristik serupa dalam memenuhi kebutuhan masing-masing (Sekiguchi, 2004). Terdapat nilai-nilai tertentu yang dibawa individu ke dalam perannya dalam organisasi, sejauh mana nilainilai
dari
peran
individu
yang
berhubungan
dengan
organisasi
9
menunjukkan tingkat kecocokan individu dengan organisasi (Lopez, 1999). Dimensi
person-organization
fit
menekankan
pentingnya
kesesuaian antara karyawan dan proses kerja dan pentingnya menciptakan identitas organisasi melalui pelembagaan nilai-nilai yang konsisten yang menembus budaya organisasi (Morley, 2007). Banyak praktisi berpendapat bahwa person-organization fit adalah kunci untuk mempertahankan tenaga kerja yang fleksibel dan berkomitmen yang diperlukan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif dan pasar tenaga kerja yang ketat (Sekiguchi, 2004).
2. 1. 4 Kepercayan Inovasi Kepercayaan
Inovasi
didefinisikan
sebagai
timbal
balik
kepercayaan antara individu dan rekan kerjanya tentang ide-ide inovatif (Damanpour dan Schneider, 2006). Hal tersebut berdasarkan pada pandangan dari penelitian yang menunjukkan bahwa ketika karyawan percaya bahwa rekan kerja mendengarkan dan mendukung ide-ide mereka dan mengasosiasi pentingnya saran baru mereka, mereka cenderung untuk menampilkan perilaku kerja inovatif yang tinggi (Afsar et al., 2015). Afsar et al. (2015) menyebutkan bahwa kepercayaan inovasi merupakan pandangan positif dan penerimaan ide-ide inovatif oleh rekan kerja dan lingkungan yang ditandai dengan inovasi kepercayaan akan memungkinkan karyawan untuk memperkenalkan ideide baru dan mengetahui bahwa rekan kerja mereka akan merespon
10
positif
dan
perusahaan
juga
memfasilitasi
karyawan
untuk
menyampaikan ide-ide baru yang dimilikinya.
2. 2.
PERUMUSAN HIPOTESIS
2. 2. 1 Pengaruh person-job fit dan person-organization fit pada perilaku kerja inovatif Person-job fit berfokus pada analisis tingkat individu dan memastikan bahwa karyawan memiliki keahlian teknis untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka dan memberikan kontribusi nilai tambah (Afsar et al., 2015). Penelitian telah menemukan bahwa kesesuaian antara persepsi karyawan mengenai tugas pekerjaan dan situasi di mana mereka bekerja dan preferensi pribadi mereka mempengaruhi tingkat hasil positif individu (Edwards, 1996). Person-job fit secara keseluruhan sangat terkait dengan sejumlah hasil, termasuk kinerja tugas, pemecahan masalah, kepuasan kerja, komitmen dan kinerja organisasi (Afsar et al., 2015). Person-job fit memainkan peran penting dalam mempengaruhi apakah karyawan terlibat dalam perilaku kerja inovatif, yang sebagian dilakukan melalui motivasi karyawan (Collins dan Amabile, 1999). Penekanan terhadap person-organization fit terletak dalam kesesuaian antara kepribadian, kebutuhan, dan nilai karyawan dengan nilai dan konteks yang ada dalam organisasi (Afsar et al., 2015). Karyawan dengan person-organization fit yang lebih baik akan puas dengan tugasnya dan termotivasi secara intrinsik, dan seseorang yang
11
termotivasi secara intrinsik cenderung menunjukkan perilaku kerja inovatif (De jong dan Den Hartog, 2007). Kristof et al. (2005) menunjukkan bahwa person-organization fit yang tinggi membantu karyawan melakukan perilaku yang membantu organisasi dan inovasi karyawan adalah salah satu dari perilaku tersebut. Person-organization fit juga telah diusulkan untuk menjadi anteseden penting dari hasil perilaku (Hoffman dan Woehr, 2006). Hal ini diasumsikan bahwa organisasi yang memiliki person-organization fit yang tinggi, akan menimbulkan perilaku ekstra peran yang lebih sering dilakukan oleh karyawan. OCB dapat meningkatkan inisiatif individu dan inisiatif tersebut menanamkan perilaku inovatif antara karyawan (Afsar et al., 2015). Perilaku inovatif juga merupakan bentuk OCB dan personorganization fit secara positif berpengaruh pada OCB (Vilela, González, dan Ferrin, 2008). Penelitian yang dilakukan Afsar et al. (2015) juga menemukan bahwa persepsi karyawan mengenai organisasi dan kesamaan nilai dengan nilai organisasi memprediksi perilaku kerja inovatifnya dengan kuat sebanding dengan kesesuaian mereka dengan karakteristik pekerjaan. Berdasarkan
argumen-argumen
di
atas,
maka
dirumuskan
hipotesis sebagai berikut: H1. Persepsi karyawan mengenai person-job fit berpengaruh pada perilaku kerja inovatifnya. H2.
Persepsi
karyawan
mengenai
person-organization
berpengaruh pada perilaku kerja inovatifnya.
fit
12
2. 2. 2 Kepercayaan inovasi memediasi dalam pengaruh person-job fit dan person-organization fit pada perilaku kerja inovatif. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa ketika karyawan percaya bahwa rekan kerja mereka mendengar dan mendukung ide-ide mereka, apapun saran yang mereka ajukan, maka mereka cenderung akan menunjukkan perilaku kerja inovatif yang tinggi (Clegg, Unsworth, Epitropaki, dan Parker, 2002). Karyawan yang dapat dipercaya dalam saran-saran
mereka
untuk
meningkatkan
prosedur
dan
proses
merasakan peningkatan motivasi tugas yang kemungkinan dapat meningkatkan mereka untuk terlibat dalam perilaku kerja yang inovatif (Afsar et al., 2015). Kepercayaan
inovasi
diidentifikasi
sebagai
pusat
untuk
menciptakan lingkungan dalam mendukung inovasi. Kepercayaan inovasi membantu mengatasi batas yang berbeda yang ditimbulkan oleh karyawan yang inovatif dan yang tidak inovatif. Lingkungan tersebut ditandai oleh inovasi kepercayaan, oleh karena hal tersebut memfasilitasi keinginan karyawan untuk berkontribusi dengan wawasan baru (Afsar et al., 2015). Karyawan yang percaya bahwa kebutuhan mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan mereka cenderung untuk menyarankan caracara baru dalam melakukan sesuatu dan membantu rekan kerja untuk menumbuhkan
kerjasama
di
antara
mereka
dalam
menciptakan
kepercayaan dan dukungan lingkungan. Kepercayaan memotivasi karyawan untuk berkolaborasi dan mendukung ide satu sama lain melalui hubungan timbal balik dan berbagi pengetahuan (Janssen, 2005).
13
Karyawan harus menerima perilaku kerja inovatif sebagai perilaku organisasi yang berharga yang akan menguntungkan organisasi secara keseluruhan. Jika penerimaan ini kurang, inovasi dapat menyebabkan kelesuan organisasi karena konflik disfungsional yang berhubungan dengan pekerjaan (Shih dan Susanto, 2011). Lingkungan
yang
ditandai
dengan
kepercayaan
inovasi
memungkinkan karyawan untuk memperkenalkan ide-ide baru dan mengetahui bahwa rekan kerja mereka akan merespon positif. Banyak dari
ide-ide
yang
gagal
dikarenakan
ide-ide
tersebut
kurang
diimplementasikan dan tidak mendapatkan dukungan dari rekan kerja. Perilaku kerja inovatif meliputi generasi ide (kreativitas) dan implementasi ide, oleh karena itu karyawan yang memulai ide-ide baru harus memastikan bahwa ide tersebut berhasil dilaksanakan melalui dukungan rekan kerja (Afsar et al., 2015) Dari argumen-argumen tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H3. Kepercayaan inovasi memediasi dalam pengaruh person-job fit pada perilaku kerja inovatif. H4. Kepercayaan inovasi memediasi dalam pengaruh personorganization fit pada perilaku kerja inovatif.
2. 3.
KERANGKA KONSEPTUAL Kerangka
berpikir
merupakan
model
konseptual
tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting (Sekaran, 2006). Suatu
14
kerangka berpikir akan menghubungkan secara teoritis antara variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dan tergantung. Dengan demikian, kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara gejala-gejala yang menjadi
obyek
permasalahan
atau
sintesis
tentang
hubungan
antarvariabel yang disusun dari berbagai teori yang telah diuraikan. Berikut bagan dari kerangka konseptual dalam penelitian ini:
H1 Person-Job Fit H3
Kepercayaan Inovasi
Perilaku Kerja Inovatif
H4 Person-Organization Fit H2
Sumber: Afsar et al. (2015)
Gambar II.1: Kerangka Konseptual Dalam keraka konseptual diatas terdapat beberapa variabel yang akan diuji di penelitian ini. Person-job fit dan person-organization fit merupakan variabel independen dalam penelitian ini. Selanjutnya perilaku kerja inovatif berperan sebagai variabel dependen serta adanya kepercayaan inovasi sebagai variabel mediasi. Penelitian ini akan menguji bagaimana pengaruh person-job fit dan person-organization fit pada perilaku kerja inovatif, serta meguji pengaruh dari kepercayaan inovasi sebagai variabel mediasi dari hubungan tersebut.