TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Awal Perkembangan Distribusi Kentang Kentang diketahui berasal dari wilayah Pegunungan Andes di Peru dan Bolivia dan diketahui suku Inka telah memanfatkan kentang sebagai bahan pangan sekitar 2000 tahun sebelum adanya Spanyol menjajah suku Inka tersebut. Kentang diyakini berasal dari nama dalam bahasa Inka ‘papa’ atau ‘batata’ dalam bahasa India Karibia yaitu ubi jalar. Namun, karena terdapat kaitan dengan bangsa Irlandia, maka itu walaupun ditanam dimanapun tetap disebut dengan ‘Kentang Irlandia’ (Rubatzy dan Yamaguchi 1995). Introduksi kentang dari AS ke Spanyol sekitar tahun 1570 menyebabkan pertumbuhan dan distribusi yang hebat dari suatu pangan baru yang berdampak pada kemajuan perekonomian (Rubatzy dan Yamaguchi 1995). Dari Spanyol, kentang dibawa ke sejumlah negara Eropa sekitarnya, dan dalam waktu kurang dari 100 tahun, kentang ditanam cukup luas diberbagai wilayah Eropa. Lalu, terjadi introduksi ke negara Asia seperti India (tahun 1610), Cina (tahun 1700), dan Jepang (tahun 1766) (Rubatzy dan Yamaguchi, 1995). Bioekologi Tanaman Kentang Kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya. Keadaan iklim dan tanah merupakan hal penting yang perlu diperhatikan, di samping faktor penunjang lainnya. Kentang dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi antara 500-3.000 m di atas permukaan laut. Kondisi lapang yang baik bagi tanaman kentang adalah pada ketinggian 1.300 m dpl dengan suhu relatif sekitar 20°C. Tetapi kentang dapat tumbuh lebih baik pada suhu rata-rata 15-20˚C. Jika suhu rata-rata melebihi 23˚C, daun biasanya akan menjadi kecil dan jarak antarruas menjadi lebih panjang (Soelarso 1997). Selain, itu daerah dengan curah hujan 200-300 mm setiap bulan atau 1.000 mm selama masa pertumbuhan kentang merupakan daerah yang baik untuk pertumbuhan kentang. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang subur, dalam, drainase baik, dan pH antara 5-6,5. Menurut Samadi (1997), berdasarkan warna umbinya, kentang dibedakan ke dalam tiga golongan sebagai berikut: (1) Kentang putih, yaitu jenis kentang yang
memiliki warna putih pada daging umbi dan kulitnya, misalnya, varietas marita, donate, radosa, diamante, dan lain-lain, (2) Kentang kuning, yaitu jenis kentang yang memiliki warna kuning pada umbi dan kulitnya, misalnya, varietas patrones, thung, eigenheimer, rapan, granola, cipanas, segunung, cosima, dan lain-lain, dan (3) Kentang merah, yaitu jenis kentang yang memiliki warna merah pada umbi dan kulitnya, misalnya varietas desiree dan arka. Jenis-jenis OPT Kentang A.
Hama Penting Tanaman Kentang Menurut Nikmah (1994), pada hasil pengamatan yang dilakukannya
ditemukan beberapa hama penting di lahan pembibitan kentang di Pangalengan, Kabupaten Bandung yaitu Myzus persicae
Sulz. (Hemiptera: Aphididae),
Phthorimaea operculella Zell (Lepidoptera: Gelechiidae), dan Thrips sp (Thysanoptera: Thripidae), dengan populasi yang rendah. 1.
Myzus persicae Sulz. Hama ini peranannya sangat penting pada pertanaman kentang, karena
merupakan vektor potato leafroll virus (PLRV). Seekor serangga dapat menularkan virus pada 100 tanaman. Tanaman inang primer hama ini adalah Prunus persica (tanaman kesemek atau persik), kadang-kadang P. nigra (tanaman ceri), dan P. tanella (tanaman amandel atau almond). Tanaman inang sekunder hama ini meliputi tanaman dari 40 famili yang berbeda. Tanaman tersebut adalah tanaman yang paling penting secara ekonomi (Blackman & Eastop 1985 dalam Nikmah 1994). 2.
Phthorimaea operculella Zell. (Potato Tuber Moth) Pada tahun 1854, hama ini pertama kali ditemukan di Australia dan
menyebar luas di Victoria. Serangan berupa daun menjadi berwarna merah kecokelatan. Larva merusak mesofil sehingga daun menggulung dan larva bersembunyi di dalam gulungan tersebut. Gejala serangan pada umbi yaitu adanya kelompok kotoran berwarna merah tua dan bila umbi dibelah akan tampak lubang gerekan. Pada penyimpanan di gudang, ulat ini merusak bibit kentang bila
disimpan dalam waktu yang lama yaitu sekitar 3-5 bulan (LPH 1979 dalam Nikmah 1994). 3.
Thrips sp. Thrips sp berbentuk pipih, panjangnya 1 sampai 2 mm dan berwarna
merah atau hitam. Pada stadia muda berwarna putih sampai kuning atau merah. Gejala yang tampak pada tanaman adalah berubahnya warna daun menjadi keperakan atau berwarna perunggu. Kerusakan yang berat oleh hama menyebabkan matinya tanaman. Thrips sp. yang menyerang kentang adalah T.tabacci Lind. yang bersifat polifag. T. tabacci panjangnya 1 mm. Inang hama ini selain kentang adalah cabe, tomat, waluh, dan bayam. Perkembangbiakan hama ini yaitu secara partenogenesis (Kalshoven, 1981). Menurut Balai Penelitian Hortikultura 1989 dalam Nikmah 1994, di luar T. tabacci telah diketahui dapat menularkan penyakit potato spotted virus, sedangkan di Indonesia belum dilaporkan penyakit tersebut. Menurut Hartus (2006), ada beberapa hama lainnya yang juga dapat menyerang tanaman kentang serta menimbulkan kerugian. Hama utama kentang selain yang sudah disebutkan di atas adalah: 1.
Ulat jengkal kubis Organisme ini termasuk pada Famili Noctuidae dalam Ordo Lepidoptera.
Ulat ini memiliki ciri-ciri fisik seperti tubuh yang berwarna hijau dengan garisgaris putih horizontal, lebih kecil daripada ulat grayak. Karena itu pada saat ulat jengkal berjalan, punggungnya melengkung ke atas. Gejala tanaman yang terserang oleh ulat ini adalah daun berlubang-lubang dan terkoyak. 2. Wereng hijau atau leafhopper (Empoasca sp.) Pada tanaman yang merupakan inangnya, wereng hijau tergolong pada jenis hama yang berbahaya. Serangga ini termasuk pada Famili Cicadellidae dalam Ordo Hemiptera. Ciri-ciri dari serangga ini adalah berukuran sekitar 3 mm, dan tipe alat mulut dari seranggga ini adalah menusuk dan mengisap. Hama ini merupakan vektor pembawa patogen dari penyakit aster yellows dan wicthes broom (sapu sihir) yang disebabkan oleh mikoplasma, dan air liur wereng hijau
juga diketahui
mengandung racun yang dapat merusak daun. Pada tingkat
serangan yang berat, tanaman akan mati muda.
3. White worm atau andean potato weevils (Premnotrypes sp.) Fase yang merugikan bagi serangga ini adalah fase larvanya yang termasuk dalam Ordo Coleoptera pada Famili Curculionidae. Pada kumbang dewasa berukuran 8-10 mm dan warna tubuhnya cokelat tua. Dan kumbang tersebut aktif menggerek daun kentang pada malam hari. Gejala yang ditimbulkan oleh fase larva dari serangga ini adalah terdapat gerekan menyerupai terowongan. 4. Leaf beetles (Diabrotica sp.) Pada fase dewasa, serangga ini berukuran 6-8 mm yang tergolong pada Ordo Coleoptera yang termasuk pada Famili Chrysomelidae. Kumbang menyerang daun, sedangkan pada fase larvanya menggerek permukaan umbi kentang. Akibat isapan serangga dewasa, daun kentang menjadi berlubang-lubang kecil, sementara akibat dari lubang-lubang yang disebabkan oleh isapan serangga tersebut, tanaman menjadi peka terhadap patogen tanah. 5. Tungau Tungau tidak tergolong pada serangga, karena memiliki ciri-ciri bertungkai 3 pasang yang tidak tergolong pada insecta. Tungau termasuk pada Ordo Acarina. Tungau yang menyerang tanaman kentang ada dua jenis, yaitu tungau merah (Tetranychus sp.) pada Family Tetranichydae dan tungau kuning (Polyphagotarsonemus latus) pada Family Tarsonematidae. Gejala tanaman yang terserang hama ini adalah daun tampak mengeriting. Tungau mengisap daun dari permukaan bagian bawah daun pada daun-daun muda dan bila serangan berat, tanaman akan mati.
B. Penyakit Penting pada Tanaman Kentang Menurut Semangun (2004) dan Balai Penelitian Sayuran (BALITSA 1999), telah dilaporkan beberapa penyakit yang menyerang tanaman kentang adalah:
1.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri layu (Ralstonia solanacearum) Bakteri layu atau busuk cokelat merupakan penyakit yang serius dan
masalah besar bagi pertanaman kentang di dunia. Proses layu awal dimulai dari salah satu pucuk daun atau cabang tanaman. Layu biasanya disertai dengan sedikitnya menguningnya daun. Gejala lanjut daun-daun layu secara menyeluruh dan berwarna cokelat, diikuti dengan kematian tanaman. Bila batang dipotong akan nampak garis vaskuler berwarna gelap, bila dimasukkan ke dalam air bening akan mengeluarkan eksudat berupa lendir berwarna putih keabu-abuan. Infeksi laten terjadi bila umbi-umbi yang terinfeksi ditanam pada lokasi yang bersuhu rendah atau pada umbi yang terinfeksi secara lambat selama musim tanam. Gejala layu berkembang cepat pada suhu yang tinggi. 2.
Busuk Daun (Phytophthora infestans) Busuk daun atau late blight yang sering juga disebut dengan “hawar daun”
merupakan penyakit terpenting kentang. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini adalah daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotis pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah, maka bercak-bercak nekrotis tersebut tidak akan menyebar. Dalam cuaca yang kering, jumlah bercak terbatas, segera mengering dan meluas. Dalam cuaca lembap di bagian tepi bercak, terutama pada sisi bawah daun sakit terdapat lapisan kelabu tipis. 3.
Bercak kering (Alternaria solani) Bercak kering atau disebut juga dengan early blight tersebar di seluruh
daerah penanam kentang di seluruh dunia. Pada umumnya gejala yang ditimbulkan tampak pada tanaman yang berumur lebih dari 6 minggu. Mula-mula pada daun-daun yang sudah dewasa terjadi bercak-bercak kecil yang agak bulat, berbatas jelas, tersebar tidak teratur, berwarna cokelat tua, kemudian bercak meluas dengan lambat. Bercak yang meluas mudah dibedakan dari penyakit lainnya karena mempunyai cincin-cincin yang sepusat (konsentris, target board spot).
4.
Busuk Cincin (Clavibacter michiganensis) Gejalanya biasanya muncul pada pertengahan atau akhir musim diikuti
dengan layu (seringkali hanya beberapa batang tanaman saja). Daun-daun bagian bawah melemah dengan warna kuning pucat antara tulang-tulang daun utamanya. Ujung-ujung daun menggulung ke atas, dan diikuti matinya tanaman secara cepat. Bagian batang dan umbi yang dibelah menunjukkan adanya cincin vaskuler berwarna cokelat. Kebanyakan busuk cincin pada vaskuler umbi tersebut warnanya berubah menjadi abu-abu, kekuningan, gelap dan cokelat kemerahan (Balitsa 1999). 5.
Kaki hitam dan busuk lunak (Erwinia spp) Kaki hitam pada tanaman kentang dan busuk lunak pada umbi merupakan
penyakit yang tersebar luas, terutama pada daerah beriklim hangat. Erwinia carotovora f.sp. carotovora biasanya hanya ada di iklim hangat, E. c. f.sp. atroseptica di iklim sejuk (dingin) dan E.chrysanthemi di iklim panas. Gejala yang ditimbulkan kaki hitam dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan tanaman bila kelembapan udaranya tinggi. Hitam dan luka berlendir seringkali menyebabkan batang menjadi lunak secara cepat karena umbi bibit yang membusuk. Busuk pada ujung stolon terjadi pada umbi-umbi muda. Tanaman muda umumnya kerdil dan tegak. Daun-daun menguning dan menggulung ke atas, seringkali diikuti dengan layu dan mati tanaman (Balitsa 1999). 6.
Kudis Lak/black scurf atau stem canker (Rhizoctonia solani) Pada permukaan umbi kentang terdapat sklerotium jamur yang pipih,
berwarna hitam kecokelatan. Kadang-kadang jamur menyerang pangkal batang dan menyebabkan terjadinya bercak-bercak besar, berwarna cokelat, sedikit berlekuk (Semangun 2004). Luka terjadi pada tunas umbi dapat menyebabkan gagal dan tertundanya kemunculan bibit ke permukaan tanah. Kanker ringan berwarna cokelat dengan berbagai ukuran dan bentuk, menyerang stolon, batang dan batang di bawah permukaan tanah. Kanker menyebabkan batang mengecil dan terjadi pembentukan umbi di udara, tanaman layu dan mati (Balitsa 1999).
7.
Busuk kering Fusarium (Fusarium sp) Jamur Fusarium menyerang umbi kentang yang disimpan di dalam gudang
dan menyebar di semua daerah penanam kentang di seluruh dunia. Gejala serangan yang disebabkan oleh Fusarium adalah pada umbi yang disimpan permulaan serangan tampak dengan terbentuknya bercak-bercak berlekuk dan berwarna tua, yang makin lama makin meluas. Pada permukaan umbi terdapat miselium bertumpuk berwarna putih hingga merah jambu dan membentuk banyak konidium dan mengalami mumifikasi (kering, berkerut, dan keras). Bagian pinggiran yang busuk tampak jelas, dan terlihat cincin konsentris tampak pada permukaan umbi. Pada batang, terdapat jaringan vaskuler berwarna kehitaman. 8.
Kudis/common scabies (Streptomyces scabies) Umbi yang sakit mempunyai sisik-sisik dan bisul-bisul bergabus pada
permukaannya. Dan jaringan daging yang terletak di bawah bagian kulit umbi yang bersisik dan bergabus tersebut, berwarna kecokelatan, namun perubahan warna ini tidak mendalam dan umbi masih dapat dikonsumsi. Luka-luka ini dapat bergabung satu sama lain sehingga seluruh permukaan umbi terinfeksi, dan akarakar serabut dapat juga diserang. 9.
Virus Daun Gulung (potato leaf roll virus) Daun-daun sakit yang menggulung ke atas, dari tepi ke arah ibu tulang,
kadang-kadang sampai menyerupai tabung. Pada infeksi primer, yaitu infeksi pada masa pertumbuhan tanaman yang bersangkutan, gejala pada daun-daun atas saja. Tetapi pada infeksi sekunder, maka daun-daun yang di bawah pun menunjukkan gejala.
10. Virus X kentang (PVX) atau mosaik laten Virus ini disebarkan oleh pekerja yang ceroboh, singgungan tanaman yang sakit dengan sehat, dan alat-alat pertanian yang digunakan. Gejala yang muncul adalah gejala mosaik pada bagian antara tulang daun (interveinal mosaic). Gejala mosaik tampak seperti pada tulang daun berwarna lebih tua dan jaringan
diantaranya berwarna lebih muda, dan gejala ini tampak pada daun-daun tua yang terlindung oleh daun-daun di atasnya. 11. Virus Y kentang (PVY) atau vein banding Virus Y yang menyerang tanaman kentang melalui kutu daun Myzus persicae. Gejala yang mucul pada tanaman terserang adalah penyakit mosaik laten timbul secara bersama-sama sehingga akan timbul mosaik berkerut. Mosaik tampak lebih suram (diffuse), daunnya mengeriting, tepi daun menggulung ke bawah, terjadi nekrosis pada batang dan tulang-tulang daun. 12. Virus S kentang (PVS) atau mosaik lemas Serangan virus S menyebabkan umbi yang terbentuk menjadi kecil-kecil. Gejala yang muncul pada tanaman di atas permukaan tanah adalah ujung daunnya membengkok ke bawah. Contoh: pada varietas Katela, tanaman sakit mempunyai batang yang lemas (tanaman tidak dapat berdiri tegak), sehingga menyebabkan batang terkulai atau terbaring di atas tanah.
Tindakan Pengendalian OPT Memasuki pasar global persyaratan produk-produk pertanian ramah lingkungan akan menjadi primadona. Persyaratan kualitas produk pertanian akan menjadi lebih ketat dengan pemakaian pestisida sintetik. Salah satu alternatif upaya peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian khususnya kentang dapat dilakukan dengan pemanfaatan agen hayati (biopestisida atau berbahan dasar mikroorganisme) sebagai pengganti pestisida sintetik yang selama ini telah diketahui banyak berdampak negatif dalam mengendalikan penyakit-penyakit tanaman (Purwantisari et al, 2007). Menurut Rauf (1999), pengendalian kimiawi yang sekarang diterapkan oleh petani bukanlah strategi pengendalian yang berkelanjutan, baik dalam konteks ekologis maupun ekonomi. Oleh karena itu, dirasa sangat mendesak untuk mengembangkan pendekatan pengendalian yang lebih efektif, ekonomis, dan aman terhadap lingkungan. Salah satu upaya yang perlu dirintis adalah introduksi parasitoid (Shepard et al 1998 dalam Rauf 1999). Mekanisme pengendalian hayati Trichoderma harzianum yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari
serangan
cendawan
patogen,
mempercepat
pertumbuhan
tanaman
dan
meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Trichoderma harzianum adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis patogen penyebab penyakit tanaman (spektrum pengendalian luas). Cendawan Trichoderma harzianum dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis cendawan penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Dan Trichoderma lignorum dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati terhadap
Sclerotium rolfsii penyebab busuk
batang pada tanaman kacang tanah (Purwantisari et al 2008). Menurut Salma dan Gunarto (1999) dalam Purwantisari et al (2008), Trichoderma spp mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase sehingga dapat merusak dinding sel cendawan patogen pada kelompok cendawan Fitoplasma like organism (FLO) atau pseudofungi ordo oomycetes famili Pythiaceae seperti Phytophthora infestans. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Trianto dan Gunawan Sumantri 2003 dalam Purwantisari et al 2007). Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun melalui kompos. Menurut Adiyoga dan Ameriana (2000), sistem pengetahuan indigenous menunjukkan bahwa petani secara lengkap dapat mengidentifikasi gejala serangan serta faktor-faktor penyebab dan stimulan untuk hama dan penyakit penting kentang, sistem pengetahuan indigenous menunjukkan bahwa petani melakukan kegiatan pemantauan secara intensif dan melaksanakan pengendalian mekanis serta kultur teknis dan pengendalian secara kimiawi. Penggunaan pestisida yang banyak digunakan oleh petani-petani Desa Pangalengan cukup banyak jenis-jenisnya seperti pestisida berbahan aktif maneb, mankozeb, profenofos, klorotaanil, parakuat diklorida, propineb, dimetomorf, karbofuran, dan kloropirifos. Fungisida yang banyak digunakan oleh petani Pangalengan dan sebagian besar diantaranya merupakan fungisida kontak untuk patogen P. infestans. Dan untuk jenis insektisida yang diketahui banyak
digunakan adalah insektisida racun kontak dan lambung untuk mengendalikan hama yang sering menyerang tanaman kentang. Nilai Ekonomi Untuk mengevaluasi kelayakan usaha tani yang dilakukan dapat dilakukan beberapa cara. Salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah dengan menghitung nilai nisbah biaya dan manfaat (benefit cost ratio). Analisis biayamanfaat ini dikembangkan untuk memberi solusi yang sistematik untuk membandingkan keuntungan serta kerugian ekonomi dari berbagai alternatif proyek (Yogi 2006). Analisis biaya-manfaat ini mempunyai penekanan dalam perhitungan tingkat keuntungan/kerugian suatu program atau suatu rencana dengan mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai. Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan (Anonim 2008).