TINJAUAN PUSTAKA Kentang Kentang merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau kemerahan atau berwarna ungu. Umbinya berawal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan karbohidrat sehingga bentuknya membengkak. Umbi ini dapat mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang yang baru (Aini, 2012). Taksonomi tanaman kentang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum L.
(Sharma, 2002). Kentang terdiri dari beberapa jenis dan beragam varietas. Jenis-jenis tersebut memiliki perbedaan bentuk, ukuran, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen. Berdasarkan warna kulit dan daging umbi, kentang terdiri dari tiga golongan yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah. Kentang kuning memiliki beberapa varietas yaitu varietas
Universitas Sumatera Utara
Pattrones, Katella, Cosima, Cipanas, dan Granola. Kentang putih memiliki varietas Donata, Radosa, dan Sebago. Varietas kentang merah yaitu Red Pontiac, Arka dan Desiree. Jenis kentang yang paling digemari adalah kentang kuning yang memiliki rasa yang enak, gurih, empuk, dan sedikit berair (Aini, 2012). Karakteristik kentang yang dapat diolah adalah kentang yang memiliki kandungan zat padat yang tinggi, tekstur, warna, kandungan gula rendah, terutama gula-gula pereduksi, tingkat kemasakan yang lanjut, relatif bebas dari penyakit, dan kehilangan pengupasan yang rendah. Kentang dengan kandungan zat padat yang tinggi pada umumnya menghasilkan produk-produk pengeringan yang mempunyai tekstur bertepung. Kandungan zat padat yang tinggi diinginkan pula untuk keripik kentang atau pati kentang (Pantastico, 1993).
Komposisi Kimia Kentang Kentang mengandung mineral natrium dengan kadar alkalin yang cukup tinggi dan dapat berfungsi untuk meningkatkan pH yang terlalu asam di dalam tubuh. Hal ini akan membuat aktivitas hati menjadi lebih baik, jaringan menjadi elastis, dan otot menjadi lentur. Juga menghasilkan keluwesan tubuh dan berguna untuk proses peremajaan. Selain itu, baik untuk pengobatan jantung dan dapat pula digunakan untuk pengobatan catarrhal (penyakit hidung tenggorokan yang menyebabkan hidung selalu beringus). Kandungan protease inhibitornya yang tinggi dapat menetralkan virus-virus tertentu dan menghambat serangan kanker (Hidayah, 2009). Kentang salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum dan jagung yang dapat dijadikan sumber karbohidrat dan mempunyai potensi dalam program diversifikasi pangan. Kentang dapat diolah menjadi makanan ringan seperti
Universitas Sumatera Utara
keripik, dodol, donat, dan perkedel. Kentang juga berperan sebagai sumber nutrisi karena mengandung vitamin B, C dan sejumlah vitamin A (Imran, 2011). Komposisi kimia kentang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia dalam 100 gram kentang Komposisi Energi (kal) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Mineral (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Thiamin (mg) Asam askorbat (mg) Sumber: Nio (1992)
Jumlah 85 77,8 2,0 0,1 19,1 1,0 11 56 0,7 0,11 17
Tepung Kentang Pengeringan adalah salah satu upaya untuk mempertahankan masa simpan dari umbi kentang. Produk yang bisa dihasilkan dari pengeringan kentang ini antara lain tepung kentang, pati kentang, serpihan kentang (potato flakes), dan kentang dadu (potato dice). Tepung kentang dapat dimasukkan dalam roti dan biasanya menjadi bahan pengental rasa pada produk sup instan, saus dan makanan bayi (Woolfe, 1987). Tepung kentang dapat digunakan dalam produk roti dan kue bersamaan dengan tepung terigu. Pada pembuatan roti tawar yang menggunakan tepung kentang dan tepung terigu menghasilkan tekstur remah yang lembut dan masa simpan yang lebih lama tanpa disimpan di dalam lemari pendingin. Pemakaian tepung kentang sebesar 10-20% dari penggunaan tepung terigu dapat menghasilkan penampilan produk yang lebih baik, cita rasa yang lebih enak, dan
Universitas Sumatera Utara
produk
yang
lebih
awet
tanpa
disimpan
di dalam
lemari
pendingin
(Gunawan, 2010). Pada penelitian pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin dari pati jagung dan pati kentang pada berbagai suhu, diketahui bahwa semakin kecil suhu yang digunakan, maka bobot amilosa dan amilopektin yang diperoleh semakin besar pula. Kadar pati dari tepung kentang + 52,69%, kadar pati dari jagung + 49,63% (Boediono, 2012). Kadar amilosa pada pati kentang sebesar 21% dan amilopektin 79% . Kadar amilosa pati gandum 28% dan kadar amilopektin sebesar 72% (Wicaksono, 2008). Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit glukosa dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai linier dari pati. Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati. Amilopektin merupakan polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di percabangan. Amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang memiliki kandungan amilopektin yang tinggi akan bersifat ringan, garing dan renyah (Hee-Joung An 2005 dalam Pudjihastuti 2010). Salah satu pemanfaatan tepung kentang ini adalah menambah kandungan serat dalam cookies. Tepung kentang memiliki kadar serat sebesar 1,7%. Beberapa sifat penting serat yang mempengaruhi adonan, proses dan produk akhir adalah kemampuan pengikatan air, pembentukan viskositas, pembentukan gel dan pembentukan tekstur (Syamsir, 2011). Komposisi kimia tepung kentang dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung kentang Komposisi Jumlah Energi (kal) 345 Air (g) 13,0 Protein (g) 0,3 Lemak (g) 0,1 Karbohidrat (g) 85,6 Mineral (g) 1,0 Kalsium (mg) 20 Fosfor (mg) 30 Besi (mg) 0,5 Thiamin (mg) 0,11 Asam askorbat (mg) 0 Sumber: Nio (1992) Proses Pembuatan Tepung Kentang Kentang yang akan diolah menjadi tepung mempunyai kendala pada prosesnya yaitu timbulnya warna coklat akibat dari aktivitas enzim yang terkandung dari bahan. Namun penggunaan sulfit yang ditambahkan pada kentang dapat menghambat atau menghentikan aktivitas enzim yang menimbulkan reaksi pencoklatan. Proses pembuatan tepung kentang meliputi sortasi, pencucian, pengupasan kulit, pemotongan/pengirisan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan (Susanto dan Saneto, 1994).
Sortasi Sortasi dilakukan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan ukuran dan ada tidaknya cacat sehingga hasil yang didapatkan dari pengolahan memiliki kualitas yang tidak berbeda. Penggolongan dapat dilakukan berdasarkan ukuran bahan, warna, bobot, kebersihan, kemasakan, dan kebebasan dari luka atau cacat. Cacat pada bahan termasuk cacat fisik, mekanik, mikrobiologis dan cacat yang disebabkan oleh serangga (Satuhu, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Kentang yang dipakai berukuran kentang yang sedang sampai besar, mempunyai permukaan yang rata, bentuk yang seragam dengan mata-mata yang dangkal. Daging kentang harus bebas dari zat warna, mempunyai daya simpan yang relatif lama, dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap kerusakankerusakan selama pengangkutan. Kentang yang mempunyai kandungan zat padat yang tinggi pada umumnya menghasilkan produk-produk pengeringan yang mempunyai tekstur bertepung (Pantastico, 1993).
Pencucian Pencucian dimaksudkan agar diperoleh produk yang bersih atau memenuhi syarat higienis. Pencucian dengan air bersih yang mengalir dapat menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat ataupun tercampur pada daging buah (Satuhu, 1996).
Pengupasan Pengupasan merupakan pra proses pada suatu bahan pangan yang bertujuan untuk memisahkan kulit dari bahan. Proses pengupasan dapat dibagi menjadi dua cara yaitu pengupasan dengan cara mekanis (menggunakan pisau) atau cara khemis (menggunakan bahan kimia). Pengupasan yang dilakukan dengan cara mekanis pada umumnya menggunakan pisau stainless steel karena permukaan pisau halus sehingga bahan tidak terkoyak dan reaksi browning dapat diminimalisir (Saksono, 1997).
Pengirisan Bahan pangan yang akan dikeringkan sebelumnya harus diiris-iris untuk mempercepat proses pengeringan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memperluas
Universitas Sumatera Utara
permukaan bahan pangan. Semakin banyak permukaan yang dapat berhubungan dengan media pemanas menyebabkan uap air dapat keluar lebih banyak. Selain itu, dengan lapisan-lapisan bahan yang tipis dapat mengurangi jarak panas yang ditempuh sampai ke pusat bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan dapat lebih cepat (Kartasapoetra, 1989).
Sulfitasi Sulfit dapat digunakan dalam bentuk gas SO 2 , garam Na, atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat pada bahan pangan. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu (Winarno, 1998). Natrium
metabisulfit
adalah
salah
satu
bahan
pengawet
yang
diperdagangkan dalam bentuk kristal. Bahan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya perubahan warna coklat pada bahan pangan. Penggunaan maksimum natrium metabisulfit pada bahan pangan adalah 2000 ppm. Natrium metabisulfit yang berlebih akan hilang pada saat pengeringan (Warintek, 2010). Penggunaan SO 2 pada proses pengeringan, pada dasarnya bertujuan untuk mempertahankan warna, cita rasa, asam askorbat, karoten, dan stabilitas bahan selama penyimpanan. Sebagai bahan pengawet kimia SO 2 dapat menurunkan kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba. Batas maksimum penggunaan SO 2 dalam makanan yang dikeringkan, telah ditetapkan di Amerika Serikat oleh Food Drug Administration (FDA), yaitu antara 2000-3000 ppm. Jumlah penyerapan SO 2 dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh varietas, kemasakan dan ukuran bahan, konsentrasi SO 2
yang digunakan, suhu dan waktu sulfuring,
Universitas Sumatera Utara
kecepatan aliran udara, dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan (Susanto dan Saneto, 1994).
Pengeringan Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, dengan demikian
diharapkan
biaya
produksi menjadi lebih
rendah (Winarno, dkk., 1984). Pengeringan buatan merupakan pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Pengaturan suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan setiap komoditi yang akan dikeringkan berbeda. Pengawasan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu keadaan di mana permukaan bahan telah kering namun bagian dalam masih basah. Hal ini terjadi karena penguapan air yang terdapat pada permukaan bahan lebih cepat dari difusi air dari bagian dalam ke luar. Lapisan permukaan bahan menjadi keras, sehingga uap air tidak dapat menembusnya (Susanto dan Saneto, 1994). Faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah suhu, kecepatan aliran udara pengeringan dan kelembaban udara. Suhu udara pada proses pengeringan akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan, sehingga proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat lebih kecil kemungkinannya merusak bahan daripada proses pengeringan dengan suhu rendah waktu yang lama. Waktu pengeringan mempengaruhi kandungan lemak dalam sampel karena
Universitas Sumatera Utara
kadar air yang terkandung pada sampel juga menurun. Bahan pangan yang kehilangan air saat pengeringan menyebabkan naiknya kadar zat nutrisi di dalam massa yang tertinggal (Susti, 2011). Suhu pengeringan bahan pangan berpengaruh terhadap komponen yang terkandung pada bahan pangan. Semakin tinggi suhu pengeringan menyebabkan terjadinya penguapan air yang lebih banyak sehingga kadar air menurun. Serat pada bahan pangan umumnya berupa karbohidrat atau polisakarida. Bila kadar air yang terdapat dalam bahan menurun maka akan terjadi pemekatan dari bahanbahan yang tertinggal sehingga menyebabkan kadar serat meningkat. Waktu pengeringan juga mempengaruhi kadar serat bahan pangan. Semakin lama pengeringan maka penurunan kadar air semakin besar yang mengakibatkan kadar serat lebih tinggi pada pengeringan yang lebih lama (Susanti, 2012). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu suhu pengeringan dan lama pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan menyebabkan penurunan kadar air karena suhu tinggi dapat mempercepat penguapan air dari bahan. Lama pengeringan berpengaruh terhadap air yang diuapkan. Jumlah air yang menguap lebih kecil pada waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan jumlah air yang menguap pada waktu pengeringan yang lebih lama (Asgar, dkk., 2010). Tepung yang dihasilkan dari proses pengeringan buatan memiliki mutu yang lebih baik dari pengeringan secara alami, karena waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Apabila pengeringan dilakukan dalam waktu yang cukup lama akan menimbulkan perubahan warna menjadi seperti sawo matang dan timbul aroma yang tidak enak. Apabila pengeringan dilakukan dalam waktu yang cepat dan
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan panas yang cukup akan menghasilkan tepung yang berwarna putih bersih (Rukmana, 1997). Pengeringan menyebabkan kandungan air suatu bahan dapat berkurang sehingga daya serap air yang dimiliki tepung meningkat. Peningkatan kandungan amilosa berkaitan dengan peningkatan daya serap air tepung. Kandungan amilosa dan amilopektin juga berhubungan dengan daya serap air(daya rehidrasi). Daya rehidrasi produk berpati sangat ditentukan oleh kandungan amilosanya. Semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi daya rehidrasi produk. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar (Hidayat, 2009). Pengeringan bahan makanan dapat menimbulkan terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma, meskipun pada bahan pangan tersebut diberikan perlakuan pendahuluan sebelum bahan dikeringkan. Dengan mengurangi kadar air pada bahan pangan, konsentrasi protein, karbohidrat, lemak, dan mineral akan lebih tinggi, namun vitamin dan zat warna akan berkurang (Winarno, dkk., 1984). Pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat fisis dan kimia dari suatu bahan pangan. Karotenoid pada kentang akan berubah selama proses pengeringan. Semakin tinggi suhu dan lama waktu pengeringan yang diberikan, semakin banyak zat warna yang akan berubah. Suhu pengeringan yang aman untuk kebanyakan sayuran ialah antara 60oC-62,8oC, untuk legum 74oC, untuk wortel 68oC, untuk jagung 71oC, untuk bawang dan labu siam 57oC. Kombinasi sulfit dan kadar air yang rendah menghambat terjadinya perubahan pada sayuran kering bila disimpan pada suhu 38oC (Desrosier, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Pada pembuatan tepung kentang dengan suhu pengeringan 70oC menghasilkan kadar air yang semakin menurun dengan semakin lama pengeringan kentang yang dilakukan. Warna dari tepung kentang yang dihasilkan semakin gelap akibat terjadinya pencoklatan antara gula dan asam amino dari protein yang dipanaskan (Siagian, 2006).
Penggilingan Setelah proses pengeringan, dilakukan proses penggilingan. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran bahan padat dengan gaya mekanis menjadi berbagai fraksi ukuran yang lebih kecil. Proses penggilingan juga disebut proses penepungan
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
waring
blender
(Indrasti, 2004).
Pengayakan Pengayakan merupakan satuan operasi pemisahan dari berbagai ukuran bahan untuk dipisahkan ke dalam dua atau tiga fraksi dengan menggunakan ayakan. Setiap fraksi yang keluar dari ayakan mempunyai ukuran yang seragam. Namun pengayakan juga dapat digunakan sebagai alat pembersih, memindahkan kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan (Fellow, 1988). Proses pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan tepung dengan ukuran yang seragam. Bahan yang mempunyai ukuran yang lebih kecil dari diameter mesin ayakan akan lolos dan bahan yang memiliki ukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan kawat ayakan. Bahan- bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan ulang (Suharto, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Pengemasan Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang digunakan untuk melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas, dan karton. Kemasan aluminium foil digunakan dalam pelapisan dimana membutuhkan sifat-sifat yang rendah terhadap daya tembus gas, uap air, odor atau sinar (Buckle, dkk., 1987). Fungsi kemasan antara lain menjaga produk agar tetap bersih dari berbagai kotoran dan pencemaran lainnya, melindungi produk dari kerusakan fisik dan kontaminasi dari luar, memberi kemudahan dalam proses distribusi dan penyimpanan, serta memberikan identifikasi dan informasi mengenai isi produk yang dikemas kepada konsumen (Robertson, 2010).
Tepung Terigu Gandum merupakan suatu tanaman yang digunakan sebagai bahan makanan dalam bentuk tepung terigu. Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu bertujuan untuk memisahkan endosperma dari ukuran tepung. Langkah-langkah penggilingan dimulai dari membersihkan kotoran seperti biji bukan gandum, serangga, potongan logam, dan sebagainya. Gandum yang dibersihkan memasuki masa penundaan gandum yang bertujuan untuk mencapai kadar air biji yang optimum sehingga memberikan hasil tepung yang maksimal. Kemudian dedak, benih, dan endosperma dipisahkan. Endosperma digiling dalam alat gilas pengecil menjadi partikel yang halus (Buckle, dkk., 1987)
Universitas Sumatera Utara
Di dalam tepung terigu terdapat gluten, yang secara khas membedakan tepung terigu dengan tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya. Tepung terigu berprotein 12-14% ideal untuk pembuatan roti dan mie; 10,5%-11,5% untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Sedangkan wafer menggunakan tepung terigu berprotein 8%-9%. Tepung terigu mengandung mineral 0,64%, kadar air maksimal 14,3% (Bogasari, 2009). Menurut Astawan (2004), berdasarkan kandungan gluten protein pada tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: -
Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya: tepung terigu dengan merk dagang Cakra kembar.
-
Medium hard flour, terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan kue dan biskuit. Contohnya: tepung terigu dengan merk dagang Segitiga biru.
-
Soft flour, tepung ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan wafer. Contohnya: tepung terigu dengan merk dagang Kunci biru.
Universitas Sumatera Utara
Protein gandum atau terigu memiliki sifat istimewa karena dapat menghasilkan adonan yang dapat menahan gas, dan dapat mengembang secara elastis ketika gas memuai pada waktu proses pembakaran. Sifat itu disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang bila tepung terigu dicampur dengan air. Proses tersebut berlangsung ketika adonan diaduk dan akhirnya terbentuk massa tiga dimensi dari protein gluten yang memiliki viskositas yang elastis. Suatu sifat yang dikehendaki dalam pembuatan kue atau roti (Winarno, 1993). Menurut Fennema (1996), gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Sekitar 30% asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat menyebabkan protein menggumpal melalui interaksi hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika tepung terigu tercampur dengan air, bagian-bagian protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfidryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimerpolimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan
disulfide cross-linking
untuk
membentuk
seperti lembaran film (sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap. Menurut Igoe dan Hui (1996), pada pembuatan adonan yang telah mengalami pemanasan, gluten memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat membentuk adhesive (sifat lengket), cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi padu), films, dan jaringan 3 dimensi. Penggunaan gluten dalam industri roti untuk memberi kekuatan pada adonan, mampu menyimpan gas, membentuk struktur,
Universitas Sumatera Utara
dan penyerapan air. Gluten juga digunakan untuk tujuan formulasi, binder, dan bahan pengisi.
Komposisi Kimia Tepung Terigu Tepung terigu yang mendapat sertifikasi dari SNI selain mengandung protein, karbohidrat, dan lemak, juga harus diperkaya dengan vitamin B 1 (untuk mencegah penyakit beri-beri), vitamin B 2 , asam folat (untuk mencegah terjadinya cacat janin pada ibu hamil), zat besi (menambah sel darah merah) dan zinc (memperbaiki kekebalan tubuh dan kerusakan jaringan tubuh) (Bakery Magazine, 2012). Tepung terigu adalah bubuk halus yang berasal dari bulir gandum yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, 2012). Tepung terigu sering disebut sebagai tepung gandum mengandung beberapa macam unsur kimia yang meliputi karbohidrat, lemak, air, abu, mineral, dan serat. Tepung terigu mengandung protein gluten yang memiliki sifat lentur (elastis) dan rentangan (ekstensibel). Tepung terigu mengandung pati + 70%, yang terbagi sebagai fraksi amilosa 19-26% dan amilopektin 74-81%. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan pengikat karena memiliki kemampuan mengikat air. Pati terigu pada tekanan 1 atm dan suhu 21oC dapat menyerap air minimal 36% sehingga akan menyebabkan pengembangan granula pati (Putera, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan menurut Departemen Kesehatan RI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung terigu Komposisi Jumlah Energi (kal) 365 Air (g) 12 Protein (g) 8,9 Lemak (g) 11,3 Karbohidrat (g) 77,3 Kalsium (mg) 16 Fosfor (mg) 106 Besi (mg) 1,2 Thiamin (mg) 0,12 Asam askorbat (mg) 0 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996). Cookies Pada dasarnya cookies terbuat dari tepung terigu, namun ada beberapa data yang menginformasikan bahwa ada pencampuran beras yang digunakan dalam berbagai jenis cookies. Tepung dari golongan serealia digunakan dalam jumlah kecil atau pati dapat ditambahkan untuk memberikan rasa dan sifat struktur yang spesial. Sifat reologi dari adonan cookies bergantung kepada kualitas bahan dan kuantitas bahan, kondisi pencampuran bahan, dan suhu dari adonan tepung yang digunakan (Singh, dkk, 2008). Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang diminati oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata cookies di kota besar dan di pedesaan di Indonesia adalah 0,40 kg/kapita/tahun. Olahan kue kering tidak membutuhkan pengembangan volume seperti kue basah dan rerotian, tetapi harus renyah, dan tidak keras dan tidak mudah hancur. Cookies adalah kue yang berkadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Untuk membuat kue kering diperlukan bahan pengikat dan pelembut. Bahan pengikat yang digunakan adalah tepung, air, dan
Universitas Sumatera Utara
telur, sedangkan bahan pelembut adalah gula, shorthening, dan kuning telur (Suarni, 2009). Pada penelitian pembuatan cookies bekatul, warna yang dihasilkan semakin coklat seiiring dengan penggunaan tepung bekatul yang meningkat. Warna ini disebabkan selama pemanggangan terjadi reaksi pencoklatan non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi karena gula mengalami pirolisa, sehingga membentuk pigmen berwarna coklat. Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina dari protein atau asam amino. Bekatul merupakan bahan makanan yang mengandung protein, sehingga semakin banyak penambahan bekatul maka warna cookies semakin coklat (Wariyah dan Andiwarsana, 2003). Pada penelitian pembuatan cookies yang menggunakan tepung kimpul aroma dan rasa yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses pembuatan tepung kimpul. Selama proses pembuatan tepung, granula pati akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asamasam organik. Senyawa organik ini akan terambibisi dalam bahan dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa umbi. Sehingga penggunaan tepung kimpul
pada
cookies
menghasilkan
aroma
dan
cita
rasa
yang
khas
(Prihatiningrum, 2012). Pada penelitian pembuatan cookies tepung garut, tingginya kadar abu dipengaruhi oleh kandungan serat bahan. Hal ini disebabkan serat terdiri atas unsur-unsur pokok penyusun dinding sel tanaman yang mengandung ion-ion anorganik seperti kalsium dan magnesium. Serat mampu berperan sebagai
Universitas Sumatera Utara
pengikat mineral dan elektrolit karena adanya gugus karboksil bebas pada asam glukoronat penyusun hemiselulosa, sehingga dengan semakin tinggi kandungan serat dalam tepung menyebabkan semakin tingginya kadar abu (Indriyani, 2007). Menurut BSN (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya
bertekstur
padat.
Syarat
mutu
cookies
diatur
dalam
SNI No. 01-2973-1992 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat mutu cookies menurut SNI No. 01-2973-1992 No. Kriteria uji Persyaratan 1. Bau dan rasa normal, tidak tengik 2. Warna normal 3. Air (%) maksimum 5 4. Protein (%) minimum 9 5. Lemak (%) minimum 9,5 6. Karbohidrat (%) maksimum 70 7. Abu (%) maksimum 1,5 8. Serat kasar (%) maksimum 0,5 9. Energi (kkal/100g) minimum 400 10. Logam berbahaya negatif Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992). Proses Pembuatan Cookies Proses pembuatan cookies terdiri atas tahap pembuatan adonan, pencetakan, dan pembakaran (baking). Pada pencampuran bahan, mula-mula gula, margarin, telur, susu skim, dan garam dikocok membentuk krim, kemudian dicampurkan tepung terigu dan bahan pengembang. Pengocokan dilakukan sedemikian rupa sehingga semua bahan tersebut tercampur dengan rata dan homogen. Kemudian adonan dicetak dengan ukuran yang seragam dan di panggang dalam oven pada suhu 180oC selama 16-20 menit (IPB, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan cookies yang umum dilakukan dimulai dengan pembentukan krim dari gula, lemak, garam, dan bahan pengembang. Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies yang dicetak, karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Indrasti, 2004). Pada pembuatan roti, gas dihasilkan melalui fermentasi khamir, sedangkan pada pembuatan cookies, gas yang dihasilkan berasal dari putih telur yang dikocok (emulsi udara dalam putih telur) atau berasal dari hasil reaksi oleh baking powder.
Proses
pencetakan
bertujuan
untuk
memberi
bentuk
cookies
(Matz, 1992). Cookies dipanggang dalam oven dengan suhu yang lebih tinggi sedikit daripada suhu yang digunakan untuk memanggang cake. Cookies dengan komposisi gula yang tinggi atau dengan penambahan susu kental membutuhkan suhu yang lebih rendah ketika dipanggang. Suhu yang rendah menghasilkan warna coklat yang sedikit dan merata, sedangkan suhu yang lebih tinggi menghasilkan yang sebaliknya. Sebelum memanggang cookies, oven selalu dipanaskan terlebih dahulu (Bastin, 2010). Bentuk cookies yang kecil dan tipis membutuhkan waktu pemanggangan yang singkat. Cookies yang mengandung 35% gula (dari berat tepung) membutuhkan suhu pemanggangan yang lebih tinggi daripada cookies yang cenderung berlemak dan memiliki kandungan gula yang tinggi. Faktor yang terpenting adalah ketepatan memanggang. Suhu yang digunakan berkisar 196,1-204,4oC. Cookies yang telah selesai dipanggang harus diangkat segera dari oven, karena panas dari loyang dan panas antara cookies akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
cookies (Sultan, 1986). Setelah dipanggang cookies segera dikeluarkan dari oven untuk mencegah melekat dan cookies yang terlalu masak. Kemudian dinginkan cookies sedikitnya 10 menit sebelum dikemas (Bastin, 2010). Selama proses pendinginan, pati yang terkandung dalam bahan akan mengalami retrogradasi. Molekul-molekul amilosa akan berikatan satu sama lain serta berikatan dengan molekul amilopektin pada bagian luar granula, sehingga kembali terbentuk butir pati yang membengkak dan menjadi semacam jaringjaring membentuk mikrokristal. Proses retrogradasi ini bertujuan untuk membentuk tekstur yang renyah (Sayangbati, 2012).
Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies Lemak Shortening, margarin dan mentega adalah lemak. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies ini berfungsi untuk mengempukkan dan melembutkan tekstur, melembabkan dan menyempurnakan, menambah kualitas selama penyimpanan, menambah rasa, membantu mengembangkan ketika digunakan sebagai creaming agent. Mentega atau margarin biasa digunakan dalam pembuatan cookies karena dapat menambahkan rasa dan melelehkan cookies di dalam mulut. Margarin dengan penambahan air tidak cocok digunakan dalam pembuatan cookies. Margarin yang baik digunakan adalah margarin dengan 65% minyak sayur. Berbeda dengan margarin, mentega adalah produk alami yang strukturnya mengeras dan rapuh ketika suhu dingin, namun sangat lembut pada suhu ruangan dan dapat meleleh dengan mudah. Penggunaan mentega lembut yang berlebihan dapat meyebabkan cookies menjadi berminyak dan berukuran
Universitas Sumatera Utara
kecil. Perbandingan mentega dan shortening sebanyak 1:1 akan menghasilkan rasa dan pengembangan yang sesuai (Bastin, 2010). Shortening dalam pembuatan roti dan kue memiliki beberapa fungsi antara lain memperbesar volume, menyerap udara, stabilisir (sehingga tidak mudah hancur sewaktu dipanggang), emulsifier, membentuk krim, memperbaiki keeping quality (menghambat perpindahan air dari pati ke dalam gluten tepung yang menyebabkan stale atau basi) dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak (Ketaren, 2005). Shortening merupakan lemak padat yang diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak dengan cara hidrogenasi dan umumnya berwarna putih, maka sering disebut dengan mentega putih. Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi. Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Namun bisa berasal dari minyak nabati yang dihidrogenasikan terlebih dahulu (Winarno, 1998).
Gula Gula yang digunakan berfungsi untuk memberikan rasa manis, membuat susunan dan butiran menjadi halus dan lembut, membuat kerak cookies berwarna coklat tua, dan sebagai kontrol penyebaran. Jumlah gula yang harus ditambahkan harus tepat, bila terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, cookies menjadi keras, rasa yang terlalu manis dan kurang lezat karena penyebaran gluten tepung (Matz dan Matz, 1978).
Universitas Sumatera Utara
Gula yang ditambahkan pada pembuatan kue dan biskuit selain menambahkan rasa juga mempengaruhi perubahan tekstur. Jumlah gula yang tinggi membuat remah kue lebih lunak dan lebih basah. Sifat cita rasa dan warna dari banyak bahan pangan yang dimasak dan diolah sangat tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan kelompok asam amino yang menghasilkan warna coklat dan berbagai macam-macam komponen cita rasa (Buckle, dkk., 1987).
Garam Garam membangkitkan
merupakan rasa
pada
bahan
utama
bahan-bahan
pengatur lainnya
rasa.
dan
Garam
akan
membantu
untuk
meningkatkan sifat-sifat adonan. Selain itu garam berfungsi untuk menguatkan flavor dan menambah struktur. Sebagian besar formula cookies menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal halus untuk mempermudah kelarutannya (Matz dan Matz, 1978). Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada dua faktor yaitu jenis tepung yang dipakai dan formula dari cookies tersebut. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Formula cookies yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak (Saputra, 2008).
Telur Penggunaan telur yang ditambah ke dalam masakan bahan pangan adalah menambah gizi, sebagai pengental dan pengikat karena protein telur akan terkoagulasi bila dipanaskan, sebagai pengemulsi karena telur mengandung
Universitas Sumatera Utara
lesitin, dan sebagai pembusa bila putih telur dikocok karena udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian (Gaman dan Sherrington, 1982). Dalam pembuatan cookies telur berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur pada proses pengadonan cookies akan menghasilkan cita rasa sempurna, tetapi struktur cookies tidak sebaik pada penggunaan telur secara keseluruhan. Oleh karena itu agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978). Menurut Winarno (1998) putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang kuat. Emulsi adalah suatu dispersi dan suspensi suatu cairan lain, yang molekulmolekul keduanya tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein.
Pengembang adonan Pengembang merupakan senyawa yang dapat melepaskan gas di dalam adonan pada suhu dan kadar air yang sesuai. Contoh produk yang menggunakan bahan pengembang dalam campurannya adalah self rising flour, prepared baking mixes, dan baking powder. Gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang adalah
Universitas Sumatera Utara
CO 2 . Gas ini dihasilkan oleh garam karbonat atau garam bikarbonat (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium bikarbonat (NaHCO 3 ). Ada juga garam amonium karbonat atau amonium bikarbonat, namun garam ini teurai pada suhu tinggi. Selama pembakaran, volume gas bersama dengan udara dan uap air yang ikut terperangkap dalam adonan akan mengembang,
sehingga
diperoleh
roti
dengan
struktur
berpori-pori
(Winarno, 1998).
Susu skim Susu skim bubuk merupakan susu yang mengandung lemak dalam jumlah kecil. Susu ini merupakan suplemen protein yang bermanfaat karena mengandung sekitar 37% protein. Susu ini juga mengandung kalsium dan riboflavin yang tinggi (Gaman dan Sherrington, 1982). Penggunaan susu bubuk lebih menguntungkan daripada susu cair. Susu ini digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan nilai gizi cookies (Matz dan Matz, 1978).
Universitas Sumatera Utara