5
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Eucalyptus IND 61 Pohon Eucalyptus sp termasuk family Myrtaceae. Habitat asli dari jenis ini adalah hutan lembab di sepanjang tepi sungai, hutan hujan pada tanah yang subur dan diatas lantai lembah. Jenis Eucalyptus sp menghendaki iklim C dan D, ketinggian tempat sekitar 0 – 800 m dpl, curah hujan tahunan rata-rata 1000-3500 mm dengan temperatur maksimum sekitar 24-300 Celcius. Tumbuh baik pada lahan datar atau dengan kemiringan yang tidak curam, serta tumbuh pada tanah alluvial di tempat-tempat dekat air tetapi tidak tergenang air dan mengandung lempung. Musim berbunga dan berbuah jenis ini antara bulan Januari sampai Agustus (Boland dkk, 1989 dalam Latifah 2011). PT. Toba Pulp Lestari adalah salah satu perusahaan kehutanan di Sumatera yang mengembangkan budidaya Eucalyptus sp sebagai salah satu tanaman pokok perusahaan. Pengembangan Eucalyptus sp dilakukan dengan cara menyilangkan jenis-jenis Eucalyptus sp yang dapat diharapkan sebagai jawaban atas kekurangan kebutuhan kayu. Saat ini hasil persilangan yang memiliki keunggulan dan banyak dibibitkan di nursery PT. Toba Pulp Lestari adalah hasil persilangan antara Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla yaitu IND 47, IND 61 dan IND 60. Penelitian ini menggunakan Eucalyptus IND 61 sebagai bahan penelitian yang dimana klon ini merupakan turunan atau klon hibrid dari Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla. Gambaran Umum PT.Toba Pulp Lestari, Tbk PT. Toba Pulp Lestari adalah industri dibidang produksi pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Pabrik ini merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
6
industristrategis penghasil devisa diantara 5.935 unit pabrik sejenis yang terdapat di dunia dengan kapasitas produksi terpasang 210.459.000 ton pulp per tahun. Dari jumlah tersebut diatas 5.258 unit terdapat di Asia. Lokasi pabrik terletak di Desa Sosorladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Indonesia ini berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.SK/681/M/BPPT/XI/1986 dan No. KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986 berdasarkan surat keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal No,07/V/1990, status perusahaan ini telah berubah dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDL) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).Saham perusahaan ini telah dijual di Bursa Saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York Stock Exchange (NYSE). Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai 1989 dimana produksi sekitar 70% diekspor ke mancanegara sisanya untuk kebutuhan pasar domestik. Kapasitas produksi terpasang pabrik adalah berada diantara 180.000-240.000 ton pulp/tahun. Dalam upaya mendukung kegiatan produksi PT.Toba Pulp Lestari, Tbk mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang didasari SK Menteri Kehutanan SK-58-Manhut-11/2011 tertanggal 28 Februari 2011 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada perusahaan dengan luas 185.055 Ha. Konsesi hutan kayu tersebar pada beberapa sektor hutan yaitu, Aek Nauli, Habinsaran, Sarulla, Aek Raja, Tele
Universitas Sumatera Utara
7
dan Padang Sidempuan yang termasuk dalam delapan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di sektor Tele yang dimana sektor Tele merupakan sektor terbesar dari seluruh sektor yang terdapat pada PT.Toba Pulp Lestari dan memiliki suhu yang rendah. Sektor Tele terletak pada 02°15’00” – 02°50’00” LU dan 98°20’00” – 98°50’00” BT, meliputi Kabupaten Samosir (Kecamatan Harian Boho), Kabupaten Pak-pak Barat (Kecamatan Salak dan Kerajaan) dan Kabupaten Dairi (Kecamatan Sumbul, Parbuluan dan Sidikalang).
Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi akibat terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca di atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak yang sangat besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia (Susandi, 2004). Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks. Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan
Universitas Sumatera Utara
8
lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan. Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008). Kenaikan suhu bumi kini menjadi fokus perhatian dunia. Inilah yang sering kita sebut sebagai pemanasan global atau global warming. Meningkatnya pemanasan global ini sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi. Jika pemanasan global tidak dapat diatasi. Gelombang panas pun akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang akan memrakporandakan bangunan di berbagai kota. Masalah global warming ini mulai diangkat ke permukaan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992 dan kini terus menjadi perhatian dunia. Namun negara-negara yang mempunyai perhatian besar pada pemanasan global ini belum melakukan aksi bersama dan bahkan saling mempersalahkan. Negara-negara berkembang mempermasalahkan emisi karbondioksida yang berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju. Sementara negara-negara maju mempermasalahkan negara-negara berkembang yang tidak memperhatikan lingkungan dan merusak hutan. Hutan yang dianggap paru-paru
dunia ditebang semena-mena untuk
tujuan
ekonomi semata
(Mangunjaya, 2008). Masalahnya menjadi lebih parah karena kita sudah banyak kehilangan pohon yang dapat menyerap karbondioksida. Brazil, Indonesia dan banyak negara lain sudah menggunduli jutaan hektar hutan dan merusak lahan rawa. Tindakan ini tidak saja menghasilkan karbon dioksida dengan terbakarnya pohon dan vegetasi lain atau dengan mengeringnya gambut di daerah rawa, tetapi juga mengurangi
Universitas Sumatera Utara
9
jumlah pohon dan tanaman yang menggunakan karbon dioksida dalam fotosintesis yang dapat berfungsi sebagai rosotan (sinks) karbon, suatu proses yang disebut sebagai penyerapan (sequestration) (FWI, 2003). Dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya penyerapan, tingkat gas rumah kaca di atmosfer kini menjadi lebih tinggi ketimbang yang pernah terjadi di dalam catatan sejarah. Kenaikan suhu itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi, tetapi di negara tertentu seperti Indonesia, kenaikan itu dapat memberikan dampak yang parah dan terutama pada penduduk yang paling miskin. Seperti apa persisnya yang akan terjadi sulit diperkirakan. Iklim global merupakan suatu sistem yang rumit dan pemanasan global akan berinteraksi dengan berbagai pengaruh lainnya, tetapi tampaknya di Indonesia perubahan ini akan makin memperparah berbagai masalah iklim yang sudah ada. Kita sudah begitu rentan terhadap begitu banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim seperti banjir, kemarau panjang, angin kencang, longsor, dan kebakaran hutan. Kini semua itu dapat bertambah sering dan bertambah parah (Soedomo, 2001). Pandugaan Emisi Karbon Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO, CH, NO) yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan (C- ). Dengan demikian mengukur jumlah yang
Universitas Sumatera Utara
10
disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah dkk, 2007). Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi (Manuri, 2011). Sejak tahun 2008, MRPP-GIZ telah melakukan kajian metodologi dan penerapan langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat berdasarkan spesifikasi tapak. Panduan inventarisasi karbon hutan rawa gambut juga telah disusun berdasarkan pengalaman penerapan di lapangan yang disesuaikan dengan metode Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang telah diterapkan pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Namun, dengan berkembangnya metodologi yang ada dan pengalaman pada beberapa proyek, diperlukan perbaikan dan penambahan berbagai aspek pengukuran karbon yang lebih luas, sehingga lebih melengkapi dan memudahkan pihak stakeholder untuk menerapkannya (Masripatin dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
11
Upaya
pendugaan
karbon
untuk
keperluan
perdagangan
karbon
menggunakan mekanisme REDD+, perlu diterapkan dengan tingkat keakurasian dan ketepatan yang sebaik-baiknya, namun juga perlu mempertimbangkan kompensasi biaya yang ditimbulkan. Untuk itu juga disarankan agar inventarisasi karbon tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan lainnya secara paralel, seperti potensi tegakan hutan, biodiversiti maupun data lainnya terkait dengan sistem pengelolaan hutan, sehingga dana yang digunakan menjadi lebih efektif (MacDicken, 2004). Biomassa Biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit luas jumlah karbon, yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung jika diketahui jumlah biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut dan memberlakukan suatu faktor konversi. Pengertian biomassa ditinjau dari asal kata bio dan massa, sehingga biomassa tanaman adalah massa dari bagian hidup tanaman. Bio mengandung pengertian bagian dari makhluk hidup. Massa mengandung pengertian yang sama dengan yang terdapat dalam fisika yaitu parameter kepadatan dari suatu benda atau zat yang memberikan unsur percepatannya bila suatu gaya diberikan. Dengan demikian biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang bebas dari pengaruh gravitasi, sehingga nilainya tidak sama dengan berat yang tergantung kepada tempat penimbangan dan berhubungan dengan gaya gravitasi (Brown, 1997). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya
Universitas Sumatera Utara
12
karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam carbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer. Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. •
Biomassa
atas
permukaan
adalah
semua
material
hidup
di
atas
permukaan.Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. • Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.
Universitas Sumatera Utara
13
• Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. • Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut. (Sutaryo, 2009). Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masingmasing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian, 1999). Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah dibandingkan hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang cenderung monokulutur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari produktivitasnya menyimpan karbon (per satuan luas dan per satuan waktu) maka ada kemungkinan hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon
Universitas Sumatera Utara
14
pada tegakannya dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan di hutan alam karena daurnya lebih pendek (Balitbang Kehutanan, 2010 dalam Latifah 2011). Cadangan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya umur tanaman. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon adalah iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies, komposisi umur pohon, laju pertumbuhan pohon dan kualitas tempat tumbuh. Tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh, walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon. Sebaliknya tingkat penyerapan karbon yang rendah umumnya terjadi pada lokasi dengan tingkat curah hujan dan kesuburan tanah yang rendah (Dury dkk, 2002 dalam Latifah 2011). Persamaan Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Metode
allometrik
merupakan
metode
pengukuran
pertumbuhan
tanamanyang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999). Oohata (1991) menyatakan persamaan allometrik dibentuk dengan cara menebang pohon per pohon terlebih dahulu, selanjutnya persamaan yang diperoleh diterapkan pada tegakan pohon yang masih berdiri. Berdasarkan pengalaman, dikatakan bahwa persamaan allometrik hasilnya akan akurat apabila variabel
bebasnya
dinyatakan
dalam
formulasi
volume
pohon
yang
direpresentasikan dalam bentuk D2H, Martin et al, (1998) juga menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
15
persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakanhutan yang masih berdiri (standing stock). Sebelum
pembuatan
model
diperlukan
parameter-parameter
yang
mendukung keberadaan model tersebut, yang menjadi kriteria adalah adanya korelasi yang tinggi antara parameter-parameter penciri. Dalam pembuatan model penduga biomassa digunakan satu atau dua peubah bebas (diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total dan tinggi tajuk) dalam bentuk linear dan non linear. Metode estimasi dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi yang lazim digunakan untuk menaksir kandungan karbon vegetasi hutan. Menurut Brown et al (1984) bahwa kandungan karbon vegetasi pohon adalah 50% dari biomassa. Berdasarkan cara memperoleh data, Brown (1997) mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa dari pohon, yakni pertama berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha). Sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Onrizal (2004) menyatakan bahwa pemodelan merupakan pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang berarti dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan diameter dan tinggi total pohon.
Universitas Sumatera Utara
16
Kittredge (1994) dalam Onrizal (2004) merumuskan metode allometrik dalam bentuk persamaan formulasi kuadrat sebagai berikut: Y = aXb Keterangan: Y
= Variabel bergantung (biomassa)
X
= Variabel bebas (diameter dan tinggi total pohon)
a, b
= Konstanta
Model yang digunakan untuk membangun model allometrik regresi linear berganda digunakan persamaan sebagai berikut: Y = a + bX1+ cX2 + dX3 Keterangan: Y
= Biomassa
X1,X2,X3
= Parameter yang diukur
a, b, c
= nilai estimasi Proses menganalisis hubungan nilai dan biomassa dilakukan dengan
menggunakan
program
software
SPSS.
Pemilihan
model
terbaik
menggunakankriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (R-square) dan Standard Error paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi yang terkoreksi (R-square), maka semakin besar peranan nilai peubah tersebut dalam menjelaskan nilaibiomassa dan massa karbon. Semakin rendah nilai Standard Error maka semakin akurat hasilpenaksiran yang diperoleh. Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan jenis, penggunaan persaman standar ini dapat
Universitas Sumatera Utara
17
mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi.
Universitas Sumatera Utara