TINJAUAN PUSTAKA
Aglaonema sp.
Aglaonema disebut juga sri rejeki atau chinese evergreen merupakan tanaman hias daun dari suku talas-talasan atau Araceae. Genus Aglaonema berjumlah sekitar 30 spesies. Menurut Lawrence (1959), klasifikasi tanaman aglaonema adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Araceales
Famili
: Araceae
Genus
: Aglaonema
Spesies
: Aglaonema costatum Aglaonema commutatum Aglaonema hospitum Aglaonema crispum.
Nama aglaonema berasal dari bahasa Yunani, yaitu aglaos yang bermakna terang atau sinar, dan nema yang bermakna benang (benang sari). Jika digabungkan artinya menjadi helaian benang yang bersinar terang. Di Thailand, aglaonema dikenal dengan nama siamese rainbow, sedangkan di Malaysia lebih dikenal dengan nama good luck (Junaedhie, 2006). Secara morfologi, aglaonema terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan biji. Akar aglaonema adalah akar serabut atau wild root (akar liar) karena semua akar tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk serabut. Batang aglaonema termasuk batang basah (herbaceous), bersifat lunak, dan berair. Bentuk daun aglaonema bervariasi, antara lain bulat telur (ovatus), lonjong (oblongus), dan bahkan bentuk delta (deltoideus). Permukaan daun licin dan tidak berbulu serta tepi daun tidak bergerigi. Bentuk ujung daun juga bervariasi antara lain runcing (acutus), meruncing (acuminatus), tumpul (obtusus), dan membulat (rotundatus). Daun tersusun selang-seling atau berhadapan. Bunga aglaonema sangat sederhana,
5
termasuk bunga majemuk dan tergolong bunga tongkol (spandix). Pada tongkol, bunga jantan terletak di bagian atas, sedangkan bunga betina pada bagian bawah (Purwanto, 2006). Suhu ideal bagi aglaonema pada siang hari adalah sekitar 30° C dan pada malam hari sekitar 23° C. Tanaman aglaonema tumbuh lebih cepat di dataran rendah karena suhu udara lebih hangat dan matahari bersinar lebih lama, sehingga fotosintesis lebih banyak. Pertumbuhan satu helai daun aglaonema memerlukan waktu sekitar 25 hari. Aglaonema membutuhkan naungan dengan pencahayaan terbatas (10 – 30%). Kelembaban yang sesuai bagi aglaonema yaitu 50 – 60% (Djojokusumo, 2006).
Kultur Jaringan dan Media Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, protoplasma, jaringan, organ serta menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Keberhasilan penerapan teknik kultur jaringan dipengaruhi oleh keberhasilan studi regenerasi dari jaringan yang ditanam. Ada juga yang menyebutnya sebagai kultur in vitro. Kultur in vitro adalah kultur di dalam wadah gelas (Gunawan, 1992). Kultur in vitro memerlukan beberapa komponen utama yaitu bahan awal, media yang sesuai, dan tempat kultivasi. Bahan awal yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman bermacam-macam, antara lain batang, daun, tunas apikal, tunas aksilar, petiol, anter, polen, petal, ovul, akar, dan lain-lain. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan awal kultur in vitro disebut sebagai eksplan (Yuwono, 2008). Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan sumber energi dari karbohidrat yang didapat melalui fotosintesis (Gunawan, 1987).
6
Komposisi media yang digunakan pada kultur jaringan tergantung dari jenis tanaman yang akan diperbanyak. Wetherell (1982) menyatakan bahwa salah satu formulasi yang sering dipakai sebagai media kultur adalah Murashige-Skoog (MS). Formulasi hara mineral dari MS dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada propagasi secara in vitro. Menurut Gunawan (1987) selain golongan persenyawaan organik yang konstitusinya jelas, media kultur jaringan juga kadang-kadang ditambahkan persenyawaan yang kompleks. Salah satu persenyawaan yang dimaksud adalah air kelapa. Penelitian yang lebih mendalam menemukan bahwa efek air kelapa pada pertumbuhan menjadi lebih baik bila dalam media juga diberikan auksin. Auksin tertentu dan air kelapa dapat bersifat sinergis. Steward dan Caplin (1951) mendapatkan bahwa antara 2,4-D dan air kelapa terjadi reaksi sinergistik yang memacu pertumbuhan kalus Daucus carota. Tetapi tidak semua auksin dan air kelapa mempunyai kerja sama yang sinergis. Menurut Wattimena (1988) air kelapa telah lama diketahui sebagai sumber yang kaya akan zat-zat aktif yang diperlukan untuk perkembangan embrio. Salah satu zat aktif tersebut adalah sitokinin endogen. Pada air kelapa dapat dilihat suatu interaksi antara sitokinin dengan fitohormon lainnya di dalam proses perkembangan embrio itu.
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam jumlah kecil dapat merangsang, menghambat, atau memodifikasi proses-proses fisiologis dalam tanaman (Tukey, 1954). Zat pengatur tumbuh tanaman dapat dibedakan menjadi zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen. Zat pengatur tumbuh endogen disebut fitohormon, sedangkan zat pengatur tumbuh eksogen disebut zat pengatur tumbuh sintetik. Fitohormon dan zat pengatur tumbuh sintetik terdiri dari lima golongan yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik, dan etilen dalam berbagai bentuk (Wattimena, 1988).
7
Peran fisiologis auksin adalah memacu pemanjangan sel batang dan koleoptil, inisiasi akar, diferensiasi jaringan pembuluh, respon
tropik,
perkembangan tunas samping, dan perkembangan bunga dan buah (Davies, 1995). Menurut Wattimena (1988) 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxy acetic acid) adalah auksin sintetik yang tidak diproduksi sendiri oleh tanaman. Wetherell (1982) menyatakan bahwa 2,4-D merupakan auksin yang lebih stabil dan lebih kuat dari jenis auksin lainnya karena lambat diuraikan oleh sel tumbuhan dan stabil pada pemanasan dengan autoklaf. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas auksin sintetik yaitu kemampuan auksin tersebut berinteraksi dengan hormon tumbuhan lainnya (Wattimena, 1988). Senyawa 2,4-D diketahui menginduksi perbanyakan sel tetapi menekan diferensiasi pada tanaman dikotil, tetapi 2,4-D dan 2,4,5-T diketahui bersifat efektif untuk menginduksi embriogenesis pada tanaman monokotil (Yuwono, 2008). Struktur kimia 2,4-D disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kimia 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid
Gunawan (1987) melaporkan bahwa sitokinin sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Menurut Pierik (1987), sitokinin juga banyak digunakan untuk memacu inisiasi dan proliferasi tunas. Janick (1972) melaporkan bahwa sitokinin jenis BAP (Benzyl Amino Purine) sering dipakai karena efektivitasnya tinggi, harganya murah, dan bisa disterilisasi dengan suhu di atas 100°C. Campuran sitokinin dengan auksin rendah dipakai untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif. Struktur kimia BAP dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Gambar 2. Struktur Kimia Benzyl Amino Purine
Sitokinin dan auksin berinteraksi untuk mempengaruhi diferensiasi. Konsentrasi auksin yang tinggi dan sitokinin yang rendah menimbulkan perkembangan akar, konsentrasi auksin yang rendah dan sitokinin yang tinggi menimbulkan perkembangan tunas, sedangkan jika konsentrasinya seimbang menimbulkan pertumbuhan kalus (Janick, 1972).
Kultur Jaringan Tanaman Araceae
Literatur mengenai kultur jaringan aglaonema belum ada yang dipublikasikan. Perbanyakan klonal Anthurium andraeanum yang merupakan tanaman satu famili dengan aglaonema, dicapai dengan menggunakan eksplan dari daun kecambah aseptik dan ditumbuhkan pada media padat dengan penambahan 0.2 mg/l BAP. Konsentrasi tersebut menghasilkan pembentukan kalus minimal, sedangkan pembentukan tunas adventif dan akar optimal (Kunisaki, 1977). Kultur biji anthurium mampu membentuk tunas pada media MS maupun media Nitsch yang keduanya telah ditambah 15% air kelapa dengan perlakuan 0.5 mg/l NAA atau kombinasi 0.5 - 1.5 mg/l NAA dan BAP. Media terbaik untuk produksi jumlah tunas adalah media Nitsch dengan penambahan 0.5 mg/l NAA dan 1.5 mg/l BAP (Haryanto et al., 1995). Penelitian Prihatmanti (2002) menggunakan eksplan berupa daun Anthurium andreanum Linden ex. Andre dengan media dasar MS. Kombinasi perlakuan tanpa air kelapa, 100 ml air kelapa, 1.07 µM NAA, serta 4.44 µM dan
9
8.88 µM BAP menunjukkan organogenesis tunas dan akar eksplan Anthurium andreanum Linden ex. Andre yang lebih baik. Perlakuan 1 mg/l dan 2 mg/l BAP menunjukkan kecenderungan
kalus berwarna hijau, hal tersebut
dapat
menjelaskan bahwa sitokinin dapat mendorong pembentukan klorofil. Kombinasi perlakuan 100 ml air kelapa dengan 1 mg/l BAP menunjukkan kecenderungan pembentukan kalus dan pertumbuhan kultur tercepat, serta jumlah tunas, daun, dan akar terbanyak. Kultur batang yang diambil dari perkecambahan Anthurium plowmanii berumur empat bulan dengan media MS dengan perlakuan 1 mg/l BA menghasikan tunas tertinggi (1.37 cm) dan akar terpanjang (0.84 cm). Perlakuan 3 mg/l BA mendorong pembentukan tunas adventif terbanyak dengan waktu yang paling cepat (7.72 MST), sedangkan tunas aksilar sudah mulai terbentuk pada 1 MST. Perlakuan 4 mg/l BA mendorong tanaman berkalus paling tinggi dengan persentase 73.33% (Pratiwi, 2009).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Maret 2011.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu mata tunas aksilar dari batang tanaman aglaonema varietas Pride of Sumatera yang berasal dari genus Aglaonema dan famili Araceae. Tanaman aglaonema yang digunakan adalah tanaman yang memiliki delapan sampai 10 lembar daun (Gambar 3).
Gambar 3. Tanaman Aglaonema Pride of Sumatera sebagai Sumber Eksplan
Media dasar yang digunakan yaitu dari komposisi Murashige dan Skoog (MS). Komposisi media MS disajikan pada lampiran. Bahan pemadat digunakan
11
agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur pH yaitu larutan HCl 1 N dan KOH 1 N. Bahanbahan yang digunakan untuk sterilisasi antara lain natrium hipoklorit 5%, alkohol, fungisida dengan bahan aktif mankozeb 80%, fungisida dengan bahan aktif benomil 50%, bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat 20%, antibiotik amoxicillin, dan cefotaxime. Bahan penutup botol yaitu plastik dan karet gelang. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain spiritus, tisu, korek api, dan aquadestilata. Alat-alat yang digunakan dalam membuat media yaitu labu takar, gelas ukur, pipet, pipette filler, timbangan, magnetic stirrer, dan pH meter. Alat untuk sterilisasi botol dan media yaitu autoklaf. Alat-alat yang digunakan ketika menanam antara lain pinset, gunting, scalpel, lampu spiritus, botol semprot, cawan petri, orbital shaker, dan laminar air flow cabinet. Alat-alat yang digunakan untuk menyimpan botol kultur yaitu rak kultur dan lampu TL 20 watt sebagai sumber penyinaran dengan suhu ruang 23 ± 2 °C.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/l. Faktor kedua yaitu perlakuan BAP dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/l. Penelitian ini terdiri dari 10 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan untuk masing-masing kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari satu botol kultur dengan tiga buah eksplan per botol kultur, sehingga terdapat 90 satuan amatan.
12
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 2,4-D (mg/l) 1 2
2 A1B1 A2B1
4 A1B2 A2B2
BAP (mg/l) 6 A1B3 A2B3
8 A1B4 A2B4
10 A1B5 A2B5
Model rancangan statistika yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk
=
nilai sampel karena pengaruh 2,4-D konsentrasi ke-i, BAP konsentrasi ke-j, dan ulangan ke-k
µ
=
nilai rataan umum
αi
=
nilai akibat pengaruh perlakuan 2,4-D konsentrasi ke-i (i = 1, 2)
βj
=
nilai akibat pengaruh perlakuan BAP konsentrasi ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5)
(αβ)ij =
nilai akibat pengaruh interaksi 2,4-D konsentrasi ke-i dan BAP konsentrasi ke-j
εijk
=
nilai pengaruh galat pada perlakuan 2,4-D konsentrasi ke-i, BAP konsentrasi ke-j, dan ulangan ke-k
Pengolahan data dilakukan dengan uji F menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Perlakuan yang berpengaruh nyata pada uji F diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Sumber Bahan Tanaman
Tanaman aglaonema sebelumnya telah diberi perlakuan repotting pada media campuran sekam dan pakis yang sudah disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 0.175 bar selama 60 menit. Perbandingan campuran sekam dan pakis yaitu 1 : 1 (v/v). Penyemprotan 2 g/l fungisida (bahan aktif 80% mankozeb), 2 g/l fungisida (bahan aktif 50% benomil), dan 2 g/l bakterisida
13
(bahan aktif 20% streptomisin sulfat) dilakukan seminggu dua kali di seluruh bagian tanaman selama satu bulan. Air yang digunakan untuk mengencerkan fungisida dan bakterisida adalah air steril.
Sterilisasi Alat
Alat tanam yang digunakan di dalam laminar yaitu pinset, gunting, dan scalpel. Peralatan dicuci bersih dan dibungkus dengan kertas kemudian bersamasama dengan botol kultur disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 0.175 bar selama 60 menit. Permukaan laminar disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% lalu dibersihkan dengan tisu. Semua alat yang digunakan disemprot dengan alkohol 70% sebelum dimasukan ke dalam laminar. Alat-alat direndam dengan alkohol dan dibakar diatas api lampu spiritus sebelum menanam agar alat tetap steril.
Pembuatan Media
Media yang digunakan ada dua jenis, yaitu media awal dan media perlakuan. Media awal yang digunakan yaitu media MS dengan penambahan 5 mg/l BA, 0.5 mg/l NAA, dan 100 ml/l air kelapa. Media perlakuan yaitu media MS yang diberi penambahan 2,4-D, BAP, dan 100 ml/l air kelapa. Langkah pertama dalam pembuatan media yaitu membuat larutan stok. Komposisi larutan stok MS disajikan pada Lampiran 1. Larutan-larutan stok MS dipipet ke dalam sebuah labu takar sesuai dengan volume yang dibutuhkan untuk membuat satu liter media MS, kemudian ditambah 100 ml air kelapa dan zat pengatur tumbuh sesuai dengan perlakuan masing-masing. Larutan media tersebut kemudian ditambah aquadestilata sampai mencapai tanda tera. Nilai pH media diatur dengan pH meter hingga mencapai 5.9 dengan menambahkan KOH atau HCl 1 N. Selanjutnya media ditambahkan 7 g/l agar-agar dan dimasak hingga mendidih. Setelah mendidih media dimasukkan ke dalam botol kultur steril sebanyak 25 ml/botol. Botol kultur ditutup dengan plastik bening dan karet. Sterilisasi media di dalam botol kultur dengan menggunakan autoklaf pada
14
suhu 121°C dengan tekanan 0.175 bar selama 20 menit. Media selanjutnya disimpan di ruang penyimpanan media.
Penanaman
Tanaman sumber eksplan yang sudah diberi perlakuan penyemprotan selama satu bulan kemudian dipotong seluruhnya sehingga hanya batang tanaman dekat pangkal akar yang tersisa. Batang dicuci dengan air steril dan dimasukkan ke dalam botol berisi air steril. Botol tersebut kemudian dimasukkan ke dalam laminar. Batang dipotong-potong dengan scalpel sehingga dalam satu eksplan terdapat satu mata tunas. Selanjutnya eksplan disterilisasi dengan merendam dalam larutan alkohol 70% selama satu menit, lalu dilanjutkan disterilisasi dengan sterilan berbahan aktif natrium hipoklorit 5% dengan konsentrasi 15% selama 15 menit, sterilisasi tahap akhir dengan merendam di larutan konsentrasi 10% selama 10 menit. Kemudian eksplan dibilas dengan air steril. Selanjutnya eksplan direndam di dalam larutan dengan campuran bahan-bahan sebagai berikut: fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g/l, fungisida berbahan aktif benomil 50% dengan konsentrasi 2 g/l, bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 20% dengan konsentrasi 2 g/l, antibiotik amoxicillin dengan konsentrasi 1000 mg/l, dan cefotaxime dengan konsentrasi 1000 mg/l. Eksplan direndam dengan larutan tersebut selama 24 jam sambil dikocok dengan menggunakan orbital shaker. Eksplan yang sudah steril ditanam di dalam botol kultur berisi media awal dengan menggunakan pinset yang sudah steril. Tiap botol berisi tiga eksplan. Setelah eksplan ditanam, botol segera ditutup dengan plastik dan karet kemudian disimpan di rak kultur. Rak kultur diterangi dengan lampu TL dengan intensitas cahaya 1000 Cd sebagai sumber penyinaran dengan suhu ruang 23 ± 2 °C, 24 jam terang/hari. Setelah satu minggu, eksplan yang steril disubkultur ke media perlakuan untuk diamati respon pertumbuhannya.
15
Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan eksplan aglaonema dilakukan setiap minggu selama 12 minggu (1 – 12 MST). Parameter yang akan diamati antara lain: 1. Persentase eksplan yang terkontaminasi Persentase kontaminasi dihitung dengan cara membandingkan jumlah eksplan yang terkontaminasi dengan jumlah eksplan dari suatu perlakuan dikalikan 100%. 2. Persentase eksplan yang mati Persentase eksplan yang mati dihitung dengan cara membandingkan jumlah eksplan yang mati dengan jumlah eksplan dari suatu perlakuan dikalikan 100%. 3. Waktu munculnya mata tunas 4. Jumlah mata tunas Jumlah mata tunas dihitung dari 1 - 12 MST. 5. Panjang mata tunas Panjang mata tunas dihitung pada akhir pengamatan (12 MST) dengan cara mengeluarkan eksplan dari botol kultur. Panjang mata tunas diukur dengan menggunakan penggaris.