TINJAUAN PUSTAKA
Eucalyptus sp. Eucalyptus
sp.
termasuk
anggota
famili
Myrtaceae,
subgenus
Symphyomyrtus, merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara alami di Indonesia. Jenis tanaman ini tumbuh di daerah Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur. Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian 300 – 3.000 m di atas permukaan laut. Tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 50 meter, diameter batang dapat mencapai 2 meter, dengan tinggi bebas cabang dapat mencapai setengah atau sepertiga dari tinggi total pohon. Daunnya relatif tipis, memanjang dengan ujung daun yang meruncing (Darwo, 1997). Eucalyptus sp. Merupakan tumbuhan endemik di Australia dan kepulauan sebelah utara pulau Irian dan Philipina. Nama Eucalyptus urophylla diberi oleh Dr. Blake. Nama urophylla berasal dari bahasa Yunani yaitu auro yang berarti ekor dan phyla yang berarti daun (Khaerudin, 1993). Tanaman Eucalyptus merupakan family Myrtaceae, terdiri atas lebih kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus dapat berupa semak, perdu dan pohon mencapai ketinggian 100 meter. Batang umumnya bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan cahaya matahari. Cabangnya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait (Latifah, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Syarat tumbuh Jenis-jenis Eucalyptus terutama menghendakim iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hutan hujan tropis. Eucalyptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanahtanah kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. (Dirjen Kehutanan, 1980).
Penyebaran Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis kebanyakan endemik di Australia. Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian Utara menuju Malesia bagian timur. Jenis Eucalyptus
banyak tersebar di daerah-daerah pantai New South
Wales dan Australia bagian Barat Daya. Daerah penyebaran Eucalyptus spp. Meliputi Australia, Tanzania, New Britania, dan Papua. Beberapa jenis juga ditemukan di Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor-timur (Latifah, 2004). Daerah penyebaran alami tanaman Eucalyptus berada di sebelah Timur garis Wallace mulai 70 LU sampai 43039’ LS (Irwanto, 2007).
Deskripsi Fungi Jamur (fungi) merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka berperan sebagai parasit atau saprofit
yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri (Tambunan dan
Nandika, 1989). Jamur merupakan organisme eukariota yang digolongkan kedalam kelompok cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas kitin, sel jamur tidak
Universitas Sumatera Utara
mengandung klorofil. Jamur mendapatkan makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik disekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa, jadi jamur tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan makanannya kemudian mencernanya sebelum diserap (Gunawan, 2000). Mikroorganisme ini dapat dibedakan dalam empat golongan tergantung pada sifat perkembangan didalam dan pada kayu, dan tipe kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Golongan-golongan tersebut adalah cendawan perusak kayu, pewarna kayu, cendawan buluk dan bakteri penyerang kayu (Hunt dan Garrat, 1986).
Fungi sebagai jasad renik Jasad renik merupakan salah satu faktor yang banyak menimbulkan kerusakan pada kayu. Jasad renik tersebut terdiri dari jamur dan bakteri, dimana bagian vegetatifnya secara individu hanya dapat dilihat dengan jelas dibawah mikroskop karena ukurannya sangat kecil. Jasad renik adalah sejenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak mengandung klorofil, oleh karena itu mereka mempertahankan hidupnya dengan energi dan bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau. Dengan demikian kayu sebagai produk terbesar dari tumbuhan hijau merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis jamur dan bakteri. Berdasarkan medium tempat jasad renik itu berkembang dan sifatnya yang saprofit dan parasit, jasad renik berbeda dengan tanaman hijau (Tambunan dan Nandika, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri fungi Fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya (Gandjar et al, 1999). Fungi benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benangbenang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat (Sumarsih, 2003). Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur yang termasuk Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat tinggi, atau yang termasuk Eumycetesi (Sumarsih, 2003).
Morfologi fungi Bagian vegetatif pada jamur umumnya berupa benang-benang halus memanjang, bersekat (septa) atau tidak, dinamakn dengan hifa. Kumpulan-
Universitas Sumatera Utara
kumpulan benang-benang hifat tersebut dinamakan dengan miselium. Miselium dapat dibedakan menjadi dua tipe pokok. Pertama mempunyai hifa senositik (coenocytic), yaitu hifa yang mempunyai banyak inti dan tidak mempunyai sekat melintang, jadi hifa ini berbentuk tabung halus yang mengandung protoplas dengan banyak inti. Pembelahan intinya tidak diikuti oleh pembelahan sel. Kedua mempunyai hifa seluler (celluler), hifa terdiri dari sel-sel, yang masing-masing mempunyai sat atau dua inti (Semangun, 1996).
Habitat fungi Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit Habitat (tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebasatau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Sumarsih, 2003).
Hifa Hifa dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang fungsinya berbeda, yaitu yang menyerap unsur hara dari substrat dan yang menyangga alat-alat reproduksi. Hifa umumnya rebah pada permukaan substrat atau tumbuh ke dalam substrat dan fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang diperlukan bagi kehidupan fungi
Universitas Sumatera Utara
disebut hifa vegetatif. Hifa yang umumnya tegak pada miselium yang terdapat di permukaan substrat yang disebut hifa fertil, karena berperan untuk reproduksi. Hifat-hifat yang telah menjalin suatu jaringan miselium makin lama makin tebal dan membentuk suatu koloni yang dapat dilihat mata telanjang (Semangun, 1996). Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik (Semangun, 1996). Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat (Semangun, 1996).
Faktor yang mempergaruhi pertumbuhan dan perkembangan fungi Menurut Tambunan dan Nandika (1989), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi antara lain: 1. Temperatur Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar, tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi selama periode-periode yang lebih panas dan lebih lembab dalam setiap tahun. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara
Universitas Sumatera Utara
220C sampai 350C. Suhu maksimumnya berkisar antara 270C sampai 390C dengan suhu minimum kurang lebih 50C. 2. Oksigen Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O. sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup. 3. Kelembaban Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. hal ini terutama berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak terserang jamur perusak, sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50% sangat disukai oleh jamur perusak. 4. Konsentrasi hidrogen (pH) Pada umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5. 5. Bahan makanan (nutrisi) Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. Secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat,
Universitas Sumatera Utara
kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia dilingkungannya.
Pelapukan Kayu Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh jamur, insekta yang menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa. Pada prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu tidak dapat dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses fotosintesis alam. Ketika kayu sudah mati, maka jamur dan organisme pengurai lainnya berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut melalui proses biosintetik dan biodekomposisi (Murtihapsari, 2008). Ketika kayu dibelah menjadi potongan dan batangan-batangan kecil maka sel hidup getah (sapwood) bersama jamur dan bakteri lainnya akan dengan cepat mengkonversi sapwood (stored food reserve) langsung menjadi karbon dioksida (CO2), air dan langsung mengalami pemanasan seperti pada Gambar 1. Jika proses metabolik ini tidak sempurna, maka potongan-potongan kecil kayu tersebut akan menjadi panas dan oleh bantuan tidak adanya pori respitator akan mempercepat proses pembakaran dan pada akhirnya semua sel hidup kayu akan mati seketika. Namun dalam beberapa observasi, para ilmuwan sepakat bahwa kayu basah masih memiliki getah/sel kayu dalam kategori masih hidup.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Siklus pelapukan dan fotosintesis (Prasetya, 2005).
Secara umum kerusakan kayu terjadi karena pembebanan (mekanik) dan faktor biologi (jamur, rayap, dll). Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga dalam mempertahankan hidupnya akan mengambil energy atau bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati (Iswanto,2009). Peristiwa pelapukan pada umumnya dipengaruhi oleh reaksi biokimia antara komponen kimia kayu (biomassa) dengan enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme. Kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan komponen kimia bahan tersebut sangat dipengaruhi oleh genetik dan kondisi lingkungan. Fungi pelapuk umumnya berfungsi sebagai pembuka jalan pelapukan lain oleh mikroba yang lebih rendah tingkatannya seperti bakteri. Pada umumnya mikroba yang sangat berperan dalam pendegradasian kayu adalah fungi pelapuk putih (white rot fungi) dan fungi pelapuk coklat (brown rot fungi), dan keduanya sebagian besar tergolong Basidiomycetes (Prasetya, 2005). Berdasarkan tingkat urutan-urutan penguraian komponen kimia biomassa, degradasi dapat dibagi kedalam tiga katagori. Pertama, lignin yang didegradasi
Universitas Sumatera Utara
kemudian diikiuti dengan selulosa dan hemiselulosa. Kedua, sebaliknya degradasi diawali dengan selulosa dan hemiselulosa kemudian degradasi lignin. Ketiga, degradasi lignin dan selulosa berjalan bersamaan. Proses degradasi pada umumnya berjalan bertahap dan pada umumnya terjadi pemotongan rantai panjang dari polimer selulosa menjadi lebih pendek (Prasetya, 2005). Fungi Pelapuk Kayu Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh fungi, insekta yang menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa. Pada prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu tidak dapat dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses fotosintesis alam. Ketika kayu sudah mati, maka fungi dan organisme pengurai lainnya berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut melalui proses biosintetik dan biodekomposisi. Istilah dekomposisi dan degradasi disini digunakan lebih menekankan pada proses konversi satu atau lebih struktur polimer dari kayu menjadi partikel atau struktur yang lebih sederhana (Murtihapsari, 2008). Fungi pelapuk kayu secara ekologis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu fungi pelapuk putih (FPP) dan fungi palapuk coklat. Fungi pelapuk putih dapat mendegradasi lignin, hemiselulosa, maupun selulosa. Kayu yang didegradasi oleh FPP akan menjadi putih/keputih-putihan, lunak, tetapi tidak menyusut. Sedangkan fungi pelapuk coklat dapat mendegradasi hemiselulosa, dan selulosa, tetapi tidak dapat mendegradasi lignin. Kayu yang didegradasi oleh fungi
Universitas Sumatera Utara
pelapuk coklat akan berwarna merah kecoklatan dan hancur (Lyon, 1991). Di alam presentase fungi pelapuk coklat lebih sedikit daripada fungi pelapuk putih.
Pelapukan oleh fungi pelapuk cokelat Pelapukan yang disebabkan oleh fungi ini menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida yang agak selektif dan juga lignin yang menjadi sasaran utama. Dalam kayu yang mengalami pembusukan cokelat berat, kerangka lignin tetap utuh. Penembusan kayu oleh hifa terjadi melalui jari-jari, kemudian menyebar ke noktah kayu kemudian menembus dinding-dinding sel dengan cara melubangi atau melalui mikrohifa. Hifa yang tumbuh dalam lumina sel sangat berdekatan dengan dinding tersier (Murtihapsari, 2008). Semua fungi pelapuk coklat termasuk dalam Basidiomycetes yang umumnya Polyporales dan sebagian besar berasosiasi dengan konifer. Tidak kurang terdapat 125 spesies fungi pelapuk coklat dan dikelompokkan ke dalam empat
ordo,
yaitu:
Aphullophorales
(Corticiaceae,
Coniophoraceae,
Fistulinaceae, dan Polyoraceae), Agaricales, Tremellales, dan Dacrymycetales. Sebagian besar fungi pelapuk coklat tersebut merupakan kelompok Polyporaceae. Sekitar 85% fungi pelapuk coklat berasosiasi dengan inang kayu Gymnospermae (Nakasone, 1993).
Pelapukan oleh fungi pelapuk putih Fungi pelapuk putih menyerang kayu lunak dan terutama kayu keras dengan pilihan pada lignin. Ada beberapa enzim-enzim pendegradasi lignin berkembang biak dan enzim-enzim untuk mendegradasi pectin, poliosa dan bahkan selulosa. Hifa fungi-fungi masuk ke dalam jaringan kayu melalui selaput
Universitas Sumatera Utara
noktah dan melalui dinding-dinding sel dengan membentuk lubang-lubang pengeboran. Dalam kayu akar spruce dapat dilihat bahwa hifa Heterobasidion annosum cenderung tumbuh dari jari-jari floem masuk ke dalam jari-jari kayu dan dari sini kearah lateral masuk ke dalam trakeid di dekatnya (Murtihapsari, 2008). Tahap awal dalam pelapukan kayu yang dilakukan oleh white rot fungi akan menyebabkan perubahan warna dan pengerasan pada permukaan kayu. Hifa berkembang pada permukaan kayu atau bagian-bagian kayu yang retak kemudian miselium menghisap zat makanan. Sifat fisik kayu, warna kayu dan strukturnya akan berubah. Tahap ini disebut pelapukan tingkat lanjut (Advanced decay) yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan kayu sehingga mudah hancur. Jamur pelapuk putih akan meninggalkan warna putih pada kayu (Hardjo dkk., 1989). Heygren dan Bowyer (1989) menjelaskan bahwa jamur pelapuk putih mengambil zat-zat makanan dari unsur-unsur sel kayu dengan bantuan enzim-enzim tersebut kemudian dirombak secara kimia ke dalam bentukbentuk molekul yang lebih sederhana sehingga dapat dimetabolisir. Meskipun demikian, tidak semua strain mempunyai kedua jenis enzim tersebut. Beberapa strain dari phanerochaete chrysosporium tidak mampu memproduksi LiP jika ditanam pada media cair. MnP tidak hanya diproduksi oleh P. chrysosporium, tetapi juga oleh beberapa fungi. Mekanisme dari reaksi MnP pada dasarnya mengoksidasi ion Mn2+ menjadi Mn3+ dengan kehadiran H2O2 dan chelator asam organic seperti asam laktat (Prasetya, 2005). Fungi pelapuk putih dikelompokkan ke dalam lima ordo, yaitu: Aphlyllophorales, Agaricales, Auriculariales, Tremellales, dan Dacrymycetales.
Universitas Sumatera Utara
Fungi pelapuk putih lebih banyak dijumpai pada kayu Angiospermae atau kayu keras (Nakasone, 1993). Agaricales Agaricales adalah sebuah ordo jamur darat (humikolous atau lignicolous), yang umumnya saprotrof dari sub klas Holobasidiomycetidae. Sebagian besar berbentuk cendawan, gymnokarpik atau semiangiokarpik. Badan buah berdaging tempat hymenium yang disimpan dalam insang-insang (lamella) yang tersusun radial di bagian bawah pileus. Pileus dan stipa (jika ada) tidak memuat sphaerosista (Spring, 2007). Ordo ini dibagi menjadi beberapa familia berdasarkan warna basidiospora, struktur trama, dan sifat lapisan kortikal di pileus. Familinya antara lain: a). Agaricaceae basidiokarp: stipitata, khususnya dengan sebuah anulus saat dewasa; basidiospora: khususnya coklat gelap atau tanpa warna, namun tidak berwarna karat atau cinnamon. Generanya antara lain Agaricus dan Lepiota. b). Amanitaceae basidiokarp: stipitata, lamela masing-masing memiliki trama bilateral yang divergen; basidiospora: putih atau pucat. Beberapa spesies membentuk tirai parsial dan tirai universal. Generanya antara lain Amanita (membentuk volva), Limacella (tidak membentuk volva) dan Termitomyces. c). Bolbitiaceae basidiokarp : stipitata; Basidiospora: ochre atau cinnamon hingga coklat karat. Genera mencakup Agrocybe dan Conocybe. d). Coprinaceae basidiokarp: stipitata; lapisan sel mirip pelisade di pellis; basidiospora: gelap atau hitam, masing-masing biasanya mengandung pori pembiak. Genera mencakup Coprinus dan Psathyrella. e). Cortinariaceae basidiokarp: stipitata, dicirikan dengan cortina mirip sisir yang halus; basidiospora: berwarna karat atau arsiran
Universitas Sumatera Utara
coklat, halus hingga kasar. Genera mencakup Cortinarius, Galerina, Inocybe. f). Crepidotaceae basidiokarp: non stipitata, atau dengan stipe lateral kasar; basidiospora:
berwarna
cinnamon.
Generanya
Crepidotus.
g).
Hygrophoraceae (‘tudung lilin’) basidiokarp: stipitata, sering berwarna cerah, lamella berlilin, dan basidia tegak; basidiospora: tanpa warna. Genera mencakup Hygrocybe dan Hygrophorus (Spring, 2007). Auriculariales Auriculariales merupakan ordo dari kelas Agaricomycetes . Spesies yang sebelumnya digolongkan pada "heterobasidiomycetes " atau "jamur jeli", karena banyak memiliki gelatin basidiocarps (tubuh buah) yang menghasilkan spora pada septate basidia . Sekitar 200 spesies yang dikenal di seluruh dunia, yang dikelompokkan dalam enam atau lebih family, meskipun status family ini saat ini tidak pasti. Semua spesies dalam Auriculariales diyakini saprotrphic yang tumbuh di kayu mati. Buah dari beberapa badan Auricularia dibudidayakan untuk makanan pada skala komersial, khususnya di Cina (Spring, 2007). Family
dari
Heteroscyphaceae,
ordo
ini
adalah
Hyaloriaceae ,
Aporpiaceae, Auriculariaceae,
Oliveoniaceae ,
Patouillardinaceae ,
Tremellodendropsidaceae (Spring, 2007).
Aphlyllophorales Fungi ini pada umumnya memiliki basidiocarps kasar berdaging karena adanya hifa dimitic atau trimitic. Jamur ini sering disebut sebagai "conks" atau "polypores". Basidiocarps dalam bentuk seperti hymenium, yang mungkin halus,
Universitas Sumatera Utara
memiliki lamella, pori-pori, teeths, dll. Spesies ini sering ditemukan sebagai dekomposer di kayu. Salah satu spesies yang terkenal adalah
Ganoderma
australis, Sarcodon atroviridis, dan Schizophyllum komune (Spring, 2007). Tremellales Tremellales
merupakan
salah
satu
ordo
fungi
dari
kelas
Tremmellomycetes. Berisi teleomorphic dan anamorphic spesies , sebagian besar berupa ragi . Semua jenis teleomorphic di Tremellales adalah parasit dari jamur lain,
kelompok
ragi
sangat
luas
dan
tidak
terbatas
pada
satu
inang. Basidiocarps (tubuh buah), ketika diproduksi, adalah gelatin (Spring, 2007). Saat ini terdiri dari 8 family, yang berisi sekitar 300 spesies yang valid. Signifikan genera termasuk Tremella , dua spesies yang dapat
dimakan dan
dibudidayakan secara komersial, seperti pada genera ragi Cryptococcus dan Trichosporon , beberapa spesies merupakan pathogen bagi manusia (Spring, 2007). Dacrymycetales Ordo adalah satu lagi urutan fungi jeli. Fungi ini berbeda dalam morfologi basidium, yang disebut sebagai basidium garpu tala karena bentuknya seperti garpu tala. Basidia dan basidiospora ditanggung pada hymenium (Spring, 2007).
Universitas Sumatera Utara