TINJAUAN PUSTAKA Pteropus vampyrus Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah (kalong) terbesar. Beratnya dapat mencapai 1 500 gram dan bentangan sayap hingga 1 700 mm (Suyanto 2001). Pteropus vampyrus termasuk ke dalam Famili Pteropdidae yang merupakan satu-satunya famili dari anggota Subordo Megachiroptera.
Genus
Pteropus merupakan genus yang paling beragam dari 42 genus kelelawar pemakan buah lainnya. Pteropus vampyrus memiliki 6 subspesies, yaitu Pteropus vampyrus vampyrus, Pteropus vampyrus edulis, Pteropus vampyrus lanensis, Pteropus vampyrus natunae, Pteropus vampyrus pluton, dan Pteropus vampyrus sumatrensis (Simmons 2005). Menurut Linnaeus (1758) dalam Simmons (2005), klasifikasi Pteropus vampyrus adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Chiroptera
Subordo
: Megachiroptera
Famili
: Pteropodidae
Genus
: Pteropus
Spesies
: Pteropus vampyrus
Gambar 1 Pteropus vampyrus (Kunz dan Jones 2000).
Pteropus vampyrus memiliki tubuh yang besar dengan panjang tubuh ratarata 34 cm dan panjang lengan 19-21 cm (Corbet dan Hill 1992). Pteropus vampyrus memiliki muka seperti anjing yang merupakan ciri utama dari kalong. Pteropus vampyrus memiliki kepala yang berwarna hitam kemerahan dengan telinga yang panjang dan tegak. Bagian dagu ke bawah dari kalong ini berwarna hitam, sedangkan bagian belakang lehernya berwarna coklat kemerahan (Ingle dan Hanley 1992).
4
Seluruh tubuh Pteropus vampyrus ditutupi oleh rambut. Warna dari rambut ini tergantung dari jenis kelamin dan umur. Pteropus vampyrus yang baru lahir memiliki rambut berwarna hitam dan akan berwarna lebih terang saat dewasa. Rambut Pteropus vampyrus jantan lebih kaku dan tebal daripada Pteropus vampyrus betina (Godwin 1979). Pteropus vampyrus memiliki ujung sayap yang pendek dan agak bulat yang digunakan untuk mengurangi kecepatan saat terbang. Vena sayap pada Pteropus vampyrus mirip dengan mamalia pada umumnya, hanya saja vena pada Pteropus vampyrus memiliki inervasi khusus pada otot polos dan jaringan endotel di sekitar sayap yang berfungsi untuk menjaga kelancaran aliran darah saat terbang (Schipp 1978). Spesies ini biasanya terbang 50 km/malam berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya untuk mencari makanan (Mickleburgh et al. 1992). Pteropus vampyrus memiliki formulasi gigi I 2/2, C 1/1, M 3/3, dan P 2/3. Gigi Insisivus bagian atas lebih besar daripada yang bawah dan I1 lebih besar daripada I2. Gigi Caninus bagian atas panjang, tajam, dan memiliki alur, sedangkan gigi Caninus bagian bawah tidak memiliki alur. Gigi Premolar dan Molar pada Pteropus vampyrus umumnya kurang berkembang dengan baik (Leekagul dan Mcneely 1977).
Gambar 2 Susunan gigi Pteropus vampyrus tampak ventral (Corbet dan Hill 1992).
5
Pteropus vampyrus tersebar di sepanjang garis Wallace, tepatnya di subregio Indo-Malayan.
Kalong ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia,
Filipina, Timor Leste, dan Indonesia. Di Malaysia dan Borneo (Kalimantan) kalong ini umumnya dapat ditemukan di pesisir pantai di pedalaman hingga ketinggian 1 370 meter (Medway 1969).
Gambar 3 Penyebaran Pteropus Vampyrus di Asia Tenggara (Corbet dan Hill 1992).
Pteropus vampyrus hidup dalam sebuah kelompok besar. vampyrus tidur di siang hari dan mencari makan di malam hari.
Pteropus Pteropus
vampyrus biasanya tinggal di Hutan Mangrove dan perkebunan coklat.
Di
Malaysia, kalong ini sering ditemukan di dataran rendah dibawah 365 meter. Di Kalimantan, kalong ini ditemukan di pesisir pantai di sebuah pulau selama musim panen. Di Pulau Rambut, kalong ini menggantung di Pohon Kepuh, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan di Pohon Kedoya (Wiriosoepartha et al. 1986). Di Sumatra, Pteropus vampyrus menggantung di Pohon Kapok.
Pteropus
6
vampyrus biasanya menggantung di ranting-ranting pohon yang tinggi (Godwin 1979). Usia maksimal Pteropus vampyrus umumnya 15 tahun.
Selama hidup
Pteropus vampyrus dapat terserang penyakit. Penyakit ini berasal dari beberapa parasit, diantaranya Limosa maki yaitu cacing yang tinggal di ruang abdomen Pteropus vampyrus, ektoparasit dari Laelapidae, Nycteribiidae, dan Spinturnicidae yang ditemukan di spesimen Pteropus vampyrus di Malaysia. Bakteri juga pernah ditemukan pada rektum Pteropus vampyrus, yaitu bakteri gram positif (Bacillus dan Corynebacterium) dan bakteri gram negatif (Enterococcus, S.aureus, S.hemolityc, E.coli, dan M.morgani) (Heard et al. 1997). Musim kawin Pteropus vampyrus tergantung dari musim di daerah tempat tinggalnya. Di Malaysia dan Thailand, kebuntingan maksimal terjadi antara bulan November-Januari dan anaknya akan lahir sekitar bulan Maret atau awal April. Di Filipina, Pteropus vampyrus beranak selama bulan April sampai Mei. Dalam satu siklus kawin, Pteropus vampyrus hanya dapat menghasilkan satu ekor anak dengan masa kebuntingan sekitar 140-150 hari. Setelah lahir, anak Pteropus vampyrus akan bergelantungan kepada induknya selama 2 bulan (Lekagul dan Mcneely 1977). Daging kalong termasuk Pteropus vampyrus merupakan makanan lezat yang mendorong perdagangan secara besar-besaran, sehingga The Convention of International Trade In Endangered Spesies (CITES) memasukkan semua spesies Pteropus ke dalam appendix 2, yaitu daftar jenis-jenis hewan yang perdagangannya perlu diawasi secara ketat agar tidak punah.
Menurunnya
populasi Pteropus vampyrus juga disebabkan oleh petani yang menganggap kelelawar ini sebagai hama kebun yang perlu diberantas. Faktor lain penyebab penurunan populasi kelelawar ini adalah keberadaan predator di alam, seperti burung-burung pemangsa, ular, dan mamalia karnivora (CITES 2012).
7
Hati Hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar yang terletak di rongga perut di bawah diafragma. Hati dibungkus oleh jaringan ikat tipis yang disebut kapsula hepatika.
Kapsula hepatika akan bercabang
membentuk kapsula glisson yang berfungsi membungkus lobulus hati. Kapsula glisson akan menebal di hilum.
Penebalan kapsula glisson di hilum ini
merupakan tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki hati serta tempat keluarnya pembuluh limfe (Price dan Lorraine 2006). Vaskularisasi hati berasal dari arteri hepatika dan vena porta. Darah yang masuk ke hati melalui vena porta berasal dari saluran pencernaan dan organ abdomen lain yaitu limpa, pankreas, dan kantung empedu. Darah yang masuk mengandung berbagai nutrisi yang baru diserap dan siap untuk diproses lebih lanjut oleh hati. Selain nutrisi, turut masuk juga berbagai bakteri, sel darah merah yang sudah tua, dan toksin yang harus diolah, dihancurkan, atau disimpan. Sebanyak 75-80% darah pada organ hati berasal dari vena porta, sedangkan dari arteri hepatika mengalir sekitar 20-25% darah yang kaya akan oksigen. Darah ini selanjutnya akan menuju vena sentralis melalui sinusoid-sinusoid diantara hepatosit. Darah dari vena sentralis akan bermuara ke dalam vena hepatika yang selanjutnya akan dikeluarkan dari hati (Price dan Lorraine 2006). Secara mikroskopis, setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yaitu lobulus yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati (hepatosit) berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara hepatosit terdapat kapiler-kapiler darah yaitu sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Lumen sinusoid dibatasi oleh kapiler diskontinyu. Pada permukaan hepatosit yang menghadap ke sinusoid terdapat mikrovili yang berfungsi menyerap nutrisi dari sinusoid. Diantara ruang endotel dan hepatosit terdapat ruang Disse yang didalamnya terdapat sel Ito. Sel Ito berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan matriks ekstraselular. Hati juga memiliki sel Kupffer yang merupakan sistem monosit-makrofag yang berfungsi menelan agen infeksius dan bahan asing lain. Sel Kupffer berada di atas sel endotel yang mengarah ke lumen sinusoid (Guyton dan Hall 2006).
8
Gambar 4 Daerah porta hati tikus; pewarnaan HE, skala Bar 40 μm (Cooper 1998).
Gambar 5 Vena centralis hati tikus; pewarnaan HE, skala bar 50 μm (Cooper 1998).
9
Lobulus hati berdasarkan jaraknya dengan sumber suplai darah dapat dibagi menjadi 3, yaitu periportal, midzonal, dan centrilobular. Daerah periportal merupakan daerah yang paling dekat dengan suplai darah sehingga mendapatkan oksigen yang kualitasnya baik. Daerah periportal juga akan terpapar oleh zat-zat toksik terlebih dahulu. Oksigenasi semakin berkurang pada hepatosit yang berada semakin dekat dengan vena sentralis (Guyton dan Hall 2006). Hati adalah lokasi yang paling penting dalam sintesa protein.
Hampir
semua protein serum disintesa di hati, termasuk protein seperti albumin dan faktor pembeku darah. Fungsi penting hati yang lainnya menurut Guyton dan Hall (2006) adalah: 1. Metabolisme karbohidrat dan lemak 2. Menjalankan fungsi kekebalan 3. Memproduksi getah empedu dan protein plasma 4. Metabolisme bilirubin 5. Metabolisme dan penyimpanan vitamin.
Empedu yang dibentuk di hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang disebut duktus kholedukus. Cabang terkecil dari duktus kholedukus akan membentuk segitiga porta (segitiga Kiernan) bersama dengan cabang terkecil dari arteri hepatika dan vena porta (Price dan Lorraine 2006). Hepatitis merupakan peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme atau toksin termasuk alkohol (Corwin 2000). Hepatitis dapat terjadi melalui beberapa rute, yaitu sirkulasi darah, sirkulasi cairan empedu, dan penetrasi secara langsung. Rute sirkulasi darah merupakan yang paling sering terjadi karena hati menerima darah dari arteri hepatika dan vena porta sekaligus. Hepatitis dapat dibedakan menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis. Hepatitis akut biasanya ditandai dengan adanya nekrosa, apoptosis sel hepatosit, serta hadirnya sel-sel radang, seperti neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Hepatitis akut yang berkelanjutan akan berubah menjadi hepatitis kronis (Vegad dan Swamy 2010). Ciri lain yang bisa membedakan hepatitis kronis dengan hepatitis akut adalah terbentuknya fibrosis. Fibrosis hanya terjadi pada hepatitis
10
kronis.
Fibrosis merupakan proses terbentuknya jaringan parut yang
menggantikan hepatosit yang telah rusak.
Pada awalnya, hati membentuk
jaringan parut untuk melindungi dirinya dari peradangan, namun karena beratnya kerusakan, jaringan parut yang terbentuk semakin banyak, sehingga hati tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, jaringan hati yang sehat tidak cukup untuk melakukan fungsi metabolisme, detoksifikasi, dan fungsi lainnya untuk menjaga agar tubuh tetap sehat (Vegad dan Swamy 2010).