II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Menurut Manan (1976) Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut. Menurut Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah : 1. Vegetasi Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara : a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh. b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah. c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi/daya simpan air. 2. Tanah Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, sehingga dengan demikian jumlah air yang tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak. Menurut Internasional Glossary of Hidrology (1974) dalam Seyhan (1990) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan mahluk-mahluk hidup. Di bumi air tersedia di atmosfer, di lautan, di darat dan di dalam tanah serta molekul air yang berada di batuan kerak bumi, melalui perpindahan dan perubahan dari satu tempat ke tempat lain didorong oleh energi surya. Uap air beredar dari bumi ke udara melalui penguapan dan kemudian kembali ke bumi sebagai presipitasi, proses inilah yang disebut siklus hidrologi (IIT Kharagpur, 2008). Air yang jatuh tidak semua akan mencapai permukaan tanah. Air yang jatuh ke permukaan vegetasi disebut sebagai intersepsi. Sebagian air akan menguap dalam perjalanan di atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi dan sebagian pada permukaan tanah. Air yang masuk kedalam tanah akan terinfiltrasi dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage). Selanjutnya sebagian air mengalami proses perkolasi yaitu air terserap ke lapisan tanah yang lebih dalam akibat gaya gravitasi. Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi seperti curah hujan dan suhu, limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimumminimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila: 1. Koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya) 2. Angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%) 3. Angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun)
3
Menurut Falkenmark dan Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotranspirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi menurut daerah dan zona iklim di dunia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi menurut daerah dan zona iklim di dunia. Curah Total hujan Limpasan Air tanah Daerah iklim Zona Evapotranspirasi (mm/ (mm/tahun) (mm/tahun) (mm/tahun) tahun) Subtropical Desert Savanna and tropical (padang rumput 300 18 2 280 (subtopis dan panas) tropis) Dry sub-humid savanna (padang 1000 100 30 870 rumput lembab) Wet savanna (padang rumput 1850 360 240 1200 basah) Subartic Tundra temperate (daerah (Subartik, tanpa pohon) 370 70 40 260 iklim didaerah Taiga kutub) (hutan satu 700 160 140 400 spesies) Mixed Forest Wooded (hutan 750 150 100 500 campuran) Steppes (stepa) 650 90 30 530 Equatorial Wet evergreen (daerah equatorial forest 2000 600 600 800 katulistiwa) (hutan tropis) Sumber : L’vovich dalam Falkenmark dan Rockström (2004)
2.2
Kapasitas Simpan Air
2.2.1
Neraca Air
Menurut Seyhan (1990) neraca air merupakan penafsiran kuantitatif dari daur hidrologi yang berupa persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa pada selang waktu tertentu, masukkan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornwaite dan Mather, 1957) dapat dihitung dengan persamaan (1). P = ET + ΔSt ........................................................................................................................................ (1) dengan: P : presipitasi (mm/bulan) ET : evapotranspirasi (mm/bulan) ΔSt : perubahan cadangan air (mm/bulan)
4
2.2.2
Presipitasi
Presipitasi terjadi apabila uap air atmosfer memiliki kelembaban yang tinggi. Air yang mencapai bumi dari atmosfer berbentuk hujan, hujan salju, hujan es, atau embun. Setelah mencapai permukaan bumi, air hujan tersebut dapat menjadi air limpasan permukaan, permukaan penyimpanan air, es glacial, air untuk tanaman, air tanah, atau mungkin menguap kembali ke atmosfer. Penguapan laut adalah sumber terbesar (sekitar 90%) presipitasi (IIT, 2008). Presipitasi dalam segala bentuk (seperti salju, hujan batu es, dan hujan), jatuh ke atas vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai (Seyhan, 1990). Untuk mempelajari keadaan suatu daerah tangkapan sehubungan dengan curah hujannya. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan Weibull. Metode Weibull merupakan suatu metode dalam memperkirakan nilai probalitas berdasarkan data yang ada. ...................................................................................................................................... (2) dengan: P m n
2.2.3
: peluang : urutan kejadian berdasarkan besarnya : jumlah tahun data pengukuran
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses yang mengembalikan air ke atmosfer sehingga melengkapi siklus hidrologi (IIT, 2008) Evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua proses, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses kembalinya uap air ke atmosfer, dimana dalam proses ini air yang ada di permukaan bumi baik di tanah, sungai, atau laut akan kembali ke atmosfer apabila disinar matahari hingga titik dimana berubah menjadi uap air atau gas. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan tanaman. Evapotranspirasi yang digunakan ada dua macam, yaitu evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi potensial adalah kemungkinan jumlah air yang dapat menguap dalam kondisi optimal diantara persediaan air. Sedangkan evapotranspirasi aktual merupakan evapotranspirasi yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Pendugaan nilai evapotranspirasi potensial dilakukan dengan menggunakan data iklim. Beberapa contoh pendugaan yang telah dikembangkan adalah metode Blaney Cridle, metode Thonthwaite, dan metode Penman. Pendugaan nilai evapotranspirasi menggunakan software CROPWAT 8.0 yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Alen et al,1998). Rumus FAO Penman-Monteith diuraikan dalam persamaan (3). ET0 =
............................................................................. (3)
dengan : ET0 : evapotransirasi acuan (mm/hari) Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (MJ m-2 hari-1) G : kerapatan flux panas tanah (MJ m-2 hari-1) T : temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC) u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m det-1) es : tekanan uap air jenuh (kPa) ea : tekanan uap air actual (kPa) es - ea : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata (kPa)
5
: kemiringan kurva tekanan uap air (kPa oC-1) : konstanta psikrometrik (kPa oC-1) Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan (4). ETP = Kc ET0 ........................................................................................................................... (4) dengan : ETP : evapotranspirasi potensial (mm/hari) Kc : koefisien tanaman Nilai evapotranspirasi potensial (ETP atau ET crop) tergantung pada nilai evapotranspirasi acuan (ET 0) dan koefisien tanaman. Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc) Keterangan
Kc
Kebun campuran
0.80
Tegalan/ladang
0.90
Pemukiman
0
Sawah Irigasi
1.15
Semak belukar
0.80
Sawah tadah hujan
0.80
Rumput
0.80
Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)
2.2.4
Simpanan Air
Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Menurut Zelfi dalam Parapat (1997), besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban pada zona perakaran. Menurut Thonthwaite dan Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (STo) dihitung dengan persamaan (5) STo = (KLfc – KLwp)x dZ ……………………………………………………………………........ (5) dengan : KLfc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ : kedalaman jeluk tanah (mm) Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (6): ΔST = STi – ST(i-1) .......................................................................................................................... (6) dengan: ΔST : perubahan cadangan lengas tanah STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan) Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 3. 6
Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman Klasifikasi tanaman Tanaman berakar dangkal
Tekstur tanah
Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman berakar Pasir halus sedang Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman berakar Pasir halus dalam Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman buahPasir halus buahan Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Tanaman hutan Pasir halus Lempung berpasir halus Lempung berdebu Lempung berliat Liat Sumber : Thornthwaite dan Mather, 1957
2.2.5
Air tersedia (mm/ m) 100 150 200 250 300 100 150 200 250 300 100 150 200 250 300 100 150 200 250 300 100 150 200 250 300
Daerah perakaran (m) 0.50 0.50 0.62 0.40 0.25 0.75 1.00 1.00 0.80 0.50 1.00 1.00 1.25 1.00 0.67 1.50 1.67 1.50 1.00 0.67 2.50 2.00 2.00 1.60 1.17
Cadangan lengas tanah (mm) 50 75 100 100 75 75 150 200 200 150 100 150 250 250 200 150 250 300 250 200 250 300 400 400 350
Limpasan
Limpasan merupakan bagian dari presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri dari gerakan gravitasi air dan Nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Seyhan, 1990). Jika evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukan dalam persamaan (7): D = ETP – ETa .............................................................................................................................. (7) dengan: D : defisit (mm/bulan) ETa : evapotranspirasi aktual (mm/bulan) Setelah simpan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CHlebih. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CHlebih dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi. Selanjutnya, CHlebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. CHlebih ditentukan dengan persamaan: S = P – ETP - ΔST .............................................................................................................................. (8) dengan: S : CHlebih (mm/bulan)
7
Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan suplai air. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok hidrologi B tertera pada Tabel 4. Frekuensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS. Tabel 4. Koefisien limpasan (C) untuk daerah tangkapan air lahan pertanian (kelompok tanah B) Koefisien C untuk Laju Hujan Tanaman Penutup Tanah dan No Kondisi Hidrologi 25 mm/jam 100 mm/jam 200 mm/ jam 1 Tanaman dalam baris, buruk 0.63 0.65 0.66 2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62 3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38 4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22 5 Padang rumput potong, pergiliran 0.29 0.36 0.39 tanaman, baik 6 Padang rumput potong, 0.02 0.17 0.23 penggembalaan tetap, baik 7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15 Sumber : Schwab, et al, (1981)
2.3
Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut. Kapasitas ketersediaan air ini sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dinamika mempertahankan siklus hidrologi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara “alami” dengan upaya melakukan rehabilitasi dan konservasi pada wilayah hulu DAS, ataupun secara “struktur buatan” seperti waduk (Rustiadi et al, 2010). Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukan perbandingan kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada, dari perbandingan keduanya akan diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut.
2.3.1
Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan
Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan (nilai CH andalan) dengan water footprint untuk menilai status daya dukung lingkungan berbasis neraca air (Prastowo, 2010). Water footprint merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh seseorang, komunitas, ataupun kegiatan produksi (Bulsink et al, 2009). Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50% dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen, metode Gumbel, atau metode lainnya. perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : DA = N x KHLA ...................................................................................................................................(9) dengan : 8
DA N KHLA
: total kebutuhan air (m3/tahun) : jumlah penduduk (jiwa) : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3 air/kapita/tahun,
800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya. Kebutuhan air untuk wilayah Kampus IPB Dramaga dihitung berdasarkan jumlah mahasiswa dan staf, serta jenis gedung yang terdapat di dalam kampus. Menurut Noerbambang dan Morimura (2000) kebutuhan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (10). Qd = (1.20) × Np × Pemakaian air rata-rata sehari ......................................................................... (10) dengan: Qd : pemakaian air sehari Np : jumlah pemakai T : jangka waktu pemakaian air rata-rata sehari Konstanta pemakaian air rata-rata sehari disajikan pada Lampiran 1, sedangkan 1.20 merupakan konstanta 20% penambahan untuk mengatasi kebocoran pancuran air, tambahan air untuk pemanas atau mesin pendingin gedung, penyiraman tanaman. Kebutuhan air Kriteria status daya dukung lingkungan berbasis neraca air tidak cukup dinyatakan dengan “surplus-defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan dengan nilai “supply/demand”. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria penetapan status DDL-Air Kriteria Rasio supply/demand > 2 Rasio supply/demand 1-2 Rasio supply/demand <1 Sumber: Prastowo, 2010
Status DDL-air Daya dukung lingkungan aman (sustain) Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain) Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot)
2.3.2 Zona Agroklimat Klasifikasi iklim adalah suatu metode untuk memperoleh efesiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Oleh karena itu, analisis stastistik unsur-unsur iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum dan sederhana (Impron dan Handoko, 1993). Tabel 6. Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman Tipe Utama A B C D E Sub Divisi 1 2 3 4
Jumlah bulan basah berturut-turut 9 7-9 5-6 3-4 <3 Jumlah bulan kering berturut-turut <2 2-3 4-6 >6
9
Oldeman (1975) dalam Impron dan Handoko (1993) telah membuat sistem klasifikasi yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan yang didasarkan jumlah bulan basah berturut-turut dan jumlah bulan kering berturut-turut. Menurut Oldeman (1975) dalam Rustiadi et al, (2010) konsep agroklimat, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Konsep agroklimat suatu wilayah ditentukan oleh kondisi bulan basah dan bulan kering yang terjadi sepanjang tahun. Tipe agroklimat ini menujukkan kesesuaian pola tanam yang dapat diterapkan pada suatu wilayah, dengan mempertimbangkan daya dukung sumberdaya iklim (curah hujan).
Tipe Agriklimat A1, A2 B1 B2 C1 C2, C3, C4 D1 D2, D3, D4 E
Tabel 7. Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman Penjelasan Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua hati-hati jangan jatuh pada bulan kering Tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan.
2.3.3 Potensi Suplai Air Konsep potensi suplai air menentukan jumlah curah hujan lebih (CH lebih) dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah, yang potensial dikembangkan (Rustiadi at al, 2010). Menurut Rustiadi at al (2010), pada hirarki analisis ini, analisis neraca potensi suplai air diperlukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai skenario tutupan kondisi tutupan hutan dengan parameter CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah. Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air disajikan pada Gambar 1.
Ecological Footprint
Status daya dukung lingkungan
Daya dukung lingkungan
Kebutuhan Air per kapita Status DDL Kebutuhan Air per kapita Pola konsumsi dan kebutuhan sumber daya
Pasokan Air (m3/tahun)
Neraca Air
Populasi penduduk
Sumber: Prastowo, 2010 Gambar 1. Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air
10
2.4
Konservasi Tanah dan Air Menurut Arsyad (2010), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya (Arsyad, 2010). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning). Hasil evaluasi lahan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2010). Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. (Arsyad, 2010). Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan air khususnya untuk daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan, pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir sehingga terwujud perencanaan ruang yang lebih baik.
11