TINGKAH LAKU ANAK DOMBA GARUT SETELAH LAHIR YANG DIBERI MINYAK BIJI MATAHARI DALAM RANSUM INDUKNYA
CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkah Laku Anak Domba Garut Setelah Lahir yang Diberi Minyak Biji Matahari Dalam Ransum Induknya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Cipta Kasih Novilita Zebua NIM D14090101
ABSTRAK CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA. Tingkah Laku Anak Domba Garut Setelah Lahir Yang Diberi Minyak Biji Matahari Dalam Ransum Induknya. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan DEWI APRI ASTUTI. Domba garut adalah ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi genetik prolifik yang harus dikembangkan sesuai sistem budidaya ternak Good Farming Practice. Potensi genetik tersebut harus didukung oleh kualitas pakan yang baik. Salah satunya adalah minyak biji bunga matahari yang mempunyai kelebihan sebagai salah satu sumber asam lemak linoleat yang dapat memperbaiki efisiensi reproduksi. Tingkah laku ternak merupakan salah satu aspek penting yang berkaitan dengan penanganan ternak, manajemen pemeliharaan, dan manajemen pemberian pakan sehingga perlu diteliti untuk mengetahui jenis pakan yang tidak membuat ternak stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkah laku anak domba garut setelah lahir yang diberi ransum komplit yang mengandung minyak biji bunga matahari dalam ransum induknya. Penelitian ini menggunakan anak domba garut yang baru lahir sebanyak 18 ekor anak. Perlakuan terdiri dari TL0 (kontrol), TL4 (4% minyak biji bunga matahari), TL6 (6% minyak biji bunga matahari). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, data dianalisis ragam (ANOVA) dan uji beda rataan digunakan Tukey test. Tingkah laku yang diamati antara lain waktu mulai berdiri, waktu sukses berdiri, waktu awal mencari susu, waktu sukses menyusu, lama menyusu pertama, frekuensi menyusu, frekuensi vokalisasi, frekuensi berbaring, frekuensi berdiri, frekuensi menggerakkan ekor, dan frekuensi berebut puting (khusus anak kembar dua). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu sukses berdiri, waktu mulai berdiri, dan frekuensi menyusu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perlakuan pada tipe tunggal dan waktu mulai berdiri, waktu awal mencari susu, frekuensi vokalisasi, frekuensi berdiri, dan frekuensi menggerakkan ekor berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perlakuan pada tipe kembar dua. Penambahan minyak biji bunga matahari sebesar 4% dan 6% dalam ransum induk domba berpengaruh terhadap tingkah laku anak setelah lahir. Kata kunci: anak domba garut, minyak biji bunga matahari, tingkah laku.
ABSTRACT CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA. Garut Lamb Behavior After Born With Addition Sun Flower Seed Oils. Supervised by MOHAMAD YAMIN and DEWI APRI ASTUTI. Garut ewes are small ruminants that have the prolific genetic potential to be developed as Good Farming Practice. The genetic potential must be supported by a good quality of feed. Sunflower seed oil which has advantages as a source of linoleic fatty acids that can improve reproductive efficiency. Behavior is one of the important aspects related to maintenance management and handling of livestock that need to know the effect of feed to animal welfare. The purpose of this research was to identify and evaluate the lamb behavior of garut after born
with addition sun flower seed oils. The number of observation were 18 of sheep. Experiment research consists of TL0 (control), TL4 (4% addition of sunflower seed oil), and TL6 (6% addition of sunflower seed oil). This research used completely randomized design, the data were analyzed by ANOVA, and significantly different data using Tukey test. Parameter behavior measured were standing first time, suckling first time, suckling duration first time, suckling frequency, vocal frequency, laying frequency, standing frequency, moving of tail frequency, and scramble nipples especially for twins. The results showed standing and suckling first time, vocal, standing, moving of tail was significantly affect (P<0.05) on treatment. The addition of sunflower oil by 4% and 6% affected behavior of lamb garut after born. Keywords: behavior, lamb garut, sun flower seed oil.
TINGKAH LAKU ANAK DOMBA GARUT SETELAH LAHIR YANG DIBERI MINYAK BIJI MATAHARI DALAM RANSUM INDUKNYA
CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Tingkah Laku Anak Domba Garut Setelah Lahir Yang Diberi Minyak Biji Matahari Dalam Ransum Induknya Nama : Cipta Kasih Novilita Zebua NIM : D14090101
Disetujui oleh
S"
Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I
Tanggal Lulus: "
2f
I'"'
2013
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II
Judul Skripsi : Tingkah Laku Anak Domba Garut Setelah Lahir Yang Diberi Minyak Biji Matahari Dalam Ransum Induknya Nama : Cipta Kasih Novilita Zebua NIM : D14090101
Disetujui oleh
Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Anak Domba Garut Setelah Lahir yang Diberi Minyak Biji Matahari Dalam Ransum Induknya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin MAgrSc dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS selaku pembimbing utama dan anggota yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi serta Ir Lilis Khotijah MSi yang telah banyak memberi saran dan dukungan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mohamad Sriduresta S SPt MSc dan Dr Iwan Prihantoro SPt MSi selaku dosen penguji serta Edit Lesa Aditia SPt MSc selaku panitia sidang atas kritik, saran, dan masukan bagi penulis. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir Andi Murfi MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, abang, kakak dan adik (K’Ines, K’Ider, K’Tety, Bg Herdin, K’Bunga, dan Tommy) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat dan rekan satu tim penelitian (Ruly, Adi, Meta, Citra, Resti, Usmi, Evi, dan Ani) atas usaha dan kerjasamanya yang telah banyak membantu selama penelitian. Sahabat-sahabatku di Pondok Hijau (Voni, Linda, Ni’un, Lia, Devi, Octa, dan Mei) atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. Ucapan terima kasih juga buat K’Natali, Dewi, Fitri, Ocy, Aldy, Romi, Bg Devide, K’Andrew dan teman-teman se-pelayanan di PMK IPB dan POPK FAPET yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan Golden Ranch IPTP ‘46 atas suka duka, kenangan dan kebersamaan selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, dengan senang hati, penulis mengharapkan saran dan segala kritikan yang bersifat membangun bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2013 Cipta Kasih Novilita Zebua
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat Bahan Prosedur Rancangan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bobot Lahir, Tipe Kelahiran dan Jenis Kelamin Suhu Rektal Tingkah Laku Anak Tipe Kelahiran Tunggal Tingkah Laku Anak Tipe Kelahiran Kembar Dua SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 2 2 2 2 3 5 5 5 6 7 7 11 12 13 15 20
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Komposisi bahan pakan ransum penelitian berdasarkan bahan kering Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering Pengertian tingkah laku anak domba garut setelah lahir Rataan bobot lahir anak domba garut Rataan suhu rektal anak domba garut Rataan dan standar deviasi tingkah laku anak domba garut tipe tunggal Rataan dan standar deviasi tingkah laku anak domba garut kembar dua
3 3 4 6 7 7 11
DAFTAR GAMBAR 1 Anak domba garut menyusu pada induknya 2 Anak domba garut beristirahat 3 Anak domba garut sedang berdiri
8 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Formulir pengambilan data 2 Hasil analisis ragam
14 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki peranan penting dalam menyumbangkan kebutuhan daging. Usaha peternakan domba di Indonesia semakin berkembang terutama dalam usaha penggemukan domba. Usaha perkembangan domba tersebut harus diimbangi dengan usaha pembibitan domba untuk mengembangkan sistem budidaya ternak sesuai Good Farming Practice (GFP). Domba garut merupakan salah satu jenis domba lokal yang dipelihara oleh sebagian masyarakat di Jawa Barat sebagai ternak aduan dan penghasil daging. Domba garut memiliki potensi genetik prolifik yang saat ini masih belum muncul secara optimum. Prolifik adalah beranak lebih dari satu dalam satu kelahiran. Potensi genetik tersebut harus didukung oleh kualitas pakan yang baik. Salah satunya adalah minyak biji bunga matahari yang mempunyai kelebihan sebagai salah satu sumber asam lemak linoleat yang dapat memperbaiki efisiensi reproduksi. Disamping memperbaiki efisiensi produksi, aspek kesejahteraan ternak juga penting untuk diperhatikan. Pengaruh pemberian pakan komplit yang mengandung minyak biji bunga matahari dengan tingkah laku ternak perlu dikaji. Studi tingkah laku adalah salah satu pendekatan yang berperan penting dalam mempelajari kondisi lingkungan dan penanganan ternak. Kajian terhadap tingkah laku ternak kurang diperhatikan di Indonesia. Sutama dan Budiarsana (1995) menyatakan bahwa tingkah laku ternak erat kaitannya dengan manajemen pemeliharaan, produksi dan efisiensi produksi dan tingkat pendapatan petani. Tingkat kematian anak domba yang cukup tinggi dapat ditekan dengan mempelajari dan mengetahui kondisi induk pada saat beranak serta kondisi anak yang baru lahir agar bisa bertahan hidup hingga masa penyapihan. Hafez (1987) menyatakan bahwa tingkah laku anak penting dipelajari karena menyangkut aspek ketahanan hidup dalam menentukan kemampuan hidup anak dan keberhasilan jumlah anak yang akan disapih. Salah satu faktor yang dapat menunjang agar anak-anak domba yang dihasilkan sehat berkualitas adalah pemberian pakan dengan kandungan nutrisi yang cukup dan seimbang pada induk-induk yang dikawinkan dan bunting. Asupan nutrisi induk sangat penting dan berpengaruh pada tingkat kekebalan tubuh anak yang dilahirkan sampai masa sapih. Suplementasi asam lemak pada ruminansia berdampak pada perbaikan fertilitas dan perkembangan embrio (Cerri et al. 2009), serta dapat mempercepat kemampuan anak menyusu pada saat dilahirkan (Capper et al. 2006). Asam lemak esensial sangat penting keberadaannya dalam ransum karena tubuh tidak dapat mensintesanya. Penggunaan minyak biji bunga matahari sebagai salah satu sumber asam lemak linoleat diharapkan dapat menunjang munculnya potensi genetik prolifik domba garut secara optimum dengan anak-anak yang sehat berkualitas sehingga efisiensi reproduksi dan produktivitas domba lokal dapat ditingkatkan.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengaruh tingkah laku anak domba garut setelah lahir yang diberi ransum komplit yang mengandung minyak biji bunga matahari dalam ransum induknya. Ruang Lingkup Penelitian Pemberian minyak biji bunga matahari yang mengandung linoleat yang tinggi dapat menghasilkan anak yang sehat berkualitas serta mempercepat kemampuan berdiri dan menyusu anak domba garut.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan November 2012 hingga bulan Januari 2013. Penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alat Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang beranak berukuran 2.5 x 1.2 m2. Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan dan minum, alas/bedding dari serbuk gergaji dan rumput, kamera digital, timbangan digital, termometer rektal, lampu, alat tulis, dan stopwatch. Bahan Ternak Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah anak domba garut yang baru lahir sebanyak 18 ekor dari 13 ekor induk yang memiliki bobot badan ratarata 22.12 ± 1.69 kg. Masing-masing terdiri dari 8 ekor tipe kelahiran tunggal dan 10 ekor tipe kelahiran kembar dua. Anak tidak dipisahkan dari induk setelah lahir selama pengamatan. Anak domba diberi nomor kalung untuk memudahkan identifikasi. Ransum Induk Pakan yang diberikan pada domba berupa hijauan dan konsentrat. Sumber hijauan berupa Brachiaria humidicola sedangkan konsentrat berupa onggok, bungkil kelapa, bungkil kedele, minyak biji bunga matahari, premiks, garam, dan CaCO3 yang dicampur sendiri. Rasio pemberian rumput dan konsentrat adalah 30:70. Rumput diberikan 3 kali sehari, konsentrat 2 kali sehari, dan untuk air
3 minum diberikan secara ad libitum. Komposisi bahan dan zat makanan disajikan pada Tabel 1 dan 2 dibawah ini. Tabel 1 Komposisi konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering Perlakuan Pakan TL0 (%) TL4 (%) TL6 (%) Onggok 34.3 30.1 27.6 Bk. Kelapa 57.1 57.1 57.1 Bk. Kedele 6.4 6.4 6.6 M. Matahari 4.0 6.0 CaCo3 0.7 0.7 0.7 Garam 0.7 0.7 0.7 Premix 0.7 0.7 0.7 Keterangan: TL0 = kadar minyak biji bunga matahari 0% (kontrol), TL4 = kadar minyak biji bunga matahari 4%, TL6 = kadar minyak biji bunga matahari 6%
Tabel 2 Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering Ransum Penelitian Brachiaria Komposisi humidicola Nutrien TL0 (%) TL4 (%) TL6 (%) (%) Bahan kering 86.99 87.00 87.16 39.7 Abu 6.41 6.40 5.63 7.29 Protein kasar 21.40 19.95 20.41 12.88 Lemak kasar 3.79 7.49 8.05 0.76 Serat kasar 7.58 8.12 8.64 33.20 Beta-N 46.65 45.15 41.15 45.86 Linoleat 0.096 1.62 2.12 0.17 TDN 64.40 77.50 75.50 0.17 Ca 0.97 1.07 0.90 0.63 P 1.07 0.89 0.88 0.35 Keterangan: Hasil analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012); Lab Terpadu IPB (2012)
Prosedur Persiapan Kandang Kandang beranak untuk domba terlebih dahulu dibersihkan. Kandang diberi alas/bedding berupa serbuk gergaji dan rumput. Induk-induk domba yang sedang bunting tua dipindahkan pada kandang beranak setelah dibersihkan. Suhu dan kelembaban diukur untuk mengetahui kondisi udara di kandang. Adapun peubah yang diamati adalah sebagai berikut: Bobot Lahir Bobot lahir anak ditimbang dengan menggunakan timbangan digital setelah anak selesai dijilati oleh induknya dan bulunya sudah agak kering. Tipe Kelahiran Tipe kelahiran anak domba dicatat berdasarkan tipe kelahiran tunggal (1 ekor anak/kelahiran) dan kembar dua (2 ekor/kelahiran).
4 Jenis kelamin Jenis kelamin anak domba dicatat berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina. Suhu Rektal Pengukuran suhu rektal dilakukan dengan cara memasukan alat termometer suhu rektal digital ke dalam rektum anak domba sesaat setelah lahir, kemudian dilakukan pembacaan angka yang terdapat pada alat termometer setelah alat tersebut berbunyi. Pengamatan Tingkah Laku Anak Domba Tingkah laku anak domba mulai diamati setelah lahir dan dicatat dalam formulir pengambilan data (Lampiran 1). Kamera digital digunakan untuk mengabadikan tingkah laku anak domba dari awal kelahiran. Pengamatan dilakukan dengan mencatat waktu dan frekuensi tingkah laku anak per ekor dari awal kelahiran seperti pada Tabel 3. Tingkah laku anak yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
a. b. c. d. e.
f. g. h. i. j.
k.
Tabel 3 Definisi tingkah laku anak domba garut setelah lahir Tingkah Laku Definisi Waktu mulai berdiri Waktu yang dibutuhkan anak dari lahir hingga (detik) pertama kali belajar berdiri Waktu sukses Waktu yang dibutuhkan anak dari lahir sampai (1) berdiri (menit) berdiri dengan normal Waktu awal mencari Waktu pertama kali anak menyentuh puting susu susu (detik) induknya Waktu sukses Waktu yang dibutuhkan anak dari lahir sampai menyusu (1) (menit) sukses menyusu Lama menyusu Lamanya anak dapat mengambil puting induk dan pertama (detik) berhasil menyedot air susu pertama kali lalu menghentikannya setelah selesai menyusu Frekuensi menyusu Banyaknya aktivitas anak menyusu pada induk (kali/jam) Frekuensi vokalisasi Banyaknya aktivitas anak bersuara/vokalisasi (kali/jam) Frekuensi berbaring Banyaknya aktivitas anak berbaring/istirahat (kali/jam) Frekuensi berdiri Banyaknya aktivitas anak berdiri (kali/jam) Frekuensi Banyaknya aktivitas anak menggerakkan ekor menggerakkan ekor (kali/jam) Frekuensi berebut Tingkah laku anak bersaing untuk mendapatkan puting (kali/jam) puting (khusus anak kembar)
Ket: (1) Supriyanto (2000)
5 Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola searah menurut Steel dan Torrie (1991). Perlakuan adalah jenis ransum dengan level minyak biji bunga matahari berbeda yaitu TL0=0%, TL4=4%, dan TL6=6%. Model matematika yang digunakan adalah: Yij = µ + Pi + εij Keterangan: Yij = respon pengamatan pada ransum ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum pengamatan Pi = pengaruh pemberian ransum ke-i εij = pengaruh galat ransum ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis ragam ANOVA dan jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Peubah bobot lahir berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin diuji dengan uji-t, dan suhu rektal dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Anak domba garut yang berhasil diamati tingkah lakunya sebanyak 18 ekor dari 13 ekor induk yang terdiri dari 8 ekor tipe kelahiran tunggal dan 10 ekor tipe kelahiran kembar dua. Induk domba yang digunakan adalah domba yang baru pertama kali beranak yang memiliki bobot badan rata-rata 22.12 ± 1.69 kg dengan umur ±1 tahun. Induk yang baru pertama kali beranak masih belum cukup berpengalaman dibanding induk yang sudah pernah beranak sebelumnya. Induk yang memiliki anak kembar lebih dari dua umumnya tidak cukup kuat merejan sehingga anak terlalu lama di dalam rahim dan tidak sempat bernapas. Tingkah laku anak domba yang diamati dibedakan berdasarkan perlakuan pada tipe tunggal dan kembar dua. Suhu udara pada saat penelitian yang diamati pada pagi, siang dan sore hari rata-rata berkisar antara 26-33 oC dengan kelembaban 85%-92%. Thermoneutral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu lingkungan yang sesuai untuk ternak. Daerah TNZ untuk semua ternak domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22-31 oC (Yousef 1985). Induk-induk domba sebelumnya telah beradaptasi pada kondisi lingkungan di kandang. Lingkungan ternak adalah keseluruhan kondisi dan situasi sesungguhnya di sekitar ternak yang mempengaruhi kesehatan, penampilan, produksi, dan reproduksi ternak (Tomaszewska et al. 1991).
6 Bobot Lahir, Tipe Kelahiran, dan Jenis Kelamin Bobot lahir merupakan bobot anak pada saat dilahirkan. Bobot lahir sangat penting dan menjadi penentu dalam proses keberhasilan produksi selanjutnya. Tabel 4 berikut menunjukkan rataan bobot lahir domba garut. Tabel 4 Rataan bobot lahir anak domba garut (kg) Bobot Lahir Tipe Kelahiran Rataan Jantan Betina 2.44 ± 0.73 2.40 ± 0.37 Tunggal 2.42 ± 0.55a (n=3) (n=5) 2.03 ± 0.16 1.95 ± 0.25 Kembar Dua 1.99 ± 0.21b (n=5) (n=5) Ket: angka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
Berdasarkan hasil analisis statistik, dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa rataan bobot lahir anak domba tipe tunggal berbeda nyata dengan tipe kembar dua (P<0.05). Hasil ini didukung oleh Suryadi (2006) yang menyatakan bahwa bobot lahir anak tunggal lebih berat jika dibandingkan dengan bobot lahir anak kembar. Wisnuwardani (2000), Dudi (2003) dan Inounu (1996) juga menyatakan bahwa tipe kelahiran pada induk mempengaruhi bobot lahir anak. Domba garut memiliki rataan bobot lahir untuk jantan 2.20 kg dan untuk betina 2.10 kg (Subandriyo et al. 1981). Anak yang memiliki bobot lahir tinggi cenderung memiliki daya hidup yang tinggi saat dilahirkan (vigor of birth) dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Bourdon 2000). Semakin banyak anak yang dilahirkan tiap kelahiran maka rataan bobot lahir tiap anak akan semakin kecil. Perbedaan bobot lahir diduga karena terbatasnya volume uterus induk, sehingga bila dalam uterus terdapat lebih dari satu fetus maka calon anak tersebut pertumbuhannya akan terganggu karena harus berdesak-desakan dalam uterus yang sempit, dibandingkan jika anak tersebut dilahirkan tunggal (Triwulaningsih 1986). Faktor-faktor yang menentukan bobot lahir antara lain adalah jenis kelamin, bangsa, tipe kelahiran, umur domba, kondisi induk dan ransum tambahan untuk induk saat bunting (Sumoprastowo 1993). Jenis kelamin yang berbeda menunjukkan bobot lahir yang berbeda. Rataan bobot lahir jantan lebih besar dibanding betina seperti ditunjukkan pada Tabel 4 di atas. Didukung oleh penelitian Baliarti (1981) bahwa anak domba jantan memiliki bobot lahir lebih tinggi dibanding dengan anak domba betina. Tuah dan Baah (1985) menyatakan pertumbuhan tulang kerangka anak jantan lebih cepat dibandingkan dengan anak betina sehingga mempengaruhi bobot lahir. Anak domba jantan lebih berat saat lahir dibandingkan dengan domba betina, dan bobot lahir tersebut akan berkorelasi positif dengan bobot sapih dan pertambahan bobot badan (Ramsey et al. 1994). Anak dengan bobot lahir besar akan tumbuh lebih cepat dibanding dengan anak yang bobot lahirnya kecil. Meskipun demikian, anak domba yang memiliki bobot lahir rendah juga dapat tumbuh cepat apabila bukan berdasarkan keturunan (Sumoprastowo 1993).
7 Suhu Rektal Suhu rektal anak-anak domba garut pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dua dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Edey (1983), suhu rektal adalah salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Eales dan Small (1980) melaporkan bahwa suhu rektal anak domba adalah 38.2-39.3 oC. Tabel 5 Rataan suhu rektal anak domba garut (oC) Tipe Kelahiran Suhu Rektal (oC) Tunggal
38.3 ± 0.60
Kembar Dua
37.6 ± 1.62
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh suhu rektal untuk tipe tunggal berada pada kisaran suhu normal yaitu 38.3 oC. Sedangkan pada tipe kelahiran kembar dua, rataan suhu rektal berada di bawah suhu normal yaitu 37.6 oC. Hal ini disebabkan karena suhu rektal dipengaruhi oleh bobot lahir dari anak. Bobot lahir anak tunggal lebih besar dibanding bobot lahir anak kembar dua yang dapat dilihat pada Tabel 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Arnold dan Morgan (1975) suhu rektal dipengaruhi oleh bobot lahir. Anak domba yang memiliki suhu rektal di bawah rata-rata dengan bobot lahir yang rendah, setelah lahir tidak akan mampu berdiri dan lemah sehingga terlambat untuk mendapatkan kolostrum pertama. Tingkah Laku Anak Tipe Kelahiran Tunggal Pada siklus produksi, kelahiran anak merupakan suatu proses penting yang menentukan keberhasilan jumlah perbanyakan ternak. Aspek penting dalam mendukung potensi prolifik domba garut salah satunya adalah mempelajari tingkah laku. Tabel 6 berikut menunjukkan rataan tingkah laku anak domba garut pada tipe kelahiran tunggal. Tabel 6 Rataan dan standar deviasi tingkah laku anak domba garut tipe tunggal Perlakuan Tingkah Laku Yang Diamati TL0 TL4 TL6 Waktu mulai berdiri (detik) 10.67±1.15a 5.00±2.00b 6.50±2.12b Waktu sukses berdiri (menit) 15.00±1.00a 9.33±2.52b 7.50±3.54b Waktu awal mencari susu (detik) 15.00±2.00 12.67±4.62 14.00±5.66 Waktu sukses menyusu (menit) 11.67±11.59 10.67±3.21 17.50±3.54 Lama menyusu pertama (detik) 2.67±0.58 3.33±1.53 3.50±0.71 Frekuensi menyusu (kali/jam) 4.67±1.15b 11.00±1.00a 11.00±1.41a Frekuensi vokalisasi (kali/jam) 58.67±12.50 44.67±7.23 32.50±2.12 Frekuensi berbaring (kali/jam) 11.33±3.21 7.33±1.53 11.00±1.41 Frekuensi berdiri (kali/jam) 7.67±2.08 5.33±3.06 7.00±1.41 Frekuensi menggerakkan ekor 21.33±6.51 14.00±10.82 11.50±3.54 (kali/jam) Keterangan: angka dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
8 Waktu Mulai Berdiri dan Sukses Berdiri Berdasarkan uji statistik, waktu yang dibutuhkan anak dari lahir hingga pertama kali belajar berdiri berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Waktu mulai berdiri anak domba garut berdasarkan perlakuan dengan pemberian minyak biji bunga matahari lebih cepat pada TL4 (5.00±2.00) dan TL6 (6.50±2.12). Begitu juga dengan waktu yang dibutuhkan anak dari lahir sampai berdiri dengan normal berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Waktu sukses berdiri anak domba garut lebih cepat pada TL6 (7.50±3.54) dan TL4 (9.33±2.52). Anak-anak domba yang diberi perlakuan lebih cepat berdiri dibanding anakanak domba tanpa perlakuan. Menurut Arnold dan Morgan (1975) anak domba yang baru lahir berusaha untuk berdiri dalam waktu sekitar 30 menit setelah kelahiran. Suplementasi asam lemak pada ruminansia berdampak pada perbaikan fertilitas dan perkembangan embrio (Cerri et al. 2009). Minyak biji bunga matahari yang mengandung kadar omega 6 merangsang sistem syaraf anak agar cepat berdiri. Anak domba setelah lahir membutuhkan energi agar dapat segera berdiri dan menyusu pada induknya. Kandungan lemak dalam minyak biji bunga matahari sebagai sumber energi bagi anak domba dapat memacu kecepatan anak untuk segera berdiri. Tingkah laku induk juga mempengaruhi waktu mulai berdiri dan sukses berdiri anak. Sebagian besar anak domba garut akan berbaring dilantai atau alas kandang beberapa saat, dan kemudian akan menggerakan kepalanya (Gatenby et al. 1994). Segera setelah anak lahir, induk domba mulai menjilati anaknya mulai dari kepala, leher, kemudian bagian tubuh lainnya karena induk tertarik pada bagian yang bergerak atau secara naluri induk berusaha untuk membersihkan saluran pernapasan anaknya dan membentuk jalinan antara induk dan anak (Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991; Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995). Waktu Awal Mencari Susu dan Waktu Sukses Menyusu Anak domba yang dapat berdiri biasanya akan segera menyusu pada induknya. Berdasarkan uji statistik, waktu awal mencari susu dan sukses menyusu anak domba tunggal tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan. Anak domba biasanya segera menyusu setelah lahir. Selain dari kemampuannya sendiri, kecepatan anak dapat menyusu dipengaruhi oleh tingkah laku induknya (Sutama dan Inounu 1993; Arnold dan Morgan 1975). Bentuk penolakan menyusui seperti menghindar dan mengusir anak yang dilakukan oleh induk dapat menghambat anak untuk dapat menyusu.
Gambar 1 Anak domba garut menyusu pada induknya
9 Lama Menyusu Pertama Lama menyusu pertama adalah lamanya anak dapat mengambil puting induk dan berhasil menyedot air susu (kolostrum) pertama kali lalu menghentikannya setelah selesai menyusu. Berdasarkan uji statistik, lama menyusu pertama anak domba tipe tunggal tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan. Rata-rata anak domba menyusu pertama pada induknya berkisar antara 2-3 menit. Semakin lama waktu anak menyusu pertama kalinya pada induknya maka akan semakin banyak kolostrum yang diminum. Lama menyusu anak juga dipengaruhi oleh sifat induk yang baik yang mau menyusui anaknya. Frekuensi Menyusu Tingkah laku menyusu merupakan ekspresi utama dari anak setelah dilahirkan. Berdasarkan uji statistik, frekuensi menyusu anak domba tipe tunggal berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Menurut Stapelton et al. (1980) bahwa tanpa memperhatikan umur dan tipe kelahiran, maka 90% inisiatif menyusu dimulai dari anak. Anak dapat lebih sering menyusu karena dibantu oleh peranan induk untuk menemukan puting susu. Kadang-kadang beberapa induk mengangkat kaki belakangnya atau merendahkan bagian badan belakangnya sehingga anak lebih mudah menemukan puting susu (Sutama dan Inounu 1993). Pemberian minyak biji bunga matahari yang mengandung asam linoleat dalam ransum induk selama periode kebuntingan dapat mempercepat kemampuan anak menyusu pada saat dilahirkan (Capper et al. 2006). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian pada Tabel 6 di atas yaitu anak domba dengan perlakuan TL4 dan TL6 lebih sering menyusu dibanding anak domba tanpa penambahan minyak biji bunga matahari (TL0). Hormon prolaktin mempengaruhi sifat mothering ability pada induk domba. Induk yang baik akan menjilati anaknya setelah lahir dan mau menyusui anaknya. Awal laktasi terjadi kira-kira pada waktu melahirkan. Ini disebabkan oleh perubahan kadar hormon dalam plasma. Sekresi yang terbentuk pada waktu itu adalah kolostrum, dengan komposisi yang berbeda dengan susu yang disekresi selanjutnya dalam beberapa hari. Kolostrum mengandung unsur-unsur antibodi yang membantu anak yang baru lahir melawan infeksi dari lingkungan baru sebelum sistem kekebalannya sendiri berfungsi penuh (Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991). Frekuensi Vokalisasi Tingkah laku mengembik atau vokalisasi merupakan langkah awal dari seekor anak mulai menyusu. Berdasarkan uji statistik, pemberian minyak biji bunga matahari terhadap frekuensi vokalisasi anak domba tunggal tidak berbeda nyata (P>0.05). Tingkah laku mengembik pada anak domba dapat dipengaruhi oleh sifat induk yang kurang perhatian terhadap anaknya. Pada tipe tunggal, sebagian besar induk menunjukkan sifat keindukan yang baik terhadap anaknya. Hal ini juga disebabkan karena tidak ada persaingan pada tipe tunggal.
10 Frekuensi Berbaring Tingkah laku berbaring merupakan tingkah laku anak domba beristirahat. Berdasarkan uji statistik, frekuensi berbaring anak domba tipe tunggal tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan. Anak domba beristirahat dalam keadaan berbaring dengan kaki ditekuk dan biasanya beristirahat dekat induknya atau di atas tubuh induknya. Hal ini dilakukan anak domba karena suhu tubuh induk yang hangat sehingga anak domba tidak kedinginan.
Gambar 2 Anak domba garut beristirahat Frekuensi Berdiri Berdiri merupakan salah satu proses mendapatkan induknya untuk menyusu. Berdasarkan uji statistik, frekuensi berdiri anak domba tipe tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan. Posisi menyusu anak domba garut biasanya berdiri tergantung pada posisi induknya. Apabila induk domba berbaring, anak akan berusaha membangunkannya sehingga proses menyusu anak berlangsung dalam keadaan berdiri. Frekuensi Menggerakkan Ekor Berdasarkan uji statistik, frekuensi menggerakkan ekor anak domba tunggal tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan. Sejalan dengan proses menyusu, menggerakkan ekor dan melepaskan puting terjadi pada saat yang bersamaan. Fraser (1974) menyatakan bahwa kedua gerakan tersebut merupakan bagian proses menyusu dimana gerakan ekor akan menarik induk untuk mengenali anaknya dengan menciumi bagian anus. Selama menyusui induk domba mencium bau anaknya pada ekor dan sekitar anus. Houpt dan Wolsky (1982) menyatakan bahwa induk mengenali anaknya terutama melalui penglihatan dan penciuman. Pengenalan melalui penciuman diperkirakan berdasarkan bau anak pada saat dilahirkan, tetapi induk domba juga menggunakan suara dan penampilan anaknya untuk identifikasi.
11
Gambar 3 Anak domba garut sedang berdiri Tingkah Laku Anak Tipe Kelahiran Kembar Dua Rataan tingkah laku anak tipe kelahiran kembar dua berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Rataan dan standar deviasi tingkah laku anak domba garut kembar dua Perlakuan Tingkah Laku Yang Diamati TL0 TL4 TL6 Waktu mulai berdiri (detik) 10.00±2.71a 6.50±0.71b 5.75±0.96b Waktu sukses berdiri (menit) 22.00±19.61 17.00±2.83 14.00±3.16 Waktu awal mencari susu (detik) 16.75±5.32a 12.50±3.54b 8.50±0.58b Waktu sukses menyusu (menit) 14.75±13.28 15.50±2.12 14.00±4.24 Lama menyusu pertama (detik) 9.50±7.59 3.50±0.71 4.75±2.06 Frekuensi menyusu (kali/jam) 9.25±1.71 7.50±2.12 8.25±1.71 Frekuensi vokalisasi (kali/jam) 146.25±17.23a 17.50±7.78b 24.00±12.11b Frekuensi berbaring (kali/jam) 4.75±1.71 9.00±1.41 14.25±7.14 Frekuensi berdiri (kali/jam) 3.00±1.41a 8.00±2.83ab 13.75±4.35b Frekuensi menggerakkan ekor 10.75±8.81a 18.00±4.24a 51.75±20.53b (kali/jam) Frekuensi berebut puting 11.25±7.50 11.00±5.66 11.75±8.54 (kali/jam) Keterangan: angka dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
Berdasarkan uji statistik, waktu mulai berdiri anak domba garut berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Anak domba yang diberi perlakuan TL6 (5.75±0.96) dan TL4 (6.50±0.71) lebih cepat berdiri dibanding TL0 (10.00±2.71). Begitu juga dengan waktu awal mencari susu anak domba garut berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Pemberian minyak biji bunga matahari dalam ransum induk dapat mempercepat kemampuan berdiri anak karena mengandung omega 6 yang merangsang sistem syaraf anak agar cepat berdiri. Anak domba yang cepat berdiri mulai mencari susu dengan menyusu pada induknya.
12 Anak domba setelah lahir harus segera memperoleh air susu, terutama kolostrum yang memadai dapat meningkatkan terjadinya kematian anak prasapih. Induk yang tidak baik akan memberikan penolakan saat anak akan menyusu dengan cara menghindar dan mengusir anak. Induk domba menghindari anaknya dengan berjalan-jalan dan menjauhi anak atau merebahkan diri sehingga bagian ambingnya agak tertutupi oleh kaki belakang. Bentuk pengusiran oleh induk terutama ditunjukkan kepada anak lain dengan cara menandukkan kepala kepada pengganggunya. Induk yang digunakan adalah induk yang baru pertama kali beranak yang secara umum masih belum cukup berpengalaman dalam merawat anaknya. Anak domba tipe kembar dua terlihat lebih sering bervokalisasi atau mengembik yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Diduga bahwa anak kembar dua lebih sering mengembik karena kurang perhatian dari induknya. Anak domba kembar dua juga saling berebut puting pada saat menyusu. Komunikasi antara anak dan induk meliputi vokalisasi spesifik dalam spesies, pergerakan tubuh, dan isyarat lainnya seperti kontak fisik secara langsung (anak mendorong puting induk dan induk menjilati anak). Anak domba yang tidak diberi perlakuan mengembik lebih banyak dibanding anak domba yang diberi perlakuan. Hal ini diduga karena anak domba yang diberi perlakuan yaitu TL4 dan TL6 lebih tenang dan sifat mothering ability induk juga ikut mempengaruhi terlebih khusus dalam hal menyusui. Anak domba yang sering menyusu pada induknya akan lebih tenang dan merasa kenyang sehingga tidak bervokalisasi terlalu banyak. Berdasarkan uji statistik, frekuensi berdiri anak domba garut setelah lahir berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Anak domba dengan perlakuan TL6 (13.75±4.35) lebih sering berdiri dibanding anak domba dengan perlakuan lainnya. Hal ini menandakan bahwa anak domba yang diberi perlakuan menunjukkan sifat aktif bergerak dan berdiri sehingga daya tahan tubuhnya juga lebih Frekuensi menggerakkan ekor anak domba garut setelah lahir berbeda nyata (P<0.05) terhadap perlakuan. Pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa anak domba dengan perlakuan TL6 (51.75±20.53) lebih sering menggerakkan ekornya dibanding perlakuan TL0 dan TL4. Fraser (1974) menyatakan bahwa kedua gerakan tersebut merupakan bagian proses menyusu dimana gerakan ekor akan menarik induk untuk mengenali anaknya dengan menciumi bagian anus.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan minyak biji bunga matahari sebesar 4% dan 6% dalam ransum induk domba memberikan pengaruh terhadap tingkah laku anaknya setelah lahir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak biji bunga matahari berpengaruh nyata terhadap waktu mulai berdiri, waktu sukses berdiri, waktu awal mencari susu, frekuensi menyusu, frekuensi vokalisasi, frekuensi berdiri, dan frekuensi menggerakkan ekor anak domba setelah lahir. Aspek keberhasilan dalam menentukan kemampuan bertahan hidup anak domba dan keberhasilan
13 jumlah anak domba yang akan disapih dapat didukung dengan mengetahui tingkah laku anak setelah lahir. Saran Penelitian lebih lanjut mengenai tingkah laku anak domba garut setelah lahir pada tipe kembar tiga dan kembar empat perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penambahan minyak biji bunga matahari. Pada penanganan kelahiran anak domba, diperlukan perhatian khusus dari peternak terhadap anak domba kembar lebih dari dua dalam membantu anak domba yang lemah sehingga anak mampu bertahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA Arnold GW, Morgan PD. 1975. Behavior of the ewe and lamb at lambing and its relationship to lamb mortality. Appl. Anim. Ethol., 2:25-46. Baliarti E. 1981. Rata-rata berat lahir, berat sapih dan pertambahan bobot badan anak domba yang dipelihara secara tradisional. Laporan Penelitian. Seminar II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Bogor (ID). Bourdon RM. 2000. Understanding Animal Breeding. Ed ke-2. Upper Saddle River, New Jersey (US): Prentice-Hall, Inc. Capper JL, Wilkinson RG, Alexander MM, Sinclair LA. 2006. Polyunsaturated fatty acid supplementation during pregnancy alters nectanal Behavior in sheep nutrient physiology, metabolism and nutrient interactions. J Nutr. 136:397- 403. Cerri RLA, Juchem SO, Chebel RC, Rutigliano HM, Bruno RGS, Galvao KN, Thatcher WW, Santos JEP. 2009. Effect of fat source differing ini fatty acid profile on metabolic parameters, fertilization, and embryo quality in highproducing dairy cows. J dairy Sci. 92:1520-1531. [Dirjenak]. 2007. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian RI. ISBN. 970-628-010-8, Jakarta (ID). Dudi. 2003. Pendugaan nilai pemuliaan bobot badan pra sapih domba Priangan yang menggunakan model direct additive genetic effect, maternal genetic effect dan lingkungan bersama serta model catatan berulang. [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Edey TN. 1983. Lactation, Growth and Body Composition In: Tropical Sheep and Goat Production. TN Edey (Ed) Melbourne (AUS): The Dominion PressHedges & Bell Pty. Ltd. Page: 81-108. FAO. 2002. Conserving and Developing Farm Animal Diversity. Secretariat of the Report on The World’s Animal Genetic Resource, Rome (ITA). Fraser AF. 1974. Farm Animal Behavior. The Mac Millan Publishing Co. Inc. New York (US). Gatenby RM. 1991. Sheep the Tropical Agriculturalist. London (UK). McMillan Education Ltd.
14 Hafez ESE. 1987. Reproduction of Farm Animals. Ed ke-4. Lea and Febiger. Phidelphia (US). Inounu I. 1991. Production performance of prolific Javanese Sheep. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Inounu, I. 1996. Keragaan produksi ternak domba prolific. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ismoyo W. 2011. Performa reproduksi domba lokal yang mendapat ransum flushing dengan tingkat energy berbeda [skripsi]. Bogor (ID) :Institut Pertanian Bogor. Rianto EM, Budiharto, Arifin M. 2004. Proporsi daging, tulang, lemak karkas domba ekor tipis jantan akibat pemberian ampas tahu dengan aras yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. 309-313. Bogor (ID). Santi, NEK. 2011. Penampilan reproduksi induk dan pertumbuhan anak domba lokal yang mendapat ransum dengan sumber karbohidrat jagung dan onggok [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Shillito-Walser E. Alexander G. 1980. Mutual recognition between ewes and lambs. Reproduction, Nutrition, Development (US). Stapelton DL, Hinch GN, Thwaites CJ, Edey TN. 1980. Effect of sex and litter size on the suckling behavior of the lamb. Jurnal Animal Science. Steel RGO dan JH Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID). PT Gramedia Pustaka Utama. Subandriyo B, Setiadi M, Rangkuti K, Diwyanto, Wirawan HE. 1981. Penelitian pendahuluan domba ekor kurus pada kondisi stasiun percobaan. Proc. Seminar Penelitian Peternakan.Puslitbangnak. Departemen Pertanian. Jakarta (ID). Sumoprastowo RM. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Jakarta (ID). Penerbit Bhatara. Supriyanto. 2000. Tingkah Laku Beranak Domba Merino dan Sumatera [skripsi]. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sutama IK, Inounu I. 1993. Lambing behavior of Javanese ewes with three different prolificacy lines. Ilmu dan Peternakan. Jurnal Animal Science. Sutama IK. Budiarsana IG. 1995. Lambing behavior of Javanese fat-tailed ewes. Ilmu dan Peternakan. Jurnal Animal Science. Tuah AK, Baah J. 1985. Reproductive performance pre-weaning growth rate and pre-weaning lamb mortality of Djallonke Sheep in Ghana. Ghana (GH). Wisnuwardani DW. 2000. Pola pertumbuhan anak domba Garut pra sapih pada berbagai tipe kelahiran di Desa Sukawargi Kecamatan Cisarupan Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
15 Lampiran 1 Formulir pengambilan data Hari/tanggal : Tipe Kelahiran:
Suhu kandang : kelembaban :
Data kelahiran anak: No.
Data Kelahiran Anak
1. 2. 3. 4. 5.
Tanda pengenal Lahir pukul Jenis kelamin Bobot lahir Suhu rektal
Tipe Kelahiran Tunggal Kembar 2 Kembar 3
Keterangan
Tingkah laku anak yang diamati: No.
Tingkah laku anak
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Waktu mulai berdiri (detik) Waktu sukses berdiri (menit) Waktu awal mencari susu (detik) Waktu sukses menyusu (menit) Lama menyusu pertama (detik) Frekuensi menyusu (kali/jam) Frekuensi vokalisasi (kali/jam) Frekuensi berbaring (kali/jam) Frekuensi berdiri (kali/jam) Frekuensi menggerakkan ekor (kali/jam) Frekuensi berebut puting khusus tipe kembar (kali/jam)
11.
Tunggal
Tipe kelahiran Kembar 2 Kembar 3
Ket
16 Lampiran 2 Hasil analisis ragam - Analisis ragam waktu mulai berdiri (detik) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 50.833 25.417 8.38 0.025* Galat 5 15.167 3.033 Total 7 66.000 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu sukses berdiri (menit) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 80. 833 40.417 7.44 0.032* Galat 5 27. 167 5.433 Total 7 108.000 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu awal mencari susu (detik) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 8. 21 4.10 0.25 0.789 Galat 5 82.67 16.53 Total 7 90.88 - Analisis ragam waktu sukses menyusu (menit) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 61. 67 30.83 0.51 0.628 Galat 5 301.83 60.37 Total 7 363.50 - Analisis ragam lama menyusu pertama (detik) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 1.042 0.521 0.45 0.663 Galat 5 5.833 1.167 Total 7 6.875 - Analisis ragam waktu frekuensi menyusu (kali/jam) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 75.208 37.604 28.20 0.002* Galat 5 6. 667 1.333 Total 7 81.875 *berbeda nyata (P<0.05)
17 - Analisis ragam waktu frekuensi vokalisasi (kali/jam) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 845. 04 422.52 5.01 0.064 Galat 5 421. 83 84.37 Total 7 1266.87 - Analisis ragam waktu frekuensi berbaring (kali/jam) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 28.167 14.083 2.58 0.170 Galat 5 27.333 5.467 Total 7 55.500 - Analisis ragam waktu frekuensi berdiri (kali/jam) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 8. 542 4.271 0.73 0.528 Galat 5 29.333 5.867 Total 7 37.875 - Analisis ragam waktu frekuensi menggerakkan ekor (kali/jam) anak domba garut tipe tunggal Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 137.71 68.85 1.04 0.419 Galat 5 331.17 66.23 Total 7 468.87 - Analisis ragam waktu mulai berdiri (detik) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 39.150 19.575 5.43 0.038* Galat 7 25.250 3. 607 Total 9 64.400 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu sukses berdiri (menit) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 129. 6 64. 8 0.38 0.697 Galat 7 1 192.0 170.3 Total 9 1 321.6
18 - Analisis ragam waktu awal mencari susu (detik) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 136.15 68.08 4.85 0.048* Galat 7 98. 25 14.04 Total 9 234.40 * berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu sukses menyusu (menit) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 3. 15 1. 58 0.02 0.981 Galat 5 587.25 83.89 Total 7 590.40 - Analisis ragam lama menyusu pertama dua Sumber db JK Perlakuan 2 66. 15 Galat 7 186.25 Total 9 252.40
(detik) anak domba garut tipe kembar KT 66. 15 186.25
F 1.24
P 0.345
- Analisis ragam waktu frekuensi menyusu (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 4. 500 2.250 0.72 0.521 Galat 7 22.000 3.143 Total 9 26.500 - Analisis ragam waktu frekuensi vokalisasi (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 37. 207 18 604 93.60 0.000* Galat 7 1.391 199 Total 9 38. 598 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu frekuensi berbaring (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 180.90 90.45 3.87 0.074 Galat 7 163.50 23.36 Total 9 344.40
19 - Analisis ragam waktu frekuensi berdiri (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 231.35 115.68 11.44 0.006* Galat 7 70. 75 10. 11 Total 9 302.10 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu frekuensi menggerakkan ekor (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 3 642.9 1 821.5 8.41 0.014* Galat 7 1 515.5 216.5 Total 9 5 158.4 *berbeda nyata (P<0.05) - Analisis ragam waktu frekuensi berebut puting (kali/jam) anak domba garut tipe kembar dua Sumber db JK KT F P Perlakuan 2 0. 90 0. 45 0.01 0.993 Galat 7 419.50 59.93 Total 9 420.40
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunung Sitoli pada tanggal 6 Mei 1991 dari ayah Bowosokhi Zebua dan ibu Yariati Zebua. Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri 070983 Sihare’o pada tahun 1997. Tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gunung Sitoli kemudian menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri Unggulan Sukma Nias pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara IPB tahun 2009-2010, ketua di Persekutuan Oikumene Protestan Katolik Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (POPK FAPET IPB) pada tahun 2010-2011, anggota aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan pengurus di Komisi Pelayanan Anak PMK IPB periode 2011-2012. Penulis juga mengikuti berbagai kepanitiaan yaitu divisi acara Retreat Komisi Pelayanan Anak PMK IPB 2011, divisi Publikasi Dokumentasi dan Dekorasi perayaan Natal Fakultas Peternakan IPB tahun 2011, dan divisi acara Makrab IPTP Angkatan 47 IPB tahun 2012. Pada akhir masa studi, penulis juga bergabung sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Tingkah Laku dan Kesejahteraan Ternak tahun 2013.