TINDAK IMPERATIF DALAM WACANA PEMBELAJARAN DI SMKN I BANGIL
Mudzakir Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsi representasi wujud, fungsi, dan strategi tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran produktif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara merekam tindak tutur guru dalam proses pembelajaran. Temuan penelitian ini menunjukkan representasi wujud tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi wujud formal dan wujud pragmatik. Representasi fungsi tindak imperatif meliputi fungsi (1) memerintah (2) meminta, (3) melarang, (4) mengizinkan, (5) mengharapkan, (6) mengajak, (7) memberi saran, (8 phatik. Representasi strategi meliputi yaitu (1) langsung lateral, (2) langsung tidak lateral, (3) tidak langsung lateral dan (4) tidak langsung tidak lateral. Kata kunci : tindak imperatif, wacana pembelajaran, SMK Tindak tutur imperatif, yang selanjutnya disebut dengan tindak imperatif, memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Tindak imperatif yang merupakan bagian dari tindak tutur guru itu mewarnai dinamika dari awal sampai dengan akhir pembelajaran. Keberadaan tindak imperatif itu seiring dengan representasi tugas guru secara profesional. Usman (2010:8) mengkalisifikasi tugas guru menjadi tiga macam, yaitu tugas profesi, kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Secara profesional, guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Banyaknya tugas dan peran guru dalam pembelajaran berimplikasi pada penggunaan tindak tutur guru sesuai dengan tugas dan peran yang diembanmya. Hal itu berimplikasi pula pada variasi penggunaan tindak imperatif guru dalam proses pembelajaran. Guru menyadari kedudukan dan perannya dalam peristiwa pembelajaran itu, kesadaran yang akan menuntun guru
dalam hal apa dan bagaimana guru mengelola pembelajaran yang dilaksanakannya. Kesadaran itu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu persepsi terhadap kedudukan guru di hadapan siswa, materi atau topik bahasan, tempat, dan situasi yang dialami guru. Berbagai latar belakang yang berkaitan dengan kesadaran guru itu akan melahirkan cara dan gaya bahasa guru dalam proses pembelajaran. Adanya penekanan pada kegiatan praktik di SMK yang mengharuskan guru mata pelajaran produktif menyediakan sarana pembelajaran yang memandu siswa melaksanakan kegiatan praktik di laboratorium atau di bengkel, sesuai dengan program keahlian siswa. Sarana pembelajaran yang dimaksud berupa jobsheet (lembar kerja siswa), petunjuk penggunaan alat praktik, dan tata tertib di bengkel atau di laboratorium. Dari sudut pandang pragmatik, wacana pembelajaran yang telah diciptakan guru dapat dipandang sebagai
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 716
peristiwa tutur. Wacana-wacana itu, menghadirkan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Melalui wacana itu, guru berupaya berinteraksi dengan siswa. Dalam berinteraksi, penutur dan mitra tutur menggunakan berbagai bentuk kalimat untuk menyampaikan gagasan atau maksudnya, misalnya bentuk pertanyaan, perintah, penolakan, atau memberi informasi. Bentuk-bentuk tindak tutur secara simultan menghadirkan pula fungsi tindak tutur dan strategi tindak tutur. Fungsi dan strategi tindak tutur itu dapat dipahami melalui interpretasi terhadap wujud tuturan dalam wacana pembelajaran. Tinjauan secara pragmatik menempatkan bentuk-bentuk perintah dan larangan, yang secara tekstual berupa kalimat perintah itu, dapat dipandang sebagai tindak tutur. Sedangkan tuturan atau kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur atau pembaca melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur disebut kalimat imperatif (Rahardi, 2010:79). Tindak tutur guru baik secara lisan maupun tulis menghendaki wujud kalimat imperatif dengan pesan yang jelas dan mudah ditangkap oleh sisawa, misalnya menual praktik di bengkel baik yang ada di jobsheet maupun cara penggunaan alat dan bahan praktik. Hal ini mengisyaratkan adanya beberapa bentuk penggunaan tindak imperatif dalam pembelajaran di sekolah, yang selanjutnya secara simultan memunculkan adanya fungsi dan strategi dalam penggunaan tindak imperatif pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Penelitian ini mengkaji penggunaan tindak imperatif guru dalam wacana pembelajaran di SMKN 1 Bangil. Tindak imperatif guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindak tutur guru mata pelajaran produktif baik lisan maupun tulis. Sedangkan yang dimaksud dengan wacana pembelajaran adalah segala upaya guru dalam
mengelola pembelajaran yang menyebabkan guru terlibat langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kajian ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis.Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai (1) pengembangan penelitian di bidang linguistik, khususnya pragmatik yang yang berkaitan dengan pengembangan tindak imperatif; (2) mengembangkan pola penggunaan imperatif dalam proses pembelajaran produktif di SMK, khususnya wacana pembelajaran produktif. Sedangkan secara praktis dapat digunakan sebagai (1) masukan dan pertimbangan dalam penyusunan jobsheet atau sarana pembelajaran lainnya, (2) mendeskripsikan wujud, fungsi, serta strategi tindak imperatif pada wacana-wacana pembelajaran, sehingga dapat dilakukan penyusunan kembali wacana pembelajaran secara lebih efektif, (3) sebagai panduan untuk merumuskan kembali wacana-wacana pembelajaran yang tepat terutama dalam penyusunan kalimat imperatif dengan memperhatikan wujud, fungsi, dan strategi. METODE Penelitian Tindak Imperatif dalam Wacana Pembelajaran di SMKN I Bangil ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Berdasarkan pendapat Seville (dalam Miles, 1992:1620) bahwa penelitian deskriptif kualitatif pada tuturan imperatif pada wacana pembelajaran di SMKN I Bangil ini menganalisis data yang diperoleh dari peristiwa pembelajaran yang bersifat alami. Penelitian ini mengungkap fakta atau fenomena penggunaan bahasa, khususnya pada tindak imperatif yang secara empiris digunakan guru dam proses pembelajaran. Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini digunakan untuk
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 717
mengungkap fungsi dan strategi penggunaan tindak imperatif dalam pembelajaran. Wacana pembelajaran yang dihasilkan guru tersebut dapat dipandang sebagai bentuk tindak tutur, yang tidak bisa dilepaskan dari konteksnya. Oleh karena itu, data diperoleh dangan cara perekaman dan pengamatan langsung oleh peneliti ke lokasi data berada dengan melakukan pencatatan data lapangan dan konteks tindak tutur. Wawancara kepada narasumber terkait dengan data dilakukan untuk memperoleh penjelasan maksud dan tujuan wacana. Rahardi (2010:50) menambahkan bahwa pengertian pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu dalam sebuah bahasa. Dalam proses analisis, data penelitian didekati dengan ancangan pragmatik agar dapat ditemukan maksud tindak tutur yang dianalisis, sehingga dapat dideskripsikan wujud, fungsi, dan strategi tindak imperatif dalam wacana yang dimaksud. Dalam penelitian kualitatif, data biasanya berwujud kata, beberapa kata, kalimat, alenia, dan urutan alenia daripada sekedar berwujud angka (Bafadhal dalam Bakri, 2002 : 174). Penelitian ini memanfaatkan dua data utama yang berupa (1) data tindak tutur, (2) data catatan lapangan. Data tindak tutur berisi (1) wujud tindak imperatif dalam wacana pembelajaran, (2) fungsi tindak imperatif dalam dalam wacana pembelajaran, (3) strategi penggunaan tindak imperatif dalam wacana pembelajaran. Sesuai dengan tujuan dengan tujuan, penelitian ini membutuhkan data penelitian yang berupa tuturan dan atau kalimat yang mengandung maksud imperatif dalam wacana pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran kejuruan atau keahlian. Sumber data penelitian ini adalah tindak tutur guru yang terdapat pada
wacana-wacana pembelajaran itu baik tuturan lisan maupun tuturan tulis yang ada di dalam kelas, bengkel, dan tempattempat pembelajaran lainnya dalam kegiatan pembelajaran di SMKN 1 Bangil. Penelitian tergolong dalam penelitian kualitatif. Miles (1992 : 16) menjelaskan analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga alur yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Berdasarkan diagram alir di atas, ada 4 (empat) kegiatan yang berkaitan dengan proses analisis data. Proses analisis data dimulai dengan kegiatan (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yang yang berisi kegiatan penyeleksian, pengategorian, dan pengodean, (3) penyajian data yang terklasifikasi dalam tiga jenis data penelitian yaitu wujud tindak imperatif, fungsi tindak imperatif, dan strategi penggunaan tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil, dan (4) verifikasi dan penyimpulan. HASIL DAN PEMAHASAN Representasi Wujud tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi wujud formal dan wujud pragmatik. Dalam wujud formal, wujud tindak imperatif meliputi penggunaan tindak imperatif aktif intransitif, tindak imperatif aktif transitif, dan tindak imperatif pasif. Dalam wujud pragmatik, tindak imperatif meliputi perintah, suruhan, permintaan, desakan, imbauan, persilaan, ajakan, mengizinkan, ucapan selamat, saran, dan larangan. Representasi fungsi tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi yaitu (1) fungsi memerintah yang meliputi penggunaan fungsi perintah di awal pembelajaran, inti pembelajaran, dan akhir pembelajaran, (2) fungsi meminta yang meliputi meminta perhatian, meminta melakukan kegiatan atau
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 718
tindakan,meminta melanjutkan tugas atau pekerjaan, meminta konfirmasi, (3) fungsi melarang yang meliputi larangan tujuan penertiban, larangan tujuan korektif, dan larangan tujuan pencegahan bahaya, (4) fungsi mengizinkan, (5) fungsi mengharapkan, (6) fungsi mengajak, (7) fungsi memberi saran, (8) fungsi phatik, yang meliputi sapaan, ucapan salam pembuka, pertanyaan kabar, ucapan terima kasih, permohonan maaf, dan salam penutup. Representasi strategi tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi yaitu (1) langsung lateral, (2) langsung tidak lateral, (3) tidak langsung lateral yang meliputi tidak langsung lateral dengan modus deklaratif dan tidak langsung lateral dengan modus interogatif, dan (4) tidak langsung tidak lateral. Pembahasan Hasil Penelitian Deskripsi jawaban atas rumusan masalah yang pertama dapat dikategorikan ke dalam dua wujud, yaitu wujud formal dan wujud pragmatik. Wacana pembelajaran di SMKN I Bangil, dilihat dari wujud formal digunakan (1) tindak imperatif aktif intransitif, (2) tindak imperatif aktif transitif, dan (3) tindak imperatif pasif. Dalam konstruksi deklaratif, kalimat intransitif adalah kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap, hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu subjek dan predikat (Putrayasa, 2007:26). Sedangkan dalam konstruksi imperatif, Rahardi (2010:88) menjelaskan bahwa imperatif aktif tidak transitif dapat dibentuk dari tuturan deklaratif, yakni dengan menerapkan ketentuan (1) menghilangkan subjek, (2) mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif seperti apa adanya, (3) menambahkan partikel –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif. Ada hal yang berbeda dengan penjelasan di atas, bahwa ditemukan penggunaan imperatif aktif intransitif dengan
mengahdirkan subjek sebagaimana berikut. 1) “Ayo, pean mbak ojo melongo, Mbak! “ (Ayo kamu jangan diam, Mbak! Hal itu dapat dijelaskan bahwa tindak imperatif aktif intransitif tersebut digunakan guru yang ditujukan pada salah satu siswa. Dengan memunculkan fungsi subjek pada imperatif intransitif tersebut mitra tutur penerima imperatif itu menjadi jelas. Penambahan ungkapan ayo sebelum subjek memperkuat tujuan imperatif pada tuturan tersebut. Penggunaan tindak imperatif pasif dapat dideskripsikan sebagai (a) imperatif pasif dengan predikat berupa verba berawalan di- tanpa akhiran, (b) imperatif pasif dengan predikat berupa verba berawalan di- dan akhiran –kan, (c) imperatif pasif dengan predikat berupa verba berawalan di- akhiran –i atau –in, dan -en, (d) imperatif pasif dengan verba didahului kata ganti persona. Putrayasa (2006:10), menjelaskan bahwa pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) menggunakan verba dengan berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Penggunaan akhiran –kan dan –i mempertegas konstruksi imperatif pada tuturan tersebut. Penggunaan imperatif pasif dalam komunikasi berbahasa memberi nuansa kadar perintah atau suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Imperatif pasif digunakan penutur dalam nuansa menyelamatkan muka mitra tutur, karena maksud tuturan imperatif pasif itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan (Rahardi, 2010:91). Penggunaan kesantunan imperatif pasif dalam wacana pembelajaran dapat merepresentasikan penghargaan guru kepada sikap baik dalam mengikuti pembelajaran. Dengan tindak imperatif pasif itu, guru “turun dari singgasana’ menghampiri siswa
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 719
sehingga tercipta suasana kesejajaran, guru adalah mitra siswa. Wujud pragmatik tindak imperatif guru dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil dapat dideskripsikan sebagai berkut (1) imperatif perintah, (2) imperatif suruhan, (3) imperatif permintaan, (4) imperatif desakan, (5) imperatif imbauan, (6) imperatif persilaan, (7) imperatif ajakan, (8) imperatif mengizinkan, (9) imperatif ucapan selamat, (10) imperatif saran, (11) imperatif larangan. Rahardi (2010:93) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif tindak imperatif guru bila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ditemukan sebelas macam wujud pragmatik imperatif yang digunakan guru dalam wacana pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan adanya dinamika dalam proses pembelajaran mata pelajaran produktif di SMKN I Bangil. Tuturan dengan makna pragmatik imperatif yang cenderung tegas seperti perintah, suruhan, desakan, bahkan larangan digunakan dalam berbagai keperluan. Di awal pembelajaran tatap muka guru menggunakannya untuk menciptakan suasana kondusif dalam pembelajaran. Misalnya, menyuruh siswa menyiapkan diri, mendisplinkan siswa, atau meminta siswa fokus pada pelajaran, sehingga muncul imperatif larangan melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar. Akan tetapi, pada awal pembelajaran guru juga menggunakan tindak imperatif yang lebih halus jika suasana kelas kondusif. Misalnya menggunakan imperatif persilaan dengan ungkapan
“Oke, Silakan disiapkan anak-anak !” Di tengah-tengah pembelajaran, tindak imperatif yang tegas ini digunakan guru untuk mengistruksikan tugas-tugas pembelajaran sebagai wujud pembelajaran praktik pada mata pelajaran produktif di SMK. Ciri imperatif yang tegas ini dibutuhkan agar siswa memberikan perhatian dan dapat memahami apa yang harus dikerjakan. Pada akhir pembelajaran, tindak imperatif dengan makna pragmatik perintah, suruhan, desakan, atau larangan juga digunakan dalam memberikan instruksi untuk segera menyelesaikan pekerajaan atau perintah untuk mengumpulkan tugas-tugas siswa. Tindak imperatif ini dapat ditujukan secara umum kepada seluruh siswa karena materi disampaikan melalui tindak imperatif itu bersifat umum dan mengikat semua siswa. Dalam kesempatan tertentu, misalnya ketika guru memberi arahan secara individu, mengoreksi pekerjaan siswa, atau mengingatkan hal-hal yang belum dilakukan siswa, guru pun sering menggunakan tindak imperatif perintah, suruhan, desakan, atau larangan. Variasi yang terjadi pada tindak imperatif guru berupa penggunaan dari imperatif yang mengandung perintah tegas sampai dengan perintah halus. Hal sejalan dengan pengertian imperatif sebagaimana yang dikemukakan Rahardi (2010:79) yang menyatakan bahwa kalimat imperatif mengadung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana dinginkan si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu.” Penggunaan variasi/modifikasi tuturan menciptakan harmonisasi dalam
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 720
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Grice (dalam Karim, 2008: 44) bahwa secara umum berkomunikasi merupakan proses kerja sama antara penutur dan mitra tutur dengan medium bahasa untuk menciptakan makna. Berdasarkan hal tersebut, dapat juga dikatakan bahwa komunikasi dengan bahasa merupakan sebuah interaksi antara penutur dengan mitra tutur dengan tujuan sosial tertentu. Di samping itu, penggunaan variasi atau modifikasi tindak imperatif pada tuturan guru dengan tetap memperhatikan prinsip keberterimaan (kecermatan dalam mengomunikasikan perbincangan sesuai latar, topik, koherensi, kreasi, hubungan sosial, serta hubungan psikologis siswa) dan prinsip kesesuaian (ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan jenis tindak tertentu) di satu sisi berpengaruh pada kualitas, kuantitas, relevansi, dan kejelasan pesan yang disampaikan, di sisi lain sangat menentukan tingkat komunikatifnya sebuah wacana pembelajaran secara keseluruhan. Berlo dan Nunan (dalam Arief, 1999:338) mengungkapkan pandangan tentang hal ini bahwa penggunaan tindak tutur yang segar, dinamis, sesuai dengan karakteristik siswa akan memudahkan proses pembelajaran (penguasaan) dan proses pemerolehan (pemahaman) siswa. Deskripsi jawaban atas rumusan masalah yang kedua penelitian ini menunjukkan bahwa wacana pembelajaran di SMKN I Bangil menggunakan delapan macam fungsi tindak imperatif, yaitu fungsi memerintah, meminta, melarang, mengizinkan, mengharapkan, mengajak, memberi saran, dan phatik. Fungsi secara umum tindak imperatif adalah memerintah. Deskripsi fungsi imperatif dalam wacana pembelajaran tersebut merepresentasikan beberapa hal. Pertama, adanya keragaman maksud dan
tujuan yang melahirkan keragaman wujud tuturan. Kedua, adanya beberapa fungsi mencerminkan dinamika sikap guru terhadap siswa dan sebaliknya. Ketiga, fungsi-fungsi yang terdeskripsi menggambarkan perubahan kedudukan guru di hadapan siswa, guru sering mendekat kepada siswa dengan kesantunan imperatif. Fungsi memerintah dari delapan fungsi pada temuan penelitian ini merupakan fungsi yang menggambarkan makna tegas, keras, memaksa, dan kurang santun. Fungsi memerintah muncul dalam tindak tutur guru ketika di awal pembelajaran dalam rangka mengondisikan siswa yang masih gaduh dan belum tertib. Di samping itu, fungsi memerintah ini digunakan pada saat guru menyampaikan tugas-tugas pembelajaran baik yang disampaikan secara langsung melalaui tuturan lisan maupun yang tertulis dalam jobsheet. Penyampaian perintah kerja kepada para siswa membutuhkan kalimat yang jelas dan tegas agar siswa memberikan perhatian pada tugas itu. Dalam kegiatan praktik di bengkel, selain perintah kerja, juga ada larangan. Larangan pun harus disampaikan dengan tuturan yang tegas dan jelas karena berhubungan dengan keselamatan dan keamanan kerja. Misalnya, larangan menggunankan alat dengan sembarangan, larangan bergurau dalam ruang praktik, larangan berbuat gaduh. Fungsi memerintah dan larangan ini digunakan guru pada saat kelas membutuhkan dalam pendisiplinan, perhatian siswa, fokus pada proses pembelajaran, penciptaan suasana belajar yang aman dan nyaman. Selanjutnya, fungsi imperatif berupa permintaan, pengizinan, persilaan, saran, harapan, dan ajakan yang disampaikan dengan tuturan imperatif langsung, serta yang disampaikan secara deklaratif maupun interogatif merepresentasikan tingkat kesantunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan fungsi perintah atau larangan. Fungsi sapaan yang
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 721
diwujudkan dengan ucapan salam, di awal pembelajaran maupun di akhir pembelajaran merupakan fungsi imperatif yang bersifat phatik. Fungsi pathik sering diartikan sebagai ‘basa basi’, tetapi dalam konteks interaksi berbahasa, dan dalam konteks keindonesiaan, bahasa phatik ini tidak bisa ditinggalkan, karena berkaitan dengan sopan santun berbahasa. Dijelaskan Rahardi (2013:65) berkaitan dengan kelas kata, bahwa kategori fatis adalah kata dalam sebuah kalimat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan komunikasi. Lazimnya, bentuk fatis digunakan dalam ragam lisan. Dalam ragam tulis, bentuk fatis itu memang jumlahnya terbatas, misalnya ‘dengan hormat’atau ‘hormat kami’ dalam surat. Sedangkan secara lisan dapat ditemukan penggnaan bentuk ‘selamat pagi’, selamat malam, ‘apa kabar’, dan lainlain. Dalam konteks pembelajaran, penggunaan tindak imperatif dengan fungsi phatik adalah sebuah keniscayaan. Ucapan salam dalam rangka mengawali pembelajaran dan ucapan salam di akhir pembelajaran wajib dilakukan guru, tanpa ucapan salam pembelajaran tidak memiliki tanda pembuka dan tanda penutup. Deskripsi jawaban atas rumusan masalah yang ketiga penelitian ini menunjukkan bahwa wacana pembelajaran di SMKN I Bangil menggunakan empat macam strategi tindak imperatif, yaitu langsung lateral, langsung tidak lateral, tidak langsung lateral, dan tidak langsung tidak lateral. Strategi penggunaan tindak tutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam menyampaikan tindak tutur atau fungsi-fungsi tindak tutur menggunakan tindak tutur tertentu. Pada umumnya strategi yang digunakan untuk mengekspresikan tindak imperatifnya, dilihat dari modus imperatif dapat diklasifikasi menjadi dua strategi, yaitu (1) strategi langsung dan (2) strategi
tidak langsung. Cara lain untuk mengukur langsung atau tidak langsung strategi bertutur adalah sebagaimana yang dijelaskan Gunarwan (dalam Karim, 2008:225) bahwa derajat kelangsungan suatu tuturan dapat diukur dari jarak tempuh yang diperlukan, yaitu dari titik ilokusi yang ada pada pikiran penutur ke titik tujuan ilokusi, yaitu yang ada pada pikiran mitra tutur. Hal itu, terkait dengan penggunaan pilihan kata dan pilihan makna yang mengisi maksud dari tuturan itu. Jika sebuah tuturan dibangun dari pilihan kata yang struktur dan makna jelas atau menggunakan makna lateral maka pada tuturan itu digunakan strategi langsung. Sebaliknya, jika sebuah tuturan dibangun dengan pilihan kata-kata yang makna lateralnya berjarak dengan maksud tuturan, maka tuturan tersebut tidak lateral, pada tuturan itu digunakan strategi tidak langsung. Berdasarkan analisis data tuturan imperatif dapat disekripsikan strategi tindak imperatif guru dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil, yaitu strategi langsung lateral, strategi langsung tidak lateral, strategi tidak langsung lateral, dan strategi tidak langsung tidak lateral. Penggunaan keempat strategi tersebut selaras dengan tujuan tutur atau keperluan guru dan siswa dalam berbagai konteks pembelajaran di kelas atau bengkel, seperti pada awal pembelajaran, proses pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Dalam pengertian bahwa dalam berbagai konteks kegiatan pembelajaran di kelas atau bengkel, penggunaan keempat strategi itu selaras dengan tujuan tutur yang hendak dicapai guru, yaitu untuk menyampaikan pemahaman dan penguasaan kompetensi yang tela ditentukan secara kurikuler. Tahapan tertentu dalam pembelajaran, guru menggunakan tindak imperatif dengan strategi langsung tidak lateral. Strategi ini digunakan guru
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 722
dalam rangka memberi teguran kepada siswa yang tidak fokus pada proses pembelajaran. meskipun menggunakan tuturan imperatif, tetapi dengan pilihan kata dengan makna yang tidak lateral, maka teguran itu terasa lebih santun dibanding dengan teguran yang disampaikan dengan strategi langsung lateral. Hal ini menggambarkan kesantunan guru kepada siswa. Guru tidak semena-mena menegur dengan kasar dan langsung sehingga diharapkan siswa masih memiliki ‘muka’ dihadapan teman-temannya. Dalam kegiatan kelas, guru kadang-kadang menggunakan tindak imperatif dengan strategi tidak langsung lateral. Hal ini berarti guru menggunakan tuturan dengan konstruksi nonimperatif dengan maksud imperatif, menggunakan pilihan kata dengan makna dan maksud yang sama. Strategi tidak langsung lateral ini diwujudkan dengan tindak imperatif modus deklaratif dan tindak imperatif modus memberi kesan guru menurunkan derajat perintah menjadi permintaan atau ajakan. Contohnya: 2) “Nanti kita cek materinya, ada nggak di situ.” 3) “Hari ini kita coba menggunakan gelap terang dari pensil 2B atau 4B tersebut.” Pada contoh tuturan di atas guru dapat menggunakan imperatif langsung dengan modifikasi tuturan itu menjadi “Cek materinya, ada nggak di situ!”. Guru menempatkan siswa bukan sebagai bawahan, tetapi kawan belajar bagi guru. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Representasi Wujud tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi wujud formal dan wujud pragmatik. Dalam wujud formal, wujud tindak imperatif meliputi penggunaan tindak imperatif aktif intransitif, tindak
imperatif aktif transitif, dan tindak imperatif pasif. Representasi fungsi tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi yaitu (1) fungsi memerintah yang meliputi penggunaan fungsi perintah di awal pembelajaran, inti pembelajaran, dan akhir pembelajaran, (2) fungsi meminta, (3) fungsi melarang, (4) fungsi mengizinkan, (5) fungsi mengharapkan, (6) fungsi mengajak, (7) fungsi memberi saran, (8) fungsi phatik. Representasi strategi tindak imperatif dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil meliputi yaitu (1) langsung lateral, (2) langsung tidak lateral, (3) tidak langsung lateral yang meliputi tidak langsung lateral dengan modus deklaratif dan tidak langsung lateral dengan modus interogatif, dan (4) tidak langsung tidak lateral. Saran Berkaitan dengan variasi/modifikasi dan retorik interpersonal tindak tutur yang telah dilakukan guru disarankan beberapa hal antara lain (a) mempertahankan dan mengembangkan lebih lanjut variasi berbagai wujud, fungsi, dan strategi tindak imperatif dengan tetap berlandaskan pada prinsip keberterimaan dan kebersesuaian, (b) selalu mempertimbangkan realisasi tindak imperatif yang digunakan baik berupa kata/frasa, pernyataan, ataupun pertanyaan berdasarkan alternatif wujud, fungsi, dan strategi sehingga tujuan tindak imperatif tercapai lebih efektif dan efisien, (c) meningkatkan kemampuan pemahaman terhadap berbagai pilihan retorik interpersonal dam kaitannya pembelajaran di kelas, dengan mempertimbangkan diksi pada tindak imperatif serta nilai kesantunan sehingga interaksi verbal guru-siswa dapat berlangsung lebih wajar, informatif, relevan, dan berkesinambungan.
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 723
Disarankan untuk mempertimbangkan sebagai bahan acuan pengembangan baik secara teoritis maupun praktis berbagai tindak imperatif baik dari segi wujud, fungsi dan strategi imperatif, terutama sebagai alternatif dan pengembangan materi yang berkaitan dengan kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia Disarankan untuk mempertimbangkan sebagai bahan acuan pengembangan baik secara teoritis maupun praktis berbagai tindak imperatif baik dari segi wujud, fungsi dan strategi imperatif, terutama sebagai alternatif dan pengembangan materi pembelajaran Bahasa Indonesia Peminatan pada kelas XII semester genap dengan materi pokok “Prinsip Kesantunan Berbahasa” pada Kurikulum 2013. Penelitian ini telah berusaha mengkaji secara mendalam representasi tindak tutur dalam wacana pembelajaran di SMKN I Bangil. penelitian ini didasarkan pada beberapa teori yang berkaitan dengan pragmatik, analisis wacana, dan teori tindak tutur sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab II. Dengan mencermati beberapa landasan teoritis itu, dengan kerendahan hati peneliti menyadari masih banyak ruang-ruang masalah peneletian yang perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu disarankan kepada para peneliti lain untuk (1) mengembangkan lebih lanjut ruang lingkup masalah penelitian, (2) mengkaitkan dengan prestasi belajar siswa untuk mengetahui tingkat efektivitas tindak imperatif yang digunakan guru dalam pembelajaran, (3) menambah dan memperluas landasan konseptual yang diambil dari teori/penelitian/pengamatan terbaru. DAFTAR RUJUKAN Arief, N.F. 1999. Tindak Tutur Guru dalam Interaksi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia di SMUN 3
Kotamadya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang. Bakri, Masykuri (ed). 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang : Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang. Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer,A. 2010. Tatabahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Djajasudarma, F. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama. Gunarwan, A. 1994. Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta : Kajian sosiopragmatik. PELLBA. 13 : 1-29. Jakarta: Lemabaga Unika Atmajaya. Karim, A. 2008. Penggunaan Tindak Imperatif dalam Wacana Kelas (Kajian Etnografi Komunikasi di Madrasah Aliyah Al Khairaat Palu). Desertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Lubis, H.A. Hamid Hasan. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Miles, Matthew B. & A. Michel Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 tentang
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 724
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Rahardi. R.K. 2010. Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Rahardi, R.K. 2013. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga Rani, A. Bustanul Arifin, Martutik. 2013. Analsisi Wacana: Tinjauan Deskriptif. Malang: Surya Pena Gemilang. Roni. 2005. “Jenis makna Dasar Pragmatik Imperatif Dalam Imperatif Bahasa Indonesia”. Surabaya: Verba, Vol. 7, No.1 74 – 90. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta. Sumarlam (De). 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra. Usman, M. U. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya. Wijana. I. D. P.1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi Ofset. Yule, G. 2006. Pargmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta : Putaka Pelajar
NOSI Volume 2, Nomor 7, Agustus 2014___________________________________Halaman | 725