Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia Sihindun Arumi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk, tindak tutur, fungsi, dan faktor-faktor sosial yang terdapat dalam wacana peringatan berbahasa Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang mana data diperoleh secara kualitatif melalui observasi dan pencatatan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural dan sosio-pragmatik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum peringatan dinyatakan secara tertulis dalam wacana singkat, baik dalam bentuk simbol ataupun kombinasi simbol dan kata-kata. Wacana ini bisa berupa kata, frase atau kalimat yang menunjukkan penggunaan tindak tutur direktif yang bisa dinyatakan dalam bentuk deklaratif, interogatif, imperatif, dan larangan. Untuk menunjukkan kehalusan dari tindak tutur direktif, banyak wacana peringatan yang menggunakan penanda kesantunan, seperti mohon, harap, maaf, terima kasih, silahkan, and mari. Meski begitu, ada juga peringatan yang tidak menggunakan penanda kesantunan untuk menunjukkan ketegasan peringatan tersebut dengan menggunakan kata-kata seperti Awas, Hati-hati, Perhatian, Berbahaya, and Ingat Kata-kata kunci: Peringatan, tindak tutur, penanda kesantunan
Pendahuluan Hidup bermasyarakat meliputi berbagai aspek dan melibatkan berbagai kalangan dengan berbagai tujuan dan keinginan. Ketika tidak sejalan, akan muncul gesekan dan pelanggaran yang ada kalanya menimbulkan ketidaknyamanan atau bahkan kerugian dari suatu pihak. Untuk mengatasi hal tersebut, kemudin maraklah wacana peringatan yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya. Peringatan, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 380-381), dapat berarti nasihat (teguran, dsb) untuk memperingatkan. Nasihat atau teguran itu bertujuan supaya orang berhati-hati; berawas-awas; bersedia-sedia dan teliti atau cermat menjaga diri. Sementara itu, dalam the Contemporary English-Indonesian Dictionary (1991: 2261), peringatan (dalam bahasa Inggris warning) merupakan peringatan atau pemberitahuan lebih dulu atau tanda-tanda tentang adanya bahaya. Tanda-tanda tersebut dapat juga meliputi kecelakaan, kerugian, kehilangan, dsb. Wacana peringatan lebih banyak disampaikan secara tertulis. Hal ini didasarkan pada keunggulan bahasa tulis yang dapat bertahan lama (Goody dalam Brown dan Yule, 1996: 13-14) yang memungkinkan adanya banyak penanda metalingual untuk menandai hubungan antara klausa-klausa yang panjang sehingga berbagai informasi dapat diatur dengan sangat padat namun dapat dipahami dan diingat dengan mudah (Brown dan Yule, 1996: 16). Karena peringatan ditujukan kepada masyarakat luas, bahasa yang digunakan umumnya berupa wacana singkat, yang mungkin berupa frase, kalimat atau simbol (gambar). Bentuk-bentuk ini akan dinyatakan dalam tindak tutur yang merepresentasikan tujuan yang ingin disampaikan oleh penutur. Konsep tindak tutur (speech acts) pertama kali dicetuskan oleh Austin dengan mengatakan bahwa di dalam mengutarakan tuturan, seseorang dapat melakukan sesuatu selain mengatakan sesuatu. Dalam praktik penggunaan bahasa, setidaknya ada tiga jenis 147
No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA
tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi (tindak menyatakan sesuatu or the act of saying something), ilokusi (tindak melakukan sesuatu or the act of doing something), dan perlokusi (tindak mempengaruhi lawan tuturnya) (Wijana, 1996: 17). Selanjutnya Searle (1994: 12-20) membagi tindak ilokusi menjadi lima kategori, yakni representatif (representatives), direktif (directives), komisif (commisives), ekspresif (expressives), dan deklarasi (declarations). Tindak tutur representatif digunakan untuk menyatakan suatu keadaan, misalnya menyatakan, mengusulkan, mengemukakan pendapat, melaporkan, mengeluh, dsb. Tindak tutur direktif bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh lawan tutur, seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat, dsb. Tindak tutur komisif mengharuskan penutur melakukan sesuatu di waktu mendatang, seperti bersumpah, berjanji, menawarkan, berkaul, dsb. Tindak tutur ekspresif berfungsi mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, menyatakan belasungkawa, dsb. Tindak tutur deklarasi menyatakan adanya suatu keadan yang muncul akibat tuturan itu, misalnya mengundurkan diri, membaptis, menikahkan, memberi nama, memecat, menetapkan dsb. Uraian tersebut memberikan sinyal bahwa wacana peringatan merupakan tindak tutur direktif karena mengandung perintah, suruhan, permintaan, permohonan, harapan, ancaman sampai larangan. dengan menggunakan penanda-penanda kesantunan. Dengan demikian, diharapkan tujuan atau fungsi-fungsi tuturan dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan uraian di muka, dapat dirumuskan permasalahan dalam peneliltian ini sebagai berikut: (a) bagaimana bentuk-bentuk wacana peringatan dalam bahasa Indonesia, (b) bagaimana jenis-jenis tindak tutur dalam wacana peringatan dalam bahasa Indonesia, (c) bagaimana fungsi-fungsi yang terdapat dalam wacana peringatan dalam bahasa Indonesia, dan (d) apa faktor-faktor sosial yang terdapat dalam wacana peringatan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk, jenis-jenis tindak tutur, dan fungsi-fungsi dalam wacana peringatan dalam bahasa Indonesia, serta faktor-faktor sosial yang terdapat dalam wacana peringatan dalam bahasa Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat ikut memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pragmatik, khususnya dalam tindak tutur direktif dalam wacana tulis, serta bagi masyarakat pada umunya dalam memahami tuturan direktif. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan metode simak dan teknik lanjut catat dalam mengumpulkan data. Data yang berupa wacana peringatan dikumpulkan dari berbagai tempat, seperti jalan raya, SPBU, pintu kereta api, tempat parkir, masjid, toilet, stasiun, terminal, dan pusat perbelanjaan. Selanjutnya data diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, tindak tuturnya, serta fungsifungsinya. Analisis dilakukan dengan pendekatan sosiopragmatik dan sedikit menggunakan pendekatan struktural lalu disajikan dengan pemaparan informal.
148
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
Hasil dan Pembahasan Bentuk-Bentuk Wacana Peringatan dalam Bahasa Indonesia Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti (makna) yang dinyatakan oleh bentuk itu (Ramlan, 2001: 21). Menurut bentuknya, wacana peringatan dapat berupa frase dan kalimat. a.
Frase
Frase adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi klausa (Ramlan, 2001: 138). Atas penggolongan kata menjadi kata benda atau nomina, kata kerja atau verba, kata sifat atau adjektiva, dsb., maka frase juga dapat digolongkan menjadi frase nomina, frase verba, frase adjektiva, frase bilangan, frase depan, dsb. Frase-frase tersebut memiliki distribusi yang sama sesuai dengan jenis katanya. Dalam wacana peringatan, ditemukan frase nomina, frase bilangan, dan frase depan. Berikut adalah frase-frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata benda kawasan, kata bilangan 40, dan kata depan ke. (1) Kawasan tertib lalu lintas (2) 40 km (3) Ke toilet b. Kalimat Wacana peringatan sering dinyatakan dalam wacana singkat. Wacana singkat ini bahkan dapat berupa kalimat satu kata. Kalimat satu kata, menurut Mulyana (2005: 8-9), adalah bentuk terpendek atau tuturan terpendek yang memiliki esensi kalimat. Selain itu, kalimat dapat digolongkan menjadi kalimat tunggal yang berpredikat satu dan kalimat majemuk yang berpredikat dua atau lebih. Predikat dalam kalimat tunggal yang hanya satu, dapat berupa nomina, verba, adjektiva, frase preposisi, dan frase lainnya. (4) Awas! (5) Karyawan parkir di basement (6) Kalau anda sopan kami pun akan segan Peringatan (4) terdiri dari kata, namun diakhiri dengan tanda seru sehingga menjadi kalimat dengan makna yang lengkap. Peringatan (5) memiliki predikat parkir dan peringatan (6) memiliki predikat sopan dan segan. Berdasarkan nilai komunikatifnya, kalimat wacana peringatan dapat digolongkan menjadi kalimat deklaratif (berita), kalimat interogatif (tanya), dan kalimat imperatif (perintah). Kalimat deklaratif digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi). Kalimat berita dapat berbentuk inversi (susun-balik) (7), kalimat aktif (8), dan kalimat pasif (9). Sementara itu, kalimat interogatif digunakan untuk menanyakan sesuatu (10). (7) Hayo ada Allah lo … (8) Anda memasuki kawasan tertib lalu lintas (9) Segala bentuk pencurian dilaporkan polisi (10) Sudahkah Anda Sholat? Sudah Belum Mushola ada di depan WIDYATAMA
149
No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA
Apabila ingin menggunakan intonasi untuk membentuk kalimat tanya dari kalimat berita adalah dengan tetap mempertahankan urutan kalimatnya seperti kalimat berita, tetapi intonasinya naik. Intonasi naik ini dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya. Data nomor (11) merupakan contohnya. (11) Sudah sholat? Kalimat imperatif atau perintah adalah kalimat yang digunakan untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan, dsb. Kata kerja dalam kalimat perintah mempunyai kedudukan yang sangat penting, biasanya menduduki posisi awal kalimat. Umumnya yang dipakai adalah pokok kata kerja dalam klausa tidak lengkap yang dilekati partikel –lah untuk sedikit memperhalus isinya dan jarang memakai awalan ber-, me-, dan di-. Subjek yang umumnya berupa pronominal persona kedua biasanya dihilangkan. Jika ditujukan pada pihak tertentu, subjeknya harus disebutkan. Kalimat imperatif atau perintah dapat dibedakan atas kalimat imperatif pasif (12) dan kalimat imperatif aktif yang dapat dibedakan menjadi kalimat imperatif aktif taktransitif atau tak berobjek (13) dan kalimat imperatif aktif transitif (14) yang memiliki objek kecepatan. Dalam wacana peringatan juga banyak ditemukan bentuk imperatif inversi (15). Kalimat imperatif juga bisa dinyatakan dalam bentuk larangan yaitu kalimat imperatif untuk tidak melakukan sesuatu (17 dan 18). (12) Sandal/sepatu harap dilepas (13) Demi keselamatan menyeberanglah di tempat yang disediakan (14) Kurangi kecepatan rawan kecelakaan (15) Berbahaya! Sedang ada bongkar BBM (16) Sepeda motor nyalakan lampu di siang hari (17) Dilarang merokok (18) Pemulung dilarang masuk! c. Simbol/ Lambang/ Gambar Selain diwujudkan dengan satuan lingual yang berupa kata, frase, dan kalimat, wacana peringatan juga dapat dinyatakan dengan simbol/ lambang/ gambar yang bisa berdiri sendiri (19), bisa juga disertai satuan lingual (20). (19) Hati-hati (20) Dengan demikian, bentuk-bentuk yang mungkin digunakan untuk menyatakan wacana peringatan dapat berupa frase dan kalimat, baik berupa kalimat satu kata, kalimat tunggal, kalimat mejemuk, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, maupun kalimat larangan. Juga dapat berbentuk aktif maupun pasif. Selain itu, dapat juga berupa simbol atau gambar atau lambang yang memiliki padanan dengan satuan lingual tertentu.
150
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
Tindak Tutur dan Fungsi Wacana Peringatan dalam Bahasa Indonesia Tindak tutur dalam penggunaan bahasa, menurut Searle ada tiga, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi untuk menyatakan, ilokusi untuk melakukan, dan perlokusi untuk mempengaruhi, semuanya terkandung dalam wacana peringatan karena peringatan tidak saja untuk memberitahu, namun juga melakukan sesuatu sekaligus mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan pesan dalam peringatan. (21) Saat isi BBM matikan mesin Anda memasuki ruangan bebas asap rokok Kalimat tersebut memberitahu bahwa ruangan tersebut bebas rokok, maka orang dilarang merokok. Berdasarkan pembagian tindak ilokusi menjadi representatif (representatives), direktif (directives), komisif (commisives), ekspresif (expressives), dan deklarasi (declarations), peringatan merupakan wacana yang banyak mengandung tindak tutur direktif (22). Meskipun begitu, peringatan dapat pula mengandung tindak tutur ekspresif (23) . (22) Lurus ikuti lampu (23) Maaf kenyamanan anda terganggu sedang ada pengecatan Tindak tutur ini dapat dinyatakan secara langsung dengan bentuk imperatif dan larangan, dan secara tidak langsung dengan bentuk deklaratif dan interogatif. a. Wacana Peringatan dalam Tindak Tutur Langsung Wacana peringatan dapat dinyatakan dengan tindak tutur langsung dalam bentuk imperatif (24) dan larangan (25), dan secara tidak langsung dengan bentuk deklaratif (26) dan interogatif (27). (24) Mohon tutup kembali (25) Jangan menginjak rumput (26) SMS sambil nyetir berbahaya (27) Sudahkah anda sholat? Bahasa mungkin dipakai untuk melakukan banyak fungsi komunikasi, namun cenderung satu fungsinya menonjol tanpa meninggalkan fungsi yang lain. Begitu pula dengan wacana peringatan yang memiliki banyak fungsi dalam fungsi direktifnya, di antaranya sebagai perintah (28), sebagai suruhan (29), menghimbau (30), mengingatkan (31), menyarankan/ menganjurkan (32), sebagai permohonan (33), sebagai harapan (34), sebagai permintaan (35), sebagai promosi (36), mempersilakan (37), mengajak (38), mengizinkan (39), sebagai syarat (40), menjelaskan cara (41), mendoakan (42), sebagai ancaman (43), dan sebagai larangan (44). (28) Gunakan helm standar (29) Barisan depan keluar (30) Jagalah kebersihan (31) Hati-hati sering terjadi kecelakaan (32) Anda ngantuk, lelah, capek istirahatlah (33) Dimohon duduk yang rapat untuk memberi tempat penumpang lain (34) Tamu bermalam harap lapor ke ketua RT setempat (35) Bayar dengan uang pas (36) Hati-hati buah hati menanti Pakai simpati selalu pasti (37) Silahkan mencoba (38) Mari berhenti merokok WIDYATAMA
151
No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA
(39) Ke kiri jalan terus (40) Ingin lancar antri (41) Cukup tekan satu kali untuk menggunakan kran (42) Hati-hati di jalan semoga selamat sampai tujuan (43) Awas! Pecah berarti beli (44) Dilarang berjualan di sekitar sini b. Wacana Peringatan dalam Tindak Tutur Tidak Langsung Berbentuk Deklaratif Tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) adalah tindak tutur yang terbentuk apabila suatu kalimat digunakan tidak sesuai dengan modusnya. Misalnya, untuk lebih sopan, perintah dinyatakan dengan kalimat deklaratif dan interogatif. Bentuk-bentuk ini bertujuan untuk mengurangi kadar imperatif dan larangan dalam wacana peringatan. (44) Anda memasuki kawasan tertib lalu lintas (45) SMS sambil nyetir berbahaya (46) Terima kasih anda telah ikut menjaga kebersihan (47) Parkir khusus taxi (48) Parkir di belakang gedung (49) Max 2 potong (50) Nomor penitipan hilang, dikenakan bea pengganti Rp 6000 (51) Kalau anda sopan kamipun akan segan (52) Mentari kartu paling hebat Kawasan tertib lalu lintas (53) Anda memasuki kawasan Dilarang merokok Peringatan (44) tidak saja memberitahu bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan tertib lalu lintas, namun juga mengandung perintah tanpa dapat ditawar, yaitu menaati peraturan yang berlaku, misalnya memakai helm standar, menggunakan sabuk keselamatan, berhenti jika lampu lalu lintas menyala merah, dsb. ketika memasuki kawasan tersebut. Peringatan (45) mengingatkan bahwa mengirim atau menerima pesan lewat ponsel sambil menyetir sangat berbahaya karena ketika menulis dan membaca pesan membuat mata dan perhatian pengemudi tidak terfokus di jalan, sehingga dikawatirkan terjadi kecelakaan. Peringatan (46) yang banyak terdapat di tempat umum tidak saja memberitahu bahwa sampah harus dibuang pada tempatnya tetapi juga merupakan himbauan agar dilaksanakan karena akan membuat lingkungan bersih, indah, dan sehat. Peringatan (47) yang terdapat di halaman sebuah toko ini mengkhususkan area tersebut hanya untuk parkir taksi dan kendaraan lain tidak diperbolehkan parkir di area itu. Peringatan (48) menunjukkan dimana parkir yang seharusnya. Tujuannya adalah supaya tidak terjadi kesemerawutan akibat parkir yang tidak pada tempatnya. Peringatan (49) yang terdapat di toko-toko membatasi pengunjung dalam mencoba busana hanya sebanyak dua potong. Bila ingin mencoba lebih dari dua potong, maka dua potong yang sebelumnya harus diletakkan dulu di tempatnya. Sementara itu, peringatan (50) mengancam pengunjung sebuah toko yang menitipkan barangnya di penitipan untuk mengganti biaya Rp 6.000,00 apabila menghilangkan nomor penitipan. Peringatan (51) yang terdapat di sebuah wartel ini mensyaratkan pemakai jasa wartel agar berlaku sopan jika ingin disegani atau dihargai. Peringatan ini jelas mensyaratkan hubungan timbal 152
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
balik antar sesama. Dengan peringatan tersebut, diharapkan terjadi saling menghargai. Peringatan (52) merupakan promosi dari operator Indosat untuk produknya Mentari dengan bekerjasama dengan Satlantas yang bertujuan mengingatkan para pengguna jalan untuk mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Begitu pula dengan peringatan (53) yang terdapat di rumah sakit ini, tidak saja memberitahukan tetapi sekaligus melarang kegiatan merokok di sekitar rumah sakit karena asap rokok sangat berbahaya tidak saja bagi orang sakit tetapi juga bagi orang sehat, tidak saja bagi perokok pasif tetapi juga bagi perokok aktif. c. Tindak Tutur Tidak Langsung dalam Bentuk Interogatif Selain dapat disampaikan dalam bentuk deklaratf, perintah juga dapat disampaikan dalam bentuk interogatif. Begitu pula dengan peringatan (54) yang terdapat di masjid Fakultas Ilmu Budaya UGM ini. Peringatan itu tidak semata-mata menanyakan apakah orang yang ditanya sudah sholat atau belum, tetapi juga secara tidak langsung mengingatkan agar segera sholat jika waktunya sudah datang (54) Sudah rapikah saya? d. Wacana Peringatan dalam Tindak Tutur Literal Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Supaya pesan yang terkandung dalam wacana peringatan, seperti himbauan, anjuran, permohonan, harapan, ancaman, perintah sampai larangan. tersebut mudah dipahami dan dilaksanakan, maka peringatan-peringatan tersebut umumnya disusun secara literal. Dalam hal ini, maksud yang ingin disampaikan sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Dengan demikian kesalahpahaman dapat diminimalisir. (55) Sepeda motor nyalakan lampu di siang hari (56) Bila kedapatan tanpa karcis di dalam kereta api, dikenakan denda 2 kali lipat harga karcis d. Wacana Peringatan dalam Tindak Tutur Tidak Literal Tindak tutur tidak literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Meskipun umumnya peringatan disusun secara literal, namun ada kalanya peringatan juga disusun secara tidak literal. (57) Pohon anda adalah budaya hidup anda (58) Ngebut = maut Peringatan (57) tidak benar-benar menunjukkan bahwa pohon adalah sebuah budaya. Maksud sesungguhnya yang ingin disampaikan lewat peringatan tersebut adalah menggalakkan reboisasi dengan menghimbau kepada masyarakat untuk banyak menanam pohon, minimal tidak merusak atau menebangi pohon, terutama yang ada di sekitar ruang publik. Himbauan ini dapat dilakukan dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu lingkungan tempat tinggal mereka. Peringatan (58) tidak benar-benar menunjukkan bahwa ngebut berarti maut karena tidak semua orang yang menjalankan kendaraannya dengan ngebut selalu menemui maut. Peringatan tersebut lebih bermaksud mengingatkan masyarakat bahwa ketika menjalankan kendaraannya dengan ngebut, maka akan lebih sulit bagi mereka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya lebih sulit mengerem ketika harus berhenti WIDYATAMA
153
No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA
mendadak sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan akan lebih besar dibandingkan apabila mengendarai kendaraan secara pelan-pelan dan hati-hati. Apabila kecelakaan tidak dapat dihindarkan, maka kemungkinan yang paling buruk adalah kematian. Jelaslah bahwa kalimat-kalimat tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya (Sperber Wilson dalam Wijana, 1996: 10). Pemilihan kalimat-kalimat yang merupakan representasi langsung atau tidak langsung dari elemen makna unsur-unsurnya, dipengaruhi oleh tujuan dan faktor-faktor sosial dan kultural yang ada. Apalagi peringatan merupakan wacana yang mengandung fungsi-fungsi direktif yang dapat berupa perintah, permintaan, permohonan, suruhan, ancaman, atau larangan, maka dalam penyampaiannya harus mempertimbangkan faktor-faktor sosial atau kultural yang ada di sekitarnya. e. Penanda Kesantunan dalam Wacana Peringatan dalam Bahasa Indonesia Penanda kesantunan merupakan representasi dari prinsip-prinsip kesopanan. Penanda kesantunan yang sering digunakan dalam wacana peringatan, diantaranya adalah mohon, harap, maaf, terima kasih, silahkan, mari, dan semoga. (59) Mohon sumbangan anda langsung dimasukkan ke kotak amal Jangan diberikan kepada siapapun juga (60) Ke mushola alas kaki harap dilepas (61) Maaf sandal dilepas (62) Terima kasih anda telah menjaga tempat ini tetap kering dan bersih (63) Silahkan ambil (64) Mari berhenti merokok (65) Hormati sesama pemakai jalan Yang sopan semoga selamat sampai tujuan Penanda-penanda kesantunan tersebut tidak hanya dapat digunakan bersama fungsi-fungsi perintah, namun juga dapat digunakan pada fungsi larangan. Penanda-penanda kesantunan ini bertujuan memperhalus larangan. (66) Mohon jangan jongkok di atas closed (67) Harap tidak duduk di tempat duduk (68) Maaf tidak ada toilet (69) Terima kasih anda tidak membuka kemasan barang Namun perintah dan larangan itu dapat dinyatakan tanpa menggunakan penanda kesantunan, tetapi dapat menggunakan kata-kata awas, hati-hati, perhatian, berbahaya, dan ingat. (70) Awas gandeng jaga jarak aman (71) Hati-hati bahu jalan longsor (72) Perhatian! Pastikan saat meninggalkan toko, power timbang pada posisi off (Bila perlu lepaskan stecker listrik) (73) Berbahaya! Tegangan tinggi (74) Ingat!!! Kecelakaan terjadi berawal dari pelanggaran lalu lintas Penanda kesantunan dan penanda imperatif ini, semuanya bertujuan membentuk kadar pesan yang ada di dalam wacana peringatan sesuai dengan faktor-faktor yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, berbahasa harus memperhatikan konteks yang ada untuk dapat mencapai tujuan-tujuan komunikasi. Pada akhirnya, wacana peringatan dimunculkan dengan segala 154
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
penanda tersebut untuk mencapai tujuan atau fungsi-fungsi direktif dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan tindak tutur yang dipilih. Kesimpulan Berbahasa adalah kegiatan menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Wacana peringatan merupakan kegiatan berbahasa untuk mengkomunikasikan pemberitahuan, perhatian, perintah, larangan, dsb., terutama kepada masyarakat luas. Supaya mudah dipahami dan dilaksanakan serta tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahpahaman, peringatan disampaikan dalam wacana singkat. Bentuknya dapat hanya berupa kalimat satu kata dan frase, dapat pula berbentuk kalimat tunggal maupun kalimat majemuk. Bentuk-bentuk tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk inversi, aktif dan pasif. Dapat pula diwujudkan dalam bentuk deklaratif, interogatif atau imperatif. Wacana peringatan juga dapat dinyatakan dengan simbol atau lambang atau gambar yang memiliki padanan dengan satuan lingual tertentu. Pemilihan bentuk-bentuk dalam wacana peringatan sangat dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan ini akan menentukan fungsi peringatan tersebut. Peringatan sebagai wacana yang memuat tujuan-tujuan mengatur tingkah laku orang lain dan menyebabkan sesuatu terjadi, diwujudkan secara konkret dalam bentuk tindak tutur direktif dan dapat dinyatakan dengan tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, dan tindak tutur tidak literal. Dengan tindak tutur langsung, wacana peringatan dinyatakan dengan bentuk imperatif dan larangan, sedangkan dengan tindak tutur tidak langsung, wacana peringatan dapat dinyatakan dengan bentuk deklaratif dan interogatif. Wacana peringatan dalam tindak tutur langsung dapat digunakan untuk menyatakan fungsi-fungsi perintah, suruhan, menghimbau, mengingatkan, menyarankan, memohon, harapan, permintaan, promosi, menyilahkan, mengajak, mengijinkan, syarat, menjelaskan cara, mendoakan, ancaman, dan larangan. Adapun dengan tindak tutur langsung, wacana peringatan dapat berfungsi sebagai perintah, mengingatkan, menghimbau, mengkhususkan, menunjukkan, membatasi, ancaman, syarat, promosi, dan larangan. Oleh karena wacana peringatan mengandung fungsi-fungsi direktif yang mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain, maka penyampaiannya harus memperhatikan faktor-faktor sosial yang ada di sekitarnya. Untuk itu, wacana peringatan membutuhkan prinsip-prinsip kesopanan sehingga orang yang dituju tidak merasa diperintah, disuruh, diancam, atau dilarang. Dalam rangka menyatakan kesopanan, dipergunakanlah penandapenanda kesantunan. Penanda kesantunan yang dipergunakan dalam wacana peringatan, umumnya adalah mohon, harap, maaf, terima kasih, silahkan, dan mari. Hal ini diasumsikan untuk mengurangi kadar keimperatifan dan larangannya sehingga terasa lebih halus, sopan, dan santun. Dengan demikian, diharapkan tujuan-tujuan direktif dalam wacana peringatan dapat terlaksana dengan baik. Meskipun begitu, banyak wacana peringatan yang disampaikan dengan penanda imperatif yaitu dengan menggunakan pokok kata kerja, kata awas, hati-hati, perhatian, berbahaya, dan ingat. Dalam wacana peringatan, juga dipergunakan penanda larangan dilarang, jangan, tidak, tidak boleh, dan bukan. Semua penanda tersebut, baik penanda kesantunan, penanda imperatif, dan penanda larangan, digunakan supaya pesan yang terkandung dalam wacana peringatan WIDYATAMA
155
No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA
dapat dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat yang dituju sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai. Daftar Rujukan Alwasilah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Anggraini, Bea. 2005. “Faktor-Faktor Penanda Kesantunan Tuturan Imperatif dalam Bahasa Jawa Dialek Surabaya”, dalam Humaniora 67-77. Yogyakarta: Unit Pengkajian dan Pengembangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Austin, J.L. 1962. How to DO THINGS with WORDS. New York: Oxford University. Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: Gramedia. Hymes, Dell. 1974. Foundations in Sociolinguistics. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi ketiga. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey N. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan M. D. D. Oka. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moeliono, Anton M. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: DepartemenPerum Balai Pustaka. Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana. Poerwadarminta, W. J. S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Cetakan ke delapan. Yogyakarta: CV Karyono. Rani, Abdul, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana. Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing. Searle, John R. 1994. Expression and Meaning. Studies in the Theory of Speeech Acts. Cambridge: Cambridge University Press. Solikhan. 2006. “Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Jawa”. Tesis (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Sudaryanto. 1990. Menguak Fungsi Hakiki Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. 156
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
Suyitno, Imam. 2006. “Tindak Tutur dalam Perspektif Kajian Wacana”. Diksi Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI.
WIDYATAMA
157