The Memories kumpulan kisah-kisah pendek..... 80% kisah nyata..... 20% fiksi.... kisah sahabat yang sering curcol ke saya... yang akhirnya berujung menjadi sebuah tulisan amatir.... xiezha
Part 1: 1. Still Loving You Malam ini adalah malam yang paling indah yang pernah ku alami. Tak terasa sudah satu tahun aku melewati romansa cinta bersama Reza Kurniawan, yang tak lain teman satu fakultasku. Sejak tiba di kampus, Reza telah bertubi-tubi memberikan surprise untuk ku. Dari bunga mawar, coklat, boneka hingga puncaknya candle light dinner. Rasanya setelah tiba di rumah, aku akan tertidur nyenyak berselimut mimpi indah. Aku bahagia telah memilikinya… karena aku sangat mencintainya… “Kayaknya kamu bakal sampe rumah tengah malam nih beib. Macetnya keteraluan banget ! kayaknya di depan ada yang kecelakaan deh.” “Ya.. mau di apain lagi, kita sabar aja.” Jawabku tak perduli. bersama Reza berapa lama pun, aku rela. “Jadi penasaran juga. Kita lihat yuk beib ?” dan aku hanya mengangguk lalu ikut keluar dari mobil. Suasana TKP sangat ramai. Tepat saat Reza mencoba menerobos keramaian, suara sirene ambulans menggelegar semakin jelas. Dan beberapa petugas keluar dengan membawa kasur dorong. Mataku segera terhipnotis ketika helm korban dibuka dengan perlahan. Aku mengenalnya !! dia teman dekatku !! tapi kenapa rasanya lidah ini kelu untuk berucap. “Sepertinya kecelakaan individual.” Ucap Reza memecah ributnya suasana TKP. “Tunggu !!” pekiku yang membuat petugas ambulans berhenti menutup pintu “Saya mengenalnya. Boleh saya ikut ?” setelah melihat anggukan kepala, aku langsung mengecup pipi Reza “Temui aku besok dan akan ku ceritakan semuanya.” segera ku langkahkan kaki masuk kedalam ambulans. Kondisinya sangat kritis ! aku terus menatap wajahnya yang kian pucat hingga airmata ini tak mampu ku bendung. Ku genggam jemarinya yang tak berdaya dengan harapan bisa memberinya semangat untuk bertahan. Sejenak ku lihat kelopak matanya terbuka melihatku lalu melempar senyuman, namun itu hanya sejenak. Setelah itu dia kembali pingsan dan aku segera menghubungi seseorang yang juga sangat mengenal Degie. *~* Aku terperangah setelah mendapati diri terbaring di atas sofa. Aku mengamati sekeliling dan ku lihat Damar duduk bersandar bantal dengan senyuman khasnya. Aku beranjak mendekat lalu segera ku simpulkan senyuman. “Kamu udah sadar ? syukurlah.” “Makasih Mili. Aku gak nyangka kamu mau menemani aku disini semalaman.” Terdengar suara pintu berdencit lalu tidak lama tubuh Tedy terlihat mendekat sembari membawa makanan “Eh… udah pada melek semua nih ! kita sarapan dulu, Mil. Gua bawa bubur ayam special.”
Ku lahap dengan perlahan bubur ayam itu. Entah mengapa perasaan ini seketika bercampur aduk. Aku berfikir untuk menemukan sesuatu yang telah memporak-porandakan hati ini. Hingga ketika ku menoleh, aku mendapati Damar tengah menatapku. Sungguh aku tak kuasa, seketika saja dadaku berdesir dan segera ku palingkan wajah. “Beruntung lo, kecelakaan ini gak terlalu parah. Cuma tulang kaki kanan loe yang retak. Lagian kenapa bisa sih loe ampe nabrak pembatas jalan ?” tanya Tedy lalu memasukan suapan kedalam mulutnya. “Kemarin malam gua ketemuan ama sahabat Sma di café dan disana gua gak sengaja ngeliat cewek yang gue sayang tengah candle light dinner bareng pacarnya di Resto café.” Aku terkejut mendengarnya dan seraya menoleh sambil membalas tatapan mata Damar. Aku kah yang dia maksud ? itu kalimat yang segera bergelayutan dikepala ku.
Part 2: 2. Akhir Tanpa Awal Sakit banget !! rasanya sulit untuk digambarkan. aku sudah sangat letih menjalani kisah seperti ini. Aku tak mau menjadi gadis bodoh, yang terus mengharapkan sesuatu yang tak pasti. Aku mundur !! walau terasa perih, tapi ku tahu ini adalah keputusan yang lebih baik. Namun entah apa ini juga terbaik untuknya. “Hei, bengong terus ! apa sih yang dilamunin ?” “Cinta ! kisah cinta tolol gue !” “Maksud lo Rado ?” Tanya Shita semakin penasaran. “Gua udah cape ama cinta ini, tha. Gua udah putuskan bakal ngelupain dia ! gua bakal ngebuang semua kenangan tentang dia.” “Tapi kalian kan saling cinta. Lo sabarlah dulu, mungkin dia masih cari waktu yang tepat. Gue sebagai sahabat cuma gak mau nantinya loe jadi menyesal.” ujar Shita memberi saran. “Sampai kapan ? ini udah ditahun ke 3 dan bentar lagi kita bakal lulus. Ngapain gua terus nunggu orang yang gak pernah nunjukin kejelasannya ama gua ? gua juga mau ada status, tha. Buat apa semua orang tahu gue dan Rado saling cinta tapi diantara kami cuma sebatas teman.” ujarku mulai berkaca-kaca “Udahlah, mungkin emang gua dan Rado gak pernah satu ! atau mungkin…. Dia hanya ingin mempermainkan gue !” tambahku lemas. Bel pulang memekik keseluruh ruangan. Aku dan Shita yang tengah berada dikantin bergegas menuju kelas untuk mengambil tas lalu pulang. Ya… aku membolos jam pelajaran terakhir ! karna memang kepalaku penuh dengan persoalan cinta, tapi sepertinya tuhan pun mengerti aku sepenuhnya. Karna ternyata Bu Margaret yang mengisi jam terkahir tidak masuk karna sakit. Karna aku malas masuk kedalam kelas dan juga sedang tak ingin melihat wajah Rado, akhirnya aku menunggu Shita yang mengambilkan tasku dibangku koridor yang menghadap lapangan basket. Melihat semua murid berhamburan keluar gerbang, aku mendapati sosok Rado diantaranya. Sungguh hati ini masih bergejolak melihatnya. Tiba-tiba kenangan dua tahun silam kembali bergelayutan dikepalaku. Awalnya segala perhatian dan rasa perduli Rado terhadapku, cuma ku artikan sebagai sebuah pertemanan biasa. Tapi entah kenapa, semakin lama sikap dan perhatiannya semakin berlebihan dan bahkan selalu membuatku bingung untuk mengartikannya. Apalagi ketika semua itu berlangsung tiap hari, senin hingga sabtu terjadi disekolah dan hari minggu dikompleks rumah. Karna kebetulan Rado adalah tetangga rumahku. Dan kini sudah hampir menjelang 3 tahun, bahkan seluruh sekolah dan kompleks mengetahui kisah tragisku dengan Rado. Semua orang mengatakan Rado mencintaiku, tapi kadang aku merasa dia hanya
ingin mempermainkan perasaanku. “Hoi !” teriak Rado sembari berjalan mendekatiku “Rana !” serunya sembari menahan tanganku yang hendak menjauh. “Lepas !” sahutku acuh. “Sebenernya kenapa sih ? udah seminggu ini lo bersikap aneh ke gua.” “Aneh ? aneh apa maksud lo ?” kataku tanpa menoleh. “Menjauhi gua, bahkan setiap kita berbicara lo udah gak pernah natap mata gua.” katanya dengan pandangan menuntut penjelasan. Aku mencoba menatap wajah Rado “Jauhi gua ! tolong, mulai saat ini jaga jarak ke gua !” jawabku lalu menghempaskan genggaman tangan Rado. “Rado !” seru Shita sembari berlari mendekat “Maaf Ran, tadi gua….” Mataku mulai berkaca-kaca dan mungkin sebentar lagi airmata ini akan jatuh dipelupuk. Sebelum itu terjadi segera ku sambar tas yang masih dalam genggaman Shita “Gue duluan, Tha.” dan segera ku berlari tanpa menghiraukan seruan Rado. *** Jam telah menunjukkan pukul 10:00 pagi ketika coba kubuka pelipis mata yang masih enggan untuk melihat cahaya. Semalam aku baru bisa memejamkan mata lewat tengah malam. Satu malam lagi yang membuatku sibuk menulis diary tentang Rado. Tapi pagi ini aku berharap tidak ada lagi lembar-lembar coretan cerita tentang Rado. Setelah sedikit berolahraga ringan, bergegas ku menuju kamar mandi lalu menikmati tayangan favorit di akhir pekan. Ditengah tayangan lucu, tiba-tiba sebuah suara merdu mengalun membuatku terganggu. Ku buka hordeng dan kudapati Rado tengah bernyanyi didepan pagar rumahku. Ya… bukan hal yang membuatku terkejut, karna begitulah Rado setiap ingin mengundang perhatianku. “Sayang, kok gak langsung ditemuin ?” ucap mama yang baru saja membuka pintu kamarku. “Lagi gak mau ketemu dia, ma.” sahutku sembari menjauhi jendela dan kembali duduk. “Loh kenapa ? kalian sedang bertengkar ?” tanyanya sembari duduk disebelahku “Dalam pacaran ada pertengkaran itu biasa, lebih baik kamu coba temuin dan segera selesaikan.” tambahnya sembari tersenyum. “Pacaran ? gak pernah, ma ! atau bahkan gak akan pernah !” sahutku yang hampir menangis lalu segera ku lompat ke tempat tidur dan mulai meneteskan airmata. “Mama gak tau apa yang terjadi diantara kalian, tapi lebih baik kan dibicarakan berdua lalu mencari jalan keluar yang baik. mama gak mau anak mama bersedih.” ujarnya sembari mengelus kepalaku. “Ini keputusan yang terbaik, ma. Rana udah cape !” sahutku dalam isak tangis. “Baiklah, mama mengerti. Kalau udah siap cerita, mama akan selalu siap mendengarnya.” katanya lalu mengecup kepalaku kemudian keluar kamar. “Kisah ini harus segera diakhiri ! harus, walaupun akan banyak luka nantinya.” ucapku
*** Panas terik benar-benar telah menyengat tubuhku. Berada ditengah lapangan harus dengan terpaksa aku lakukan, karna hari ini ada pengambilan nilai olahraga. Berlari 3x putaran lalu shoot bola basket selama tiga menit cukup menguras keringatku. Rasanya ingin sekali segera meneguk air dingin dikantin, namun baru saja aku berdiri sosok Rado sudah berdiri dihadapanku sembari membawa air mineral. “Mau minum kan ? nih.” katanya dengan memasang wajah manisnya. “Gua bisa beli sendiri !” sahutku ketus sembari berjalan menjauh. “Rana tunggu ! Ran… Rana tunggu !” teriaknya sembari mengejar. Setelah tangan Rado berhasil meraih tanganku, tanpa berkata apapun dia langsung memboyongku hingga berada dalam kelas lalu dengan sigap Rado langsung berdiri didepan pintu untuk menghalangiku pergi. “Kenapa lo berubah gini ? apa salah gua ?” “Apa susahnya sih untuk lo ngejauhin gua dan jaga jarak ?? cuma itu yang gua minta, tapi kenapa lo malah mempersulitnya !” ujarku lalu berusaha keluar kelas namun Rado menahannya. “Tapi kenapa, Rana ? kenapa gua harus ngelakuin itu ? apa salah gua sampe lo kayak gini ?” dan segera ku tampar pipinya. “Seharusnya gua yang bertanya itu !!“ teriakku emosi sembari menangis “Apa salah gua ? kenapa lo selalu mengikat gua tapi gak pernah satu kejelasaan pun keluar dari mulut lo ! gua udah cape, Rado ! gua udah gak mau ngeliat lo terus berputar-putar dihidup gua.” ujarku sembari menatap wajahnya “Kalau lo cuma ingin bermain-main, cari wanita lain. Tolong, biarkan gua membuang semua kenangan tentang loe. Gue mohon !” tambahku lalu perlahan menyingkirkan tubuh Rado dari depan pintu. “Gua gak pernah ada maksud bermain-main. Gua cuma bingung harus bagaimana dengan hubungan kita.” katanya ketika aku sudah berdiri diambang pintu. “Kalau begitu gua akan membuatnya mudah tanpa harus bingung. Kita lupakan semua !” sahutku tanpa menoleh “Itu lebih baik.” tambahku kemudian berlari masih dengan isak tangis yang sungguh benar-benar menyakitkan. Rasanya aku sulit untuk bernafas. Diujung koridor kuhentikan langkah dan menghapus airmata lalu berganti dengan tersenyum dengan harapan semua tentangnya juga berakhir disini. Biarlah kisah ini berakhir walau tak pernah dimulai. Selesai.
Part 3: 3. Reuni Reuni, kira-kira apa yang ada dalam pikiran bila mendengar atau membaca kata itu. Mungkin senang atau bahkan gembira sembari berjingkrak. Karena pasti reuni adalah acara yang merupakan harapan setiap alumni. Tapi sepertinya tidak buat Dila. Wanita yang terbilang sudah sangat sukses dalam karir tapi berbanding terbalik dalam hal cinta. Di usianya yang sudah 27 tahun, menikah tidak terdaftar dalam rencana hidupnya. Tetapi justru setelah menerima undangan reuni, seketika tanpa permisi menikah merusak konsentarsi kerjanya. “Dalam seminggu, dimana cari suami ?” ucap Dila dalam hati. Hari-harinya kini lebih sibuk untuk menghabiskan waktu mencari pasangan yang bisa mendampinginya diacara reuni. Di usianya seperti ini pasti teman seangkatan kuliahnya sudah
memiliki banyak anak dengan keluarga harmonis. Tetapi Dila, selama ini hari-harinya hanya ditemani oleh laptop dan tumpukan pekerjaan. Dulu selepas wisuda, menikah adalah prioritas utama Dila. Dia ingin menjadi ibu muda dengan usia jarak dengan anaknya yang tidak terlalu jauh. Dia juga ingin menjadi ibu rumah tangga yang 24 jam mengurus keluarga. Tapi seketika harapannya berubah haluan setelah ia bergabung dalam perusahaan yang bonafit dijakarta. Dalam sekejab, menikah hilang terkikis dari daftar hidupnya. “Kenapa ? nggak biasanya seorang Dila ngelamun dijam kerja.” Tanya Nana penasaran. “Hufft… lagi mumet nih. Pusing acara reuni kampus.” Sahutnya dengan raut wajah murung. “Sejak kapan Dila bisa uring-uringan selain masalah kerjaan ?” “Serius ini. Rasanya kepala mau pecah mikirin reuni. Apa nggak usah dateng kali ya ?” “Reuni itu seharusnya disambut dengan gembira. Kapan lagi bisa kumpul teman kampus kalau bukan acara reuni. Apalagi disana pasti membahas masa-masa kuliah. Emang nggak ingin lihat perkembangan teman-teman kampus ?” ujar Nana memberi saran. “Justru itu, mereka pasti udah pada punya keluarga dengan anak yang lucu-lucu. Sedangkan aku ? pacar aja nggak punya. Masa iya, aku dateng sendirian. Kan malu.” Sahut Dila semakin frustasi. Dan sontak Nana tertawa terbahak-bahak dan membuat teman seruangannya menoleh sembari memasang raut penasaran dan bingung. Dila hanya bisa menunduk menahan rasa resahnya dan Nana kembali pada meja kerjanya sembari terus tersenyum geli. Dila kembali menatap layar komputernya sembari beberapa kali menghela nafas. *~* “Makan soto yuk ?” ajak Nana “Resa.” Panggil Dila “Kita makan siang bareng ?” ajaknya setelah Resa menoleh. “Maaf Dila. Mulai hari ini aku makan bareng Nesa.” Sahutnya “Kami udah pacaran. Makasih ya Dila, ini juga berkat comblangan kamu. Gimana kalau kita makan bersama, kami yang traktir.” Dila jatuh lemas dikursinya setelah menggelengkan kepala. Selepas Resa dan Nesa hilang dibalik lift, Nana menarik tangan Dila untuk turun makan siang. Soto hangat yang terlihat sangat nikmat itu, tak mampu juga menarik rasa lapar Dila. Ia lebih memilih mengaduknya sembari terus bermuram. Melihat kawan kerjanya seperti itu, membuat Nana ikut sedih. Tapi seketika itu ide cemerlangnya muncul.
Part 4: 4. Dia, yang tak ku sangka !! "Re, ada yang mau gue ceritain. Tapi janji, cukup antara kita berdua yang tau yah ?" ujar nadine suatu siang dipusat perbelanjaan jakarta. "Mereka berdua juga gak boleh tau ?" tanya rere sembari menunjuk april dan meyla yang tengah sibuk berbelanja. "Apalagi mereka berdua. Lo kan tau, april orangnya polos jadi gampang ngumbar cerita. Terus meyla, dia
kan cablak ! plis, cukup lo aja yang tau." kali ini nadine memasang raut memohon dan segera disambar oleh anggukan kepala rere. °~° Nadine menghempaskan tubuhnya keatas ranjang. Hatinya merasa lega setelah menceritakan semua rahasia cintanya yang baru bersemi kepada sahabatnya. Menyimpan segalanya ternyata membuat nadine seperti memikul sebuah beban yang semakin hari kian menyiksa batinnya walau sering kali juga terasa membahagiakan. Semua berawal dari salah satu teman kampus nadine yang tiba-tiba menghalangi langkahnya "Nad, lo di cariin ama reza tadi." Dan hanya karena kalimat itu, satu angkatan nadine jadi heboh. Semua jadi selalu menyangkut pautkan nadine dengan reza. Padahal nadine sendiri tak tahu siapa orang yang bernama reza itu. Namun semua sudah terlanjur heboh !! "Plis deh, gak usah sangkut-sangkutin reza lagi. Dia kan bukan nyariin gue, tapi cuma mau tau orang yang namanya nadine." ujar nadine ditengah makan siang. "Tapi dari sanalah akan bermulanya benih cinta kalian." Sahut april sok puitis. "Tapi gak perlu ampe satu angkatan ikut heboh kan ? semua mahasiswa setiap ngeliat gue jadi selalu bawa nama reza." Ucap nadine sedikit kesal "Mungkin gue bisa nganggep hanya lelucon, tapi gimana dengan reza ? mungkin aja dia gak suka kan ?" tambahnya sembari membenahi kunciran rambut. Arghh... bila mengingat kejadian itu, hanya akan membuat nadine tersipu malu dan wajahnya memerah. Kejadian konyol yang akhirnya bisa merubah segalanya. Hanya gara-gara satu angkatan sering mendorong untuk mendekatkan nadine dengan reza, kini nadine memiliki perasaan spesial terhadapnya. °~° Siang ini karena dosen mata kuliah kedua tidak hadir, nadine dan ketiga temannya memutuskan untuk makan siang dicafe. Saat melewati halaman kampus, mata nadine tak sengaja bertemu pandang dengan seseorang. Rasa malu segera menyelimuti wajahnya. Dadanya berdesir mengetahui reza ternyata sering memperhatikan dirinya. "Kenapa lo senyum-senyum sendiri ?" seru meyla heran. "Gak kok." Sahutnya sedikit grogi. "Oh, kirain." Ucap april singkat "Oh ya, lusa kan tahun baru, besok juga udah libur kuliah trus kita mau buat acara apa nih tahun baru ?" tambahnya. "Udah gabung aja ama anak cowoknya. Kita pada mau bakar-bakar dikosan teddy. Biar rame." Timpal seno yang baru datang. "Beneran beib ? ya udah kalo gitu kita gabung aja." Sahut meyla senang. "Gue juga ikut deh. Biar meramaian suasana." Seru rere tak mau kalah. "Lo gimana nad ? reza juga dateng lho. Dia mau nunjukin atraksi petasan gitu. Loe pasti ikut kan ?" tanya seno sembari merangkul meyla. "Liat nanti deh." Sahutnya.
°~° Suara merdu michael jackson dengan tembang black or white mengalun dari nada sambung pribadi reza. "Hallo !?" ujar suara disebrang. Suara berat itu milik reza. "Gue udah ngajak nadine, tapi dia belum pasti dateng. Menurut gue, dia pasti dateng lah." Ujar seno tanpa basa-basi. "Bagus deh. Makasih." Sahutnya senang. "Oke deh. Sampai ketemu dimalam tahun baru." Ucap seno lalu sambungan telephone terputus.
Part 5: 5. Melepasmu “Hayo, lagi mikirin siapa sih ?” tanya cowo tampan yang tiba-tiba duduk dihadapanku “Pasti mikirin aku kan ?” tambahnya cengar-cengir. “Tentang kita ! yang gak pernah ada kejelasan !” ucapku dalam hati pilu. “Naya, mikirin apa sih ?” tanya Gilang ulang. “Arya.” Sahutku tanpa menoleh. “Ngapain mikirin dia ! kurang kerjaan aja. Mending kamu mikirin aku yang ganteng ini.” Ujarnya lalu menyeruput orange jus milikku. “Itu lebih kurang kerjaan !” sahutku lalu berdiri dan meninggalkan gilang yang memasang raut wajah bingung. ®®® Langit siang telah berubah menjadi senja. Aku duduk dengan setumpuk pertimbangan dalam pikiran. Ku coba merangkai kata yang bisa menggambarkan perasaan ini. Di depan layar laptop, jemariku mulai menekan tombol huruf dan memilih mengabaikan suara ponsel yang telah berdering lebih dari tiga kali. ‘Letih aku menunggu. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Adakah rasa cinta atau hanya sebuah permainan ? Biarlah ku putuskan, tuk melepasmu... Walau kau belum sempat ku miliki.’ Kurasakan airmata mulai membasahi pipi. Aku menoleh dan ku dapati bingkai foto Gilang bersamaku. Sakit sekali !! dua tahun kedekatan kami yang melebihi hubungan temen, begitu sangat indah. Tapi kini aku merasa lelah ! bahkan terlalu letih untuk bisa terus menunggu. Aku tak mau terus berharap pada sesuatu yang semu kejelasan. “Yakin dengan keputusan itu ?”
“Kak Adit.” seruku sembari menoleh “Kenapa masuk kamar Naya gak ketuk pintu dulu sih ?” “Pintunya aja udah kebuka. Puisi itu tentang Gilang kan ?” “Udahlah kak ! Naya gak mau bahas itu.” Sahutku sembari menatap lekat bingkai foto. “Kakak hanya mengingatkan, jangan sampai ada penyesalan dari keputusan ini.” “Permisi non, dibawah ada den Gilang.” Ucap bibi. “Naya gak mau ketemu Gilang !” sahutku lalu berjalan ketempat tidur. “Gak ! kamu harus nemuin Gilang dan minta kejelasan ke dia.” Bujuk kak Adit. “Gak kak ! keputusan aku udah bulat, aku akan melupakan Gilang !” “Kalau gitu biar kakak yang menemuinya.” Ucapnya lalu bergegas keluar. ®®® Seminggu berlalu. Hari-hariku tanpa Gilang begitu terasa berat, namun harus tetap kulakukan demi kebaikan kedua belah pihak. Sungguh betapa sangat rindunya tiap kali aku melihatnya. Sesekali kupandangi dia dari jauh, hanya sekedar untuk menghapus rindu. Walaupun tiap hari Gilang selalu berusaha mendekatiku, dengan terpaksa aku harus selalu menghindarinya.
Part 6: 6. Kecupan Pertama Dan Terakhir TOMMY BAGASWARA… seseorang cowok yang pertama kali ku kenal saat aku baru pindah di sekolah Light high school. Cowok yang membuat aku langsung berpendapat buruk terhadapnya. Penampilan rapi dengan rambut mohak dan lesung pipi sebagai ciri khasnya saat dia tersenyum, namun sayangnya lesung pipi itu jarang terlihat karena dia terlalu sering memasang wajah dingin dengan sejuta rahasia. Dia mulai masuk dalam kehidupanku, saat aku mulai menggeser kedudukannya dalam peringkat kelas. Semua siswi mengatakan bahwa Tommy adalah cowok yang sempurna dan aku pun tidak membantahnya. Dia tampan, ketua tim basket, ketua osis dan juga hidup dikeluarga yang kaya. Tapi bagiku masih ada kekurangan dalam hidupnya. Begitu banyak orang yang mendekatinya dan mengidolakannya namun hanya satu orang yang dia anggap teman. Dia terlalu asik dalam dunianya sendiri atau mungkin dia memang tak pandai bergaul. Aku, Qirtania yang biasa dipanggil Tata juga enggan untuk dekat dengannya. Setiap bertemu dengannya hanya wajah sinis yang ku perlihatkan begitu juga dengan dia. Pertama kali aku melihat wajah dia berubah sangat sedih ketika aku mengatakan sesuatu yang ku anggap biasa saja. “Kenapa ? lo syirik yah kalau gue yang dapat peringkat satu ? kenapa gak terima aja sih kalau ternyata ada orang yang lebih pintar dari lo ! apa nyokap lo gak pernah ngajarin untuk menghargai orang lain ? Hah ??” ujarku. Setelah ucapan itu aku dan dia makin jauh bagai terhalang tembok beton. Jangankan tegur sapa, sebuah senyuman pun tidak pernah dia tunjukkan padaku. Aku sempat merasa bersalah walaupun sebenarnya aku bingung dimana letak salahnya. Tepat saat perpisahan sekolah yang dimana adalah puncak acara untuk lepas kenang dia tidak hadir dan entah mengapa aku merasa kehilangan dan makin penasaran tentang hidupnya.
Setelah aku sibuk dalam kuliah jurusan perawat, aku semakin melupakan sosok Tommy. Entah apa yang dia lakukan setelah lulus SMA, aku benar-benar tidak pernah mengetahuinya lagi. Tapi setelah dua tahun dari masa lepas dunia SMA, sekolah kami mengadakan reunian satu angkatan. Dan tepat pada saat itu aku baru mendengar kabar terbaru tentang Tommy. Ternyata dia kuliah di universitas negri ternama dan masih menampilkan sosok seperti di SMA. Masih dingin tapi banyak yang mengidolakannya. Sesaat aku menjadi rindu melihat wajahnya bahkan hingga aku menunggu kedatangannya malam itu, tapi hingga acara selesai dia tidak menunjukkan batang hidungnya. Sedikit kecewa namun aku baru teringat bahwa dia tidak suka datang ke tempat yang ramai. “Hei, kok bengong sih ? teringat sesuatu ?” tanyanya membuyarkan lamunanku. “Iya nih rindu masa SMA. Oh ya, kok baru datang sekarang ? lima belas menit lagi istirahat udah selesai lho.” tanyaku setelah menyadarinya. “Maaf, habis tadi ada pasien baru yang gak bisa diganti dengan suster lain. Trus, jadi gak kita makan siangnya ?” katanya merasa bersalah. “Gak deh, aku masih harus memantau perkembangan kamar nyonya Lita. Kalau mau kamu saja sendiri. Maaf ya Ema ?” pintaku. “Gak apa-apa. seharusnya aku yang minta maaf. Kalau gitu aku pergi dulu yah ? nanti kalo aku dicariin untuk pasien baru tadi, tolong gantikan sebentar yah ?” pintanya yang ku jawab dengan anggukan kepala. §§§ “Suster Tata ?” panggilnya “Dokter Lian ?” kagetku “Kenapa Dok ?” Tersenyum menatap wajah Qirta “Gak ada apa-apa. kamu udah mau pulang kan ? bagaimana kalau aku antar, kita kan satu arah.” “Terima kasih Dokter, tapi gak usah aku pulang sendiri saja. permisi Dok ?” jawabku sambil melangkah menjauh.
Part 7: 7. E N R A Y Persahabatan……. Pasti kata yang sudah tidak asing di telinga semua orang. Setiap manusia yang hidup didunia ini pasti memiliki seseorang atau beberapa orang yang sangat dipercaya yang biasa dikenal dengan sahabat. Seseorang yang mampu berbagi suka maupun duka. Satu kata yang mampu ku ucapkan untuk menggambarkan kata sahabat yaitu langka !! begitu banyak orang baik didunia ini, namun tidak semuanya baik luar dan dalam. Mencari seorang yang dapat dipercaya dan mengerti kita secara utuh bukan perkara semudah membalikan telapak tangan. Aku gadis berusia 14 tahun yang duduk dibangku kelas 2 SMP Nusa Bangsa. Gadis yang baru menemukan beberapa sahabatnya. Lima orang wanita melebur menjadi satu yang diberi nama ‘Bluevirepi’. Itu nama kumpulan dari kami, aku bersahabat dengan Wini, Rara, Desi dan Tika. “Amel, liat siapa tuh ? cie…. “ ujar Desi sambil menunjuk. “Apaan sih Des. Udahlah, kita ke kelas aja yuk ? yang lain pasti pada nungguin jajanan ini.” ujarku tersipu malu.
“Eh, dia ngelirik ke lo Mel.” “Udah deh, Des. Gue tinggal yah ke kelas duluan ?” kataku sambil berjalan. Aku… namaku Amelia, ada laki-laki satu sekolah yang membuatku tertarik untuk memperhatikannya dan mengenalnya lebih dekat. Dia sempat satu kelas waktu kita sama-sama kelas 1 SMP. Hubunganku dengan dia juga sangat baik dan akrab. Kami sering ngobrol dan juga sering berkomunikasi melalui ponsel satu sama lain. Anak lelaki yang lumayan sering membuat masalah disekolah. Dia bernama Jhani Resumadithya Dan Desi adalah satu-satunya orang yang tahu banyak bahkan seluruhnya cerita tentang aku dengan Jhani. Setiap aku ada masalah dengan Jhani, Desi yang selalu membantu aku berdamai dengan Jhani. “Lama banget sih lo pada !” ujar Rara kesal. “Ya… maklumlah namanya juga ngantri.” ucapku membela diri. Tet…. Tet…. “Tuh liat udah masuk kan ? lama banget sih !” ujar Wini sedikit marah *** kediaman Desi adalah tempat basecamp ‘Bluevirepi’ biasa berkumpul. Hari sabtu dan minggu tidak pernah ada kata absen untuk ngumpul-ngumpul di basecamp. Berbagai macam kegiatan dan obrolan yang selalu mewarnai hari-hari kami. Begitu indahnya persahabat yang terjalin di antara kami, tapi bukan berarti dalam persahabat kami tidak pernah ada masalah. Awalnya perlahan-lahan kami mampu melewati setiap terjangan yang ingin merusak persahabatan kami, namun semakin kebelakang ternyata angin semakin kencang menerpa persahabatan kami. Kami baru masuk semester 2, namun aku sudah mendapat rintangan yang aku sendiri tidak habis pikir kenapa bisa itu terjadi. Awalnya aku sangat kaget bahkan hampir tak mempercayainya ! sahabatku sendiri ternyata secara diam-diam mencintai orang yang aku cintai. Dan dia baru berani mengatakannya padaku awal-awal semester 2. Desi adalah salah satu temen yang paling kupercaya serta paling banyak menampung semua cerita-ceritaku tentang Jhani, namun kenapa bisa dia mengkhianati aku seperti itu. Awalnya aku bisa menerima dan tetap memegang cara bersaing secara sehat, namun semakin aku bertahan rasanya hatiku semakin remuk. Semua ceritanya tentang Jhani dia ceritakan padaku tanpa ada rasa takut dan bersalah. Dengan berat hati aku memutuskan untuk menjauh dari mereka. Ku berpikir mungkin ini yang terbaik dan sepanjang melewati semester 2 aku hanya menghabiskan waktu sendiri. Sita teman satu kelasku perlahan mulai menemani hari-hariku disekolah. Berdua mencari kesenangan untuk mengusir sepi. Tak lama kami berdua… satu anak yang kutahu memiliki genk bernama frangivani mulai mendekati kami berdua. Aku dan sita sama sekali tak keberatan menerima lira. Akhirnya kami bertiga benar-benar bagai induk ayam dan anaknya.Salah satu kemana yang lain pasti juga akan pergi mendampinginya.
Part 8: 8. Ketika Cinta Datang “Whoaa… pagi dunia ?” senyumnya sambil berjalan menuju kamar mandi. “Nta, lo baru bangun ya ? dasar pemalas lo ! cepet mandinya gak pake lama lho ! kita udah telat nih !” ujarnya kesal.
“Sip boz ! udah lo tunggu dibawah aja !” sahutnya dari dalam kamar mandi. Dalam perjalanan menuju kampus, Ayu rintana yang merupakan sahabat karib Artita sekaligus teman satu kos-an tak ada henti-hentinya ngedumel. Tita yang biasa di sapa oleh teman-temannya Nta sudah kenal dengan sifat Ayu, maka dia pun tidak menanggapinya, dia malah asik sibuk dengan ponselnya. Setelah tiba dikampus, kekesalan Ayu makin memuncak karena ternyata mata kuliah yang mereka datangi dengan tergesa-gesa telah selesai dan Tita hanya menanggapinya dengan santai. “Udahlah, gak usah dibesar-besarin kayak gitu ! mending sekarang kita kekantin aja gimana ?” “Kekantin ? lo udah gak waras ya ? lima belas menit lagi kita ada kelas ! gak mau !” tolak Ayu. “Kan masih lima belas menit lagi. Lagian tadi gue gak sempet sarapan gara-gara lo tarik gue ke mobil.” bujuknya. “Itu salah lo ! siapa suruh bangun terlambat ! pokoknya gue gak mau ! lo aja sendiri sana !” “Gak seru kalau sendiri ! pokoknya lo harus ikut !” kata Tita sambil menarik-narik tangan Ayu. “Gue gak mau, Nta ! lepas dong !” “Ough… !” Rintih Tita sambil melihat kebelakang “Eh, lo jalan pake mata dong ? sakit tau !!” bentaknya. “Setahu saya jalan itu pake kaki bukan pake mata. Lagian sepertinya kamu yang salah, dimana-mana itu jalan maju kedepan bukan mundur. Permisi !” jawabnya santai lalu berjalan menjauh. “Ich… kurang ajar banget tuh cowok !!” gumamnya “Eh, berhenti lo !! lo harus minta maaf dulu sama gue !!” teriak Tita. Ayu mencoba mendinginkan perasaan Tita yang saat itu sedang terbakar emosi. Namun Tita tetap saja ingin mencari perhitungan dengan cowok yang baru pertama kali dilihatnya itu. Artita rahabrisa memang gadis yang sedikit tomboy dan memiliki prinsip hidup yang kuat. Hanya Ayu Rintana dan anak-anak BEM Fakultas Hukum yang mengenal dan memahami sifat serta karakter Artita yang keras dan dingin. Selesai jam kuliah terakhir, Tita dan Ayu bergegas berjalan menuju parkiran untuk segera tiba dicafe tempat para sebagian anak-anak BEM FH biasa menghabiskan waktu untuk membahas tentang ide-ide baru yang kemudian digodok dengan rapat diruangan BEM FH. Namun ternyata mobil Tita tidak bisa lewat karena dihalangi oleh mobil lain dan itu membuatnya kembali marah. “Sial ! mobil siapa nih sembarangan parkir depan mobil gue ?? emang tempat parkir seluas ini udah penuh apa ??” ujar Tita kesal sembari menengok kanan-kiri. “Sabar dong Nta, kita tunggu aja mungkin bentar lagi pemiliknya keluar.” sarannya. “Gak bisa ! kita sekarang kan lagi buru-buru, kita lagi ditunggu anak-anak ! mending sekarang lo bantu gue aja dorong nih mobil !” "Gila kali loe, ini mobil bukan motor ! mending kita tunggu aja deh.” ujar Ayu menolak. "Gila !! hari apa sih ini ? dari tadi kayaknya gue sial terus deh !” “Maaf permisi, ini mobil saya.” katanya sambil membuka pintu mobil. “Oh… punya lo !” Tita menarik tangan cowok itu kemudian menutup pintu mobilnya “Kayaknya lo emang
bener-bener harus pake kacamata ya ? lo gak liat apa masih banyak tempat parkir kosong ??” ujarnya marah.
Part 9: 9. Orang Ketiga Suasana senja yang begitu indah tidak mampu mencairkan perasaan sedih kayla. Ia menangis sembari menatap hembusan angin pantai bersama matahari yang perlahan kian tenggelam. Dua tahun bersama namun pengkhianatan yang ia dapatkan. Kali ini, sudah bulat ! Kayla sudah tidak mampu melewati kesedihan ini sendirian. Saat tekad telah bulat, Kayla maju perlahan ketepi dermaga. Air matanya terus bergulir. Ia memejamkan mata lalu mencondongkan badannya kedepan. “Udah gila yah ? apa yang mau lo lakuin ?” bentak seorang laki-laki. “Bukan urusan lo ! gak usah ikut campur !” sahut Kayla lantang sembari menghapus air mata lalu kembali berjalan ketepi dermaga. “Tunggu !” serunya sembari menahan tangan Kayla “Ya memang bukan urusan gue, tapi gue gak mau menyimpan rasa bersalah karna udah ngebiarin cewe tolol yang mau buuh diri didepan mata gue ! jadi lakukan itu setelah gue udah pergi dari sini.” Ujarnya lalu melepaskan genggaman “Sebesar apapun masalah lo, jangan pernah sia-siakan hidup lo. Karna nyawa lebih berharga dari apapun.” Tambahnya lalu melangkah pergi meninggalkan Kayla yang diam terpaku. ================= Suasana sejuk dan nyaman, membuat banyak orang betah berlama-lama dalam pusat perbelanjaan. Banyak pengunjung berlalu lalang pindah dari satu outlet ke outlet lain. Semua tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Pemandangan seorang ibu yang membersihkan sisa es-krim disela bibir putranya, membuat Kayla tertarik. Seketika saja senyumannya mengembang. “Boleh gabung ?” tanya seseorang sembari tersenyum. “Lo ?” Raut wajah Kayla terkejut. “Mumpung lagi jam akan siang, traktir gue makan dong. Ya, hitng-hitung sebagai ucapan trima kasih karna gue udah buat hidup loe panjang.” Kataya sembari tersenyum dan tanpa menunggu jawaban Kayla, dia sudah memanggil pelayan dan memesan makanan “Makasih yah ?” tambahnya sok dekat. “Karna mood gue lagi bagus, okelah.” Sahutnya “Gue Kayla.” Tambahnya. Satu jam kebersamaan itu ternyata membuat keduanya merasa nyaman, bahkan mereka bertukar pin bb. Tawa riang dari bibir Kayla seakan menggambarkan suasana hati yang sudah tidak mendung. Setelah pertemuan itu, mereka jadi sering bertemu dan semakin akrab. Hubungan pertemanan mereka telah berubah menjadi sepasang kekasih. Hari-hari Kayla benar-benar indah. Awan mendung dalam hatinya telah berubah menjadi pelangi. “Kayla, aku cinta sama kamu. Dan karna itu aku ingin jujur sama kamu.” “Tentang apa ?” “Sebenarnya aku sudah berkeluarga dan istriku tengah hamil tua.” Jelasnya dengan raut wajah menyesal.
“Apa ?? jadi selama ini....” Kayla tak mampu melanjutkan ucapannya. “Tapi sungguh aku sangat mencintai kamu. Maafkan aku, Kayla ?” “Aku terlanjur sangat mencintai kamu, Sammy ! aku pernah kehilangan dan aku gak mau kehilangan lagi. Aku rela walau hanya menjadi yang kedua.” Ujar Kayla sembari memeluk dan meneteskan airmata. ======================= Disalah satu rumah sakit, Sammy tengah tegang menemani istrinya melahirkan. Suasana tampak tegang dibeberapa jam hingga tangis bayi memecah kecemasan. Senyum bahagia terlukis dari wajah Sammy dan istrinya. Sammy mengecup kening sang istri dengan raut wajah bahagia. diluar adegan itu, Kayla berdiri diambang pintu menyaksikan semuanya. Air matanya jatuh. Ia tahu ini semua adalah resiko yang harus diambilnya. Inilah duka dan air mata menjadi orang ketiga. Kayla menapaki lantai koridor sembari mengusap air mata. Ia mencoba tersenyum. Sammy menahan tangan Kayla lalu memeluknya dengan erat. “Maafin aku, Kayla.” Katanya setelah melepaskan pelukan. "Bukan salah kamu. Ini udah keputusan aku dan aku harus siap menangung resikonya.” Sahut Kayla sembari tersenyum “Kembalilah ke dia. Saat ini dia lebih membutuhkan kamu. Besok kita ketemu, sekarang aku pulang dulu.” Jelasnya. “Makasih atas pengertian kamu.” Sahut Sammy lalu mengecup kening dan berjalan meninggalkan Kayla. ========================== Tiga bulan berlalu, perubahan sikap Sammy semain terlihat jelas. Terlalu sering janji-janji yang telah ia ingkari dan membuat Kayla menangis menahan pedih. Ia mencoba bersabar dan memahami keadaan Sammy yang baru memiliki bayi. Untuk meringankan kesedihan, Kyla menghabiskan waktu sendirian di mall. Sesekali membeli barangbarang yang ia suka. Lelah berkeliling dan hinggap dari tiap-tiap outlet, membuat kayla berhenti disebuah cafe dan memesan minuman penghilang dahaga. Sembari menunggu minuman datang, Kayla mencoba bbm Sammy. Menikmati cappucinno membuat dahaganya hilang. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu. Kayla melihat Sammy dengan keluarganya. Raut wajah mereka benar-benar sangat bahagia. sekali lagi air mata Kyla jatuh melihat Sammy dengan keluarga kecilnya. ======================== Setelah susah payah mengajak Sammy keluar, kini Kayla bisa bertemu dengan lelaki yang sangat ia cintainya itu. Beberapa saat tak ada satu pun kata yang keluar dari bibir mereka. Lama mereka hanya saling pandang. Kayla menghela nafas lau mulai angkat bicara. “Lama tak bertemu, aku sangat merindukanmu.” Serunya. “Kayla, aku...” “Biarkan hari ini aku yang berbicara.” Potong Kayla cepat. “Dengarkan aku, Kayla.”
“Tidak ! kamu yang harus dengarkan aku.” Serganya “Dulu kamu yang sudah menyelamatkan hidupku. Aku sangat berterima kasih, Sammy. Aku sangat mencintai kamu. Maafkan aku karna telah membuat kamu dalam situasi sulit.” Ujar Kayla dengan mata berkaca-kaca “Aku gak pernah menyalahkan kamu atas apa yang udah aku rasakan. Banyak luka dan air mata, itu karna kehendak ku sendiri yang memintamu menjadikan ku simpananmu. Tapi sungguh aku sangat bahagia.” tambahnya yang kini telah meneteskan airmata. “Kayla, aku sungguh sangat mencintai kamu. Tapi aku juga sangat mencintai keluargaku. Aku sungguh menyesal membuatmu menjadi seperti ini.” Sahut Sammy sembari menggenggam jemari Kayla. “Aku senang mendengar itu. Kali ini aku yang akan menyelamatkan hidupmu. Kita akhiri saja hubungan ini dan kamu harus berjanji untuk selalu membahagiakan istri juga anakmu.” Ujar Kayla sembari menyeka air mata lalu melangkah pergi meninggalkan Sammy yang terus berteriak memanggil namanya. The end
Part 10: 10. Musuhku, Kekasihku Setelah ku cium pipi kak Radith, ku melangkahkan kaki dengan santai menuju kelas. Tapi selama perjalanan, ku dapati banyak perbedaan. Hampir semua murid perempuan saling bergerombol dan berbicara heboh mengenai seseorang. Tapi siapa ? penasaran juga sih ! bergegas ku taruh tas di meja, lalu ku dekati segerombol anak-anak sekelas yang memang terkenal dengan genk bigos (biang gosip). “Ya ampun, kelas kita emang banyak malaikat yah ? liat aja setiap ada anak baru bertampang cool, pasti selalu bertengger di kelas ini. Sedangkan yang bertampang ½ manusia selalu bertumpuk di kelas XI 3.” ujar Chika semangat. “Ya iyalah ! malaikat juga kan pasti tau semua cewek-cewek cantik hanya ada di kelas ini. Apalagi gue gitu !” sahut Mela tak mau kalah. “Ngomongin siapa sih ?” tanyaku ikut nimbrung. “Selalu aja lo yang ketinggalan gossip ! selalu aja Al,Al, dan Al !” kata Rona sok manis. “Kelas kita bakal kedatangan cowok ganteng, Al. sumpah tu cowok keren banget.” ujar Chika antusias. “What ?? anak baru lagi ?” kataku tak percaya. “Al, lo di cariin pak Wawan !” seru Rani setelah berdiri di antara kami. “What ?? ada apaan ?” “Lo beruntung banget Al, lo di suruh pak Wawan nemenin anak baru buat keliling sekolah.” Jawab Rani iri. “What ?? gue ? kenapa harus gue ?” sahutku sedikit BT. “Harusnya lo seneng dong, gih buruan sana ! pak Wawan nunggu lo di lapangan basket indoor.” kata Rani.
Sumpah BT abis ! kenapa juga harus aku ? dengan langkah malas ku paksa kan kaki ini melangkah menuju lokasi. Ku lihat Pak Wawan berdiri dengan senyumanya sembari mengamati anak-anak tim basket bermain bola. Tapi ada satu cowok yang bermain dengan seragam sekolah. Dia seperti…… arghhh !! wajahnya tak terlalu jelas. Ya… emang cool sih ! postur tubuhnya tinggi dengan rambut yang sedikit di warnai pirang. Jadi mau lihat lebih dekat, kayak apa sih wajahnya ampe ngebuat sekolah heboh. “Akhirnya kamu datang juga.” seru pak Wawan membuyarkan lamunanku. “Maaf pak.” “Al, bapak mau minta tolong sama kamu. Keponakan bapak hari ini baru saja pindah kesini. Dia bilang, disini dia mengenal kamu makanya dia hanya mau diantar berkeliling dengan kamu.” ujarnya. “Kenal saya Pak ?” sahutku bingung. “Iya. sebentar bapak panggil dia dulu, Gilang !” serunya sedikit berteriak. OMG !! setelah dia menoleh, segera ku kucek kedua mataku lalu ku pejamkan sejenak. Dan ketika ku buka mata, dia telah berdiri di hadapanku sembari tersenyum. Dia…… gak mungkin !! “What ?? kenapa harus lo !!” pekik ku dan ia malah tertawa riang. “Ternyata penyakit lama belum hilang juga yah ! masih tetap ‘miss what’” katanya riang sembari mengelus rambutku. “Nah karna kalian benar-benar saling kenal. Tolong antar Gilang berkeliling yah, Al ? sampai ketemu di kelas nanti.” lalu pak Wawan melangkah menjauh. *** Ku hempaskan tas dan sepatu dengan liar, lalu segera ku baringkan tubuh dan membenamkan kepala di bawah bantal. hari ini benar-benar menjadi hari yang menyebalkan buatku. Bagaimana tidak ! musuh bebuyutanku kembali di kehidupanku dan pasti akan mulai merusak hari demi hari ke depan. Tapi…… kenapa aku juga merasa sedikit senang ya ? saat dia mengelus rambutku… “Ihhh… apaan sih gue !! Al, lo harus inget semua hal buruk yang dia kasih buat lo saat di SMP !! gara-gara dia satu sekolah jadi selalu manggil lo ‘miss what’ !!” ujarku pada diri sendiri “Kenapa coba tuh cowok harus pindah ke sekolah gue ! kayak di Jakarta gak ada sekolah lain aja ! sebel, sebel, sebel !!!”
Part 11: 11. Lembayung Ditengah Badai “Pulang kuliah, jadi kan mampir rumah lo, sob ?” tanya Vino sembari mengunyah. “Haruslah ! gue kan mau main ps 3 !” sambung Sam lalu menyeruput minumannya. “Emang lo mau main kaset apaan ?” celetuk Vino. “Resident Evil 5 dong ! kita main berdua yah ?” jawabnya cengengesan. “Ogah ! gue sih mau main bola. Nanti kita lanjutin perang kemarin yah, Bay ?” “Bayu !!” panggil Sam sembari menepuk bahu “Lagi liatin apa sih lo ? busyet deh, jangan bilang dari tadi loe gak dengerin omongan kita ?” tambanhnya.
“Alah, paling cuma ngomongin ps 3 gue ! ya udah ah, gue cabut dulu.” ujarnya lalu beranjak dari kursi. “Lah sob, gimana main PS-nya ?” sergah Vino. “Nanti malam !” jawabnya tanpa menoleh. “Mau kemana sih tuh anak ? buru-buru amat kayaknya.” tanya Vino. “Yee… Onta ! mana gue tau ! emang gue peramal !” jawab Sam sekenanya. *** Bayu berjalan lambat membuntuti seorang gadis pendiam yang beberapa hari ini membuat jiwanya penasaran. Melihat gadis itu menaiki taxi, Bayu segera mengendarai mobilnya dan tetap mengatur jarak. Berhenti di tempat yang sangat indah. Hamparan pasir putih dan gelombang air menjadi pemandangan yang paling menyita bola mata. Gadis itu berdiri berjam-jam menatap hamparan air yang melimpah. Matahari yang perlahan mulai di telan bumi, menjadi saksi atas tingkah Bayu beberapa hari ini. Gadis itu mulai duduk dan menopangkan dagu di atas dua dengkulnya. Bayu pun ikut duduk di hamparan pasir. Saat matahari telah hilang seutuhnya, gadis itu membenamkan wajahnya dan terdengar isak tangis. Tepat saat jam tangan menunjukkan pukul 20:00, gadis itu berdiri lalu beranjak pergi. *** “Lo kemana tadi malam, bay ? katanya tadi malam kita main ps, tapi lo sendiri aja gak ada dirumah !” tanya Vino sembari duduk. “Bay ? lo liatin apaan sih ?” sentak Sam. “Absenin gue yah ?” serunya sembari berlari menjauh. “Bay !! Bayu, lo mau kemana ?” teriak Vino bingung “Ada apa sih ama tuh anak ? aneh banget !” tambahnya. “Mana gue tau ! alah, ntar juga dia bakal cerita. Ya udahlah, ke kantin yuk ?” ajaknya sembari merangkul. “Ke kelas onta ! kantin mulu !” jawab Vino sembari menjitak kepala sam. “Eh iya ya. Ya udah ayolah bro.” *** Bayu membuntuti gadis berambut panjang itu sepanjang jalan trotoar. Langkah gadis itu selalu terlihat gontai dan seakan tak peduli dengan keadaan sekitar. Ini sudah minggu ke empat bayu mengikuti langkah gadis itu pergi, tiba-tiba di tengah jalan ia melihat gadis itu berhenti melangkah lalu menutupi kedua telinganya. Bayu yang sedikit bingung mencoba tetap mengatur jarak, karna kejadian itu sering terjadi bila terdengar suara sirene ambulans. Namun saat tubuh gadis itu mulai limbung, bayu dengan sigap segera menopang tubuh itu. “Kamu gak apa-apa ?” tanya bayu sedikit berteriak karena suara sirene ambulans yang tepat berada di sampingnya. Namun gadis itu hanya menutup mata dan kian menutupi telinganya dengan rapat sembari menangis “Hey, kamu baik-baik saja ?” tanya bayu ulang namun gadis itu malah berlari menjauh “Aneh !” tambahnya kemudian menghubungi seseorang dan setelah tersambung “Vino, lo bawa motor gue balik yah. gue ada urusan dan gak bisa balik lagi ke kampus.” ujarnya kemudian langsung memutuskan sambungan.
Part 12: 12. Salah Jatuh Cinta “Mmmm… emang bener deh, jus nangka paling enak diminum panas-panas terik gini.” ujar gadis cantik namun dengan penampilan sedikit mencolok kearah pria. “Maaf non, ini sudah gelas yang ke empat. Sebaiknya non jangan terlalu banyak minum jus nangka karena kurang baik bagi kesehatan.” saran ibu pemilik warung di kantin. “Ibu tenang saja, saya sudah terbiasa dengan buah nangka.” jawabnya enteng. “Dia sih emang susah banget kalau di bilangin, cuma bikin cape hati ama otak doang !” ujar sedikit kesal seorang cowo dengan tubuh tegap sembari duduk. Tawa meledak mengelegar memenuhi ruangan sekantin, tiap mata serempak mencari untuk melihat siapa yang membuat gaduh kantin. Banyak kepala yang segera menggeleng ketika telah mengetahui siapa yang tertawa layaknya kuntilanak yang baru lepas dari kuburan. Beberapa dari mereka ada yang langsung menggunakan headset dan menyibukkan diri dengan obrolan yang di tambah volumenya. Rafa prasatria, adalah sahabat yang paling terdekat dengan Naviara Esarina. Atau bisa di bilang hanya Rafa yang mau dekat bahkan berteman dengan Aray. Begitulah biasanya gadis tomboy itu di sapa seantero sekolah. Kegiatan rutin Rafa saat Aray tertawa terbahak-bahak adalah dengan membekap mulutnya, karena hanya dengan cara itu Aray baru berhenti dari tertawanya. Sebenarnya Aray adalah gadis cantik nan baik hati namun kecantikannya selalu tertutupi dengan penampilannya yang mencolok serta condong pada pria. Dan hanya Rafa yang selalu nekat memanggil Aray dengan Viara, walaupun Aray selalu saja menolaknya. Mereka berteman sejak SMP dan saat acara perpisahan itulah pertama kalinya Aray menggunakan gaun wanita. Dari sana hati Rafa mulai bergetar namun hingga SMA kelas dua, rasa itu tak pernah terungkap dari bibirnya. “Gila kali yah lo ? sadar woy, lo itu cewek !!” ujarnya sembari mengendarai mobil “Gak bisa ya sedikit aja bersikap layaknya anak perempuan ? lo tuh sebenarnya cantik, coba aja sedikit dandan. Gue yakin bakalan banyak cowok yang nguber lo !” tambah Rafa namun hanya di balas dengan kebiasan buruk Aray yang lain yaitu ngupil. “Gila kali ya lo ? gak cape yah tiap pulang sekolah selalu ngomong kayak gitu ? gue aja yang denger udah bosen !” jawabnya sembari memeperkan upil di pintu mobil. “VIARA !!” teriaknya kesal melihat kelakuan buruk sahabatnya sembari ngerem “Ini tuh mobil gue Viara, bukan mobil nenek moyang lo !!” ujarnya sembari menghadapkan tubuh Aray dan menatap tajam matanya lalu terdiam sejenak “Viara, gue… gue… “ “Apaan sih, jangan acting jadi orang gagap deh !” potongnya sembari melepas diri dari tangan Rafa “Ayo, lanjutin ! lo mau ngomong apa ?” pinta Aray. “Mungkin saatnya gue bilang semua perasaan ini.” Batinnya “Gue harap setelah semua yang akan gue katakan. Persahabatan kita gak akan berakhir. Gue mau bilang, kalau sejak acara perpisahan SMP… gue… gue udah say… “ “Tunggu Raf, kayaknya itu bapak tua penjual nangka langganan gue dah !” pikir Aray sejenak “Bener ! tunggu bentar, kita lanjutin lagi nanti. Gue mau beli nangka dulu untuk persediaan di kukas.” ujarnya lalu membuka pintu mobil tanpa menunggu jawaban. “Slalu aja ! mungkin memang bukan waktu yang tepat !” keluhnya kesal.
*** “Non ini keripik dan jus nangkanya.” ujarnya sembari meletakkan dimeja “Tadi Den Arya menelephone, katanya …… “ tiba-tiba ucapannya terpotong bunyi bel. “Bibi, buka dulu gih.” perintahnya lalu kembali menikmati tayangan bola favoritnya di temani dengan cemilan kegemarannya. “Turunin kakinya !! lo bukan lagi di warteg, Viara !!” teriaknya dengan nada marah “Dan tolonglah kurangi kebiasaan nonton bola, coba untuk nonton sinetron ! tambahnya.
Part 13: 13. Rahasiamu, Airmataku “Kamu sudah besar sekarang. Pasti sekarang kamu sudah bisa mengurus diri sendiri dan mengurus adikmu.” sembari mengelus lembut rambutku. “Tentu bu, Reta kan sudah kelas 2 SMA. Bu, impian Reta adalah ibu terus disamping Reta sampai Reta memberikan cucu untuk ibu.” kataku sambil tersenyum. “Amin. Ibu juga ingin terus mendampingimu ketika kelak kamu menikah dengan seseorang. Ibu juga ingin menimang cucu dari kamu nanti.” “Reta juga ingin gaji pertama Reta untuk ibu. Ibu janji kan sama Reta kalau Ibu akan terus mendampingi Reta sampai impian Reta tercapai.” tanyaku sambil menatap serius. “Insya Allah. Ibu tidak bisa berjanji Reta. Tapi ibu akan berusaha, kamu harus terus mendoakan ibu ya ? ibu sangat menyayangi kamu dan adikmu.” katanya sambil berjalan menjauh. “Bu, mau kemana ? Bu…. Ibu… IBU…… !!!” teriakku. “Ta, bangun Ta.” “Huft… Huft… Bulek, mana Ibu ?” tanyaku masih dalam nafas yang tersengal-sengal. “Tenang dulu Ta, Minum dulu ini.” sambil menyodorkan gelas berisi air putih. Ku teguk air putih dan menstabilkan nafas “Astagfirullah, Ibu kan masih dirumah sakit ya, Bulek ? apa tadi Ibu sudah menelphone ?” “Sudah, tapi Bulek bilang kamu lagi istirahat siang. Sudah sore, sebaiknya kamu cepat mandi kemudian baru telephone Ibumu.” ujarnya sambil berjalan keluar dari kamar. “Aneh, kenapa tiba-tiba aku mimpi seperti itu. Mungkin itu hanya mimpi buruk saja.” kataku pada diri sendiri sambil berjalan menuju kamar mandi. Dalam rumah sakit islam Jakarta kamar arafah atas nomor 16, orangtua Reta sedang berbincang serius mengenai penyakit yang diderita ibunda Reta. Terdengar sesekali ada suara teriakan yang tidak terlalu keras. “Mana bisa seperti itu, lalu untuk apa kamu dirawat disini ?” ujar Ayah Reta sedikit marah. “Tapi mas, aku takut. Tolonglah mas, izinkan keputusanku. Aku mohon, mas ?” pintanya sedikit memaksa.
“Pikirkan lagi keputusanmu.” katanya sambil berjalan keluar. *** Setelah pulang dari sekolah, aku, Riko adikku dan bulekku sedang bersama menikmati tayangan di televisi. Kebetulan saat itu sedang ada tayangan film komedi. Ditengah riuh tawa yang lain, aku hanya ikut tersenyum sembari cemas memikirkan keadaan Ibuku dirumah sakit. Aku sangat ingin menjenguknya, namun kedua orangtuaku tidak pernah mengizinkannya dengan alasan sekolah. Tak lama aku mendengar suara Ayahku yang mengajakku dan adikku kerumah sakit saat dia baru membuka pintu rumah. Tentu mendengar perkataan itu aku bukan hanya bahagia lalu dengan perasaan riang bergegaslah aku berganti pakaian. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku benar-benar tidak sabar karena akan segera bertatap wajah dengan Ibuku yang sudah seminggu lamanya tidak bertemu. Perlahan berjalan melewati tiap lorong rumah sakit hingga mendapati tulisan arafah atas no 16 didepan pintunya. Aku segera membuka pintu itu dan melihat Ibuku sedang duduk menyender pada bantal dengan tangan di infus. “Bu ?” panggilku penuh rindu. “Reta, Riko, kalian sudah datang ? Ibu rindu sekali pada kalian.”
Part 14: 14. Bad Day Alarm yang kupasang mengerjakan tugasnya hingga membuat aku terlonjak dari dalam mimpi. Aku bergegas mempersiapkan diri untuk memenuhi janji, tapi rasanya hari ini aku malas. Rasa kantuk masih menggelanyuti pelupuk mataku. Kulihat jam yang telah menunjukkan jam 9 dan ku sambar ponsel. To : Nathan From : Vica Udah rapi belom ? Gua udah siap nih. To : Vica From : Nathan Lagi pake sepatu. To. : Nathan From : Vica Oke. Trus gua yang kesana atau lo yang kesini ? Paling sebel kalo dapet sms isinya nggak komplit. Tapi belom kelar aku mendumel, suara klakson motor yang tak asing ditelinga berbunyi. Ya aku tau dia sudah ada didepan rumahku. Rasanya hari ini ribet banget. Perasaan nggak banyak barang yang kubawa tapi kenapa kedua tanganku penuh barang. Huftt.... Ide cemerlang mendadak muncul. Aku tersenyum sembari membuka resleting ransel Nathan lalu tanpa permisi kumasukan mapku kedalam. Akhirnya tangan kananku bebas. Kupasang slayer tanpa lupa memadukan dengan helm. Biar nggak ditilang pak polisi. Hehehe....
"Apa yang lo masukin kedalam tas gua ?" Tanya dia tanpa menoleh karna fokus pada jalanan. "Gua naroh map ditas lo." Sahutku dan dia hanya mengangguk. Sepanjang perjalanan aku sibuk dengan ponsel. Sibuk berbalas bbm dengan Tiara. Salah seorang teman janjiku juga hari ini. Dia sudah sampai di lokasi pertemuan kita, dan saat aku ingin memberitahu lokasiku saat ini dengan tiba-tiba laju motor mulai pelan dan akhirnya menepi. "Gasnya nggak narik." Katanya memberitahuku. Oke, ini sudah yang kesekian kalinya motor kaze tua milik Nathan selalu membuatku terdampar dipinggir jalan "Businya cek." Sahutku enteng lalu kembali pada layar ponsel. Dan Nathan mulai beraksi dengan peralatan yang ia simpan dibawah jok. Apapun yang dilakukannya, aku nggak ngerti. Tapi aku berdoa motor ini segera hidup. "Nggak bisa juga. Disini ada bengkel nggak ?" Sudah kuduga, harus membeli busi baru "Lo jalan dikit juga bakal nemuin bengkel." "Lo nggak apa-apa gua tinggal sendiri ?" "Nggak masalah, asal jangan lama-lama." Ingatku dan sebelum ia berlari "Ada duitnya nggak ?" Timpalku membuat ia menoleh dan sembari tersenyum menyambar uang lima puluh ribuku. Mengusir rasa bosan, aku menyibukkan diri kembali dengan ponsel, tapi tingkah seseorang yang tak jauh dariku membuat rasa penasaranku untuk memperhatikannya. "Apa yang dia lakuin ?" Tanyaku pelan pada diri sendiri "Buat apa laki-laki tua ngumpulin buah ceri ? Buat makan ? Ya ampun, kasian banget." Ujarku mulai iba. "Udah berapa banyak yang negor ?" Tanyanya sembari nyodorin duit lima puluh ribu. "Nggak ada businya ?" Sembari senyum ia menunjukkan busi baru "Masih murah harganya." Sahutnya lalu sibuk dengan motornya "Tetep nggak bisa, harus dibawa kebengkel." Timpalnya. Melihat tukang bengkel dan Nathan membahas kerusakan motor, aku memilih untuk mengambil ponsel dan mengabari Tiara. Karna sepertinya rencana hari ini harus batal. Kemudian kulihat Nathan menghubungi seseorang dari ponselnya.