TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR F2 ISOPROSTAN URIN TIKUS WISTAR (Rattus Norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
WIDYA ANASTASIA RIADY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR F2 ISOPROSTAN URIN TIKUS WISTAR (Rattus Norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
WIDYA ANASTASIA RIADY 1390761020
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR F2 ISOPROSTAN URIN TIKUS WISTAR (Rattus Norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
WIDYA ANASTASIA RIADY NIM : 1390761020
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 15 Desember2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,Sp.And,FAACS NIP : 194612131971071001
Prof.dr. I Gusti Made Aman,Sp.FK NIP194606191976021001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,Sp.And, FAACS NIP : 194612131971071001
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S (K) NIP:195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 15 Desember 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 4162/UN14.4/HK/2014 Tanggal :
31 Oktober 2014
Penguji Tesis adalah: Ketua : Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila,SpAnd,FAACS Anggota : 1. Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK 2. Prof. Dr. dr.J . Alex Pangkahila, MSc, Sp And 3. Prof. Dr. dr. N Adiputra, MOH 4.Dr.dr.Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karuniaNya tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana) menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urin tikus (Wistar) yang dipapar asap rokok” dapat diselesaikan dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti AgingMedicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman yang dapat memperkaya wawasan serta menjadi pengalaman berharga dalam proses pembelajaran hidup penulis, baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dan selalu ada pada saat-saat yang sulit. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) selaku Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr. Made Budiarsa, M.A selaku Asdir I dan Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, MS selaku Asdir II. 2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku pembimbing I, dan juga selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah banyak sekali memberikan dorongan, bimbingan dan masukan yang teliti dan sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini.
3. Prof. dr.I. Gusti made Aman,SpFK, selaku pembimbing II, yang telah dengan sabar memberikan dorongan, semangat, masukan dan saran ilmiah kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 4. Prof. DR. Dr.N. Adiputra, MOH, selaku penguji yang dengan bersemangat membimbing dan memberi pengajaran teknis menulis ilmiah yang baku, membantu penulis dalam memahami metodologi penelitian yang sangat dirasakan manfaatnya pada penulis selama penyusunan tesis ini. 5. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, Msc, SpAnd, selaku penguji yang telah banyak memberikan perhatian yang begitu besar, bimbingan dan masukan yang sangat teliti terutama mengenai metodologi penelitian kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 6. Dr. dr. Ida Sri Iswari, MKes, SpMK, selaku penguji yang banyak sekali membimbing dan memberikan masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyususnan tesis ini. 7. Bapak Prof.Dr.Ir.I.B.Manuaba dari bagian Analisis Pangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membantu selama proses pemeriksaan kadar F2 Isoprostan Urin tikus yang digunakan penulis untuk mendapatkan hasil tesis ini. 8. Bapak I Gede Wiranatha selaku staf di Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak membantu selama melakukan penelitian di Bagian Farmakologi FK Universitas Udayana. 9. Drs. I. Ketut Tunas, M.Si yang telah banyak membantu memberikan masukan dan saran ilmiah terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini.
10. Bapak Surya, bagian Teknologi Pangan Universitas Udayana yang telah membantu dalam pembuatan ekstrak kulit buah manggis bagi penulis. 11. dr. I Made Oka Negara dan seluruh staf bagian Anti Aging Medicine serta temanteman mahasiswa Program Magister Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine angkatan 8 atas doa, semangat dan dorongannya. 12. Keluarga besar tercinta, Mom dan Pap, koko Indra, cici Rilya, Adik Obert, Ma dan Kong, William, Ie Rita, daddy dan Beatrice atas doa, dukungan, pengertian dan selalu memberikan dorongan selama penulis menempuh pendidikan ini. Penulis juga sangat berterima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini akan banyak bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Denpasar, 15 Desember 2014
Penulis
ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR F2 ISOPROSTAN URIN TIKUS WISTAR (Rattus Norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK Radikal bebas adalah salah satu penyebab penuaan dini dan terjadinya stress oksidatif. Rokok dapat menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menyebabkan stress oksidatif, sehingga tubuh memerlukan antioksidan agar dapat mencegah dan meredam radikal bebas tersebut. Salah satu zat yang memiliki kapasitas sebagai antioksidan adalah ekstrak kulit buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urin tikus wistar yang dipapar asap rokok. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pre test-post test control group design yang dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, pada bulan Oktober-November 2014. Penelitian menggunakan tikus (Wistar) jantan yang dipapar asap rokok. Penelitian ini menggunakan 16 ekor tikus wistar sebagai sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol yang dipapar asap rokok dan diberikan aquabides. Kelompok 2 adalah kelompok perlakuan yaitu dipapar asap rokok dan diberikan ekstrak kulit buah manggis 40 mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok kontrol terdapat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urin dari 1,84±0,03 ng/ml menjadi 3,13±0,04 ng/ml sedangkan pada kelompok perlakuan tidak terdapat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urin yaitu 1,81±0,04 ng/ml menjadi 1,81±0,02 ng/ml. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan, terdapat penurunan F2 Isoprostane secara bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol yaitu sebesar 41,29% (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit buah manggis pada 16 tikus wistar yang dipapar asap rokok selama 14 hari dapat menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urin dibanding plasebo. Hasil ini dapat dilanjutkan dengan penelitian terhadap manusia
Kata kunci : ekstrak kulit buah manggis, kadar F2 Isoprostan urin, asap rokok, tikus
ABSTRACT ADMINISTRATION OF ETHANOL EXTRACT OF MANGOSTEEN PERICARP (GARCINIA MANGOSTANA) INHIBITS INCREASE OF URINE F2 ISOPROSTANE LEVEL IN WISTAR RATS (RATTUS NORVEGICUS) WAS EXPOSED BY CIGARETTE SMOKE Free radical are one of the causes of premature aging and oxidative stress. Smoking can cause Reactive Oxygen Species (ROS) that can cause oxidative, therefore the body needs antioxidant so that it can prevent and minimize the free radicals. One substance that have a very good antioxidant is the extract of gracinia mangostanapericarp. This study aims to prove the mangosteen pericarp extract inhibits increase urine F2 Isoprostane level in wistar rats exposed by cigarette smoke. This experimental study has been conducted as pre test - post test control group design at Department of Pharmacology Faculty of Medicine, University of Udayana, in October-November 2014. The research using male rats (Wistar) were exposed to cigarette smoke. This study using 16 white rats as a sample that was divided into 2 groups. Group 1 was the control group which were exposed to cigarette smoke and administered aquabides. Group 2 is the treatment group was exposed to secondhand smoke and mangosteen extracts administered 40 mg / kgBB. The results showed that in the control group there were increased levels of F2 Isoprostane of 1,81 ± 0.03 ng/ml to 3,13 ± 0.04, while in the treated group there were no increased levels of F2 Isoprostane of 1,81 ± 0.04 to 1,81 ± 0.02. This means statistically evaluated that the decrease in F2 Isoprostane in the treated group was significantly different than the control group is 41,29% (p <0.05). This study concluded that administration of Garcinia Mangostana Pericarp extract to the 16 wistar rats that were exposed to cigarette smoke for 14 days blocks the increase in F2 Isoprostane urine compared to placebo. This study can be continue to human test. Keywords: Mangosteen extract, F2 Isoprostane levels, cigarette smoke, rats.
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM .......................................................................................................... i PRASYARAT GELAR ................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS..... ..................................................... …….iv UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... ……v ABSTRAK ....................................................................................................................viii ABSTRACT .......................................................................................................... …….ix DAFTAR ISI ………………………………….……………………......................... ….x DAFTAR TABEL ................................................................................................ ……xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ……xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................………xv DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………………… …..xvi BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 01 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................08 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................... 08 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 09 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan..................................................................................................................... 10 2.2 Rokok……………….……..……………………………….....................................14 2.3 Radikal Bebas .......................................................................................................... 19 2.4 Stress Oksidatif......................................................................................................... 25 2.4.1 Asap Rokok Menyebabkan Stres Oksidatif .......................................................... 26
2.5 Biomarker F2 isoprostan…………………………………….…..............................28 2.6 Antioksidan .............................................................................................................. 31 2.7 Manggis ……………………………………………………………....................... 35 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1Kerangka Berpikir..................................................................................................... 47 3.2Konsep....................................................................................................................... 50 3.3Hipotesis Penelitian................................................................................................... 50 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Rancangan Penelitian................................................................................................ 51 4.2Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………....................……52 4.3Populasi dan Besar Sampel...............................................................................…… 52 4.4Variabel Penelitian.................................................................................................... 54 4.5 Alat dan bahan.................................................................................... ................... 56 4.6 Prosedur Penelitian…………………………………………………...................... 59 4.7 Alur Penelitian ......................................................................................................... 62 4.8 Analisis Data………………………………………………………........................ 62 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Normalitas Data ……………………………………………………................ 64 5.2Uji Homogenitas Data Antar kelompok.................................................................... 65
5.3 Uji Komparabilitas Data.......................................................................................... 66 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Subjek Penelitian..................................................................................................... 69 6.2 Paparan asap rokok sebagai penyebab meningkatnya F2 Isoprostan...................... 70 6.3 Ekstrak kulit manggis menghambat peningkatan F2 Isoprostan Urine ..…............ 70
6.4 Manfaat kulit manggis dalam kaitannya dengan Anti Aging Medicine ................. 72 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ……………………………………………………….............................. 74 7.2 Saran………………………………………………………………......................... 74 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…............. 75 LAMPIRAN.................................................................................................................. 84
Daftar Tabel
2.1 Spesific Oxygen Reactive ……….……………….…………..............................
24
2.2 Xanton Diisolasikan Dari Kulit Manggis……………….…………………......... 40 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Urine ........................................
64
5.2 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ....................................................
64
5.3 Hasil Uji Komparabilitas Antar Kelompok Sebelum Diberi Perlakuan ............... 65 5.4 Hasil Uji Efek Perlakuan Antar Kelompok Sesudah Diberi Perlakuan ................ 66 5.5 Perbandingan Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sebelum & Sesudah ......... 67
Daftar Gambar
2.1 Ketidakseimbangan Ros Dan Antioksidan…..…………………………….......... 20 2.2 Pohon Garcinia Mangostana (A), Penampilan Buah Manggis(B) DanStruktur Kimia Xanthones (C)............................................................................................. 37 3.1 Bagan Konsep Penelitian………………………………………………….........
49
4.1 Rancangan Penelitian……..………………………………..………….…...........
50
4.2 Stadia Kematangan Manggis ……………………………………………...........
57
4.3 Alur Penelitian ………………………………………………………….............
61
5.1 Perbandingan Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sebelum Dan Sesudah…..
67
DAFTAR LAMPIRAN 1.1 Lampiran 1 ………………………………………………………………… 1.2 Lampiran 2 ………………………………………………………………… 1.3 Lampiran 3 ………………………………………………………………… 1.4 Lampiran 4 ………………………………………………………………… 1.5 Lampiran 5 …………………………………………………………………
83 83 84 86 87
DAFTAR SINGKATAN
AAM
: Anti Aging Medicine
BPS
: Badan Pusat Statistik
CO
: Karbon Monoksida
CO2
: Karbondioksida
DHEA
: Dehydroepi Androstenedione
DMT2
: Diabetes Mellitus T2
DNA
: Deoxyribonucleic Acid
dpl
: Dibawah permukaan laut
DPPH
: Difenil-1-pikrilhidrazil
EC 50
: Efective Concentration
H2O
: Hidrogen Peroksida
H2O2
: Hidrogen Peroksida
IC50
: Inhibition Concentration
KAP
: Kedokteran Anti Penuaan
LAMBANG MM
: Milimeter
NOX
: Nitrit Oksida
O2
: Oksigen
OH
: Hidroksil
ONOO
: Peroksinitrit
Pb
: Timah Hitam
PUFA
: Polyunsaturated Fatty Acid
ROS
: Reactive Oxygen Species
SOD
: Superoxie Dismutase
SOR
: Species Oxygen Reactive
SOX
: Sianida
WHO
: World Health Organization
α
: alfa
β
: beta
γ
: gama
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penuaan merupakan kodrat alami dan fisiologis yang pasti akan di alami oleh setiap mahluk hidup termasuk manusia. Setiap mahluk hidup pasti akan menjadi tua yang menyebabkan
menurunnya
kemampuan
fungsi
tubuh
maupun
organ
serta
meningkatnya kelemahan yang menyebabkan munculnya berbagai macam upaya dan ketertarikan
orang
untuk
memperlambat
proses
penuaan.
Seiring
dengan
berkembangnya ilmu Anti Aging Medicine maka terciptalah suatu konsep baru di dalam dunia kedokteran. Anti Aging Medicine adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan kembali berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit ke keadaan semula yang berkaitan dengan penuaan yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat dan meningkatkan kualitas hidup (Pangkahila, 2011). Ada banyak faktor yang menyebabkan di mana orang menjadi tua, tetapi secara garis besar faktor-faktor itu dapat dikelompokan menjadi dua faktor yaitu faktor eksternal seperti gaya hidup yang salah, diet yang salah, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah seperti merokok, minum alkohol, lingkungan yang tidak baik misalnya pencemaran lingkungan akibat paparan asap kendaraan bermotor dan paparan sinar matahari, pemakaian obat yang tidak terkontrol serta kemiskinan dan faktor
internal seperti stress psikis, genetik dan organik terutama hormonal (Pangkahila, 2011). Pada saat ini banyak teori yang telah menjelaskan tentang penuaan tetapi belum terbukti sepenuhnya di mana masing-masing teori saling melengkapi. Teori yang paling sering dibahas yaitu teori radikal bebas yang dikemukakan oleh Gerschman pada tahun 1954 dan kemudian dikembangkan oleh Denham Harman pada tahun 1982. Teori ini menekankan dimana radikal bebas dapat merusak sel tubuh manusia. Penimbunan dari radikal bebas akan menyebabkan stress oksidatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan bahkan kematian sel yang ada di dalam tubuh (Goldman dan Klatz, 2003). Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul lain. Pada konsentrasi yang tinggi radikal bebas dan sejenisnya sangat berbahaya bagi tubuh di mana dapat merusak bagian pokok dari sel, mengganggu produksi normal DNA, merusak lipid pada membran sel dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sebenarnya tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas itu, hanya saja apabila jumlahnya terlalu berlebihan sehingga kemampuan tubuh untuk menetralisir radikal bebas tersebut akan semakin berkurang ( Anonim, 2013). Radikal bebas ada dua jenis di mana dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Pada proses metabolisme tubuh yang normal akan menghasilkan radikal bebas misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme , proses inflamasi. Sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makan makanan yang berlemak, kopi,
alkohol, obat, minyak goreng jelantah, bahan racun peptisida dan masih banyak lagi (Pham-Huy et al., 2008). Salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan meningkatnya radikal bebas dalam tubuh antara lain tingkat polusi udara yang tinggi seperti akibat paparan asap rokok. Asap rokok merupakan salah satu penyebab pencemaran udara di dunia dan sebagai salah satu sumber dari radikal bebas selain karena asap kendaraan bermotor, bahan kimia, pabrik dan radiasi ion. Hal ini disebabkan oleh karena semakin meningkatnya perokok di dunia. Merokok merupakan hal umum yang terjadi di seluruh dunia, di mana sebesar 36,1% dari populasi penduduk Indonesia merokok baik rokok dalam bentuk rokok tembakau biasa maupun rokok smokeless, di mana 67,4% perokok merupakan laki-laki dan 32,6% perokok merupakan wanita. Indonesia memiliki persentase perokok paling tinggi di Asia Tenggara dan menempati urutan kelima tertinggi dalam mengkonsumsi tembakau sejak tahun 2004 (Kosen et al., 2011 dan KPAI, 2013). Berbagai macam polutan yang disebabkan oleh polusi asap rokok ini dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit seperti bronchitis kronik, penyakit jantung, kanker paru, aneurisma aorta, bronchopneumonia, asthma bronchiale, kanker pada mulut, laring dan faring, esofagus, pankreas, tuberkulosis, dan penyakit saluran nafas lainnya (Fowles dan Bates, 2000). Polutan akibat paparan asap rokok ini juga dapat menimbulkan terjadinya ROS (Reactive Oxygen Species) dan stress oksidatif melalui mekanisme pengrusakan makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lipid. Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai misalnya peroksidasi lipid dari membran sel, mengubah
fungsi
mitokondria,
menurunkan
enzim
NADPH-oksidase
mengaktivasi sel–sel inflamasi bahkan menyebabkan kematian sel
serta
yang akan
meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk peroksidasi lipid yang berdampak merusak komponen membran sel yang mengandung (polyunsaturated fatty acid) atau asam lemak tak jenuh ganda (Murray et al., 2000). Dalam proses merokok terjadi proses reaksi pirolisis akibat pemanasan yang menyebabkan pecahnya struktur kimia dari rokok menjadi senyawa kimia lain yang strukturnya sangat kompleks. Asap rokok ini juga mengandung begitu banyak bahan kimia yang sangat berbahaya untuk tubuh seperti : nikotin, tar, nitrosamin. Selain itu juga rokok mengandung berbagai bahan karsinogen dan mutagen berupa : polonium, benzopyrene, dimethylbenz anthracene, dimethylnitrosamine dan napthalene. Senyawa asap rokok yang terbentuk akibat reaksi bersama dengan O2 adalah gas CO2, H2O, NOX, SOX dan CO. Zat-zat yang terkandung ini beracun karena menimbulkan efek inflamasi dan radikal bebas, yang menyebabkan proliferasi dan aktivasi dari fagosit pada paru dan seluruh tubuh yang dapat menurunkan efek dari antioksidan (Bindar, 2000; KPAI, 2013). Terdapat banyak biomarker untuk mengevaluasi keadaan di mana terjadinya stres oksidatif. Penelitian terakhir menyatakan bahwa senyawa F2 Isoprostan akurat dalam mengukur
peroksidasi lipid (Milne et al., 2007). Pengukuran F2 Isoprostan
menggunakan metode spektrometri masa yang telah digunakan luas sebagai biomarker peroksidasi lipid yang terbaik. F2 Isoprostan merupakan Gold standard dari pemeriksaan stres oksidatif, karena prosedur dan tekniknya lebih mudah dibandingkan dengan teknik yang lain, di mana sampel dapat di ambil dari urin sehingga tidak memerlukan tindakan invasif. F2 Isoprostan dan metabolitnya dapat diukur secara
akurat dalam plasma, urin dan cairan tubuh lain dan telah banyak dipublikasikan (Halliwell dan Lee., 2010). Secara alami tubuh kita dapat menghasilkan antioksidan. Namun sejalan dengan bertambahnya usia kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan alami pun akan semakin berkurang. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif, yaitu suatu keadaan di mana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Akibatnya intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Stres oksidatif adalah penyebab utama penuaan dini dan timbulnya penyakit kronis seperti kanker, penyakit jantung, alzheimer, dan lain-lain (Bagiada et al., 2005). Untuk menghambat proses penuaan dan mengurangi stres oksidatif diperlukan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh (Pangkahila, 2011), di mana antioksidan bekerja dengan cara menghambat oksidasi dan bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil (Utami et al., 2009). Antioksidan ada yang berasal dari dalam tubuh dan ada juga yang berasal dari luar tubuh. Antioksidan yang berasal dari dalam tubuh misalnya super okside dismutase (SOD), catalase, peroxidase dan gluthatione. Sedangkan yang berasal dari luar tubuh seperti vitamin A, C, E, selenium dan berbagai carotenoid, flavanoid , polyphenol dan anthocyanin yang terdapat didalam berbagai sayur mayur dan buah-buahan (Devasagayam, 2004). Indonesia memiliki berbagai macam kekayaan keanekaragaman hayati berupa ratusan bahkan ribuan jenis tumbuh tumbuhan berupa buah-buahan dan sayur mayur yang sangat kaya akan antioksidan alami yang terkandung di dalamnya yang dapat
dipergunakan sebagai obat. Salah satu buah tersebut adalah buah Manggis (Garcinia Mangostana), terutama pemanfaatan kulit buahnya yang selama ini dibuang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai obat. Manggis adalah salah satu buah yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis di kawasan Asia Tenggara di mana salah satunya yaitu negara kita yaitu Indonesia. Seperti yang kita ketahui permintaan buah manggis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah manggis (Nugroho, 2007). Kulit buah manggis mengeksudasikan resin kuning yang kaya akan xanton (Akao et al., 2008). Xanton adalah kelompok pigmen kuning yang terdapat pada beberapa famili tanaman tinggi, jamur dan tanaman lumut. Mangostin adalah unsur xanton utama yang terdapat pada tanaman manggis terutama kulit buahnya. Terdapat 50 jenis xanton alami yang dilaporkan terdapat pada manggis. Xanton telah diisolasi dari buah, kulit dan daun dari manggis (Suksamranm et al., 2006). Kulit manggis yang telah diekstraksi ditemukan kandungan xanton 95%, juga isoflavon, tanin, flavanoid, vit c, fenol dan antosianin yang merupakan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi (Priya et al., 2010). Penelitian telah dilakukan untuk melihat aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan kulit buah manggis. Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawa-senyawa itu yang menunjukan aktivitas tertinggi adalah : 8hidroksikudraxanton, gartanin, garcinon E, garcinone D, α-mangostin, γ-mangostin, βmangostin, mangostinon, smeathxanton, tovophyllin A. Tetapi yang senyawa yang memiliki aktivitas tertinggi adalah α mangostin, β mangostin dan garcinone (Jung et al., 2006). Beberapa penelitian In vitro menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu meredam radikal bebas misalnya, penelitian dengan menggunakan 1,1
diphenyl-2-2.picrylhydrazy (DPPH) sebagai radikal bebas menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu meredam radikal dengan inhibition concentration 50% (IC50) sebesar 5,94 µg/ml (Palakawong et al., 2010). Penelitian Mardewati et al. (2008) , menguji aktivitas ekstrak methanol kulit buah manggis dengan menggunakan DPPH sebagai sumber radikal bebas didapatkan IC50 8,00 mg/ml dan dengan menggunakan fraksi ethanol 9,26 mg/ml dan dengan menggunakan fraksi etil asetat 29,48 mg/ml. Panupon et al. (2014), mengekstrak kulit buah manggis dengan ethanol 95% dengan cara maserasi dengan menggunakan DPPH didapatkan aktivitas antioksidannya IC 50 14,24 mg/ml yang mengindikasikan sebagai antioksidan yang baik dan kuat dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai. Semakain kecil nilai IC 50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Mardewati et al., 2008). Banyak penelitian tentang peranan radikal bebas dan antioksidan dalam menimbulkan kerusakan sel atau jaringan umumnya tidak langsung dikaitkan dalam patofisiologi kerusakan jaringan. Adanya komponen antioksidan xanton, isoflavon, tanin dan flavonoid dalam kulit manggis dapat menurunkan kadar radikal bebas yang banyak terdapat pada asap rokok sehingga dapat menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan urin. Dengan demikian, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk menilai efek pencegahan
dari ekstrak kulit manggis sebagai antioksidan terhadap tikus yang
dipaparkan asap rokok dengan menilai kadar F2 Isoprostan dalam urin. 1.2
Rumusan Masalah
Apakah pemberian ekstrak kulit buah manggis per oral dapat menghambat peningkatan F2 Isoprostan urin tikus yang dipapar asap rokok? 1.3
Tujuan Penelitian Untuk membuktikan pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat peningkatan F2 Isoprostan urin tikus yang dipapar asap rokok.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat Ilmiah : Memberikan informasi ilmiah mengenai peran penting dan pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis dalam dunia kedoktreran khususnya Anti Aging Medicine karena bermanfaat sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas untuk mencegah terjadinya stres oksidatif yang merupakan salah satu penyebab proses penuaan.
Manfaat Aplikasi : Dapat digunakan sebagai dasar untuk praktek sehari – hari, yaitu diharapkan ekstrak kulit buah manggis dapat digunakan sebagai suplemen antioksidan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan oksidatif yang terjadi pada proses penuaan, salah satunya pada perokok.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Setiap mahluk hidup pasti akan menua atau menjadi tua. Proses ini tidak dapat dihindari dan dijauhi. Di mana dengan bertambahnya usia seseorang , secara alami berbagai fungsi tubuh akan mengalami penurunan, sehingga kita harus menghambat maupun memperbaiki fungsi serta struktur tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua yaitu melalui proses penuaan, sakit, dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya faktor itu di kelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal yaitu radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan genetik. Faktor eksternal yang utama yaitu gaya hidup , diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan. Dengan melihat faktor di atas maka kita dapat menentukan faktor mana yang dapat dihindari atau di atasi sehingga penuaan dapat dicegah dan dihambat (Pangkahila, 2011). Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakan perubahan fisik dan psikis. Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut ( Pangkahila, 2011): 1. Tahap subklinik ( usia 25-35 tahun) Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal. 2. Tahap transisi ( usia 35-45 tahun) Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3. Tahap klinik (usia 45 tahun ke atas) Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, terstosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. 2.1.2 Teori Proses Penuaan Teori proses penuaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu wear and tear theory dan programmed theory ( Pangkahila, 2011). 2.1.2.1 Wear and Tear Theory Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli biologi dari jerman, Dr August Weismann pada tahun 1882. Menurut beliau, tubuh dan sel akan rusak jika digunakan secara berlebihan dan di salah gunakan. Saat usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan sel bekerja dengan normal. Seiring dengan bertambahnya usia, tubuh mulai kehilangan kemampuan itu diakibatkan oleh diet, lingkungan, toksin, bakteri atau virus.
Teori ini menyatakan pentingnya suplemen nutrisi yang dapat merangsang tubuh agar supaya tetap memiliki kemampuan perbaikan dan pemeliharaan. Wear and Thear Theory meliputi : 1. Proses penuaan berarti proses penyembuhan di tingkat molekuler yang tidak sempurna dan sebagai akibat dari penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus.
Keseimbangan
antara
kerusakan
DNA
dan
keberhasilan
penyembuhan DNA menentukan rentang usia seseorang. 2. Teori Penuaan Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak berpasangan sehingga bersifat amat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. 3. Glikosilasi Glikosilasi berkaitan erat dan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan DM Tipe 2 di mana glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri , katarak dan hilangnya fungsi saraf yang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes. 2.1.2.2 Programmed Theory Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik mulai dari proses konsepsi sampai pada tahap kita mati dalam suatu model terprogram. Proses ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin, masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua dan akhirnya meninggal (Pangkahila, 2011). Teori ini terdiri dari:
1. Terbatasnya replikasi sel Pada ujung chromosome strands terdapat struktur yang disebut telomer. Dalam setiap replikasi sel telomere memendek pada setiap pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer telah dipakai dan pembelahan sel berhenti 2.Proses Imun Sistem imun merupakan komponen penting dalam pertahanan melawan zat asing dari
luar. Seiring bertambahnya usia kemampuan sistem untuk
menghasilkan antibodi mengalami penurunan (Goldman dan Klatz, 2007). 3.Teori Hormon Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh agar optimal. Sedangkan ketika usia tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga levelnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh terganggu. Dengan demikian terdapat hubungan erat antara perubahan hormon dengan proses penuaan
(
Pangkahila, 2011). 2.2 Rokok Rokok yaitu suatu gulungan kecil yang terbuat dari tembakau yang sudah dipotongpotong menjadi halus dan di bungkus oleh kertas tipis sehingga menjadi bentuk silinder yang panjangnya berukuran antara 70-120 mm dengan diameter sekitar 10 mm (masing-masing negara berbeda). Merokok adalah kegiatan menghisap asap dari pembakaran tembakau yang ada pada rokok, dimana salah satu ujungnya di bakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Merokok merupakan hal yang umum yang terjadi diseluruh dunia yaitu 36,1% dari polulasi
penduduk Indonesia, baik merokok dalam bentuk rokok tembakau biasa ataupun rokok smokelass, di mana 67,4% dari perokok merupakan laki-laki dan 32,6% perokok adalah wanita. Rokok merupakan salah satu produk berbahaya dan adiktif di mana di dalamnya terdapat 4000 zat kimia beracun yang sangat berbahaya bagi tubuh dan kesehatan di antaranya adalah arsen, karbon monoksida, amoniak, formalin, kadmium, aseton, metana, urea dan masih banyak lagi kandungan beracun lainnya. Zat kimia yang di keluarkan ini terdiri dari komponen gas (85%) dan partikel (15%) (Fowles dan Bates, 2000 ; KPAI, 2013). Indonesia memiliki persentase perokok paling tinggi di Asia Tenggara dan menempati urutan ke lima tertinggi dalam mengkonsumsi tembakau sejak tahun 2004. Prevalensi perokok dewasa pada tahun 2007 mencapai 34,40% sedangkan persentasi perokok pada usia 13-15 tahun mencapai 24,5%. Menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan terjadinya peningkatan jumlah perokok yang mulai merokok pada usia di bawah usia 19 tahun yaitu dari 69 % pada tahun 2001 menjadi 78% pada tahun 2004. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) rokok menimbulkan banyak dampak negatif untuk kesehatan dan masa depan anak
(KPAI, 2013 dan WHO,
2013). Asap rokok dibedakan menjadi 2 yaitu asap rokok aktif dan asap rokok pasif. Asap rokok aktif atau disebut juga dengan mainstream cigarette smoke adalah asap rokok yang dihirup dan asap rokok yang dihembuskan oleh seorang perokok, sedangkan Asap rokok pasif atau di sebut juga dengan sidestream cigarette smoke adalah asap rokok yang terbentuk dari ujung rokok yang terbakar. Mainstream cigarette smoke terdiri dari 8% fase tar dan 95% fase gas. Asap rokok di ruangan sekitar perokok 85% sidestream cigarette smoke dan 15% mainstream cigarette smoke.
Berbagai macam polutan yang disebabkan oleh karena proses reaksi pirolisis akibat pemanasan rokok yang menyebabkan pecahnya struktur kimia dari rokok menjadi senyawa kimia lain yang strukturnya sangat kompleks yang dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit seperti bronchitis kronik, penyakit jantung, kanker paru, aneurisma aorta, bronchopneumonia, asthma bronchiale, kanker pada mulut laring dan faring, esofagus, pankreas, tuberkulosis dan penyakit saluran nafas lainnya (Fowles dan Bates, 2000). Zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok
dibedakan
menjadi dua fase yaitu fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri dari nikotin, nitrosamine, tar , polisiklik hidrokarbon, logam berat dan Pb. Fase yang dapat menguap atau gas yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, sianida, arsen, formalin, nitrogen oksida, hidrogen peroksida, benzene, polonium, amonia. Zat - zat yang terkandung ini sangat beracun karena dapat menimbulkan efek inflamasi dan radikal bebas yang dapat menyebabkan proliferasi dan aktivasi sel dari fagosit paru dan seluruh tubuh yang dapat menurunkan efek antioksidan (Bindar, 2000 ; KPAI, 2013). Menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan Yamin Rahman dan Widiantara, kandungan kadar nikotin pada rokok jenis kretek lebih dari 1,5 mg yaitu sebesar 2,5 mg dan kandungan tar pada rokok kretek lebih dari 20 mg yaitu 40 mg (Tanijaya, 2012 ; Widiantara, 2010). Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau dan sisanya 30-40% cengkeh dan ramuan lain (Tanijaya, 2012). 2.2.1 Kandungan Asap Rokok Asap rokok mengandung berbagai macam radikal bebas beberapa di antaranya yang telah dibuktikan bersifat karsinogen dan mutagen (Thewakan, 2012; Fowles dan Bates, 2000). Kandungan zat - zat beracun dalam rokok terdiri dari :
yang terdiri dari :
1. Nikotin merupakan zat yang paling sering diteliti dan banyak di bicarakan. Zat ini adalah alkaloid beracun yang merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen. Zat ini biasanya digunakan sebagai bahan racun serangga. Nikotin ini berbentuk cairan, tidak berwarna dan merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berikatan dengan reseptor asetilkolin pada ganglion otonomik, medula adrenal, neuromuscular junction dan otak. Rangsangan pada reseptor nikotinik menyebabkan pengeluaran katekolamin, dopamin, serotonin, vasopresin, hormon pertumbuhan dan ACTH. Nikotin
dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah,
menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada orang yang menggunakannya. Kadr nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh setiap orang setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan terhadap rokok. 2. Timah hitam (Pb) adalah sebuah logam beracun yang berwarna abu-abu. Secara umum Pb bersumber dari sejumlah industri dan pertambangan. Pb paling banyak ditemukan pada gas buangan kendaraan bermotor dan asap rokok (Rodgaman dan Perfetti, 2009). Pb yang dihasilkan dari sebatang rokok yaitu 0,5µg. Sebungkus rokok yang berisi 20 batang rokok yang habis dihisap dalam satu hari menghasilkan 10 µg Pb. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 µg per hari. Bisa dibayangkan bila seorang perokok berat mengisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. Pb ini menyebabkan peningkatan ROS pada jaringan tubuh yang menurunkan efek Antioksidan tubuh.
3. Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tetapi karena afinitas gas CO terhadap hemoglobin lebih kuat dari O2 sehingga akan terbentuk hemoglobin CO yang lebih banyak yang menyebabkan jaringan pembuluh darah menyempit dan mengeras sehingga terjadi penyumbatan. 4. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat dari asap rokok dan bersifat karsinogen. Tar didefinisikan sebagai nikotin bebas kering yang berwarna cokelat, berbau tidak sedap dan berupa partikel yang terbentuk selama pemanasan tembakau pada rokok. Pada saat rokok diisap, tar akan masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap. Setelah dingin maka uap tar tersebut akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran nafas dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar antara 2445 mg (Tanijaya, 2012). Berbagai macam polutan yang disebabkan oleh asap rokok ini yang dapat menimbulkan ROS (Reactive Oxygen Species) dan stress oksidatif melalui mekanisme pengrusakan makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lipid. Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai misalnya peroksidasi lipid dari membran sel, mengubah fungsi mitokondria, menurunkan enzim NADPH-oksidase serta mengaktivasi sel –sel inflamasi yang akan meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk peroksidasi lipid yang berdampak
merusak
komponen
membran
sel
yang
mengandung
PUFA
(polyunsaturated fatty acid) atau asam lemak tak jenuh ganda (Murray et al., 2000).
2.3. Radikal Bebas 2.3.1 Definisi Radikal bebas Radikal bebas adalah suatu molekul yang elektronnya tidak memiliki pasangan, sehingga karena tidak memiliki pasangan sehingga radikal bebas cenderung mencari pasangan. Untuk mencapai keseimbangan, maka radikal bebas mencari elektron lain. Dalam pencariannya radikal bebas mengambil elektron dari molekul yang stabil di dekatnya. Peristiwa ini memutus rantai karena molekul baru yang tidak stabil mencoba mengganti elektron yang hilang dan mengambil elektron di dekatnya dan demikian seterusnya (Pangkahila, 2011). 2.3.2 Stuktur Kimia
Atom terdiri dari nukleus, proton dan elektron. Jumlah proton ( bermuatan positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron ( bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom – atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Gambaran dan struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektron - elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom –atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifisitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti : protein, lemak, karbohidrat dan DNA. Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu yang lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul
stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut ( Arief, 2007).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Radikal Bebas ( Arief, 2007) 2.3.3 Sumber Radikal Bebas Radikal bebas yang ada di dalam tubuh manusia berasal dari 2 sumber yaitu eksogen dan endogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel. Scara eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet, obat-obatan dan pestisida
(
Halliwell dan Gutteridge, 2007). Oksigen yang kita hidup akan di ubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif yang dikenal sebagai senyawa oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Species (ROS). Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesis energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik (Halliwell dan Gutteridge, 2007). 2.3.4 Sifat Radikal Bebas
Radikal bebas memiliki dua sifat yaitu: 1. Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron. 2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Sifat radikal bebas mirip dengan oksidan yang kecenderungannya untuk menarik elektron. Jadi sama dengan oksidan di mana radikal bebas adalah penerima elektron. Sehingga radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Tetapi yang perlu di ingat bahwa radikal bebas adalah oksidan, namun tidak semua oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya di banding dengan oksidan yang bukan radikal. Ini disebabkan oleh karena kedua sifat radikal bebas di atas yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal baru yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi sehingga terjadilah reaksi rantai ( chain reaction) (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif di dahului oleh kerusakan membran sel, melalui terjadinya rangkaian proses sebagai berikut: (Halliwell dan Gutteridge, 2007). 1. Kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA) pada inti sel. 2. Kerusakan membran sel 3. Kerusakan protein 4. Kerusakan lipid peroksida 5. Proses penuaan 2.3.5 Tahap Pembentukan Radikal Bebas Secara umum, reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga tahapan yaitu 2007).
(Winarsi,
1. Tahap transisi yaitu tahap di mana sebagai awal dari pembentukan radikal bebas, misalnya: Fe++
+ H2 O2
R1 _ H + OH
Fe+++ +
OH- + OH
R1
H2 O
+
2. Tahap propagasi yaitu tahap di mana terjadinya pemanjangan rantai radikal. R2_H + R1
R2 + R1_H
R3_H + R2
R3 + R2_H
3. Tahap terminasi yaitu tahap di mana bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. R1
+
R1
R1_R1
R2
+
R1
R2_R1
R2
+
R2
R2_R2 dan seterusnya
2.3.6 Spesies Oksigen Reaktif Radikal bebas sering katakan juga sebagai suatu senyawa reaktif atau SOR. Senyawa ini dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa oksigen reaktif ini dapat juga diproduksi oleh sel dalam kondisi stress maupun tidak stress. Pada kondisi stress oksidatif pembentukan senyawa oksigen reaktif jumlahnya lebiih tinggi dibandingkan pemusnahannya, sehingga sistem pertahanan tubuh termotivasi untuk bekerja lebih keras untuk memusnahkan senyawa oksigen reaktif tersebut. Sedangkan pada kondisi tidak stres terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan proses pemusnahan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan tubuh yaitu antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang bekerja menekan senyawa oksigen reaktif yang berlebihan di dalam tubuh. Akibatnya terjadinya berbagai macam gangguan pada tubuh akibat stres oksidatif. Senyawa oksigen reaktif ini berasal dari
oksigen (O2), yaitu senyawa yang sangat dibutuhkan oleh organisme aerob untuk bernapas (Winarsi, 2007). Tabel 2.1. Spesies Oksigen Reaktif (Caimi et al., 2004)
2.3.7 Dampak positif radikal bebas
Oksigen aktif atau ROS adalah suatu bagian dari radikal bebas. ROS ini merupakan bagian yang sangat penting dalam produksi energi, fagositosis, sistem imun, transduksi signal ( Hanggono, 2004). 2.3.8 Dampak negatif radikal bebas ROS berperan terhadap terjadinya penyakit kanker, jantung dan proses penuaan. Radikal bebas dapat merusak DNA, protein, membran fosfolipid (Hanggono, 2004). Radikal bebas dapat mempengaruhi peroksidasi lipid yang menyebabkan produksi F2 isoprostan yang mengikat protein dan menyebabkan gangguan fungsi biologik protein tersebut. Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasi organik oleh oksigen molekuler di mana peristiwa ini mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melakui terjadinya peroksidasi lipid. Di dalam sel, peroksidasi lipid berhubungan dengan kondisi kerusakan seluler dan sitotoksisitas, di mana terjadi perubahan pada struktur
membran dan fluiditas, peningkatan
permeabilitas, kerusakan biologis seperti DNA dan protein menghasilkan penyakit kronis (Halliwell dan Gutteridge, 2007). 2.4 Stress oksidatif
Stress oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan di mana dalam hal ini jumlah oksidan di dalam tubuh melebihi dari kapasitas tubuh untuk menetralisasinya sehingga secara potensial dapat menimbulkan kerusakan yang dikenal sebagai kerusakan oksidatif. Jadi, stress oksidatif dapat diartikan sebagai gangguan keseimbangan antar produksi oksidan dan pertahanan antioksidan atau destruksi oleh ROS seperti anion superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), hidrogen peroksida (H2O2), radikal nitrit oksida (NO) dan peroksinitrit (ONOO). Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan ini dapat menyebabkan oksidasi makromolekul yang meliputi lipid, karbohidrat, asam amino , protein dan DNA diikuti dengan kerusakan seluler dan jaringan (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Pada prinsipnya stress oksidatif dapat diakibatkan oleh (Halliwell dan Gutridge, 2007): 1.Berkurangnya antioksidan misalnya mutasi yang dapat menurunkan pertahanan antioksidan seperti GSH atau MnSOD ; diet yang kurang akan antioksidan dan unsur – unsur panting lain seperti zat besi , Zn , copper dan magnesium. 2. Peningkatan produksi spesies reaktif misalnya : paparan terhadap oksigen yang meningkat, adanya toksin- toksin yang menghasilkan spesies reaktif dan aktivasi berlebih dari sistem natural penghasil spesies reaktif seperti aktivasi yang tidak tepat dari sel –sel fagosit pada penyakit kronik. Kondisi
stress oksidatif yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
proliferasi, adaptasi, kerusakan sel, penuaan (senescence) dan bahkan sampai pada kematian sel, dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan. Stress oksidatif mempunyai peranan yang penting dalam etiologi terjadinya berbagai penyakit
kardiovaskular, neurologis, obesitas, diabetes, kanker dan juga inflamasi dari proses aging (Halliwell dan Gutteridge, 2007; Garelnabi et al., 2008). 2.4.1.Asap rokok Menyebabkan Stres Oksidatif
Merokok merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Telah diketahui bahwa asap rokok dan tar mengandung banyak komponen yang telah teroksidasi, ROS, dan karsinogen yang dapat merusak genom, membran dan makromolekul sel-sel, di mana kompleks radikal quinone-hydroquinon dari tar mengakibatkan siklus redoks yang menghasilkan radikal superoksida (O2) dari molekul oksigen dan mengakibatkan pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH). Komponen gas dari asap rokok mengandung banyak radikal bebas pada setiap kali hisapan. Nitrogen monoksida ( NO) yang terdapat pada asap rokok berjumlah 500-1000 ppm, dan mungkin merupakan salah satu sumber ˙NO eksogen yang terbesar. Nitrogen monoksida bereaksi sangat cepat dengan radikal superoksida (O2.) untuk membentuk peroksi nitrit (ONOO) dan dengan radikal peroksil (dari asap rokok), membentuk alkilperoksinitrit (ROONO). Asap rokok menghasilkan singlet oksigen (1O2) melalui reaksi dari NO dengan H2O2 yang terdapat pada asap rokok. Peroksinitrit yang merupakan komponen dari asap rokok, yang dibentuk melalui reaksi antara ˙NO dengan O2 ˙, juga bereaksi dengan H2O2 dan menghasilkan 1O2. Nitrogen reaktif ˙NO, ONOO dan ROONO, merupakan mediator penting untuk terjadinya kerusakan oksidatif. Senyawa-senyawa ini terdapat atau dibentuk di asap rokok yang memberikan kontribusi terbesar terjadinya kerusakan oksidatif. Jumlah radikal bebas ini dan radikal lainnya yang terdapat dalam jumlah besar pada asap rokok dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid karena kerusakan dari membran sel
dan menurunkan kadar antioksidan sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif (KPAI, 2013; WHO, 2013). Merokok dapat meningkatkan stres oksidatif bukan hanya melalui produksi ROS dalam tar rokok dan asap tetapi juga dapat melalui penurunan sistem pertahanan antioksidan. Merokok menyebabkan ketidakseimbangan prooksidan dan antioksidan sehingga meningkatkan stres oksidatif yang diikuti oleh kenaikan peroksidasi lipid, kerusakan DNA oksidatif dan gangguan pertahanan antioksidan enzimatik. Sudah terbukti bahwa stres oksidatif adalah kejadian yang penting dalam penyakit yang berhubungan dengan penyakit seperti kanker paru, kanker mulut dan penyakit paru obstruktif kronik (Burlakova et al., 2010). Karena itu, stres oksidatif merupakan faktor penting dalam kesehatan dan penyakit sehingga pengukuran kadar stres oksidatif kini menjadi sangat penting dalam kedokteran pencegahan termasuk kedokteran anti penuaan (Garelnabi et al., 2008; Palmieri dan Sblendorio, 2010). 2.5. F2 Isoprostan Isoprostan adalah prostaglandin like compound yang diproduksi dari esterifikasi asam arakidonat di jaringan oleh reaksi katalis non enzimatik radikal bebas in vivo. Meskipun isoprostan mempunyai half life yang pendek, namun beberapa dari dia mempunyai aktivitas biologis yang pentimg terutama di paru dan ginjal yang juga merupakan petanda penting bagi stres oksidatif dan dapat di periksa dengan cara non invasif. Isoprostan ini terbentuk dari asam eicosapentaenoic dan docosahexaenoic pada hewan dan dari asam α –linolenic pada tumbuhan. Pertama kali, isoprostan ditemukan
pada tahun 1967 oleh Nugteren, Vonkeman dan Van drop, tetapi 20 tahun kemudian direalisasikan untuk kepentingan biologis (Milne et al., 2007). Pengukuran F2 isoprostan merupakan alat penting untuk menggali peran stres oksidatif dalam patogenesis penyakit manusia. Isoprostan diproduksi oleh peroksidasi asam arakidonat non enzimatik, sebagai respon dari radikal bebas dan ROS ( Milne et al., 2007). Peranan isoprostan penting bagi pengukuran peroksidasi lipid dan stres oksidatif. Keuntungan mengukur F2 isoprostan sebagai biomarker dari peroksidasi lipid adalah untuk memantau penyakit dan respon terhadap terapi, potensi peran mereka sebagai mediator stres oksidatif dam implikasi terapeutik. Lipid adalah target utama serangan radikal bebas yang menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan fenomena biologis, ada hubungannya dengan aterosklerosis penyebarannya dihentikan oleh antioksidan (Pilacik et al., 2002). Radikal bebas yang diinduksi oleh peroksidasi lipid pada membran sangat merusak karena
dapat menyebabkan perubahan sifat biofisik membran, tingkat
fluiditas dan menyebabkan inaktivasi reseptor membran atau enzim yang dapat mengganggu fungsi normal selular. F2 isoprostan dianggap sebagai biomarker stres oksidatif dan peroksidasi lipid in vivo terbaik ( Pilacik et al., 2002). Di antara berbagai biomarker peroksidasi lipid, F2 isoprostan merupakan salah satu biomarker peroksidasi lipid yang mirip dengan prostaglandin F2α (PG-F2 α) dan dianggap sangat akurat sebagai biomarker stres oksidatif sampai saat ini (Baraas, 2006). Pengukuran F2 isoprostan menggunakan metode spektrofotometri masa yang telah digunakan luas sebagai biomarker peroksidasi lipid yang terbaik. F2 isoprostan
merupakan gold standart dari pada pemeriksaan stres oksidatif, karena prosedur dan tehniknya lebih mudah di mana sampel dapat diambil dari urin, sehingga tidak memerukan tindakan invasif. F2 isoprostan dan metabolitnya dapat diukur secara akurat dalam plasma, urin dan cairan tubuh lain dengan teknik spektrofotometri dan protokol ini telah dipublikasikan. Maka dari itu banyak penelitian klinis dan intervensi diet atau suplemen dengan pengukuran ‘spot’ dari f2 isoprostan untuk memperkirakan kadar stres oksidatif (Halliwell dan Lee, 2010). Telah banyak penelitian pada dekade terakhir ini menyatakan bahwa senyawa F2 isoprostan akurat dalam mengukur peroksidasi lipid dan memiliki peran dalam mengukur kerusakan akibat oksidan pada penyakit seperti aterosklerosis, penyakit Alzeimer dan paru –paru ( Pilacik et al., 2002). F2 isoprostan dapat ditemukan di jaringan dan cairan tubuh seperti urin manusia dan hewan, yang mengandung F2 isoprostan dan metabolitnya dalam tingkat rendah (~30-40 pg/ml di plasma segar manusia, ~2 ng/ml kreatinin di urin manusia). Tingkat F2 isoprostan in vivo meningkat dalam kondisi stres oksidatif (misalnya dalam plasma dan urin orang yang terpapar asap emisi kendaraan bermotor, perokok, dalam nafas penderita asma, dalam cairan paru yang terpapar O2 tinggi) (Cadenas dan Packer, 2002). F2 isoprostan pada manusia diukur melalui plasma dan urine. Immunoassay untuk pengukuran isoprostan telah dikembangkan dan tersedia secara komersial dengan nama 8 iso prostaglandin F2α. Pengukuran F2 isoprostan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pemeriksaan kuantitatif lain untuk stres oksidatif. F2 isoprostan adalah (Milne et al., 2007). 1. Secara kimiawi stabil
2. Produk spesifik peroksidasi 3. Terbentuk in vivo 4. Hadir dalam jumlah yang terdeteksi di semua jaringan normal dan cairan biologis, sehingga memungkinkan batasan kisaran normal 5. Meningkat pada binatang yang mengalami stres oksidatif 6. Tidak terpengaruh oleh kadar lemak dalam diet 7. Dapat memberikan reaksi biokimiawi yang sensitif pada penelitian dengan antioksidan. 2.6 Antioksidan 2.6.1 Definisi Antioksidan adalah suatu senyawa atau molekul yang dapat menghambat atau menghentikan kerusakan oksidatif yang terjadi. Dalam hal ini senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor). Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam efek negatif dari radikal bebas (oksidan) dalam tubuh ( Halliwell dan Guttridge, 2007). Makhluk hidup mempunyai mekanisme pertahanan yang sangat khusus yaitu berupa antioksidan untuk menetralisir efek buruk dari stres oksidatif. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat larut dalam air (water soluble) atau larut dalam lemak (lipid soluble), ada yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan ada juga yang hanya berasal dari luar tubuh. Stres oksidatif diartikan sebagai ketidakseimbangannya antara prooksidan dan oksidan (Baynes dan Dominiczak, 2005). Semakin bertambah usia seseorang, maka kadar antioksidan di dalam tubuh semakin berkurang juga. Sistem antioksidan tubuh berfungsi untuk melindungi sel-sel jaringan dari efek negatif radikal bebas. Antioksidan bertujuan untuk mencegah
pembentukan radikal bebas atau menangkap radikal bebas yang sudah ada, menetralisirnya dan mencegah reaksi berantai. Antioksidan adalah suatu molekul yang mempunyai kemampuan untuk memperlambat dan mencegah oksidasi dari molekul lain. Oksidasi merupakan suatu reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu terjadinya reaksi rantai, yang menyebabkan kerusakan sel tubuh. Antioksidan menghentikan reaksi berantai dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lainnya dengan sendirinya teroksidasi. Oleh karena itu, antioksidan sering kali merupakan sebagai reduktor seperti senyawa tiol, asam askorbat atau polifenol. Kandungan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif dan merusak sel-sel tubuh. 2.6.2 Jenis Antioksidan Berdasarkan mekanisme pencegahan dampak negatif dari oksidan, maka antioksidan dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : (Murray, 2009) 2.6.2.1 Jenis Antioksidan Berdasarkan mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, antioksidan dapat dibagi menjadi 2 golongan (Murray, 2009) yaitu : 1. Antioksidan Pencegah Antioksidan pencegah adalah antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya radikal yang paling berbahaya bagi tubuh. Yang termasuk dalam antioksidan pencegah adalah :
1. Super Oxide Dismutase (SOD) yang ada di dalam tubuh manusia, yaitu yang berada di mitokondria (Mn SOD) dan sitoplasma (Cu Zn SOD) 2. Katalase (catalase) dalam sitoplasma dapat mengkatalisir H2O2 menjadi H2O dan O2. Komponen katalase adalah Fe. 3. Bermacam – macam enzim peroksidase, seperti glutation peroksidase yang dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem siklus redoks glutation. 4. Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril) dapat mencegah timbunan radikla hidroksil dengan mengkatalisir menjadi H2O.
2. Antioksidan pemutus rantai ( Chain Breaking) Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lemak. Antioksidan pemutus rantai dapat digolongkan menjadi: 1. Golongan antioksidan eksogen, contohnya : vitamin c, vitamin E dan betakaroten. 2. Golongan antioksidan endogen, contohnya : glutation dan sistein. 2.6.3 Klasifikasi Antioksidan 1. Antioksidan endogen dari bahan tubuh sendiri a. Antioksidan Enzimatis misalnya, SOD, katalase, glutathion reduktase, glutathion peroksidase, glukosa 6 phosfatase dehidrogenase (G6PD), sistem sitokrom oksidase, peroksidase. b. Sistem Antioksidan Non Enzimatis : glutathion, bilirubin, albumin, transferin, plasmin, feritin, sistein, dan lainnya.
2. Antioksidan sintetik (eksogen) berasal dari luar tubuh a. Mikronutrient b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol ) 2.6.4 Mekanisme Kerja Antioksidan 1. Antioksidan Primer Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara mendonasi satu elektronnya. Contohnya : SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas, CAT dan GPx. Sebenarnya enzim-enzim tersebut sudah ada dalam tubuh kita hanya saja untuk mendapatkan kerja yang maksimal harus dapat bantuan dari zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng dan tambaga. Jika ingin menghambat gejala dan penyakit degeneratif, maka sebaiknya memiliki ketersediaan mineral-mineral tersebut yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang dampak negatifnya kurang,sebelum radikal bebasnya bereaksi. Karena kekurangan satu elektron maka molekul antioksidan itu akan menjadi radikal bebas yang baru. Radikal bebas yang baru terbentuk relatid stabil yang selanjutnya akam di netralisir oleh antioksidan lain seperti : vit C, vit E, LA, CoQ10, flavanoid, asam urat dan bilirubin (Moini et al., 2002). 2. Antioksidan Sekunder Antioksidan ini berfungsi menangkap berbagai senyawa dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam, transisi pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Antioksidan yang termasuk dalam
antioksidan sekunder ini adalah Vitamin E, Vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin, transferin, laktoferin, seruloplasma, Xanton dan albumin. 3. Antioksidan Tertier Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan di proses oleh sistem enzim proteolitik dan lipid teroksidasi dan diproses oleh enzim lipase, peroksidase. 2.7 Manggis Indonesia merupakan negara terbesar ke dua di dunia setelah brazil yang mempunyai keanekaragaman hayari. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi : ekosistem yang terdiri dari macam yaitu jenis maupun genetik. Keanekaragaman tanaman di indonesia yang sangat besar, termasuk tanaman yang berpotensi sebagai obat. Seiring dengan ada slogan back to nature penggunaan obat tradisional menjadi alternatif pengobatan di samping obat modern. Salah satu tanaman Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut adalah buah manggis (Garcinia Mangostana L), terutama pemanfaatan kulit buahnya yang selama ini dibuang. Manggis juga merupakan salah satu jenis buah favourite yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Dari tahun ke tahun permintaan akan buah manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah manggis (Nugroho, 2007 dan Warid, 2013). Senyawa yang terkandung di dalam kulit buah manggis yaitu Xanthone yang memiliki dua cincin benzene dan satu cincin piran. Inti Xanthone ini dikenal dengan 9xanthine atau dibenzo-c-pyrone. Senyawa ini berupa mangostin, mangosterol, mangostinon A dan B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, α dan γ mangostin, garcinon
B, mangostanol, flavonoid, epikatekin dan gartanin. Senyawa Xanthone pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan antioksidannya 66,7 kali wortel dan 8,3 kali jeruk, selain itu sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Oleh karena itu Xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan (Miryati et al., 2011 dan Arsana, 2014). Xanthone bekerja mampu mengikat oksigen bebas yang tidak stabil yaitu radikal bebas perusak sel di dalam tubuh sehingga Xanthone dapat menghambat proses degenerasi atau kerusakan sel. Xanthone juga berfungsi merangsang regenerasi atau pemulihan sel tubuh yang rusak dengan cepat sehingga membuat tetap awet muda. Selain itu Xanthone juga efektif untuk mengatasi sel kanker dengan mekanisme apoptosis (bunuh diri sel) yaitu dengan memaksa sel mengeluarkan cairan dalam mitokondria sehingga sel kanker mati. Senyawa Xanthone juga mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dengan merangsang sel pembunuh alami (natural killer/NK cell) dalam tubuh. NK cell inilah yang berfungsi membunuh sel kanker dan virus yang amsuk dalam tubuh manusia (Miryati et al., 2011). 2.7.1 Pembudidayaan manggis Tanaman buah manggis sudah dibudidayakan di seluruh dunia khususnya daerah tropis. Pohon manggis ini berasal dari Asia Tenggara (Indonesia), Myanmar, Thailand, Vietnam dan Malaka. (Gambar 2.1). pohon buah manggis ini dapat hidup dan tumbuh subur mulai di dataran rendah sampai pada ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik pohon manggis berada pada daerah yang ketinggiannya sekitar 500-600 m dpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat ( Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara ( Prihatman, 2000). Di
Indonesia Sentra produksi buah manggis terdapat di beberapa daerah seperti dipulau jawa. Sentra manggis di pulau Jawa antara lain Bogor, Subang, Purwakarta, Sukabumi, Cilacap, Banjarnegara, Purworejo, Banyuwangi, Trenggalek dan Blitar (Kuntarsih, 2006). 2.7.2 Karakteristik Manggis Manggis atau Garcinia mangostana merupakan buah yang memiliki diameter buah secara keseluruhan 2,4-7,5 cm ( Gambar 2,1). Manggis memiliki ketebalan kulit sekitar 0,6-1 cm dengan pigmen warna ungu( Akao et al., 2008). Manggis merupakan salah satu buah tropos yang dikenal sebagai superfruits karena dari karakteristik rasa, bau, penampilannya yang berkualitas dan yang sangat penting yaitu manggis memiliki kekayaan nutrisi berupa kekuatan antioksidannya yang sangat tinggi( Priya et al., 2010). Kulit buah manggis yang selama ini hanya dibuang, ternyata dapat dikembangkan sebagai kandidat obat, dimana kulit buah manggis ini telah digunakan secara luas selama betrahun-tahun sebagai obat tradisional ( Nugroho, 2007).
Gambar 2.1 Pohon Garcinia mangostana Linn (A), penampilan buah manggis (B) dan struktur kimia xanthones (C). (Akao et al., 2008).
2.7.3 Kandungan Manggis
Getah berwarna kuning sering di jumpai pada kulit manggis, dimana getah yang berwarna kuning merupakan eksudat resin yang banyak terdapat pada berbagai tanaman termasuk famili Guttiferae dan eksudat ini berasal dari saluran resin yang rusak. Apabila saluran resin rusak maka getah ke luar dari saluran getah dan menembus ke dalam segmen buah yang menyebabkan daging buah menjadi bening dan rasanya pahit. Selain itu dapat juga ditemui bintik kuning pada kulit buahnya. Buah yang terserang getah kuning digolongkan buah yang tidak layak untuk dijual. Kerusakan saluran resin pada kulit buah ini dapat disebabkan oleh karena beberapa faktor seperti lingkungan misalnya hujan dan angin yang berlebihan, serangan hama dan juga penanganan yang tidak baik yang dapat menyebabkan kerusakan kulit buah ( IPB, 2009). Kadar Xanthon berbeda tergantung pada kualitas buah, di mana kadar terbesar di dapatkan pada buah dengan kulit burik atau kasar yaitu 23,544 µg/g ekstrak, sedangkan pada buah yang besar dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18,502 µg/g ekstrak, pada buah yang kecil sebesar 20,34 µg/g ekstrak dan buah yang mengandung getah kuning sebesar 15,239 µg/g ekstrak. Buah dengan kulit burik terjadi akibat adanya serangan hama atau akibat kerusakan fisik. Dalam kondisi tersebut xanthon berperan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah terjadinya stress akibat serangan hama atau kerusakan fisik, namun demikian sifat sebagai antioksidan yang di uji dengan menggunakan DPPH
sebagai sumber radikal bebas, ekstrak
methanol kulit buah manggis tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kualitas buah (Kurniawati et al., 2010). Kulit buah manggis telah diekstraksi dan di temukan kandungan 95% xanton yang termasuk dalam senyawa isoflavon, tanin , flavanoid, vit c, fenol dan antosianin (Priya et al., 2010 dan Pradipta et al., 2009). Beberapa penelitian menunjukan xanton
dari buah manggis yang memiliki aktivitas biologis tertinggi yaitu α Mangostine dan γ Mangostine. Xanton merupakan kelompok pigmen kuning yang terdapat pada beberapa macam famili dari tanaman tinggi, jamur, tanaman lumut. Xanton adalah unsur utama yang terdapat pada tanaman manggis. Xanton telah diisolasi mulai dari buah, kulit, daun dan kulit dari manggis (Suksamran et al., 2006). Institut Pertanian Bogor telah melakukan evaluasi kadar , biomassa, profil dan potensi antioksidan dari beberapa sentra produksi buah manggis contohnya ( Kaligesing/Purworejo,
Wanayasa/
Purwakarta,
Puspahiang/
Tasikmalaya,
Watulimo/Trenggalek, Leuwiliang/Bogor). Pada sentra produksi manggis di Purworejo di dapatkan bobot kulit di bandingkan dengan buah tinggi yaitu sebesar 62,84%, derivat xanton 18,07%. Derivat xanton yang telah terisolasi pada manggis Kaligesing yaitu Dehydration
6-0-methilmangostanin,
3-isomangostin,
Mangostanol,
Gartanin,
Mangoxanthone, 8-deoxygartanin, Mangostenone, α-mangostin, mangostenone B, 9hydroxycalabaxanthone, β-mangostin, mangostenone B, dan
Garciniafuran. Ini
menunjukkan dimana aktivitas antioksidan sangat berperan kuat sebagai penangkap radikal bebas (IPB, 2009). Hasil penelitian di dapatkan dimana terdapat 50 jenis xanton alami dilaporkan yang terdapat pada kulit manggis (Pedraza et al., 2008). Xanton
Referensi
α mangostin
Schmid (1855), Yates and Stout (1958) and Stout and Krahn (1968)
β mangostin
Dragendorff (1930), Yates and Bhat (1968) and Mahabusarakam et al (1987)
γ mangostin
Jefferson et al. (1970), Mahabusarakam et al. (1987) and Jinsart et al (1992)
Mangostanol
Chairungsrilerd (1996a), Suksamrarn et al. (2002, 2003) and Huang et al (2001)
Mangostenol
Suksamrarn et al. (2002, 2003)
1-isomangostin
Mahabusarakam et al. (1987) and Jung et al. (2006)
1-isomangostin hidrat
Mahabusarakam et al. (1987)
3-isomangostin
Huang et al. (2001) and Mahabusarakam et al. (1987)
3-isomangostin hidrat
Mahabusarakam et al. (1987)
1,6-Dihydroxy-7-methoxy-8-isoprenyl-
Suksamrarn et al (2003)
6’,6’dimethylpyrano(2’3’:3,2)xanthone Toxyloxanthone A
Suksamrarn et al (2002, 2003)
Calabaxanthone
Mahabusarakam et al. (1987) and Sen et al. (1980a)
Demethylcalabaxanthone
Mahabusarakam et al. (1987) and Suksamrarn et al. (2003)
Calabaxanthone A
Linuma et al (1996)
Macluraxanthone
Linuma et al (1996)
1,7-dihydroxyxanthone
Linuma et al (1996)
Euxanthone
Gopalakrishnan et al (1997)
Cudraxanthone
Jung et al (2006)
8-hidroxycudraxanthone G
Jung et al (2006)
Esmeatxanthone A
Jung et al (2006)
BR-xanthone A
Balasubramanian and Rajagopalan (1988)
BR-xanthone B
Balasubramanian and Rajagopalan (1988)
Mangostanin
Suksamrarn et al (2003)
Mangostanone A
Suksamrarn et al (2002, 2003)
Mangostanone B
Suksamrarn et al (2002)
Mangostinone
Asai et al. (1995), Suksamrarn et al. (2002, 2003) and Matsumoto et al.(2003)
Gartanin
Govindachari et al. (1971), Mahabusarakam et al. (1987) and Asai et al.(1995)
8-deoxygartanin
Gopalakrishnan et al. (1997), Govindachari et al. (1971) and Huang et al.(2001)
Garcinone A
Sen et al (1980, 1982)
Garcinone B
Sen et al. (1980b, 1982), Huang et al. (2001) and Suksamrarn et al. (2002,2003)
Garcinone C
Sen et al. (1980b, 1982)
Garcinone D
Sen et al. (1986), Gopalakrishnan et al. (1997) and Huang et al. (2001)
Garcinone E
Dutta et al. (1987), Sakai et al. (1993) and Asai et al. (1995)
Garcimangosone A
Huang et al (2001)
Garcimangosone B
Jung et al (2006), huang et al (2001)
Garcimangosone C
Huang et al (2001)
Garcimengosone D
Huang et al (2001)
Tovophyllin A
Huang et al. (2001), Ho et al. (2002) and Jung et al. (2006)
Tovophyllin B
Huang et al. (2001) and Suksamrarn et al. (2002, 2003
1,5-dihydroxy-2-isoprenyl-3-methoxyxanthone
Asai et al. (1995), Iinuma et al. (1996) and Huang et al. (2001)
Mangostingone [7-methoxy-2-(3- isoprenyl)-8-(3-methyl-2-
Jung et al (2006)
oxo-3-buthenyl)-1,3,6-trihydroxyxanthone 5,9-Dihydroxy-2,2-dimethyl-8-methoxy-7-isoprenyl-2H,6H-
Sen et al. (1980b), Huang et al. (2001) and Chairungsrilerd (1996a)
pyrano [3,2-b] xanthen-6-one 2-(γ,γ-Dimethylallyl)-1,7-dihydroxy-3-methoxyxanthone
Mahabusarakam et al. (1987)
2,8-Bis(γ, γ-dimethylallyl)-1,3,7-trihydroxyxanthone
Mahabusarakam et al. (1987)
1,3,7-Trihydroxy-2,8-di-(3-methylbut-2-enyl) xanthone
Mahabusarakam et al. (1987)
1,7-Dihydroxy-2-isoprenyl-3-methoxyxanthone
Asai et al. (1995), Iinuma et al. (1996) and Huang et al. (2001)
2,7-Diisoprenyl-1,3,8-trihydroxy 4-methylxanthone
Gopalakrishnan and Balaganesan (2000)
2,8-Diisoprenyl-7-carboxy-1,3 dihydroxyxanthone
Gopalakrishnan and Balaganesan (2000)
2-Isoprenyl-1,7-dihydroxy-3 methoxyxanthone
Matsumoto et al. (2003)
1,3,6,7-Tetrahydroxy-8-(3 methyl-2-buthenyl)-9H-xanthon-9
Huang et al. (2001)
one
Tabel 2.2 Xanton yang terdapat pada kulit manggis(Pedraza et al., 2008) Xanton merupakan sebuah senyawa polifenolik yang mempunyai struktur kimia yang mengandung cincin trisiklik aromatik, dimana struktur ini memiliki aktivitas biologik berupa antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, anti bakteri dll (Pedraza et al., 2008). 2.7.4 Aktivitas Biologis Manggis
Antioksidan
Ekstrak kulit buah manggis telah di uji di mana berpotensi sebagai antioksidan ( Moongkardi et al., 2004). Sifat antioksidan kulit buah manggis dikaitkan dengan adanya bahan aktif terutama dari kulit buah. Bahan aktif yang telah berhasil di identifikasi dari kulit buah manggis berupa sejumlah besar senyawa xanthone diantaranya yaitu : 8- hydroxycudraxanthone 6, mangostingone (7-methoxy-2- (3 methyl-2-butanyl)
-8-
(3-methyl-2-oxo-3-butenyl)-1,3,6
trihydroxyxantone,
cudraxanthone 6, 8-deoxygartanin, gacimangosone B, garcinoe D, garcinone E, gartanin, 1-somangostin, α-mangostin, β-mangostin, mangostinone, smeathxanthone A dan tovophllin A. Diantara senyawa xanthone α mangostin dan β mangostin merupakan
yang memiliki komponen yang terbesar. Mekanisme kerja ekstrak kulit buah manggis sebagai antioksidan dapat melalui 3 jalan yaitu : superoxide free radical scavenging activity, inhibition of linoleic acid peroxidation and radical scavenging activity (Akao et al., 2008).
Ekstrak kulit manggis telah di uji aktivitas antioksidannya dengan
menggunakan metode 2,2-difenil-l-pikrilhidrazil (DPPH) berdasar parameter nilai Inhibition Concentration 50 (IC50) di dapat 8,5539 µg/ml (< 50 µg/ml) berarti aktivitas antioksidan tinggi (Supiyanti et al., 2010). Beberapa penelitian in vitro menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu meredam radikal bebas misalnya penelitian dengan menggunakan 2,2 diphenyl-1-pikrihidrazil (DPPH) sebagai radikal bebas menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu meredam radikal bebas dengan Inhibition Concentration 50% (IC50) sebesar 5,94µg/ml (Palakawong et al., 2010). Panupon et al. (2014) menguji aktivitas ekstrak kulit buah manggis dengan ethanol 95% dengan cara maserasi dengan menggunakan DPPH di dapatkan aktivitas antioksidannya IC50 14,24 µg/ml (Panupon et al., 2014). Penelitian Mardewati et al. (2008) menguji aktivitas ekstrak methanol kulit buah manggis dengan menggunakan DPPH sebagai sumber radikal bebas didapatkan IC 50 8,00 mg/ml dan dengan menggunakan fraksi ethanol 9,26 mg/ml dan fraksi etil asetat 29,48 mg/ml. Hasil ini mengindikasikan sebagai sumber antioksidan yang baik dan kuat dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Penelitian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50 dan 95% serta etil asetat. (Weecharangsan et al., 2006). Pemberian α-mangostin menunjukkan efek protektif melawan peroksidasi lipid dan mempertahankan antioksidan. Telah diukur kapasitas
penangkal peroksinitrit (ONOO_) dari 13 Xanton dengan memonitor oksidasi dihidrorhodamin 123 (DHR-123). Xanton yang memiliki kapasitas penangkal ONOO_ terbesar adalah smeathxanthone A, 8-hydroxycudraxanthone G,γ-mangostin, gartanin, α-mangostin,garcinone E, garcimangosone B, 1-isomangostin dan garcinone D (Jung et al., 2006).
Antikanker Berbagai laporan didapatkan bahwa ekstrak kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang sangat poten dalam menghambat proliferasi sel kanker colon pada manusia dan terlihat adanya aktivitas apoptosis(Chang dan Yang, 2012). Menurut Shibata et al. (2011), α-Mangostin (0,10,20 mg/kgbb/hari) memicu peningkatan supresi pertumbuhan perkembangan tumor dan metastasis lodus limfatik pada model kanker payudara dengan mutasi p53 (Shibata et al., 2011). Penelitian in vivo aktivitas kemopreventif α-mangostin pada lesi preneoplastik putatif yang terlibat pada karsinogenesis kolon tikus, disimpulkan senyawa tersebut menurunkan terjadinya lesi fokal dan epitelium kolon tikus (Nabandith et al., 2004). Aktivitas Antihistamin Komponen utama dalam reaksi alergi adalah sel mast dan mediator-mediator yang dilepaskan yaitu histamin dan serotonin. Setelah ada interaksi antara antigenantibodi akan merangsang sel mast untuk melepaskan histamin (Kresno, 2001). Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan ekstrak methanol kulit buah manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi oleh histamin maupun serotonin, didapatkan simpulannya dimana α-mangostin dikategorikan sebagai pengeblok reseptor histaminergik khususnya H1, sedangkan γ-mangostin sebagai pengeblok reseptor
serotonegik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau 5HT2A (Chairungsrilerd et al., 2007).
Anti Inflamasi Penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi dari kulit buah manggis sampai saat ini baru dilakukan pada tahapan in vitro. Dari hasil penelitian yang didapatkan diduga senyawa yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi adalah γ-mangostin. Nakatani et al.(2002) melakukan penelitian aktivitas antiinflamasi in vitro dari γ-mangostin terhadap sintesa PGE2 dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus C6. γmangostin menghambat secara poten pelepasan PGE2. γ-mangostin menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE2 dalam mikrosomal,dimana kemungkinan penghambatannya pada jalur siklooksigenase. Pada percobaan enzimatik in vitro, senyawa ini mampu menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2 (Nakatani et al., 2002). Antibakteri Kulit buah manggis selain mempunyai beberapa aktivitas farmakologi seperti yang telah di sebutkan di atas, dia juga mempunyai aktivitas antimikroorganisme termasuk
Staphylococcus
aureus,
Staphylococcus
epidermidis,
Pseudomonas
aeuroginosa, Salmonella typhimurium, Enterococcus, Mycobacterium tuberculosis dan Propionibacterium acnes. Pada pemeriksaan uji fitokimia menunjukkan komponen yang berperan adalah derivat xanton seperti α-, γ-β- mangostin, gartanin, 1- dan 3isomangostin (Chomnawang et al., 2005). Ekstrak kulit buah mnggis efektif melawan Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus dan Mikrococcus lutus ( Priya et al.,
2010). Ektrak kulit manggis juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap streptococcus mutans dimana bakteri ini berhubungan dengan pembentukan plak pada gigi dan caries gigi (Torrungruang et al., 2007). Penelitian yang telah dilakukan terhadap potensi antituberkulosa dari senyawa xanton yang diisolasi dari kulit buah manggis, dimana di antara semua derivat xanton α-mangostin yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling poten (Chomnawang et al., 2005; Suksamran et al., 2006). 2.7.5
Toksisitas Untuk menentukan dosis letal kulit manggis Priya et al. (2010) menyimpulkan
bahwa pemberian kulit manggis pada tikus dengan dosis 1-3 g/kgBB per hari tidak menghasilkan efek toksik selama periode 14 hari ( Priya et al., 2010). Penelitian sub akut pada tikus wistar selama 12 minggu diberikan ekstrak dosis 400,600 dan 1200 mg/kgBB/hari, diamati setiap hari klinis dan perubahan tingkah lakunya ternayat tidak menghasilkan efek yang merugikan (Towatana et al., 2010). Penelitian secara kronis dilakukan oleh Chivapa et al.(2011) terhadap ekstrak etanol kulit manggis 95% selama 6 bulan dosis 10, 100, 500, 1000 mg/kgBB/hari pada 180 tikus percobaan, dimana ekstrak ini tidka mempengaruhi perilaku, status kesehatan dan keadaan klinis dan nilai hematologis. Namun pada dosis 500mg/kgBB keatas mempengaruhi berat badan, meningkatkan ALT, BUN, dan adanya degenerasi hepatoseluler (Chivapa et al., 2011).Dosis akut lethal (LD50) dari kulit manggis adalah 1000 mg/kgBB (Kosem et al., 2012).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Penuaan adalah suatu proses alami yang akan terjadi dan yang akan di alami bagi setiap umat manusia seiring dengan bertambahnya usia tiap manusia, dimana terjadi berbagai perubahan dan penurunan berbagai fungsi dan organ tubuh. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya radikal bebas, dimana faktor tersebut terdiri dari dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal utama yang menimbulkan stress oksidatif adalah oksidasi fosfolirasi akibat paparan asap rokok sehingga dapat mempengaruhi kadar F2 Isoprostan Urine. Saat ini jumlah perokok didunia semakin hari semakin meningkat sehingga asap rokok yang dihasilkan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan O2 yang dapat memicu terjadinya peningkatan senyawa Oksigen Reaktif sehingga menimbulkan stres oksidatif.Stres oksidatif menyebabkan peroksidasi membran lipid yang mengandung PUFA sehingga mengakibatkan kerusakan pada membran sel. F2 isoprostan merupakan salah satu pertanda terjadinya peroksidasi lipid dan stres oksidatif yang merupakan Gold Standard untuk melihat adanya kerusakan dan peroksidasi lipid karena prosedurnya yang mudah dan non invasif. Secara alami tubuh sebenarnya telah mempunyai kemampuan untuk menetralisir radikal bebas dengan cara membentuk antioksidan dari dalam tubuh sendiri dimana sistem pertahanan antioksidan berfungsi untuk melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh oksidan yang diproduksi oleh organisme
aerob, hanya saja jika produksi atau kadar antioksidan dan prooksidan tidak seimbang atau jika jumlah kadar prooksidan lebih banyak maka tubuh tidak mampu untuk menetralisirnya sehingga dapat terjadi kerusakan oksidatif. Kerusakan oksidatif dapat terjadi karena kurangnya antioksidan atau produksi radikal bebas yang berlebihan, sehingga untuk meningkatkan aktivitas antioksidan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif maka diperlukan antioksidan tambahan dari luar. Antioksidan tersebut akan meredam radikal bebas dengan cara mendonorkan elektronnya baik pada tahap inisiasi, propagasi maupun terminasi. Salah satu antioksidan alami yaitu kulit buah manggis. Ekstrak kulit buah manggis telah banyak diteliti mengandung senyawa Xanton 95%, isoflavon, tannin, flavanoid, vit c, fenol dan antosianin yang merupakan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi. Xanton adalah kelompok pigmen kuning yang terdapat pada beberapa famili tanaman tinggi, jamur dan tanaman lumut. Mangostin adalah unsur Xanton utama yang terdapat pada tanaman manggis. Pada tanggal 9 September 2014 telah dilakukan uji fitokimia kulit buah manggis dengan metode DPPH di Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Analisis Pangan Universitas Udayana di mana didapatkan di dalam 100 gr ekstrak kulit buah manggis terkandung 8,19 mg Antosianin, 528,00 mg vit c, 10,51% Fenol, Kapasitas Antioksidan 259.531,51 ppm GAEAC, Rendemen 11,6332% serta kadar IC 50% 0,05 mg/ml (Riady, 2014). Atas dasar inilah sehingga timbul pemikiran untuk menggunakan kulit buah manggis sebagai antioksidan khususnya untuk memberi pencegahan atau perlindungan terhadap radikal bebas dengan cara menghambat peningkatan pada F2 Isoprostan sebagai biomarker terjadinya peroksidasi lipid.
3.2 Konsep Penelitian
Ekstrak Kulit Buah Manggis
Faktor Internal
Faktor Eksternal
1. Radikal bebas 2. Hormon yang berkurang 3. Apoptosis 4. Gen 5. Proses glikosilasi 6. Metilasi 7. Sistem kekebalan yg turun
1. Asap kendaraan bermotor 2. Polusi lingkungan 3. Radiasi 4. Bahan kimia 5. Sinar UV 6. Makanan
Tikus di papar asap rokok F2 Isoprostan Urine
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas maka ditetapkan Hipotesis penelitian sebagai berikut: Pemberian ekstrak kulit buah manggis per oral menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urine tikus yang dipapar asap rokok.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Pre-test Posttest Control Grup Design (Pocock, 2008).
01 P
S
P0
02
P1
04
R 03 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan : P : Populasi S : Sampel R : Random P0 : Kelompok kontrol dengan aquabidest P1 : Kelompok perlakuan dengan ekstrak kulit buah manggis 01 : Kadar F2 Isoprostane urine kelompok kontrol ( pretest) 03 : Kadar F2 Isoprostane urine kelompok perlakuan ( pretest) 02 : Kadar F2 Isoprostane urine kelompok kontrol sesudah diberi asap rokok dan sesudah diberi aquabidest 1 jam sebelum paparan asap rokok (posttest)
04 : Kadar F2 Isoprostane urine kelompok perlakuan setelah diberi asap rokok dan setelah diberi ekstrak kulit buah manggis 1 jam sebelum paparan asap rokok (posttest) 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratory Animal Unit (ALU) Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan tempat pemeriksaan kadar F2 Isoprostan tikus dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian berlangsung selama 5 minggu. 4.3 Sampel 4.3.1 Besar Sampel Besar sampel yang digunakan diambil dan dihitung dengan menggunakan rumus Pocock ( Pocock, 2008).
n
2 2 f , 2 1 2
n
= besar sampel
= simpangan baku
= tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) tingkat kemaknaan (1- ) = 0,95 dua sisi
= tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1) f ( ,) = 10,5 (Tabel Pocock, 2008) 1
2
= rerata nilai F2 isoprostan kontrol pretest = rerata nilai F2 isoprostan kontrol posttest
Berdasarkan data penelitian pendahuluan ( Riady, 2014) terhadap 2 sampel, pada setiap kelompok didapatkan rerata F2 Isoprostan pretest (µ1) = 1,72
, posttest
(µ2) = 3,14 dan σ = 0,80 (Riady, 2014).
n =
2 ( 0,80)2x
10,5
( 3,14–1,72)2 =
6,67 dibulatkan menjadi 7
Berdasarkan hasil tersebut, jumlah subjek dalam penelitian ini menjadi
2x7=
14 ekor, untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada sampel, maka dalam penelitian jumlah sampel ditambah 10%, sehingga menjadi 16 ekor tikus, dan jumlah sampel masing-masing kelompok adalah 8 ekor tikus. pelaksanaannya sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : - Kelompok kontrol : Merupakan kelompok perlakuan dimana tikus yang diberi paparan asap rokok dalam waktu 3 jam setiap hari selama 14 hari dan diberikan aquabidest 2 cc 1 jam sebelumnya. - Kelompok perlakuan : Merupakan kelompok perlakuan yang diberi paparan asap rokok dalam waktu 3 jam setiap hari dan diberikan ekstrak kulit manggis sebanyak 8 mg yg diencerkan dengan aquadest menjadi 2 cc
secara oral sekali setiap hari selama 14 hari. Paparan
diberikan 1 jam setelah pemberian ekstrak.
4.3.2 Kriteria Sampel Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Kriteria inklusi 1.
Tikus putih (Rattus Norvegicus) galur wistar jenis kelamin jantan, sehat
2. Umur tikus 3-4 bulan 3. Berat badan 150-200 gram Kriteria drop out Tikus yang mati selama penelitian 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi variabel dan Klasifikasi Variabel Variabel penelitian yang di ukur adalah : a. Variabel bebas : ekstrak ethanol kulit buah manggis b. Variabel tergantung : kadar F2 Isoprostane urine c. Variabel kendali : jenis tikus, umur tikus, jenis kelamin tikus, berat badan tikus dan kesehatan tikus. 4.4.2 Definisi Operasional Variabel Rokok adalah suatu gulungan kecil yang terbuat dari daun tembakau. Merokok adalah suatu kegiatan menghisap asap dari pembakaran tembakau yang ada pada rokok, dimana salah satu ujungnya dibakar dan dibiarkan membara. Rokok yang dipakai adalah rokok jenis kretek tanpa filter merk sampoerna. Penulis menggunakan rokok jenis kretek karena rokok kretek memiliki kandungan tar dan nikotin yang paling tinggi dibandingkan produk lain, dimana kandungan nikotinnya 2,3 gr/batang.
Kulit buah manggis adalah kulit manggis yang diambil dari buah manggis yang berasal dari perkebunan di daerah Purworejo, Kecamatan Samongan, Desa Kaligesing. Ekstrak buah manggis adalah ekstrak etanol dari kulit buah manggis atau Garcinia Mangostana yang diambil zat aktifnya dengan cara ekstraksi. F2 isoprostan adalah salah satu biomarker terjadinya kerusakan oksidatif dan
peroksidasi lipid terbaik pada membran sel. F2 Isoprostan merupakan hasil dari peroksidase lipid asam arakidonat yang disebabkan oleh radikal bebas, yang diukur dengan menggunakan metode 8- iso-prostaglandin F2α yang merupakan enzyme immunoassay kit (EIA) dari assay design dengan menggunakan metode Spektrometri. Kadar F2 Isoprostan urin normal
< 2ng/ml kreatinin. Kadar
F2 Isoprostan ini dapat meningkat dalam kondisi stres oksidatif. Jenis tikus yang digunakan adalah tikus putih galur wistar (Rattus Norvegicus), jantan, umur tikus 3-4 bulan dengan berat badan 150-200 gr. Makanan tikus : kandungan protein 20-25%, lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5%,abu 4-5%. Makanan tikus harus mengandung vitamin A,D,α tokoferol, asam linoleat, B12, biotin, piridoksin, kolin dan mineral. Tiap hari seekor tikus makan 12-20 gr( Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus diberikan minum setiap hari secara ad libitum. 4.4.3 Alat dan Bahan Penelitian 4.4.3.1 Alat untuk penelitian 1. Kandang lengkap dengan wadah khusus penampung urin yang terbuat dari kardus dengan pelapis plastik untuk pemaparan asap rokok.
2. Selang aerator yg disambungkan langsung dari rokok untuk disalurkan ke dalam kandang 3. Sonde 4. Timbangan analitik merk 5. Maserator 6. Gelas ukur 7. Pipet tetes 8. Mikropalate shater 9. Penggiling simplisia 10. Kamera 4.4.3.2 Bahan untuk penelitian 1. Asap yang di hasilkan berasal dari rokok jenis kretek tanpa filter 2. Pakan tikus 3. Kain kasa untuk menyaring 4. Serbuk kulit manggis 5. Pelarut ethanol 9. Kapas 10. Aluminium foil 11. Kit untuk pemeriksaan F2 isoprostan 15. Buku untuk mencatat data 4.4.3.3 Pembuatan ekstrak kulit buah manggis Pembuatan ekstrak kulit buah manggis dimulai dari pengumpulan dan pengolahan bahan yang akan digunakan. Buah yang akan digunakan berasal dari daerah Purworejo yang merupakan daerah yang berdataran tinggi. Buah yang dipakai diambil
dari perkebunan buah di daerah Desa Somongan Kecamatan Kaligesing. Buah manggis yang digunakan untuk penelitian dipilih yang masih segar dengan kriterianya yaitu : diameter ± 55 - 65 mm, kulitnya berwarna merah keunguan, tidak cacat, tidak busuk, isi buahnya berwarna putih mulus, tidak ada serangga, kotoran dan dengan stadium kematangan 4-6 dan buahnya layak di konsumsi. Berikut di bawah ini adalah berbagai stadium kematangan buah manggis berdasarkan standar operasional prosedur komoditi perkebunan manggis di Purworejo :
.
Gambar 4.1 Stadium kematangan manggis Kulit buah manggis yang telah ada dibersihkan, dicuci dan dikeringkan. Kulit yang telah kering digiling sampai menjadi serbuk simplisia. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol yang dilakukan secara remaserasi. Serbuk simplisia kulit buah manggis ditimbang sebanyak 1 kg lalu ditempatkan ke dalam maserator yang bagian dasarnya telah dilapisi kapas, kmudian ke dalam maserator dimasukkan pelarut etanol 96% dengan perbandingannya yaitu sebanyak 1 : 10. Proses maserasi itu lalu didiamkan selama 24 jam sambil sesekali
diaduk. Setelah 24 jam maserasi dikeluarkan dan ditampung. Setelah itu, seluruh hasil penampungan pelarut dicampurkan untuk kemudian dilakukan proses pemekatan ekstrak dengan menggunakan alat rotary evaporator. Pada tanggal 9 September 2014 telah dilakukan uji fitokimia kulit buah manggis dengan metode DPPH di Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Analisis Pangan Universitas Udayana di mana didapatkan di dalam 100 gr ekstrak kulit buah manggis terkandung 8,19 mg Antosianin, 528,00 mg vit c, 10,51% Fenol, Kapasitas Antioksidan 259.531,51 ppm GAEAC, Rendemen 11,6332% serta kadar IC 50% 0,05 mg/ml (Riady, 2014). 4.5 Prosedur Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 5 minggu dengan rincian : 1. Persiapan selama 1 minggu 2. Pemberian perlakuan selama 2 minggu 3. Pengukuran kadar F2 Isoprostane urine selama 1 minggu 4. Analisis statistik dan penyusunan kelayakan selama 1 minggu 4.5.1
Persiapan HewanPercobaan
1. Tikus wistar dewasa jantan usia 3-4 bulan dengan berat badan 200 gram, kondisi keadaan sehat. Tikus dikelompokan secara random menjadi 2 kelompok yaitu: kelompok P0 (kelompok perlakuan pajanan asap rokok dengan aquabidest) dan kelompok P1 (kelompok perlakuan pajanan asap rokok dengan pemberian ekstrak kulit buah manggis), kemudian dimasukan ke dalam kandang masing-masing.
2. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus berupa bak plastik berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup kawat, di dalam kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman, serta pada dasar bak diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran tikus. Satu kandang untuk satu ekor tikus. 3. Tikus dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu selama satu minggu di tempat penelitian untuk penyesuaian dengan lingkungan. Selama proses adaptasi tikus tetap diberi makan dan minumsecara ad libitum dalam bentuk pellet dan pakan tikus. Selama penelitian berlangsung kebersihan serta kenyamanan kandang tetap dijaga dengan baik dengan pembersihan kandang setiap hari. 4.5.2
Pelaksanaan Penelitian Pada minggu pertama tikus diaklimatisasi dengan tetap diberikan makanan dan
minum secara teratur. Pemaparan asap rokok pada tikus dilakukan selama 14 hari. Pada hari pertama sebelum pemaparan terhadap asap rokok, urin telah ditampung 24 jam sebelumnya untuk dilakukan pengukuran kadar F2 Isoprostan urine pre-test. Dari hari pertama sampai hari ke 14 penelitian, 1 jam sebelum pemaparan asap rokok diberikan perlakuan pada tikus berupa tikus pada kelompok P0 diberi aquadest, sedangkan tikus pada kelompok P1 diberikan ekstrak kulit buah manggis 8 mg yang dilarutkan dalam aquadest sebanyak 2 cc melalui sonde secara oral. Pada saat pemaparan terhadap asap rokok tikus dipindahkan ke kandang khusus berukuran 40 cm x 25 cm x 20 cm, sebagai penutup kandang diberi penutup plastik yang cukup tebal dan dibuatkan dua lubang pada plastik tersebut. Satu lubang untuk memasukkan rokok ke dalam kandang dan lubang satunya lagi sebagai ventilasi, untuk menjaga supaya asap rokok tetap stabil maka pada pangkal rokok dihubungkan selang aerator dengan diameter yang sama dengan diameter rokok agar rokok tetap menyala.
Dalam 1 kandang ditempatkan 4 ekor tikus. Pemaparan dengan 1 batang rokok kretek tanpa filter merek Sampoerna per 1 ekor tikus selama 3 jam setiap hari. Setiap hari setelah pemaparan tikus diberikan makan dan minum seperti biasa. Selama penelitian tidak ada tikus yang sakit dan mati. Sehari setelah akhir pemaparan terhadap asap rokok, yaitu pada hari ke 15 tikus kembali ditampung urinnya di dalam wadah khusus selama 24 jam pada malam sebelumnya untuk diperiksa kadar F2 Isoprostan urine post test dengan menggunakan reagen 8 iso PGF2α immunoassay kit. Cara pemeriksaan sampel urin: Sampel ditambah dengan 2 M HCl sampai PH 3,5 lalu diamkan 4® C selama 15 menit. Siapkan C 18 reversephase columm dengan mencuci 10 cc etanol diikuti 10 cc air deionisasi. Sampel diberi putaran tekanan dengan rata-rata 0,5 ml/menit. Cuci tabung dengan 10 cc air, diikuti 10 cc 15% etanol dan 10 cc hexane lalu keluarkan sampel dari tabung dan tambah 10 cc etil asetat. Uapkan di bawah aliran nitrogen ditambah 250µl dari buffer ke sampel kering diamkan 5 menit lalu ulangi 2x bila analisis terlambat, simpan 80®c sampai immunoassai jalan. Kemudian dilakukan analisis data untuk membandingkan hasil dari ke dua kelompok tikus tersebut.
4.5.3 Alur Penelitian Tikus Wistar Jantan, umur 3-4bulan, Berat badan ±200 gr Adaptasi selama 7 hari
KELOMPOK KONTROL
KELOMPOK PERLAKUAN
Pemeriksaan Kadar F2 Isoprostan urine < 2ng/ml Pretest
PLASEBO 2 CC (1 jam sebelum pemaparan)
EKSTRAK KULIT MANGGIS 2 minggu 2cc(8mg) (1 jam sebelum pemaparan)
+
+
ASAP ROKOK
ASAP ROKOK
Seluruh Urine Tikus Wistar diperiksa Kadar F2 isoprostan (Posttest)
ANALISIS DATA 4.2 Bagan Alur Penelitian
4.6 Analisis Data
Dalam penelitian ini semua data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0 Analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis deskriptif Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. 2. Analisis normalitas data Analisis normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk oleh karena sampel tiap kelompok kurang dari 30. Data berdistribusi normal karena
p > 0,05
3. Analisis homogenitas Analisis homogenitas dilakukan dengan Uji Levene. Varian data homogen karena p > 0,05 4. Analisis komparasi Karena data penelitian berdistribusi normal maka digunakan uji t -Independent.
BAB V HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian eksperimental dengan rancangan Pretest – postest Control Group Design ini, digunakan sebanyak 16 ekor tikus putih (Rattus Norvegicus) galur wistar jenis kelamin jantan, sehat, umur 3-4 bulan dan berat 150-200g r sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 8 ekor, yaitu kelompok kontrol (Paparan asap rokok dan aquades), dan kelompok perlakuan (Paparan asap rokok dan ekstrak kulit buah manggis), tidak ada drop out. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan. 5.1
Uji Normalitas Data Data kadar F2 Isoprostanurine baik sebelum perlakuan maupun sesudah
perlakuan pada masing - masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Urin masing-masing Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
KelompokSubjek
n
p
Ket.
0,995 Kadar F2 Isoprostane urine kontrol pre
8
Kadar F2 Isoprostane urine perlakuan pre
8
Kadar F2 Isoprostane urine kontrol post
8
Kadar F2 Isoprostane urine perlakuan post
8
5.2
Normal
0,336
Normal
0,685
Normal Normal
0,945
Uji Homogenitas Data antarKelompok Data kadarF2 Isoprostane urine antar kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data F2 Isoprostan Urin Variabel Kadar F2 Isoprostane urine pre Kadar F2 Isoprostane urine post
F
p
0,013
0,910
1,30
0,274
5.3
Kadar F2 Isoprostan Urine
5.3.1
Uji Komparabilitas
Keterangan Homogen Homogen
Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata F2 Isoprostan urine antar kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa paparan asap rokok dan ekstrak kulit
buah manggis. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 RerataF2 IsoprostanUrin antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan KelompokSubjek
N
Kontrol
8
Perlakuan
8
Rerata Kadar F2 Isoprostane Urine (ng/ml) 1,84
0,03
1,81
0,04
SB
t
p
1,36
0,196
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata F2 Isoprostan urine kelompok kontrol adalah 1,840,03 ng/ml dan rerata kelompok perlakuan adalah 1,810,04ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independen menunjukkan bahwa nilai t = 1,36 dan nilai p = 0,196. Hal ini berarti bahwa rerata F2 Isoprostan urine pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05). 5.3.2
Uji efek perlakuan dengan pemberian ekstrak kulit buah manggis Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata F2 isoprostan urin antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa paparan asap rokok dan ekstrak kulit buah manggis. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Perbedaan Rerata F2 isoprostan urin antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan KelompokSubjek
n
Rerata Kadar F2 Isoprostan Urine (ng/ml)
SB
T
p
Kontrol
8
3,13
0,04 84,95
Perlakuan
8
1,84
0,001
0,02
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata F2 Isoprostan urine kelompok kontrol
adalah 3,130,04
ng/ml dan rerata
kelompok
perlakuan adalah
1,840,02ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independen menunjukkan bahwa nilai t = 84,95 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata F2 Isoprostan urine pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). 5.3.3Perbandingan Kadar F2 Isoprostan urine Sebelum dan Sesudah Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis Analisis perbandingan kadar F2 Isoprostan urine antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji berdasarkan rerata F2 Isoprostan urine antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berupa paparan asap rokok dan ekstrak kulit buah manggis. Hasil analisis kemaknaan dengan uji tpaired disajikan pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Perbandingan Kadar F2 isoprostan urin antar Kelompok Sebelum dan sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek
Rerata Kadar F2 Isoprostan Urin Pretest (ng/ml)
Rerata Kadar F2 Isoprostan Urin Posttest (ng/ml)
p
Kontrol Perlakuan
1,840,03
3,130,04
1,810,04
1,840,02
0,001 0,224
Pada tabel 5.5 diatas, menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol terjadi peningkatan kadar F2 Isoprostan urine secara bermakna (p<0,05) dan pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan kadar F2 Isoprostan urine (p>0,05).
Kadar F2 Isoprostan Urin
ng/ml
3.13 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
1.84 1.81
1.84 Kontrol Perlakuan
Sebelum
Sesudah
Gambar 5.1 Perbandingan kadar F2 Isoprostan Urine antara Kelompok sebelum dengan Kelompok sesudah Perlakuan Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak kulit manggis dengan dosis 8 mg dapat menghambat peningkatan kadar F2 isoprostan dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan aquades.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Subjek Penelitian Percobaan ini menggunakan tikus putih (RattusNorvegicus) galur wistar jantan
berumur 3-4 bulan, berat badan 150-200 gr sebagai binatang percobaan. Tikus laboratorium jarang berkelahi seperti mencit jantan. Jika dipegang dengan benar, tikus tenang dan mudah ditangani di laboratorium. Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina. Tikus putih juga tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara kedalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus dipelihara dalam ruangan yang berventilasi cukup, dikandangkan masing-masing secara individu. Suhu ruangan berkisar 28o-32oC. Makanan dan minuman diberikan secara ad libitum dalam bentuk pellet dan pakan tikus. Sebagai hewan coba digunakan tikus putih galur wistar sebanyak 16 ekor sebagai sampel. Kemudian dibagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 8 ekor, yaitu kelompok kontrol (asap rokok dan aquades) dan kelompok perlakuan (asap rokok dan ekstrak kulit buah manggis). Selama penelitian berlangsung tidak ada drop out. Setelah penelitian selama 2 minggu, tikus diperlakukan dengan selayaknya sesuai dengan teknik pemeliharaan di laboratorium penelitian UNUD.
6.2
Paparan Asap Rokok merupakan salah satu penyebab meningkatnya kadar F2
Isoprostan Berdasarkan hasil penelitian ini, seluruh tikus yang diberikan paparan asap rokok 3 jam tiap hari selama 2 minggu menunjukan peningkatan kadar F2 Isoprostan Urine.
Rokok merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Rokok merupakan penyumbang radikal bebas terbesar karena kandungan senyawa yang terdapat dalam asap rokok yang sangat berbahaya dan mengandung komponen yang telah teroksidasi, ROS dan karsinogen yang dapat merusak genom, membran serta makromolekul sel (Fowles dan Bates, 2000). Rokok juga menimbulkan ROS sehingga dapat menyebabkan stress oksidatif melalui mekanisme perusakan lipid dari membrane sel, kerusakan DNA oksidatif dan gangguan pertahanan antioksidan enzimatik yang akan meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Radikal lipid yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi lipid dan lipid peroksida serta F2 Isoprostan yang larut dalam air dan dapat dideteksi dalam urin (Muray et al., 2000). Maka dalam hal ini terjadi peningkatan kadar F2 Isoprostan Urine pada tikus yang dipapar asap rokok. 6.3Ekstrak Kulit Buah Manggis Menghambat Peningkatan Kadar F2 isoprostan urin Hasil penelitian dan analisis data pada kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk kelompok pre dan post-test masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).
Uji komparabilitas antara
kedua
kelompok
sebelum perlakuandengan
menggunakan uji t-independen. Rerata kadarF2 Isoprostan urin kelompok kontrol adalah 1,840,03 ng/ml dan rerata kelompok perlakuan adalah 1,810,04 ng/ml. Hal ini menunjukkan bahwa ke dua kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Uji perbandingan sesudah diberikan ekstrak kulit buah manggis antara kedua kelompok menggunakan uji t-independen. Rerata F2 Isoprostan urin kelompok kontrol adalah 3,130,04 ng/ml dan rerata kelompok perlakuan adalah 1,840,02 ng/ml. Analisis kemaknaan menunjukkan bahwa kedua kelompok setelah diberikan perlakuan berupa ekstrak kulit buah manggis terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak kulit manggis terjadi penurunan kadar F2 isoprostan urin sebesar 41,29 % dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena Kulit buah
manggis mengandung aktivitas antioksidan yang baik berupa 95% Xanton, Isoflavon, Flavanoid, Tanin, Fenol dan Antosianin yang tinggi ( Priya et al., 2010). Weecharangsan et al. (2006) menyatakan bahwa antioksidan yang terdapat pada kulit buah manggis dapat menghambat terbentuknya ROS oleh karena radikal bebas yang banyak terdapat pada asap rokok, sehingga dapat menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urine. Diketahui bahwa F2 Isoprostan adalah Prostaglandin like compound yang diproduksi dari esterifikasi asam arakidonat non enzimatik yang sebagai respon dari radikal bebas dan ROS, sehingga konsentrasi F2 Isoprostan yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel (Milne et al., 2007). Status antioksidan yang tinggi diikuti oleh penurunan kadar F2 Isoprostan (Winarsi, 2007). Kandungan antioksidan yang tinggi dan unsur Xanton dalam Garcinia Mangostana yang berperan untuk menghambat pembentukan ROS oleh karena
radikal bebas dan dapat juga menurunkan kadar F2 Isoprostan Urine. Lebih lanjut di dapatkan bahwa kandungan Xanton, Poliphenol dan Antosianin ditemukan di kulit buah manggis dan juga daun, akar dan batang. Adanya kandungan xanton, poliphenol dan antosianin yang tinggi pada kulit buah manggis sehingga memiliki efek antioksidan yang kuat ( Priya et al., 2006 ; Pradipta et al., 2009). Demikian juga kandungan Flavanoid termasuk apigenin, kaemferol, quercetin dan rutin juga didapatkan dengan menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC). Flavanoid memiliki fungsi sebagai antioksidan primer, chelators dan superoxide anion scavengers, serta memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dalam melawan peroxy radicals dibandingkan dengan vitamin E, C dan gluthation. Struktur flavanoid yang memiliki gugus hidroksil dan bertindak sebagai hydrogen donator yang dapat menangkap radikal bebas (Kormin, 2005). Mekanisme kerja ekstrak kulit buah manggis sebagai antioksidan dapat melalui 3 jalan yaitu : superoxide free radical scavenging activity, inhibition of linoleic acid peroxidation and radical scavenging activity (Akao et al., 2008). Kulit buah manggis juga dapat mencegah kerusakan oksidatif yang ada pada beberapa penyakit seperti kanker dan kelainan neuropatologis seperti stroke, Parkinson dan Alzheimer serta dapat memperbaiki keadaan neurological karena antioksidan yang berhubungan dengan penuaan ( Shibata et al., 2011 ; Zarena dan Sankar, 2009). 6.5
Manfaat kulit manggis dalam kaitannya dengan Anti Aging Medicine Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pemberian kulit buah manggis per
oral pada tikus Wistar yang dipapar asap rokok, dapat meredam efek buruk yang ditimbulkan oleh radikal bebas yang ditandai dengan meningkatnya kadar F2 isoprostan yang dapat menurun setelah diberi ekstrak kulit buah manggis. Kulit buah manggis diketahui dapat
memperbaiki keadaan stress oksidatif, yang ditandai dengan penurunan atau penghambatan peningkatan kadar F2 isoprostan kenilai normal ( ≤ 2ng/ml ).
Stres oksidatif dihipotesiskan berperan penting terhadap terjadinya berbagai penyakit (Wu et al., 2004). Sehingga dengan demikian penting bagi kita semua untuk menjaga keseimbangan antioksidan dan oksidan dengan suplementasi antioksidan (Hanggono, 2004). Radikal bebas merusak struktur sel, enzim seluler, sintesis DNA dan RNA. Saat usia muda efek radikal bebas sangat kecil Karena tubuh memiliki mekanisme pertahanan. Namun seiring bertambahnya usia radikal bebas akan menumpuk, sehingga dapat mengganggu metabolism tubuh. Hal ini juga dapat membuat sel mutan kemudian terjadi kanker akhirnya terjadi kematian. Teori radikal bebas merupakan salah satu teori tentang penuaan (Goldmann dan Klatz, 2007). Dengan demikian jika radikal bebas dapat diatasi dengan antioksidan berarti salah satu penyebab proses penuaan dapat dihambat yaitu dengan pemberian kulit buah manggis. Bila berbagai factor penyebab penuaan dapat dihindari, maka proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup dapat dipertahankan, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2011). Dengan demikian maka sesuai dengan tujuan dari Anti Aging Medicine.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan :
Pemberian ekstrak kulit buah manggis per oral dapat menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan urine pada tikus wistar yang dipapar asap rokok. 7.2
Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja ekstrak kulit buah manggis yang lebih detail sebagai sumber antioksidan 2. Perlu dilakukan Clinical Trial terlebih dahulu sebelum digunakan pada
manusia sebagai antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA
Akao, Y., Nakagawa, Y., Linuma, M. and Nozawa, Y. 2008. Anti-Cancer Effects of Xanthones from Pericarps of Mangosteen. International Journal of Molecular Sciences 9,355-370. Anonim, 2013. Radikal Bebas. Available at: http://www.scribd.com/doc/22959461/STRUKTUR-RADIKAL-BEBAS. Accessed Nov 17, 2013. Arief. S. 2007. Radikal bebas. Bagian SMF ilmu kesehatan anak FK UNAIR RSU dr Soetomo Surabaya, Available from : www.scribd.com/doc/49918891/radikalbebas. (Accessed : tanggal 17 november 2013). Arsana.I.N,2014. Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Pelatihan Fisik Menurunkan Stress Oksidatif Pada Tikus Wistar Selama Aktivitas Fisik Maksimal. Universitas Negeri Udayana, Denpasar. Bagiada, A., Arcana., Mahasucipta. 2005. Peran Antioksidan untuk Mencegah beberapa Kelainan Jaringan Tubuh. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 5. No 6: 455-458. Baraas, F. 2006. Kardio molekuler, radikal bebas, disfungsi endotel, aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik dan rehabilitasi jantung. Jakarta: Yayasan Kardia Ikratama.hal.266-295. Baynes, J. W. and Dominiczak, M. H.2005. Medical Biochemistry. Second Edition. London: Elseveir Mosby.p.605-606. Bindar, Y. 2000. Ekonomi, Rokok, dan Konsekuensinya. Jurusan Teknik Kimia. ITB. Available From: http://www.anglefire.com/il/nalapralaya/rokok/html. Accessed: 04 Agustus 2014.
Burlakova, E.B., Zhizhina, G.P., Gurevich, S.M., Fatkullina, L.D. 2010. Biomarkers of Oxidative Stress and Smoking in Cancer Patients. Russia. J. Cancer Res. Ther. Vol. 6. p. 47-53s. Cadenas, E. and Packer, L. 2002. Quantification of Isoprostanes as Indicators of Oxidants Stress In Vivo. Handbook of Antioxidants. Second edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 57-90. Caimi, G.C., Carollo, R. and Presti. 2004. Chronic Renal Failure : Oxidative Stress, endothelial dysfunction and wine. Journal Cline Nephrology 62: 331-335. Chairungsrilerd, N.K., Takeuchi, Y., Ohizumi, S., Nozoe and T. Ohta., 2007. Mangostanol, a prenyl xanthone from Garcinia mangostana. Journal Phytochemistry 43 (5) : 1099-1102. Chang, H.F., Yang, L.L. 2012. Gamma-Mangostin, a micronutrient of Mangosteen Fruit Induces Apoptosis In Human Colon Cancer Cells. Chivapat, S., Chavalittumrong, P., Wongsinkongmani, P., Phisalpong, C. and Rungsipipat, A., 2011. Chronic Toxicity Study of Garcinia mangostana Linn. pericarp Extract. Thai Journal Veterinary Medical. 41(1) : 45-53. Chomnawang, M.T., Surassmo, S., Nukoolkarn, V.S. and Gritsanapan, W., 2005. Antimicrobial effects of Thai medicinal plants against acne-inducing bacteria. Journal Ethnopharmacology; 101 : 330-333. Devasagayam, T.P.A. 2004. Free radicals and antioxidants in human health:Current Status and Future Prospects. J Assoc Physicians India.Vol. 52:794-804. (available
From
http://www.panelamonitor.org/media/docrepo/document/files/free-
: radicals-
and-antioxidants-in-human-health.pdf). Fowles, J. and Bates, M. 2000. The Cemical Contituents in Cigarette and Cigarette Smoke: Priorities for Harm Reduction Epidemiology and Toxicology Grou. ESR: Kenepuru Science Center. Porirua. New Zeland
Garelnabi, M.O., Brown, W.V., Le, N.A.. 2008. Evaluation of A Novel Colorimetric Assay For Free Oxygen Radicals As A Marker of Oxidative Stress. Atlanta. J. Clinical Biochemistry. Vo. 41. P. 1250-1254. Goldman, R. and Klatz, R. 2007. The New Anti Aging Revolution. Malaysia. Printmate Sdn. Bhd.p. 19-25. Goldman,R.,Klantz.2003. The New Anti Aging Revolution. Australian Edition p.2224,191-194. Halliwell, B and Lee, C.Y. 2010. Using isoprostanes as biomarker of oxidative stress: some rarely considered issues. Pubmed NCBI Journal Antioxidan Redox Signal.2010 Jul 15;13(2):145-156. Halliwell, B. and Gutteridge, J. M. C. 2007. Free Radicals in Biology andMedicine. New York : Oxford University Press.p.19-633. Hanggono, T.2004. Biomolekular mechanisme of Antioxidant activity on aging process.
Available
From
:
http:
unpad.
content/uploads/2009/10/biomplecular_mechanisme.pdf.
ac.
Accessed
id/wpat:
09
Agustus 2014. IPB, 2009. Evaluasi biomassa, kadar dan profil derivates Xanthone serta potensi antioksidan kulit buah manggis (garcinia mangostana l). Dari beberapa tipe Agroekologi sentra produksi manggis. Available at : http : //www.searchdocument.com/pdf/7/10/kandungan-kulit-manggis.html#(
accessed
:
21
September 2014). Jung, H.A., Su, B.N., Keller, W.J., Mehta, R.G and Kinghorn, A.D. 2006. Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen), Journal Agriculture Food Chemical54(6):2077-2082. Kosem, N., Ichikawa, K., Utsumi, H., Moongkarndi, P. 2012. In vivo toxicity and antitumor activity of mangosteen extract. Journal of Natural Medicine. 05/2012; DOI:10.1007/s11418-012-0673-8.
Kosen, S., Hardjo, H., Kadarmanto, Sinha, D.N., Palipudi, K.M., Wibisana, W., Tarigan, I. 2011. Global Adult Tobbaco Survey : Indonesia 2011. World Health Organization. Indonesia. KPAI 2013, Available at : www.kpai.go.id/tinjauan/menyelamatkan-anak-dari-bahayarokok (Accessed : tanggal 21 Mei 2014). Kresno, S.B., 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Jakarta : 137145, Balai Penerbit FKUI. Hal 137-145. Kuntarsih, S. 2006. Program Pengembangan Manggis di Indonesia. Makalah dalam Seminar Harteknas dan ri tech expo. Puspiteks Serpong Tangerang 31 Agustus 2006. Kurniawati, A., Poerwanto, R., Sobir, Effendi, D. and Cahyana, H. 2010. Evaluation of Fruit Characters, Xanthones Content, and Antioxidant Properties of Various Qualities of Mangosteens (Garcinia mangostana L.) J.Agron. Indonesia. 38 (3): 232 -7 Mardewati,E.S.T.P.,Achyar.C.S.,Marta.H. 2008. Kajian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis Dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis Di Kecamatan Puspahiang,Kabupaten Tasikmalaya. Milne, G.L., Sanchez,S.C.,Musiek,E.S. and Morrow,J.D.2007.Quantification of F2isoprostanes as a biomarker of stress. Journal Nature Protocols 2: 221-226. Miryati.A.Y.I.P, Ir., M.Si, Dr. Lanny Sapei, S.T., M.Sc,Kurniawan Budiono, Stephen Indra,2011. Ekstraksi Antioksidan dari kulit buah manggis( Garcinia Mangostana L). Moini, H., Packer, L. and Saris, N.E.L., 2002. Antioxidant and Prooxidant Activities of Alpha Lipoic Acid. Toxicol. Appl. Pharmacol.182, 84. Moongkarndia,P.,
Kosema,N.
Kaslungkab,S.,
Luanratanac,O.,
Pongpanc,N.,
Neungton,N.2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis
by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology 90 (2004) 161–166. Murray, R.K.2009. Harper’s Illustrated Biochemistry. USA. Mac Graw Hill Company 28: 101, 2009. Murray,R.K,Granner,D.K,Mayes,P.A.,Rodwel lv.W.2000. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta. EGC,hal : 609-612. Nabandith, V., Suzui, M., Morioka, T., Kaneshiro, T., Kinjo, T., Matsumoto, K., Akao, Y., Iinuma, M.and Yoshimi, N. 2004, Inhibitory effects of crude alphamangostin, a xanthone derivative, on two different categories of colon preneoplastic lesions induced by 1, 2-dimethylhydrazine in the rat, Asian Pacific Journal Cancer Preventive 5(4) : 433-438. Nakatani, K., Atsumi, M., Arakawa, T., Oosawa, K., Shimura, S., Nakahata, N and Ohizumi, Y., 2002. Inhibitions of histamine release and prostaglandin E2 synthesis by mangosteen, Journal Thai medicinal Plant Biology Pharmacology Bull 25, 1137-1141. Nugroho, A.E.2007. Manggis (Garcinia mangostana L.) : Dari kulit buah yang terbuang hingga menjadi kandidat suatu obat. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,
Bagian
Farmakologi
dan
Farmasi
Klinik,
Fakultas
Farmasi,Universitas Gajah Mada. Palakawong, C., Sophanodora, P., Pisuchpen, S., dan Phongpaichit. 2010. Antioxidant and Antimicrobial Activities of Crude Extracts from Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Parts and Some Essential Oils. International Food Research Journal. 17: 583-9. Palmieri and Sblendorio. 2010. Current Status of Measuring Oxidative Stress. Humana Press.p. 1-16. Pangkahila,W.2011.Tetap Muda dan Sehat. Anti Aging Medicine.Cetakan ke-2. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.hal : 11-15;20-21;22-23;25-26;27-29;17-32;33-37;151155.
Panupon Khumsupan and Wandee Gritsanapan ,2014.Anti acne activity of Garcinia Mangostana
L;Review.
Available
from
:
http://horizonepublishing.com/journals/index.php/PST/article/view/39/3.Access ed: 26 Agustus 2014. Pedraza-Chaverri J., Cardenas-Rodriguez, N., Orozco-Ibarra, M and Perez-Rojas, J.M. 2008. Medicinal properties of Mangosteen (Garcinia Mangostana). Journal Food Chemical. Toxicology, 46: 3227-3239. Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and Health. Int J Biomed Sci 4 No 2: 89-96. Pilacik,B., Nofer,T,W., Wasowicz,W. 2002. F2-Isoprostanes Biomarkers Of Lipid Peroxidation; Their Utility In Evaluation Of Oxidative Stress Induced By Toxic Agent. International Journal Of Occupational Medicine and Environmental Health, Vol.15.No. 1,19-27. Pilacik,B.,Teresa,W.N.,Wojciech,W.2002.
F2 Isoprostan Biomarkers
Of
Lipid
Peroxidation; Their Utility In Evaluation Of Oxidative Stress Induced By Toxic Agents. Pocock,S. J., 2008. The Size of a Clinical trial, Clinical trials a Practical Approach. John Wiley Sons.Chichester, p.123-127. Pradipta, I.S., Nikodemus, T.W., Susilawati, Y., (2009), “Isolasidan Identifikasi Senyawa Golongan Xanton dari KulitBuah Manggis ( Garcinia mangostana L.)”, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Prihatman, K., 2000, Manggis (Garcinia mangostana L.), Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPP Teknologi, Jakarta. Priya, V., Jainu, M., Mohan, S.K., Saraswati, P and Gopan, C.S. 2010. Antimicrobial activity of pericarp extract of garcinia mangosatan linn. International Journal of Pharma Sciences and Research vol 1 (8) p 278-281.
Riady, W.2014. Pemberian ekstrak kulit buah manggis menghambat peningkatan kadar F2 Isoprostan Urine tikus wistar yang dipapar asap rokok. (Penelitian Pendahuluan) Denpasar : Universitas Udayana Rodgman, A., Perfetti, T.A. 2009. The Chemical Components of Tobacco and Tobacco Smoke. CRC Press. Taylor and Francis Group. USA. Shibata, M., Linuma, M., Morimoto, J., Kurose, H., Kanako, A., Okuno, Y., Akao, Y. and Otsuli, Y., 2011. a-Mangostin extracted from the pericarp of themangosteen (Garcinia mangostana Linn) reduces tumor growth and lymph node metastasis in animmuno competent xenograft model of metastatic mammary cancer carrying a p53 mutation. BioMed Journal . Cytotoxic prenylated xanthones from the young fruit of Garcinia mangostana.Central Medicine 2011, 9 : 69. Smith,B.John.B.V.Sc., Mangkoewidjojo,S. 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. Universitas Indonesia. Suksamrarn, S., Komutiban, O., Ratananukul, P., Chimnoi, N., Lartpornmatulee, N and Suksamrarn, A., 2006. Cytotoxic prenylated xanthones from the young fruit of Garcinia mangostana. JournalChemical Pharmcology Bull. 54, 301–305. Supiyanti, W., Endang, D.W., Lia, K., 2010 Uji Aktivitas antioksidan dan Penentuan Kandungan Antosianin pada kulit buah manggis (Garcinia Mangostana). Majalah Obat Tradisional 15(2), 64-70. Tanijaya, S.C.E. 2012. “Pemberian Alpha Lipoic Acid Menurunkan Kadar F2 Isoprostan Urine Pada Perokok Aktif Sedang” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Thewakan,K . 2012. Astaxanthine menurunkan jumlah sel goblet saluran napas pada tikus jantan wistar akibat paparan asap rokok.(tesis) Denpasar: Universitas Udayana Torrungruang, K., Vichienroj, P. and Chutimamorapan, S., 2007. Antibacterial activity of mangosteen pericarp extract against cariogenic streptococcus mutans. Natural Medicine Journal 30 : 1-10.
Towatana, N.H., Reanmongkol, Wand Wattanapiromsakul, C. 2010. Acute and subchronic toxicity evaluation of the hydroethanolic extract of mangosteen pericarp. Journal of Medicinal Plants Research Vol.4 (10), pp.969-974. Utami, T.S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., Rini. 2009. Perbandingan Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia- SNTKI 2009.pp : 1-4 Warid, A. Qosim. 2013. Perkembangan Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Indonesia. Development Of Mangosteen Fruit as Export Commodity Of Indonesia.
Jurnal
Kultivasi
Vol
12(1).
Accessed
from
:
www.pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2014/02/jurnal_kultivasi_manggis.pdf. Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun, U. and Siripong, P., 2006. Antioxidative and neuro protective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Journal Medical Principles and Practice 15(4) : 281-287. WHO. 2013. WHO Report On The Global Tobacco Epidemic. 2013. Enforcing bans on tobacco
advertising
promotion
and
sponsorship.
Available
at:
http://www.who.int/whosis/indicators/compendium/2013/index.html. Accessed : 18 November 2013. Widhiantara, I. Gede. 2010. Terapi Testosteron dan LH (Luteinizing Hormone) meningkatkan jumlah sel leydig mencit (Mus musculus) yang menurun akibat paparan asap rokok (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Available
from
:
http://books.google.co.id/books?id=AlC1KQ2Oaj0C&printsec=frontcover&hl=i d&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false. Accessed : 9 Agustus 2014.
Wu, T., Rifai, N., Roberts, L.J., Willett, W.S. and Rimm, E.B. 2004. Stability of Measurements of Biomarkers of Oxidative Stress in Blood Over 36 Hours. Journal Of Cancer Epidemiology Biomarkers PreventiveAugust 2004 13; 1399 Zarena, A. S. and Sankar, U. 2009. Screening of xanthone from mangosteen (Garcinia mangostana L.) peels and their effect on cytochrome c reductase and phosphomolybdenum activity Journal of Natural Products, Vol. 2(2009):23-30.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Urin pada Masing-masing kelompok Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok F2_Isoprostan_pre
Kontrol
Statistic .100
Perlakuan .207 F2_Isoprostan_post Kontrol .153 Perlakuan .133 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
df
Shapiro-Wilk
Sig. 8 8 8 8
Statistic
df
Sig.
*
.990
8
.995
*
.907 .947 .977
8 8 8
.336 .685 .945
.200
.200 .200* .200*
Lampiran 4 UJi t-independent Kadar F2 Isoprostan Urin antara Kelompok Kontrol dengan Kelompom Perlakuan Group Statistics Kelompok F2_Isoprostan_pre F2_Isoprostan_post
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol
8
1.8375
.03240
.01146
Perlakuan
8
1.8138
.03739
.01322
Kontrol
8
3.1275
.03615
.01278
Perlakuan
8
1.8363
.02326
.00822
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F F2_Isopro Equal variances stan_pre assumed Equal variances not assumed F2_Isopro Equal variances stan_post assumed Equal variances not assumed
Sig.
t
.013 .910 1.358
df
Sig. Std. (2- Mean Error taile Differe Differe d) nce nce Lower Upper
14 .196 .02375 .01749 -.01377 .06127
1.358 13.72 .196 .02375 .01749 -.01384 .06134 1.296 .274 84.95
14 .000 1.2912 .01520 1.2586 1.3238
84.95 11.94 .000 1.2912 .01520 1.2581 1.3243
Lampiran 5 UJi t-paired Kadar F2 Isoprostan Urin pada Masing-masing Kelompok Kelompok = Kontrol Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
F2_Isoprostan_pre
F2_Isoprostan_post a. Kelompok = Kontrol
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
1.8375
8
.03240
.01146
3.1275
8
.03615
.01278
Paired Samples Correlationsa N
Correlation
Pair 1
F2_Isoprostan_pre & F2_Isoprostan_post a. Kelompok = Kontrol
8
Sig.
-.567
.143
Paired Samples Testa Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Std. Deviati Error Mean on Mean Pair F2_Isoprostan_pre 1 F2_Isoprostan_post
Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
-1.2900 .06071 .02146 -1.34075 -1.23925 -60.10
7
.000
a. Kelompok = Kontrol
Kelompok = Perlakuan Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
F2_Isoprostan_pre
F2_Isoprostan_post a. Kelompok = Perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
1.8138
8
.03739
.01322
1.8363
8
.02326
.00822
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
F2_Isoprostan_pre & F2_Isoprostan_post
a. Kelompok = Perlakuan
Correlation 8
-.326
Sig. .430
Paired Samples Testa Paired Differences
Std. Deviatio Std. Error Mean n Mean Pair F2_Isoprostan_p 1 re .0225 F2_Isoprostan_p 0 ost a. Kelompok = Perlakuan
.05007
.01770
95% Confidence Interval of the Difference Lower -.06436
Upper
t
.01936 -1.271
Sig. (2tailed)
df 7
.244