perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Magister Pertanian pada Program Studi Agronomi
Oleh SOFIA MIANTI PURBA S 610809012
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
Oleh SOFIA MIANTI PURBA S 610809012
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Kedudukan Pembimbing
Nama
Pembimbing I
Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP NIP 19661205 199010 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Supriyadi, MS NIP 19580813 198503 1 003
Tandatangan
Mengetahui Ketua Program Studi Agronomi, PPs Agronomi
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002
commit to user
ii
Tanggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
yang dipersiapkan dan disusun oleh Sofia Mianti Purba S610809012
telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Kedudukan Penguji Ketua Sekretaris
Anggota
Nama
Tandatangan
Tanggal
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002 Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP NIP 19480426 197609 1 001 1. Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP NIP 19661205 199010 2 001 2. Dr. Ir. Supriyadi, MS NIP 19580813 198503 1 003
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Agronomi
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP 19610717 198601 1 001 commit to user
iii
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sofia Mianti Purba NIM : S 610809012 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul: Status Nutrisi Nitrogen Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Tanah Oxisol Tuntang dengan
Aplikasi
Mikrobiota
Bermanfaat pada
Berbagai
Imbangan
Pemupukan, adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta,
Desember 2011
Yang membuat pernyataan,
Sofia Mianti Purba
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat segala karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam penyusunan tesis ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Prof. Dr. Supriyono, MP selaku Ketua Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP selaku Pembimbing Utama sekaligus ibu bagi penulis, yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan dalam proses penelitian hingga selesainya tesis ini 4. Dr. Ir. Supriyadi, MS selaku Pembimbing Pendamping atas bimbingan, masukan, waktu dan kesediaannya dalam membimbing penulis hingga selesainya tesis ini 5. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku dosen penguji, saya ucapkan banyak terimakasih atas segala masukan dan arahan demi perbaikan tesis ini 6. Dr. Ir. Supriyadi, MP atas segala nasehat dan bimbingannya, semoga dapat menjadi bekal hidup yang bermanfaat bagi penulis 7. Mas Darsono dan Mas Yen atas kerjasamanya di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah 8. Ayahanda Supomo dan Ibunda Purbo Wahyuni tercinta, yang selalu memberi dukungan moral dan material, doa, serta bimbingan yang luar biasa dalam kehidupan penulis 9. Adik-adikku, Hanief Burmauna, Fadhila Diah Suminar, dan Mohamat Arifin tersayang yang selalu memberi warna dan semangat bagi penulis dalam segala hal, dunia sepi tanpa kalian 10. Mas Guntur Triono yang selalu mendampingi hari-hari penulis, menjadi semangat, dan inspirasi yang luar biasa dalam menjalani suka duka hidup. Semoga kita selalu ditunjukkan jalan terbaik commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Tim SRI (Mbak Tanti, Burhan, Ganis) atas kerjasama dan perjuangannya dalam penyelesaian penelitian. Kisah kita terlalu indah untuk dilupakan, tetap jaga kekompakan dan persahabatan 12. Sahabatku Indri, Desi, Kiky, Bayu, Ibnu, Yoga, Yogi, Dinar, Christin, Mustofa, Mas Guruh, Mas Dodik, atas segala dukungan, bantuan, semangat, doa, waktu dan kesediaannya menjadi teman diskusi penulis, serta kerjasamanya baik di lapangan, laboratorium, dan kehidupan penulis. Semoga persaudaraan kita selalu terjaga 13. Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan Agronomi Pascasarjana 2009 atas kekompakan dan kerjasamanya. Penulis tidak akan ada artinya tanpa kehadiran teman-teman 14. Keluarga Mahasiswa Ilmu Tanah angkatan 2004 - 2007, atas kerjasamanya, saling bantu menbantu dalam proses penelitian, ”Viva KMIT” 15. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam pembuatan tesis ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat lebih baik di masa datang. Walaupun demikian, penulis berharap tesis ini akan dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Surakarta,
Desember 2011
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..............................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
ABSTRAK .......................................................................................................
xii
ABSTRACT .....................................................................................................
xiii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Perumusan Masalah............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
5
II. LANDASAN TEORI .................................................................................
6
A. Tinjauan Pustaka ...............................................................................
6
1. Daya Dukung Tanah Oxisol sebagai Lahan Pertanian .................
6
2. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ...................................................
7
3. SRI (System of Rice Intensification) ..............................................
9
4. Imbangan Pemupukan dalam Upaya Ketersediaan Nutrisi Nitrogen Tanaman Padi dengan SRI ............................................................
11
B. Kerangka Berfikir ..............................................................................
23
C. Hipotesis ............................................................................................
24
III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................ A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ to user B. Bahan dan Alat Penelitian commit ..................................................................
vii
26 26 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Halaman C. Cara Kerja Penelitian ........................................................................
27
1. Rancangan Penelitian ...................................................................
27
2. Pelaksanaan Penelitian .................................................................
28
3. Variabel Penelitian .......................................................................
30
4. Analisis Data ................................................................................
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
34
A. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Karakteristik Tanah ..........
34
1. Pengaruh Perlakuan terhadap pH Tanah dan Kandungan C Organik Tanah .................................................................................
34
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Jumlah Spora Mikoriza ................................................................................
38
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Status Nutrisi N Total Tanah ...........
51
B. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Tanaman Padi ...................
53
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Status Nutrisi N Jaringan Tanaman dan Serapan N Padi .........................................................................
53
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ............
60
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Tanaman Padi .........................
69
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
74
A. Kesimpulan...........................................................................................
74
B. Saran .....................................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
76
LAMPIRAN .....................................................................................................
83
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Total Bakteri pada budidaya padi konvensional dan SRI ............
11
Tabel 4.1. Analisis Ragam Parameter Sifat Kimia Tanah ............................
35
Tabel 4.2. Karakteristik pH H2O, pH KCl, dan C organik Tanah Akhir .......
36
Tabel 4.3. Hasil Analisis Jumlah Koloni Bakteri dan Spora Mikoriza .........
39
Tabel 4.4. Hasil Analisis Jumlah N Total Tanah ...........................................
51
Tabel 4.5. Hasil Analisis N Jaringan, Berat Kering, dan Serapan N Tanaman Padi ...............................................................................
54
Tabel 4.6. Nilai N Jaringan dan Berat Kering Tanaman Padi .......................
54
Tabel 4.7. Hasil Analisis Parameter Pertumbuhan Tanaman Padi ................
61
Tabel 4.8. Tinggi Tanaman Padi Umur 4, 8, dan 12 MST..............................
62
Tabel 4.9. Panjang Akar Padi Umur 4, 8, dan 12 MST .................................
65
Tabel 4.10. Hasil Analisis Parameter Hasil Tanaman Padi .............................
68
Tabel 4.11. Parameter Hasil Tanaman Padi .....................................................
69
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Bagan Alir Penelitian ................................................................
25
Gambar 4.1. Hubungan bahan organik, Fe tersedia, dan pH tanah ...............
38
Gambar 4.2. Kenampakan koloni Azospirillum pada Media Okon...............
40
Gambar 4.3. Rerata Jumlah Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, Spora Mikoriza dalam tanah...............................................................
42
Gambar 4.4. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen ..............
43
Gambar 4.5. Kenampakan koloni Rhizobium pada YEMA ..........................
45
Gambar 4.6. Kenampakan Spora Mikoriza ...................................................
48
Gambar 4.7. Grafik hubungan jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza pada akar padi ..........................................................................
49
Gambar 4.8. Grafik N Total Tanah Akhir .....................................................
52
Gambar 4.9. Kenampakan Visual Tanaman Padi Umur 8 MST pada Beberapa Perlakuan..................................................................
55
Gambar 4.10. Grafik Serapan N Tanaman Padi..............................................
58
Gambar 4.11. Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman ............................
60
Gambar 4.12. Grafik Jumlah Anakan Tanaman Padi .....................................
64
Gambar 4.13. Panjang Akar Padi Umur 8 MST .............................................
65
Gambar 4.14. Metabolisme Nitrogen dalam Sel Tumbuhan ..........................
70
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Komposisi Media Selektif untuk Isolasi Bakteri ......................
83
Lampiran 2.
Foto-foto Hasil Isolasi Bakteri dan Pelaksanaan Penelitian ....
84
Lampiran 3.
Perhitungan Kebutuhan Pupuk .................................................
86
Lampiran 4.
Kriteria Sifat Penilaian Tanah, Pupuk, dan Tanaman Padi ......
87
Lampiran 5.
Analisis Statistika Uji F dan DMRT ........................................
90
Lampiran 6.
Ciri Morfologi Oxisol Tuntang ................................................
115
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Sofia Mianti Purba. S 610809012. 2011. Status Nutrisi Nitrogen Tanaman Padi (Oryza Sativa. L) pada Tanah Oxisol Tuntang dengan Aplikasi Mikrobiota Bermanfaat pada Berbagai Imbangan Pemupukan. Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP dan Dr. Ir. Supriyadi, MS. Program Studi Agronomi, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari status nutrisi nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan System of Rice Intensification. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial tunggal, terdiri atas 17 perlakuan masing-masing 6 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi memberi peningkatan kadar N jaringan tanaman yang berbeda tidak nyata dari perlakuan pemupukan pada aras 100% pupuk anorganik dosis rekomendasi (0,73 g), namun mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan berat kering tanaman padi 55,3% dari berat kering perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik (10,58 g), sehingga secara efektif aplikasi mikrobiota bermanfaat dapat menjadi alternatif dosis pemupukan yang lebih baik. Aplikasi mikrobiota bermanfaat baik secara tunggal maupun pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkatkan berat 1000 biji padi 144% dari berat 1000 biji kontrol (9 g) dan peningkatannya berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik maupun aras 100% dosis pupuk organik, namun hasil tanaman padi pada aplikasi mikrobiota pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkat 20% dari perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik (2,6 ton ha-1). Dari keseluruhan perlakuan kadar N jaringan tanaman, berat kering tanaman, dan hasil tanaman padi terbaik adalah pada perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk organik dengan peningkatan 8,2%; 113,7%; dan 37,3% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik. Secara keseluruhan, perlakuan belum bisa meningkatkan N jaringan tanaman dari status defisiensi. Kata kunci: Kombinasi pemupukan, Mikrobiota bermanfaat, Oxisol, Status N padi, System of Rice Intensification
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Sofia Mianti Purba. S 610809012. 2011. Nitrogen Status of Rice (Oryza Sativa.L) in Oxisol Tuntang with Application of Beneficial Microbiota in Variety of Fertilizing Combination. This research is guided by Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP and Dr. Ir. Supriyadi, MS. Agronomy Program Study, Postgraduated Program, Sebelas Maret University Surakarta. The aim of this research studied about Nitrogen Status of Rice (Oriza Sativa.L) in Oxisol Tuntang with Application of Beneficial Microbiota in Variety of Fertilizing Combination use System of Rice Intensification. The research was done from October 2010 until March 2011. Completely Random Design was used in this experiment consist of 17 treatments with 6 replications. The result showed that application of beneficial microbiota in combination of inorganic and organic fertilizer 50% of recommended dosage, not significant improved value of N in plant tissue from application inorganic fertilizer 100% of recommended dosage (0,73 g). However, it can improved the rice growth by produced dry matter of plant 55,3% better than application 100% dosage of inorganic fertilizer (10,58 g). Because of that, application of beneficial microbiota effectively as a better alternative dosage of fertilizing than inorganic fertilizing. Both application of single beneficial microbiota or in combination of inorganic and organic fertilizer 50% dosage improved weight of 1000 seeds at 144% from control (9 g) and the improvement not significant from both application 100% dosage of inorganic and organic fertilizer, but application of beneficial microbiota in combination of inorganic and organic fertilizer 50% dosage can improved rice production at 20% from application 100% dosage of inorganic fertilizer (2,6 ton ha-1). From all treatments, the highest value of N in plant tissue, dry matter of plant, and rice production was application 100% of organic fertilizer with improvement value 8,2%; 113,7%; and 37,3% from application 100% dosage of inorganic fertilizer. All treatments in this experiment improved value of N in plant tissue from deficiency status yet.
Key words: Beneficial microbiota, Fertilizing combination, N status of rice, Oxisol, System of Rice Intensification
commit to user
xiii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lahan pertanian di Indonesia semakin mengalami penyempitan karena alih fungsi lahan pertanian yang semakin hari semakin tinggi. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air dalam Republika (2010) menguraikan, per tahun terjadi alih fungsi lahan sawah mencapai 110 ribu hektar, sementara per tahun pertumbuhan penduduk diperkirakan mencapai 1,3% hingga 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 238 juta jiwa (berdasarkan data sensus 2010). Hal ini menyebabkan perlu dipikirkan adanya perluasan lahan pertanian untuk terus mendukung ketersediaan dan keberlanjutan pangan terutama hasil tanaman padi yang masih merupakan makanan pokok di Indonesia. Perluasan lahan pertanian diarahkan pada lahan-lahan marginal dan perlu diupayakan usaha pengoptimalan daya fungsi lahan untuk menopang kehidupan tanaman. Lahan marginal yaitu lahan yang secara alami memiliki kendala bagi pertumbuhan tanaman, seperti lahan berkadar besi tinggi, lahan sulfat masam, lahan kering masam, dan tanah organik (Makarim, 2009). Tanah oxisol merupakan salah satu komponen dari lahan marginal yang bisa dikembangkan untuk pembukaan sawah baru, tetapi tanah oxisol mempunyai kendala miskin hara karena telah mengalami pencucian yang intensif (Noegroho, 2006). Secara umum, tanah oxisol mempunyai pH masam, kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif yang mengakibatkan kapasitas tukar kation rendah dan banyak mengandung oksida-oksida besi (Hardjowigeno, 1992; Munir, 1996). Oxisol Tuntang merupakan jenis tanah oxisol yang ditemukan di Jawa yaitu di Desa Tuntang, Salatiga, yang berpotensi dikembangkan untuk area pembukaan lahan sawah baru. Hasil survei tanah tahun 2009 menyebutkan bahwa Oxisol Tuntang masuk pada sub ordo Udox dan great group hapludox dari bahan induk pelapukan batuan vulkanik dengan karakteristik pH tanah commit to user agak masam, kandungan bahan organik rendah, tipe liat kaolinit tidak aktif,
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
drainase sedang sampai baik, warna tanah merah, dan terbentuk plintit (karatan merah hasil translokasi besi). Deskripsi ciri morfologi dan klasifikasi tanah Oxisol Tuntang tersedia pada Lampiran 6. Berdasarkan informasi tersebut, bahan organik rendah mengindikasikan kesuburan kimia tanah yang rendah sehingga pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan petani sebagai tegalan daripada sawah. Warna tanah merah dan terbentuknya plintit menandakan bahwa tanah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian profil tanah dan banyak mengandung oksida-oksida besi (Hardjowigeno, 1992; Munir, 1996). Konsentrasi besi (Fe) tinggi, jika dilakukan penggenangan pada sawah sistem konvensional bisa mengakibatkan keracunan besi pada tanaman karena kelarutan besi tinggi. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu konsep pengelolaan tanah, air, dan unsur hara melalui sistem pertanaman dan masukan hara dengan komposisi yang tepat dan seimbang. System of Rice Intensification (SRI) dianggap sebagai suatu metode alternatif budidaya padi yang mampu mengurangi masalah kelarutan besi, oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan SRI dalam budidaya padi. SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan unsur hara (Mutakin, 2007; Rohmat, 2007; Mediana, 2010). Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi berselang/terputus artinya siklus basah kering sehingga tercipta kondisi aerob (Uphoff, 2007) bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah, dan ketersediaan air (Mediana, 2010). Selama kurun waktu penanaman, lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang) (Rohmat, 2007). Hal ini bersifat menguntungkan karena dapat mengurangi kelarutan besi. Dalam SRI, bibit padi ditanam satu per lubang tanam, ditanam dangkal dengan akarnya diletakkan mendatar (L) sehingga memudahkan tumbuhnya ruas, akar, dan anakan (Sutaryat, 2009). Salah satu komponen penting dalam commit to user penerapan SRI adalah menggunakan pupuk dari bahan organik kompos
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Uphoff, 2007) dan mikroorganisme lokal (MOL) (Berkelaar, 2001; Kuswara 2003; Wardana et al., 2005 cit. Mediana, 2010). Walaupun demikian SRI tidak identik dengan pertanian organik tetapi bersifat mengelola tanah secara bertahap. Oleh sebab itu pada penelitian ini masih menggunakan pupuk anorganik pada beberapa dosis. Penggunaan pupuk organik diarahkan pada pengurangan dosis pupuk anorganik dan digantikan pupuk organik dan pemanfaatan mikroorganisme lokal yang diisolasi dari tanah setempat. Mikrobiota atau mikroorganisme yang bermanfaat yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Rahmawati, 2005). Berdasarkan pengertian ini, yang termasuk mikrobiota bermanfaat antara lain mikroba penambat N baik simbiotik maupun non simbiotik, mikroba pelarut fosfat, mikroba penghasil fitohormon dan cendawan mikoriza (Subba Rao, 1982; Sharma et al., 2004; Simarmata et al., 2005 cit. Simarmata dan Yuwariah,
2007).
Teknik
aplikasi
mikrobiota/mikroorganisme
ini
memberikan manfaat pada tanaman untuk bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lahan marginal melalui peningkatan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, perbaikan kesuburan lahan, dan peningkatan daya tahan pada kekeringan. Beberapa mikrobiota bermanfaat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bakteri Penambat Nitrogen (BPN): Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium, Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), dan Mikoriza. BPN dan BPF merupakan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang salah satu fungsinya
telah
dilaporkan
secara
langsung
mampu
meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Nelson, 2004; Adesemoye et al., 2008) seperti peningkatan panjang akar, tinggi tanaman, berat kering tanaman (Lestari et al., 2007; Ashrafuzzaman et al., 2009) melalui mekanisme fiksasi nitrogen atmosfer yang ditransfer ke tanaman (Nelson, 2004), sedangkan mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro (Anas, 1997; Adesemoye et al. 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Peran dari biota-biota tersebut dalam penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan daya dukung tanah oxisol sebagai media tanam untuk tanaman padi dan pengamatan pada penelitian ini difokuskan pada upaya perbaikan status nutrisi nitrogen (N) tanah oxisol. Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah, tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Sifatnya yang mobil baik dalam tanah dan jaringan tanaman membuat ketersediaan N perlu mendapat perhatian khusus. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perlu mempelajari status nutrisi nitrogen tanaman padi dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan SRI dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan hasil tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang. B. Perumusan Masalah Salah satu usaha mempertahankan keberlanjutan produksi padi adalah dengan perluasan lahan pertanian (sawah) pada lahan-lahan marginal. Karakteristik tanah oxisol sebagai tanah marginal yang mempunyai kesuburan rendah menjadi suatu kendala walaupun tanah ini bisa dikembangkan sebagai media pertanaman padi. Dalam usaha pengelolaannya beberapa penelitian menyebutkan bahwa SRI mampu meminimalkan kendala kesuburan tanah yang rendah dengan pengelolaan tanah dan unsur hara yang lebih menekankan pada pemupukan organik dan pemanfaatan mikrobiota bermanfaat (mikroorganisme lokal) sehingga dampaknya adalah pengurangan pupuk anorganik. Dalam keterkaitannya dengan kecukupan hara tanaman maka unsur N merupakan unsur hara esensial yang mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman padi sehingga perbaikan status nutrisi N baik di dalam tanah maupun yang terserap oleh jaringan tanaman perlu diupayakan dengan SRI pada imbangan pupuk yang tepat. Oleh sebab itu penting kiranya dilakukan suatu penelitian yang mampu menjawab bagaimana status nutrisi nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota commit pemupukan to user bermanfaat pada berbagai imbangan menggunakan SRI.
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari status nutrisi nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan SRI. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perbaikan status nutrisi nitrogen dalam mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan System of Rice Intensification (SRI), sehingga dapat menjadi acuan strategi pemupukan dan pengelolaan tanah oxisol baik di Tuntang maupun tanah oxisol di tempat lain dengan karakteristik sifat tanah yang sama, untuk perluasan lahan sawah dalam mendukung produktivitas padi dalam negeri dan keberlanjutan sistem pertanian yang ramah lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Daya Dukung Tanah Oxisol sebagai Lahan Pertanian Oxisols sebelumnya dikenal sebagai tanah Podsolik Merah Kuning. Umumnya tanah tersebut mempunyai reaksi tanah sangat masam hingga masam (pH 3,9-4,9) pada Hapludox dan Kandiudox, sebagian lagi agak masam (pH 5,1-5,5) pada Eutrudox, dan reaksi netral (pH 6,7-7,1) pada Acrudox. Kandungan bahan organik lapisan atas yang sedikit agak tebal (12-25 cm), sebagian rendah dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Jumlah basa-basa dapat tukar, KTK tanah, dan KB-nya sangat rendah. Terkecuali pada Eutrudox, jumlah basa dapat tukar dan KTK tanah termasuk rendah sampai sedang, dan KB-nya tergolong sedang (40-60%). Potensi kesuburan alami Oxisols sebagian besar disimpulkan sangat rendah sampai rendah. Sebagian lagi (Eutrudox), dinilai rendah sampai sedang (Subagyo et al., 2000 cit. Sutriadi et al., 2008). Menurut Sutanto (2005), tanah oxisol merupakan tanah yang mempunyai horizon B oksik pada kedalaman <2 m atau sekurangkurangnya 30 cm dari permukaan tanah. Kemungkinan dijumpai plintit baik yang keras atau lunak, tetapi sebagai diagnostik plintit yang bersifat lunak dan dekat ke permukaan tanah. Plintit adalah bahan lempung kaya besi yang tampak sebagai bercak merah yang jelas dengan konsistensi yang teguh. Oxisol tidak mempunyai spodik dan argilik di bawah horizon oksik (Buringh, 1991). Tanah oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian profil tanah. Oleh karena itu tanah oxisols mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah (<16 me tiap 100 g) (Buringh, 1991), kandungan unsur hara rendah, reaksi tanah sangat masam sampai netral, tingginya commit to user sesquioksida dan didominasi oleh mineral liat tipe 1:1. Keadaan ini
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebabkan pengelolaan yang tepat jika akan dimanfaatkan untuk pertanian, karena tidak hanya dilakukan penyediaan unsur hara yang diperlukan tanaman, tetapi perlu upaya memperbaiki sifat kimianya seperti pengapuran dan pemberian bahan organik (Munir, 1996). 2. Tanaman Padi (Oryza sativa. L) Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monotyledonae
Keluarga
: Gramineae (Poaceae)
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 47 dengan suhu 23°C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu, dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2010). Tinggi tanaman padi maksimum 1,5 meter, sedangkan tinggi ratarata adalah 80-120 cm. Kuncup ketiak hanya terdapat pada buku-buku pada pangkal batang dan kuncup ini tumbuh menjadi batang baru yang disebut anakan. Keluarnya anakan tergantung 2 faktor yaitu faktor keturunan dan faktor luar yang mempengaruhi tanaman (Istuti, 2000). Matsushima (1963) cit. Sari (2009), membagi periode pertumbuhan tanaman padi menjadi dua, yaitu periode pertumbuhan vegetatif (fase vegetatif aktif dan fase vegetatif lambat) dan periode pertumbuhan commit to user generatif. Fase vegetatif aktif dimulai dari penanaman bibit sampai jumlah
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anakan maksimum, selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat jerami terus meningkat. Fase vegetatif lambat dimulai dari jumlah anakan maksimum sampai dengan pembentukan malai. Beberapa anakan pada fase ini mati dan jumlah anakan keseluruhan akan berkurang. Kenaikan tinggi tanaman dan berat jerami terus meningkat akan tetapi tidak secepat pada saat fase vegetatif aktif. Kelembaban yang cukup diperlukan pada fase ini untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan pertumbuhan yang tidak bagus dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Periode pertumbuhan generatif dibagi menjadi dua, yaitu fase pembentukan dan pemanjangan malai yang dimulai dari inisiasi malai sampai antesis dan fase pembuahan dari saat setelah antesis sampai matang. Umumnya varietas berumur pendek akan matang kira-kira 35-40 hari setelah antesis. Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat kepada peningkatan sterilisasi sehingga mengurangi hasil (Kalsim, 2007 cit. Sari, 2009). Kalsim (2007) cit. Sari (2009) menambahkan bahwa fase terakhir pertumbuhan padi adalah fase pemasakan, yang termasuk didalamnya adalah pembentukan susu, pembentukan pasta, matang kuning dan matang penuh. Selama fase ini kebutuhan akan air sedikit dan secara berangsurangsur berkurang sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah tahap matang kuning. Selama fase ini pengeringan perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang terlalu awal dapat menyebabkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah, sedangkan pengeringan yang terlambat akan menyebabkan kondisi rebah. Dalam kasus N, akumulasi N tinggi dalam tubuh tanaman padi selama pertumbuhan awal (vegetatif), bertahap dan menurun dengan usia menuju tahap-tahap pertumbuhan kemudian. Translokasi N dari organ commitsignifikan to user hanya setelah berbunga. Ada vegetatif ke biji-bijian menjadi
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beberapa translokasi karbohidrat dari bagian-bagian tanaman vegetatif ke biji-bijian setelah berbunga dan sejumlah besar karbohidrat terakumulasi dalam butir. Sintesis protein aktif pada tahap vegetatif dan selama tahap reproduksi, sintesis zat dinding sel (selulosa, lignin, dll) menjadi aktif, walaupun laju sintesis protein juga terus. Hanya pada tahap pematangan sintesis pati menjadi aktif (Pillai, 2010). 3. SRI (System of Rice Intensification) Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI antara lain: tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai, bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30x30, 35x35 atau lebih jarang, pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal, pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus), penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari, sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau). Dari prinsip-prinsip tersebut maka keunggulan SRI adalah tanaman hemat air, hemat biaya (hanya butuh benih 5 kg ha-1, tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang), hemat waktu (ditanam bibit muda 5-12 hss dan waktu panen akan lebih awal), produksi meningkat, dan ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikroorganisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida (Mutakin, 2007) Menurut Uphoff (2007), teknik SRI lebih efektif dibandingkan teknik budidaya padi secara konvensional, meliputi melakukan pindah tanam bibit pada umur yang relatif sangat muda 8-10 hari setelah semai atau kurang dari 15 hari setelah semai, penanaman satu bibit per lubang tanam, irigasi berselang, penyiangan secara mekanik, dan pengaplikasian pupuk organik lebih diutamakan. Dengan intensifikasi padi aerob commit to user terkendali berbasis organik pada SRI, sistem perakaran padi berkembang
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan baik dan padi meningkat hingga 3–10 kali dibandingkan dengan sistem konvensional, jumlah anakan produktif 60–80 anakan. Bila pasokan unsur hara cukup dengan komposisi yang tepat, maka teknologi ini mampu meningkatkan hasil sekitar 2–3 kali dibandingkan sistem konvensional (Simarmata dan Yuwariah, 2007). Uphoff dan Randriamihariosa (2002) cit. Kumar (2006) dalam penerapan SRI memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) Tanaman padi pada dasarnya bukan tanaman air, walaupun padi dapat bertahan hidup di bawah kondisi tergenang karena memiliki jaringan aerenchym untuk mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Dalam kondisi tergenang, tanaman memanfaatkan sebagian energinya untuk mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Penggenangan menyebabkan kerusakan pada jaringan perakaran karena terbatasnya pasokan oksigen yang sangat diperlukan dalam proses respirasi akar. Akibatnya hanya sekitar 30% akar yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, produktivitas padi yang diperoleh saat ini merupakan kontribusi dari 30% sistem perakaran (Simarmata dan Yuwariah, 2007) (b) Bibit padi kehilangan banyak potensi pertumbuhan jika tidak dipindahkan sebelum memulai phyllochron keempat pertumbuhan (yaitu, 15 hari setelah munculnya). Jadi pindah tanam sejak awal harus segera dilakukan (c) Trauma bibit dan akar padi harus segera diminimalkan setelah pindah tanam (d) Jarak tanam yang lebih luas menghasilkan pertumbuhan akar dan anakan yang lebih baik (e) Aerasi tanah dan bahan organik menciptakan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman, kekuatan vigor, dan kesehatan tanaman untuk melawan kerusakan oleh hama dan penyakit. Kondisi tanah yang tidak tergenang berpengaruh terhadap populasi commitAzospirillum, to user mikrobia termasuk, Azotobacter, dan mikrobia pelarut fosfat
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta produksi padi. Budidaya SRI organik dengan atau tanpa penambahan biofertilizer nyata meningkatkan populasi total mikrobia, Azotobacter dan mikrobia pelarut fosfat dibanding budidaya padi konvensional dan SRI anorganik. Populasi total mikrobia, Azotobacter dan mikrobia pelarut fosfat tidak berbeda nyata pada budidaya padi konvensional dan SRI anorganik. Budidaya SRI nyata meningkatkan populasi Azospirillum dibanding budidaya padi konvensional (Nareswari, 2008). Perbandingan jumlah total bakteri pada suatu penelitian budidaya padi konvensional dan SRI ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Total Bakteri pada budidaya padi konvensional dan SRI Mikroorganisme konventional SRI Total bakteri 88x106 105x106 Azospirillum 8x105 31x105 Azotobacter 39x103 66x103 Phosphobacteria 33x103 59x103 Sumber: Gayathry (2002) cit. Uphoff (2006) 4. Imbangan Pemupukan dalam Upaya Peningkatan Ketersediaan Nutrisi Nitrogen Tanaman Padi dengan SRI Fungsi nitrogen pada tanaman padi menurut De Datta (1981) cit. Iqbal (2008) adalah memberikan warna hijau gelap pada daun serta komponen
klorofil,
merangsang
pertumbuhan
yang
cepat,
serta
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran daun, butiran gabah, dan kandungan protein dalam biji. Nitrogen dikenal sebagai nutrisi utama produksi padi. Ini adalah salah satu yang paling penting dan nutrisi esensial yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan, pengembangan, hasil, dan kualitas beras. Pada penggunakannya dalam padi sawah, nitrogen hilang dari tanah melalui pencucian dan denitrifikasi. Nutrisi pembatas berikutnya yang mengurangi produktivitas beras adalah fosfor yang diperlukan untuk pembelahan sel, pembentukan biji, pematangan tanaman, pertumbuhan dan perkembangan akar. Fenomena pengisian biji dipengaruhi oleh pemupukan kalium (Kumar, 2006). commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Salah satu komponen penting dalam penerapan SRI adalah menggunakan pupuk dari bahan organik (Uphoff, 2007). Pemakaian pupuk organik yang teratur pada akhirnya menaikkan tingkat hasil tanaman. Namun hal ini bukan berarti bahwa pupuk buatan tidak diperlukan lagi. Karena banyaknya pupuk organik yang tersedia sebetulnya masih belum cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Yang menjadi persoalan adalah bukan mengenai apakah pupuk buatan atau pupuk organik yang harus dipakai, tetapi dalam kombinasi yang bagaimana kedua pupuk tersebut harus dipakai dengan sebaik-baiknya (Rinsema, 1983). Pemupukan anorganik padi, dosis pupuk Urea 250-300 kg ha-1, dosis pupuk P dan K ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah yaitu dosis SP36 50-100 kg ha-1 (Istuti, 2000) dan KCl 100 kg ha-1 (LPTP Koya Barat, 2000). Sedangkan menurut Dierolf (2001), untuk menghasilkan 8 ton ha-1 maka kebutuhan N tanaman padi adalah 160 kg ha-1 atau setara dengan urea 343 kg ha-1, P 40 kg ha-1 atau setara dengan SP 36 sebanyak 112 kg ha-1 dan K 60 kg ha-1 atau setara dengan KCl sebanyak 116 kg ha-1. Pupuk organik adalah hasil akhir atau peruraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan. Karena berasal dari bahan organik maka pupuk organik mengandung segala macam unsur (makro dan mikro) tapi dalam jumlah sedikit. Ciri-ciri pupuk organik antara lain nitrogen dalam bentuk persenyawaan
organik
sehingga
mudah
diserap
tanaman,
tidak
meninggalkan sisa asam anorganik dalam tanah, dan punya kadar persenyawaan C organik yang tinggi. Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos (Murbandono, 2010). a. Penggunaan Kompos Jerami sebagai Pupuk Organik dalam SRI Pengomposan pada dasarnya adalah upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Bahan organik untuk bahan baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak, dan sebagainya (Rosmarkam, 2002; Murbandono, 2010). Isroi (2010) menyatakan commit kandungan to user bahwa kompos memiliki C organik yang tinggi.
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan
dapat
menaikkan
kandungan
bahan
organik
tanah
dan
mengembalikan kesuburan tanah. Menurut Isroi (2009), kompos berfungsi membentuk struktur tanah
sehingga
bisa
sebagai
bioreaktor,
yang
dengan
peran
mikroorganismenya bisa mengubah mineral terlarut dalam air dengan udara menjadi sumber hara untuk tanaman. Fungsi-fungsi bahan organik tanah saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, meningkatkan daya pulih tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K (Rinsema, 1983). Penggunaan kompos sebagai pupuk organik dan pengendalian tata udara tanah agar berada dalam kondisi aerob dalam cara SRI, ternyata mampu meningkatkan keanekaragaman hayati biota tanah (Simarmata dan Yuwariah, 2007) seperti meningkatkan populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria, dll) dalam rizosfer secara berlipat dibandingkan dengan cara konvensional (Sutaryat,
2009)
dan
memacu
pertumbuhan
sistem
perakaran
(Simarmata dan Yuwariah, 2007). Kompos jerami memiliki potensi hara yang sangat tinggi. Hasil penelitian
yang
dilakukan
oleh
Balai
Penelitian
Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) kandungan hara kompos jerami dengan waktu pengomposan 3 minggu adalah sebagai berikut: Rasio C/N 18,88; C 35,11%; N 1,86%; P2O5 0,21%; K2O 5,35%; Air 55%. Secara alami proses pengomposan jerami akan berlangsung dengan sendirinya apabila kondisinya ideal, seperti kadar air yang cukup (±60%) dan aerasi yang lancar. Proses alami pengomposan jerami kurang lebih 2-3 commit toproses user pengomposan jerami dapat bulan. Untuk mempercepat
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditambahkan aktivator pengomposan sehingga dapat mengurangi lama pengomposan hingga 3-4 minggu. Waktu pengomposan ini kurang lebih sama dengan waktu jeda antara panen dengan waktu tanam berikutnya (Isroi, 2009). Biomassa jerami padi mengandung beberapa unsur hara seperti nitrogen dan karbon yang berfungsi sebagai substrat metabolisme mikroba tanah, termasuk gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak, dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40% (sebagai C) berat kering jerami. Hasil penguraian dari kompos jerami padi akan menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat, asam fulvat, dan fraksi humin. Fraksi humat asal kompos jerami padi mempunyai potensi besar dalam memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah marginal seperti Ultisol dan Oxisol (Kurniawan dan Rima, 1997 cit. Ruhaimah et al., 2009). Hasil penelitian Iqbal (2008) yang membandingkan serapan N tanaman padi pada beberapa pengurangan dosis pupuk N anorganik dengan penambahan kompos jerami 5 ton ha-1 adalah serapan nitrogen tanaman padi sawah yang diberi pupuk organik lebih tinggi yaitu 114,80 gram dan 148,33 gram daripada kontrol (tanpa pupuk organik) yaitu 104,58 gram, meskipun hanya dipupuk N anorganik sebesar 50% dan 75% dari takaran anjuran (300 kg ha-1). Ini memperlihatkan bahwa kompos jerami mampu menggantikan peran pupuk N anorganik. Ketersediaan N nampaknya meningkat pada perlakuan pemberian pupuk organik. b. Pemanfaatan Biota Bermanfaat dalam SRI Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang
pertanian,
mikroorganisme tanah
dapat
dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang commit to jamur user bermanfaat, yaitu sejumlah dan bakteri yang karena
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati) (Rahmawati, 2005). Berbagai manfaat positif dari bakteri dalam rizosfer telah menjadikannya sumber potensial bagi ketersediaan nutrisi dalam tanah serta mendorong pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik. Bakteri ini dikelompokkan ke dalam PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Keberhasilan introduksi PGPR berdasarkan pada keberhasilan kolonisasinya pada rizosfer. Kolonisasi akar adalah suatu proses dimana bakteri bertahan melakukan inokulasi ke dalam benih tanaman atau ke dalam tanah, penggandaan diri dalam spermosfer dalam responnya terhadap eksudat benih yang kaya akan karbohidrat dan asam amino, menempel pada permukaan akar, dan mengkoloni sistem perakaran yang sedang berkembang (Marschner dan Rengel, 2007). Pemanfaatan PGPR dalam rangka meningkatkan produktivitas dapat menjadi alternatif untuk pupuk organik yang juga membantu dalam mengurangi polusi dan melestarikan lingkungan dalam suatu ekologi pertanian. PGPR atau kombinasi PGPR dan CMA dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hara pupuk dan memungkinkan tingkat aplikasi mengurangi pupuk kimia (Saharan dan Nehra, 2011). Mikroba bermanfaat dapat sebagai pupuk hayati (biofertilizers) yaitu pemanfaatan inokulan yang mengandung sel hidup atau dorman untuk meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan pengertian ini, yang termasuk pupuk hayati antara lain adalah mikroba penambat N baik simbiotik maupun non simbiotik, mikroba pelarut fosfat, mikroba penghasil fitohormon dan cendawan mikoriza. Prinsip penggunaan pupuk hayati adalah memanfaatkan kerja mikroorganisme
tertentu
dalam
tanah
yang
berperan
sebagai
penghancur bahan organik, membantu proses mineralisasi atau user menambat unsur-unsur hara bersimbiosis dengan commit tanamanto dalam
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman (Simarmata dan Yuwariah, 2007; Wijebandara et al., 2009). Mikroba penambat N dan mikroba pelarut fosfat merupakan pupuk hayati penting untuk digunakan dalam budidaya padi (Wijebandara et al., 2009). Fiksasi nitrogen adalah proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh jasad renik tanah yang simbiotik dan non simbiotik (Sutedjo, 1991). Faktor
utama
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan biota tanah yang berperan penting dalam proses mineralisasi, ketersediaan hara, produksi fitohormon dan aliran energi dalam ekosistem tanah sawah, antara lain: · Bahan organik. Pertumbuhan dan perkembangan mikroba tanah menguntungkan (beneficial microbes) sangat tergantung pada ketersediaan dan pasokan substrat organik. Dosis pupuk anorganik dapat dikurangi hingga 50%. Semakin banyak dosis pupuk organik, semakin rendah dosis pupuk anorganik. · Tata air dan udara. Sebagian besar biota tanah bersifat aerob sehingga ketersediaan oksigen untuk proses respirasi mutlak diperlukan. Oleh karena itu, dengan mempertahankan kondisi tanah dalam keadaan lembab akan mendukung pertumbuhan mikroba maupun fauna tanah. Adanya pergantian suasana oksidasi dan reduksi dapat mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam ekosistem · Retakan pada tanah. Adanya retakan sangat penting untuk memasok oksigen ke dalam tanah untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan mikroba dan fauna tanah (Simarmata dan Yuwariah, 2007). Kombinasi pupuk hayati dan bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan biologi tanah, khususnya stabilitas agregat dan bioaktivitas tanah (Mezuan et al., 2002). Dermiyati (1997) cit. Mezuan et al.(2002) commit to user menjelaskan bahwa bahan organik mampu berfungsi sebagai sumber
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Seiring dengan perombakan bahan organik yang dilakukan mikroorganisme akan terjadi pelepasan hara seperti N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman. v Bakteri Penambat Nitrogen 1) Azospirillum Azospirillum merupakan bakteri gram negatif yang berasal dari kata Azote artinya nitrogen dan spira artinya spiral. Azospirillum tumbuh baik dalam malat, suksinat, laktat, atau piruvat, tumbuh sedang pada galaktosa atau asetat, dan kurang baik pada glukosa atau sitrat. Keberadaan Azospirillum dalam tanah tergantung pada pH antara 5,6-7,2. Azospirillum memfiksasi nitrogen dari atmosfer menjadi ammonium di bawah kondisi mikroaerofilik, dan tidak dapat memfiksasi nitrogen pada kondisi anaerob total (Rao, 1993; Kanimozhi and Panneerselvam, 2010). Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lebih panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi
pasokan
pupuk
nitrogen.
Di
samping
itu,
Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan kehilangan akibatan pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain (Rahmawati, 2005). Dalam penelitian Kanimozhi and Panneerselvam (2010) menyebutkan bahwa inokulasi Azospirillum sebagai bakteri penambat nitrogen dari atmosfer berkorelasi positif pada hasil padi yang ditunjukkan dari peningkatan parameter pertumbuhan tanaman seperti jumlah akar, panjang akar, jumlah daun, luas daun, panjang tajuk, jumlah anakan, dan berat butir padi. Lebih lanjut dapat dikemukakan pada cara konvensional commit todalam user akar hanya 65 ribu mg-1 populasi Azospirillum
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan 20 anakan dan hasil 2 ton ha-1, sementara dengan cara SRI yang menggunakan kompos populasi Azospirillum menjadi 1,5 juta mg-1 memberikan 80 anakan dan hasil diatas 10 ton ha-1. Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan populasi Azospirillum dalam akar menjadi kurang dari 0,5 juta mg-1 sekalipun masih memberikan 70 anakan dan hasil maksimum 9 ton ha-1 (Sutaryat, 2009). Pada
suatu
penelitian
di
India,
pada
perlakuan
Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersamasama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman (Sutanto, 2002 cit. Rahmawati, 2005; Latake et al., 2009). Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum, dan cantel (Sutanto, 2002 cit. Rahmawati, 2005). 2) Azotobacter Azotobacter merupakan bakteri non simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi
populasinya
relatif
rendah.
Azotobacter
dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki
pertumbuhan
tanaman
(Rahmawati,
2005).
Spesies-spesies Azotobacter yang telah diketahui antara lain: A. chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali, A. vinelandii, A. agilis, A. insignis dan A. macrocytogenes (Thompson & Skerman, 1979 cit. Wedhastri, 2002). Azotobacter merupakan bakteri golongan aerobik commit user yang tersebar secara meluas dan (Alexander, 1977; Rao,to1993)
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi 2-15 mg nitrogen gr-1 sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Rao, 1982), ditemukan dalam tanah dengan pH 6,0 lebih. pH menjadi faktor pembatas pada perkembangan dan penyebaran bakteri ini, pada pH <6,0 Azotobacter memang dapat hidup tetapi tidak aktif, sedangkan pH optimum Azotobacter pada 7,0-7,5. Faktor pembatas lainnya adalah kelimpahan bahan organik, konsentrasi elemen-elemen mineral tertentu terutama fosfat, dan ketiadaan perantara-perantara yang antagonistik. Suhu yang disenangi Azotobacter adalah 10-40oC dengan suhu optimum 30-35oC. Azotobacter dapat mengasimilasi berbagai bentuk gabungan nitrogen, misalnya nitrat, ammonia, dan senyawa-senyawa sederhana amino. Kehadiran senyawa-senyawa ini pada medium akan menekan fiksasi nitrogen bebas. Azotobacter mengubah karbon menjadi karbondioksida, air, dan substansi sel (Sutedjo, 1991). Hasil penelitian Noli (1996) menyebutkan populasi Azotobacter tanah dipengaruhi takaran pupuk N yang diberikan. Dengan pemberian pupuk N 45 atau 90 kg ha-1 dan pemberian inokulan 4,5x105 sel per tanaman, populasi Azotobacter tanah lebih tinggi, namun pada pemberian pupuk N 135 kg ha-1 populasi Azotobacter dalam tanah lebih rendah bahkan lebih rendah dari perlakuan tanpa pupuk N. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti, di India inokulasi Azotobacter pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong, dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman tersebut (Sutanto, 2002 cit. Rahmawati, 2005). Sementara dalam kehadiran Rhizobium leguminosarum ternyata Azotobacter commit tonitrogen user lebih banyak dibanding ketika ditemukan menentukan
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sendirian (tanpa Rhizobium leguminosarum) (Sutedjo, 1991). Sementara pada inokulasi Bacillus megeterium, Azotobacter chroococcum, Acetobacter sp, dan Azospirillum lipoferum mampu meningkatkan hasil, panjang akar, berat butir, dan berat kering tanaman pearl millet dibandingkan kombinasi inokulasi yang lain (Latake et al., 2009). 3) Rhizobium Hasil penelitian Husssain et al. (2009) menyatakan bahwa inokulasi Rhizobium berpengaruh nyata meningkatkan nitrogen pada bulir padi (76,26%), berat biomasa segar (18,60%), dan berat jerami kering (45,51%). Strain Rhizobium phaseoli yang diinokulasi dari akar tanaman kacang hijau dan Rhizobium leguminosarum yang diinokulasi dari akar tanaman lentil menunjukkan paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi, dimana strain tersebut dapat digunakan sebagai PGPR untuk padi (Mia and Shamsuddin, 2010). Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium adalah pH 5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksinya pada pH 3,2-5,0 pada keadaan masam, dan pH 9,0-10,0 pada keadaan alkalin. Temperatur pembatas bagi pertumbuhan Rhizobium adalah 0-50oC. Thermal titik kematiannya pada 6062oC dan optimumnya bervariasi antara 18-28oC. Bakteri tidak dirugikan dengan penyebaran sinar matahari dan dengan langsung dan cepat menahan sinar matahari. Pengeringan memang merugikan tetapi tidak destruktif. Akibat dari langsung dan cepatnya pengeringan tanah adalah jumlah bakteri Rhizobium menurun dengan cepat pula (Sutedjo, 1991). v Bakteri Pelarut Fosfat Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari to usermeningkatkan kelarutan P yang lingkungan, mampucommit membantu
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjerap, menghalangi terjerapnya P pupuk oleh unsur-unsur penjerap dan mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+ dan Mn2+ terhadap tanaman pada tanah masam. Pada jenis-jenis tertentu, mikroba ini dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan senyawa antibiotik (Elfiati, 2005). Mikroba pelarut fosfat secara tunggal dapat meningkatkan produksi
tanaman
20%-73% dan
secara langsung mampu
meningkatkan pelarutan P terikat tanah sehingga P tersedia dalam tanah semakin meningkat (Yafizham, 2003 cit. Dermiyati et al., 2009). Rahmawati (2005) menyatakan bahwa jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104 – 106 tiap gram tanah. Kundu dan Gaur (1980) cit. Elfiati (2005) menyatakan bahwa pada tanaman gandum, dengan mengkombinasikan bakteri pelarut P (B. polymixa dan P. striata) dengan bakteri penambat N2 udara (Azotobacter chroococcum). Ternyata bakteri pelarut P dapat menstimulasi
pertumbuhan
A.
chroococcum,
tetapi
bakteri
penambat N tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri pelarut P. Kombinasi ketiga inokulan tersebut mampu meningkatkan hasil gandum dua sampai lima kali lipat. Marschner dan Rengel (2007) juga menyebutkan bahwa kultur ganda atau asosiasi antara bakteri pelarut P (Agrobacterium radiobacter) dan bakteri penambat N2 udara (Azospirillum lipoferum) berpengaruh nyata terhadap hasil dan hara N tanaman barley dibandingkan dengan pemberian kultur tunggal. v Mikoriza Cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat commit to user besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (Douds and Johnson, 2007; Chairuman, 2008). De La Cruz (1981) cit. Octavitani (2009) membuktikan bahwa mikoriza mampu menggantikan kira-kira 50% penggunaan fosfat,
40%
memperpanjang
nitrogen, dan
dan
25%
memperluas
kalium. jangkauan
Mikoriza akar
dapat
terhadap
penyerapan unsur hara sehingga serapan hara tanamanpun meningkat dan hasil tanaman juga akan meningkat (Husin dan Marlis, 2000 cit. Octavitani, 2009). Inokulasi dengan jamur MA juga meningkatkan berat kering akar. Pada inokulasi dengan E. colombiana, G. manihotis dan Glomus sp. yang dipupuk TSP, berat kering akar meningkat berturut-turut sebesar 122,80%, 108,65%, dan 33,93%, sedang dengan pupuk batuan fosfat meningkat lebih tinggi yaitu berturutturut sebesar 186,38%, 145,54% dan 21,78% (Kabirun, 2002). Hasil penelitian Chairuman (2008), pada penelitian padi gogo yang ditanam pada tanah Ultisol, menunjukkan bahwa pengaruh CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) nyata meningkatkan P tersedia dan bobot kering jerami, tetapi tidak nyata terhadap produksi. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Interaksi CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi adalah pada dosis CMA 15 g pot-1 atau 15 g/10 kg tanah dan kompos jerami 75 g pot-1 (setara 15 t ha-1). Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun to userbahan anorganik, air, dan udara. tanah yang pentingcommit disamping
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jumlah spora mikoriza berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997). Sudah lama diketahui bahwa sebagai peningkat fiksasi N2 simbiotik dalam tanah yang kekurangan P, CMA juga menunjukkan pengaruhnya pada serapan N dari tanah, walaupun preferensi bentuk N belum digambarkan dengan pasti. Pengaruh CMA dalam siklus N tidak mengurangi nutrisi N tanaman oleh serapan hifa atau transpor N. CMA hanya dianggap dalam proses dinamik, mengakibatkan imobilisasi sementara N dalam biomasa dan mineralisasi N pada fase dekomposisi dari miselium CMA. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa CMA dapat mengubah mikroflora tanah dengan menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain yang mungkin bersifat antagonis. Untuk menjaga stabilitas tanah maka dicapai dengan memanipulasi dengan mikrobia spesifik seperti bakteri pelarut fosfat dan bakteri diazotrof yang bekerja dalam berbagai mekanisme. Walaupun demikian pengaruh CMA ketika dalam tanah sulit diamati, satu-satunya cara hanya dengan mengamati respon tanaman (Bethlenfalvay and Schuepp, 1994). B. Kerangka Berfikir Alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin meningkat sehingga mengakibatkan penyempitan luas areal tanam padi. Oleh sebab itu perluasan/pembukaan lahan sawah baru perlu dilakukan dengan memanfaatkan lahan marginal seperti lahan Oxisol Tuntang. Namun upaya ini terbatas pada karakteristik tanah yang kurang mendukung. Tanah oxisol merupakan tanah yang memiliki konsentrasi Fe tinggi, jika tergenang mengakibatkan kelarutan Fe juga tinggi sehingga dapat menyebabkan keracunan Fe pada tanaman padi, sementara budidaya tanaman padi optimal commit to user Selain itu beberapa sifat kimia pada kondisi tergenang (sistem konvensional).
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanah (pH masam, C organik, dan KPK rendah) menyebabkan status kesuburan tanah juga rendah. Hal ini disebabkan tanah oxisol sudah mengalami pencucian tinggi sehingga mengakibatkan miskin hara. Untuk itu, solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan System of Rice Intensification (SRI) yaitu teknik budidaya padi dengan cara mengubah pengelolaan air (menerapkan irigasi berselang/terputus, lahan tidak tergenang/macak-macak), teknik penanaman (bibit padi satu per lubang tanam dengan jarak ±35x35 cm), dan pemberian biota bermanfaat seperti BPN (Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium), Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) sebagai PGPR dan Mikoriza, dalam berbagai imbangan pemupukan (kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik). Pemberian biota bermanfaat dalam imbangan pupuk yang tepat diharapkan mampu memainkan peran fungsionalnya dalam meningkatkan fiksasi N tanah, sehingga dengan penerapan SRI dan pemberian biota bermanfaat diharapkan status hara N optimal dan mampu mendukung pertumbuhan dan hasil padi yang optimal pula. Jika digambarkan dalam bagan alir penelitian adalah seperti pada Gambar 2.1. C. Hipotesis Aplikasi
kombinasi
mikrobiota
bermanfaat
dalam
imbangan
pemupukan yang tepat dengan System of Rice Intensification (SRI) di tanah Oxisol Tuntang mampu memperbaiki status nutrisi nitrogen tanaman padi.
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAGAN ALIR PENELITIAN Alih fungsi lahan sawah mengakibatkan penyusutan areal tanam padi Perluasan lahan sawah/pembukaan sawah baru → tanah Oxisol
Budidaya padi optimal pada kondisi tergenang (sistem konvensional)
KARAKTERISTIK OXISOL: Ø Konsentrasi Fe tinggi Ø pH masam Ø C organik rendah Ø KPK rendah Ø Miskin hara (pencucian tinggi)
Permasalahan · Kelarutan Fe tinggi → tanaman keracunan Fe · Kesuburan tanah rendah
SOLUSI Pemberian biota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan
SRI (System of Rice Intensification)
IMPLEMENTASI: · Pengaturan pengairan pada kondisi tidak tergenang
IMPLEMENTASI PEMBERIAN · Kombinasi pupuk anorganik + organik + biota bermanfaat
Diharapkan bisa memainkan peran fungsional antara lain meningkatkan fiksasi N
Diharapkan: · Status nutrisi N tanaman padi optimal · Pertumbuhan dan hasil padi optimal
Gambar 2.1. Bagan commit to Alir userPenelitian
25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011. Lokasi pengambilan sampel tanah oxisol di Desa Tuntang, Salatiga yang terletak pada 7016’08.6” LS – 110027’20.1”BT dengan ketinggian tempat 513 mdpl. Tempat penelitian sebagai berikut: 1. Isolasi dan analisis mikrobia dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Pembuatan kompos jerami dilaksanakan di Rumah Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Analisis awal dan akhir sifat kimia tanah, analisis kandungan hara tanah dan analisis jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Budidaya padi dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan penelitian meliputi tanah oxisol Tuntang, benih padi IR 64, jerami padi, pupuk urea, SP 36, pupuk KCl, batuan fosfat, mikoriza (dari Bogor), alkohol 70%, spiritus, aquadest, NaCl, bahan untuk media Okon, Yema, Jensen, dan Pikovskaya, KCl, K2Cr2O7, H2SO4 pekat, butir Zn, NaOH pekat, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, K2SO4, CuSO4, H2SO4, metyl red, H3BO3 4%, H3PO4 85%, FeSO4 1 N, indikator DPA. 2. Alat Alat penelitian meliputi: ayakan tanah diameter ±2 mm, ayakan diameter 0,5 mm, pot diameter 35 cm, timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, petridish, mikroskop, deglaski, autoklaf, bunsen, oven, lemari es suhu 40C, pinset, alumunium foil, jarum ose, shaker, saringan commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
250µ, saringan 90µ, saringan 60µ, pipet, pHmeter, tabung kjeldahl, tabung destilasi, flakon, statif, biuret, blender, beker glass, dan labu takar.
C. Cara Kerja Penelitian 1. Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial tunggal. Perlakuan terdiri atas 17 yang masing-masing diulang enam kali. Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A B C D E F G H I J K L M N
O P Q
: Tanah (kontrol) : Tanah + Mikoriza : Tanah + BPN : Tanah + BPF : Tanah + Mikoriza + BPN : Tanah + Mikoriza + BPF : Tanah + Mikoriza + BPN + BPF : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl (Pupuk anorganik berdasar rekomendasi Deptan) : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl + 75 kg ha-1 Batuan fosfat : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl + kompos jerami 450 g per 10 kg tanah : 125 kg ha-1 Urea + 37,5 kg ha-1 SP36 + 50 kg ha-1 KCl + kompos jerami 900 g per 10 kg tanah : K + 75 kg ha-1 Batuan fosfat : I + Mikoriza : 125 kg ha-1 Urea + 37,5 kg ha-1 SP36 + 50 kg ha-1 KCl + 75kg ha-1 Batuan fosfat + kompos jerami 450 g per 10 kg tanah + Mikoriza : N + BPN : N + BPF : N + BPN + BPF
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
2. Pelaksanaan Penelitian a. Pengambilan sampel tanah Sampel tanah untuk penanaman bibit padi adalah sampel tanah oxisol Tuntang segar yang diambil pada lapisan tanah 0-50 cm dari permukaan tanah. b. Pembuatan kompos jerami Pembuatan kompos jerami dilakukan berdasarkan cara kerja dari penelitian Cahyani (2002). Jerami padi ± 60 kg dipotong-potong 2-3 cm kemudian direndam air sampai air meresap ke dalam jaringan tanaman (kelembaban ±70%). Jerami yang sudah siap ditumpuk di dalam rumah tanah dan dinjak-injak agar memadat. Setelah itu tumpukan jerami dibungkus dengan plastik agar kelembaban tidak hilang. Setelah 2 minggu plastik dibuka tumpukan jerami dibolak-balik dan ditambahkan 600 gam ammonium sulfat ((NH4)2SO4) sebagai sumber N kemudian ditutup kembali. Agar dekomposisi jerami homogen pembalikan dilakukan setiap bulan atau 2 minggu sekali dengan menambahkan air untuk menjaga kelembaban. Kompos jerami siap digunakan pada umur 8 minggu. c. Isolasi bakteri Mikroba diisolasi dari sampel tanah Oxisol Tuntang segar. Sebanyak 10 g tanah dilarutkan dalam 90 ml garam fisiologis dalam erlenmeyer (pengenceran 10-1), kemudian mengambil 1 ml dan memasukkannya ke dalam 9 ml garam fisiologis dalam tabung reaksi untuk melakukan seri pengenceran 10-2, demikian seterusnya sampai pengenceran 10-6. Mengambil masing-masing 0,1 ml larutan pada pengenceran 10-1 - 10-6 dan menanam bakteri ke media selektif, media Okon untuk isolasi Azospirillum, media Yema untuk isolasi Rhizobium, media Jensen untuk isolasi Azotobacter, dan media Pikovskaya untuk isolasi BPF. Bakteri diinkubasi selama 3 hari dan diamati perkembangannya. Koloni bakteri yang tumbuh kemudian commit user kultur murni sedangkan untuk disetrik ke media agar miringto untuk
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
aplikasi, bakteri ditumbuhkan ke dalam kultur cair dan setiap hari dishaker minimal 1 jam. d. Pembibitan Benih padi IR 64 sebelumnya direndam dengan air semalam. Benih dipilih yang terendam air sedang benih yang mengapung dibuang. Perlakuan pembenihan ada 2 yaitu dengan penambahan mikoriza (M) dan tanpa mikoriza (T). Berikut adalah tahapan pembibitan: M = lapisan tanah + mikoriza ditabur + lapisan tanah + benih ditabur + lapisan tanah tipis T = lapisan tanah + benih ditabur + lapisan tanah tipis e. Persiapan pot tanam, aplikasi pupuk organik dan batuan fosfat Tanah oxisol Tuntang segar diayak dengan ayakan diameter ±2 mm, selanjutnya tanah seberat 10 kg kering angin yang sudah dicampur dengan pupuk organik (kompos jerami) sesuai dosis dimasukkan ke dalam pot perlakuan. Aplikasi pupuk organik dilakukan 2 hari sebelum tanam sedangkan batuan fosfat diaplikasikan 1 hari sebelum tanam sesuai dosis perlakuan. f. Penanaman Bibit padi IR 64 umur 10 hari setelah semai dipindah tanam ke pot perlakuan, ditanam satu bibit padi per pot yang langsung diinokulasi dengan mikrobia hasil inokulasi dalam kultur cair sebanyak 2 ml untuk masing-masing jenis (BPN, BPF) sesuai perlakuan. Untuk BPN karena terdiri atas 3 jenis bakteri maka pengaplikasiannya adalah @ 0,7 ml Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium. Aplikasi mikoriza yaitu dengan menambahkan 1 sendok teh mikoriza pada lubang tanam ditutup dengan lapisan tanah tipis kemudian bibit ditanam di atasnya dengan posisi akar “L”. Penanaman bibit disesuaikan perlakuan untuk bibit T ditanam pada pot perlakuan tanpa mikoriza dan bibit M ditanam pada pot perlakuan mikoriza. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Pemupukan Pemupukan anorganik (Urea, SP 36, KCl) dilakukan 2 kali, separuh dosis pupuk pada umur 10 hari setelah tanam dan sisanya diberikan pada 23 hari setelah tanam. Cara pemupukan dengan cara ditugal di sekitar perakaran tanaman. h. Pengairan Selama masa pertumbuhan padi, tanah dalam keadaan macakmacak. Penggenangan (± 2 cm) dilakukan pada saat awal tanam untuk memudahkan penanaman bibit dan pada penyiangan jika dibutuhkan untuk mempermudah pengambilan gulma. Pada fase generatif tanaman, yaitu saat biji padi masak susu sampai pematangan, pengairan dihentikan sama sekali sampai tanah retak-retak. i. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi: penyulaman tanaman jika tanaman mati selama masa percobaan, penyiraman ±2hari sekali, pemberantasan gulma serta hama dan penyakit dilakukan secara manual. Pencegahan hama dilakukan dengan memasang kelambu sesuai luas dan tinggi yang dibutuhkan agar hama tidak dapat masuk dan penyemprotan pestisida nabati menggunakan Biferia basiana untuk hama wereng. j. Panen Panen dilakukan 3 kali, terdiri atas 1 ulangan untuk panen bulan pertama, 2 ulangan untuk panen bulan kedua, dan 3 ulangan untuk panen bulan ketiga.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Variabel Penelitian a. Analisis tanah awal Tabel 3.1. Parameter Analisis Tanah awal di Laboratorium No Parameter analisis tanah Metode 1. pH H2O Elektrometrik 2. pH KCl Elektrometrik 3. C organik Walkey and Black 4. KPK Amonium Asetat pH 7 5. N total Kjeldahl 6. P Tersedia Bray I 7. K Tersedia Ekstrak Amonium Asetat 8. Fe Tersedia Morgan Wolf Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005) Rumus perhitungan N total tanah adalah sebagai berikut: 䓸 阰Ŗ阰̜Ǵ Keterangan:
100 100
賸䓸 䓸̜
賸
裐賸14賸4
an̜阰阰̜ ̜
賸 100%
B = ml titrasi larutan baku A = ml titrasi larutan sampel
b. Analisis tanah akhir Tabel 3.2. Parameter Analisis Tanah Akhir di Laboratorium No Parameter analisis tanah Metode 1. pH H2O Elektrometrik 2. pH KCl Elektrometrik 3. C-organik Walkey and Black 4. N-total tanah Kjeldahl Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005) c. Analisis N jaringan tanaman Analisis N jaringan tanaman bertujuan untuk mengetahui serapan N jaringan tanaman padi dengan menggunakan metode Kjeldahl (Jones et al., 1991). Rumus perhitungan N jaringan tanaman adalah sebagai berikut:
Keterangan:
䓸 炘̜n 阰̜
賸䓸 裐ƼǴ賸14賸4 賸 100% an̜阰ᱸ̜ eaǴ
B = ml titrasi larutan baku A = ml titrasi larutan sampel
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan untuk menghitung serapan N tanaman menggunakan rumus (Yuwono, 2004) sebagai berikut: 撨an̜e̜ 䓸
䓸 炘̜n 阰̜ ̜
̜ 賸
an̜阰 an
阰̜ ̜
d. Pengamatan indikator pertumbuhan dan hasil tanaman padi
̜
§ Tinggi tanaman: diamati dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal akar sampai ujung daun tertinggi pada 4, 8, dan 12 MST § Jumlah anakan: diamati dengan menghitung jumlah anakan padi pada 4, 8, dan 12 MST § Panjang akar: diamati dengan mengukur panjang dari pangkal akar sampai ujung akar tertinggi setiap 1 bulan sekali § Berat kering tanaman: menimbang berat tanaman setelah dioven 700C sampai konstan § Berat 1000 biji gabah: digunakan untuk menghitung berat gabah per biji § Jumlah biji per malai § Jumlah malai per rumpun § Produksi per tanaman = berat gabah per biji x jumlah biji per malai x jumlah malai per rumpun e. Kepadatan mikrobia Kepadatan mikrobia menggunakan metode Spread Plates yaitu dengan menghitung total mikrobia yang mampu tumbuh setelah dilakukan perlakuan. Cara kerjanya yaitu mengisolasi mikrobia dari tanah setiap pot perlakuan @10 g dimasukkan dalam garam fisiologis 90 ml (pengenceran 10-1) dan dilakukan seri pengenceran sampai 10-7, masing-masing tabung pengenceran berisi 9 ml garam fisiologis. Mengambil 0,1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke tabung pengenceran 10-2 dan begitu selanjutnya sampai pada pengenceran 10-7 kemudian menanam bakteri 0,1 ml dari setiap pengenceran ke media selektif, media Okon untuk isolasi Azospirillum, media Yema untuk isolasi Rhizobium, dan media Jensen untuk isolasi commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Azotobacter. Mikrobia diinkubasi selama 3 hari dan diamati perkembangannya. Cara penghitungan koloni mikrobia adalah dengan menghitung jumlah koloni pada media dengan kisaran 30-300 koloni. Total koloni yang masuk kisaran perhitungan dikalikan dengan faktor pengencerannya. Total koloni = Jumlah koloni x 1/faktor pengenceran x 10 (Seeley and Vandenmark, 1965; Jutono et al., 1976; Anas, 1989; Fardiaz, 1993). f. Pengamatan spora Mikoriza Mencampur tanah 25 gam dengan aquades 100 ml dan membiarkan partikel kasar mengendap. Cairan kemudian disaring dengan saringan 250 mikron. Menampung cairan yang melewati saringan pertama dan mencuci saringan dengan air mengalir. Menyaring kembali hasil tampungan saringan pertama dengan saringan 90 mikron. Menampung cairan yang melewati saringan kedua dan mencuci saringan dengan air mengalir. Menyaring kembali hasil tampungan saringan kedua dengan saringan 60 mikron. Memindahkan sisa yang tertinggal dengan air dan menaruh petridish di bawah saringan kemudian diamati di bawah mikroskop dan menghitung jumlah sporanya (Brundett et al., 1996). 4. Analisis data Teknik pengolahan data menggunakan analisis ragam (Anova) dengan uji F taraf 5% (data normal) dan Kruskal Wallis (data tidak normal) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel penelitian. DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5% digunakan untuk membandingkan rerata antar kombinasi perlakuan, uji korelasi untuk mengetahui hubungan antar variabel, dan kontras ortogonal untuk membandingkan antar kelompok perlakuan.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola penerapan SRI dapat melalui berbagai tahapan, yaitu SRI kimia, SRI semi organik, dan SRI organik (Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna, 2008). Dalam penelitian ini, pemupukan disajikan dalam tahapan semi organik dengan berbagai imbangan dosis pupuk anorganik, organik, dan pemanfaatan mikrobiota bermanfaat. Dalam upaya perbaikan daya dukung tanah Oxisol Tuntang, sebagai media pertanaman padi, aplikasi mikrobiota bermanfaat pada penerapan SRI diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik bagi keberlanjutan fungsi ekologi, terutama dalam penyediaan nutrisi N. Dalam kenyataannya, pengaruh pemberian mikrobiota bermanfaat sangat sulit diamati. Walaupun demikian, pengaruh perlakuan dapat diketahui dengan menganalisis perbandingan karakter tanah awal dan karakter tanah akhir, serta pengamatan respon tanaman padi dilihat dari beberapa parameter pertumbuhan dan hasil tanaman padi. A. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Karakteristik Tanah 1. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pH tanah dan kandungan C organik tanah Dalam penentuan suatu pengelolaan tanah khususnya aplikasi pemupukan, maka harus diketahui dan dipahami terlebih dahulu karakteristik tanah yang akan dikelola. Tanah oxisol mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah (Buringh, 1991), kandungan unsur hara rendah, reaksi tanah sangat masam sampai netral (Munir, 1996) dan banyak mengandung oksida-oksida besi (Hardjowigeno, 1992). Hal ini dikarenakan tanah oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian profil tanah. Terbukti berdasarkan analisis tanah awal (Lampiran 4), bahwa tanah Oxisol Tuntang merupakan jenis tanah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah karena memiliki karakteristik pH tanah yang masam, kandungan C organik commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanah rendah, KPK sangat rendah, hara P tersedia rendah, N total dan K tersedia sangat rendah, dan Fe tersedia yang tinggi. pH tanah awal masam berkaitan dengan Fe tersedia yang tinggi (221,86 ppm), bisa mengakibatkan keseimbangan hara tanah dan serapan hara tanaman terganggu sehingga pertumbuhan tanaman bisa terhambat karena keracunan Fe. Harkat C organik tanah Oxisol Tuntang yang rendah (1,43%) mengakibatkan KPK tanah pada harkat sangat rendah (4,9 cmol kg-1) yang selanjutnya berpengaruh terhadap terbatasnya ketersediaan hara (Buckman and Brady, 1982). Oleh sebab itu upaya pengelolaan (pemupukan dan sistem pertanian) yang tepat dan seimbang perlu dilakukan agar tanah Oxisol Tuntang bisa digunakan sebagai media tumbuh tanaman padi yang baik. Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 4.1), semua perlakuan tidak meningkatkan pH H2O dan pH KCl secara nyata dibandingkan kontrol, sedangkan terhadap kandungan C organik tanah, perlakuan pemupukan meningkatkan harkat C organik dengan sangat nyata. Tabel 4.1. Analisis Ragam Parameter Sifat Kimia Tanah No Parameter analisis tanah P-value 1. pH H2O 0,991 ns 2. pH KCl 0,552 ns 3. C-organik 0,000 ** Sumber: Analisis ragam menggunakan Minitab 1.3 (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata ns = berbeda tidak nyata
pH H2O menggambarkan keadaan reaksi dalam tanah secara aktual dan pH KCl menggambarkan potensial reaksi dalam tanah (Foth, 1994). Rerata pH H2O menunjukkan peningkatan nilai pH dari masam menjadi agak masam dengan perubahan yang tidak beda nyata terhadap kontrol dan antar perlakuan. Peningkatan pH tidak nyata juga terjadi pada rerata pH KCl, namun dilihat dari kecenderungan nilainya, perlakuan sudah mampu meningkatkan harkat pH KCl yang sangat masam menjadi masam sampai agak masam (Tabel 4.2). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara normal, penggunaan pupuk dalam jumlah sedang sampai besar secara sistematis pada waktu yang cocok tidak menghasilkan perubahan nyata pada pH tanah. Pengaruh pupuk pada pH tanah antara lain: superfosfat dan pupuk kalium seperti muriat pada umumnya tidak mempunyai pengaruh permanen pada kemasaman tanah, pupuk nitrogen dalam bentuk amonia akan menghasilkan kemasaman kecuali bila bahan pengapuran yang cukup dalam pupuk untuk menetralkan asam yang terbentuk, sedangkan batuan fosfat mempunyai kecenderungan menetralkan kemasaman tanah (Foth, 1994). Tabel 4.2. Karakteristik pH H2O, pH KCl, dan C organik Tanah Akhir C organik Harkat (%) A 5,96 a AM 5,42 ab M 2,04 a S B 6,23 a AM 5,45 ab M 2,15 ab S C 6,06 a AM 5,50 ab M 2,63 c S D 5,89 a AM 5,59 ab AM 2,54 bc S E 5,97 a AM 5,51 ab AM 2,55 bc S F 6,13 a AM 5,33 ab M 2,49 bc S G 5,97 a AM 5,28 a M 2,59 c S H 6,03 a AM 5,49 ab M 3,28 d T I 6,04 a AM 5,50 ab M 3,26 d T J 6,06 a AM 5,66 ab AM 2,32 d T K 6,11 a AM 5,57 ab AM 3,42 d T L AM 5,59 ab AM T 6,24 a 3,42 d M 5,94 a AM 5,45 ab M 3,30 d T N 6,00 a AM 5,52 ab AM 3,38 d T O 6,13 a AM 5,59 ab AM 3,25 d T P 6,08 a AM 5,51 ab AM 3,19 d T Q 6,00 a AM AM 3,35 d T 5,70 b Sumber: Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah FP UNS (2011) Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005 (M = masam; AM = agak masam; S = sedang; T = tinggi) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5% Perlakuan
pH H2O
Harkat
pH KCl
Harkat
Kandungan Ca dalam batuan fosfat (Ca3PO4)2 diduga mempunyai sifat meningkatkan pH tanah walaupun dalam nilai yang amat kecil. Dugaan pengaruh pemberian batuan fosfat dapat dilihat dari perlakuan I commit to user dan J dimana pada perlakuan J (pupuk anorganik + batuan fosfat) kenaikan
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
pH H2O dan pH KCl terjadi walaupun dalam nilai yang kecil dan berbeda tidak nyata terhadap perlakuan I (tanpa batuan fosfat). Hal serupa juga ditunjukkan pada perlakuan L (50% pupuk anorganik dosis rekomendasi + 100% kompos dosis rekomendasi + batuan fosfat) dengan nilai pH lebih tinggi dibanding perlakuan K (dosis L tanpa batuan fosfat) (Tabel 4.2). Kecenderungan nilai pH H2O terbaik pada perlakuan L yaitu 6,24 (Tabel 4.2). Peningkatan pH juga dipengaruhi ketersediaan bahan organik ditunjukkan dari kandungan C organik tanah terbaik yaitu 3,42% walaupun secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan H, I, J, M, N, O, P, dan Q (Tabel 4.2). Hal ini selaras dengan Isroi (2010) yang menyatakan bahwa kompos memiliki kandungan C organik yang tinggi. Hasil penguraian dari kompos jerami padi pada tanah masam akan menghasilkan koloid organik yang dapat melepaskan OH- sehingga sedikit demi sedikit dapat meningkatkan pH tanah. Hal ini karena koloid organik bersifat amfoter (menetralkan reaksi tanah), sehingga diharapkan pemberian bahan organik secara berkelanjutan mampu meningkatkan pH tanah ke arah netral. Menurut Munir (1996), prinsip atau alternatif pengelolaan oxisol tidak hanya dilakukan dengan pemupukan dan pengapuran tapi perlu adanya masukan bahan organik dalam jumlah besar untuk mempertahankan kondisi tanah. Fungsi bahan organik adalah sebagai daya sangga tanah, meningkatkan KPK, dan cadangan unsur hara mikro. Menurut Yuwono (2004), pupuk organik (kompos jerami) dikatakan siap diaplikasikan ke tanah pada kondisi yang sudah matang yaitu nilai C/N rasio <20. Berdasarkan analisis pupuk (Lampiran 4), nilai C/N rasio kompos jerami adalah 18,18, artinya kompos jerami sudah matang dan siap diaplikasikan ke tanah dan sudah sesuai dengan baku mutu pupuk menurut SNI (kompos siap digunakan dengan nilai C/N 12-25%). Foth (1994) menyatakan bahwa kompos dengan 15
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
imobilisasi > mineralisasi menyebabkan hara kurang tersedia bagi tanaman karena terjadi persaingan hara dengan mikrobiota dekomposer (Thompson and Troeh, 1979; Foth, 1994). Pemberian kompos jerami mengakibatkan peningkatan asam-asam organik yang pada tahap dekomposisi lebih lanjut menghasilkan asam humat dan fulvat yang mampu mengikat ion Fe dalam bentuk khelat, sehingga kelarutan Fe dalam tanah bisa menurun (Ahmad, 1990 cit. Ruhaimah et al., 2009). Fungsi inilah diduga juga dapat mengurangi tingkat kemasaman tanah dan Fe tersedia tanah, yang juga dibuktikan oleh hasil penelitian Pramesti (2011). Hubungan antara kandungan bahan organik, Fe tersedia, dan pH tanah disajikan pada Gambar 4.1, dimana dari kecenderungan nilai ketiganya tampak bahwa semakin tinggi bahan organik tanah, Fe tersedia semakin rendah, dan pH tanah meningkat. 250 200
Fe tersedia (ppm)
5.96 6.23 6.06 5.89 5.97 6.13 5.97 3.51 3.70 4.52 4.37 4.39 4.29 4.47
150
Bahan Organik (%) 6.03 6.04 5.64 5.61
6.06 3.99
pH H2O
6.11 6.24 5.88 5.88
5.94 5.68
6.13 6.08 6.00
5.58 5.50
6.00 5.76
5.81
213.13
215.74
215.55
217.23
214.2
191.66
201.37
179.79
161.59
161.2
184.12
171.34
205.43
212.2
176.86
0
220.87
50
221.86
100
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
Keterangan: Data bahan organik merupakan hasil konversi C organik (Corg x 1,72); data Fe tersedia disitasi dari hasil penelitian Pramesti (2011)
Gambar 4.1. Hubungan bahan organik, Fe tersedia, dan pH tanah 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Jumlah Spora Mikoriza Tanah Dalam sub bab jumlah koloni bakteri dan jumlah spora mikoriza ini, akan dibagi empat kelompok pembahasan perlakuan agar perbandingannya terlihat lebih jelas, yaitu: (1) perlakuan B-G (penambahan mikrobiota saja yakni BPN, BPF, dan mikoriza baik secara tunggal maupun kombinasi); (2) perlakuan H dan I (penambahan pupuk anorganik); (3) perlakuan J-L (kombinasi pupuk anorganik + organik); commit to user (4) perlakuan M-Q (imbangan
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pupuk anorganik, organik, batuan fosfat, dan penambahan kombinasi mikrobiota). Jumlah bakteri dalam tanah itu bervariasi, karena banyak persyaratan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mereka (Buckman and Brady, 1982). Penghitungan jumlah bakteri dilakukan karena diasumsikan semakin banyak koloni yang ditemukan mampu memberikan fungsi fiksasi N yang lebih baik terhadap tanaman. Berdasarkan analisis ragam, secara keseluruhan, perlakuan pemupukan meningkatkan jumlah koloni bakteri Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, maupun jumlah spora mikoriza secara sangat nyata (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Hasil Analisis Jumlah Koloni Bakteri dan Spora Mikoriza Sumber Keragaman Perlakuan A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ BCDEFG vs HIJKLMNOPQ BCD vs EFG B vs CD C vs D E vs FG F vs G HI vs JKLMNOPQ H vs I JKL vs MNOPQ J vs KL K vs L MNOP vs Q MN vs OP M vs N O vs P
Azospirillum
Azotobacter
Rhizobium
Mikoriza
** ** ** ** ** ns ns ** ** ** ** ** ns ns ns ** ns ns ns ** ns ns ns * ns ns ns ** ns ns ns ** ** ** ** ** ns ns ns ns ** ns ns ** ns ns ns ns ** ns ** * ** ** ns ns ** ns ** ns ** ns ns ** ** ns ** * Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
· Azospirillum Berdasarkan hasil uji beda, perlakuan dengan penambahan mikrobiota saja (BPN, BPF, dan mikoriza) baik secara tunggal maupun kombinasi (perlakuan B-G) tidak meningkatkan secara nyata jumlah koloni Azospirillum dibanding kontrol. Seperti terlihat pada Gambar 4.3 perlakuan kontrol justru lebih efektif dengan jumlah koloni Azospirillum terbaik yaitu commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5,4x104 cfu g-1 tanah. Kenampakan Azospirillum pada media Okon disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kenampakan koloni Azospirillum pada Media Okon Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan jumlah koloni Azospirillum dalam rhizosfer akar (Sutaryat, 2009). Hal ini terbukti pada hasil penelitian, perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi (perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H + batuan fosfat) menunjukkan rerata jumlah bakteri yang lebih rendah dari kontrol dan aplikasi mikrobiota secara tunggal. Ini berkaitan dengan terganggunya fungsi mikrobiota pada penggunaan pupuk anorganik yang tinggi. Dari perbandingan keduanya, nampak pula bahwa penambahan batuan fosfat tidak efektif meningkatkan jumlah Azospirillum. Pemberian kompos 450 g pot-1 pada 100% dosis pupuk anorganik (perlakuan J) ternyata lebih efektif meningkatkan jumlah koloni Azospirillum dibanding penambahan kompos 900 g pot-1 pada 50% dosis pupuk anorganik (perlakuan K). Dalam hal ini faktor ketidaksterilan tanah dan bahan organik diperkirakan sebagai penyebab dari dominansi bakteri yang berbeda-beda. Tanah dihuni berbagai bakteri dan mikrobiota lain dalam jenis dan jumlah yang sangat sulit diperhitungkan, demikian halnya dengan bahan organik yang merupakan sumber karbon juga membawa berbagai jenis mikrobiota yang diasumsikan semakin banyak bahan organik yang diberikan, memungkinkan mikrobiota yang terbawa juga lebih bervariasi. Dalam kehidupannya, semua biota dalam tanah bersaing memperebutkan ruang dan nutrisi untuk bertahan hidup, sehingga sangat dimungkinkan
keberadaan
Azospirillum
terancam
oleh
keberadaan
mikrobiota lain sehingga jumlahnya Sementara pada penambahan commit tomenurun. user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
batuan fosfat (perlakuan L) jumlah bakteri meningkat kembali yang dimungkinkan kondisi lingkungan lebih sesuai seperti pH tanah (Tabel 4.2) yang lebih baik dan ketersediaan N yang cukup (Gambar 4.8). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan L lebih efektif dalam peningkatan jumlah Azospirillum. Pada perlakuan M-Q, secara keseluruhan, penambahan mikrobiota pada kombinasi 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan penambahan batuan fosfat meningkatkan jumlah Azospirillum dengan sangat nyata dari perlakuan dosis 100% pupuk anorganik (H dan I) maupun pupuk organik dosis 100% dan 50% (J, K, L) (Tabel 4.3). Mikoriza berperan lebih efektif meningkatkan jumlah Azospirillum dalam tanah, terlihat pada perlakuan M (100% pupuk anorganik + mikoriza) sangat nyata meningkatkan jumlah bakteri dibanding dengan perlakuan 100% dosis pupuk anorganik tanpa mikoriza (perlakuan H), dan lebih efektif lagi meningkatkan jumlah Azospirillum pada kombinasi perlakuan N (50% pupuk anorganik + 50% kompos + Batuan fosfat + Mikoriza) dengan rerata jumlah Azospirillum 8,1x105 cfu g-1 tanah yang merupakan rerata terbaik dari seluruh perlakuan. Hal ini menunjukkan adanya sinergisme antara mikoriza dengan Azospirillum di dalam tanah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mikoriza dapat mengubah mikroflora tanah dengan menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain (Bethlenfalvay and Schuepp, 1994). Keberadaan mikoriza diduga mampu mendukung perkembangan Azospirillum asli dalam tanah tanpa penambahan bakteri dari luar. Penambahan Azospirillum dalam aplikasi BPN pada kombinasi 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan penambahan batuan fosfat (perlakuan O) justru menurunkan jumlah Azospirillum. Hal ini karena dalam aplikasi BPN, ternyata Azotobacter dan Rhizobium (Gambar 4.3) lebih mendominasi, sehingga diduga terjadi persaingan nutrisi antar mikrobiota atau adanya kondisi lingkungan yang kurang mendukung. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Azotobacter
Azospirillum Q P O N M L K J I H G F E D C B A
6,5E+05 e
7,1E+04 ab
3,9E+05 d 8,1E+05 f 2,6E+05 c 3,2E+05 cd
3,3E+04 a 1,5E+05 b 1,3E+04 a 1,1E+04 a 4,7E+03 a 3,1E+03 a 3,3E+03 a 2,4E+04 a 2,1E+04 a 3,9E+03 a 5,4E+04 ab
0.0E+00
5.0E+04
1.0E+05
Q P O N M L K J I H G F E D C B A
3,8E+07 a 3,0E+08 b 3,9E+08 b 2,3E+08 ab 2,7E+08 ab 2,2E+08 ab 2,0E+08 ab 1,7E+07 ab 1,3E+06 a 1,2E+07 a 1,3E+06 a 6,3E+05 a 4,7E+06 a 5,6E+05 a 1,7E+06 a 1,7E+06 a 2,9E+05 a
0.0E+00
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh) 1,2E+07 a 2,8E+08 a 7,5E+08 c 4,9E+06 a 4,6E+06 a 1,1E+08 a 6,5E+08 bc 3,8E+08 ab 1,9E+06 a 2,2E+06 a 9,8E+05 a 1,0E+06 a 1,9E+07 a 2,4E+07 a 2,1E+07 a 2,1E+07 a 2,1E+05 a
0.0E+00
5.0E+07
4.0E+07
Spora Mikoriza
Rhizobium Q P O N M L K J I H G F E D C B A
2.0E+07
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh)
1.0E+08
Q P O N M L K J I H G F E D C B A
94 g 113 hi 98 gh 125 i 94 g 70 f 52 def 60 ef 29 ab 23 ab 95 g 49 cde 32 abc 40 bcd 19 a 53 def 17 a 0
50
100
150
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh) Jumlah spora mikoriza per 100g tanah Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%; cfu = colony forming unit
Gambar 4.3. Rerata Jumlah Azospirillum (kiri atas), Azotobacter (kanan atas), Rhizobium to (kanan user bawah) dalam tanah (kiri bawah), Sporacommit Mikoriza
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
· Azotobacter Berdasarkan hasil uji beda, perlakuan dengan penambahan mikrobiota saja (BPN, BPF, dan mikoriza) baik secara tunggal maupun kombinasi (perlakuan B-G) tidak meningkatkan secara nyata jumlah koloni Azotobacter dibanding kontrol. Namun jika dilihat dari kecenderungan data pada perlakuan tersebut, rerata jumlah Azotobacter meningkat pada perlakuan B (Tanah + Mikoriza) dan C (Tanah + BPN) dengan jumlah yang sama yaitu 1,7x106 cfu g-1 tanah dan semakin meningkat pada kombinasi keduanya yaitu perlakuan E (Tanah + Mikoriza + BPN) dengan jumlah koloni 4,7x106 cfu g-1 tanah yang merupakan nilai rerata terbaik dibanding kontrol dan perlakuan lainnya. Sementara penambahan BPF baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan mikoriza dan BPN justru cenderung menurunkan jumlah Azotobacter, terlihat pada perlakuan D (Tanah + BPF), F (Tanah + Mikoriza + BPF), dan G (Tanah + Mikoriza + BPN + BPF) dengan jumlah koloni berturut-turut 5,6x105; 6,3x105; dan 1,3x106 cfu g-1 tanah. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen Perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi (perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H + batuan fosfat) menunjukkan peningkatan jumlah Azotobacter yang tidak beda nyata dari kontrol dan aplikasi mikrobiota secara tunggal. Pupuk anorganik menyediakan nutrisi dalam bentuk tersedia/langsung bisa digunakan tanaman. Azotobacter dapat mengasimilasi berbagai bentuk gabungan nitrogen, misalnya nitrat dan ammonia. Kehadiran senyawa-senyawa ini pada medium akan menekan fiksasitonitrogen commit user bebas (Sutedjo, 1991).
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Azotobacter biasanya tidak terdapat pada rizoplane (permukaan akar) tapi melimpah pada rizosfer. Eksudat/ekskresi akar mengandung asam amino, gula, vitamin, asam organik bersama dengan membusuknya bagian sistem akar menyediakan sumber energi bagi Azotobacter. Ada dua faktor yang mempengaruhi populasi Azotobacter dalam tanah yaitu sifat asosiasi atau antagonistik dengan mikroflora lain dan kandungan bahan organik tanah (Rao, 1993). Berdasarkan Gambar 4.3, peningkatan secara nyata jumlah Azotobacter dibanding kontrol terlihat pada perlakuan pemberian kompos (J, K, L). Sementara antar ketiga perlakuan tersebut pengaruhnya berbeda tidak nyata terhadap jumlah koloni Azotobacter. Namun demikian kecenderungan nilai peningkatan terbaik dari ketiganya pada perlakuan L (kombinasi 100% dosis kompos, 50% pupuk anorganik, dan batuan fosfat). Pada perlakuan kombinasi dengan mikrobiota memberi pengaruh yang lebih baik seperti pada perlakuan O (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Mikoriza + BPN) dan P (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Mikoriza + BPF). Sementara kombinasi mikoriza, BPN, dan BPF kurang efektif meningkatkan jumlah Azotobacter. Kondisi tanah yang tidak tergenang menyebabkan lingkungan yang cocok terhadap kehidupan Azotobacter yang bersifat aerob. Hal ini terlihat dari jumlah bakteri Azotobacter yang mendominasi dari pemberian BPN secara keseluruhan. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 1020 mg nitrogen g-1 gula (Allison, 1973 cit. Wedhastri, 2002). Kemampuan ini tergantung kepada sumber energinya (Sutedjo, 1991), keberadaan nitrogen yang terpakai (Waksman, 1952 cit. Wedhastri, 2002), mineral, reaksi tanah, jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran, dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas penambatan nitrogen (Trolldenier, 1977 cit. Wedhastri, 2002). · Rhizobium Sama halnya dengan jumlah koloni Azospirillum dan Azotobacter, perlakuan B-G menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata dari kontrol. commit to user Namun dilihat dari kecenderungan rerata data jumlah Rhizobium (Gambar
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
4.3), diduga BPF berpengaruh positif meningkatkan jumlah Rhizobium dengan rerata terbaik pada perlakuan D (Tanah + BPF) yaitu 2,4x107 cfu g-1 tanah, diikuti perlakuan B (Tanah + Mikoriza) dan C (Tanah + BPN) dengan rerata jumlah yang sama (2,1x107 cfu g-1 tanah). Sementara pada perlakuan kombinasi baik mikoriza, BPN, dan BPF (perlakuan E,F,G) justru memberi kecenderungan menurunkan jumlah Rhizobium berturutturut 1,9x107; 1,0x106; dan 9,8x105 cfu g-1 tanah, hal ini dimungkinkan adanya persaingan hara dalam tanah antar mikrobiota mengingat tidak ada penambahan sumber hara pada perlakuan tersebut. Kenampakan koloni Rhizobium pada YEMA disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Kenampakan koloni Rhizobium pada YEMA Perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi (perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H + batuan fosfat) justru cenderung menurunkan jumlah Rhizobium dibanding kontrol dan aplikasi mikrobiota secara tunggal, artinya penggunaan pupuk anorganik dalam dosis tinggi bersifat merugikan kehidupan Rhizobium di dalam tanah. Lain halnya dengan aplikasi kompos, pada penambahan kompos dosis 50% jumlah Rhizobium meningkat dan semakin meningkat secara nyata pada penambahan kompos dosis 100% dari kontrol dan perlakuan aplikasi mikrobiota. Pada kelompok perlakuan M-Q, perlakuan O (50% pupuk anorganik + 50% kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN) memberi pengaruh terbaik meningkatkan jumlah Rhizobium dan berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini diperkirakan pada kombinasi tersebut Rhizobium mendapatkan kondisi lingkungan tanah yang sesuai dengan syarat
to user4.2) dimana reaksi optimum bagi hidupnya, seperti pH tanahcommit 6,0 (Tabel
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium adalah pH 5,5-7,0 (Sutedjo, 1991) sehingga Rhizobium mampu berkembangbiak dengan lebih baik dan mampu bersaing dengan mikrobiota lainnya. Rhizobium merupakan bakteri aerobik sehingga metode tanam SRI yang bersifat aerob (mempertahankan kondisi tanah dalam keadaan lembab) memberikan ketersediaan oksigen untuk proses respirasi dan mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam ekosistem. Adanya masukan bahan organik juga memberi kecukupan sumber energi bagi Rhizobium sehingga tumbuh lebih baik. Bakteri–bakteri yang termasuk dalam genus rhizobium hidup bebas dalam tanah dan dalam daerah perakaran tanaman legum maupun bukan legum. Walaupun demikian, bakteri rhizobium hanya dapat bersimbiosis dengan tanaman legum, dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar, pengecualian satu-satunya adalah bintil akar pada trema (parasponia) oleh Rhizobium sp (Rambey, 2010; Mia and Shamsuddin, 2010). Beberapa strain mungkin memiliki kemampuan untuk menginfeksi jaringan akar padi melalui rambut akar terletak di akar lateral yang muncul dan menyebar luas di seluruh akar padi (Francine et al., 2007; Gough et al., 1996; Ladha et al., 1996 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Beberapa rhizobia alami dapat menyerang akar lateral yang muncul pada padi, gandum, dan jagung (Cocking et al., 1990., 1992, 1994 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Al-Mallah et al (1990) cit. Mia and Shamsuddin (2010) menyatakan bahwa sebenarnya Rhizobium dapat menginduksi pada frekuensi yang rendah pada struktur akar padi. Struktur nodul terinduksi pada akar padi dengan cara memberi perlakuan pada akar padi umur 2 hari setelah semai dengan campuran enzim pendegadasi dinding sel yang terdiri atas 1% selulase YC, 0,1% pectolyase Y23, dan 8% manitol diikuti dengan inokulasi rhizobium dengan keberadaan polyethylene glycol. Rhizobium terletak baik dalam sitoplasma yang berdegenarasi pada sel dan di antara sel-sel berbentuk bulat dan memperpanjang struktur nodul. Namun prosedur
ini
nitrogenasenya.
masih
sangat terbatas commit to user
untuk
mengetahui
aktifitas
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Inokulasi rhizobium untuk tanaman sereal khususnya padi dikaitkan dengan peningkatan akumulasi dari zat-zat fenolik seperti galic, tanic, asam ferulat dan sinamat pada daun tanaman (Mirza et al., 2001 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Seperti meningkatnya asam fenolik merupakan dampak fenomena stres tanaman terhadap patogen (Pieterse et al., 2002 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Reaksi pertahanan terpicu dalam respon invasi rhizobia dalam sistem pertahanan. Setelah infiltrasi berhasil, rhizobium menyebar di seluruh bagian dalam tanaman tanpa menimbulkan reaksi pertahanan yang nampak di dalam tanaman. Seperti Azorhizobium caulinodans mampu memasuki akar lateral padi (akar lateral yang pecah/retak) dengan masuk melalui retakan dan bakteri pindah ke ruang antar sel dalam lapisan kortikal akar (Jain and Gupta, 2003 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Bakteri menyerang sistem akar tanaman inang dengan infeksi akar secara interseluler antara sel-sel tanaman yang berdekatan dan bukan oleh pembentukan benang infeksi dan ujung rambut akar (Sprent dan Raven, 1992 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, maka inokulasi rhizobium untuk tanaman padi lebih berperan sebagai PGPR (Plant Gowth Promoting Rhizobacteria) pada pengaktifan mekanisme ketahanan terhadap penyakit. · Spora Mikoriza Perlakuan A-G menunjukkan bahwa perlakuan G (Tanah + mikoriza + BPN + BPF) memberikan pengaruh yang terbaik dan beda nyata terhadap kontrol dan perlakuan lain (95 g), artinya kombinasi antar mikrobiota lebih efektif dalam meningkatkan jumlah spora mikoriza dibandingkan pengaplikasian secara tunggal. Namun diduga BPF memberikan asosiasi yang lebih baik terhadap jumlah spora mikoriza dibanding BPN, terlihat dari perlakuan C (Tanah + BPN) (19 a) dan E (Tanah + Mikoriza + BPN) (32 abc) berbeda nyata dengan perlakuan D (Tanah + BPF) (40 bcd) dan F (Tanah + Mikoriza + BPF) (49 cde). Spora mikoriza yang ditemukan dalam penelitian ditunjukkan Gambar 4.6. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.6. Kenampakan Spora Mikoriza Adanya penggunaan pupuk anorganik sesuai dosis anjuran pada cara SRI justru menurunkan jumlah spora mikoriza (perlakuan H dan I) dan berbeda tidak nyata terhadap kontrol, namun dalam hal ini jumlah spora meningkat kembali ketika ada penambahan mikoriza dari luar (perlakuan M) dan pengaruhnya tidak beda nyata terhadap perlakuan G (Tanah + mikoriza + BPN + BPF) yaitu dengan jumlah spora (94 g). Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 5), peningkatan kandungan bahan organik tanah meningkatkan jumlah spora mikoriza (r=0,458), selaras dengan pernyataan Anas (1997) bahwa jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen. Hal ini terbukti pada perlakuan penambahan kompos jerami (J, K, L) mampu meningkatkan jumlah spora mikoriza secara nyata dibandingkan perlakuan kontrol. Namun di sisi lain perlakuan J, K, L belum menunjukkan peningkatan jumlah spora yang beda nyata terhadap perlakuan mikoriza secara tunggal tanpa kompos jerami (perlakuan B), sehingga diduga ada faktor lain yang lebih berpengaruh. Bethlenfalvay and Schuepp (1994) menyatakan mikoriza dapat mengubah mikroflora tanah dengan menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain yang mungkin bersifat antagonis. Diduga hal inilah yang mempengaruhi kurang optimalnya kehidupan spora mikoriza walaupun dengan penambahan bahan organik yang lebih banyak. Sesuai pernyataan Bethlenfalvay and Schuepp (1994) bahwa untuk menjaga stabilitas tanah dicapai dengan memanipulasi dengan mikrobia spesifik seperti bakteri pelarut fosfat dan bakteri diazotrof yang bekerja commit to user dalam berbagai mekanisme. Perlakuan G, M, N, O, P, dan Q menunjukkan
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengaruh yang beda nyata meningkatkan jumlah spora mikoriza dari perlakuan B, J, K, dan L. Nampaknya keberlangsungan hidup dan jumlah spora mikoriza lebih didukung kondisi lingkungan media yang stabil dari sekedar peningkatan dosis bahan organik. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi
yang
Azotobacter
menunjukkan
mempunyai
bahwa
korelasi
keberadaan erat
Azospirillum
(r=0,645)
dan
dan
(r=0,526)
meningkatkan jumlah spora mikoriza dalam tanah (Lampiran 5). Dari semua perlakuan, perlakuan N (50% dosis anorganik + 50% dosis kompos + Mikoriza) memberi pengaruh terbaik meningkatkan jumlah spora mikoriza (125 i) dan beda nyata terhadap perlakuan lain diikuti perlakuan P (dosis perlakuan N + BPF) (113 hi). Ini menunjukkan di dalam kombinasi pupuk anorganik dan organik diduga mikoriza dan BPF masih memberikan asosiasi yang lebih baik terhadap jumlah spora mikoriza dibanding BPN. Pengaplikasian BPN pada kombinasi dosis perlakuan P justru menurunkan jumlah spora mikoriza dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan G (tanah + mikoriza + BPN + BPF). 150
Spora mikoriza
Infeksi mikoriza (%)
100 50 0 A B C D E F G H I
J K L M N O P Q
Keterangan: Data infeksi mikoriza disitasi dari hasil penelitian Qodri (2011)
Gambar 4.7. Grafik hubungan jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza pada akar padi Penghitungan spora mikoriza merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui keberadaan mikoriza dalam menjalankan fungsinya. Diharapkan semakin banyak spora mikoriza yang ditemukan mampu mengindikasikan peluang infeksi mikoriza terhadap akar padi yang lebih baik. Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelahcommit didahului dengan proses infeksi akar (Novriani to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
dan Madjid, 2009). Hasil penelitian Qodri (2011) menyebutkan bahwa aplikasi mikoriza pada tanah ternyata mikoriza mampu menginfeksi akar tanaman padi. Hubungan antara jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza disajikan pada Gambar 4.7. Berdasarkan kecenderungan nilai rerata jumlah spora dan infeksi mikoriza pada Gambar 4.7, diketahui bahwa semakin banyak jumlah spora memberikan kemampuan mikoriza menginfeksi akar padi lebih baik, terlihat pada perlakuan N dimana mempunyai jumlah spora mikoriza terbaik menunjukkan tingkat infektifitas yang terbaik pula di antara perlakuan yang lain. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002 cit. Novriani dan Madjid, 2009). Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994 cit. Novriani dan Madjid, 2009). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K, dan S, sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat (Novriani dan Madjid, 2009). · Mikrobiota Bermanfaat sebagai PGPR Azospirillum, Azotobacter, dan Rhizobium selain fungsinya sebagai bakteri penambat nitrogen juga berfungsi sebagai PGPR (Plant Gowth Promoting Rhizobacteria) dimana perannya antara lain: meningkatkan mobilisasi hara, produksi hormon tumbuh, fiksasi nitrogen, atau pengaktifan mekanisme ketahanan terhadap penyakit (Wei et al., 1996; Thakuria et al., 2004 cit. Sutariati et al., 2006) sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Nelson, 2004; Adesemoye et al., 2008). Peranan PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi commit to user tanaman diduga juga ada hubungannya dengan kemampuan mensintesis
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hormon tumbuh yang menyebabkan perubahan morfologi dan fisiologi akar sehingga mampu meningkatkan serapan air dan hara untuk tanaman (Mia et al., 2009 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Hal ini ditunjukkan pada hasil pengamatan variabel pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang dibahas pada poin B. 3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Status Nutrisi N Total Tanah Pengaruh keberadaan mikrobia bermanfaat dilihat dari menyediakan N dalam tanah, walaupun hal tersebut tidak lepas dari pengaruh pemberian pupuk. Dalam penelitian ini, perlakuan pemupukan mampu meningkatkan status N total tanah dari sangat rendah menjadi rendah sampai sedang. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa secara keseluruhan, perlakuan pemupukan sangat nyata meningkatkan kandungan N total tanah (p=0,000) (Lampiran 5, Tabel 4.4). Tabel 4.4. Hasil Analisis N Total Tanah Sumber Keragaman Perlakuan A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ BCDEFG vs HIJKLMNOPQ BCD vs EFG B vs CD C vs D E vs FG F vs G HI vs JKLMNOPQ H vs I JKL vs MNOPQ J vs KL K vs L MNOP vs Q MN vs OP M vs N O vs P
N Total Tanah
** ** ** * ns * ns ns ns ns ** * ns ns * ns ns Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
Dari hasil uji beda, perlakuan pemupukan dengan penambahan mikrobiota saja (B-G) belum menunjukkan peningkatan kandungan N total tanah secara nyata dibanding kontrol. Kecenderungan nilai terbaik commit to user kandungan N total tanah terdapat pada perlakuan C (tanah + BPN) yaitu
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0,12% (status N rendah), hal ini menunjukkan BPN aktif memfiksasi N dari atmosfer untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Kombinasi beberapa mikrobiota nampaknya kurang efektif dalam peningkatan N total tanah.
M N O
0.17 fg
L
0.16 defg
H I J K Perlakuan
0.14 cdef
G
0.13 cdef
F
0.16 efg
E
0.23 i
0.22 hi
0.17 fg
0.18 gh
0.11 bcd
0.16 defg
0.10 abc
B
0.11 bc
A
0.06 a
0.08 ab
0.20
0.10 abc
Ntotal (%)
0.40
0.12 bcde
N Total Tanah
P
Q
0.00 C
D
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.8. Grafik N Total Tanah Akhir Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nyata nilai N total tanah dari kontrol pada perlakuan 100% pupuk anorganik (perlakuan H dan I) yaitu ±70%, walaupun masih dalam status rendah. Sementara penambahan 100% dosis kompos dengan 50% dosis pupuk anorganik (perlakuan K) lebih efektif dalam meningkatkan status N total tanah dibanding perlakuan pupuk anorganik 100% (perlakuan H) dengan peningkatan nilai N total tanah sekitar 30%. Di antara seluruh perlakuan, perlakuan L (100% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik + Batuan fosfat) memberi pengaruh terbaik dengan nilai N total 0,23% atau mengalami peningkatan 35% dari perlakuan H, dimana mampu meningkatkan harkat N total tanah dari rendah menjadi sedang. Diduga kombinasi batuan fosfat dan bahan organik yang cukup mampu meningkatkan nutrisi N dalam tanah. Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 5), dapat diketahui bahwa C organik mempunyai hubungan sangat erat dalam meningkatkan kandungan N total tanah (r=0,753). Bahan organik merupakan titik awal aliran energi dalam ekosistem tanah. Kunci keberhasilan budidaya padi dengan sistem aerobik sangat bertumpu pada keberadaan dan suplai bahan organik dalam commit to2007). user Kompos jerami sebagai bahan tanah (Simamarta dan Yuwariah,
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
organik mampu berfungsi sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Seiring dengan perombakan bahan organik yang dilakukan mikroorganisme akan terjadi pelepasan nutrisi seperti N yang dibutuhkan tanaman (Dermiyati, 1997 cit. Mezuan et al., 2002). Pengaplikasian kombinasi mikrobiota pada imbangan pupuk anorganik dan pupuk organik (M-Q) mampu memberikan pengaruh yang beda nyata meningkatkan N total tanah terhadap kontrol walaupun antar perlakuannya memberikan peningkatan berbeda tidak nyata. Kombinasi mikoriza, BPN, dan BPF pada 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos dan penambahan batuan fosfat (perlakuan Q) memberikan rata-rata N total tanah terbaik yaitu 0,17% walaupun masih dalam status rendah. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Marschner dan Rengel (2007) dan Chinnusamy et al (2006), yang menyebutkan bahwa kultur ganda atau asosiasi antara BPF dan BPN berpengaruh nyata terhadap hasil dan hara N tanaman dibandingkan dengan pemberian kultur tunggal. Jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, ternyata perlakuan Q mempunyai nilai yang sama dan tidak beda nyata dengan kandungan N total tanah pada perlakuan H (100% dosis pupuk anorganik), dalam hal ini berarti pemanfaatan kombinasi mikrobiota perlakuan Q bisa mensubstitusi perlakuan H dan secara efisien bisa mengurangi dosis pupuk anorganik dan organik. Hindersah (2004) cit. Rambey (2010) menyatakan bahwa penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen yang diintegasikan dalam sistem produksi tanaman. B. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Tanaman Padi 1. Pengaruh perlakuan terhadap Status N jaringan dan Serapan N Padi Kadar nutrisi dalam tanaman merupakan hasil metabolisme tanaman (Sirappa, 2002). Analisis jaringan merupakan panduan pemupukan pertanaman didasarkan atas konsep bahwa apa yang ada dalam tubuh tanaman
berkaitan
dengan pertumbuhan (Ulrich, 1976 cit. commit to user Notohadiprawiro, 2006). Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan bahwa
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara keseluruhan perlakuan pemupukan sangat nyata meningkatkan N jaringan tanaman, berat kering tanaman, dan serapan N padi (Tabel 4.5). Tabel 4.5. Hasil Analisis N Jaringan, Berat Kering, dan Serapan N Padi Sumber Keragaman Perlakuan A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ BCDEFG vs HIJKLMNOPQ BCD vs EFG B vs CD C vs D E vs FG F vs G HI vs JKLMNOPQ H vs I JKL vs MNOPQ J vs KL K vs L MNOP vs Q MN vs OP M vs N O vs P
N jaringan ** ** ** ns ** ** ** ** ns ns ** ns ns * ns * *
Berat Kering ** ** ** ns ns ns ns ns ** ns ** * * ns ns ** ns
Serapan N ** ** ** ns ns * * ns ** ns ** ns ns ns ns ns ns
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
Tabel 4.6. Nilai N Jaringan dan Berat Kering Tanaman Padi Perlakuan A B C D E F G H I J K L M N O P Q
N Jaringan (%) 0,08 a 0,76 efg 1,63 h 0,41 b 1,62 h 0,83 g 0,44 b 0,66 cdef 0,73 defg 0,75 efg 0,77 fg 0,79 g 0,66 cde 0,6 c 0,73 defg 0,63 cd 0,74 defg
Berat Kering Tanaman (g) 1,48 a 2,68 a 2,93 a 2,23 a 3,01 a 2,11 a 1,59 a 10,71 b 10,58 b 17,68 d 18,55 d 22,89 e 10,13 b 16,15 cd 13,67 bc 15,96 cd 16,64 cd
Sumber: Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah FP UNS (2011) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Jones et al. (1991), kandungan N pada tanaman padi dalam keadaan cukup adalah sebesar 2,60 sampai 3,20 %. Tanaman padi termasuk dalam kategori defisien pada kandungan N di bawah dari 2,40 %. Dari hasil analisis N jaringan tanaman (Tabel 4.6), menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan sangat nyata meningkatkan nilai N jaringan dari kontrol, tetapi belum mampu meningkatkan status N jaringan tanaman padi dari status defisiensi. Walaupun demikian tanaman padi tidak menunjukkan gejala defisiensi N seperti warna daun menguning (klorosis), artinya tanaman masih bisa bertahan dan belum memasuki fase kritis (critical nutrient concentration). Kenampakan tanaman padi ditunjukkan pada Gambar 4.9.
C
B
A
A
D
F
E
G
L
A
H
I
J
K
A
N
O
P
Q
Gambar 4.9. Kenampakan visual tanaman padi umur 8 MST pada beberapa perlakuan Dari Tabel 4.6, nampak bahwa N jaringan justru lebih baik pada perlakuan aplikasi mikrobiota secara mandiri dibanding pada perlakuan kombinasi dengan pupuk yang lain. Kadar nutrisi dalam jaringan tanaman dipengaruhi beberapa faktor seperti waktu pengambilan contoh tanaman dan bagian tanaman yang diambil (Sirappa, 2002). Dalam penelitian ini diduga waktu pengambilan contoh tanaman yang menyebabkan perlakuan tanpa imbangan pupuk justru memberi pengaruh yang terbaik dan beda nyata terhadap N jaringan padi. Contoh tanaman diambil serentak pada saat umur 105 hst dimana pertumbuhan tanaman commit to user antar perlakuan tidak pada fase
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
pertumbuhan yang sama. Pada perlakuan dengan berbagai imbangan pupuk (H-Q), tanaman sudah mencapai fase generatif dengan ditandai adanya perkembangan malai, sementara tanaman pada perlakuan mikrobiota saja tanpa imbangan pupuk yang lain (B-G) tanaman baru mencapai fase vegetatif maksimum dan baru mulai membentuk malai sehingga serapan hara N masih tinggi. Menurut Munson dan Nelson (1973) cit. Sirappa (2002) kadar N cenderung menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Selain itu pengambilan contoh tanaman adalah seluruh bagian vegetatif tanaman selain akar. Hal ini mengakibatkan kadar N dalam tanaman pada perlakuan B-G cenderung lebih tinggi dari perlakuan H-Q karena perbedaan fase pertumbuhan tersebut. Di antara berbagai perlakuan yang digunakan, perlakuan C (tanah + BPN) dan perlakuan E (tanah + mikoriza + BPN) memberikan dampak terbaik terhadap kadar N jaringan tanaman (Tabel 4.6). Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa aplikasi BPN secara tunggal maupun dikombinasikan dengan mikoriza memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap peningkatan kadar N jaringan tanaman dibanding perlakuan penambahan mikrobiota yang lain (Tabel 4.6). Hal lain yang mungkin berpengaruh pada serapan N tanaman adalah faktor lingkungan (Sirappa, 2002) khususnya di dalam tanah. Pada perlakuan C, efektivitas BPN berperan dengan lebih baik karena kekurangan N dalam tanah memicu fungsi BPN sebagai pemfiksasi N. Dengan lebih baiknya N yang terfiksasi maka ketersediaan N dalam tanah lebih baik mengakibatkan serapan tanaman juga lebih baik. Tanpa adanya masukan sumber nutrisi lain pada perlakuan tersebut berpengaruh pada kondisi nutrisi tanaman yang tidak seimbang sehingga diduga N lebih banyak terserap karena tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dari nutrisi yang lain, dampaknya pertumbuhan tanaman terhambat dan keterlambatan menuju fase generatif. Berdasar analisis ragam (Tabel 4.5), aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (perlakuan H) memberi peningkatan kadar N tanaman sangat to user nyata dari kontrol (0,66%)commit dan sedikit meningkat pada perlakuan I (dosis
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
perlakuan H + batuan fosfat) dengan peningkatan 10,6% dari perlakuan H. Namun demikian kadar N tanaman terbaik dari keseluruhan perlakuan imbangan pemupukan anorganik, organik, dan mikrobiota (H-Q), adalah pada perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk organik, 50% dosis kompos, dan batuan fosfat (perlakuan L) dengan peningkatan kadar N tanaman 8,2% dari perlakuan I (100% dosis pupuk anorganik + batuan fosfat). Pada kelompok perlakuan imbangan pupuk anorganik, organik, dan mikrobiota (M-Q), menunjukkan bahwa perlakuan penambahan mikoriza pada 100% dosis pupuk anorganik (perlakuan M) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan H. Sementara aplikasi BPN maupun kombinasi BPN dan BPF pada imbangan dosis 50% pupuk anorganik, 50% kompos, batuan fosfat, dan mikoriza (perlakuan O dan Q) berbeda tidak nyata satu sama lain. Jika dilihat dari rerata nilainya, kadar N perlakuan O dan Q beda tidak nyata dengan perlakuan I (100% dosis pupuk anorganik + batuan fosfat), artinya aplikasi BPN maupun kombinasi BPN, BPF pada imbangan pemupukan dosis 50% pupuk anorganik, 50% kompos, batuan fosfat, dan mikoriza secara efektif mampu menjadi alternatif pemupukan dalam upaya pengurangan dosis pupuk anorganik. Salah satu indikator pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari pengukuran berat kering tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Aplikasi mikrobiota bermanfaat tanpa penambahan pupuk anorganik maupun organik menunjukkan peningkatan berat kering tanaman yang tidak beda nyata terhadap kontrol. Peningkatan yang nyata baru nampak pada perlakuan imbangan pupuk (H-Q). Dengan kadar N tanaman yang tidak beda nyata, ternyata berat kering tanaman pada kelompok aplikasi 50 % dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, batuan fosfat, dan mikrobiota (perlakuan N-Q) memberikan peningkatan yang beda nyata dibanding berat kering tanaman pada kelompok aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H dan I) dengan peningkatan 22,6%-57,3%. Berat kering tanaman terbaik pada perlakuan tersebut adalah perlakuan Q (50 % dosis pupuk anorganik + commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
50% dosis kompos + batuan fosfat + mikoriza + BPN + BPF) dengan peningkatan 55,3% dari perlakuan H. Pemberian kompos jerami 900 g pot-1 berpengaruh terhadap peningkatan berat kering tanaman yang nyata ke seluruh perlakuan (22,89 g). Terbukti dari uji korelasinya, kandungan C organik positif meningkatkan berat kering tanaman (r=0,778). Pupuk organik menyediakan nutrisi tanaman yang lebih komplek seperti hara makro dan mikro yang lebih seimbang, dalam jumlah yang lebih banyak maka diasumsikan ketersediaan hara tanaman juga semakin tinggi, tanaman melangsungkan metabolisme dengan lebih baik yang tercermin dari proses pertumbuhan dan perkembangannya (Gambar 4.9, perlakuan L). Berat kering tanaman yang tinggi menyebabkan serapan N terbaik juga terdapat pada perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat), karena serapan nutrisi tanaman berbanding lurus terhadap berat keringnya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Iqbal (2008) yang menyatakan bahwa ketersediaan dan serapan nitrogen tanaman padi sawah yang diberi kompos jerami (5 ton ha-1) lebih tinggi daripada kontrol (tanpa pupuk organik), meskipun hanya dipupuk N anorganik sebesar 50% dan 75% dari takaran anjuran (300 kg ha-1). Ini memperlihatkan kompos jerami mampu menggantikan peran pupuk N
0.103 efgh
0.079 cdef
0.100 defgh
0.095 defg
0.062 cd
0.134 h
0.112 fgh
0.131 gh
0.071 cde 0.007 a
0.017 ab
0.049 bc
0.010 a
0.05
0.047 bc
0.10
0.020 ab
0.15
0.001 a
serapan N (gr)
Serapan N
0.077 cdef
anorganik.
0.00
A
B
C
D
E
F
G H I J Perlakuan
K
L
M N O
P
Q
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.10. Grafik Serapan N Tanaman Padi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya N yang diserap tanaman berasal dari tanah dan sumber lainnya (Notohadiprawiro, 2006). Ketersediaan N dalam tanah akan mempengaruhi serapan N dan kandungan N jaringan tanaman. Status N tanah yang tinggi belum tentu membuat serapan N tanaman juga tinggi. Seperti nampak pada Gambar 4.10 yang menunjukkan bahwa serapan N tanaman padi bervariasi antar perlakuan. Terserapnya nutrisi dari dalam tanah tergantung pada kecukupan air sebagai pelarut. Kelarutan nutrisi yang baik akan memudahkan akar dalam menyerap nutrisi yang dibutuhkan seperti halnya N. Sementara SRI menggunakan sistem pengairan yang tidak tergenang, artinya distribusi air pada tanah harus benar-benar terkontrol agar tanah tetap pada kondisi lembab. Kekeringan yang terjadi dapat mengakibatkan terganggunya sistem perakaran dalam penyerapan nutrisi. Sifat N yang sangat mobil dan mudah hilang juga dapat mempengaruhi serapan N tanaman. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa perlakuan N, O, P, Q memberikan pengaruh yang lebih baik meningkatkan serapan N tanaman dibandingkan perlakuan pupuk anorganik saja (H dan I). Pemberian pupuk N pada pupuk anorganik dimungkinkan lebih mudah hilang melalui proses penguapan. Tidak adanya penambahan sumber nutrisi lain seperti pupuk organik dan mikrobiota mengakibatkan hilangnya N tidak tersubstitusi, sehingga diduga N tersedia dalam tanah lebih rendah dan mempengaruhi serapan N tanaman. Serapan nutrisi yang kurang baik akan mempengaruhi berat kering tanaman. Terlihat pada Tabel 4.6 bahwa berat kering tanaman perlakuan N-Q lebih baik dari perlakuan H dan I. Sementara itu, dalam kelompok perlakuan imbangan pupuk anorganik, organik, dan mikrobiota (M-Q), diduga mikoriza, BPN, dan BPF pada perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) dapat berasosiasi dengan baik karena sumber nutrisi dari penambahan kompos yang cukup untuk kehidupan mereka, sehingga dari fungsi ketiganya mampu meningkatkan serapan N tanaman padi lebih baik, selaras dengan pernyataan Belimov et commit to user bahwa inokulasi BPN dan BPF al. (1995) cit. Afzal and Asghari (2008)
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan nutrisi tanaman dibanding perlakuan secara tunggal, sehingga kombinasi perlakuan Q bisa dijadikan alternatif pemupukan yang lebih efisien. 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah dipengaruhi ketersediaan N (Ismunadji dan Dijkshoorn, 1971 cit. Abdulrachman et al., 2009). Pada penelitian ini, parameter pertumbuhan tanaman padi yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan padi, dan panjang akar padi. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, perlakuan pemupukan memberi peningkatan yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi, dan panjang akar tanaman padi. Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini memerlukan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai peningkatan bahan kering. N merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, nukleoprotein, esensial untuk pembelahan sel, dan pembesaran sel. Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman disajikan pada gambar 4.11. Defisiensi N dapat mengganggu proses pertumbuhan, menyebabkan tanaman kerdil, menguning, dan berkurang hasil panen berat keringnya (Gardner et al, 2008). Fase vegetatif aktif dimulai dari penanaman bibit sampai jumlah anakan maksimum, selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman, dan berat jerami terus meningkat. Protein yang terbentuk merupakan komponen yang penting di dalam sel yang aktif tumbuh. NO3NH4+ N2
.
Fraksi anorganik
Asam amino Amida Amina
Protein Asam nukleat
Fraksi organik molekuler rendah
Fraksi organik molekuler tinggi
Gambar 4.11.Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman (Gardner, 1991) commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tinggi tanaman dan jumlah anakan merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan respon tanaman padi terhadap ketersediaan N dimana fungsi N menurut Iqbal (2008) adalah meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Berdasarkan Tabel 4.8, perlakuan O (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN) memberikan pengaruh terbaik dan beda nyata terhadap tinggi tanaman berturut-turut pada 8 mst dan 12 mst, sementara perlakuan L menunjukkan peningkatan tinggi tanaman yang beda nyata pada 4 mst. Mengingat salah satu fungsi N adalah meningkatkan tinggi tanaman, hal ini menjadi sangat menarik karena dari hasil N total tanah, N jaringan tanaman, dan serapan N tanaman terbaik pada perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 100% dosis kompos + Batuan fosfat), tetapi kecenderungan tinggi tanaman terbaik pada 2 bulan pengamatan terakhir justru pada perlakuan O. Hal ini menandakan bahwa perlakuan aplikasi mikrobiota pada kombinasi 50% dosis pupuk anorganik dan 50% dosis pupuk organik mampu mengimbangi perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk organik pada peningkatan tinggi tanaman. Tabel 4.7. Hasil Analisis Parameter Pertumbuhan Tanaman Padi Sumber Keragaman Perlakuan A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ BCDEFG vs HIJKLMNOPQ BCD vs EFG B vs CD C vs D E vs FG F vs G HI vs JKLMNOPQ H vs I JKL vs MNOPQ J vs KL K vs L MNOP vs Q MN vs OP M vs N O vs P
Tinggi Padi
Jumlah Anakan
Panjang Akar
** ** ** ** ** ** ** ** ** ns ns ns ns ns * ns ns ns ns ns ns ns ns ns ** ** ns ns ns ns ns ** ns ns ** ns ns * ** ns ns ns ns ns ns ns ns ns * ns ns Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket : ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda commit to usernyata; ns = berbeda tidak nyata
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8. Tinggi Tanaman Padi Umur 4, 8, dan 12 MST Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan 4 MST 8 MST 12 MST 40,9 a 65,5 a 69,9 ab A 39,1 a 65,5 a 76,3 b B 40,0 a 60,4 a 68,7 ab C 39,9 a 60,8 a 70,7 ab D 42,8 ab 64,6 a 73,2 b E 38,7 a 56,0 a 67,0 ab F 41,5 a 56,8 a 61,5 a G 52,9 cd 84,9 bc 88,1 c H 53,3 cd 82,1 b 89,4 cd I 63,7 e 91,0 bcd 96,1 cde J 59,3 cde 91,2 bcd 97,9 cde K 93,4 cd 100,7 de L 64,6 e 51,7 c 91,8 bcd 93,1 cde M 61,7 de 90,6 bcd 98,0 cde N 61,7 de O 100,3 d 101,9 e 50,2 bc 86,6 bc 87,1 c P Q 53,6 cd 93,9 cd 100,3 de Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5% MST= Minggu Setelah Tanam
Diduga peningkatan tinggi tanaman juga dipengaruhi faktor lain seperti pengaruh aplikasi BPN dalam fungsinya sebagai PGPR. Terlihat pada hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa jumlah Azospirillum, Azotobacter, dan Rhizobium mempunyai korelasi positif meningkatkan tinggi tanaman dengan nilai keeratan berturut-turut (r=0,604); (r=0,401); dan (r=0,389) (Lampiran 5). Kemampuan bakteri mensintesis hormon pertumbuhan seperti auksin nampaknya mampu merangsang titik tumbuh tanaman untuk tumbuh lebih optimal yang pada akhirnya meningkatkan tinggi tanaman padi. Nayak et al., 1986; Gunarti, 1994 cit. Lestari et al., 2007) melaporkan bahwa inokulasi Azospirillum meningkatkan tinggi dan jumlah anakan padi dan mendorong pertumbuhan awal tanaman padi, demikian halnya dengan fungsi Rhizobium (Husssain et al., 2009; Mia and Shamsuddin, 2010). Berdasarkan Gambar 4.3, dari komposisi BPN, jumlah Azotobacter lebih dominan dibandingkan dengan Azospirillum dan Rhizobium, sehingga commit to user keberadaan Azotobacter diduga memberi pengaruh yang lebih dari bakteri
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
lainnya. Inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur cair bebas N yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran tanaman. Inokulan cair ini memiliki kelebihan yaitu selama inkubasi untuk memperbanyak sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong ekskresi N tersedia hasil fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan menginduksi pembentukan fitohormon oleh bakteri. N tersedia dan fitohormon ini, di samping sel bakteri, merupakan komponen penting untuk mempertahankan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman (Hindersah dan Simamarta, 2004). Kemampuan Azotobacter dalam memproduksi hormon sitokinin dan giberelin sangat menguntungkan mengingat kedua fitohormon tersebut berperan dalam perkembangan dan pembelahan sel (Taiz & Zeiger 1991cit. Hindersah dan Simamarta, 2004). Peranan ganda Azotobacter selain membantu menambat N2 dari udara dan menghasilkan auksin sehingga dapat merangsang perkembangan akar tanaman padi dan mampu meningkatkan serapan N padi yang pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa serapan N pada perlakuan O tidak terlalu beda nyata dengan perlakuan Q yang memberikan nilai tertinggi pada kelompok perlakuan penambahan kombinasi mikrobiota. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Iswandi (2000) cit. Razie dan Iswandi (2005) yang menyatakan bahwa bakteri penambat N2 atmosfer (seperti Azotobacter spp.) di lingkungan perakaran tanaman padi varietas IR 64 di daerah pasang surut dilaporkan dapat meningkatkan serapan hara nitrogen sampai 188%. Sementara hasil yang linier ditunjukkan pada variabel jumlah anakan dimana hasil terbaik terdapat pada perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 100% dosis kompos + Batuan fosfat) dengan memberikan peningkatan yang beda nyata terhadap perlakuan yang lain (Gambar 4.12). Ketersediaan hara N dalam tanah dan serapan N tanaman lebih berpengaruh meningkatkan jumlah anakan padi dengan hasil korelasi positif (r=0,737) dan (r=0,808) (Lampiran 5).commit to user
14cd
12bc
13bcd
12bc
19e
16d
13bcd
10bc
3a
4a
4a
3a
3a
4a
10
10b
20 4a
Jumlah anakan
Jumlah Anakan Padi
12bc
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0 A B C D E
F G H I J K Perlakuan
L M N O P Q
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.12. Grafik Jumlah Anakan Tanaman Padi Sesuai dengan serapan N tanaman, pada perlakuan kombinasi mikrobiota (N,O,P,Q), perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) memberikan peningkatan yang beda nyata terhadap jumlah anakan padi dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis pupuk anorganik (H dan I), seperti nampak pada Gambar 4.12, perlakuan Q mampu meningkatkan jumlah anakan 40% dari perlakuan H dan I, sehingga kombinasi pupuk pada perlakuan Q dapat dijadikan alternatif pemupukan yang lebih efektif dan ramah lingkungan, terutama dalam upaya pengurangan dosis pupuk anorganik. Dilihat secara umum, nampaknya defisiensi N pada jaringan tanaman mempengaruhi rendahnya jumlah anakan padi secara keseluruhan, karena menurut Simarmata dan Yuwariah (2007), intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik pada SRI mampu menghasilkan jumlah anakan produktif sekitar 60–80 anakan. Oleh sebab itu perlu diupayakan lagi dosis dan kombinasi pupuk yang tepat dan seimbang untuk meningkatkan jumlah anakan padi. Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air. Panjang akar merupakan salah satu indikator pengamatan pertumbuhan akar tanaman dalam kaitannya dengan keefektivan penyerapan unsur hara.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.9. Panjang Akar Padi Umur 4, 8, dan 12 MST Panjang Akar (cm) Perlakuan 4 MST 8 MST 12 MST 16,03 20,35 ab 31,33 a A 12,20 22,65 ab 33,10 ab B 18,27 26,60 ab 44,93 cde C 11,50 22,30 ab 43,10 bcd D 12,70 26,60 ab 45,50 cde E 11,13 20,30 ab 41,13 abcd F 10,67 19,55 ab 37,10 abc G 33,20 40,80 bc 48,40 cdef H 36,20 39,25 bc 42,30 abcd I 31,27 37,30 abc 43,33 bcde J 9,27 15,85 a 40,97 abcd K 35,43 41,80 bc L 58,17 f 19,17 21,95 ab 48,07 cdef M 35,20 39,80 bc 44,40 bcde N 30,07 40,40 bc 50,73 def O 33,17 35,60 abc 48,03 cdef P 55,07 ef Q 41,03 49,10 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%, MST= Minggu Setelah Tanam
Berdasarkan Tabel 4.9, panjang akar padi umur 4 dan 8 MST terbaik pada perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) namun pada 12 MST, perlakuan kompos jerami 900 g pot-1 dengan setengah dosis pupuk anorganik (L) berpengaruh beda nyata meningkatkan panjang akar padi. Diduga pada umur tanaman 4 mst dan 8 mst, kombinasi mikrobiota (BPN, BPF, mikoriza) yang diaplikasikan pada perlakuan Q mampu bertahan hidup dan berasosiasi positif antar mikrobiota dalam menjalankan fungsinya baik dalam fiksasi N dan sebagai penghasil hormon tumbuh yang merangsang pertumbuhan akar. Kenampakan visual akar padi ditunjukkan Gambar 4.13. H
L
A Q
Gambar 4.13. Panjang akar padi umur 8 MST; A (kontrol), H (100% dosis pupuk anorganik), Lcommit (50% pupuk anorganik + 100% pupuk organik), Q to user (50% pupuk anorganik + 50% pupuk organik + mikrobiota)
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Respon pengatur pertumbuhan pada tanaman tidak selalu berupa pertumbuhan secara fisik, namun juga perbaikan dalam proses fisiologi tanaman. Pada akar, misalnya, adanya PGPR meningkatkan kemampuan akar dalam memfiksasi nitrogen, menyerap fosfor dalam kondisi ketersediaan terbatas, dan sebagainya. PGPR yang dapat memperbaiki proses fisiologi tanaman melalui akar biasanya bersifat eksogen atau berasal dari luar tanaman. PGPR ini berasal dari dalam tanah, khususnya dari interaksi akar tanaman dengan organisme yang ada dalam tanah. Azospirillum dapat memperbaiki produktivitas tanaman melalui penyediaan N2 atau melalui stimulasi hormon, kemampuan Azospirillum dalam memodifikasi perkembangan akar dan proses pertumbuhan tanaman inang (Tien et al., 1979 cit. Lestari et al., 2007; Kanimozhi and Panneerselvam, 2010). Aktivitas yang signifikan dari bakteri ini adalah produksi auksin, merupakan tipe fitohormon yang berpengaruh pada morfologi akar dan dengan demikian, memperbaiki pengambilan unsur hara dalam tanah. Ini mungkin bisa lebih penting daripada aktivitas pengikatan nitrogen (Dobbelaere et al., 1999 cit. Dewi, 2007; Wijebandara et al., 2009). Azotobacter diketahui mampu mensintesis substansi yang secara biologis aktif dapat meningkatkan perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, asam indol asetat, giberelin, dan sitokinin (Berkum and Bohlool, 1980 cit. Wedhastri, 2002). Senyawasenyawa ini juga diketahui dapat merangsang proses-proses enzimatik pada akar dan mempercepat sintesis senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen organik (Rao, 1982). Efek Azotobacter dalam meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh penghasilan auksin di daerah perakaran (Razie dan Iswandi, 2005). Sedangkan Rhizobium dilaporkan juga memiliki kemampuan memproduksi auksin (Mia and Shamsuddin, 2010) dan etilen (Biswas et al., 2000 cit. Husssain et al., 2009) yang mampu mengubah fisiologi dan morfologi akar tanaman meningkatkan serapan air dan hara dari tanah. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mikoriza
mempunyai
peranan
yang
cukup
besar
dalam
meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004 cit. Novriani dan Madjid, 2009). Cendawan mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti auksin, sitokinin dan giberelin yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman (Novriani dan Madjid, 2009), dan zat pengatur tumbuh seperti vitamin. Sementara BPF dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan senyawa antibiotik (Elfiati, 2005; Latake et al., 2009). Hal yang perlu diperhatikan dari fungsi mikrobiota sebagai PGPR adalah bagaimana sinergisme masing-masing mikrobiota yang digunakan dalam menjalankan perannya. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara keberadaan Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, dan spora mikoriza berkorelasi positif saling meningkatkan satu sama lain (Lampiran 5) sehingga dapat digunakan secara bersama-sama. Sementara BPF menurut Kundu dan Gaur (1980) cit. Elfiati (2005) dapat menstimulasi pertumbuhan BPN, tetapi BPN tidak mempengaruhi pertumbuhan BPF. Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N (Anas, 1997). Berdasarkan hubungan tersebut maka diasumsikan fungsi mikrobiota mempengaruhi pertumbuhan akar lebih optimal, mengakibatkan jangkauan akar lebih luas, serapan hara lebih baik (Douds and Johnson, 2007; Chairuman, 2008) yang kemudian mendukung pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif seperti tampak pada gambar 4.10, yang menunjukkan perlakuan Q memberikan serapan N terbaik diantara perlakuan yang lain kecuali dibandingkan perlakuan kombinasi pupuk anorganik-organik (J, K, L). Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur tanaman, hara dalam tanah akan semakin menurun akibat penyerapan oleh tanaman dan biota dalam tanah ataupun hilang akibat pelindian. Pada perlakuan L commit user tinggi maka sumber energi yang dengan kandungan C organik yangtolebih
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disediakan juga lebih tinggi dan merupakan jaminan ketersediaan keseimbangan hara yang lebih lama. Oleh sebab itu pada umur tanaman 12 mst akar masih bisa tumbuh dengan lebih baik. 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Tanaman Padi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata meningkatkan berat 1000 biji, jumlah malai, jumlah gabah per tanaman, dan produksi padi (Tabel 4.10). Produksi padi ditentukan oleh berat biji padi, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai (Harahap, 2008; Sitompul dan Guritno, 1995). Berat biji padi merupakan gambaran kualitas biji padi. Jumlah malai merupakan jumlah anakan produktif yaitu anakan padi yang menghasilkan gabah. Penghitungan jumlah gabah dalam penelitian ini langsung dihitung jumlah gabah per tanaman. Tabel 4.10. Hasil Analisis Parameter Hasil Tanaman Padi Sumber Keragaman Perlakuan A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ BCDEFG vs HIJKLMNOPQ BCD vs EFG B vs CD C vs D E vs FG F vs G HI vs JKLMNOPQ H vs I JKL vs MNOPQ J vs KL K vs L MNOP vs Q MN vs OP M vs N O vs P
1000 biji
Jumlah Malai
Jumlah Gabah
Produksi
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ns ns ns ns ns ns ns ns ** ns ns ns ns ns ns * ns ns ns ns * ** ns ns ns ** ns * ** ns ns ** ** * ns ns ns ns ns ns ns Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket : ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
** ** ** ns ns ns * ns ns ns ns ** ** ** ns ns ns
Perlakuan memberi pengaruh meningkatkan berat biji yang berbeda nyata dibandingkan kontrol namun secara umum tidak beda nyata antar perlakuan. Rendahnya berat biji dikarenakan pada beberapa perlakuan user karena pengeringan tanah yang banyaknya gabah hampa, commit hal ini to diduga
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
terlalu awal yang dimungkinkan mengganggu proses pembentukan biji padi (Tabel 4.11). Tabel 4.11. Parameter Hasil Tanaman Padi Berat 1000 Jumlah Gabah Produksi Jumlah Malai biji (g) per Tanaman (biji) (ton ha-1) A 9.00 a 1a 61 a 0,11 a B 20.33 c 2a 127 a 0,52 ab C 20.00 c 2a 141 a 0,58 ab D 20.00 c 2a 106 a 0,42 ab E 22.00 c 3 ab 172 a 0,75 b F 10.00 ab 2a 121 a 0,24 ab G 12.00 b 2a 117 a 0,28 ab H 22.00 c 6 cd 568 c 2,50 bc I 21.67 c 7 cde 601 c 2,60 cd J 22.33 c 9 ef 436 b 1,95 cd K 22.00 c 8 def 512 bc 2,26 cd L 21.33 c 11 f 836 e 3,57 f M 22.00 c 7 cde 557 bc 2,46 cd N 21.67 c 9 def 518 bc 2,25 cd O 20.33 c 7 cde 547 bc 2,22 cd P 20.00 c 5 bc 508 bc 2,03 cd Q 21.67 c 9 def 717 d 3,12 ef Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5% Perlakuan
Berdasar analisis ragam, perlakuan aplikasi mikrobiota secara tunggal (B, C, D) dan perlakuan kombinasi mikoriza dan BPN efektif meningkatkan berat 1000 biji padi dengan peningkatan 144% dari kontrol, dimana peningkatannya berbeda tidak nyata dengan perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H dan I), perlakuan 100% dan 50 dosis pupuk organik (J-L), serta perlakuan imbangan 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan mikrobiota (M-Q). Sementara pada variabel jumlah malai, perlakuan mikrobiota tanpa penambahan pupuk yang lain tidak menunjukkan peningkatan yang beda nyata dibanding kontrol kecuali perlakuan kombinasi mikoriza dan BPN (perlakuan E) mampu memberi peningkatan jumlah malai 200% dari kontrol. Jumlah malai terbaik terlihat pada perlakuan 100% dosis pupuk organik + 50% dosis pupuk anorganik + batuan fosfat (perlakuan L) yaitu mencapai 11 malai. Peran mikrobiota pada perlakuan imbangan 50% dosis commit to user pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan mikrobiota (M-Q) mampu
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mangimbangi jumlah malai yang dihasilkan padi pada perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H dan I), perlakuan 100% dosis pupuk anorganik + 50% dosis pupuk organik (J) dan perlakuan aplikasi dosis L tanpa batuan fosfat (perlakuan K), sehingga secara efektif dapat dijadikan alternatif pemupukan. Demikian halnya dengan jumlah gabah per tanaman, perlakuan mikrobiota tanpa penambahan pupuk yang lain tidak menunjukkan peningkatan yang beda nyata dibanding kontrol. Sementara perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H dan I) meningkatkan secara nyata jumlah gabah pertanaman 831% dan 885% dari kontrol (61 biji). Jumlah gabah terbaik pada perlakuan L yaitu 836 biji per tanaman, sementara jumlah gabah terbaik kedua adalah pada perlakuan Q yaitu 717 biji, ini membuktikan bahwa sinergisme mikrobiota memiliki peran dalam peningkatan jumlah gabah per tanaman padi. Asparagin Arginin Histidin Triptofan asam nukleat
NO3 → NO2 → NH3 → Glutamin α-as amino α-as okso
Oksoglutarat
α-asam amino
Glutamat Glutamat α-asam okso Oksoglutarat Glutamat Prolin Arginin δ amino levulinat
Jalur Glutamat dehidrogenase
Jalur Glutamat sintase
klorofil
Gambar 4.14. Metabolisme Nitrogen dalam Sel Tumbuhan (Rahmawat, 1999 cit. Pinilih, 2006). Nitrogen dikenal sebagai nutrisi utama produksi padi. Ini adalah salah satu yang paling penting dan nutrisi esensial yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan, pengembangan, hasil, dan kualitas beras (De Datta, 1981 cit. Iqbal, 2008; Kumar, 2006). Peran N berhubungan dengan proses fotosintesis sehingga secara langsung atau tidak, N sangat penting dalam proses metabolisme dan respirasi (Yoshida, 1981 cit. Abdulrachman et al., 2009). Telah dijelaskan poin B.2, bahwa fungsi N sebagai commitpada to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
bahan dasar protein sangat esensial untuk pembelahan sel dan pembesaran sel. Serapan N yang optimal dapat diasumsikan pembentukan protein juga tinggi sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan baik yang diaktualisasikan dengan peningkatan berat kering tanaman sebagai gambaran aktifitas fotosintesis. Kaitannya dengan fotosintesis, maka pada gambar 4.14 dijelaskan pula peran N dalam pembentukan klorofil. N diserap akar dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Amonium (NH4+) berasal dari hidrolisis pupuk N atau mineralisasi bahan organik, sedangkan nitrat (NO3-) berasal dari proses nitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri pengoksidasi NH4+ dan selanjutnya oleh bakteri pengoksidasi nitrit (NO2-). Reduksi N dalam bentuk nitrat menjadi amonia di dalam sel tumbuhan terjadi karena reduksi berturut-turut dari nitrat menjadi nitrit dengan katalisator enzim nitrat reduktase dan nitrit menjadi amonia dengan katalisator enzim nitrit reduktase. Amonia dengan adanya proton akan berubah menjadi amonium. Amonium akan masuk jalur glutamat sintase dan glutamat 2 oksoglutarat aminotransferase yaitu yang berikatan dengan glutamat. Glutamat oleh enzim glutamin sintetase akan berubah menjadi glutamin. Glutamin merupakan prekusor dari beberapa asam amino seperti triptofan, histidin, alanin, asparagin, arginin. Glutamin kemudian bergabung dengan asam α-ketoglutarat dengan bantuan enzim glutamat sintetase menjadi 2 mol glutamat. Glutamat akan menghasilkan prolin, arginin, dan asam δ aminolevulinat. Asam δ aminolevulinat akan membentuk klorofil (Lea, 1993 cit. Pinilih, 2006; Gardner et al., 2008). Setiap proses pertumbuhan memerlukan energi. Tanaman mendapatkan energinya dari matahari melalui proses fotosintesis, yang merupakan proses penyerapan cahaya oleh pigmen hijau (klorofil) dalam daun. Asimilasi N menjadi molekul organik tergantung dari reduksi NO3oleh enzim nitrat reduktase di dalam jaringan tanaman. Reduksi nitrat yang harus terjadi sebelum diproduksi asam amino dan senyawa kimia kombinasi N lainnya, memerlukan elektron. Donor utama elektron ini commit to user adalah nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) atau nikotinamida
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
adenin dinukleotida fosfat (NADPH) yang merupakan hasil fotosintesis. Cahaya terik dan laju fotosintesis yang tinggi merupakan kondisi yang kondusif untuk aktifitas enzim nitrat reduktase (Minnati dan Jackson, 1970 cit. Gardner et al, 2008). Dalam hal ini, pengaturan jarak tanam tentunya berpengaruh. SRI dengan jarak tanam 35x35 cm dan perkembangan padi dari 1 bibit cukup memberikan ruang untuk cahaya matahari diserap daun secara optimal (Uphoff, 2006). Fotosintesis lancar dapat dilihat dari berat kering yang meningkat. Dalam komponen hasil, meningkatkan berat kering hasil tanaman ditentukan oleh jumlah malai dan jumlah gabah yang lebih banyak. Jumlah malai dan jumlah gabah yang lebih banyak akan mengakibatkan produksi padi yang lebih baik. Berdasarkan Tabel 4.11, produksi padi tertinggi terdapat pada perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat) dengan jumlah malai dan jumlah gabah yang beda nyata terhadap perlakuan lainnya. Salah satu komponen penting dalam penerapan SRI adalah menggunakan pupuk dari bahan organik (Uphoff, 2007). Ketersediaan N pada tanah dan bahan organik yang tinggi memberikan ketersediaan hara yang lebih seimbang mengakibatkan serapan hara tanaman juga baik. Serapan hara yang baik mendukung pembentukan malai yang lebih banyak dan jumlah gabah yang banyak pula sehingga produksi juga meningkat. Berdasarkan uji korelasi serapan N berkorelasi positif meningkatkan jumlah malai (r=0,836), jumlah gabah (r=0,796), berat 1000 biji (r=0,507), yang dari ketiganya mendukung peningkatan produksi tanaman (r=0,773) (Lampiran 5). Namun untuk mendapatkan hasil dan pertumbuhan yang optimal tanaman butuh keseimbangan hara dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Peningkatan status nutrisi N hanya salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi keharaan tanah dimana fungsi N yang sangat esensial dan dibutuhkan dalam jumlah besar, sehingga perlu dipertimbangkan kondisi keharaan unsur yang lain. Pemakaian pupuk organik yang teratur pada akhirnya menaikkan commit to user tingkat hasil tanaman, namun bukan berarti bahwa pupuk anorganik tidak
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperlukan lagi karena banyaknya pupuk organik yang tersedia sebetulnya masih belum cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimum karena sifatnya yang slow release dalam penyediaan hara. Yang menjadi persoalan adalah bukan mengenai apakah pupuk anorganik atau pupuk organik yang harus dipakai, tetapi dalam kombinasi yang bagaimana kedua pupuk tersebut
harus
dipakai
dengan
sebaik-baiknya
(Rinsema,
1983).
Berdasarkan Tabel 4.11, kombinasi pemupukan pada perlakuan Q ternyata mampu memberikan produksi padi terbaik kedua setelah perlakuan L. Ini menunjukkan bahwa imbangan dosis pupuk anorganik dan organik yang tepat ditambah pengoptimalan fungsi mikrobiota bermanfaat sebagai penambat N dan PGPR mampu memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan produksi padi sehingga dapat digunakan sebagai komposisi dosis pemupukan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Diketahui produksi padi masih jauh dari yang diharapkan seperti deskripsi tanaman padi IR 64 menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2008) dimana padi IR 64 dapat menghasilkan bobot 1000 butir 27 gram dengan rata–rata produksi 5 ton ha-1 pada kondisi lingkungan tumbuh yang baik. Tanah Oxisol Tuntang merupakan tanah yang memiliki sifat kimia tanah kurang baik dan miskin hara, sehingga membutuhkan proses pengelolaan yang bertahap, tepat, dan berkelanjutan. Pengelolaan tanah dengan cara SRI pada kombinasi perlakuan setengah dosis pupuk anorganik dan pupuk organik maksimum mampu menaikkan produksi padi dari rata-rata produksi padi di tanah oxisol yaitu 2 ton ha-1 (Hardjowigeno, 1992) menjadi 3,57 ton ha-1, dan dengan pemanfaatan BPN, BPF, dan mikoriza sudah cukup mampu menaikkan produksi menjadi 3,12 ton ha-1. Maka ini menjadi langkah awal yang baik sebagai upaya pengelolaan Oxisol Tuntang sebagai media tanam padi dan peningkatan produksi.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi belum menunjukkan peningkatan kadar N jaringan tanaman yang berbeda nyata dari perlakuan pemupukan pada aras 100% pupuk anorganik dosis rekomendasi, N jaringan tanaman seluruh perlakuan masih dalam status defisiensi. 2. Aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi mampu meningkatkan berat kering tanaman 55,3% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik (10,71 g), sehingga secara efektif dapat menjadi alternatif dosis pemupukan padi yang lebih baik di Oxisol Tuntang. 3. Aplikasi mikrobiota baik secara tunggal maupun pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkatkan berat 1000 biji padi 144% dari kontrol (9 g) dan peningkatannya berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik maupun aras 100% dosis pupuk organik. Hasil tanaman padi pada aplikasi mikrobiota pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkat 20% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik (2,6 ton ha-1). 4. Kadar N jaringan, berat kering tanaman, dan hasil padi terbaik pada perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk organik dengan peningkatan 8,2%; 113,7%; dan 37, 3% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik. B. Saran 1. Perlu dilakukan pengujian dosis pemupukan di lapang karena perlakuan di rumah kaca dengan lingkungan yang terkontrol akan berbeda dengan kondisi lapang yang lebih commit komplekto user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Peningkatan nutrisi N hanya merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki ketersediaan nutrisi dalan tubuh tanaman dalam mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman, sehingga perlu dipertimbangkan kondisi nutrisi yang lain kaitannya dengan kondisi keseimbangan nutrisi dalam tubuh tanaman.
commit to user