33
TELAAH IMPLEMENTASI PETTY CASH (STUDI KASUS PADA UMKM DI KOTA MAKASSAR) HARRY YULIANTO STIE YPUP MAKASSAR
ABSTRACT An aim of this study was to review implementation of petty cash accounting at Medium, Small, and Micro Enterprise in Makassar. Type research in this study was descriptive with cross sectional design, and there were eight object research. Data analysis using descriptive technique. Result of this study show that most of Medium, Small, and Micro Enterprise in Makassar using petty cash for small expenditure and suddenly needed for operational day to day. But, there were most of Medium, Small, and Micro Enterprise not use accounting system to write petty cash expenditure as intern controlling system. Keywords: accounting, petty cash, and Medium, Small, and Micro Enterprise. PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang bermodalkan kurang lebih atau sama dengan Rp 200.000.000 yang sering disebut sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, karena jumlahnya yang cukup banyak di Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pelaku usaha, penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. UMKM merupakan sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia hingga mencapai 97% tenaga kerja Indonesia. Potensi UMKM hingga sejauh ini, belum terkelola secara maksimal, sebaliknya banyak pelaku kegiatan UMKM (pemilik) justru sering mengalami masalah internal, sehingga sulit untuk berkembang dan bersaing, baik antara sesama UMKM maupun dengan dengan produsen besar. Pengelolaan keuangan merupakan salah satu permasalahan yang sering ditemui di dalam dunia UMKM. Umumnya, pelaku kegiatan UMKM memulai usaha mereka dengan bermodal seadanya tanpa bekal dengan rencana permodalan jangka panjang maupun kemampuan dan pengetahuan manajerial yang dibutuhkan dalam berwirausaha. Selain itu, masalah keterbatasan akses kredit UMKM karena tidak adanya informasi yang dapat digunakan oleh manajemen, calon investor ataupun kreditor dalam menilai dan memantau perkembangan UMKM. Pihak bank (kreditur) tidak melihat adanya perbedaan antara usaha besar dengan UMKM, sehingga semuanya diwajibkan untuk memenuhi persyaratan, termasuk harus menyediakan laporan keuangan untuk dapat dijadikan dasar dalam memberikan pinjaman kepada calon debitor. Oleh karena itu, sangat penting praktik pengelolaan akuntasi bagi pelaku usaha, dimana UMKM belum menyelenggarakan dan menggunakan informasi akuntansi secara maksimal dalam pengelolaan usahanya, yang ditunjukkan dengan masih rendahnya kualitas laporan keuangan UMKM.
34
Peran akuntansi bagi UMKM diantaranya adalah menyediakan informasi yang lebih lengkap dan terstruktur terkait usaha dan posisi keuangan. Informasi akuntansi dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan dalam pengelolaan UMKM, seperti: keputusan penetapan harga, pengembangan pasar, maupun keputusan investasi. Penggunaan informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi prestasi atau kinerja UMKM sebagai upaya mendukung ketepatan wirausaha dalam mempertimbangkan konsekuensi keuangan atas keputusan yang diambil oleh pelaku usaha. Kota Makassar sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia timur memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perkembangan ekonomi tersebut ikut membawa dampak terhadap peningkatan jumlah UMKM di Kota Makassar. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa perkembangan UMKM di Kota Makassar mengalami perkembangan yang signifikan, sebagaimana diilustrasikan pada gambar 1. Gambar 1 Perkembangan UMKM di Kota Makassar 350.000
300.000 250.000 200.000
150.000 100.000 50.000
-
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah Seluruh UMKM 156.333 141.420 147.508 162.259 172.643
Jumlah Usaha Mikro
105.601 110.772 115.943 127.007 134.975
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan (2013).
Secara umum, akuntansi pada aktivitas UMKM tidak berbeda jenis skala apapun, yaitu bahwa akuntansi harus mampu membuat informasi keuangan dengan melalui proses akuntansi yang benar. Proses tersebut dapat dibuatkan secara terperinci maupun secara sederhana. Untuk UMKM, akuntansi harus disesuaikan dengan karakteristik usaha, dimana aktivitasnya yang tidak terlalu banyak cukup digunakan akuntansi dengan proses yang sederhana, yang penting laporan keuangan yang disajikan nantinya bisa ditelusuri kebenaran dan kewajarannya sampai pada bukti transaksi. Dengan menggunakan akuntansi yang sederhana, perusahaan dengan skala usaha kecil harus mampu membuat penilaian, pengukuran dan pelaporan atas kejadian/transaksi yang berhubungan dengan usaha. Pemilik perusahaan harus mampu memisahkan antara kepemilikan perusahaan dengan kepemilikan pribadi, sehingga perusahaan dapat diukur secara riil kinerja atau perkembanganya dari aktiva yang dimiliki perusahaan tersebut. Akuntansi harus digunakan sebagai alat untuk mengendalikan aktivitas usaha, agar bisa mendukung perkembangan usaha secara kontinyu (going concern), selain fungsi utamanya menghasilkan informasi keuangan. Kas merupakan suatu harta lancar yang meliputi uang logam, uang kertas, dan pos-pos lain yang dapat dipergunakan sebagai media tukar dan mempunyai dasar pengukuran akuntansi. Pembayaran kas yang harus dilakukan dengan cepat dan pembayaran-pembayaran
35
yang terlalu kecil untuk dibuatkan cek dapat dilakukan dari suatu dana kas kecil. Hal tersebut untuk mempermudah dilakukannya pembayaran. Dana kas kecil (petty cash) biasanya tersedia di setiap perusahaan (termasuk UMKM), karena banyak kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya kecil yang tidak praktis jika dibayar dengan menggunakan cek. Kas sebagai suatu pos yang penting dalam laporan keuangandan kas paling banyak terlibat transaksi-transaksi perusahaan, meskipun kas tidak secara langsung terlibat dalam suatu transaksi namun memberikan dasar pengukuran dan akuntansi untuk semua pos lainnya. Praktik akuntansi pada UMKM di Indonesia masih rendah, sehingga menyebabkan belum optimalnya pemanfaatan informasi akuntansi dalam pengembangan UMKM. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: persepsi terhadap urgensi keberadaan informasi akuntansi bagi UMKM, pengetahuan akuntansi pemilik/staf UMKM, pertimbangan biayamanfaat bagi UMKM serta ukuran UMKM. Tidak terselenggarakannya praktik akuntansi dan tidak termanfaatkannya informasi akuntansi secara optimal pada UMKM selama ini bukanlah kesalahan ataupun kekurangan para pelaku UMKM, tetapi karena belum optimalnya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam mendorong dan memfasilitasi praktik akuntansi di UMKM. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penulis akan melakukan telaah implementasi petty cash dengan studi kasus pada UMKM di Kota Makassar. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam studi ini adalah “bagaimanakah implementasi akuntansi petty cash pada UMKM di Kota Makassar?” Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana implementasi akuntansi petty cash pada UMKM di Kota Makassar. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi manajemen UMKM mengenai penerapan akuntansi petty cash yang diimplementasikan UMKM, sehingga dapat meminimalkan kecurangan atau penyelewengan dana. 2. Hasil penelitian ini sebagai bahan referensi, sehingga dapat menerapkan perpaduan yang tepat antara praktik dan keadaan teoritis, khususnya bidang akuntansi. TINJAUAN PUSTAKA Kas Kas (cash) adalah segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya (Soemarso, 2004). Banyak transaksi perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran kas. Kas tidak hanya terbatas pada uang tunai yang tersedia di dalam perusahaan saja, melainkan meliputi semua jenis aktiva yang dapat dipergunakan dengan segera untuk membiayai seluruh kegiatan perusahaan. Adapun, fungsi kas sebagai alat tukar atau alat bayar dalam jumlah besar atau kecil; alat yang diterima
36
sebagai setoran oleh bank sebesar nilai nominalnya; serta digunakan untuk investasi baru dalam aktiva tetap (Hery, 2014). Dalam kehidupan sehari-hari, kas hanya diartikan sebagai mata uang yang digunakan sebagai alat pembayaran dan alat pertukaran. Namun dalam pengertian akuntansi, kas mencakup uang dan alat pembayaran lain yang disamakan dengan uang atau pembayaran untuk mempermudah jalannya suatu transaksi. Disamping itu, kas juga sebagai aktiva yang mudah diselewengkan dan digunakan tidak dengan semestinya oleh karyawan, karena kas merupakan aktiva yang paling mudah dipindahtangankan. Kas merupakan aktiva paling liquid, karena dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan, sehingga kas disajikan pada urutan pertama dari aktiva. Hal tersebut disebabkan karena hampir semua transaksi perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi posisi dan perputaran kas. Pembelian tunai barang-barang akan menyebabkan terjadinya pengeluaran kas, sedangkan penjualan tunai akan mengakibatkan pertambahan kas. Kriteria kas adalah (a) diakui secara umum sebagai alat pembayaran yang sah; (b) dapat dipergunakan setiap saat diperlukan, artinya dapat digunakan kapan saja dan dimana saja; (c) penggunaannya bersifat bebas; serta (d) dikirim sesuai dengan nilai nominalnya (Hery, 2014). Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Sistem akuntansi pengeluaran kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran, baik dengan cek maupun dengan uang tunai yang digunakan untuk kegiatan umum perusahaan (Mulyadi, 2010). Pengeluaran uang dalam suatu perusahaan digunakan untuk membayar berbagai macam transaksi, maka prosedur pengawasannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Semua pengeluaran uang yang relatif cukup besar menggunakan cek. Dibuat laporan kas setiap hari. Dipisahkan antara yang menulis cek, menandatangani cek dan yang mencatat pengeluaran perusahaan. Diselenggarakan petty cash untuk pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan yang sifatnya rutin. Diadakan pemeriksaan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Pengeluaran kas bermacam-macam, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Pengeluaran kas yang berskala besar biasa digunakan dengan cek, misalnya pembelian tunai, pembayaran gaji dan pembayaran hutang. Sedangkan, pembayaran yang tidak menggunakan cek, yakni pengeluaran kas yang kecil dan bersifat rutinitas. Pengeluaran kas dapat disebabkan adanya (Mulyadi, 2010): Transaksi pembelian saham dan obligasi sebagai investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang serta adanya pembelian aktiva tetap. Penarikan kembali saham yang beredar maupun adanya pengambilan kas oleh pemilik perusahaan. Pelunasan atau pembayaran angsuran hutang yang jangka pendek maupun jangka panjang. Pembelian barang dengan secara tunai, adanya biaya operasi yang meliputi upah/gaji, pembelian alat kantor, pembayaran sewa, bunga, premi angsuran, persekot-persekot biaya maupun persekot pembelian. Pengeluaran kas untuk pembayaran deviden, pajak, denda dan lain-lain.
37
Prinsip pengendalian intern dalam sistem akuntansi pengeluaran kas sebagai berikut (Baridwan, 2002): Sebelum faktur pembelian disetujui untuk dibayar, harus dilakukan pemeriksaan perhitungan-perhitungan dalam faktur dan dokumen-dokumen pendukungnya. Semua hutang dibayar dalam periode potongan, sehingga didapatkan potongan-potongan pembelian. Jumlah saldo-saldo dalam buku pembantu hutang harus cocok dengan saldo rekening kontrolnya dengan surat pernyataan piutang dari penjual (kreditur). Semua pengeluaran uang harus dengan cek kecuali untuk pengeluaran-pengeluaran petty cash. Dibentuk petty cash dengan imprest system. Penandatanganan cek harus dipisahkan dari orang yang memegang buku cek. Petugas yang menandatangani cek dibedakan dari petugas yang menyetujui pengeluaran kas dan sedapat mungkin keduanya harus menyerahkan uang jaminan. Harus ada pertanggungjawaban dari pemegang buku cek tentang nomor-nomor cek yang diinginkan untuk membayar dana yang dibatalkan. Tanggungjawab penerima uang harus dipisahkan dari tanggung jawab atas pengeluran uang. Prinsip ini tidak berlaku untuk lembaga-lembaga keuangan seperti Bank. Petugas pengeluaran uang harus dipisahkan dari petugas yang mengerjakan keuangan kas. Rekonsiliasi laporan bank dilakukan oleh petugas yang tidak menandatangani cek atau menyetujui pengeluaran. Persetujuan pengeluaran uang yang harus didukung dengan faktur dari penjual yang sudah disetujui dan dokumen pendukung lainnya. Cek untuk pengisian petty cash dan gaji harus dibuat atas nama penerima. Sesudah dibayar, semua pendukung harus dicap lunas atau dilubangi agar tidak digunakan lagi. Dilakukan cuti berkala untuk petugas-petugas pengeluaran uang. Transfer uang antara bank harus dengan izin khusus dan dibuatkan rekening perantara. Petty Cash Sistem akuntansi yang biasanya digunakan untuk melaksanakan pengeluaran kas, yaitu: sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek, serta sistem akuntansi pengeluaran kas dengan melalui dana kas kecil (petty cash). Pada umumnya, perusahaan membagi kas menjadi dua bagian, yaitu (Hery, 2014): kas di bank (cash in bank) dan kas kecil (petty cash/cash on hand). Kas di bank merupakan uang kas yang dimiliki perusahaan yang tersimpan di bank dalam bentuk giro atau bilyet. Kas di bank dipergunakan untuk pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan cek. Didalam suatu perusahaan sering terjadi pengeluaran uang yang jumlahnya relatif kecil, tetapi frekuensinya sering digunakan. Untuk pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil, tidak praktis jika perusahaan menggunakan cek untuk membayar pengeluaran kecil, seperti perangko. Namun, pengeluaran kecil mungkin cukup sering terjadi, sehingga totalnya juga cukup besar. Oleh karena itu, pengeluaran-pengeluaran tersebut perlu dikendalikan. Untuk itu dibentuk dana kas khusus oleh perusahaan yang disebut dana kas kecil (petty cash). Petty cash merupakan uang kas yang disediakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan tidak ekonomis apabila dibayar dengan cek (Baridwan, 2002). Petty cash memiliki karakteristik, sebagai berikut: Jumlahnya dibatasi, sehingga tidak lebih atau tidak kurang dari suatu jumlah tertentu yang telah ditentukan oleh manajemen perusahaan.
38
Digunakan untuk mendanai transaksi kecil yang bersifat rutin setiap hari. Disimpan di tempat khusus, misalnya di kotak kecil yang biasa disebut petty cash box atau di dalam sebuah amplop. Ditangani oleh seorang petugas keuangan di tingkat pemula (junior cashier). Seperti halnya biaya transport atau unit keperluan sehari-hari, dimana pembayaran dengan cek untuk hal-hal yang sekecil akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tertunda, dan beban pencatatannya mahal. Petty cash diserahkan kepada kasir petty cash yang bertanggung jawab untuk membayar biaya yang relatif kecil dan meminta pengisian kembali dari kas besar (Sofyan, 2014). Contoh penggunaan petty cash seperti: pembelian perlengkapan kantor, pembelian makan direksi, pembelian bahan bakar kendaraan, jamuan tamu, dan lain sebagainya. Tujuan dibentuknya petty cash, diantaranya (Baridwan, 2002): Menangani masalah perlengkapan/perbekalan kantor yang dialami oleh suatu bagian di kantor. Menghindari cara pembayaran yang tidak ekonomis juga tidak praktis atas pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan mendadak. Meringankan beban staf karyawan dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada pelanggan juga termasuk kepada relasi bisnis pimpinan. Mempercepat aktivitas atasan yang menggunakan dana secara mendadak dan juga tidak terencana sebelumnya. Besarnya petty cash tergantung pada jumlah, besaran dan frekuensi pengeluaran lainlain. Tentu saja, petty cash perusahaan multinasional akan jauh lebih besar dibandingkan petty cash pada UMKM. Perusahaan menghendaki petty cash yang lumayan besar, sehingga tidak perlu sering diisi ulang, namun juga tidak terlalu besar, sehingga menggoda tindakan penyelewengan (Warren, Reeve & Fess, 2005). Apabila jumlah nominal uang yang terdapat dalam akun petty cash telah menipis, maka pengisian petty cash dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pemegang petty cash mengajukan permintaan kepada bendahara kas Pemegang petty cash menyiapkan daftar pengeluaran yang telah dilampiri bukti transaksi atas pengeluaran petty cash. Jika telah sesuai dengan ketentuan, bendahara kas memberikan tanda persetujuan kepada formulir permintaan tersebut dan memberi dana sebesar jumlah nominal petty cash yang sudah dikeluarkan. Menurut Baridwan (2002), penyelenggaraan petty cash untuk memungkinkan pengeluaran kas dengan uang tunai dapat diselenggarakan dengan 2 (dua) cara, yaitu: sistem saldo berfluktuasi (fluctuating fund balance system) dan sistem dana tetap (imprest fund system). Sistem saldo berfluktuasi yaitu sistem yang menentukan petty cash dalam jumlah yang tidak selalu konstan, melainkan memberikan kemungkinan untuk selalu berubah-ubah (berfluktuasi). Penyelenggaraan dana petty cash dengan sistem saldo berfluktuasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Prosedur pembentukan petty cash Pembentukan petty cash dicatat dengan mendebit rekening petty cash. Prosedur permintaan dan pertanggungjawaban pengeluaran petty cash Pengeluaran petty cash dicatat dengan mengkredit rekening petty cash, sehingga setiap saat saldo rekening ini berfluktuasi.
39
Prosedur pengisian kembali petty cash Pengisian kembali petty cash dilakukan dengan jumlah sesuai dengan keperluan, dan dicatat dengan mendebit rekening petty cash. Dalam metode fluktuasi, saldo rekening petty cash berfluktuasi dari waktu ke waktu. Biasanya pengisian uang dari kas besar ke petty cash tidak dikaitkan dengan jangka waktu tertentu. Ketika dana habis, pada petty cash menggunakan tersebut untuk pembayaran yang menjadi wewenangnya. Apabila sisa uang dalam petty cash sudah hampir habis, kasir pemegang petty cash dapat menerima dropping tambahan kepada kas besar. Jumlah dropping tersebut tidak selamanya sama dengan jumlah pembayaran yang telah dilakukan melalui petty cash. Sistem dana tetap adalah sistem yang menentukan jumlah petty cash yang selalu konstan dan tidak berubah (Baridwan, 2002). Penyelenggaraan petty cash dilakukan sebagai berikut: Pembentukan petty cash dilakukan dengan cek dan dicatat dengan mendebit rekening petty cash. Saldo rekening petty cash tidak boleh berubah dari yang telah ditetapkan sebelumnya, kecuali jika saldo tersebut dinaikkan atau dikurangi. Pengeluaran petty cash tidak dicatat dalam jurnal. Pengisian kembali petty cash dilakukan dengan cek dan dicatat dengan mendebit rekening Biaya dan mengkredit rekening Kas. Biasanya petty cash diisi (dari kas besar) sejumlah uang tertentu untuk keperluan pembayaran-pembayaran selama jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu minggu, dua minggu, dan seterusnya. Jika sisa saldo uang dalam petty cash sudah hampir habis atau jika pada saat pengisian kembali petty cash sudah tiba, kuitansi (bukti) pembayaran tersebut dikeluarkan dengan uang kepada pemegang kas besar. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian pada studi ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan sesuatu hal atau permasalahan sesuai dengan topik penelitian (Arikunto, 2006), khususnya penerapan petty cash pada UMKM di Kota Makassar. Sedangkan, desain risetnya menggunakan cross sectional, yaitu penelitian hanya dilakukan sekali sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2013). Tempat dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan pada UMKM di Kota Makassar dengan waktu penelitian bulan Maret 2016 – Mei 2016. Pelaku UMKM yang menjadi obyek penelitian ini, yaitu: warung kopi, makanan bakso, bengkel motor, usaha jualan buah, makanan siomay, pencucian kendaraan bermotor, salon dan laundry. Pengambilan sampel pada studi ini menggunakan metode convenience sampling. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini, yaitu: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung oleh penulis dari objek penelitian dengan cara wawancara, dan data yang diambil dari UMKM seperti buku kas umum dan buku petty cash.
40
2. Data sekunder, yaitu data yang berasal dari sumber atau pengamatan lain, seperti buku atau literatur yang digunakan sebagai acuan, jurnal penelitian yang berkaitan dengan akuntansi petty cash. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dan informasi pada studi ini, yaitu (Indriantoro & Supomo, 1999): 1. Penelitian lapangan (field research method). Dalam melakukan riset lapangan, penulis mengambil data-data langsung dari sumber data, sebagai pembanding untuk memproses keterangan dan kenyataan yang sebenarnya. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara: a. Pengamatan (observasi), yaitu dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian yang merupakan sumber data, sehingga data yang diperoleh benar-benar bersifat objektif. b. Wawancara (interview), yaitu dengan cara mewawancarai pimpinan dan pegawai yang ada, guna mendapatkan data yang benar dan jelas. 2. Penelitian kepustakaan (library research method). Dalam melakukan riset menggunakan data-data kepustakaan yaitu buku-buku cetak yang berkaitan dengan penerapan akuntansi petty cash dan jurnal-jurnal, guna menyempurnakan penelitian. Prosedur Penelitian Prosedur yang dilakukan untuk menganalisa data pada studi ini, adalah (Pangkey, Tinangon & Sabijono, 2015): 1. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian, yaitu buku petty cash. 2. Menganalisis pembentukan dan pencatatan petty cash. 3. Membandingkan penerapan akuntansi petty cash pada UMKM dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 4. Menarik kesimpulan dan memberikan saran. Teknik Analisis Data Pada studi ini, metode analisisnya menggunakan teknik deskriptif yang digunakan untuk melakukan analisa data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa ada tujuan membuat kesimpulan untuk generalisasi (Sugiyono, 2010). HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Petty cash memiliki peranan penting dalam kegiatan operasional usaha dan digunakan dalam transaksi kecil yang terjadi setiap hari. Tabel 1 menunjukkan hasil temuan implementasi petty cash pada usaha, seperti: warung kopi, makanan bakso, bengkel motor, usaha jualan buah segar, makanan siomay, pencucian kendaraan bermotor, salon dan laundry. Tabel 1 Hasil Temuan Jenis Usaha Warung Kopi
Peruntukan Pengeluaran Petty Cash - Biaya sewa tempat - Biaya listrik - Biaya internet
Hasil Temuan - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai bagian keuangan - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash
41
Jenis Usaha
Peruntukan Pengeluaran Petty Cash - Biaya bahan - Biaya gaji
Makanan bakso
- Biaya bahan - Biaya bahan bakar - Biaya gaji
Bengkel motor
- Biaya listrik - Peralatan - Biaya gaji
Usaha jualan buah segar
-
Biaya sewa tempat Biaya retribusi Biaya angkut Biaya pembelian Biaya gaji
Makanan siomay
-
Biaya bahan Biaya bahan bakar Biaya rupa-rupa Biaya gaji
Pencucian kendaraan bermotor
-
Biaya listrik Biaya air Peralatan Biaya gaji
Hasil Temuan - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir mencatat petty cash dalam jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K] - Kasir mencatat pengeluaran petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Biaya [K] - Kasir mencatat pengisian petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K] - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai bagian keuangan - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir tidak mencatat petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengeluaran petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengisian petty cash dalam jurnal - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai bagian keuangan - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir tidak mencatat petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengeluaran petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengisian petty cash dalam jurnal - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu penjual - Penjual langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Penjual tidak mencatat petty cash dalam jurnal - Penjual tidak mencatat pengeluaran petty cash dalam jurnal - Penjual tidak mencatat pengisian petty cash dalam jurnal - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu penjual - Penjual langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Penjual tidak mencatat petty cash dalam jurnal - Penjual tidak mencatat pengeluaran petty cash dalam jurnal - Penjual tidak mencatat pengisian petty cash dalam jurnal - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai bagian keuangan - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir tidak mencatat petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengeluaran petty cash dalam jurnal - Kasir tidak mencatat pengisian petty cash dalam jurnal
42
Salon
-
Peruntukan Pengeluaran Petty Cash Biaya listrik Biaya air Peralatan Biaya bahan Biaya rupa-rupa Biaya gaji
Laundry
-
Biaya sewa tempat Biaya listrik Biaya telepon Biaya bahan bakar Biaya bahan Biaya rupa-rupa Biaya gaji
Jenis Usaha
Hasil Temuan - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai pemilik usaha - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir mencatat petty cash dalam jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K] - Kasir mencatat pengeluaran petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Biaya [K] - Kasir mencatat pengisian petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K] - Petty cash dipegang oleh satu orang yaitu kasir yang juga merangkap sebagai pemilik usaha - Kasir langsung mencatat jika terjadi pengeluaran petty cash - Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga terjadi kekosongan petty cash - Tidak adanya slip atau bukti pengeluaran petty cash - Kasir mencatat petty cash dalam jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K] - Kasir mencatat pengeluaran petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Biaya [K] - Kasir mencatat pengisian petty cash dengan jurnal: Kas Kecil [D] Kas [K]
Sumber: data primer diolah.
Berdasarkan tabel 1 dapat ditelaah sebagai berikut: 1. Penggunaan pengeluaran petty cash pada UMKM per bulan berupa: biaya peralatan, biaya telepon, biaya sewa tempat, biaya rupa-rupa, biaya retribusi, biaya pembelian, biaya listrik, biaya internet, biaya gaji, biaya bahan bakar, biaya bahan, biaya angkut dan biaya air. Gambar 2 menunjukkan penggunaan pengeluaran petty cash pada UMKM. Gambar 2 Penggunaan Pengeluaran Petty Cash Pada UMKM 3.500.000 3.000.000 2.500.000
Warung Kopi
2.000.000
Makanan Bakso
1.500.000
Bengkel Motor
1.000.000
Jualan Buah
500.000 -
Makanan Siomay Pencucian Kendaraan Salon
Laundry
43
2. Sebagian besar petugas yang mencatat petty cash adalah satu orang dan dirangkap tugasnya dengan operasional sehari-hari, seperti: kasir, penjual maupun pemilik usaha. Sesuai dengan teori akuntansi, petty cash dipegang oleh petugas atau karyawan yang khusus menangani pengeluaran yang berkaitan dengan petty cash, yang disebut kasir mencatat petty cash. Namun, berdasarkan hasil interview dengan pemilik usaha bahwa apabila ada orang khusus yang mencatat petty cash, maka akan berpengaruh terhadap penambahan karyawan sehingga juga berdampak pada biaya gajinya. Rangkap jabatan tersebut, bagi pemilik diharapkan adanya efisiensi dalam penggajian karyawan. Padahal berdasarkan konsep pengendalian intern dalam sistem akuntansi pengeluaran kas, mengharuskan pemisahan fungsi akuntansi dari fungsi penyimpanan, agar data akuntansi yang dicatat dalam catatan akuntansi dijamin keandalannya. Dengan adanya pemisahaan fungsi tersebut, maka catatan akuntansi yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi dapat berfungsi sebagai pengawas semua mutasi kas yang disimpan oleh fungsi penyimpanan kas, serta untuk menghindari kerugian akibat penyelewengan mencatat petty cash yang dilakukan oleh karyawan. 3. Petugas yang menangani petty cash biasanya langsung mencatat setiap pengeluaran yang berkaitan dengan operasional usaha. Sesuai dengan teori akuntansi, pencatatan pengeluaran petty cash secara langsung termasuk dalam kategori fluctuating fund system, dimana jumlah pengisian kembali petty cash dilakukan sesuai dengan keperluan seharihari yang sifatnya berfluktuasi dari waktu ke waktu. 4. Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan. Sesuai dengan teori akuntansi, penentuan jumlah dan waktu pengisian petty cash biasanya telah ditentukan batas maksimalnya setiap terjadi pengeluaran dan kapan waktu pengisian petty cash. Jika kas yang ada di tangan dan kas yang ada di perjalanan jumlahnya relatif besar, sehingga diperkirakan akan timbul kerugian yang besar jika terjadi pencurian. Oleh karena itu, perlu adanya jumlah dan waktu pengisian petty cash agar meringankan beban karyawan dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada pelanggan serta menghindari cara pembayaran yang tidak ekonomis juga tidak praktis atas pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan mendadak. 5. Karyawan tidak melakukan dokumentasi (slip atau bukti kas pengeluaran) terhadap pengeluaran yang berkaitan dengan petty cash. Sesuai dengan teori akuntansi, dokumen tersebut dibuat oleh pemakai petty cash untuk mempertanggung jawabkan pengeluaran dengan petty cash. Dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan petty cash, penghitungan fisik kas dilakukan terhadap jumlah kas dengan berdasarkan pada dokumen transaksi pengeluaran. Besarnya saldo petty cash yang dihitung harus sama dengan saldo petty cash yang dibentuk, kemudian dikurangi dengan jumlah petty cash yang telah dikeluarkan sesuai dengan bukti yang ada. Gambar 3 Hasil Pencatatan Petty Cash Dalam Jurnal Ya 5
3
Pencatatan dalam jurnal
Tidak 5
3
5
3
Pencatatan pengeluaran Pencatatan pengisian petty petty cash dalam jurnal cash dalam jurnal
44
6. Sebagian karyawan sudah mencatat pengeluaran yang berkaitan dengan petty cash kedalam jurnal (gambar 3). Berdasarkan teori akuntansi, catatan tersebut digunakan untuk mencatat pengeluaran kas dalam pembentukan petty cash dan pengisian kembali petty cash. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya unsur sistem pengendalian intern pengeluaran petty cash sudah dilakukan oleh sebagian pelaku usaha (UMKM), meskipun masih ada sebagian besar UMKM yang belum melakukan pencatatan transaksi secara akuntansi, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2 Hasil Telaah Keterangan Petugas pencatat petty cash
Warung Kopi Tidak sesuai dengan teori
Makanan Bakso Tidak sesuai dengan teori
Bengkel Motor Tidak sesuai dengan teori
Jualan Buah Tidak sesuai dengan teori
Makanan Siomay Tidak sesuai dengan teori
Pencucian Salon Kendaraan Tidak sesuai Tidak sesuai dengan teori dengan teori
Laundry Tidak sesuai dengan teori
Pencatatan pengeluaran
Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan Sesuai dengan teori teori teori teori teori teori teori teori
Jumlah dan waktu pengisian petty cash
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Slip atau bukti pengeluaran
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Pencatatan dalam jurnal
Sesuai dengan Tidak sesuai teori dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Sesuai dengan Sesuai dengan teori teori
Pencatatan pengeluaran petty cash dalam jurnal
Sesuai dengan Tidak sesuai teori dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Sesuai dengan Sesuai dengan teori teori
Pencatatan pengisian petty cash dalam jurnal
Sesuai dengan Tidak sesuai teori dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Tidak sesuai dengan teori
Sesuai dengan Sesuai dengan teori teori
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Petty cash yang dibentuk oleh UMKM disiapkan untuk menghindari cara pembayaran yang tidak ekonomis juga tidak praktis atas pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan mendadak. 2. Peruntukan pengeluaran petty cash pada UMKM berupa: biaya peralatan, biaya telepon, biaya sewa tempat, biaya rupa-rupa, biaya retribusi, biaya pembelian, biaya listrik, biaya internet, biaya gaji, biaya bahan bakar, biaya bahan, biaya angkut dan biaya air. 3. Petugas yang mencatat petty cash hanya satu dan merangkap jabatan dan biasanya langsung mencatat setiap pengeluaran yang berkaitan dengan operasional usaha. 4. Jumlah dan waktu pengisian petty cash tidak ditentukan, sehingga tidak bisa dikategorikan dalam fluctuating fund system, selain itu petugas juga tidak melakukan dokumentasi (slip atau bukti kas pengeluaran) terhadap pengeluaran yang berkaitan dengan petty cash. 5. Sebagian karyawan sudah mencatat pengeluaran yang berkaitan dengan petty cash kedalam jurnal, sebagai sistem pengendalian intern pengeluaran petty cash. Saran Beberapa saran yang dapat menjadi bahan masukan bagi UMKM di Kota Makassar dalam mengelola petty cash sebagai berikut: 1. Petty cash yang dibayarkan atau dikeluarkan sebaiknya menggunakan bukti atau slip pembayaran supaya tidak terjadi kecurangan ataupun penyelewengan. 2. Seharusnya diadakan pemisahan tugas dan tanggung jawab antara kasir selaku pemegang seluruh kegiatan keuangan dan karyawan yang memegang petty cash.
45
3. Dalam hal pengisian kembali petty cash, pemilik usaha harus mengadakan pengawasan terhadap saldo petty cash supaya dapat diketahui jika sudah mencapai minimum dan dapat dilakukan pengisian kembali petty cash, karena keterlambatan pengisian kembali dapat mempersulit kebutuhan operasional usaha. 4. Sebaiknya UMKM menyelenggarakan petty cash dengan sistem dana tetap (imprest fund system) karena pencatatan dan pengendalian terhadap petty cash dengan peruntukan yang sudah diketahui sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Baridwan, Z. 2002. Sistem Akuntansi (Penyusunan, Prosedur dan Metode). Yogyakarta: BPFE. Hery. 2014. Pengendalian Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana. Indriantoro, N, & Supomo, B. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Mulyadi. 2010. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Pangkey, P., Tinangon, J., & Sabijono, H. 2015. Evaluation of Application of Accounting For Small Cash in Sinar Pure Foods Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. 15 (4): 288299. Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Buku Kesatu. Jakarta: Salemba Empat. Sofyan, M. 2014. Penerapan Sistem Pengeluaran Kas Pada Rumah Sakit Sri Pamela. Jurnal Ilmiah Accounting Changes. 2 (2): 25-30. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Warren, C., Reeve, M.J., & Fess, P.E. 2005. Accounting. Buku Kedua. Edisi Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.