ANALISIS PENGENDALIAN BIAYA MUTU PRODUKSI PADA PERUSAHAAN TAHU KEDELE MAKASSAR BUNYAMIN STIE-YPUP MAKASSAR
ABSTRAK Setiap perusahaan selalu berusaha agar produk yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan baik sehingga tujuan akhir untuk memperoleh keuntungan dapat tercapai agar dapat menutupi semua pengeluaran biaya produksi yang terjadi pada satu periode kegiatan. Pabrik tahu kedele Makassar telah memenuhi standar Upper Control Limit (UCL) terletak pada batas 0,3%, persentase cacat batas terendah terletak antara 0,007 atau 0,7% sampai 0,010 atau 1%, sedangkan batas tertinggi terletak antara 0,018 atau 1,8% sampai 0,020 atau 2%. Kata Kunci: Pengendalian Biaya Produksi,
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perusahaan industri (manufakturing) dalam melaksanakan kegiatan usahanya selalu menghadapi faktor persaingan dan perusahaan industri lain yang mempunyai bidang usaha yang sama. Perusahaan industri dalam melaksanakan kegiatan produksi, dapat menciptakan daya beli masyarakat konsumen akan produk yang dihasilkan tersebut, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dan dapat mempertahankan kontinuitas usahanya yang cermat dan teliti, dalam arti bahwa tehnik dalam proses pembuatan produk akan mampu menciptakan persaingan yang sehat diantara sesama perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha yang sama. Masalah Pokok Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi masalah pokok pada perusahaan adalah : Apakah pengendaIian mutu produksi tahu yang diterapkan pada perusahaan Tahu Kedele Makassar sudah sesual standar yang ditetapkan. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Istilah produksi dipergunakan dalam perusahaan yang menghasilkan keluaran atau output berupa barang maupun jasa. Menurut M. Fuad dkk, (2005 : 142 ) “Produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang, baik barang jadi atau setengah jadi, barang industri dan suku cadang”. Berikut ini Zulian Yamit, (2005 : 123) memberikan definisi sebagai berikut :
“Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan tenaga kerja, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang berguna”. Sesuai dengan pernyataan di atas memberikan gambaran bahwa produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan bentuk dari berbagai faktor - faktor pnoduksi, seperti : alam, tenaga kerja, modal dan tehnologi yang disatupadukan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan barang atau jasa yang sangat bermanfaat bagi pemenuhan manusia. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkan itu merupakan hasil pengkombinasian faktor-faktor produksi, sehingga hubungan atau faktor produksi dengan barang atau jasa yang dihasilkan dinyatakan dalam fungsi produksi. Menurut Sofyan Assauri, (2004 : 12) memberikan pengertian produksi dalam istilah ekonomi, “produksi adalah segaiah kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa“. Dari pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi dapat berjalan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa karena bentuk dan tempat sehingga membutuhkan faktor-faktor produksi. Menyimak beberapa pengertian produksi di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa produksi adalah suatu kegiatan atau proses. Pengertian Pengendalian Menurut Husaini Usman (2006 : 400) “Pengendalian adalah proses pemantauan penilaian dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan Iebih lanjut“ Dari pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan pengendalian meliputi pemantauan, penilaian dan pelaporan kemajuan proyek disertai tindak anjut untuk menjamin kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan. Hipotesis Bertolak dari latar belakang masalah dan masalah pokok yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, penulis mengajukan hipotesis, yaitu Diduga bahwa mutu tahu yang dihasiIkan belum memenuhi standar mutu yang ditentukan oleh perusahaan”. METODE PENELITIAN Metode Analisis Untuk menjawab Masalah pokok dan hipotesis maka peneliti menggunakan metode analisis sebagai berikut : 1. Analisis Deskriptif, yaitu suatu analisis yang bersifat kualitatif dimana dalam analisis ini, digunakan untuk mengetahui biji kedelai yang memenuhi syarat sari kedelai, proses produksi tahu dan pengendalian mutu tahu. 2. Analisis kuantitatif, yaitu analisis yang digunakan mempelajari analisis kontrol kualitas untuk mengetahui tingkat kerusakan tahu setelah selesai produksi. Adapun rumus pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Zuhan Yamit (2005 : 360) sebagai berikut : Xi P N
P ( 1 P) N Batas pengawasan atas : UCL = Upper Control Limit Batas pengawasan bawah : LCL = Lower Control Limit Batas pengawasan : p + Sp dimana : P = Mean bagian yang rusak pada sampel P = % bagian yang rusak n = Banyak kedelai yang di observasi (sampel) X = Banyaknya kedelai yang rusak Z = Jumlah standar deviasi (z = 2 untuk batasan 95,5% ; z = 3 untuk batasan 99,7 = Standar deviasi
=
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN Analisis Pengendalian Mutu Tahu Untuk menghasilkan mutu tahu yang biasanya kita berpikir dan faktor produksi tahu saja, namun sebenarnya bukan hanya itu tetapi faktor yang mempengaruhinya sangat banyak, mulai dari tahap proses penyediaan bahan baku, proses produksi pembuatan tahu hingga pengepakan. Dari proses yang baik akan menghasilkan mutu yang baik pula. Jelasnya bahwa untuk memproses tahu yang berkualitas harus melalui tahapan-tahapan : 1. Tahapan persiapan sarana dan prasarana 2. Tahapan pengadaan bahan baku 3. Tahapan pengolahan/produksi Tahapan Persiapan Sarana dan Prasarana Dimana sebelum melaksanakan kegiatan usaha perlu disiapkan Iebih dahulu mengenai : a. Kesiapan tempat usaha b. Kesiapan mesin dan peralatan lainnya c. Kesiapan penampungan kedelai d. Kesiapan modal kerja Tahapan Pengadaan Bahan Baku Merupakan Iangkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan memproduksi dan menghasilkan tahu kualitas, dengan sendirinya bahan baku yang dibutuhkan betul-betul varietas kedelai yang berkualitas yaitu orba dan wilis dengan ciri ciri sebagai berikut: a. Orba, yaitu biji kecelai yang berbentuk bulat dan besar berwarna kuning b. Wilis, yaitu biji kedelai yang bentuknya agak kecil dan berwarna kuning kehijauhijauan.
Varietas ini digunakan untuk bahan baku tahu karena varietas tersebut adalah varietas lokal yang memenuhi syarat sari kedelai yang balk untuk produksi tahu. Sedangkan pengadaan bahan baku kadelai dapat diperoleh dari petani langsung, pedagang, toko atau perusahaan ekspor impor yang menangani kedelai di Makassar. Tahapan Pengolahan/Produksi Diatas telah disebutkan bahwa tahapan akhir dalam pelaksanaan proses adalah produksi. Tahu merupakan makanan yang terbuat dan bahan baku kedelai dan prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Tahu adalah makanan padat yang dicetak dan sari kedelai (Glysine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya tanpa atau penambahan zat lain yang tidak diisinkan. Pada prinsipnya produksi tahu dibuat dengan mengekstrak protein kemudian mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai umumnya dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa asam cuka (CH3CQOH), batu tahu (Ca S04n HZO) dan larutan bibit tahu (larutan perasa tahu yang telah diendapkan satu malam). Secara umum proses pembuatan tahu sebagai berikut : a. Kedelai dibersihkan dan disortasi, pembersihari ini dilakukan dengan cara ditampi atau menggunakan alat pembersih b. Kedelai direndam dalam air bersih agar kedelai dapat mengemban (,dan cukup lunak untuk digiling, lama penggilingan 2-4 jam. c. Kedelai dicuci dengan air bersih. banyaknya air yang digunakan tergantung pada jumlah kedelai yang akan digiling. d. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan menggunakan mesin giling, untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sesuai dengan banyaknya kedelai. e. Pemasakan kedelai dilakukan diatas tungku dan didihkan selama 5 menit, selama pemasakan ini sebaiknya dijaga agar tidak berbuih, dengan cara rnenamhahkan air dan diaduk. f. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat, jumlah ampas basah kurang lebih 7Q% - 90% dari bobot kedelai kering. g. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam pada suhu 50 °C, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar, selanjutnya air diatas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali. h. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan penyaring sampai padat setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan diangin-anginkan. Tabel 1. Jumlah Cacat dan Persentase cacat Perhari Sample Dan N = 1000Kg (Produksi Februari – Maret 2009) Jumlah kedelai Yang Jumlah Kedelai Yang No Presentase Cacat (P) Diamati (Dalam Kg) Cacat (Dalam Kg) 1 1000 15 0,015 2 1000 10 0,010 3 1000 7 0,007
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 31.000
12 10 5 10 5 15 12 20 18 17 15 10 14 7 10 12 13 15 18 20 15 12 10 5 10 12 14 10 384
0,012 0,010 0,005 0,010 0,005 0,015 0,012 0,020 0,018 0,017 0,015 0,010 0,014 0,007 0,010 0,012 0,013 0,015 0,018 0,020 0,015 0,012 0,010 0,005 0,010 0,012 0,014 0,010 0,404
Dalam setiap periode pengamatan dalam sehari, selama 31 periode pengamatan menunjukkan sebagai berikut (lihal tabel 1) : - Periode 1 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. - Periode 2 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 3 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 7 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,007 atau 0,7%. - Periode 4 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. - Periode 5 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 6 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 5 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,005 atau 0,5%.
-
Periode 7 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Periode 8 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 5 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,005 atau 0,5%. Periode 9 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. Periode 10 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 11 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 20 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,020 atau 2%. Periode 12 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 18 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,018 atau 1,8%. Periode 13 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 17 kg kedelai yang caca sehingga persentase cacat kedelai 0,017 atau 1,7%. Periode 14 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. Periode 15 menunjukkan bahwa dam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Periode 16 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 14 kg kedelai yang ccat sehingga persentase cacat kedelai 0,014 atau 1,4%. Periode 17 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 7 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,007 atau 0,7%. Periode 18 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Periode 19 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 20 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 13 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,013 atau 1,3%. Periode 21 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. Periode 22 menunjukkan bahwa daarn 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 18 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,018 atau 1,8%. Periode 23 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 20 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,020 atau 2%. Periode 24 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. Periode 25 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 26 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Periode 27 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 5 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,005 atau 0,5%. Periode 28 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%.
-
Periode 29 menunjukkn bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 30 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 14 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,014 atau 1,4%. Periode 31 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%.
Dari pengamatan di atas dapat dilihat bahwa jumlah kedelai cacat terendah berada pada periode 3,6,8,17 dn 27 yaitu antara 5 kg sampai 7 kg, sedangkan jumlah kedelai cacat tertinggi berada pada periode 11,12,22 dan 23, yaitu antara 18 kg sampai 20 kg. a. b. c. d.
Adapun penyebab kedelai cacat tersebut dikatakan cacat sebagai berikut : Untuk mendapatkan penyesuaian harga, maka salah satu cara dengan menyertakan bahan, kulit, pasir/tanah, kerikil sebagai bahan pemberat. Disebabkan penyimpanan terlalu lama Disebabkan kelembaban ruangan perpindahan tempat (pendistribusian) dan gudang pedagang ke gudang pabrik dengan iklim penghujan.
Dari data produksi kedelai yang diamati pada Perusahaan tahu Makassar dengan rumus P chart dapat diaplikasikan sesuai dengan data sample dari hasil produksi kedelai dengan rata-rata hasil produksi sebesar 1000 kg. Di mana besarnya UCL dan LCL dalam proses produksi kedelai dapat ditentukan dengan perhitungan di bawah ini:
Standar mutu kedelai yang telah ditetapkan berkisar anta
Diantara 10% sampai 90%, dimana 10% adalah Lower Control Limit (LCL) sedangkan 90% adalah Upper Control Limit (UCL) atau LCL < 10% dan UCL = < 90%, jadi dapat diketahui bahwa selan atau range berkisar 10%. Sementara hasil perhitungan standar mutu atas kedelai pada Perusahaan tahu Makassar (produksi Maret-April 2007) yang diperoleh menunjukkan bahwa Upper Control Limit (UCL) terletak pada batas 0,021 atau 2,1%, sedangkan Lower Control Limit (LCL) terletak pada bata 0,003 atau 0,3% Dari hasil perhitungan ini, maka dapat dikatakan bahwa tahu pada perusahaan tahu Makassar telah memenuhi standar atau tahu yang bermutu tinggi, karena dari hasil perhitungan Upper Control Limit (UCL) terletak pada batas 2,1%, sedangkan Lower Control Limit (LOL) terletak pada batas 0,3%. Sementara persentase cacat diperoleh batas terendah terletak antara 0,005 atau 0,5% sampai 0,007 atau 0,7%, sedangkan batas tertinggi terletak antara 0,018 atau 1,8% sampai 0,020 atau 2%. (lihat tabel 2).
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tabel 2. Jumlah Cacat dan Persentase cacat Perhari Sample Dan N 1000Kg (Produksi Maret - April 2009) Jumlah kedelai Yang Jumlah Kedelai Yang Presentase Cacat (P) Diamati (Dalam Kg) Cacat (Dalam Kg) 1000 10 0,010 1000 5 0,005 1000 11 0,011 1000 14 0,014 1000 20 0,020 1000 18 0,018 1000 15 0,015 1000 10 0,010 1000 11 0,011 1000 10 0,010 1000 15 0,015 1000 20 0,020 1000 8 0,008 1000 10 0,010 1000 12 0,012 1000 15 0,015 1000 14 0,014 1000 10 0,010 1000 7 0,007 1000 20 0,020 1000 11 0,011 1000 12 0,012 1000 10 0,010 1000 13 0,013 1000 10 0,010 1000 15 0,015 1000 12 0,012
28 29 30
1000 1000 1000 30.000
14 10 15 367
0,014 0,010 0,015 0,377
Dalam setiap periode pengamatan dalam sehari, selama 31 periode pengamatan menunjukkan sebagai berikut (lihat tabel 2) : - Periode 1 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 2 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 5 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,005 atau 0,5%. - Periode 3 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 11 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,011 atau 1,1%. - Periode 4 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 14 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,014 atau 1,4%. - Periode 5 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 20 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,020 aau 2%. - Periode 6 menunjukkan bahwa dalarn 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 18 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,018 atau 1,8%. - Periode 7 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. - Periode 8 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 9 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 11 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,011 atau 1,1%. - Periode 10 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 11 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. - Periode 12 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 20 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,020 atau 2%. - Periode 13 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 8 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,008 atau 0,8%. - Periode 14 menunjukkan bahwa daIam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 15 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. - Periode 16 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. - Periode 17 menunjukkan bahwa daam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 14 kg kedelai sang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,014 atau 1,4%. - Periode 18 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. - Periode 19 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 7 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,007 atau 0,7%.
-
Periode 20 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 20 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,020 atau 2%. Periode 21 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 11 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,011 atau 1,1%. Periode 22 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 23 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Periode 24 menunjukkan bahwa daam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 13 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,013 atau 1,3%. Periode 25 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1%. Penode 26 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamat terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%. Periode 27 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 12 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,012 atau 1,2%. Periode 28 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 14 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,014 atau 1,4%. Periode 29 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamat jerdapat 10 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,010 atau 1% Periode 30 menunjukkan bahwa dalam 1000 kg kedelai yang diamati terdapat 15 kg kedelai yang cacat sehingga persentase cacat kedelai 0,015 atau 1,5%.
Dari pengamatan di atas dapat dilihat bahwa jumlah kedelai cacat terendah berada pada periode 2 dan 19, yaitu antara 5 kg sampai 7 kg, sedangkan jumlah kedelai cacat tertinggi berada pada periode 5, 6, 12 dan 20, yaitu antara 18 kg sampai 20 kg. Dari data produksi kedelai yang diamati pada Perusahaan tahu Makassar dengan rumus P chart dapat diaplikasikan sesuai dengan data sample dari hasil produksi kedelai dengan rata-rata hasil produksi sebesar 1000 kg. Di mana besarnya UCL dan LCL dalam proses produksi kedelai dapat ditentukan dengan perhitungan di bawah ini :
Standar mutu kedelai yang telah ditetapkan berkisar antara 10% sampai 90%, dimana 10% adalah Lower Control Limit LCL) sedangkan 90% adalah Upper Control Limit (UCL) atau LCL = < 10% dan UCL = 90%, jadi dapat diketahui bahwa selang atau range berkisar 10%. Sementara hasil perhitungan standar mutu atas kedelai pada Perusahaan tahu Makassar (produks April 2009) yang diperoleh menunjukkan bahwa Upper Control Limit (UCL) terletak pada batas 0,021 atau 2,1%, sedangkan Lower Control Limit (LCL) terletak pda batas 0,003 atau 0,3%. Dari hasil perhitungan ini, maka dapat dikatakan bahwa tahu pada perusahaan tahu Makassar telah memenuhi standar atau tahu yang bermutu tinggi, karena dari hasil perhitungan Upper Control Limit (UCL) terletak pada batas 2,1%, sedangkan Lower Control Limit (LCL) terletak pada batas 0,3%. Sementara persentase cacat diperoleh batas terendah terletak antara 0,007 atau 0,7% sampai 0,010 atau 1%, sedangkan batas tertinggi terletak antara 0,018 atau 1,8% sampal 0,020 atau 2%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : a. Pengendalian mutu kedelai yang dilaksanakan oleh perusahaan tahu Makassar bersifat pengawasan, pemeriksaan dan pencatatan saja tetapi setelah diadakan pengendahan mutu yang berbentuk bagan (Quality Control Chart) akhirnya diketahui bahwa pengendalian mutu kedelai pada perusahaan tahu Makassar sudah baik dan telah memenuhi standar yang ditetapkan. b. Dengan menggunakan pengendalian mutu dalam bentuk bagan, dapat membantu manajemen untuk melihat keadaan hasil produksi, mengenai penyesuaian mutu yang telah dispesifikasikan juga dapat ditunjukan persentase cacat pengendalian mutu, serta penggunaan control chart dengan metode sampel, dimana dapat menekan biaya. c. Proporsi cacat cukup kecil, yaitu bervariasi antara 0,005 sampai 0,020 atau 2% ini berarti bahwa mutu tahu pada perusahaan tahu Makassar sudah sesual standar yang ditetapkan. Saran-Saran Setelah kita menyimpulkan hasil analisis, maka penulis mengemukakan saran-saran yang mungkin dapat digunakan bagi perusahaan yaitu : a. Disarankan cara pengendalian mutu dengan penggunaan metode statistik untuk memonitoring keadaan hasil produksi, apakah sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. b. Untuk mengetahui jumlah persediaan kedelai pada periode berikutnya, sebaiknya perusahaan membuat rencana berikutnya, sebaliknya perusahaan membuat rencana
persediaan kedelai dengan diketahuinya ramalan produksi, maka akan terdapat keseimbangan antara persediaan kedelai dengan jumlah produksi, untuk menghindari terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan kedelai. DAFTAR PUSTAKA Assauri, Sofyan. 2004. Manajernen Produksi dan Oparasi. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Cetakan Pertama. GhaIia Indonesia. Jakarta. M. Manulang. 2002. Pengantar Bisnis. Cetakan Pertama. Gaja Mada Universitas Press. Yogyakarta. M. Fuad, Cristian, NurIela, Sugiarto, Paulus. 2005. Pengantar Bisnis. Cetakan Keempat. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. M.N. Nasution. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Edisi 2. Ghalia Indonesia. Bogor. Purnama, Nursya’bani. 2006. Manajemen Kualitas. Edisi 1. Cetakan Pertama. Ekosia. Yogyakarta. Prawirosentono, Suyadi. 2000. Manajemen Operasional (Analisis dan Study Kasus). Edisi 2. Cetakan Pertama. Bumi Aksara. Jakarta. Render, Berry dan Jay Heizer 2001. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Edisi Pertama. Salemba. Jakarta. R. Terry, George. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen. Cetakan Ketujuh. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Tumpuhulon, Manahap. 2004. Manajemen OprasionaI. Cetakan Pertama. Ekosia. Yogyakarta. Usman, Husaini. 2006. Manajemen. Cetakan Pertama PT. Bumi Aksara. Jakarta Yamit, Zuhan. 2005. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 2. Cetakan Pertama. Ekonisia Yogyakarta.