PENGARUH DESAIN RUMAH SEDERHANA TERHADAP PEMBELIAN KONSUMEN (Studi Pada Perum Perumnas Cabang BTP Makassar) MANDA HM STIE-YPUP Makassar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel desain rumah sederhana terhadap pembelian rumah pada Perum Perumnas Regional VII Cabang Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Makassar. Populasi penelitian sebanyak 96 orang, yang berstatus sebagai pembeli/pemilik rumah sederhana dan bertempat tinggal pada lokasi tersebut. Karena jumlah populasi yang sedikit atau kurang dari 100, maka sampel diambil sebesar 100 persen (metode sensus) Teknik analisis data digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel desain rumah sederhana berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian rumah sederhana pada Perum Perumnas Regional VII Lokasi Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Blok AC. Hal ini dilihat dengan angka koefisien regresi sebesar 0,833, dengan arah yang positif. Sementara nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,651 atau 65,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel desain rumah mampu menjelaskan 65,1 persen dari keputusan pembelian rumah oleh konsumen pada Perum Perumnas Regional VII Lokasi Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Makassar, sisanya sebesar 34,9 persen (100 persen – 65,1 persen) dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar yang diteliti. PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini para produsen dihadapkan pada suatu tantangan bagaimana caranya agar dapat menghasilkan suatu produk yang bermutu dengan harga yang tetap bersaing, karena dalam era bisnis saat ini posisi tawar menawar (bargaining power) pelanggan telah menjadi sangat kuat sehingga pelanggan dapat menentukan hidup matinya suatu bisnis. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat keberagaman produk di pasar melimpah, baik corak, desain, atau lainnya, sehingga konsumen memiliki peluang mencari alternatif yang sesuai dengan selera dan minat mereka. Sama halnya dalam rumah, dewasa ini telah beragam desain, corak dan pilihan lokasi yang dianggap strategi bagi konsumen sesuai dengan perkembangan pasar. Dengan demikian, dalam keputusan pembelian rumah oleh konsumen, tentunya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, apalagi produk seperti rumah yang sifatnya dan kegunaannya berjangka panjang. Karena itu, jika perusahaan, khususnya Perum Perumnas ingin meningkatkan volume penjualannya rumah sederhana yang dibangunnya, maka mau tidak mau harus memperhatikan selera, minat konsumen sesuai yang diharapkannya, salah satunya adalah masalah desain produk rumah. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa penyediaan sarana perumahan yang terjangkau (murah) layak huni dan sederhana, bukan hanya dimonopoli oleh Perum Perumnas, tetapi juga terbuka dan bersaing dengan perusahaan pengembang perumahan lainnya yang sudah banyak khususnya di Kota Makassar. Karena itu, agar Perumnas mampu bersaing dengan perusahaan pengembang perumahan lainnya, maka strategi desain produk rumah perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh manajemen Perum Perumnas Makassar apabila menghendaki volume penjualan rumah dapat meningkat. Kajian ini diarahkan pada pengaruh desain rumah sederhana terhadap keputusan pembelian konsumen.
2 Rumusan Masalah Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah desain rumah berpengaruh signifikan terhadap pembelian rumah sederhana pada Perum Perumnas Regional VII Cabang Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Makassar?. Metodologi Populasi penelitian sebanyak 96 orang, yang berstatus sebagai pembeli/pemilik rumah sederhana dan bertempat tinggal pada lokasi tersebut. Karena jumlah populasi yang sedikit atau kurang dari 100, maka sampel diambil sebesar 100 persen (metode sensus) Teknik analisis data digunakan analisis regresi linier sederhana. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh desain rumah sederhana terhadap keputusan pembelian konsumen, digunakan teknik analisis regresi linier sederhana. Formula dari model regresi linear berganda yang dipakai adalah : Y = a + bX , di mana Y adalah variabel dependen keputusan pembelian rumah sederhana, X adalah variabel independen desain rumah, a adalah konstanta, dan b koefisien regresi yang akan dicari nilainya. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Desain Produk Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan atau dipasarkan oleh produsen. Produsen dapat berupa barang berwujud dan barang tak berwujud seperti. Baik barang berwujud dan tak berwujud dipasarkan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Apa yang dibeli oleh konsumen ketika membeli suatu produk adalah tidak semata-mata produk tersebut, tetapi juga membeli kepuasan pribadi yang diperoleh dari penggunaan produk tersebut. Produk adalah suatu kombinasi dari atribut-atribut yang menimbulkan daya tarik kepada pelanggan yaitu corak, mode, desain, kegunaan, pengemasan, warna, ukuran dan prestise. Kotler (2001), memberikan batasan produk sebagai berikut ; “Produk adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan. Ia meliputi benda fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan.” Jadi jelaslah bahwa desain produk merupakan suatu yang dipandang sebagai cara untuk memuaskan konsumen sebagai pembeli dan merupakan suatu dasar dari suatu kegiatan di dalam perusahaan. Sebab dengan produk maka konsumen dapat mengenali perusahaan yang memproduksi barang tersebut. Oleh sebab itu pengambilan keputusan tentang produk, produsen harus diteliti dalam menawarkan suatu produk supaya kebutuhan dan keinginan konsumen dapat terpenuhi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan desain produk adalah bagaimana kondisi produk itu sendiri mengenai kualitasnya, jenis-jenis produksinya, syarat-syarat pemakaian, gaya penampilannya, merek dagang yang tertera pada kemasannya, jaminan yang diberikan, service yang tersedia, juga termasuk perencanaan pengembangan produk dimana pengembangan produk dapat dilakukan setelah menganalisis kebutuhan dan keinginan pasarnya. Salah satu unsur dari pemasaran adalah produk yang pada suatu saat dalam daur hidupnya akan mengalami kemunduran dalam penjualannya, yang disebabkan oleh karena timbulnya saingan-saingan yang potensial, maupun karena kemajuan teknologi sehingga suatu produk tidak lagi disukai oleh konsumen, yang menyebabkan bergesernya pola
3 konsumsi pada produk lain yang menawarkan manfaat yang lebih unggul dari produk yang lama. Untuk menghadapi kejadian seperti itu, strategi yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan pengembangan pada produknya yang disesuaikan dengan selera konsumen yang baru. Adapun yang dimaksud dengan melakukan pengembangan pada produknya yang disesuaikan dengan selera konsumen yang baru. Adapun yang dimaksud dengan pengembangan produk menurut Nitisemito (2002) adalah sebagai berikut ; “Pengembangan produk adalah aktivitas untuk memperbaiki produk yang telah dihasilkan atau untuk menambah banyaknya ragam dari produk yang dihasilkan.” Definisi tersebut mengandung pengertian pengembangan produk sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memperbaiki produk yang ada atau untuk menambah banyaknya ragam dari produk yang dihasilkan dan dipasarkan. Sementara Kotler (2001), memberikan batasan pengembangan produk sebagai berikut ; “Product development consist of the company’s seeking in creased sales by developing improved for its present market.” (Pengembangan produk terdiri dari usaha-usaha pengusahaan untuk meningkatkan penjualan dengan mengembangkan produk yang lebih baik untuk pasar yang ada. Kemudian untuk modifikasi produk, Kotler (2001 : 237) mendefinisikannya sebagai berikut ; “Calculated change in the product characteristics that will attract new users and or more usage by current users.” (Perubahan yang dipertimbangkan dari ciri-ciri yang akan menarik pelanggan baru dan atau tambahan manfaat oleh pelanggan lama). Kotler memberikan 3 (tiga) jenis bentuk perbaikan yaitu : 1. Quality Improvement Strategi perbaikan kualitas ini bertujuan untuk meningkatkan mutu produk dengan cara menggunakan bahan baku dan penanganan dengan teknik yang lebih baik. Strategi perbaikan kualitas ini dapat berhasil apabila dilaksanakan pada produk-produk yang mempunyai perbedaan variasi mutu dan setelah dilaksanakan perbaikan, hal ini dapat terlihat dengan jelas bahwa ada perubahan mutu pada produk tersebut. Karena sebagian besar dari konsumen akan tergerak oleh pertimbangan kualitas dalam melakukan pembelian sehingga program pemasaran dapat tercapai. 2. Feature Improvement Strategi ini dilakukan untuk memperbaiki kegunaan atau manfaat, termasuk mendesain ulang suatu produk sehingga produk itu lebih aman dalam pemakaian, lebih efisien, dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada pemakai. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan strategi ini antara lain adalah : a. Meningkatkan citra yang baik bagi perusahaan karena mungkin dianggap perusahaan yang maju. b. Meningkatkan fleksibilitas dalam persaingan, karena dapat diadaptasikan atau ditingkatkan dengan cepat. c. Perusahaan akan lebih mudah dikenal. d. Meningkatkan gairah bagi para distributor dan tenaga penjual. 3. Style Improvement Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai estetika dari suatu produk agar terlihat lebih menarik, walaupun tidak selalu berhasil, karena seringkali konsumen tidak menyukai style yang dikembangkan. Perlu diketahui bahwa disamping perusahaan mengadakan perbaikan-perbaikan pada desain produknya, sekaligus harus mengupayakan peningkatan pada mutu produk serta memperhatikan kebijaksanaan harga produk tersebut.
4 Karena mutu dan harga juga akan menentukan permintaan pihak konsumen, volume penjualan dan laba. Untuk itu harus diadakan perencanaan yang sebaik-baiknya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perspektif Konsumen terhadap Desain Produk Dalam kehidupan sehari-hari seringkali didengar orang membicarakan masalah kualitas. Misalnya mengenai kualitas sebagian besar produk buatan luar negeri yang lebih baik daripada produk dalam negeri. Apa sesungguhnya kualitas itu? Pertanyaan ini sangat banyak jawabannya, karena maknanya akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Kualitas sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus menerus. Orang yang berbeda akan menilai kriteria yang berlainan pula. Kualitas sebenarnya cukup sulit diberikan definisi yang tepat. Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Aspek kualitas tidak hanya menekankan pada hasil tetapi juga manusia dan kualitas prosesnya. Jadi, kualitas tidak hanya mencakup produk dan jasa, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia (Tjiptono, 2000). Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut ((Tjiptono, 2000:3): 1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut, Goetsch dan Davis dalam Tjiptono, (2000) memberikan definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yakni sebagai suatu “kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Jadi kualitas lebih bermakna suatu kondisi dinamis yang dapat berubah, tergantung dari sudut mana memandang kualitas barang dan jasa yang dimaksud. Menurut Garvin dalam Tjiptono (2002) ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda: 1. Transcendental approach. Dalam pendekatan ini kualitas dapat dipandang sebagai innate excellence, di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa. Meskipun demikian, suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui pernyataanpernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil) kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
5 2. Product-based approach. Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. 3. User-based approach. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. 4. Manufacturing-based approach. Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktek-praktek perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standarstandar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (bestbuy). PEMBAHASAN Dalam mendeskripsikan temuan dari hasil jawaban responden konsumen perumahan BTP Perum Perumnas, sebagaimana telah diungkapkan di depan, diketahui bahwa dalam keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian rumah konsumen dibatasi pada faktor desain rumah. Indikator-indikator yang dipergunakan untuk mengukur adanya pengaruh tersebut menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel dependen (keputusan pembelian) dengan variabel independen (desain rumah). Tetapi seberapa besar hubungan tersebut, belum dapat diketahui. Analisis regresi linier sederhana dipergunakan untuk menjawab persoalan tersebut. Dalam melakukan perhitungan analisis regresi, karena pertimbangan praktis, maka semua data diolah dengan menggunakan aplikasi software SPSS 15,0 for Windows. Output proses pengolahan data tersebut dapat dilihat dalam lampiran. Analisis Korelasi Untuk melihat hasil analisis dan menguji hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, dilakukan analisis regresi sederhana dengan bantuan program aplikasi komputer SPSS 15.0 for Windows, diperoleh hasil (output) sebagai berikut: Tabel 1. Correlations
6 Keputusan Pembelian Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
N
Keputusan Pembelian Desain Rumah Keputusan Pembelian Desain Rumah Keputusan Pembelian Desain Rumah
Desain Rumah
1.000
.807
.807
1.000
.
.000
.000
.
96
96
96
96
Berdasarkan hasil di atas, menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara desain rumah dengan keputusan pembelian rumah dari 96 responden yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,807. Hal ini menunjukkan hubungan yang sangat erat antara desain rumah sederhana dengan keputusan pembelian. Arah hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,807) menunjukkan semakin baik desain rumah akan membuat konsumen semakin ingin membeli rumah pada Perum Perumnas. Tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi (Sig. 1-tailed) memperlihatkan angka 0,000 atau praktis 0 (nol). Oleh karena probabilitas jauh di bawah 0,05, maka berarti korelasi antara desain rumah sederhana dengan keputusan pembelian sangat nyata. Tabel 2. Model Summary(b) Std. Error Mode Adjusted of the l R R Square R Square Estimate 1
.807(a)
.651
.647
.775
a Predictors: (Constant), Desain Rumah b Dependent Variable: Keputusan Pembelian Angka R square atau koefisien determinasi adalah 0,651 (atau 0,8072), yang berarti menunjukkan bahwa 65,1 persen keputusan pembelian rumah oleh konsumen pada Perumnas BTP dijelaskan oleh variabel desain rumah, sedangkan sisanya sebesar 34,9 persen (100 persen – 65,1 persen) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain yang tidak diteliti (diluar variabel desain rumah). Analisis Regresi Hasil uji ANOVA atau F-test dan analisis regresi memperlihatkan sebagai berikut: Tabel 3. ANOVA(b) Sum of Squares
Model 1
Regression Residual Total
df
Mean Square
105.355
1
105.355
56.479
94
.601
161.833
95
F 175.346
Sig. .000(a)
7 a Predictors: (Constant), Desain Rumah b Dependent Variable: Keputusan Pembelian Tabel 4. Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model B 1
(Constant) Desain Rumah
Standardized Coefficients
Std. Error
3.047
1.167
.833
.063
t
Sig.
Beta
.807
2.612
.010
13.242
.000
a Dependent Variable: Keputusan Pembelian Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa F hitung adalah 175,346 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena probabilitas (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi yang dibuat bisa dipakai untuk memprediksi desain rumah sederhana pada Perum Perumnas Regional VII Cabang BTP Makassar. Berdasarkan hasil dalam Tabel 4 di atas, diperoleh persamaan regresi sederhana sebagai berikut: Y = 3,047 + 0,833 X Di mana: Y = Keputusan pembelian rumah, dan X = Desain rumah Hasil di atas menjelaskan bahwa dengan konstanta sebesar 3,047 menyatakan bahwa jika tidak ada unsur desain rumah yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian rumah, maka keputusan pembelian rumah adalah sebesar 3,047 satuan. Koefisien regresi sebesar 0,833 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena bertanda positif) 1 satuan variabel dalam atribut desain rumah akan meningkatkan pembelian rumah sederhana sebesar 0,833 satuan. Demikian juga sebaliknya jika atribut dalam kualitas produk turun sebesar 1 satuan, maka dapat diperkirakan penjualan rumah juga akan turun sebesar 0,833 satuan. Jadi terdapat hubungan yang searah (positif) antara desain rumah yang dibangun Perumnas (X) di BTP dengan keputusan pembelian rumah oleh konsumen (Y) yang diberikan. KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian adalah 1. Variabel desain rumah sederhana berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian rumah sederhana pada Perum Perumnas Regional VII Lokasi Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Hal ini dilihat dengan angka koefisien regresi sebesar 0,833, dengan arah yang positif. Berarti hipotesis yang diajukan terbukti (diterima). 2. Variabel desain rumah dengan keputusan pembelian rumah sederhana oleh konsumen terdapat pengaruh yang sangat kuat, di mama angka koefisien determinasi (R2) sebesar 0,651 atau 65,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel desain rumah mampu menjelaskan 65,1 persen dari keputusan pembelian rumah oleh konsumen pada Perum
8 Perumnas Regional VII Lokasi Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Blok AC., sedangkan sisanya sebesar 34,9 persen (100 persen – 65,1 persen) dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA Asri, Marwan, 2000. Marketing. Edisi Pertama, Penerbit FE Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Komaruddin, 2006. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Yayasan Real Estate Indonesia, Jakarta. Kotler, Philip, 2001. Manajemen Pemasaran. Analisis Perencanaan dan Pengendalian, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Manullang, M. 2000. Pengantar Ekonomi Perusahaan, Cetakan Kelima, Ghalia Indonesia, Medan. McDonald, Malcolm H.B. dan Warren J. Keegen, 2001. Marketing Plans That Work : Kiat Mencapai Pertumbuhan dan Profitabilitas Melalui Perencanaan Pemasaran yang Efektif, Terjemahan: D. Sihombing, Erlangga, Jakarta Nitisemito, Alex, S., 2002. Marketing, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Perum Perumnas, 2008, Standard Operation Prosedure (SOP) Bidang Pemasaran, Jakarta Supranto, J., 2001. Metode Riset : Aplikasinya Dalam Pemasaran, Edisi Kelima, Lembaga Penerbit FE – UI, Jakarta. Swastha, Basu DH, 2001. Pengantar Bisnis Modern, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy, 2002, Strategi Pemasaran, Edisi Kedua, ANDI, Yogyakarta. Umar, Husein, 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Cetakan Kedua, JBRC – Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winardi, 2000. Manajemen Pemasaran (Marketing Management), Penerbit Alumni, Bandung.