LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR XX TAHUN 20XX TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TATA CARA DAN MUATAN RTRW KOTA A. Tata Cara Penyusunan RTRW Kota
1. Persiapan a. Kegiatan persiapan, meliputi: 1) pemahaman Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR); 2) pembentukan tim penyusun RTRW kota yang beranggotakan: a) pemerintah daerah kota, khususnya dalam lingkup Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) kota; b) tim ahli yang diketuai oleh profesional perencana wilayah dan kota yang bersertifikat, memiliki pengalaman di bidang perencanaan wilayah minimal 10 tahun dan memiliki pengalaman berpraktik di wilayah kota tersebut, dengan anggota profesional pada bidang keahlian yang paling kurang terdiri atas: (1) sistem informasi geografis; (2) survei dan pemetaan; (3) ekonomi wilayah; (4) infrastruktur; (5) transportasi; (6) lingkungan; (7) kebencanaan; (8) kependudukan; (9) sosial dan budaya; (10) pertanahan; (11) hukum; dan (12)bidang keahlian lainnya sesuai karakteristik wilayah kota: (a) wilayah kota yang memiliki kawasan pesisir, pulau kecil dan mikro, diperlukan sekurang-kurangnya Ahli Pengelolaan Pesisir, Ahli Oseanografi, Ahli geologi pantai, Ahli Perikanan, Ahli Pariwisata, Ahli Ekonomi kelautan, Ahli Anthropologi Budaya (pesisir), dan Ahli Konservasi lingkungan, serta bidang keahlian lain yang diperlukan sesuai karakteristik setempat. (b) Wilayah Kota yang sebagian kecil wilayahnya masih berbentuk kawasan non perkotaan, diperlukan sekurang-kurangnya Ahli Pengelolaan DAS, Ahli kehutanan, Ahli Pertanian, Ahli Pariwisata, serta bidang keahlian lain yang diperlukan sesuai karakteristik setempat. (c) Wilayah Kota yang seluruhnya wilayahnya adalah kawasan perkotaan (urbanized area), diperlukan sekurang-kurangnya Ahli Pertanahan, Arsitektur/Ahli Rancang Kota, Ahli Manajemen Properti, Ahli Transportasi publik dan Ahli Pariwisata Perkotaan, serta bidang keahlian lain yang diperlukan sesuai karakteristik setempat. 3) kajian awal data sekunder, mencakup reviu RTRW kota sebelumnya dan kajian kebijakan terkait lainnya; 4) persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi: LIII-1
a) b) c) d)
penyimpulan data awal; penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan; penyiapan rencana kerja rinci; penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi, dokumentasi, dan lain-lain), serta mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan; dan 5) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RTRW kota. b. Hasil dari pelaksanaan kegiatan persiapan, meliputi: 1) SK tim penyusunan RTRW kota; 2) gambaran umum wilayah kota; 3) kesesuaian produk RTRW sebelumnya dengan kondisi dan kebijakan saat ini; 4) hasil kajian awal berupa kebijakan, isu strategis, potensi dan permasalahan awal, serta gagasan awal pengembangan wilayah kota; 5) metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan; 6) rencana kerja penyusunan RTRW kota; dan 7) perangkat survei data primer dan data sekunder yang akan digunakan pada saat proses pengumpulan data dan informasi (survei). c. Kegiatan persiapan melibatkan masyarakat secara pasif dengan pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui: 1) media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2) brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, buku; 3) kegiatan pameran, pemasangan poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; 4) kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan informasi yang ingin disampaikan di dalamnya); 5) multimedia (video, VCD, DVD); 6) website; 7) ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau 8) pertemuan terbukadengan masyarakat/kelompok masyarakat. d. Waktu pelaksanaan kegiatan persiapan diselesaikan paling lama 1 (satu) bulan. 2. Pengumpulan Data dan Informasi a. Kegiatan pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder bagi penyusunan RTRW kota, meliputi: 1) Data primer, terdiri atas: a) aspirasi masyarakat, termasuk pelaku usaha dan komunitas adat yang didapat melalui metode: penyebaran angket, forum diskusi publik, wawancara orang per orang, kotak aduan, dan lainnya; serta b) kondisi dan jenis guna lahan/bangunan, intensitas ruang, maupun infrastruktur perkotaan yang didapat melalui metode observasi lapangan. 2) Data sekunder, terdiri atas: a) Data spasial, yang terdiri dari peta dasar dan peta tematik. Peta dasar meliputi: (1) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang terdiri dari 7 (tujuh) tema dengan skala skala minimal 1:20.000 sebagai peta dasar, yang meliputi tema penutup lahan, hidrografi, hipsografi, bangunan, transportasi dan utilitas, batas administrasi, dan toponimi, yang disediakan oleh BIG. (2) peta geomorfologi, peta topografi dan batimetri, serta peta kemampuan tanah yang disediakan oleh instansi terkait. LIII-2
(3) data citra satelit1 yang disediakan oleh LAPAN atau instansi yang kompeten, atau Foto Udara, maupun teknologi penginderaan jauh lainnya yang dapat digunakan untuk memperbaharui peta dasar dan peta tutupan lahan dan bangunan terkini dengan kelas tutupan lahan dan bangunan yang disepakati. (4) peta kelautan yang disediakan oleh Dishidros atau KKP sebagai informasi dasar terkait kedalaman laut (batimetri), jenis pantai, informasi dasar lainnya terkait navigasi dan administrasi di wilayah laut. (5) peta batas wilayah administrasi kota yang mendapatkan konfirmasi dari Kementerian Dalam Negeri (tata batas), khususnya untuk kota perbatasan negara; (6) peta bidang tanah yang berisikan tentang persil lahan, zona nilai tanah, dan informasi kepemilikannya. Peta tematik, meliputi: (1) Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melintasi wilayah kota atau berpengaruh terhadap kota tersebut, dari instansi terkait (2) Peta pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil lainnya yang menjadi bagian dari wilayah kota tersebut dari instansi terkait, seperti properti di atas /bawah laut, instalasi kabel/gas, perikanan, dll. (3) Peta destinasi pariwisata dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah. (4) Peta lokasi bangunan bersejarah, bernilai pusaka budaya, dari instansi terkait. (5) Peta kawasan risiko bencana di level kota dari BNPB atau instansi terkait. (6) Peta kawasan terpapar dampak perubahan iklim dari BMKG atau instansi terkait. (7) Peta kawasan obyek vital nasional dan kepentingan hankam dari instansi terkait. (8) Peta Jaringan infrastruktur jalan nasional dan provinsi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Jaringan Rel Kereta Api yang melintasi kota tersebut. (9) Peta lokasi kawasan industri maupun kluster industri kecil dari kementerian perindustrian. (10) Apabila masih berada di wilayah tersebut, peta tematik seperti: a. Peta sebaran lahan gambut (peatland), dari instansi terkait; b. Peta kawasan hutan dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah; c. Peta kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah. Ketentuan mengenai peta dasar dan tematik adalah sebagai berikut: i. Peta yang digunakan dalam penyusunan RTRW kota bersumber dari instansi yang berwenang dan pihak terkait serta mengikuti ketentuan SNI. ii. Pembuatan peta tematik umumnya bersifat pemuktahiran data, sehingga perlu adanya pembangunan basis data dijital sehingga memudahkan proses pengumpulannya. iii. Selain dari instansi pusat, pengumpulan peta tematik kota juga dapat dihasilkan dari hasil studi/penelitian/prakarsa yang dilakukan oleh universitas/lembaga penelitian/International
1Citra satelit yang digunakan harus menggunakan citra dengan informasi terakhir. Untuk RTRW Kota
disarankan untuk menggunakan citra satelit resolusi 60 cm - 1 m
LIII-3
NGO/LSM/Perusahaan swasta maupun organisasi lainnya yang kredibel. iv. Peta dasar yang akan digunakan dalam penyusunan RTRW kota harus dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang dibidang pemetaan dan data geospasial yang dibuktikan dengan berita acara persetujuan atas peta dasar. v. Skala peta tematik di atas minimal setara atau lebih rinci dari skala peta RTRW kota dengan tetap mengacu kepada peta tematik yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang mengeluarkan peta tersebut. vi. Dalam hal peta-peta tersebut tidak tersedia, maka perlu dilakukan pemetaan sendiri dengan tingkat ketelitian peta skal 1: 20.000. Pemuktahiran peta harus dilakukan apabila data yang tersedia kurang dari waktu 5 (lima) tahun dari tahun penyusunan, dan kondisi wilayah berubah akibat fenomena alam maupun pengkotaan wilayah. vii. Apabila tingkat ketelitian tidak mencapai skala minimum yang dimaksudkan, maka perlu ditambahkan catatan kaki mengenai keterbatasan data tersebut. b) data dan informasi pendukung keruangan, yang sekurang-kurangnya terdiri dari: (1) data dan informasi tentang kependudukan, yang meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, tingkat migrasi permanen dan temporer, mata pencaharian penduduk, pendapatan penduduk, kemiskinan perkotaan, dan kualitas penduduk (kesehatan, IPM, pendidikan, dll); (2) data dan informasi tentang ekonomi wilayah, yang meliputi data PDRB, Investasi, matrik I-O/IRIO, nilai perdagangan (ekspor/impor, domestik, dan internal kota), logistik perkotaan, maupun informasi makro ekonomi lainnya yang relevan; (3) data dan informasi tentang klimatologis, yang meliputi data curah hujan, angin, dan temperatur selama kurun waktu minimal 30 tahun terakhir untuk mengetahui trend perubahan iklim; (4) data dan informasi tentang kondisi fisik lingkungan perkotaan yang meliputi bentang alam (lansekap) beserta ruang bawah tanah, air permukaan, bawah laut, dan kualitas udara; (5) data dan informasi penggunaan lahan dan intensitas pemanfaatan bangunan eksisting berdasarkan klasifikasi umum, termasuk destinasi pariwisata; (6) data dan informasi pertanahan, antara lain gambaran umum penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah eksisting; (7) data dan sebaran transaksi tanah; (8) data dan informasi mengenai pasar properti perkotaan, antara lain harga tanah, trend property, industri konstruksi, dan profil pengembang di wilayah kota tersebut (9) data dan informasi mengenai profil bangunan bersejarah dan benilai pusaka budaya, termasuk lansekap alam yang bernilai ekologis tinggi (biodiversitas) (10) data dan informasi izin pemanfaatan ruang eksisting, baik dari sektor kehutanan, kelautan, pertanahan, pertambangan, dll, terutama yang berskala besar (lebih dari 2 ha, dengan asumsi di skala 1:20.000 penampakan dipeta 1x1cm seluas 4 ha); (11) data dan informasi tentang utilitas perkotaan, yang meliputi ketesediaan dan akses warga kota terhadap energi kelistrikan, energi baru dan terbarukan, air baku dan air bersih, air limbah, persampahan, limbah B3, dan drainase air kotor LIII-4
(12) data dan informasi mengenai pola mobilitas perkotaan, baik berupa survey pergerakan, pengguna sarana angkutan umum, kepemilikan kendaraan bermotor, fasilitas pedestrian, simpul transit, dll. (13) data dan informasi tentang konektifitas informasi, yang meliputi keberadaan dan pemakaian teknologi informasi, seperti tingkat pemakaian media dijital, internet, social media, maupun smartphone, dll (14) data dan informasi tentang kemampuan keuangan pembangunan daerah; (15) data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah; Apabila masih berada di wilayah perkotaan tersebut, data dan informasi tentang peluang ekonomi dan potensi lestari kehutanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, serta sumber daya pesisir dan laut. Ketentuan mengenai data sekunder pendukung keruangan adalah sebagai berikut: a) Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. b) Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kecamatan untuk data internal, dan data daerah kabupaten/kota tetangga untuk data regional/eksternal terkait. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi pada wilayah kota tersebut. c) Data dan informasi yang digunakan harus bersumber dari instansi teknis yang berwenang. d) Big Data yang terkait dengan kebutuhan diatas, terutama yang berasal dari Social Media dapat digunakan dengan mekanisme verifikasi terlebih dahulu b. Dalam tahapan pengumpulan data dan informasi ini, pelibatan masyarakat harus dilaksanakan secara aktif dalam bentuk, antara lain: 1) permintaan data dan informasi perorangan dan/atau kewilayahan yang diketahui/dimiliki oleh masyarakat; 2) permintaan masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan penjaringan informasi terkait potensi dan masalah penataan ruang. c.
Sistem penyimpanan data dan informasi harus sistematis, mudah diakses, diperbarui, dan digunakan untuk tahapan analisis berikutnya.
d. Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi Buku Fakta dan Analisis. e.
Waktu kegiatan pengumpulan data dan informasi diselesaikan paling lama 2 (dua) bulan setelah kegiatan persiapan.
3. Pengolahan dan Analisis Data a. Kegiatan pengolahan dan analisis data sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) Analisis fisik wilayah perkotaan, sekurang-kurangnya meliputi: a) karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah, dan sebagainya); khusus untuk kota pesisir, ditambahkan karakteristik dinamika interaksi ekosistem darat-lautnya, sedangkan untuk perkotaan di pulau kecil, ditambahkan informasi bioekoregion LIII-5
2)
3)
4)
5)
dan perairan lautnya sebagai pendukung keberlanjutan pulaunya; b) kawasan yang benilai ekologis dan sejarah budaya tinggi; khusus untuk kota pesisir dan pulau kecil, termasuk informasi di pesisir dan bawah laut; c) kawasan rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami, bencana alam geologi, dan bencana alam lainnya); sosial (potensi tawuran, pertikaian, dll); serta teknologi tinggi (instalasi energi/pengolahan air, dll); d) kawasan rentan perubahan iklim (kenaikan temperatur-urban heat island, increased rainfall, sea level rise/kenaikan permukaan laut (jika berada di pesisir), dan hydormeteorological extreme event lainnya); e) kawasan yang masih memiliki potensi ekonomi dan lestari sumberdaya alam untuk industri ekstraktif; f) kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk pemanfaatan bangunan gedung (yang harus mempertimbangkan penggunaan lahan eksisting). Analisis kondisi lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam kajian lingkungan hidup strategis, meliputi: a) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta optimasi pemanfaatan ruang wilayah kota, baik ruang darat, ruang laut, ruang udara termasuk ruang di dalam bumi; b) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c) kinerja layanan/jasa ekosistem; d) efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati; dan f) analisis risiko bencana, serta kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim. Teknik analisis dalam penyusunan RTRW kotadan ketentuan mengenai pelaksanaan KLHS dalam penyusunan RTRW kota diatur dalam pedoman tersendiri. Analisis mitigasi perubahan iklim, terutama menghitung kontribusi perkotaan dalam penurunan emisi karbon, baik dari renewable energy, efisiensi energi, bangunan dan infrastruktur hijau, potensi carbon storage, dll. Analisis sosial kependudukan, sekurang-kurangnya meliputi: a) proyeksi jumlah, distribusi, dan kepadatan penduduk pada jangka waktu perencanaan; b) pola migrasi, serta mobilitas non-permanen pada jangka waktu perencanaan; c) kualitas sumberdaya manusia, antara lain ketenagakerjaan, tingkat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan; d) kondisi sosial masyarakat kota, meliputi analisis segregasi sosial, analisis tingkat kemiskinan, analisis kekumuhan, analisis kelayakhunian, analisis struktur penduduk dari pendapatan, analisis kohesifitas sosial, analisis keberadaan komunitas warga, analisis pola konsumsi masyarakat, dll; dan e) kondisi sosial dan budaya, antara lain: kebiasaan/adat istiadat, kearifan lokal, keagamaan. Untuk menghitung proyeksi penduduk dapat menggunakan metode analisis antara lain linier aritmatik, pertumbuhan geometrik, pertumbuhan eksponensial, penduduk berlipat ganda, cohort, dan/atau metode proyeksi lainnya. Analisis ekonomi wilayah, sekurang-kurangnya meliputi: a) potensi dan keunggulan ekonomi wilayah; Untuk menentukan basis ekonomi wilayah atau keunggulan lainnya dapat menggunakan metode analisis antara lain analisis I-O/IRIO, indeks aglomerasi, analisis sistem logistik perkotaan, analisis daya LIII-6
tarik investasi, analisis highest dan best uses property, analisis potensi ekonomi digital, analisis kelayakan industri, dan/atau metode analisis lainnya. b) pertumbuhan ekonomi wilayah pada jangka waktu perencanaan; Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi wilayah dapat menggunakan teknik perhitungan antara lain cara tahunan, rata-rata tiap tahun, dan/atau compounding factor dan/atau metode analisis lainnya. c) struktur ekonomi dan pergeserannya; Untuk menganalisis pergeseran struktur ekonomi wilayah dapat menggunakan metode analisis shift-share dan/atau metode analisis lainnya. 6) Analisis kepemilikan dan penguasaan tanah; 7) Analisis bentuk dan struktur kota serta arah pengembangannya dalam kurun waktu perencanana, termasuk identifikasi sistem pusat-pusat permukiman (sistem perkotaan) yang didasarkan pada hasil identifikasi sebaran daerah fungsional perkotaan2 (functional urban area) yang ada di wilayah kota. Analisis ini juga dilengkapi dengan analisis interaksi antarpusat-pusat permukiman atau jangkauan pelayanan yang ada di wilayah kota. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis antara lain skala gutman, skalogram, indeks sentralitas, sociogram, christaller, rank size rule, zipf’s rank-size distribution (tata jenjang kotakota), indeks keutamaan, dan/atau metode analisis lainnya. 8) Analisis prasarana dan sarana wilayah, antara lain, transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, pendidikan, kesehatan, peribadatan, olahraga, dan prasarana dan sarana lainnya. 9) Analisis kedudukan dan peran kota dalam wilayah yang lebih luas, meliputi: a) kedudukan dan peran kota dalam sistem perkotaan nasional; b) kedudukan dan peran kota dalam rencana tata ruang kawasan metropolitan (bila masuk dalam kawasan metropolitan); c) kedudukan dan peran kota dalam sistem perekonomian nasional; dan d) kedudukan dan peran kota dalam sistem perekonomian provinsi. 10) Analisis kemampuan keuangan pembangunan daerah, sekurangkurangnya meliputi: a) sumber penerimaan daerah dan alokasi pembiayaan pembangunan; dan b) prediksi peningkatan kemampuan keuangan pembangunan daerah. Pengolahan dan analisis data akan menjadi dasar bagi perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota, serta rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
b. Hasil pengolahan dan analisis data, meliputi: 1) isu strategis pengembangan wilayah kota; 2) daya dukung dan daya tampung ruang kota; 3) potensi dan masalah penataan ruang wilayah kota; 4) peluang dan tantangan penataan ruang wilayah kota; 5) bentuk struktur kota dan kecenderungan pengembangan kesesuaian kebijakan pengembangan kota; dan 2Daerah
dan
fungsional perkotaan atau FUA adalah kumpulan atau aglomerasi desa-desa yang secara fungsional telah memiliki ciri kehidupan perkotaan.Daftar dan peta sebaran desa-desa yang telah memiliki ciri kehidupan perkotaan beserta data lengkapnya dapat diperoleh pada Biro Pusat Statistik (BPS) atau Kantor Statistik di masing-masing provinsi.
LIII-7
6) perkiraan kebutuhan pengembangan wilayah kota yang meliputi pengembangan struktur ruang, seperti sistem perkotaan dan sistem prasarana, serta pengembangan pola ruang yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggunakan potensi yang dimiliki, mengelola peluang yang ada, serta dapat mengantisipasi tantangan pembangunan ke depan. Hasil kegiatan pengolahan dan analisis data akan menjadi bagian dari Buku Fakta dan Analisis, serta hasil pelaksanaan KLHS harus didokumentasikan dalam laporan terpisah. Pokok-pokok penting yang menggambarkan karakteristik tata ruang wilayah kota selanjutnya akan dikutip menjadi bagian awal dari buku RTRW kota. c.
Waktu kegiatan pengolahan dan analisis data diselesaikan paling lama 4 (empat) bulan setelah kegiatan pengumpulan data dan informasi.
4. Penyusunan Konsep RTRW Kota a. Kegiatan penyusunan konsep RTRW kota, terdiri atas: 1) penyusunan alternatif konsep rencana, yang berisi : a) rumusan tujuan, kebijakan,dan strategi pengembangan wilayah kota; dan b) konsep pengembangan wilayah kota (berupa sketsa spasial yang mempertimbangkan skenario dan asumsi) 2) pemilihan konsep rencana; dan 3) perumusan rencana terpilih menjadi muatan RTRW kota, disertai pembahasan antarsektor terkait yang dituangkan dalam bentuk berita acara. b. Hasil kegiatan tersebut di atas merupakan materi teknis RTRW kota, yang berisi: 1) alternatif konsep rencana; 2) rencana yang disajikan dalam format A4, terdiri atas: a) tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota; b) rencana struktur ruang wilayah kota; c) rencana pola ruang wilayah kota; d) penetapan kawasan strategis wilayah kota; e) arahan pemanfaatan ruang wilayah kota; dan f) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. 3) album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1:25.000 mengikuti dalam format A1 yang dilengkapi dengan peta digital yang mengikuti ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta minimum terdiri atas: a) peta wilayah perencanaan, yang berisi informasi rupa bumi, dan batas administrasi kota serta kecamatan/distrik di dalam wilayah kota; b) peta penggunaan lahan saat ini; c) peta rencana struktur ruang wilayah kota, yang meliputi rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan dan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana; d) peta rencana pola ruang wilayah kota, yang meliputi pola ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya; dan e) peta penetapan kawasan strategis kota. Peta rencana (struktur ruang, pola ruang dan penetapan kawasan strategis kota) harus mentaati kaidah pemetaan dan dilakukan di atas peta dasar yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. c.
Kegiatanpenyusunan konsep RTRW kota melibatkan masyarakat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya. Konsultasi publik minimal dilakukan 2 (dua) kali yang LIII-8
masing-masing dituangkan dalam berita acara dengan perguruan tinggi, pemerintah, swasta, dan masyarakat.
melibatkan
d. Waktu pelaksanaan kegiatan penyusunan konsep RTRW kotadiselesaikanpaling lama 6 (enam) bulan setelah kegiatan pengolahan dan analisis data. 5. Penyusunan dan Pembahasan Raperda Tentang RTRW Kota a. Kegiatan penyusunan dan pembahasan raperda tentang RTRW kota, terdiri atas: 1) penyusunan naskah akademik raperda tentang RTRW kota; 2) penyusunan raperda tentang RTRW kota yang merupakan proses penuangan materi teknis RTRW kota ke dalam pasal-pasal dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam raperda tentang RTRW kota harus ditetapkan bagian wilayah kota (yang bersifat perkotaan dan/atau yang akan direncanakan menjadi kawasan perkotaan) untuk disusun rencana detail tata ruang (RDTR)-nya; dan 3) pembahasan raperda tentang RTRW kota yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah kota yang berbatasan. b. Hasil pelaksanaan penyusunan dan pembahasan raperda tentang RTRW kota, terdiri atas: 1) naskah akademik raperda tentang RTRW kota; 2) naskah raperda tentang RTRW kota; dan 3) berita acara pembahasan terutama berita acara dengan kota yang berbatasan. c. Kegiatan penyusunan dan pembahasan raperda tentang RTRW kota oleh pemangku kepentingan di tingkat kota melibatkan masyarakat dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap rancangan RTRW kota dan naskah Raperda RTRW kota, melalui: 1) media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2) website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RTRW kota; 3) surat terbuka di media massa; 4) kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau 5) diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik, workshops, FGD, charrettes, seminar, konferensi, dan panel. d. Waktu pelaksanaan kegiatanpenyusunandan pembahasan raperda tentang RTRW kota diselesaikan paling lama 2 (dua) bulan setelah kegiatan penyusunan konsep RTRW kota. Bagan prosedur penyusunan dan prosedur penetapan RTRW kota tercantum dalam GAMBAR III.1.
LIII-9
GAMBAR III.1 PROSEDUR PENYUSUNAN D RTRW KOTA
Tahap Persiapan
Pengumpulan Data dan Informasi
Pengolahan dan Analisis Data
Penyusunan Konsep RTRW Kota Penyusunan Konsep Rencana
1. Data Primer - aspirasi masyarakat - kondisi fisik dan sosial ekonomi
a. Kegiatan Persiapan: - Pemahaman KAK - Pembentukan tim penyusun - Kajian awal data sekunder - Persiapan teknis pelaksanaan - Pemberitaan kepada publik
b. Hasil dari pelaksanaan: - SK Tim Penyusun - Gambaran umum wilayah - Kesesuaian produk RTRW sebelumnya - hasil kajian awal - metode pendekatan - rencana kerja - perangkat survei data primer dan data sekunder
2. Data Sekunder: a. Peta dasar dan peta tematik, meliputi: - peta RBI - citra satelit - peta batas wilayah administrasi - peta batas kawasan hutan - peta masukan untuk analisis kebencanaan - Peta masukan untuk identifikasi potensi sumber daya alam b. Data dan informasi - Data tentang kependudukan - Data tentang kondisi fisik lingkungan - Data dan informasi tentang sumber daya alam - Data tentang sarana dan prasarana - Data tentang pertumbuhan ekonomi wilayah - Data tentang kemampuan keuangan pembangunan daerah - Data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah - Data dan informasi tentang kebijakan penataan ruang - Data dan informasi tentang RPJP dan RPJM - Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral - Data dan informasi pertanahan; dan - Peraturan perundang-undangan terkait
METODE PENGUMPULAN DATA: - Primer (Wawancara, Penyebaran Angket, Kuesioner, Survey Lapangan) - Sekunder (Studi Literatur, Peta)
Kompilasi Data
Peran Masyarakat
Keterlibatan pasif masyarakat dalam menerima informasi penataan ruang
Kegiatan: 1. analisis kedudukan dan peran kota dalam wilayah yang lebih luas 2. analisis fisik wilayah 3. analisis sosial kependudukan 4. analisis ekonomi wilayah 5. analisis kesesuaian hak atas tanah 6. analisis sistem pusat-pusat permukiman 7. analisis lingkungan hidup dalam KLHS 8. analisis kemampuan keuangan daerah
Hasil: 1. visi pengembangan kota 2. potensi dan masalah 3. peluang dan tantangan 4. kecenderungan pengembangan dan kesesuaian kebijakan 5. perkiraan kebutuhan pengembangan 6. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
Buku Data dan Analisis & Dokumen KLHS
* Permintaan data & informasi perorangan dan/ atau kewilayahan * Permintaan masukan: aspirasi dan opini awal usulan rencana penataan ruang * Penjaringan informasi terkait potensi masalah penataan ruang
Perumusan tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kota serta konsep pengembangan wilayah
Alternatif konsep rencana
Pemilihan Konsep Rencana
1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang; 2. Rencana Struktur Ruang; 3. Rencana Pola Ruang; 4. Penetapan Kawasan Strategis 5. Arahan Pemanfaatan Ruang; dan 6. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
- Buku Alternatif Konsep Rencana - Buku Rencana - Album Peta
1. Penyusunan Naskah Akademik Raperda tentang RTRW Kota 2. Penyusunan Naskah Raperda tentang RTRW Kota
Pembahasan Muatan Raperda RTRW Kota
Konsep rencana terpilih
Penyampaian opini, aspirasi masyarakat melalui konsultasi publik terkait: * kebijakan & strategi penataan ruang * rumusan RTRW kota
LIII-10
Penyusunan Raperda
Rencana
Penyampaian keberatan/sanggahan masyarakat terhadap konsep dan Raperda RTRW kota
B. Muatan RTRW Kota
RTRW kota memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang; rencana struktur ruang; rencana pola ruang; penetapan kawasan strategis kota; arahan pemanfaatan ruang; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota. Dalam merumuskan muatan RTRW kota harus mengacu pada muatan RTRW nasional dan rencana rincinya (RTR pulau dan RTR kawasan strategis nasional), RTRW provinsi dan rencana rincinya (RTR kawasan strategis provinsi), serta memperhatikan RTRW kabupaten/kota yang berbatasan. 1. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan wilayah kota dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang wilayah kota yang diharapkan. a. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tujuan penataan ruang dirumuskan dengan kriteria: 1) mendukung tujuan penataan ruang yang tercantum pada RTR di atasnya (RTRW nasional dan rencana rincinya, serta RTRW provinsi dan rencana rincinya); 2) mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota; 3) mengakomodasi fungsi dan peran kota yang telah ditetapkan dalam RTRW nasionaldan RTRW provinsi; 4) memperhatikan isu strategis, potensi unggulan dan karakteristik wilayah kota; 5) jelas, spesifik, terukur dan dapat dicapai dalam jangka waktu perencanaan (20 tahun); dan 6) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. b. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota Kebijakan penataan ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria: 1) mampu menjabarkan tujuan penataan ruang wilayah kota; 2) mampu menjawab isu strategis di wilayah kota; 3) mempertimbangkan kapasitas sumber daya yang dimiliki; 4) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan; dan 5) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota Strategi penataan ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria: 1) menjabarkan kebijakan penataan ruang wilayah kota; 2) harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kota; dan 3) berfungsi sebagai arahan bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kota; 4) berfungsi sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota; 5) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan; dan 6) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Rencana struktur ruang wilayah kota terdiri atas sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota yang berhirarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Sistem pusat-pusat LIII-11
pelayanan kegiatan kota tersebut dapat berupa pusat perekonomian, rencana kota baru, simpul ekonomi baru, dan/atau koridor ekonomi baru yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan ruang, keberlanjutan pembangunan, dan ketahanan masyarakat. Rencana struktur ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria: a. berdasarkan strategi penataan ruang wilayah kota; b. mempertimbangkan kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah kota dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan; c.
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota;
d. mengacu rencana struktur ruang wilayah nasional (RTRW nasional dan rencana rincinya), rencana struktur ruang wilayah provinsi dan rencana rincinya, serta memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan; e.
pusat kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kota yang memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) mengadopsi pusat-pusat kegiatan yang kewenangan penetapannya berada pada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, terdiri atas: PKN, PKW, PKSN, dan PKL yang berada di wilayah kota bersangkutan; 2) memuat penetapan pusat pelayanan kota, subpusat pelayanan kota, serta pusat pelayanan lingkungan; dan 3) harus berhirarki3 dan/atau berjejaring4 di dalam ruang kota serta saling terkait menjadi satu kesatuan sistem pusat pelayanan.
f.
mempertimbangkan cakupan pelayanan bagi wilayah kecamatan yang berada dalam satu wilayah kota, yang meliputi pusat layanan dan peletakan jaringan prasarana wilayah kota yang menunjang keterkaitan antar pusat pelayanan;
g.
dapat ditransformasikan ke dalam penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun;
h. mengacu pada peraturan perundang-undangan; Rencana struktur ruang wilayah kota, terdiri atas: a. pusat pelayanan: 1) pusat pelayanan kota, melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional; 2) subpusat pelayanan kota, melayani sub-wilayah kota; dan/atau 3) pusat lingkungan, melayani skala lingkungan wilayah kota. b. sistem jaringan prasarana: 1) sistem jaringan transportasi, terdiri atas: a) sistem jaringan transportasi darat, dapat mencakup: (1) sistem jaringan jalan, terdiri atas: (a) jaringan jalan nasional yang ada dalam wilayah kota, meliputi: i. jalan arteri primer yang merupakan jalan nasional; ii. jalan kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi; Hirarki: hubungan antara pusat kegiatan dengan pusat kegiatan lain yang lebih tinggi atau lebih rendah. 4 Jejaring: hubungan antara pusat kegiatan yang setingkat 3
LIII-12
(b)
(c)
(d) (e) (f)
(g)
iii. jalan strategis nasional; dan/atau iv. jalan tol. jaringan jalan provinsi yang ada di wilayah kota, meliputi: i. jalan kolektor primer dua (JKP-2) yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota; ii. jaringan jalan kolektor primer tiga (JKP-3) yang menghubungkan antaribukota kabupaten/kota; dan/atau iii. jalan strategis provinsi yang pembangunannya diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan provinsi. jaringan jalan yang menjadi kewenangan kota, yaitu jalan sekunder di dalam kota, meliputi: i. jalan arteri sekunder; dan/atau ii. jalan kolekter sekunder jalan lokal sekunder jalan lingkungan sekunder jalan khusus yang berada di wilayah kota, terdiri atas: i. jalan khusus yang hanya digunakan sendiri dengan jenis, ukuran, dan muatan sumbu terberat kendaraan yang tidak sama dengan kendaraan yang digunakan untuk umum; ii. jalan khusus yang hanya digunakan sendiri dengan jenis, ukuran, dan muatan sumbu terberat kendaraan yang sama dengan kendaraan yang digunakan untuk umum, dan iii. jalan khusus yang digunakan sendiri dan diizinkan digunakan untuk umum. Jalan khusus antara lain meliputi : jalan dalam kawasan pertanian; jalan dalam kawasan kehutanan, termasuk jalan dalam kawasan konservasi; jalan dalam kawasan peternakan; jalan dalam kawasan pertambangan; jalan dalam kawasan pengairan; jalan dalam kawasan pelabuhan laut dan pelabuhan udara; jalan dalam kawasan militer; jalan dalam kawasan industri; jalan dalam kawasan perdagangan; jalan dalam kawasan pariwisata; jalan dalam kawasan perkantoran; jalan dalam kawasan berikat; jalan dalam kawasan pendidikan; jalan dalam kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada penyelenggara jalan umum; dan jalan sementara pelaksanaan konstruksi. jembatan, yang meliputi pembangunan jalan/jembatan baru untuk membuka kawasan terisolasi, untuk meningkatkan kelancaran pemasaran hasil-hasil produksi, serta untuk meningkatkan kelancaran kegiatan ekonomi, sosial, budaya,dan lainnya.
LIII-13
Jembatan merupakan bangunan pelengkap jalan yang harus disesuaikan dengan fungsi jalan yang bersangkutan.
(2)
(3)
(h) terminal penumpang sesuai dengan jenis dan kelas pelayanannya yang terdapat pada wilayah provinsi, terdiri atas: i. terminal penumpang tipe A yang merupakan kewenangan Pemerintah; ii. terminal penumpang tipe B yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi; dan iii. terminal penumpang tipe C yang merupakan kewenangan pemerintah kota. (i) terminal barang; dan/atau (j) jembatan timbang. sistem jaringan kereta api, terdiri atas: (a) jaringan jalur kereta api (KA) termasuk kereta rel listrik, kereta bawah tanah, monorail, dan lain-lain dapat terdiri atas: i. jaringan jalur KA umum, meliputi: • jaringan jalur kereta api antarkota untuk melayani perpindahan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota yang lain; dan/atau • jaringan jalur kereta api perkotaan untuk melayani perpindahan orang di wilayah kota dan/atau perjalanan ulang alik. ii. jaringan jalur KA khusus yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. (b) stasiun KA, terdiri atas: i. stasiun penumpang, meliputi stasiun penumpang kelas besar, stasiun penumpang kelas sedang, dan stasiun penumpang kelas kecil; ii. stasiun barang; dan iii. stasiun operasi. sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan, terdiri atas: (a) alur-pelayaran sungai dan alur-pelayaran danau, yang terdapat pada wilayah kota, terdiri atas: i. alur-pelayaran kelas I yang merupakan kewenangan Pemerintah; ii. alur-pelayaran kelas II yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi; dan iii. alur-pelayaran kelas III yang merupakan kewenangan pemerintah kota. (b) lintas penyeberangan yang terdapat pada wilayah kota, terdiri atas: i. lintas penyeberangan antarprovinsi; ii. lintas penyeberangan antarnegara; iii. lintas penyeberangan antarkabupaten/kota; dan iv. lintas penyeberangan dalam kota.
LIII-14
(c)
b)
c)
pelabuhan sungai, pelabuhan danau, dan pelabuhan penyeberangan yang terdapat pada wilayah kota. Sistem jaringan transportasi darat dapat berada di permukaan tanah, di dalam bumi, dan di atas permukaan tanah. sistem jaringan transportasi laut, dapat mencakup: (1) pelabuhan laut yang terdapat pada wilayah kota, terdiri atas: (a) pelabuhan umum, dapat meliputi: i. pelabuhan utama yang dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional. ii. pelabuhan pengumpul yang dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkatan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah, menjangkau wilayah pelayanan menengah, dan memiliki fungsi sebagai simpul jaringan transportasi laut nasional. iii. pelabuhan pengumpan regional yang dikembangkan untuk melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut nasional dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah menengah, serta menjangkau wilayah pelayanan menengah. iv. pelabuhan pengumpan lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil; dan menjangkau wilayah pelayanan terbatas. Selain itu pemerintah daerah kota dapat merencanakan pelabuhan pengumpan lokal yang diusulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (b) pelabuhan khusus yang dikembangkan untuk menunjang kegiatan atau fungsi tertentu dan dapat dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan umum dengan memperhatikan sistem transportasi laut. (2) alur-pelayaran laut yang terdapat pada wilayah kota baik internasional maupun nasional, terdiri atas: (a) alur-pelayaran umum dan perlintasan; dan/atau (b) alur-pelayaran masuk pelabuhan. Alur-pelayaran di laut sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan (b) diatas juga memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia. sistem jaringan transportasi udara, dapat mencakup: (1) bandar udara: (a) bandar udara umum yang terdiri atas: i. bandar udara pengumpul skala pelayanan primer; ii. bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder;
LIII-15
iii. bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier; dan iv. bandar udara pengumpan. (b) bandar udara khusus yang berada di wilayah kota dikembangkan untuk menunjang pengembangan kegiatan tertentu. (2) ruang udara untuk penerbangan, terdiri atas: (a) ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara; dan/atau (b) ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan. Pemerintah daerah kota dapat menyusun rencana sistem transportasi multi moda yang terintegrasi. 2) sistem jaringan energi, terdiri atas: a) jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) jaringan infrastruktur ketenagalistrikan Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terdiri atas: (1) infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukungnya, yang dapat berupa pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dan pembangkit listrik lainnya. (2) infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya, terdiri atas: (a) transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem dengan menggunakan kawat saluran udara (saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT), saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET), saluran udara tegangan tinggi (SUTT), dan saluran udara tegangan tinggi arus searah (SUTTAS)), dan kabel laut; (b) distribusi tenaga listrik, meliputi saluran udara tegangan menengah (SUTM), saluran udara tegangan rendah (SUTR), dan saluran kabel tegangan menengah (SKTM); dan (c) gardu induk yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari transmisi tenaga listrik. 3) sistem jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap dan jaringan bergerak, terdiri atas: a) jaringan tetap; dan b) jaringan bergerak, terdiri atas: jaringan bergerak terestrial; jaringan bergerak seluler; dan jaringan bergerak satelit. 4) sistem jaringan sumber daya air a) sumber air, yang terdiri atas: (1) air permukaan pada sungai, dapat berupa wilayah sungai yang melintasi kota, termasuk waduk, situ, dan embung;
LIII-16
5)
6)
7) 8)
(2) air tanah pada cekungan air tanah (CAT) di wilayah kota; Wilayah sungai dan CAT ini dapat digambarkan dalam peta rencana struktur ruang wilayah kota apabila diperlukan. b) prasarana sumber daya air, yang terdiri atas: (1) sistem jaringan irigasi, yang terdiri atas: (a) jaringan irigasi primer, (b) jaringan irigasi sekunder, dan (c) jaringan irigasi tersier. Jika diperlukan dapat dimuat jaringan irigasi desa dan jaringan irigasi air tanah. (2) sistem pengendalian banjir. c) jaringan air baku untuk air bersih. infrastruktur perkotaan, terdiri atas: a) sistem penyediaan air minum (SPAM), meliputi: (1) jaringan perpipaan, terdiri atas: (a) unit air baku; (b) unit produksi; (c) unit distribusi, dan (d) unit pelayanan. (2) bukan jaringan perpipaan, terdiri atas: (a) sumur dangkal, (b) sumur pompa, (c) bak penampungan air hujan, (d) terminal air, dan (e) bangunan penangkap mata air. b) sistem pengelolaan air limbah (SPAL), terdiri dari: (1) sistem pembuangan air limbah (sewage) termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) (2) sistem pembuangan air limbah rumah tangga (sewerage) baik individual maupun komunal c) sistem pengelolaan limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3); d) sistem jaringan persampahan kota, meliputi: (1) tempat penampungan sampah sementara (TPS); dan (2) tempat pemroresan akhir sampah (TPA). e) sistem drainase, meliputi: (1) jaringan primer; (2) jaringan sekunder; dan (3) jaringan tersier. sistem jaringan pejalan kaki berupa ruas pejalan kaki, baik yang terintegrasi maupun terpisah dengan jalan yang diperuntukkan untuk prasarana dan sarana pejalan kaki serta menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau fasilitas pergantian moda. sistem jaringan evakuasi bencana, terdiri atas jalur evakuasi bencana dan ruang evakuasi bencana. sistem jaringan perkotaan lainnya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah kota, seperti untuk kebutuhan pengguna sepeda, jalur trem, dan transportasi sungai.
Rencana struktur ruang wilayah kota digambarkan dalam peta sebagai lampiran peraturan daerah dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. rencana struktur ruang wilayah nasional dan rencana struktur ruang wilayah provinsi yang ada di wilayah kota harus tergambarkan dalam peta rencana struktur ruang wilayah kota; LIII-17
b. digambarkan dalam beberapa lembar peta dengan ketelitian peta minimal 1:25.000 yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta rupa bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data geospasial; c. disajikan pada satu cakupan wilayah dalam satu lembar peta secara utuh dengan menggunakan format landscape atau portrait sesuai dengan bentuk wilayah dengan mencantumkan nomor indeks peta yang berada di dalam wilayah tersebut; d. sistem pusat pelayanan yang terdiri atas pusat kota, sub-pusat kota, dan pusat lingkungan harus digambarkan dengan simbol sesuai ilustrasi pada GAMBAR III.2; e. apabila diperlukan dapat digambarkan setiap muatan peta rencana struktur ruang wilayah kota pada peta tersendiri (peta per sistem); f. apabila muatan rencana struktur ruang wilayah kota tidak tergambarkan pada skala 1:25.000, maka dapat dipetakan dalam peta tersendiri (peta per sistem) dengan skala lebih rinci; g. sistem jaringan prasarana wilayah kota yang berada di dalam bumi dan diatas permukaan tanah harus tergambar pada peta rencana struktur ruang wilayah kota; dan h. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh peta rencana struktur ruang wilayah kota pada GAMBAR III.2.
LIII-18
GAMBAR III.2 ILUSTRASI PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA
LIII-19
CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA
LIII-20
3. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Rencana pola ruang wilayah kota terdiri atas peruntukan ruang fungsi lindung dan fungsi budidaya, dirumuskan dengan kriteria: a.
berdasarkan pada strategi penataan ruang wilayah kota;
b.
mempertimbangkan alokasi ruang wilayah kota dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan;
c.
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota;
d.
mengacu rencana pola ruang nasional (RTRW nasional dan rencana rincinya), rencana pola ruang provinsi dan rencana rincinya, serta memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;
e.
dapat ditransformasikan ke dalam penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun;
f.
mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pola ruang wilayah kota yang terdiri atas: a. kawasan lindung, terdiri atas: 1) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi: a) kawasan hutan lindung, yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui surat keputusan menteri yang berwenang di bidang kehutanan; b) kawasan lindung gambut; dan/atau c) kawasan resapan air. 2) kawasan perlindungan setempat, meliputi: a) sempadan pantai; b) sempadan sungai; c) kawasan sekitar danau atau waduk; dan/atau d) kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. 3) ruang terbuka hijau (RTH) kota, minimal 30% (20% publik dan 10% privat) yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota, pemakaman, dan lain-lain; a) taman RT ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 250 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit sebesar 250 m2; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 1,0 m2; (4) Berlokasi di tengah lingkungan RT; (5) Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani; (6) Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80%dari luas taman; dan/atau (7) Terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. b) taman RW ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 2.500 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit sebesar 1.250 m2; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 0,5 m2; (4) Berlokasi di pusat kegiatan RW; (5) Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1.000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya;
LIII-21
(6) Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas; dan/atau (7) Terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. c) taman kelurahan ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 30.000 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit sebesar 9.000 m2; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 0,3 m2; (4) Berlokasi dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan; (5) Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas; dan/atau (6) Terdapat minimal 25 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif. d) taman kecamatan ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 120.000 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit sebesar 24.000 m2; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 0,2 m2; (4) Berlokasi dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan; (5) Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas; dan/atau (6) Terdapat minimal 50 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 100 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif. e) taman kota ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 480.000 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit sebesar 144.000 m2; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 0,3 m2; (4) Berlokasi di pusat wilayah/kota; (5) Dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%; dan/atau (6) Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan. f) hutan kota ditetapkan dengan kriteria: (1) Melayani 480.000 jiwa penduduk; (2) Luas minimal/unit disesuaikan dengan kebutuhan; (3) Luas minimal/lkapita sebesar 4,0 m2; (4) Berlokasi di dalam/kawasan pinggiran; (5) Hutan kota dapat berbentuk: (a) Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, LIII-22
dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; (b) Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencarpencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil; (c) Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota; dan/atau (d) Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30m. g) Pemakaman ditetapkan dengan kriteria: (1) Ukuran makam 1 m x 2 m; (2) Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m; (3) Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan; (4) Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat; (5) Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150200 cm dengan deretan pohon pelindung disalah satu sisinya; (6) Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasiantara pagar buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung; dan/atau (7) Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya. 4) kawasan konservasi, meliputi: a) kawasan suaka alam (KSA), dapat meliputi: (1) cagar alam dan cagar alam laut; (2) suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut. b) kawasan pelestarian alam (KPA), meliputi: (1) taman nasional; (2) taman hutan raya; dan (3) taman wisata alam dan taman wisata alam laut. c) kawasan taman buru; dan/atau d) kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, meliputi: (1) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi: (a) suaka pesisir; (b) suaka pulau kecil; (c) taman pesisir; dan (d) taman pulau kecil kabupaten; (2) kawasan konservasi maritim, yang meliputi: (a) daerah perlindungan adat maritim; dan (b) daerah perlindungan budaya maritim; (3) kawasan konservasi perairan. 5) kawasan lindung geologi, yang dirinci menjadi: a) kawasan cagar alam geologi, terdiri atas: (1) kawasan keunikan batuan dan fosil; (2) kawasan keunikan bentang alam; dan/atau LIII-23
(3) kawasan keunikan proses geologi; b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah, terdiri atas: (1) kawasan imbuhan air tanah; dan/atau (2) kawasan sempadan mata air. 6) kawasan rawan bencana yang tingkat kerawanan dan probabilitas ancaman atau dampak paling tinggi, yang terdiri atas: a) kawasan rawan bencana gerakan tanah (termasuk tanah longsor); b) kawasan rawan bencana letusan gunung api; dan/atau c) sempadan patahan aktif (active fault) pada kawasan rawan bencana gempa bumi. 7) kawasan lindung lainnya, dapat berupa: a) cagar biosfer; b) ramsar; c) kawasan cagar budaya; d) kawasan perlindungan plasma-nutfah; e) kawasan pengungsian satwa; f) kawasan ekosistem mangrove; g) terumbu karang; dan/atau h) kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. b. kawasan budi daya, dapat terdiri atas: 1) kawasan perumahan, termasuk juga perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 2) kawasan perdagangan dan jasa 3) kawasan perkantoran 4) kawasan peruntukan industri 5) kawasanperuntukan pariwisata 6) kawasan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota; 7) tempat evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruangruang lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana terjadi, dapat berupa tempat evakuasi sementara dan tempat evakuasi akhir; 8) kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; 9) kawasan peribadatan; 10) kawasan pendidikan 11) kawasan kesehatan 12) kawasan olahraga; 13) kawasan pertahanan dan keamanan; dan 14) kawasan peruntukan lainnya, antara lain berupa: a) kawasan peruntukan hutan produksi, meliputi: (1) kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; (2) kawasan peruntukan hutan produksi tetap; dan/atau (3) kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi. b) kawasan peruntukan pertanian, meliputi: (1) kawasan tanaman pangan, (2) kawasan hortikultura; (3) kawasan perkebunan; dan/atau (4) kawasan peternakan, yang dapat dilengkapi dengan kawasan penggembalaan umum.
LIII-24
Di dalam kawasan peeruntukan pertanian ini ditetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan kriteria sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c) kawasan peruntukan pertambangan, meliputi: (1) kawasan peruntukan pertambangan mineral, meliputi: (a) kawasan peruntukan pertambangan mineral radioaktif (b) kawasan peruntukan pertambangan mineral logam; (c) kawasan peruntukan pertambangan mineral bukan logam; dan (d) kawasan peruntukan pertambangan batuan. (2) kawasan peruntukan pertambangan batubara; dan/atau (3) kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi. d) kawasan peruntukan panas bumi; e) kawasan peruntukan perikanan, meliputi: (1) kawasan perikanan tangkap; (2) kawasan perikanan budidaya; dan (3) kawasan pengolahan ikan. Kawasan peruntukan perikanan dilengkapi dengan prasarana penunjang berupa pelabuhan perikanan dan tempat pelelangan ikan. f) dan lain-lain sesuai dengan peran dan fungsi kota. Rencana pola ruang wilayah kota digambarkan dalam peta sebagai lampiran peraturan daerah dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. digambarkan dalam beberapa lembar peta digambarkan dengan ketelitian peta skala minimal 1:25.000 yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta rupa bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data geospasial; b. disajikan pada satu cakupan wilayah dalam satu lembar peta secara utuh dengan menggunakan format landscape atau portrait sesuai dengan bentuk wilayah dengan mencantumkan nomor indeks peta yang berada di dalam wilayah tersebut; c. dalam peta rencana pola ruang wilayah kota perlu ditampilkan juga unsur dasar peta (batas administrasi, danau, sungai, dan/atau garis pantai) dan rencana jaringan jalan; d. kawasan lindung dan kawasan budi daya yang tidak dapat dipetakan dalam bentuk delineasi, karena terlalu kecil luasannya, digambarkan dalam bentuk simbol dan tetap dijelaskan dalam muatan RTRW kota; e. 454545 Contoh peta rencana pola ruang wilayah kota pada GAMBAR III.3.
LIII-25
GAMBAR III.3 ILUSTRASI PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
LIII-26
CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
LIII-27
4. Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kota Kawasan strategis kota merupakan bagian wilayah kota yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup wilayah kota di bidang ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan/atau lingkungan hidup. Penentuan kawasan strategis kota lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kota akan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Kawasan strategis kota dirumuskan berdasarkan kriteria: a. mendukung tujuan penataan ruang wilayah kota; b. tidak bertentangan dengan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota; c.
berdasarkan nilai strategis dari aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan;
d. kesepakatan para pemangku kepentingan berdasarkan kebijakan terhadap tingkat kestrategisan kawasan yang akan ditetapkan di wilayah kota; e.
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota;
f.
memperhatikan faktor-faktor di dalam tatanan ruang wilayah kota yang memiliki kekhususan;
g.
menyebutkan dan memperhatikan kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi yang ada di wilayah kota;
h. dapat berhimpitan dengan kawasan strategis nasional dan/atau kawasan strategis provinsi, namun harus memiliki kepentingan/kekhususan yang berbeda serta harus ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang jelas; i.
mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah dan kemampuan pemerintah daerah kota untuk bekerja sama dengan badan usaha dan/atau masyarakat;
j.
mengacu pada peraturan perundang-undangan;
k. dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kota yaitu merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki: 1) potensi ekonomi cepat tumbuh; 2) sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi kota; 3) potensi ekspor; 4) pusat kegiatan yang mempunyai pengaruh terhadap sektor dan pengembangan wilayah; 5) dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; 6) kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; 7) fungsi untuk mempertahankan pangan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan kawasan ini dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B); 8) fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; LIII-28
9) pusat kegiatan pengelolaan, pengolahan, dan distribusi bahan baku menjadi bahan jadi; 10) memiliki pusat pengembangan produk unggulan, dan/atau 11) memiliki pusat kegiatan perdaganan dan jasa. l.
dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, terdiri atas: 1) tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau cagar budaya baik yang terletak di daratan dan/atau di perairan; 2) pusat kegiatan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, dan situs cagar budaya; 3) prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya; 4) aset yang harus dilindungi dan dilestarikan; 5) tempat perlindungan peninggalan budaya; 6) tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; 7) hasil karya cipta budaya masyarakat kota yang dapat menunjukkan jatidiri maupun penanda (focal point, landmark) budaya kota; 8) tempat yang memiliki sejarah dan keterkaitan sosial budaya lokal kota; dan/atau 9) kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan pembangunan wilayah kota.
m. dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di wilayah kota, terdiri atas: 1) kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi dan posisi geografis sumber daya alam strategis, pengembangan teknolgi kedirgantaraan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; 2) lokasi yang memiliki sumber daya alam strategis; 3) pusat pemanfaatan dan pengembangan teknologi kedirgantaraan; 4) pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; dan/atau 5) lokasi yang memiliki penggunaan teknologi tinggi strategis. n. dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, terdiri atas: 1) tempat perlindungan keanekaragaman hayati; 2) kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; 3) kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian; 4) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; 5) kawasan yang menuntut prioritas tinggi untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup; 6) kawasan rawan bencana alam dan mempunyai risiko bencana alam; dan/atau 7) kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. o. dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis lainnya yang sesuai dengan kepentingan pembangunan wilayah kota; dan p. mengikuti ketentuan pemetaan kawasan strategis kota yaitu: 1) delineasi kawasan strategis harus dipetakan pada satu lembar kertas yang menggambarkan wilayah kota secara keseluruhan dengan skala peta minimal 1:25.000; LIII-29
2) pada peta kawasan strategis kota juga harus digambarkan deliniasi kawasan strategis nasional dan/atau provinsi yang berada di dalam wilayah kota bersangkutan; 3) pada bagian legenda peta harus dijelaskan sudut kepentingan pada setiap delineasi kawasan strategis kota; dan 4) penggambaran peta kawasan strategis kota harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh peta penetapan kawasan strategis kota pada GAMBAR III.4.
LIII-30
GAMBAR III.4 ILUSTRASI PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS DI WILAYAH KOTA
LIII-31
CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS DI WILAYAH KOTA
LIII-32
5. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan/pengembangan kota dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun) yang akan menjadi acuan sektor dalam pembangunan. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota disusun dengan kriteria: a. berdasarkan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan strategis kota; b. mendukung program utama penataan ruang nasional dan provinsi; c. dapat diacu dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kota; d. realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan; e. mempertimbangkan keterpaduan antar program pengembangan wilayah kota dan rencana induk sektor di daerah f. konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; g. mempertimbangkan kemampuan pembiayaan dan kapasitas daerah serta pertumbuhan investasi; h. mempertimbangan aspirasi para pemangku kepentingan; dan i. mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Arahan pemanfaatan ruang, sekurang-kurangnya mencakup: a. perwujudan rencana struktur wilayah kota, terdiri atas: 1) perwujudan pusat pelayanan di wilayah kota; dan 2) perwujudan sistem jaringan prasarana kota (termasuk sistem jaringan prasarana nasional dan wilayah provinsi yang berada di wilayah kota), mencakup: a) perwujudan sistem jaringan transportasi di wilayah kota, yang meliputi sistem jaringan transportasi darat, laut, dan udara; b) perwujudan sistem jaringan energi/kelistrikan; c) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; d) perwujudan sistem jaringan sumber daya air; e) perwujudan sistem infrastruktur perkotaan; dan f) perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya. b. perwujudan rencana pola ruang wilayah kota, mencakup: 1) perwujudan kawasan lindung; dan 2) perwujudan kawasan budi daya. c.
perwujudan kawasan-kawasan strategis kota.
Cakupan arahan pemanfaatan ruang kota di atas merupakan susunan dasar minimum bagi indikasi program utama. Pemerintah kota dapat menjabarkan lebih rinci sesuai dengan kebutuhan pemanfaatan ruang atau pengembangan wilayahnya. Adapun muatan indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi: a. Usulan Program Utama berisikan usulan program-program pengembangan wilayah kota yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis wilayah kota. b. Lokasi merupakan tempat dimana usulan program utama akan dilaksanakan. c.
Besaran perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan. LIII-33
program
utama
d. Sumber Pendanaan dapat berasal dari APBD kota, APBD provinsi, APBN, swasta, masyarakat dan/atau sumber lain yang sah. e.
Instansi Pelaksana pelaksana program utama yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan) dan dapat melibatkan pihak swasta serta masyarakat.
f.
Waktu Pelaksanaan Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan. Program utama 5 (lima) tahunan dapat dirinci kedalam program utama tahunan. Penyusunan indikasi program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 (lima) tahunan rencana pembangunan daerah kota.
Contoh indikasi program utama dalam penyusunan RTRW sebagaimana tercantum pada TABEL III.1 pedoman ini.
LIII-34
kota,
TABEL III.1 CONTOH TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA
Program Utama A. 1.
2.
B. 1.
2.
C.
Lokasi
Besaran
Perwujudan Struktur Ruang Perwujudan Pusat-Pusat Kegiatan 1.1 ........... *............. 1.2 ............. *............. Perwujudan Sistem Prasarana 2.1 Transportasi *Contoh: Peningkatan Kecama kualitas 1 Unit tan A terminal penumpang * ........... 2.2Jaringan Energi/Listrik * .......... * .......... 2.3 ............. * .......... Perwujudan Pola Ruang Perwujudan Kawasan Lindung 1.1 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya * Contoh: Pengembalan Kecama fungsi lindung tan A hutan lindung dan ± XX Ha dengan Kecama rehabilitasi dan tan B reboisasi 1.2 ............. * ............. Perwujudan Kawasan Budi Daya 2.1 ............. * ............. 2.2 ............. * .............
Waktu Pelaksanaan
Sumber Pendan aan
Instansi Pelaksana
APBD
Dinas Perhubung an
APBN, APBD
Dinas Kehutanan
Perwujudan Kawasan Strategis Kota 1.1 ............. * ............. 1.2 ………. * ............. 1.3 ………. * .............
LIII-35
I
II
III
IV
Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria: a. berdasarkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; b. mempertimbangkan penetapan kawasan strategis kota; c. mempertimbangkan masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki wilayah kota; d. terukur, realistis, dan dapat diterapkan; e. mempertimbangkan aspirasi para pemangku kepentingan dalam penetapannya; f. melindungi kepentingan umum; dan g. mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota memuat: a. ketentuan umum peraturan zonasi kota 1) ketentuan umum peraturan zonasi kota adalah penjabaran secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang mencakup seluruh wilayah administratif. 2) ketentuan umum peraturan zonasi kota berfungsi: a) sebagai dasar pertimbangan dalam pengawasan penataan ruang; b) menyeragamkan ketentuan umum peraturan zonasi di seluruh wilayah kota untuk peruntukan ruang yang sama; c) sebagai landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional pengendalian pemanfaatan ruang di setiap kawasan/zona kota; d) sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan 3) ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan: a) sistem perkotaan kota dan sistem jaringan prasarana wilayah kota; b) kawasan lindung dan kawasan budidaya wilayah kota; c) arahan umum desain kota; dan d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4) ketentuan peraturan zonasi yang telah ditetapkan dalam RTRW kota berisikan: a) kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan kegiatan yang tidak diperbolehkan pada setiap kawasan, yang mencakup ruang darat, laut, udara, dan ruang dalam bumi; b) intensitas pemanfaatan ruang (amplop ruang) pada setiap kawasan dimaksud pada huruf a, antara lain meliputi koefisien dasar hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, garis sempadan bangunan, tata bangunan, dan kepadatan bangunan; c) prasarana dan sarana minimum sebagai dasar fisik lingkungan guna mendukung pengembangan kawasan agar dapat berfungsi secara optimal; d) ketentuan pemanfaatan ruang pada zona-zona yang dilewati oleh sistem jaringan prasarana dan sarana wilayah kota mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan
LIII-36
e) ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kota untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti pada kawasan rawan bencana, kawasan sekitar bandar udara, dan kawasan pertahanan dan keamanan; 5) Ketentuan umum peraturan zonasi kota digunakan sebagai dasar dalam penyusunan peraturan zonasi RDTR. Contoh tabel ketentuan umum peraturan zonasi kota tercantum pada TABEL III.2 pedoman ini.
LIII-37
TABEL III.2 CONTOH KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI WILAYAH KOTA Pola Ruang Kabupaten
R-1 (Perumahan Kepadatan Tinggi) di Kecamatan A
R-1 (Perumahan Kepadatan Tinggi) di Kecamatan B
Materi yang diatur Deskripsi
(contoh) Kawasan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian berkepadatan tinggi.
(contoh) Kawasan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian berkepadatan tinggi.
Ketentuan Umum Kegiatan (contoh) • Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan tinggi dengan tipe yang bervariasi; • Menyediakan lingkungan hunian yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri yang didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas minimum; • Membatasi kegiatan komersil pada zona perumahan. (contoh) • Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan tinggi dengan tipe yang bervariasi; • Menyediakan lingkungan hunian yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri yang didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas minimum; • Membatasi kegiatan komersil pada zona perumahan.
LIII - 38
Ketentuan Umum Intensitas Bangunan (contoh) • KLB maksimum 15 m; • KDB maksimum 80%; • KDH minimum 10%; • GSB minimum berbanding lurus dengan Rumija; • Tinggi bangunan maksimum dibatasi garis bukaan langit 45o dari as jalan (contoh) • KLB maksimum 10 m; • KDB maksimum 70%; • KDH minimum 20%; • GSB minimum berbanding lurus dengan Rumija; • Tinggi bangunan maksimum dibatasi garis bukaan langit 45o dari as jalan
Keterangan
Pola Ruang Kabupaten
Materi yang diatur Deskripsi
Ketentuan Umum Kegiatan
Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
(contoh) • Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja dalam kegiatan pertokoan, jasa, rekreasi, dan pelayanan masyarakat; • Menyediakan kawasan komersil yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan yang diinginkan masyarakat; • Membatasi kegiatan yang berpotensi tinggi menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum.
(contoh) • Menyediakan prasarana minimum (parkir, bongkar muat, penyimpanan/gudang yang memadai; • •KLB maksimum 16 m; • •KDB maksimum 60 %;
R-2 (Perumahan Kepadatan Sedang) R-3 (Perumahan Kepadatan Rendah)
K (Komersil/ Perdagangan dan Jasa)
(contoh) Kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan komersil, termasuk perdagangan, jasa, hiburan, dan perhotelan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada suatu kawasan perkotaan.
P (Perkantoran) I (Industri)
LIII - 39
Keterangan
b. ketentuan perizinan 1) ketentuan perizinan berfungsi: a) sebagai dasar dalam memberikan izin pemanfaatan ruang pada wilayah kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b) menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang; c) mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan d) melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. 2) ketentuan perizinan wilayah kota terdiri atas: a) izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pemerintah kota dapat berupa: (1) izin prinsip; (2) izin lokasi; (3) izin penggunaan pemanfaatan tanah; (4) izin mendirikan bangunan; dan (5) izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. b) mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang pemerintah daerah kota, termasuk pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan; dan c) pengaturan mengenai lembaga yang terlibat dalam mekanisme penerbitan izin. c.
ketentuan pemberian insentif 1) ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang; 2) ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a) perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) katalisator perwujudan pemanfaatan ruang. 3) ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan: a) struktur ruang dan pola ruang wilayah kota b) ketentuan umum peraturan zonasi kota; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4) ketentuan insentif dari pemerintah daerah kota kepada pemerintah kabupaten/kota lain yang saling berhubungan dapat diberikan dalam bentuk: a) pemberian kompensasi; b) subsidi silang; c) penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau d) publikasi atau promosi daerah. 5) ketentuan insentif dari pemerintah daerah kota kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) pemberian kompensasi; b) pengurangan retribusi; c) imbalan; d) sewa ruang dan urun saham; e) penyediaan prasarana dan sarana; LIII - 40
f) penghargaan; dan/atau g) kemudahan perizinan. Ketentuan insentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. d. ketentuan pemberian disinsentif 1) ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang; 2) ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 3) ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan: a) struktur ruang dan pola ruang wilayah kota; b) ketentuan umum peraturan zonasi kota; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4) ketentuan disinsentif dari pemerintah daerah kota kepada pemerintah kabupaten/kota lain yang saling berhubungan dapat diberikan dalam bentuk: a) pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau b) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. 5) ketentuan disinsentif dari pemerintah daerah kota kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) pengenaan pajak/retribusi yang tinggi; b) pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan; dan/atau c) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. Ketentuan disinsentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. e.
ketentuan sanksi 1) arahan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang, yang akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah kota. 2) arahan sanksi administratif berfungsi sebagai: a) perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 3) arahan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan: a) hasil pengawasan penataan ruang; b) tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang; c) kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4) arahan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk: a) peringatan tertulis; peringatan tertulis diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
LIII - 41
b) penghentian sementara kegiatan; penghentian kegiatan sementara dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: (1) penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; (2) apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang; (3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban; (4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan (5) setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan, agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. c) penghentian sementara pelayanan umum; penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum); (2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban, menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; (3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; (4) pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya; (5) penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan
LIII - 42
(6) pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. d) penutupan lokasi; penutupan lokasi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; (2) apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar; (3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan; (4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan (5) pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. e) pencabutan izin; pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; (2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang; (3) pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin; (4) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; (5) pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin; (6) memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan (7) apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang
LIII - 43
berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. f) pembatalan izin; pembatalan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku; (2) memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin; (3) menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; (4) memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin; (5) menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan (6) memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan. g) pembongkaran bangunan; pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; (2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan; (3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan (4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa. h) pemulihan fungsi ruang; pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya; (2) pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
LIII - 44
(3) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang; (4) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu; (5) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; (6) apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan (7) apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari. i) denda administratif; yang dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah kota. Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini dapat diatur lebih lanjut melalui Peraturan Walikota. Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata mengacu pada peraturan perundang-undangan. C. Format Penyajian
Konsep RTRW kota disajikan dalam dokumen sebagai berikut: a. Materi Teknis RTRW kota, terdiri atas: 1) Buku Data dan Analisisyang dilengkapi peta-peta; 2) Buku Rencana yang disajikan dalam format A4; dan 3) Album Peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1:25.000 dalam format A1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. b. Naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RTRW kota, yang terdiri atas: 1) Raperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas dan disajikan dalam format A4; dan 2) lampiran yang terdiri atas peta rencana struktur ruang, peta rencana pola ruang, dan peta penetapan kawasan-kawasan strategis kota yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program utama. Sistematika penyajian buku RTRW kota sebagaimana tercantum dalam TABEL III.3 dan sistematika penyajian album peta pada TABEL III.4.
LIII - 45
TABEL III.3 SISTEMATIKA PENYAJIAN RTRW KOTA Bab
Uraian
Isi Rencana 1. 2.
I
Pendahuluan
II
Tujuan, Kebijakan, dan Strategi
III
IV
V
Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang
Penetapan Kawasan Strategis Kota
Dasar hukum penyusunan RTRW kota. Profil wilayah kota, mencakup: a. Gambaran umum kota yang dilengkapi dengan peta orientasi dan pembagian wilayah kota; b. Kependudukan dan sumber daya manusia; c. Potensi bencana alam; d. Potensi sumber daya alam; dan e. Potensi ekonomi wilayah. 3. Isu-isu strategis. 4. Peta-peta mencakup sekurang-kurangnya mencakup: a. Peta orientasi; b. Peta guna lahan eksisting; c. Peta rawan bencana; d. Peta kepadatan penduduk eksisting; 1.Tujuan penataan ruang wilayah kota; dan 2.Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota. 1. Rencana pusat-pusat pelayanan di dalam wilayah kota; 2. Rencana sistem prasarana di wilayah kota, Pada bagian ini dilampirkan peta rencana struktur ruang yang menggambarkan sistem pusat-pusat pelayanan beserta sistem jaringan prasarananya. Rencana pola ruang wilayah kota, meliputi a. Rencana pola ruang kawasan lindung; dan b. Rencana pola ruang kawasan budidaya. Pada bagian ini dilampirkan peta rencana pola ruang yang menggambarkan semua delineasi peruntukkan ruang kawasan lindung wilayah kota dan kawasan budidaya wilayah kota. 1. Lokasi dan jenis kawasan strategis kota; dan 2. Peta kawasan strategis kota yang menunjukkan delineasi kawasan-kawasan strategis yang ada di wilayah kota.
LIII - 46
Bab
VI
Uraian
Arahan Pemanfaatan Ruang
Isi Rencana Tabel indikasi program utama jangka panjang yang dirinci pada program jangka menengah lima tahunan kota, yang mencakup indikasi program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, perkiraan pembiayaan, sumber dana, kelembagaan dan instansi pelaksana yang distrukturkan dalam: 1. Indikasi program perwujudan rencana struktur wilayah kota, 2. Indikasi program perwujudan rencana pola ruang wilayah kota, 3. Indikasi program perwujudan kawasan strategis kota. 1. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur dan pola ruang wilayah kota; 2. Ketentuan umum perizinan, meliputi: • Daftar semua perizinan di wilayah kota baik saat ini maupun rencana; • Mekanisme perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang; dan • Arahan pengambilan keputusan terkait dengan perizinan yang akan diterbitkan.
VII
Ketentuan 3. Ketentuan umum insentif-disinsentif, meliputi: Pengendalian • Insentif-disinsentif kepada pemerintah kabupaten/kota pemanfaatan lainnya; maupun Ruang • Insentif-disinsentif kepada masyarakat. 4. Ketentuan sanksi administratif yang diberikan kepada: • Pelanggar pemanfaatan ruang yang tidak pernah mengajukan perizinan pemanfaatan ruang; • Pemohon izin pemanfaatan ruang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana izin pemanfaatan ruang yang diminta; dan • Pemberi izin yang melanggar kaidah dan ketentuan pemanfaatan ruang.
LIII - 47
TABEL III.4 SISTEMATIKA PENYAJIAN ALBUM PETA
No
Nama Peta
Muatan Peta
A. Peta Profil Tata Ruang Wilayah Kota 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Peta skala kecil disesuaikan dengan ukuran kertas yang menunjukkan kedudukan geografis kota di dalam wilayah yang lebih luas. Delineasi kecamatan yang ada di dalam wilayah kota; a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; Peta Batas b. Setiap kabupaten dan kota diberi warna berbeda; dan Administrasi c. Setiap delineasi kecamatan diberi nama kecamatan bersangkutan. Setiap delineasi kecamatan diberi titik pusat kecamatan. Berisi delineasi jenis guna lahan yang ada di seluruh wilayah kota; Peta Guna a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan Lahan b. Klasifikasi pemanfaatan ruangnya bebas sesuai dengan apa yang ada di kenyataan (tidak harus mengikuti klasifikasi untuk Rencana Pola Ruang). Berisi delineasi kawasan-kawasan rawan bencana menurut tingkatan bahayanya: Peta Rawan a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan Bencana b. Tingkatan bahaya bencana alam dinyatakan dalam gradasi warna. Berisi pola kepadatan penduduk per desa/kelurahan di seluruh kota untuk menggambarkan dimana terdapat konsentrasi penduduk: Penetapan a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; Sebaran b. Klasifikasi kepadatan penduduk disesuaikan dengan Penduduk kondisi data, sekurangnya 3 interval dan sebanyakbanyaknya 5 interval; dan c. Gradasi kepadatan penduduk (interval) digambarkan dalam gradasi warna yang simultan. Peta-peta profil tata ruang lainnya yang dirasa perlu untuk ditampilkan dalam album peta. Peta Orientasi
B. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
1.
Peta Rencana Struktur Ruang
a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; b. Kandungan peta meliputi; 1) Sistem permukiman (PPK, subPPK, dan Pusat Lingkungan); 2) Sistem jaringan jalan (jaringan jalan nasional dan jaringan jalan provinsi yang ada di wilayah kota; dan jalan sekunder di dalam kota)
LIII - 48
No
Nama Peta
2.
Peta Rencana Jaringan Prasarana
3.
Peta Rencana Pola Ruang
4.
Peta Penetapan Kawasan Strategis
Muatan Peta 3) Sistem jaringan kereta api 4) Bandar udara dan pelabuhan sesuai dengan kelasnya; dan 5) Nama-nama PPK, subPPK, PPL, bandara dan pelabuhan, dan sebagainya. a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; b. Kandungan peta meliputi; 1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi; 2) Rencana sistem jaringan energi; 3) Rencana sistem jaringan sumberdaya air; 4) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya. a. Skala peta 1:25.000, bila tidak dapat disajikan secara utuh dalam 1 lembar kertas, peta disajikan beberapa lembar. Pembagian lembar penyajian peta harus mengikuti angka bujur dan lintang geografis yang beraturan, seperti halnya pada peta rupa bumi; b. Pada setiap lembar peta harus dicantumkan peta indeks dan nomor lembar peta yang menunjukkan posisi lembar peta yang disajikan di dalam wilayah kota secara keseluruhan; c. Kandungan peta meliputi: 1) Delineasi rencana peruntukan pemanfaatan ruang dengan panduan; 2) Sungai, jaringan kolektor primer 1, kolektor primer 2, kolektor primer 3, dan lokal primer; 3) Rel KA;dan 4) Nama-nama tempat. a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan b. Kandungan peta meliputi: 1) Delineasi kawasan strategis nasional (bila ada); 2) Delineasi kawasan strategis provinsi (bila ada); 3) Delineasi kawasan strategis kota; 4) Sungai, jaringan jalan arteri primer, kolektor primer 1, kolektor primer 2, kolektor primer 3, dan lokal primer; dan 5) Nama-nama tempat.
LIII - 49