Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Konsorsium PETUAH (Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau) Pengetahuan Hijau Berbasis Kebutuhan dan Kearifan Lokal untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Green Knowledge with Basis of Local Needs and Wisdom to Support Sustainable Development)
TECHNICAL REVIEW CoE PLACE TR No. 2 – March 2016
PEATLAND RESTORATION: PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT Tabel 1. Luas Lahan Gambut di Provinsi Sumatera Selatan
Latar Belakang Hutan alami merupakan sumberdaya alam yang mampu menyediakan layanan lingkungan yang lengkap, antara lain sebagai gudang karbon, hidrologi, polinisasi, kesehatan, dan ekoturisme (Ferraro et al., 2011) dengan ketersediaan yang sangat tinggi dan berkelanjutan, Disisi lain, pada bentang lahan dataran rendah dan pantai, kasus di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, dibawah hutan terdapat deposit bahan organik yang sangat tebal dan terbentuk berjuta tahun yang lalu dan merupakan cadangan karbon dikenal sebagai sebagai gambut (Prayitno, 2014). Keberadaan gambut secara alami pada bentang lahan dataran rendah dan pantai sebagai ekosistem rawa basah yang mempunyai nilai tinggi dan akan terus lestari jika tidak ada intervensi manusia. Keberadaan gambut akan terusik dan bahkan menjadi bencana apabila terjadi perubahan kondisi hutan dan perlakuan yang bersifat mengurangi air pada bentang lahan tersebut. Sebaran lahan gambut di Sumetera Selatan disajikan pada Gambar 1 dan Tabel 1.
No 1 2 3 4 5
Sebaran lahan gambut di Kabupaten Banyuasin Muara Enim Musi Banyuasin Musi Rawas Ogan Komering Ilir TOTAL
Luas ha 320.274 46.972 275.644 39.834 792.720 1.475.444
% 21,7 3,2 18,7 2,7 53,7 100,0
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan (2015) dan WBH (2015)
Lahan gambut di Sumatera Selatan saat ini telah berubah dari hutan primer rawa gambut menjadi bentuk lainnya sebagi akibat dari alih fungsi lahan. Tutupan lahan gambut di sumatera Selatan disajikan pada Tabel 2. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kegiatan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah dan pihak lain telah berdampak pada kondisi tutupan lahan. Perkembangan kegiatan perkebunan, kususnya agroekosistem kelapa sawit dan hutan tanaman, cukup tinggi menggantikan hutan rawa gambut.
Gambar 1. Peta Sebaran Lahan Gambut di Provinsi Sumatera Selatan (Sumber: JICA-Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, 2014).
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 1
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Policy Recommendations
kondisi yang diperlukan: (a) harus mendukung vegetasi asli seperti Tumeh & Jelutong untuk tumbuh kembali; (b) harus melakukan pembasahan lahan gambut dengan refunctioning mekanisme pengisian air alami & buatan manusia. kondisi yang cukup: (a) Perlu dilakukan sebagai upaya kemitraan sosial; (b) harus dalam satu atau lain cara menjadikan lahan gambut memberikan sumber pendapatan secara ekologis bagi masyarakat setempat. upaya berkelanjutan untuk menjaga benfits ekonomi ekologi lanskap untuk tiga pihak yaitu: (a) investor sudah ada di zona lahan gambut; (b) Masyarakat di desa-desa di sekitarnya; (c) Pemerintah daerah sebagai fasilitator asli. manajemen tata ruang yang akan dijalankan oleh lembaga tingkat makro (tingkat provinsi & kabupaten) & lembaga agribisnis tingkat mikro di setiap desa seperti yang tersirat dalam UU Pemerintah No.6 tahun 2014.
Tabel 2. Tutupan Lahan Gambut di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan No
Tutupan lahan gambut
1
Hutan Manggrove Primer
2
Hutan Manggrove sekunder
3
Luas ha
% 717
0,05
1.664
0,11
Hutan rawa sekunder
102.382
6,93
4
Hutan tanaman
357.646
24,23
5
Perkebunan
156.663
10,61
6
Pemukiman
23.927
1,62
7
Pertambangan
574
0,04
8
Pertanian lahan kering
17.178
1,16
9
Pertanian lahan kering campuran
22.091
1,50
10
Rawa
30.436
2,06
11
Rumput kering dan rumput rawa
63.875
4.33
12
Sawah
113.133
7,66
13
Semak belukar
115.065
7,79
14
Sema belukar rawa
381.814
25,86
15
Tambak
8.924
0,60
16
Tanah terbuka
79.156
5,36
17
Tubuh air
1.099
0,07
1.476.335
100,00
TOTAL
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 2
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Perubahan tata guna lahan gambut menjadi peruntuka lainnya khusunya kegiatan pertanian dan perkebunan merubah kondisi hidrologi lahan. Pembuatan kanal atau saluran drainase mempunyai dampak pada penurunan muka air tanah dan mendorong proses evaporasi sangat tinggi, sehingga potensi kekeringan dan kebakaran lahan gambut cenderung tinggi. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dan khususnya Sumatera Selatan yang terjadi setiap tahun selama 18 tahun terakhir dengan puncaknya tahun 2015 telah menciptakan kondisi lahan gambut semakin terdegradasi. Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 3 dan Sebaran kebakaran pada kawasan tutupan lahan pada tahun 2015 disajikan pada Tabel 4.
a.
b.
c. d.
e.
KENDALA DAN PERMASALAHAN pemanfaatan lahan gambut dengan restorasi lahan gambut yang telah rusak atau terbakar memiliki kendala dan permasalahan sebagai berikut : 1) Kendala yang didapati adalah data lahan gambut yang akan direstorasi dan legalitas kepemilikan lahan gambut 2) Permasalahan yang akan dihadapi secara konseptual lahan gambut menjadi rentan terhadap kebakaran ketika 5 karakteristik ekologis rusak karena campur tangan manusia menghilangkan vegetasi pada kubah gambut
sehingga rawa api: Proses perubahan evapo-tranpirasi menjadi evaporasi akan menyebabkan kubah gambut tidak lagi basah sedangkan proses evaporasi tetap, dan CH4 & O2 kapiler dibuka; Proses Hidro-orological sedang down (curah hujan rendah/musim kering), menyebabkan permukaan air bawah permukaan turun; Fungsi resapan air dari kubah akan turun dan sangat mudah untuk menjadi kering; Bio-geophisically lebih buruk ketika daerah tersebut telah menjadi konsesi perusahaan, meskipun ini mungkin pada saat yang sama memberikan upaya rehabilitasi dengan semacam kesempatan keuangan Dalam setiap zona lahan gambut yang rusak rakyat yang terkena dampak cenderung pasif untuk menanggapi program pemerintah.
Tabel 3. Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan No
Kab/Kota
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015*
1 2 3 4 5
Banyuasin Lahat Lubuk Linggau Muara Enim Musi Banyuasin
267 104 17 330 483
722 206 14 289 1.078
140 179 6 298 275
1.624 478 17 1.196 1.731
227 328 27 569 476
126 150 10 432 326
372 216 22 534 648
40 56 10 150 139
646 184 4 932 1.166
799 208 0 936 1.320
57 104 18 252 339
436 127 7 494 617
1.404 230 18 809 4.669
6 7
Musi Rawas OKU
380 107
452 186
312 148
1.614 526
561 208
423 115
803 187
136 26
581 214
1.105 278
413 81
317 215
647 356
8
OKUS
99
240
94
316
243
62
193
33
243
245
64
183
289
9
OKUT
59
135
48
425
120
39
126
19
115
154
21
57
254
10 11
Ogan Ilir OKI
87 387
178 2.100
105 185
435 8.362
204 523
102 377
215 2.827
54 103
267 2.452
267 2.761
74 238
153 4.229
197 13.256
12
Pagar Alam
1
0
2
6
1
3
4
3
6
0
1
12
5
13 14
Palembang Prabumulih
3 10
6 13
2 28
17 16
5 30
5 28
8 46
4 25
11 21
4 0
0 25
6 25
11 20
15
Empat Lawang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
79
112
16
PALI
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
115
192
17
Muratara
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
162
553
TOTAL
2.334
5.619
1.822
16.763
3.522
2.198
6.201
798
6.842
8.077
1.662
7.234
23.022
Sumber: Satelit Terra Aqua MODIS NASA. * = Data sampai Nopember 2015
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 3
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Tabel 4. Sebaran Kebakaran Lahan Gambut dalam Ijin Konsesi No
Luas
Tutupan lahan gambut
ha
1 2 3
Hutan Manggrove sekunder Hutan rawa sekunder Hutan tanaman
138 28.795 89.566
0,06 11,79 36,68
4 5
Perkebunan Pemukiman
26.213 10
10,73 0,00
6 7
Pertambangan Pertanian lahan kering
30 5.268
0,01 2,16
8 9
Pertanian lahan kering campuran Rawa
1.493 5.299
0,61 2,17
10 11
Rumput kering dan rumput rawa Sawah
538 653
0,22 0,27
12 13
Semak belukar Sema belukar rawa
13,075 60.007
5,35 24,57
14 15
Tanah terbuka Tubuh air
13.032 92
5,34 0,04
244.210
100,00
TOTAL -
%
Dari sebaran gambut di Provinsi Sumatera Selatan tersebut terjadi kebakaran tahun 2015: pada peat dome 255.148 ha (59,8%), peat land 171.757 ha (40,2%), total 426.905 ha. Jumlah hotspot tahun 2015 sebanyak 27.507 titik yang tersebar di lahan gambut 19.408 titik (70,6%) dan non lahan gambut 8.099 titik (29,4%) Luas kebakaran lahan gambut pada ijin lahan konsesi 244.210 ha (27%) dari luas ijin konsesi pada lahan gambut 906.066 ha
STATE OF THE ART (TERKAIT PERMASALAHAN DAN STRATEGY PENYELESAIAN)
kedalaman gambut sekitar 4 hingga 5 meter, disajikan pada Gambar 5a dan 5b.
RESTORASI LAHAN GAMBUT (STUDI KASUS: LAHAN GAMBUT BENTANG LAHAN KAYUAGUNG, KABUPATEN OKI Perkembangan dan Karakteristik Kondisi Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten OKI Bentang lahan gambut Kayuagung merupakan hutan rawa primer yang membentang dari Kecamatan Pedamaran hingga Tulung Selapan yang mempunyai jarak sekitar 40 kilometer, atau dari Kecamatan Kayuagung hingga Pampangan dengan jarak relative sama (Gambar 2). Perubahan lahan gambut terjadi dimulai dengan adanya kegitaan HPH dari tahun 1980 hingga 2000 dan dilanjutkan dengan penebangan tidak terkendali oleh masyarakat dan pihak lain dengan menebang pohon tanpa kendali. Kondisi vegetasi lahan telah berubah didominasi oleh tumbuhan pioneer (Gambar 3 dan 4).
Gambar 2. Bentang Lahan Gambut Kayuagung Kabupaten OKI (SSFFMP, 2004)
Tahun 2005 SSFFMP (south Sumatra forest fire management Project) berinisiasi melakukan kegiatan survai karakteristik gambut, dengan hasil adalah
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 4
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Gambar 3. Kondisi Tanaman Pioner pada Lahan Gambut Terbakar , Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2004)
Gambar 4. Kondisi Vegetasi pada Lahan Gambut Terbakar , Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2004)
Titik Pengamatan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930313233343536373839404142434445464748495051525354555657
Kedalaman Gambut (meter)
0,00 -1,00 -2,00 -3,00 -4,00 -5,00 -6,00 -7,00 -8,00
Gambar 5a. Kedalaman Gambut Pada Lintasan 1 sampai 54, Jalur Air Sugihan-Lebung Gajah Kecamatan Tulung Selapan , Kabupaten Ogan Komering Ilir (PPMAL Unsri, 2005).
Titik Pengamatan
Kedalaman Gambut (meter)
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 0,00 -1,00 -2,00 -3,00 -4,00 -5,00 -6,00
Gambar 5b. Kedalaman Gambut Pada Lintasan 59 sampai 96, Jalur Penyabungan-Lebung Hitam Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir (PPMAL Unsri, 2005).
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 5
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Pemanfaatan Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir Kondisi lahan gambut Kayuagung yang telah terdegradasi cenderung akan selalu terjadi kebakaran lahan pada setiap tahunnya, karena tidak adanya vegetasi sebagai penahan panas sinar matahari dan juga terjadinya penurunan air dari bentang lahan menuju titik terendah lahan gambut. Proses pengeringan lahan gambut terjadi pada musim kemarau. Sekitar tahun 2005 bentang lahan gambut kayuagung belum ada kegiatan pertanian dan perkebunan. Namun Seiring dengan perkembangan waktu, bentang lahan gambut Kayuagung sebagian besar telah berubah sebagian besar menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan sebagian kecil menjadi lahan pertanian (Gambar 6a dan 6b). Disisi lain, kedalaman gambut pada bentang lahan gambut Kayuagung adalah lebih dari 3 meter
Gambar 7. Restorasi Lahan Gambut di lahan Gambut Kayuagung, OKI
Upaya Restorasi Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir Upaya terbaik dalam kegiatan restorasi gambut adalah 1). mengidentifikasi karaktersitk lahan gambut, 2) Sosialisasi Kebakaran lahan dan dampaknya, 3). Kegiatan Rewetting Lahan Gambut dan 4). Revegetasi pada Lahan Gambut Non Agroekosistem Kelapa Sawit dan HTI 1. Identifikasi Karakteristik Lahan Gambut
Gambar 6a. Tanaman kelapa sawit di lahan Gambut, Kab OKI (Photografer: Prayitno, 20013)
Kegiatan identifikasi karakteristik bentang lahan gambut pada suatu lokasi adalah sangat penting dan berpengaruh terhadap kegiatan kegiatan dalam restorasi lahan gambut. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah 1. Penyediaan peta lokasi dan luasan gambut oleh instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah, 2. Membuat peta kedalaman gambut dalam skala detail, 3. Membuat peta hidrologi dalam skala detail, 4. Membuat peta tata guna lahan dalam skala detail, 5. Penetapan kerusakan lahan gambut oleh pemerintah/instansi tentang status kondisi lahan gambut (tingkat kerusakan/degradasi) dan perlakuan yang dilakukan pada lahan gambut tersebut. 2. Sosialisasi tentang Kebakaran Hutan dan Lahan serta Dampaknya terhadap Masyarakat sekitar Hutan dan Stakeholder pengguna Lahan Gambut
Gambar 6b. Tanaman Karet di Lahan Gambut, Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2134)
Restorasi lahan lahan gambut di Sumatera Selatan dilakukan oleh BPK Palembang tahun 2010 seluas 4 hektar untuk kebun konservasi plasma nutfah ramin (Gonystylus bancanus) dan budidaya pola campuran ramin dan jelutung (Dyera lowii).
a. Kegiatan restorasi lahan gambut perlu disosialisakian kepada masyarakat dan sebaiknya segala kegiatan restorasi melibatkan masyarakat. Masyarakat ikut bertanggung jawab dan memiliki. b. Kegiatan restorasi gambut sebaiknya sejalan dengan kegiatan masyarakat yang tergantung pada hutan/lahan gambut, dan tidak mematikan kegiatan masyarakat. c. Kegiatan utama dalam restorasi gambut terutama pada upaya peningkatan muka air tanah (rewetting) dengan kegiatan penyekatan sungai dan kanal harus didiskusikan atau bermusyawarah dengan masyarakat setempat
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 6
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
3. Rewetting (Pembasahan Lahan Gambut) pada Lahan Gambut dengan Agroekosistem Kelapa Sawit: pintu air terkendali. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah: 1. Upaya meningkatkan kemampuan untuk menampung air (sumber air hujan/sungai) pada lahan dan meninimalkan kehilangan air dari lahan, 2. Penyekatan sungai untuk meningkatkan muka air tanah. 3. Menambahan pintu air pada kanal/saluran (primer/sekunder/tersier) untuk meningkatkan muka air tanah. Bila dimungkinkan terdapat individual manajemen air setiap blok. 4. Desain teknik sekat/tabak spesifik lokasi untuk Sungai/kanal/saluran yang ada di lahan berdasarkan panjang, lebar dan dalam dari sungai atau saluran. 5. Desain sekat/tabat/pintu air dapat dipilih sesuai dengan keperluan pada lokasi setempat. Beberapa desain pintu yang dapat digunakan adalag Multiple flap gate dan stop log. Material yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan fungsinya. 6. Design WATER MANAGEMENT pada lahan agroekosistem kelapa sawit sebagai satu kesatuan. 3.b. Rewetting (Pembasahan Lahan Gambut) Lahan Gambut Non HTI/Agroekosistem Kelapa sawit. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah: 1. Upaya meningkatkan kemampuan untuk menampung air (sumber air hujan/sungai) pada lahan dan meninimalkan kehilangan air dari lahan, 2. Penyekatan sungai dan kanal untuk mencegah illegal logging dan meningkatkan muka air tanah. mendapatkan persetujuan masyarakat, terkait fungsi sungai sebagai sarana tansportasi, ekonomi masyarakat. Resikonya adalah akan dibongkar masyarakat, boikot dan permasalahan di lapangan. 3. Peningkatan muka air tanah dengan penyekatan sungai, dimungkinkan digunakan untuk budidaya ikan setempat yang telah beradaptasi dan dapat berkembang biak. Budidaya ikan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan dan bahkan dapat menciptakan aktivitas ekonomi masyarakat. 4. Design WATER MANAGEMENT untuk suatu bentang lahan yang terdiri dari beberapa lahan agroekosistem kelapa sawit menjadi satu KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT 5. Data potensi air hujan dan debit sungai sebagai sumber air perlu dihitung setiap bulan selama periode tertentu disediakan. 6. Data potensial kehilangan air dari lahan tiap bulan selama periode tertentu. 7. Data prakiraan potensi jumlah air yang tertampung pada bentang lahan setiap bulan selama periode tertentu.
3.c. Jenis Teknik Penyekatan/Tabat 1. Sekat kayu satu lapis yang dilapisi plastik atau bahan geotextile (Baba dan Sidiq, 2009) 2. Sekat isi dua lapis (composite dam) (Baba dan Sidiq, 2009) 3. Bendungan system tabat atau tabat beringkat. 4. Revegetasi (Penanaman Kembali dengan Tanaman Konservasi-tahunan atau agroforestri) pada Lahan Gambut Non HTI/ Agroekosistem Kelapa sawit. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah: 1. Perencanaan/penataan areal revegetasi, memperhatikan: a. Pemilihan jenis tanaman (tahunan/ hutan/ Agroforestri) mengikuti kebijakan yang berlaku. b. Penentuan lokasi penanaman tanaman tahunan/hutan atau agroforesti berdasarkan karakteristik gambut (kedalaman gambut), ketinggian muka air tanah dan ketinggian tanah pada lahan. 2. Penataan pola tanam pada kegiatan revegetasi (tahunan/hutan/Agroforestri) perlu memperhatikan: a. Aksesibilitas Masyarakat b. Jenis tanaman yang diperlukan masyarakat (untuk keperluan hidup) c. Jenis tanaman yang tidak disukai hama dan satwa (pada lokasi teretntu) d. Disesuaikan dengan kondisi karakteristik lahan (tanah dan air lahan)
5. Pemilihan Jenis Tanaman memperhatikan: a. Memilih tanaman cepat tumbuh untuk menciptakan iklim mikro yang baik dan mudah tumbuh, b. Setelah iklim mikro tercipta dapat dikombinasikan tanaman cepat dan lambat tumbuh c. Pemilihan tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dirawat, bukan pertanian intensif d. Jenis tanaman yang dapat mendukung ketahanan pangan
KESIMPULAN/REKOMENDASI Rekomendasi yang diberikan yaitu harus ada komitmen yang kuat untuk memenuhi kondisi berikut: 1) kondisi yang diperlukan: (a) harus mendukung vegetasi asli seperti Tumeh & Jelutong untuk tumbuh kembali; (b) harus melakukan pembasahan lahan gambut dengan refunctioning mekanisme pengisian air alami & buatan manusia. 2) kondisi yang cukup: (a) Perlu dilakukan sebagai upaya kemitraan sosial; (b) harus dalam satu atau lain cara menjadikan lahan gambut memberikan
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 7
TECHNICAL REVIEW – NO. 2 - MARCH 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
sumber pendapatan secara ekologis bagi masyarakat setempat. 3) upaya berkelanjutan untuk menjaga benfits ekonomi ekologi lanskap untuk tiga pihak yaitu: (a) investor sudah ada di zona lahan gambut; (b) Masyarakat di desa-desa di sekitarnya; (c) Pemerintah daerah sebagai fasilitator asli. 4) manajemen tata ruang yang akan dijalankan oleh lembaga tingkat makro (tingkat provinsi & kabupaten) & lembaga agribisnis tingkat mikro di setiap desa seperti yang tersirat dalam UU Pemerintah No.6 tahun 2014.
ACKNOWLEDGMENT This Technical Review produced by Konsorsium “PETUAH”
Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Pertanian FP Unsri. Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah R. Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono. 2005. Panduan Penyekatan Parit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International –Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. South Sumatra Forest Fire management Project. 2005. Laporan Survai Karaktersitik Gambut Kayuagung OKI. Tidak dipublikasi.
Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau and funded by the Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia REFERENSI Baba S. Barkah dan M. Sidiq. 2009. Panduan Penyekatan Parit/Kanal dan Pengelolaannya Bersama Masyarakat Di areal Hutan Rawa Gambut MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 20.TA. FINAL / SOP. No. 03. PSF Rehabilitation. Ferraro, P. J., Kathleen Lawlory, Katrina L. Mullanz, and Subhrendu K. Pattanayak. 2011. Forest Figures: Ecosystem Services Valuation and Policy Evaluation in Developing CountriesReview of Environmental Economics and Policy, pp. 1–26. doi:10.1093/reep/rer019. Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia Prayitno, M.B. 2014. Neraca Karbon pada Agroekosistem
Authors Dr. Muh. Bambang Prayitno Department of Soil Science Agriculture Faculty Sriwijaya University
The Konsorsium ‘PETUAH’ PerguruanTinggiuntuk Indonesia Hijau – MCA Indonesia policy briefs present research-based information in a brief and concise format targeted policy makers and researchers. Readers are encouraged to make reference to the briefs or the underlying research publications in their own publications. ISSN XXXX-XXXX Title: Peatland Restoration: Pemanfaatan Lahan Gambut
Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA Indonesia
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 8