Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Konsorsium PETUAH (Perguruan Tinggi Untuk Indonesia Hijau) Pengetahuan Hijau Berbasis Kebutuhan dan Kearifan Lokal untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Green Knowledge with Basis of Local Needs and Wisdom to Support Sustainable Development)
TECHNICAL REVIEW No. 4/CSS IPB – June 2016
Proses bisnis dan produksi wood pellet di PERHUTANI Divisi Regional Jawa Barat Banten Kata kunci: wood pellet, proses bisnis, kebun energi, biomassa, kaliandra PENDAHULUAN Wood pellet menjadi salah bahan bakar yang penting saat ini dan banyak diminati terutama di negara 4 musim sebagai pengganti energi nuklir dan batubara. Korea Selatan, Jepang, China dan India secara perlahan beralih ke wood pellet dengan alasan keamanan dan lebih ramah lingkungan. Semakin banyak negara maju beralih ke bahan bakar biomassa, menyebabkan permintaan terhadap biomassa seperti wood pellet terus mengalami peningkatan. Kebutuhan negara Eropa tahun 2013 masih kurang 7 juta ton, Kanada kurang 1 juta ton, Jepang dan Korea Selatan masih kurang 1 juta ton. Kebutuhan wood pellet global untuk pembangkit listrik dan pemanas terus tumbuh sekitar 14.1% per tahun. Tahun 2020 kebutuhan wood pellet diperkirakan menjadi 51 juta ton (Mergner, 2014). Beberapa negara seperti Korea Selatan, Jepang dan Eropa (impor 14 juta ton pada tahun 2014), AS dan Kanada berusaha mencari pasokan bahan baku ke negara tropis seperti Indonesia. Tercatat Jepang, Korea Selatan dan China 2 juta ton, Eropa 12 juta ton (pengguna sekaligus penghasil terbesar, yaitu Jerman, Swedia, Latvia dan Portugal), AS 3 juta ton, Rusia 2 juta ton dan Kanada 3 juta ton (Matthews, 2015). Meskipun negara-negara pengguna wood pellet tersebut dapat memproduksi
sendiri, tetapi belum mampu mencukupi kebutuhan wood pellet di negara-negara sub tropis. Jepang dan Korea Selatan diperkirakan akan menjadi importir wood pellet terbesar pada dekade mendatang. Korea Selatan dan Jepang menjadi negara yang sangat intensif mencari sumber energi biomassa. Sejak tahun 2012, Korea Selatan menargetkan penggunaan energi terbarukan minimal 2% dan tahun 2022 penggunaan biomassa ditargetkan 10% yang 60% berasal dari wood pellet. Sekitar 70% wood pellet Korea Selatan adalah impor dimana Indonesia memasok sekitar 7% ke Korea Selatan. Jateng, Jatim, Sumatra, Kalimantan dan Papua menjadi target investasi Korea Selatan untuk wood pellet terutama yang berasal dari cangkang sawit, bagas tebu, jerami, kalianda merah. International Energy Association Bioenergy Task 40 melaporkan pada tahun 2007 negara-negara di Eropa memproduksi 4.5 juta ton wood pellet dengan tingkat konsumsi sebesar 5.5 juta ton, terbanyak untuk kelistrikan dan sumber panas. Penggunaan wood pellet juga telah meluas hingga ke Asia (IAEA, 2016). Setiap tahunnya kebutuhan bahan baku kayu pelet di Korea Selatan mencapai 60 ribu ton dan akan terus meningkat ditengah kebijakan pemerintahnya untuk mensubstitusi bahan bakar batu bara dengan wood pellet.
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 1
TECHNICAL REVEIW – NO. 4 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Rekomendasi o o
o o o
Kebutuhan wood pellet dunia merupakan peluang untuk mengembangkan industri wood pellet secara berkelanjutan melalui pengembangan kebun energi Pengembangan industri wood pellet didorong secara terintegrasi untuk pengembangan ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat baik untuk penyediaan bahan baku wood pellet maupun hasil samping seperti ternak lebah madu dan ternak sapi Investasi kebun energi untuk industri wood pellet perlu disikapi dengan aturan agar perubahan paradigma energi sebagai pendorong pembangunan dapat diwujudkan Wood pellet sebagai produk energi terbarukan perlu didorong agar dimanfaatkan secara nasional untuk pemenuhan energi pembangkit listrik dalam negeri Regulasi pengaturan harga jual wood pellet perlu dibuat agar pemanfaatan di dalam negeri dapat maksimal
Kebijakan Pemerintah Korea Selatan untuk mencari sumber biomassa di luar negeri direspon oleh pebisnisnya dengan menggelontorkan investasi untuk industri wood pellet di Indonesia. Kebutuhan wood pellet Korea Selatan sebagian besar dipasok oleh industri wood pellet Indonesia yang saat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 40 ribu ton per tahun. Sementara di dalam negeri, pasar wood pellet domestik belum terlalu besar. Hal ini disebabkan karena kesadaran yang belum tinggi terhadap bahan bakar rendah emisi, ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar minyak dan gas, dan belum adanya pengembangan teknologi yang memudahkan penggunaannya di tingkat rumah tangga. Wood pellet (Gambar 1) adalah hasil pengolahan dari kayu bulat atau limbah kayu menjadi serbuk yang dipadatkan sehingga berbentuk silindris dengan diameter 6-10 mm dan panjang 1-3 cm dengan kepadatan rata3 3 rata 650 kg/m atau 1.5 m /ton. Wood pellet banyak digunakan di Eropa dan Amerika sebagai sumber energi untuk pemanas ruangan pada musim dingin dan energi penghasil listrik (carbon for electricity), serta sebagai sumber energi di rumah tangga untuk keperluan memasak. Wood pellet menghasilkan rasio panas yang relatif tinggi antara output dan input-nya (19:1 hingga 20:1) dan energi sekitar 4.7kWh/kg. Penggunaan wood pellet sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas. Emisi CO2 dari wood pellet sekitar sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dengan batu bara dan bahan bakar minyak, serta delapan kali lebih rendah daripada gas.
Selain emisi CO2 yang dikeluarkan dari hasil pembakarannya rendah, juga berasal dari bahan baku terbarukan yang bersifat carbon neutral. Wood pellet dapat disebut sebagai carbon neutral karena dianggap tidak menambah emisi CO2 ke atmosfer. Semasa pertumbuhan, pohon ini menyerap CO2 dengan jumlah yang diserap dapat lebih besar daripada yang dilepaskan, bahkan bisa menjadi karbon negatif.
Gambar 1. Wood pellet Wood pellet merupakan salah satu contoh penggunaan sumber daya hayati untuk energi, lebih tepatnya sebagai bahan bakar boiler untuk pembangkit tenaga listrik (Wang and Yan, 2005). Wood pellet adalah energi biomassa yang berasal dari proses pemadatan atau densifikasi kayu, sehingga memiliki densitas yang lebih tinggi dari bahan bakunya (Uasuf and Becker, 2011).
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 2
TECHNICAL REVEIW – NO. 4 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Bahan baku wood pellet yang biasa digunakan adalah sisa industri pengolahan kayu yang dapat berbentuk serpihan kayu (wood chips) dan serutan kayu (wood mill). Sumber bahan baku tersebut cukup melimpah di Indonesia, karena limbah dari industri pengolahan kayu memiliki persentase sebesar 50.8% dari bahan baku. Penggunaan wood pellet di dunia sudah sangat besar, khususnya di daerah Amerika Utara kebutuhan per tahun mencapai 650000 ton per tahun (Maggeli et al., 2009). Di Eropa penggunaan wood pellet juga menunjukkan angka yang tinggi, tetapi wood pellet yang digunakan sebagian besar berasal dari Negara di bagian Utara Amerika, yaitu Kanada (Uran, 2010). Berbagai negara di dunia memiliki ketertarikan untuk berinvestasi pada industri wood pellet di Indonesia. Salah satu negara di Asia yang sangat antusias adalah Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan memiliki pusat penelitian wood pellet di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Permintaan wood pellet sangat besar dan kebutuhannya diperkirakan mencapai 5 juta ton per tahun untuk Korea Selatan pada tahun 2020. Pada penggunaannya sebagai bahan bakar boiler, karakterisitik wood pellet yang paling penting adalah nilai kalor bakar (heating value). Nilai kalor bakar untuk wood pellet tergantung pada bahan baku yang digunakan, perbedaan bahan baku dapat dipisahkan antara kayu keras (hardwood) dan kayu lunak (softwood). Kayu yang berasal dari daerah tropis memiliki nilai kalor bakar yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain bila sudah diolah menjadi wood pellet (Telmo and Lousada, 2011). Nilai kalor bakar dari wood pellet berada pada rentang 10-20 GJ/ton (Chau et al., 2008). Nilai kalor bakar ini rata-rata hampir sama dengan bahan bakar padat lainnya, yaitu batu bara. Jadi, dapat dikatakan secara kebutuhan energi, wood pellet dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler seperti batu bara. Peluang yang sangat besar bagi Indonesia dimana potensi biomasa Indonesia menurut ESDM ketika dikonversi listrik akan menjadi 49.810 MW dan yang dimanfaatkan baru 1618.40 MW atau kurang dari 4% (Indonesia Energy Outlook, 2015). Untuk menjadi pemain utama wood pellet di level regional Asia hingga global dunia, bukan hal yang mustahil bagi Indonesia. Dengan kondisi tersebut sebuah kebun energi dari kaliandra bisa panen dalam kurun waktu sangat cepat yakni kurang dari 1 tahun, selanjutnya bisa terus panen tiap tahunnya dari trubusan yang dihasilkan. Ketika dunia sebagian besar masih mengandalkan limbah-limbah kayu sebagai bahan baku wood pellet, dengan kondisi iklim di Indonesia seperti diatas maka dengan kebun energi akan efektif dan berkesinambungan (sustainibility). Dan ketika misalnya Indonesia akan menargetkan menjadi pemain utama wood pellet dunia dengan 50% produksi dunia pada tahun 2024 (25 juta ton/tahun) berarti dibutuhkan lahan kurang lebih hanya 170 ribu ha, masih jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang digunakan untuk perkebunan sawit saat ini, yang sekitar 11 juta ha.
Kualitas lahan yang dibutuhkan juga tidak perlu sebaik perkebunan sawit, bahkan lahan-lahan miring atau berupa lereng akan sangat bagus bagi tanaman kaliandra. Hal ini karena kaliandra sangat anti terhadap genangan air. Apabila kapasitas pabrik wood pellet dibuat 100000 ton/tahun (20 ton/jam) berarti dibutuhkan 250 unit pabrik wood pellet atau apabila kapasitas pabrik yang dibuat 50000 ton/tahun (10 ton/jam) berarti dibutuhkan 500 unit pabrik wood pellet dan seterusnya. METODOLOGI Technical Review analisis bisnis dan proses produksi wood pellet dilakukan melalui FGD, penelusuran dokumen teknis, regulasi dan aturan pengembangan produk wood pellet, telaah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh nara sumber, lesson learned PERHUTANI Divisi Regional Jawa Barat-Banten, Bangkalan Model Project. Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan dengan mengundang nara sumber yang mempunyai pengalaman mengembangkan bisnis wood pellet. Hasil telaah dokumen, hasil penelitian dan hasil diskusi dengan nara sumber selanjutnya dianalisis dan dirangkum dalam bentuk dokumen Technical Review. REVOLUTION OF WOOD PELLET (Project PERHUTANI Divisi Regional Jawa Barat Banten) a. Potensi dan konsep pengembangan Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani seluas 2 446 907.27 Ha, terdiri dari Hutan Produksi (HP) dan hutan lindung. Luas hutan yang dikelola Perhutani tidak termasuk kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata. Wilayah kerja Perhutani Divisi Regional Jawa Barat Banten terbagi menjadi 3 Unit dengan 57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan, Perum Perhutani didukung pula oleh 13 Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM), satuan kerja perencanaan sumberdaya hutan (SDH) yang terdiri dari 13 Seksi Perencanaan Hutan (SPH). Divisi Regional Jawa Barat dan Banten terdiri dari: 14 KPH ; 1 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri Kayu Non Kayu; 1 KBM Agroforestry Ekologi dan Jasa Lingkungan (AEJ) serta 4 SPH ; seluas 678 244.6 Ha. Wilayah kerja Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten terbagi kedalam 14 KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), 93 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan 320 RPH (Resort Pemangkuan Hutan) yang tersebar di 2 Provinsi, 23 Kabupaten/Kota, 349 Kecamatan dan 1551 Desa (Artono, 2016). Dengan potensi pengelolaan hutan yang dimiliki oleh PERHUTANI Divisi Regional Jawa Barat Banten dan melihat peluang pasar dunia terhadap wood pellet maka PERHUTANI menjajagi kerjasama dengan mitra luar untuk mengembangkan Energy plantation project yaitu penanaman tanaman energi sebagai bahan baku wood pellet. Sebagai landasan untuk pengembangan wood pellet ini adalah bahwa hutan produksi menurut PP No.
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 3
TECHNICAL REVEIW – NO. 4 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
6/2007 jo PP No. 3/2008 dan PP No. 72/2010 serta pemanfaatan HHBK Hutan Tanaman meliputi hasil hutan berupa rotan, sorgum, bambu, getah, kulit kayu, daun, buah/biji danbiofuel (bahan bakar nabati). PERHUTANI mengembangkan tanaman energi jenis Paulownia seluas 2000 ha di KPH Purwakarta dan jenis Kaliandra Merah seluas 930.60 ha di KPH Sukabumi. Pasar yang dijajagi dan menjadi target adalah Jepang , China, Korea Selatan, negara ASEAN dan pasar lokal Indonesia. Kelebihan tanaman Kaliandra sebagai bahan baku wood pellet adalah 1) bahan baku kayu Kaliandra bersifat SRC (Short Rotation Coppice), 2) Nilai kalorinya bisa mencapai 4.600 kkal/kg wood pellet kering atau 7200 kkal/kg wood pellet arang dimana ini setara dengan batu bara kelas terbaik, 3) Tanaman Kaliandra mudah dikembangkan dan dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, 4) Tidak menimbulkan polusi/pencemaran udara/ramah lingkungan. Hasil penelitian percampuran bahan bakar batu bara dengan 10 % wood pellet dapat menurunkan polusi udara sebesar 50%, dan 5) abu hasil pembakaran wood pellet bisa langsung diaplikasi ke tanah sebagai pupuk (Artono, 2016). Pengembangan kebun energi untuk produksi wood pellet dilandasi dengan konsep integrasi tanaman kayu energi Kaliandra yang dikaitkan dengan ternak sapi dan lebah madu (Gambar 2). Hasil kayu Kaliandra dan tebangannya digunakan sebagai bahan baku wood pellet, sementara daun Kaliandra digunakan untuk pakan ternak. Konsep integrasi kebun energi melibatkan masyarakat, sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat di sekitar kebun energi.
tertentu yang nantinya akan dipanen sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar biomasa. Banyak jenis yang cocok digunakan sebagai tanaman kebun energi selain Kaliandra seperti glirisidea, lamtoro, akasia, dan lain-lain, namun pemilihan Kaliandra didasarkan pada alasan bahwa Kaliandra adalah jenis tanaman perdu yang gampang dan cepat tumbuh di lahan miskin hara, miskin air, namun bisa menyuburkan tanah melalui fiksasi Nitrogen dalam tanah. Kayu Kaliandra juga menghasilkan kalori yang tinggi ketika dibakar (4.7 kkal) sehingga banyak masyarakat menggunakanny untuk kayu bakar. Daun Kaliandra juga banyak dipakai sebagai pakan ternak yang potensial. Bunga Kaliandra memberi daya pikat buat lebah madu, sehingga membuka peluang untuk bisnis madu dari nektar bunga Kaliandra. Pohon Calliandra callothyrsus atau Kaliandra merah dengan silvikultur terubusan atau coppice system sangat cocok dalam segala hal untuk dijadikan pilihan jenis tanaman kebun energi yang bisa menghasilkan energi wood pellet setara dengan energi batubara. Pasar global wood pellet menuntut adanya standard nilai kalor dari wood pellet. Sehingga, meskipun jenis bahan baku bermacam-macam dan dapat berasal dari limbah pertanian seperti tongkol jagung, sekam dan tebangan ranting pohon (Gambar 4), tetapi dalam proses produksi perlu disesuaikan dengan standard minimal kandungan kalori yang diminta pasar/negara pengimpor.
Gambar 3. Skematik aliran proses produksi wood pellet (Artono, 2016) Gambar 2. Konsep integrasi tanaman kayu energi dan wood pellet (Artono, 2016) Aliran proses bisnis secara skematik ditunjukkan pada Gambar 3. Konsep pengembangan kebun energi untuk bahan baku wood pellet dibangun melalui kerjasama investasi yang melibatkan pihak investor luar negeri yang saling menguntungkan. Perhutani Divisi Regional Jawa Barat Banten menyediakan lahan untuk kebun energi bekerjasama dengan masyarakat untuk memastikan dan menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku, sementara investasi dari mitra luar negeri digunakan untuk membangun pabrik pengolahan wood pellet. Kebun energi (Biomass Energy Estate) adalah sebuah hamparan lahan yang ditanami jenis-jenis tanaman
Gambar 4. Bahan baku wood pellet dari limbah pertanian dan limbah tebangan (Artono, 2016)
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 4
TECHNICAL REVEIW – NO. 4 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
b. Analisis ketersediaan bahan baku wood pellet Kontinyuitas pasokan bahan baku merupakan kunci utama untuk produksi wood pellet. Hal-hal yang perlu dikaji adalah menyangkut potensi ketersedian lahan dan besarnya bahan baku yang dapat dipasok untuk kebutuhan produksi wood pellet. Tabel 1 menunjukkan luas tanaman Kaliandra dan potensi produksi per tahun yang dikembangkan oleh PERHUTANI Disivi Regional Jawa Barat Banten. Tabel 1. Luas tanaman Kaliandra di PERHUTANI (Artono, 2016)
Tanaman Kaliandra yang sudah dikembangkan seluas 234.83 ha dengan jarak tanam 5 x 5 m sehingga untuk tiap ha ada 320 pohon. Jika diasumsikan persentase tumbuh 85%, maka potensi Kaliandra jika dipangkas pada tahun 2016 sebesar 15 kg/pohon atau dapat dipanen sebanyak 1198 ton karena belum pernah dipangkas/diproduksi. Tetapi pemangkasan selanjutnya diprediksi menghasilkan 5 kg/pohon atau 399 ton/tahun. Sedangkan potensi pengembangan Kaliandra pada lokasi lain seluas 930.3 ha dengan jarak tanam 2 x 1 m adalah 23257 ton. Sehingga Ini diperlukan investasi dari investor mitra kerjasama. Rencana potensi pengembangan tanaman Kaliandra dengan asumsi investasi pabrik wood pellet yang terletak di Pasir Klotok Pelabuhan Ratu didasarkan pada pertimbangan lokasi yang sudah dipersiapkan untuk tanaman Kaliandra seluas 930.60 ha. Tabel 2 menunjukkan KPH pengembangan kebun energi Kaliandra. Tabel 2. KPH pengembangan kebun energi Kaliandra (Artono, 2016) Luas Jarak rataNo BKPH-RPH Rencana rata ke PSR (ha) Klotok (km) 1 Bojonglopang 139.9 50 - Pasar Timur 2 Lengkong - Hanjuang Barat 109.30 46 - Hanjuang Selatan 70.85 50 180.15 3 Pelabuhan Ratu - Parmas Selatan 322.00 32 - Parmas Utara 249.30 16 - Jayanti 39.30 2 610.55 Total KPH 930.60
Pemilihan lokasi tanaman mempertimbangkan faktor: 1) jarak ke lokasi pabrik maksimal 50 km, 2) ketersediaan jaringan jalan mobil sehingga mempermudah angkutan, 3) ketersediaan tenaga kerja untuk kegiatan penanaman dan pemugutan kayu Kaliandra. Bebas garapan dan tidak ada penggembalaan ternak sapi/domba, 4) bukan lokasi rawan kebakaran hutan.Dari pertimbangan ini maka PERHUTANI Divisi Regional Jawa Barat Banten menetapkan rencana lokasi tanaman kebun energi adalah bekas tanaman pulai, TBP dan TKLR. Pemilihan lokasi pabrik wood pellet berada di bekas TPK Pasir Klotok mempertimbangkan luas lahan, aksesibilitas, kedekatan dengan jaringan listrik, jarak dengan penduduk serta jarak dengan pasar/market yang tidak terlalu jauh atau memanfaatkan pabrik wood pellet yang sudah ada di kecamatan Cidolog kabupaten Sukabumi dengan kerjasama pengelolaan atau jual bahan baku. PELUANG DAN TANTANGAN Perkembangan wood pellet di Indonesia memang masih sebatas penyedia wood pellet sebagai energi biomassa yang ramah lingkungan. Di satu sisi pengembangan industri wood pellet bekerjasama dengan investor asing dapat mendatangkan devisa bagi negara, tetapi disisi lain adanya perubahan paradigma untuk melihat energi bukan sebagai produk tetapi sebagai pendorong pembangunan menuntut lebih banyak pemanfaatannya untuk kebutuhan di dalam negeri. Apalagi negara pengimpor menggunakan wood pellet sebagai bahan bakar pembangkit listrik, sementara secara nasional dengan target pemerintah untuk membangun pembangkit listrik 35000 MWatt perlu didukung oleh berbagai macam bahan bakar termasuk wood pellet. Wood pellet ini merupakan sumber energi masa depan Indonesia. Penerapan wood pellet sebagai bahan bakar boiler pembangkit tenaga listrik merupakan salah satu jalan untuk pemecahan krisis listrik di Indonesia. Kelebihan wood pellet di Indonesia yang merupakan negara kepulauan adalah keberadaan bahan baku yang tersebar luas. Bahan baku yang berupa kayu terdapat melimpah di segala penjuru negeri. Proses produksi wood pellet yang akan diintegrasikan dengan pembangkit tenaga listrik dapat menjadi solusi krisis listrik pada daerah-daerah tersebut. Meningkatnya permintaan global terhadap wood pellet dan potensi industri wood pellet telah mendorong berkembangnya investasi di industri wood pellet. Penggunaan wood pellet di Indonesia untuk pembangkit tenaga listrik dapat dikatakan masih memiliki kekurangan jika dipandang dari persyaratan harga bahan baku. Kekurangan ini dapat diringankan dengan bantuan kebijakan pemerintah antara lain feed in tariff untuk industri wood pellet dan pemberian pajak bagi industri yang menghasilkan emisi yang berat. Harga wood pellet yang masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan batu bara di Indonesia, membuat
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 5
TECHNICAL REVEIW – NO. 4 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
para pelaku usaha wood pellet di Indonesia tidak dapat menjual pada pasar domestik. Sebagian besar perusahaan produsen wood pellet mengekspor wood pellet ke berbagai negara di Eropa dan Asia.
Uasuf, A., Becker, G. 2011. Wood pellets production costs and energy consumption under different framework conditions in Northeast Argentina. Biomass and Bioenergy 35: 1357=1366.
KESIMPULAN
Uran, V. 2010. A model for establishing a win–win relationship between a wood pellets manufacturer and its customers. Biomass and Bioenergy 34:747– 753.
Pertumbuhan kebutuhan energi setiap tahunnya (10%) sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (6-7%). Tuntutan masyarakat global untuk peningkatan kualitas lingkungan sebagai landasan pengembangan wood pellet. Peluang pasar wood pellet, baik lokal maupun Jepang, Korea, China, Eropa, dan Amerika untuk keperluan pembangkit tenga listrik menuntut Indonesia (PERHUTANI) untuk mulai mengembangkan wood pellet. Dukungan para pihak dalam pengembangan wood pellet meliputi penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah tebangan kayu: limbah industri kayu, limbah tebangan pertanian, pengembangan industri wood pellet termasuk mesin yang mampu menghasilkan kalori tinggi, permodalan dan peraturan pemerintah, insentif serta kemudahan usaha; pemanfaatan ranting cabang di hutan lindung, mendorong penggunaan wood pellet.
Wang, C., Yan, J. 2005. Feasibility analysis of wood pellets production and utilization in china as a substitute for coal. Int. J Green Energy 2(1): 91-107. Ir. Ananda Artono Sekretaris Divisi Regional PERHUTANI Jabar Banten Dr. Y. Aris Purwanto. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB
ACKNOWLEDGMENT Technical Review ini diproduksi oleh Konsorsium “PETUAH” Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau dan didanai oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia REFERENSI Artono, A. 2016. Revolution of wood pellet. Presented at FGD Petuah MCA-I meeting, Bogor 25 Juni 2016. Chau, J., Sowlati, T., Sokhansanj, S., Preto, T., Melin, S., Bi, X. 2008. Techno-economic analysis of wood biomass boilers for the greenhouse industry. Applied Energi 86: 364-371. https://www.iea.org/topics/renewables/subtopics/bioen ergy/ (accessed on 26 June 2016). http://www.pellet.org/images/2014-06-13_G_Murray_ IBCES.pdf (accessed on 25 June 2016). Indonesia Energy Outlook. 2015. BPPT (www.bppt.go.id) Magelli, F., Boucher, K., Bi, H.T., Melin, S., Bonoli, A. 2009. An environmental impact assessment of exported wood pellets from Canada to Europe. Biomass and Bioenergy 33:434–441. Matthews, F. 2015. Global wood pellet market product. WPAC Annual Conference. Halifax, November 2015. Mergner,S. 2014. International Pellet Markets and Canadian Pellet Industry Update (http://www. pellet.org/images/2014-06-3_G_Murray _IBCES.pdf) Telmo, C., Lousada, J. 2011. Heating values of wood pellets from different species. Biomass and Bioenergy 35: 2634-2639.
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 6