Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Konsorsium PETUAH (Perguruan Tinggi Untuk Indonesia Hijau) Pengetahuan Hijau Berbasis Kebutuhan dan Kearifan Lokal untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Green Knowledge With Basis Of Local Needs And Wisdom To Support Sustainable Development)
TECHNICAL REVIEW No. 5/CSS IPB– June 2016
Peningkatan Produktivitas Kebun Sawit Rakyat Mandiri Melalui Konservasi Air dan Pemberian Pupuk Organik PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas lahan kebun sawit (Elaeis guinesnsis Jacq.) rakyat merupakan peluang dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Perkebunan sawit milik rakyat produktivitasnya tergolong redah sehingga masih ada peluang besar untuk ditingkatkan produksinya. Produksi Crude Palm Oil (CPO) perkebunan sawit rakyat hanya 2.5 ton/ha/tahun dan minyak inti sawit (PKO) 0.33 ton/ha/ tahun. Sementara itu, pada perkebunan negara dan swasta rata-rata produksi CPO mencapai 3.48-4.82 ton/ha/tahun dan PKO 0.57-0.91 ton/ha/tahun (Kiswanto, 2008). Tanaman sawit menjadi tanaman yang ekspansinya sangat cepat terutama di daerah Asia TenggaraRata-rata produktivitas kelapa sawit rakyat sekitar 16 ton TBS/ha/tahun (Kiswanto, 2008). Produktivitas yang relatif rendah tersebut masih jauh di bawah produksi optimal yang bisa dicapai, yaitu 30 ton TBS/ha/tahun. Hal itu mengindikasikan bahwa produktivitas kebun kelapa sawit rakyat masih sangat berpeluang untuk ditingkatkan. Luas perkebunan sawit rakyat menurut data dari Dirjen Perkebunan (2015) meningkat sangat signifikan dari seluas 1 190 000 ha di tahun 2001 menjadi 4 551 850 ha di tahun 2014 atau kenaikan rata-rata 21.7 % per tahun. Dengan tingkat produktivitas yang masih rendah maka masih terbuka untuk meningkatkan produksi sawit rakyat, tetapi apakah mungkin meningkatkan produksi sawit rakyat menyamai dan bahkan di atas rata-rata sawit yang dikelola
oleh perkebunan negara atau perkebunan besar. Secara teori kebun sawit rakyat mandiri (small holder) dengan kapasitas manajemen yang lebih sederhana karena milik sendiri dan dikelola sendiri harusnya menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Dengan peningkatkan produktivitas diharapkan kebun sawit rakyat mampu menghasilkan minyak CPO menjadi 3.4 ton sampai 5.0 ton CPO/ha/th. Peningkatan produktivitas lahan adah salah satu strategi dalam rangka mengurangi dampak peningkatan ekspansi perkebunan sawit, dan juga sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Luas lahan kebun sawit saat ini yang sudah tertanam di Indonesia seluas 11. 4 juta ha dan 41.5 % nya merupakan sawit yang dimiliki oleh petani sawadaya dan koperasi (Dirjen Perkebunan, 2015). Tulisan ini ingin berbagi pegalaman merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat yang dikelola oleh rakyat secara mandiri di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Plehari, Propinsi Kalimantan Selatan. Peningkatan produktiviats lebih ditekankan pada penerarapan tekhnik konservasi tanah dan air dengan membuat rorak dan aplikasi pupuk pelangi dan kombinasi pupuk kandang dalam rangka mempertahankan tingkat kadar air tanah di perkebunan sawit.
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 1
POLICY BRIEF – NO. 2 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Rekomendasi o Produktivitas sawit rakyat dapat ditingkatkan dengan pengaturan konservasi air dengan pembuatan rorak o Pemberian 1 karung pupuk kandang dan pemberian pupuk pelangi 4 kg/th/pohon disetiap pohon sawit dapat meningkatkan produksi TBS o Peningkatan produktivitas sawit rakyat perlu pendampingan dan bantuan teknis kepada kelompok tani atau petani sawit swadaya o Intensifikasi sawit rakyat harus menjadi program unggulan karena terbukti menguntungkan semua pihak
PPRDUKTIVITAS SAWIT Produktivitas tanaman sawit sangat tergantung pada ketersediaan air, temperatur, dan tingkat ketersediaan unsur N, P,K dan unsur-umsur mikro lainnya. Tanaman sawit merupakan tanaman yang sangat efisien dari segi pemanfaatan energi. Menurut Tan (2007) rasio energi output/energi input tanaman sawit termasuk tanaman yang efisien dengan rasio 9.6, yaitu menghasilkan output energi 182 GJ/ha dengan input 19 GJ/ha. Tanaman repseed oil mempunyai rasio 3 yaitu total output energi 70 GJ/ha dengan input 23 GJ/ha. Sementara tanaman kedelai mempunyai rasio 2.5 dengan total ouput energi 50 GJ/ha dan inputnya 20 GJ/ha. Tanaman sawit berdasarkan penelitian di Malaysia oleh Tan (2007) mempunyai penyerapan CO2 (asimilasi) 161 ton CO2/ha/th sementara hutan alam mempunyai laju asimilasi 163 ton CO2/ha/th. Berdasarkan laju respirasi tanaman sawit dewasa sebanyak 96.5 ton CO2/ha/th, sedangkan respirasi hutan alam sebanyak 121.1 ton CO2/ha/th. Dengan demikian total penyerapan CO2 kebun sawit dewasa 64.5 ton CO2/ha/th sedangan hutan alam 42.4 ton CO2/ha/th. Dengan nilai leaf area indek (LAI) kebun sawit dewasa 5.6 dan hutan alam 7.3, laju efesiensi fotosintesis kelapa sawit 3.2 % sementara tingkat efesiensi fotosistesis hutan alam 1.7 %. Pembentukan laju kenaikan biomass per tahun kebun sawit 83 ton/ha/th dan hutan alam 58 ton/ha/th, dengan demikian tidak ada perbedaan yang signifikan antara kebun sawit dewasa dengan hutan alam dilihat dari segi kemampuan menyerap CO2 dan pembentukan biomasa. Sistem pengelolaan sumberdaya air konvensional fokus pada air dalam cairan (liquid water) atau blue water, sedang konsep terkini membedakan antara dua sumberdaya air sumberdaya air yaitu blue water dan green water. Blue
water adalah air yang tersimpan di aquifer, danau,sungai dan bendungan. Green water adalah sumberdaya air yang tersesedia di sebagai kelembaban tanah, keduanya saling melengkapi dalam proses aliran air. Blue water mengalir ke sungai dan di dalam lapisan aquifer dan green water diuapkan kembali ke atmosfir, (Falkenmark, 2006). Istilah green water untuk menunjukkan aliran air kembali ke atmosfir melalui evapotranspirasi termasuk air produktif (transpirasi) dan non produktif (evaporasi) langsung dari permukaan tanah, danau, kolam, dan air yang terintersepsi oleh tajuk tanaman. Green water menunjukkan jumlah air yang tersimpan didalam zone tanah tak jenuh. Green water merupakan sumberdaya air untuk pertanian tadah hujan. Ketersediaan air sangat erat dengan tingkat produktivtas tanaman. Ketersediaan air yang cukup, dengan cara mengelola sumberdaya air yang tersedia merupakan kunci dalam pengelolaan lahan perkebunan sawit. Dalam mendefinisikan sumberdaya air saat ini dua pengertian dalam memahami sumberdaya air yaitu hidrologis dan agronomis. Menurut orang hidrologi blue water adalah ketersediaan sumberdaya air yang setara dengan aliran air permukaan dan aliran bawah tanah. Pengelolaan Green water secara teoritis adalah air yang diperlukan oleh tanaman dapat di definisikan sebagai bagian dari air hujan yang terinfiltrasi sampai zone perakaran adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit Berdasarkan hasil penelitian di Jambi kebutuhan air tanaman sawit umur 2 tahun 0.2 mm/hari sampai umur 12 tahun 2.5 mm/hari (Roll et al., 2015), sehingga dengan demikian kebutuhan air untuk sawit hampir sama dengan kebutuhan tanaman berkayu. Sebagai perbandingan laju evapotranspirasi tanaman Acacia mangium di Kalimantan Timur memerlukan air 2.3 mm/hari. Hasil penelitian Pudjiharta (1986) di daerah Cipandarum (1.750 m dpl) di RPH Cipatuha, Ciwidey, Bandung menunjukkan bahwa laju
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 2
POLICY BRIEF – NO. 2 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
evapotraspirasi tegakan P. merkusii memerlukan air 1666 mm/th. Pada kondisi tanah dan iklim yang sama tegakan E.urophylla kehilangan air ke udara 1041 mm/th, dan pada tegakan S. wallichii 806.6 mm/th. Dengan demikian kebutuhan air tanaman sawit tidak jauh berbeda dengan tanaman hutan dan semak atau hutan sekunder, bahkan di tanaman sawit tua lebih kecil dibandingkan dengan tipe hutan primer yang sudah matang. Perlakuan tindakan konservasi tanah dan air di kebun sawit rakyat dilakukan berupa pembuatan rorak untuk mengendalikan limpasan permukaan. Konstruksi rorak yang berukuran 0.5 m x 0.5m x 2 m di setiap gawangan pohon, seperti pada Gambar 1. Perlakukan agronomis dilakukan dengan pemberian pupuk pelangi dengan dosis 4 kg/pohon/th, dan pemberian pupuk kandang 1 karung per pohon.
Gambar 2. Perubahan batang sawit setelah dilakukan perlakukan rorak dan pupuk kandang
Gambar 3. Kebun sawit rakyat setelah perawatan dan perlakuan
Gambar 1. Rorak 2 m x 0.5 m x 0.5 m efektif mempertahankan kadar air tanah Lokasi kebun sawit rakyat yang diberi perlakuan dengan rorak dan pemberian pupuk kandang terletak di Desa Gunung Melati dan Desa Gunung Mas Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Plehari, Propinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil pengamatan produktivitas kebun sawit rakyat yang ditanaman tahun 2006, produktivitas hasil TBS bisa ditingkatkan dari 15.2 ton TBS/ha/ di tahun 2011 menjadi 28.2 ton TBS/ha/th di tahun 2015 seperti pada Gambar 1-4. Dengan demikian dalam tempo satu tahun sudah terlihat dampak perlakukan seperti pada perubahan bentuk pohon sawit setelah dilakukan perlakukan seperti pada Gambar 2. Perubahan batang sawit setelah mendapatkan perlakuan batang tanaman sawit mejadi lebih besar, sehingga hasil panen meningkat (Gambar 3). Peningkatan produktivitas kebun sangat tergantung pada kondisi kadar air, sehingga kadar air harus dijaga dan dipertahankan dan dikelola dengan baik.
Bila ketersediaan air cukup, kebun kelapa sawit akan mampu menghasilkan TBS mencapai 28 ton/ha/tahun di wilayah Asia Tenggara. Setiap kekurangan 100 mm air, kelapa sawit akan kehilangan hasil sekitar 2,88 ton/ha atau sekitar 10%, meskipun praktek pengelolaan kebun lainnnya diterapkan secara baik. Berdasarkan hal itu, produktivitas kebun kelapa sawit di wilayah kajian yang secara rata-rata dikisaran 15 ton/ha/tahun, berpeluang ditingkatkan, apabila keterediaan air dengan aplikasi rorak dilaksanakan sehingga produksi TBS bisa mencapai 30 ton/ha/th (Gambar 4).
Gambar 4 Peningkatan produksi TBS setelah penerapan rorak dan pupuk kandang Penerapan rorak sangat efektif karena akan mengurangi run off, diimbangi dengan peningkatan air tanah (Qgw) dalam bentuk resapan (retensi). Hal ini berarti untuk
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 3
POLICY BRIEF – NO. 2 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
meningkatkan kadar air tanah dan mengurangi limpasan di kebun sawit harus diimbangi dengan resapan, sehingga jumlah air tanah akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkanproduktivitas lahan. Atas dasar tersebut, maka pengendalikan air dalam suatu lahan kebun sawit adalah mengendalikan run off dan mengatur air tanah, maka teknologi resapan untuk meningkatkan air tanah (Qgw). Berdasarkan kenyataan tersebut maka keseimbangan antara blue water dan green water adalah kunci dalam mengatur kuantitas air dalam suatu lahan kebun sawit. Untuk mengendalikan tingkat kelembaban tanah maka pemberian pupuk kandang 1 karung setiap pohon. Berdasarkan total biaya pemberian pupuk kandang berkisar 6.7 % dari total biaya atau berkisar Rp 1.8 juta/ha (Gambar 5).
kombinasi pemberian pupuk kandang akan meningkatkan prduktivitas sawit 10-15 ton TBS/ha/th. • Peningkatan produktivitas sawit rakyat akan berhasil apabila ada tenaga pendamping di lapangan yang membantu petani secara kontinyu. • Peningkatan produktiviats kebun sawit rakyat akan berdampak positif terhadap peningkatan penerimaan negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan asli daerah, peningkatan usaha, dan petani makin sejahtera. ACKNOWLEDGMENT This Policy Brief produced by Konsorsium “PETUAH” Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau and funded by the Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia REFERENSI Corrley, R.H.V. 1996. Irrigation of oil palms - a review. Journal of Plantation Crops. 24: 45-52. Hafif, B., Ernawati dan Y.Pujiarti. 2014. Peluang peningkatan produktivitas kelapa sawit rakyat di Propinsi Lampung. Jurnal Littri 20(2), Juni 2014. Hlm. 100 – 108 ISSN 0853-8212 Kiswanto, J. J. Hadipurwanta, dan B. Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Gambar 5. Komponen presentasi biaya untuk pemeiharaan sawit rakyat mandiri. Intensifikasi kebun sawit rakyat mandiri dengan tepat ternyata akan sangat menguntungkan semua pihak, dan pendampingan dari pihak perguruan tinggi dalam tahap implementasi mejadi salah satu kunci keberhasilan. Dengan pendampingan yang tepat terhadap lebih dari 4.5 juta ha sawit rakyat akan berdampak pada peningkatkan produktivitas minyak CPO 1-2 ton CPO/ha/th. Dengan peningkatan produktivitas sawit rakyat akan menguntungkan semua pihak dan akan meningkatkan ekonomi pedesaan dan peningkatan kesempatan berusaha di pedesaan. Dengan produktivitas lahan yang tinggi akan mendorong arus uang dari kota ke desa dan yang paling penting dengan adanya contoh pengelolan sawit rakyat yang baik, para petani akan lebih sejahtera dan dapat menularkan teknologi ini kepada petani lainnya. KESIMPULAN • Perkebunan kelapa sawit rakyat dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan pengaturan air melalui rorak dan pemberian pemupukan pelangi yang tepat dan
Murtilaksono, K., H. Siregar, dan W. Darmosarkoro. 2007. Model neraca air di perkebunan kelapa sawit. Jumal Penelitian Kelapa Sawit. 15(1): 21-35. Pudjiharta, 1986. Peranan Beberapa Jenis Pohon Hutan dalam Mentransfer Air Hujan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Buletin Penelitian Hutan No.478 Tan. K.T and K.T. Lee, A.R Mahamed. S. Bhatia. 2007. Palm oil addressing issues and forwards suistainable development. Rewenable and suistenable Energy Review. 13 (2009) 420-427. Elseivier. Falkenmark, M., and J. Rockstro¨m (2006), The new blue and green water paradigm: Breaking new ground for water resources planning and management, J. Water Resour. Plann. Manage., 132(3), 129– 132. Röll, A, F. Niu, A. Meijide, A. Hardanto, Hendrayanto, A. Knohl, and D. Hölscher. 2015. Transpiration in an oil palm landscape: effects of palm age. Biogeosciences. 12-5613-5633. doi:10.5194/bg-12-5619-2015 Weinberg, M., Lawrence, C. A., Anderson, J. D., Randall, J. R., Botsford, L. W., Loeb, C. J., et al. 2002. Biological and economic implications of Sacramento watershed management options. Journal of The American Water Resources Association, 38(2), 367-384.
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 4
POLICY BRIEF – NO. 2 - JUNE 2016 Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I
Authors Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi Lab Hidrologi Hutan Manajemen Hutan IPB Kampus IPB Darmaga Bogor
The Konsorsium ‘PETUAH’ Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau – MCA Indonesia policy briefs present research-based information in a brief and concise format targeted policy makers and researchers. Readers are encouraged to make reference to the briefs or the underlying research publications in their own publications. ISSN XXXX-XXXX Title: Peningkatan Produktivitas Kebun Sawit Rakyat Mandiri Melalui Konservasi Air dan Pemberian Pupuk Organik
Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA Indonesia
KONSORSIUM “PETUAH” PERGURUAN TINGGI UNTUK INDONESIA HIJAU – MCA INDONESIA
Page | 5