Summary Laporan Analisis Pengelolaan Portofolio Dan Risiko Utang Pemerintah Tahun 2010 Perkembangan perekonomian Indonesia semakin membaik dengan adanya akselerasi pertumbuhan pada Q4 sebesar 6,9% sehingga pertumbuhan PDB tahun 2010 mencapai 6,1%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut didukung oleh tingginya realisasi investasi langsung, konsumsi masyarakat, ekspor, dan belanja pemerintah. Realisasi belanja Pemerintah yang cukup tinggi membantu tercapainya angka pertumbuhan yang lebih tinggi dari asumsi APBN yang sebesar 5,8 %. Kondisi perekonomian domestik yang baik serta mulai pulihnya ekonomi dunia telah menyebabkan mengalirnya dana dari negara maju ke emerging market. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat suku bunga di negara maju dan menurunn ya risk aversion investor menyebabkan terus mengalirnya dana asing ke pasar keuangan Indonesia. Sebagai dampak mengalirnya dana asing tersebut adalah turunnya tingkat yield SBN yang diminta investor ke tingkat terendah sejak awal penerbitan SBN. Kondisi pasar yang membaik tersebut menyebabkan terdapat keleluasaan dalam melaksanakan strategi penerbitan dan pengelolaan risiko portofolio utang. Salah satu indikator membaiknya kondisi ekonomi dan pengelolaan utang dapat dilihat dari rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus menurun. Apabila pada akhir 2009 rasio utang Indonesia tersebut masih berada pada tingkat 28,32 %, maka pada akhir tahun 2010 dengan tingginya angka pertumbuhan PDB dan terkendalinya pertumbuhan outstanding utang telah menghasilkan rasio utang terhadap PDB sebesar 26,10% Pengelolaan portofolio dan risko utang pada tahun 2010 semakin membaik. Kondisi risiko portofolio utang telah mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada akhir 2009 sebagaimana terlihat pada tabel berikut: No 1
Jenis Risiko Risiko Tingkat Bunga
2
Risiko Nilai Tukar
3
Risiko Refinancing
Indikator Risiko
Des 2010
D es 2009
Perubahan
Keterangan
Refixing rate
26.08%
28.16%
-2.08%
Penurunan tingkat risiko
Porsi U tang valas terhadap Total Utang Average T ime to Maturity
46.18%
47.39% -1.22%
8,42 tahun
8,44 tahun
0.02 tahun
Penurunan tingkat risiko Kenaikan tingkat risiko
Perkembangan kondisi risiko dapat dijelaskan sebagai berikut : Perkembangan risiko tingkat bunga pada tahun 2010 menurun dilihat dari penurunan rasio refixing rate dari portofolio utang sebesar 2.08% yaitu dari 28,16% di tahun akhir tahun 2009 menjadi 26.08% di akhir tahun 2010. Kondisi ini disebabkan oleh penambahan outstanding utang tidak diikuti oleh penambahan outstanding utang berbunga variable rate (VR) sehingga rasio VR terhadap total utang ikut menurun. Perkembangan risiko nilai tukar selama 2010 juga mengalami perbaikan. Hal tersebut ditandai dengan turunnya porsi utang valas terhadap total utang dari
i
47,39% pada tahun 2009 menjadi 46.18% di tahun 2010. Penurunan rasio tersebut disebabkan pelunasan pinjaman luar negeri yang lebih besar daripada penarikan pinjaman baru, serta porsi valas dalam penerbitan SBN semakin kecil.. Perkembangan refinancing risk selama 2010 cenderung mengalami kenaikan yang ditandai oleh turunnya rata-rata jatuh tempo utang non SRBI dari 8,44 tahun pada 2009 menjadi 8,42 di akhir tahun 2010.
Berdasarkan kondisi tingkat risiko pada tahun 2010 sebagaimana tercantum di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi pengelolaan risiko portofolio utang cenderung membaik apabila dilihat dari sisi risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar. Namun bila dilihat dari risiko refinancing, maka pada tahun 2010 mengalami kenaikan tingkat risiko.
ii
DAFTAR ISI
SUMMARY .............................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................
iii
DAFTAR TABEL.......................................................................
iv
DAFTAR GRAFIK .....................................................................
v
LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2010 1. UMUM ............................................................................
1
2. KONDISI PASAR DOMESTIK .....................................................
2
3. KONDISI PASAR KEUANGAN GLOBAL .........................................
5
4. PERKEMBANGAN KONDISI PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2010 .............
9
A. Perkembangan Portofolio SBN ...........................................
10
B. Perkembangan Portofolio PINJAMAN ..................................
11
5. PERKEMBANGAN RISIKO PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2010 ..............
14
A. Risiko Tingkat Bunga (interest rate risk) .............................
14
B. Risiko Nilai Tukar (exchange rate risk) ................................
16
C. Risiko Refinancing (refinancing risk) ...................................
19
6. PERKEMBANGAN INDIKATOR RISIKO PORTOFOLIO TAHUN 2006 7.
TAHUN 2010 .....................................................................
21
KESIMPULAN
22
................................................................
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1
Perkembangan Portofolio Utang Tahun 2006 - 2010......................
9
Tabel 2
Realisasi Penarikan Pinjaman Program Tahun 2010 ......................
12
Tabel 3
Realisasi Penarikan Pinjaman Proyek Tahun 2010 ........................
12
Tabel 4
Perkembangan Indikator Risiko Tingkat Bunga Portofolio Utang 2010......................................................................
Tabel 5
15
Sensibilitas Biaya Utang Terhadap Perubahan Suku Bunga Acuan ............................................................................
15
Tabel 6
Perbandingan Utang Valas Terhadap Total Utang dan PDB ..............
16
Tabel 7
Outstanding Portofolio Utang Valas .........................................
16
Tabel 8
Outstanding Utang Valas Dalam Original Currency .......................
17
Tabel 9
Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap Valas ...............................
17
Tabel 10
Sensibilitas Portofolio Utang Terhadap Perubahan Kurs.................
18
Tabel 11
Rata-rata Jatuh Tempo Pembayaran Utang................................
20
Tabel 12
Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang .........................
21
iv
DAFTAR GRAFIK Grafik 1
Perkembangan Debt to GDP ..................................................
1
Grafik 2
Pergerakan BI Rate dan Inflasi ...............................................
2
Grafik 3
Pergerakan USD/IDR dan Index Harga Saham Gabungan (IHSG).........
3
Grafik 4
Perkembangan Inflasi dan Yield SUN .......................................
4
Grafik 5
Perkembangan Yield Curve ..................................................
4
Grafik 6
Pergerakan Kurs IDR Terhadap Beberapa Mata Uang Utama ............
5
Grafik 7
Perbandingan Debt to GDP ratio beberapa negara di Dunia ...........
6
Grafik 8
Pergerakan CDS 10 Yr dan Global Bond 10 Yr to T-Bond Spread ...........................................................................
6
Perbandingan CDS 10 Tahun Dengan Beberapa Negara Lainnya.........
7
Grafik 10 Pergerakan SUN Valas Per Tenor ............................................
7
Grafik 9
Grafik 11 Perkembangan Indikator Likuiditas Pasar TED Spread (Libor over T-bills 3 m) ...............................................................
8
Grafik 12 Perkembangan Rate Bank Sentral beberapa negara di dunia............
8
Grafik 13 Komposisi Portofolio Utang ...................................................
9
Grafik 14 Penerbitan SBN Bruto .........................................................
10
Grafik 15 Komposisi Instrumen Penerbitan SBN Tahun 2010 ........................
10
Grafik 16 Komposisi Portofolio SBN by Instrument (nominal) ......................
11
Grafik 17 Perkembangan Realisasi Penarikan Pinjaman dan Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman
.....................................................
13
Grafik 18 Perkembangan Outstanding Pinjaman per jenis kreditor ..............
13
Grafik 19 Outstanding Pinjaman (by purpose) .......................................
14
Grafik 20 Proporsi Interest Rate Utang Tahun 2009 dan Tahun 2010 .............
15
Grafik 21 Komposisi Utang Valas (per currency) .....................................
17
Grafik 22 Komposisi Utang Valas (per instrumen) ....................................
18
Grafik 23 Perbandingan Maturity Profile (Persen) ....................................
19
Grafik 24 Perbandingan Maturity Profile (Nominal) ..................................
20
v
LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2010 1. UMUM Perkembangan perekonomian Indonesia semakin membaik dengan adanya akselerasi pertumbuhan pada Q4 sebesar 6,9% sehingga pertumbuhan PDB tahun 2010 mencapai 6,1%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut didukung oleh tingginya realisasi investasi langsung, konsumsi masyarakat, ekspor, dan belanja pemerintah.Realisasi belanja Pemerintah yang cukup tinggi membantu tercapainya angka pertumbuhan yang lebih tinggi dari asumsi APBN yang sebesar 5,8 %. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2010 tidak disertai dengan angka realisasi defisit APBN. Realisasi defisit APBN lebih rendah dari yang diperkirakan akibat realisasi pendapatan pemerintah yang lebih tinggi (102% dari APBN-P 2010) sejalan dengan angka pertumbuhan PDB yang di atas target APBN, sedangkan belanja hanya mencapai 94% (lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja tahun 2009) sehingga realisasi defisit terhadap PDB hanya mencapai 0,68%. Kondisi perekonomian domestik yang baik serta mulai pulihnya ekonomi dunia telah menyebabkan mengalirnya dana dari negara maju ke emerging market. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat suku bunga di negara maju dan menurunnya risk aversion investor menyebabkan terus mengalirnya dana asing ke pasar keuangan Indonesia. Sebagai dampak mengalirnya dana asing tersebut adalah turunnya tingkat yield SBN yang diminta investor ke tingkat terendah sejak awal penerbitan SBN. Kondisi perekonomian dunia mulai pulih dari kondisi krisis yang ditandai membaiknya angka pertumbuhan ekonomi negara negara maju utama dunia yang sebelumnya terkena krisis seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang, serta semakin melajunya pertumbuhan negara-negara emerging market khususnya negara-negara BRIC (Brazil, Russia, India dan China). Namun ditengah pemulihan ekonomi dunia terdapat beberapa negara, seperti Portugal, Italy, Ireland, Greece dan Spain (negara PIIGS), yang mengalami krisis utang akibat tingkat utang yang unsustainable. Negara-negara tersebut mengalami kesulitan akibat naiknya yield yang sangat besar akibat meningkatnya persepsi potensi default sejalan dengan tingginya rasio utang terhadap PDB mereka Kebalikan dari kondisi yang dialami negara -negara PIIGS Indonesia mengalami perbaikan dilihat dari rasio debt to GDP sehingga persepsi investor asing dan domestik terhadap Indonesia sangat baik. Credit rating Indonesia mengalami peningkatan secara merata dari semua lembaga rating utama. Grafik 1 Perkembangan Debt to GDP (T r iliun ID R)
70%
7,000
60%
6,000
50%
5,000
39.00% 40%
35.11%
4,000
33.04% 28.32%
30%
26.10%
3,000
20%
2,000
10%
1,000
0%
0
2006
2007 Total Debt (rhs)
2008 GDP (rhs)
2009 Debt to GDP
2010
1
Dari grafik di atas dapat dilihat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia semakin menurun, yang menunjukkan semakin rendah kerentanan Indonesia terhadap beban utang secara relatif terhadap perekonomian nasional. Turunnya rasio debt to GDP merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan bagi investor dan lembaga rating dalam melakukan asesmen kondisi risiko default (credit rating) Indonesia.
2. KONDISI PASAR DOMESTIK Kondisi pasar keuangan domestik pada tahun 2010 mengalami perbaikan yang sangat signifikan ditandai dengan turunnya yield SBN domestik dan kenaikan indeks komposit di Bursa Efek Indonesia sebesar 48%. Membaiknya perekonomian Indonesia telah menyebabkan pasar keuangan Indonesia dibanjiri oleh arus dana dari luar negeri. Masuknya dana asing dari luar negeri memberi dampak yang positif, namun juga diiringi meningkatnya risiko sudden reversal. Masuknya dana asing ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu melalui investasi langsung ke sektor riil (Foreign Direct Investment) maupun melalui investasi portofolio. Salah satu penempatan dana asing yang terbesar adalah melalui pembelian SBN domestik. Akibat masuknya dana asing ke Pasar SBN domestik telah menyebabkan kepemilikan asing meningkat pesat hingga mencapai lebih dari 30% dari tradable SBN Rupiah. Kondisi likuiditas yang tinggi di Pasar dunia telah meningkatkan demand akan komoditi, baik komoditi energi, mineral dan pangan. Sementara adanya gangguan cuaca yang cukup ekstrim telah mengganggu produksi berbagai komoditi pangan dan mineral, sehingga meningkatkan angka inflasi dunia, termasuk Indonesia. Walaupun terjadi trend kenaikan inflasi pada tahun 2010, namun secara uumum kondisi inflasi Indonesia tahun 2010 cukup terkendali hingga menjelang akhir tahun. Terkendalinya angka inflasi menyebabkan Bank Indonesia tetap menahan BI rate di level 6,5%. Untuk melihat perkembangan angka inflasi dan BI-rate dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
(%)
Grafik 2 Pergerakan BI rate dan Inflasi
(%)
12
10
12
BI rate
Inflasi
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09
0 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10
Jul-10
Sep-10 Nov-10
Angka inflasi tahun 2010 cenderung meningkat akibat meningkatnya harga komoditi pangan dan lainnya yang diakibatkan oleh turunnya produksi domestik dan global sementara permintaan dunia meningkat. Namun di sisi lain, Bank Indonesia tetap menjaga BI Rate agar tetap konstan pada tingkat 6,5% selama tahun 2010
2
walaupun angka headline inflation di atas target APBN namun core inflation masih stabil. Membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia juga dicerminkan oleh membaiknya kondisi financial market diantaranya pasar modal. Kondisi fundamental perusahaan terbuka yang terdaftar pada BEI yang baik telah mengundang datangnya investor asing dan domestik untuk semakin giat berinvestasi di Pasar Modal. Kondisi ini menyebabkan pasar modal Indonesia menjadi salah satu tujuan penempatan dana yang favorit di dunia, sehingga menyebabkan naiknya kapitalisasi pasar sangat tinggi. Derasnya arus modal asing masuk ke Indonesia baik melalui FDI maupun melalui investasi portofolio telah menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi secara signifikan. Bank Indonesia selaku otoritas moneter berusaha menjaga agar nilai tukar Rupiah tidak menguat terlalu besar melalui intervensi pasar dengan membeli valuta asing di pasar.Perkembangan IHSG dan nilai tukar Rupiah terhadap USD dapat dilihat pada diagram berikut : Grafik 3 Pergerakan USD/IDR dan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) (IDR)
(IDR) 13,000
5,000 USD/IDR
IHSG -RHS
12,000
4,000
11,000
3,000
10,000
2,000
9,000
1,000
8,000 Jan09
0 Mar09
May09
Jul09
Sep09
Nov09
Jan10
Mar10
May10
Jul10
Sep10
Nov10
Nilai tukar Rupiah terhadap USD cenderung menguat yang ditunjang oleh besarnya capital inflow dan surplus current account. IHSG tumbuh sangat signifikan yang didorong oleh performa emiten sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan banyaknya capital inflow ke pasar modal. Sebagaimana diketahui inflasi dalam negeri adalah faktor utama yang diperhitungkan investor dalam menentukan yield SUN Rupiah disamping faktor-faktor lainnya seperti besarnya imbal hasil riil, liquidity premium, nilai tukar rupiah, dan faktor lainnya. Sebagai ilustrasi korelasi antara yield SUN dan Inflasi dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
3
Grafik 4 Perkembangan Inflasi dan Yield SUN (generic)
(%)
(%)
15
15
Sun 2 yr Sun 10 yr Inflasi
12
12
9
9
6
6
3
3
0
0
Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10
Besarnya capital inflow ke pasar keuangan domestik yang ditandai meningkatnya kepemilikan asing menyebabkan yield SBN Rupiah cenderung turun ke tingkat terendah sampai bulan November 2010, namun sejalan dengan mulai naiknya angka inflasi yang menembus angka 6% (yoy) pada bulan Agustus menyebabkan mulai naiknya ekspektasi inflasi sehingga menyebabkan yield SBN mulai meningkat pada akhir tahun 2010 Perkembangan tingkat yield SBN dalam berbagai tenor menunjukkan perkembangan kondisi pasar SBN. Sejalan dengan membaiknya angka inflasi dan turunnya angka BI-Rate telah berkibat yield kurve bergeser ke bawah. Perkembangan yield Curve 2010 dapat dilihat pada diagram berikut ini : Grafik 5 Perkembangan Yield Curve (%)
(%)
15.0
15.0 31-Mar-10 31-Oct-10
31-May-10 31-Dec-10
12.5
12.5
10.0
10.25
10.15
10.0
9.70
9.61 9.27 8.45 8.51
7.67
7.5
8.67 8.69
8.91 8.92 8.98
8.80
7.5
7.80 7.50 7.54 7.61
7.45
7.21
7.01
6.83 6.32 6.39
5.41 5.87
yr 30
yr 20
yr 15
r
r
r
r
r
r
r
yr
10
9y
8y
7y
6y
5y
4y
3y
2y
1y
r
5.0 r
5.0
Terkendalinya angka inflasi pada Semester 1 tahun 2010 dan derasnya arus masuk modal asing ke Pasar SBN telah menyebabkan Pergerakan Yield Curve SBN Rupiah selama awal sampai dengan pertengahan tahun 2010 cenderung bergeser turun dengan slope yang sedikit mendatar namun sejalan dengan meningkatnya ekspektasi inflasi terutama pada periode akhir tahun 2010 telah menyebabkan slope yield curve lebih curam (steep).
4
Pergerakan nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh pergerakan arus modal dunia yang mengalir dari negara-negara maju menuju negara-negara emerging market. Positifnya neraca pembayaran Indonesia yang didukung oleh surplus neraca lancar dan neraca modal telah menyebabkan suply valuta asing di pasar uang meningkat. Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap sejumlah mata uang utama dunia dapat dilihat pada diagram berikut : Grafik 6 Perkembangan Kurs IDR Terhadap Beberapa Mata Uang Utama USD/IDR
GBP/IDR
12,500
-8.0%
11,000
-12.0% Jan-09
Nov-10
Sep-10
Jul-10
May-10
Jan-10
Nov-09
Sep-09
Jul-09
May-09
Jan-09
Mar -09
Mar -10
% Change (rhs)
GBP/IDR
EUR/IDR
Nov-10
-8.0% -12.0%
Jul-10
9,000 8,000
Sep-10
0.0% -4.0%
USD/IDR
12.0%
May -10
15,500 14,000
Jan-10
0.0% -4.0%
Mar-10
4.0%
11,000 10,000
Nov-09
8.0%
17,000
Jul-09
8.0% 4.0%
Sep-09
13,000 12,000
18,500
May -09
20,000
Mar-09
12.0%
14,000
% Change (rhs)
JPY/IDR
EUR/IDR
% Change (rhs)
JPY/IDR
N ov-10
Sep-10
J ul- 10
-12.0% May-10
80 Mar- 10
-12.0%
Jan- 10
-8.0%
8,000
N ov-09
90 Sep-09
-8.0%
J ul- 09
-4.0%
9,500
May-09
100
Jan- 09
-4.0%
Mar- 09
0.0%
11,000
Sep-10
110
N ov-10
0.0%
J ul-1 0
4.0%
12,500
May-10
120
Jan-1 0
4.0%
Mar-1 0
8.0%
14,000
Sep-09
130
N ov-09
8.0%
J ul-0 9
12.0%
15,500
May-09
140
Jan-0 9
12.0%
Mar-0 9
17,000
% Change (rhs)
Nilai tukar Rupiah terhadap USD, Euro dan GBP cenderung menguat, sementara terhadap JPY cenderung melemah. Pergerakan nilai tukar Rupiah tersebut dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Indonesia, masuknya arus modal asing, pergerakan antara nilai tukar mata uang kuat dunia, dan adanya kecenderungan beberapa mata uang berfungsi sebagai safe heaven currency seperti JPY dan CHF. Volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap USD cenderung menurun akibat berhasilnya pengendalian stabilitas nilai tukar oleh otoritas moneter, sementara terhadap Euro, GBP dan JPY berada pada tingkat yang lebih tinggi, akibat adanya krisis utang eropa (negara PIIIGS) dan adanya kecenderungan JPY sebagai safe heaven currency. 3. KONDISI PASAR KEUANGAN GLOBAL Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju menunjukkan trend positif, walaupun kondisi perekonomian belum dapat kembali pulih ke tingkat sebelum terjadinya krisis. Untuk menunjang pemulihan ekonomi, banyak bank sentral negara utama dunia (USA, Eurozone country, dan Jepang) mengendurkan kebijakan moneter, bahkan melakukan ekspansi moneter melalui kebijakan quantitative easing (QE). Akibat kebijakan QE likuiditas pasar keuangan global meningkat sehingga menyebabkan tingkat yield menurun drastis Salah satu akibat dari kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah beberapa negara telah menyebabkan meningkatnya angka defisit ke tingkat tidak sinambung (unsustainable). Besarnya defisit yang terakumulasi dalam beberapa tahun sebelumnya ditambah besarnya kebutuhan untuk stimulus akibat krisis keuangan global telah menyebabkan meningkatnya rasio debt to GDP pada banyak negara didunia. Tingginya rasio debt to GDP tersebut telah menyebabkan persepsi risiko
5
meningkat sehingga menyebabkan melambungnya yield yang diminta investor dan berkurangnya demand sehingga menyebabkan krisis utang di beberapa negara eropa (negara PIIGS). Perbandingan rasio utang terhadap PDB beberapa negara di dunia dapat dilihat pada diagaram di bawah ini: Grafik 7 Perbandingan Debt to GDP ratio beberapa negara di Dunia 17.5
China Indonesia
26.4
Mexico
41.5
Turkey
48.1
India
55.9 58.9
United States
60.8
Brazil Spain
63.4
United Kingdom
76.5
Portugal
83.2
Ireland
98.5
144.0
Greece
196.4
Japan 0
50
100
200 (%)
150
Data bersumber dari bloomberg
Tingginya likuiditas pasar keuangan dan pemulihan/pertumbuhan ekonomi negara maju dan emerging market telah meningkatkan permintaan akan komoditi dan mendorong harga naik, sementara terdapat penurunan produksi komoditi pangan telah menyebabkan inflasi di negara emerging market meningkat. Rendahnya tingkat bunga di negara-negara maju dan adanya kebijakan quantitative easing telah menyebabkan meningkatnya likuiditas, serta kondisi ekonomi indonesia yang membaik mendorong turun yield Global Bond Indonesia sebagaimana ditunjukkan oleh spread Global Bond Indonesia terhadap US Treasury Bond. Perkembangan besarnya premium risiko Indonesia dapat di lihat pada diagram di bawah ini: Grafik 8 Pergerakan CDS 10 yr dan Global Bond 10 yr to T-Bond Spread bps 1000
bps 1000
800
GB 10Yr to TBond spread cds 10 yr
800
600
600
400
400
200
200
0 Jan09
0 Mar09
May09
Jul09
Sep09
Nov09
Jan10
Mar10
May10
Jul10
Sep10
Nov10
6
Tingginya likuiditas pasar keuangan dunia dan membaiknya persepsi risiko indonesia telah menyebabkan yield spread Global Bond Indonesia dengan US Treasury Bond semakin mengecil, bahkan apabila sebelumnya spread dimaksud lebih tinggi dari angka CDS Indonesia untuk tenor yang sama maka untuk 2010 spread tersebut cenderung lebih rendah bila dibandingkan CDS spread. Baiknya kondisi ekonomi Indonesia dibandingkan kondisi negara maju utama, serta menurunnya persepsi risiko yang ditunjukkan oleh meningkatnya rating Indonesia menyebabkan angka CDS Indonesia semakin menurun, sebagaimana terlihat pada diagram berikut ini : bps 800
Grafik 9 Perbandingan CDS 10 Tahun dengan beberapa Negara Lainnya
Indonesia 10 yr (BB+) Thailand 10 yr (-BBB) Philiphines 10 yr (BB) Turkey 10 yr (BB+)
600
bps 80 0
60 0
400
40 0
200
20 0
0
0
J an-09 Mar-0 9 May-0 9 J ul-0 9 S ep-09 Nov-0 9 Jan-10 Ma r-10 May-10 Jul- 10 Sep-1 0 Nov-10
Besarnya likuiditas di Pasar Keuangan Global dan adanya krisis utang di negara PIIGS telah menyebabkan turunnya yield surat utang emerging market di pasar global, khususnya untuk surat utang negara yang memiliki prospek ekonomi yang bagus dan tingkat utang yang rendah. Seperti yang dapat dilihat pada perkembangan Yield Global Bond Indonesia di diagram berikut ini: Grafik 10 Pergerakan SUN Valas Per Tenor
(%) 14
(%) 14 Global Bond 5 yr
12
Global Bond 10 yr
Penerbitan GMTN-20
12
Global Bond 20 yr
10
10
8
8
6
6
4
4
2 Jan09
2 Mar09
May09
Jul09
Sep09
Nov09
Jan10
Mar10
May10
Jul10
Sep10
Nov10
7
Ted Spread merupakan salah satu indikator likuiditas pasar yang menunjukkan tetap rendahnya biaya utang akibat besarnya likuiditas. Kondisi likuidi tas pasar uang dunia dapat dilihat dari spread antara Libor 3 month (rate pinjaman antar bank) dengan Treasury Bill 3 month (rate pinjaman US Government) atau biasa disebut TED Spread. Spread yang mengecil menunjukkan semakin cairnya kondisi likuiditas pasar utang. Berdasarkan indikator ini sempat terjadi gangguan di pasar pada bulan MeiAgustus 2010 akibat krisis utang di Eropa seperti dapat dilihat dalam perkembangan spread antara Libor dengan Treasury Bill : Grafik 11 Perkembangan Indikator Likuiditas Pasar TED Spread (Libor over T-bills 3m) (%) 1.4 1.2
1.0 0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 Jan-09 Mar-09
May-09
Jul-09
Sep-09
Nov-09 Jan-10 Mar-10
May-10
Jul-10
Sep-10
Nov-10
Bank sentral rate merupakan salah satu indikasi besaran return yang diinginkan dari investasi yang dilakukan di suatu negara di samping penambahan premium risk. Berikut adalah gambaran besaran BI rate bila dibandingkan dengan rate bank sentral di beberapa negara lainnya: Grafik 12 Perkembangan Rate Bank Sentral di beberapa negara di dunia
(%)
(%)
14
14
12
12
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0 Jan-09
0 Mar-09
May-09
BI Rate BOJ Target rate
Jul-09
Sep-09
Nov-09
Jan-10
Mar-10
FED Target Rate Brazil Selic Target Rate
May-10
Jul-10
Sep-10
Nov-10
ECB Base Rate India Banks Association Benchmark
Data bersumber dari bloomberg
8
4. PERKEMBANGAN KONDISI PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2010 Perkembangan portofolio utang selama tahun 2010 dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN 2010, kegiatan pengelolaan portofolio utang, dan dampak perubahan kurs Rupiah terhadap mata uang utama. Perkembangan portofolio utang selama tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Perkembangan Portofolio Utang Tahun 2006 - 2010
Outstanding (triliun IDR)
2006
2007
2008
2009
2010
SBN SPN dan ZC FR VR SBN Valas IFR SDHI SU dan SRBI
0.0 238.6 180.2 49.6 0.0 0.0 274.4
14.7 294.5 168.6 65.9 0.0 0.0 259.4
21.5 353.6 145.9 122.6 4.7 0.0 258.2
33.4 393.5 143.3 143.1 11.5 2.7 251.9
32.3 440.4 142.8 162.0 25.7 12.8 248.4
Total SBN
742.73
803.06
906.50
979.46
1,064.41
169.9 370.5 18.1 1.0
179.5 386.5 19.6 0.8
222.7 484.9 21.7 1.0
202.4 375.3 32.0 0.6
207.95 376.62 27.14 0.57
559.4
586.4
730.2
610.3
612.3
1,302.2
1,389.4
1,636.7
1,589.8
1,676.7
Loan -
Multilateral Bilateral Komersial Supplier
Total Loan
Total Debt (rhs)
Outstanding utang meningkat sebesar Rp86,9 triliun selama tahun 2010 terutama disebabkan penambahan outstanding SBN sebesar Rp84,95 triliun dan Pinjaman sebesar Rp2 triliun. Outstanding Pinjaman seharusnya menurun sesuai dengan tidak terealisasinya sejumlah penarikan pinjaman, namun akibat peningkatan kurs nilai tukar mata uang JPY, outstanding pinjaman justru meningkat. Sebagai akibat dari operasi penerbitan SBN dan penarikan pinjaman, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo, serta perubahan kurs Rupiah terhadap valas, maka terjadi perubahan dalam komposisi inst rumen portofolio. Komposisi instrumen portofolio selama tahun 2010 adalah sebagai berikut : Grafik 13 Komposisi Portofolio Utang Pinjaman SBN 100% 80%
43.0%
42.2%
44.6%
38.4%
36.5%
57.0%
57.8%
55.4%
61.6%
63.5%
2006
2007
2008
2009
2010
60% 40% 20% 0%
9
Berdasarkan diagram tersebut di atas dapat dilihat bahwa komposisi portofolio utang semakin didominasi oleh Surat Berharga Negara yang porsinya naik menjadi 63,5% portofolio pada 2010 dari sebelumnya 61,6% portofolio pada 2009. Hal ini sejalan dengan strategi mengutamakan sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri. Kondisi portofolio SBN dan pinjaman selama tahun 2010 dapat dijelaskan sebagai berikut : A. Perkembangan Portofolio SBN Realisasi penerbitan SBN bruto tahun 2010 dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN 2010 adalah sebesar Rp161,9 triliun sedangkan secara neto penerbitan SBN mencapai Rp91,2 triliun. Realisasi penerbitan SBN tersebut lebih rendah dari yang ditargetkan pada APBN-P 2011 dikarenakan lebih rendahnya outlook realisasi defisit, sehingga Menteri Keuangan memutuskan pengurangan target penerbitan sebesar Rp15 triliun. Penerbitan SBN bruto tahun 2010 terdiri dari Rp136,8 triliun penerbitan SBN di pasar domestik dan Rp 26.0 trilliun SBN valas diterbitkan di Pasar Internasional. Secara historis, komposisi penerbitan SBN dilihat dari penerbitan SBN Rupiah di pasar domestik dan SBN Valas di pasar internasional dapat di lihat pada diagram di bawah ini. Grafik 14 Penerbitan SBN Bruto ( t rilyun rupia h) 18 0 16 0
V a la s
14 0
25.0
D o m e s t ik
46.9
12 0
39.3
10 0
13.6
80 60
136.9 18.5
40 20
86.4
86.9
2007
2008
98.8
42.6
0
2006
2009
2010
Penerbitan SBN di Pasar Domestik semakin besar porsinya terhadap total penerbitan SBN Bruto. Hal tersebut seuai dengan strategi pengelolaan utang jangka menengah, yaitu untuk mengendalikan risiko nilai tukar dan dalam rangka pengembangan pasar domestik. Apabila dilihat dari komposisi instrumen, maka penerbitan SBN bruto selama tahun 2010 dapat dilihat pada diagram berikut : Grafik 15 Komposisi Instrumen Penerbitan SBN Tahun 2010 (triliun IDR)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 -
SUN Valas JPY SUN Valas USD SBSN Valas - USD SBSN VR SPN ZC ORI
2005 2006 2007 2008 2009 2010
FR
10
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam komposisi instrumen penerbitan 2010 bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selama tahun 2010 Penerbitan SBN bruto didominasi oleh Obligasi Fixed Rated Rupiah, SPN, SBN Syariah dan Obligasi Valas dalam USD dan JPY. Sementara Obligasi VR dan SBSN Valas tidak diterbitkan. Penerbitan Obligasi Fixed Rated yang melonjak tajam, menandakan pulih pasar keuangan domestik dimana investor sudah kembali berinvestasi pada sekuritas yang bertenor lebih panjang. Perkembangan portofolio SBN tahun 2010 sebagai dampak operasi penerbitan tersebut di atas, dapat dilihat pada diagram berikut ini : Grafik 16 Komposisi Portofolio SBN by Instrumen (nominal) (trilyun IDR)
1,200 SDHI SU dan SRBI
1,000
IFR
248 252 800
600
274
FR
162 143 123
66 400
VR
258 259
SBN Valas
ZC SPN
143 143
146
50 169 180
200
294
354
394
440
2009
2010
239 0 2006
2007
2008
Dampak penerbitan obligasi fixed rate yang melonjak tajam adalah meningkatnya outstanding obligasi fixed rate sebesar Rp 46 triliyun dari Rp 394 trilyun di tahun 2009 menjadi Rp 440 trilyun di tahun 2010. Peningkatan outstanding juga terjadi pada SBN valas yang disebabkan penerbitan GMTN 20 (ekuivalen Rp18,5 trilyun) dan Samurai Bond (ekuivalen Rp 6,5 trilyun). Sementara porsi obligasi Variable Rate tetap di posisi Rp 143 triliun dan tidak mengalami perubahan. B. Perkembangan Portofolio Pinjaman Pada tahun 2010, target pembiayaan APBN-P melalui Pinjaman adalah sebesar Rp71,78 triliun yang terdiri dari Rp29,50 triliun Pinjaman Program dan Rp42,36 triliun Pinjaman Proyek termasuk di dalam nya penerusan pinjaman sebesar Rp16,8 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp1,0 triliun. Dari target tersebut, realisasi penarikan pinjaman program adalah sebesar Rp29,04 triliun (99% dari target) dan pinjaman proyek/kegiatan sebesar Rp24,51 triliun (57,9% dari target). Adapun realisasi penarikan Pinjaman program selama tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut :
11
Tabel 2 Realisasi Penarikan Pinjaman Program Tahun 2010
Realisasi Pinjaman program hampir mencapai 100 %, kurangnya pencapaian target disebabkan oleh penguatan kurs Rupiah dan belum tercapainya target refinancing dari Pinjaman BOS/KITA karena belum semua kegiatan penunjang BOS/KITA dapat diverifikasi sebagai dasar pencairan pinajamn tunai ini. Sementara untuk pinjaman proyek, realisasi penarikannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Realisasi Penarikan Pinjaman Proyek Tahun 2010 S u mb er & Pe n gg u naa n A
R ea li sasi
% th dp AP B N
P in jama n L ua r N eg eri 1 . Pi njam a n proy ek Pem erint a h P usa t
2 4.5 6
1 5.62
2 . Pe nerus a n pi njam an
1 6.8 0
8 .50
50 .6%
4 1.3 6
2 4.12
5 8.3 %
1.0 0
0 .39
39 .4%
1.0 0
0 .39
3 9.4 %
4 2 .36
2 4 .51
5 7.9 %
Jum lah Pinja m a n L uar Ne ger i B
AP B N-P
63 .6%
P in jama n D a la m Ne ge ri 1 . Pi njam a n proy ek Pem erint a h P usa t J um lah Pinja m a n D a lam Ne ger i J u ml ah
* A s ums i k urs A PBN -P 201 0 : US D 1 = IDR 9.20 0
Selama tahun 2010 Realisasi Pinjaman Proyek mencapai 57,9% dari total target (Rp42,36 triliun). Jumlah penarikan tersebut masih cukup rendah, yang disebabkan oleh rendahnya realisasi penarikan pinjaman proyek antara lain: o o
o o
Terlambatnya pengguguran revisi DIPA yang antara lain menunggu persetujuan DPR Lambatnya dimulainya proses pelelangan proyek yang biasanya dimulai pada bulan Maret tahun yang bersangkutan dan memakan waktu minimum 3 bulan. Pemerintah telah mengantisipasi masalah ini dengan menerbitkan Keppres No.54/2010 tentang Tatacara Pengandaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagai revisi Kepres 80/2003, namun pelaksanaannya baru akan dimulai di tahun 2011 Lambatnya proses penerbitan No Objection Letter (NOL) dari Lender atas persetujuan pemenang lelang, draft kontrak, dan persetujuan pembayaran. Sebab-sebab lain seperti belum siapnya penyediaan dana pendamping (untuk proyek tahun pertama), masalah pengadaan tanah – ganti rugi yang harganya meningkat, perubahan design dan kenaikan harga material karena lamanya proses perencanaan dan penganggaran
12
o
Untuk proyek fisik juga disebabkan oleh kondisi cuaca sepanjang tahun 2010 sehingga menghambat proses kontruksi
Perkembangan realisasi penarikan dan repayment pinjaman selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 17 Perkembangan Realisasi Penarikan dan Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman (Trilyun IDR)
80.0
(Trilyun IDR)
Pinjaman Proyek
80.0
Pinjaman Program Pembayaran Cicilan Pokok
60.0
60.0
Net Flow
40.0 20.0
12.54 13.58
0.0
20.12
29.72
24.51
30.10
28.94
29.04
40.0
14.46 19.61
20.0 0.0
(20.0) (40.0)
(20.0) (52.68)
(57.92)
(63.44)
(68.03)
(50.63)
(60.0)
(40.0) (60.0)
(80.0)
(80.0) 2006
2007
2008
2009
2010
Penarikan pinjaman proyek tahun 2010 mengalami penurunan bila dibandingkan penarikan di tahun 2009. Sedangkan pembayaran cicilan pokok mengalami penurunan dikarenakan penguatan rupiah. Jika dilihat dari jenis kreditur, maka perekembangan outstanding pinjaman dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 18 Perkembangan Outstanding Pinjaman per jenis kreditur (nominal) (trilyun IDR)
800.0 700.0 600.0 500.0
484.9
400.0 370.5
386.5
375.3
376.62
300.0 200.0 100.0
169.9
179.5
222.7
202.4
207.95
2006
2007
2008
2009
2010
0.0
- Multilateral
- Bilateral
- Komersial
- Supplier
Outstanding pinjaman multilateral dan bilateral di tahun 2010 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2009, hal ini disebabkan terjadinya pe nguatan nilai tukar yen, meskipun dalam original currency, outstanding pinjaman dalam nilai tukar yen mengalami penurunan. Dari segi tujuan pembiayaan, selama beberapa tahun terakhir terdapat dominasi Pinjaman program dalam outstanding pinjaman secara keseluruhan. Dominasi Pinjaman Proyek semakin menurun seiring peningkatan porsi Pinjaman Program dalam komposisi outstanding pinjaman Pemerintah. Menurunnya pemanfaatan
13
Pinjaman Proyek karena semakin terbatasnya tawaran kreditur dalam pembiayaan kegiatan kepada Pemerintah Indonesia. Selain itu, terdapat alasan karena lebih banyaknya tawaran Pinjaman Program yang relatif mudah dalam proses pengadaannya. Berikut adalah perkembangan outstanding pinjaman bila dilhat dari tujuan pembiayaannya: Grafik 19 Outstanding Pinjaman (by purpose) (miliar USD) 70.0 60.0 50.0 40.0
50.23
47.37
46.17
50.60
49.47
12.78
16.46
17.65
21.93
11.42 2006
2007
2008
2009
2010
30.0 20.0 10.0 0.0
Pinjaman Program
Pinjaman Proyek
5. PENGELOLAAN RISIKO PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2010 Dalam Pengelolaan utang pada umumnya ada beberapa indikator risiko yang menjadi perhatian utama, antara lain risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar dan risiko refinancing. Adapun perubahan indikator risiko portofolio tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut : A. Risiko Tingkat Bunga (Interest rate risk) Risiko tingkat bunga adalah potensi tambahan beban anggaran akibat perubahan tingkat bunga di pasar yang meningkatkan biaya pemenuhan kewajiban utang Pemerintah. Risiko tingkat bunga terutama akan berpengaruh pada komponen portofolio utang yang berbunga mengambang dan utang yang akan di-refinancing segera selama satu tahun anggaran. Perkembangan indikator risiko tingkat bunga portofolio utang selama tahun 2010 memperlihatkan penurunan angka rasio utang VR terhadap total utang dan refixing rate yang menunjukkan turunnya risiko tingkat bunga portofolio utang (lihat tabel di bawah). Penurunan kedua indikator tersebut akan menurunkan volatilitas beban pembayaran bunga yang ditanggung oleh pemerintah pada tahun berjalan dan masa yang akan datang.
14
Tabel 4 Perkembangan Indikator Risiko Tingkat Bunga Tahun Portofolio 2010 no 1
2
Uraian Des 2009 (%) Des 2010 (%) Perubahan (%) Rasio VR masing Portofolio terhadap total utang SBN 9.01 8.52 -0.49 PLN 13.1 11.77 -1.33 Variable rate 22.11 20.29 -1.82 Rasio R efixing rate masing portofolio terhadap total utang SBN 12.89 12.40 -0.49 PLN 15.27 13.68 -1.59 Refixing rate 28.16 26.08 -2.09
Keterangan : Data bersumber dari Dit EAS yang diolah kembali
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa risiko tingkat bunga portofolio utang apabila dilihat dari indikator rasio VR terhadap total utang mengalami penurunan dari 22,11% di tahun 2009 menjadi 20.29% di tahun 2010. Begitu pula dengan rasio refixing rate, yang menunjukkan perbaikan risiko refinancing yang turun dari 28,16% di 2009 menjadi 26.08% di 2010. Kedua indikator tersebut menggunakan total utang sebagai pembanding sehingga dapat disimpulkan bahwa kontribusi pinjaman yang berbunga mengambang masih lebih dominan bila dibandingkan dengan SBN yang berbunga variabel. Komposisi Interest rate utang Perkembangan komposisi interest rate selama tahun 2010 menunjukkan perubahan sebagaimana ditunjukkan pada diagram berikut: Grafik 20 Proporsi Interest Rate Utang Desember 2009 dan Desember 2010 8.4%
Des 2009
1.7% 3.0%
8.1%
Des 2010
1.4% 2.4%
8.5%
9.0% 77.9%
Fixed rate Libor 6 m Floating rate lainnya
79.7%
SBN VR ADB Floating Rate
Fixed rate Libor 6 m Floating rate lainnya
SBN VR ADB Floating Rate
Berdasarkan dua diagram diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan porsi fixed rate dalam portofolio utang sebesar 1.8% sehingga pada akhir tahun 2010 porsi fixed rate menjadi 79.7%, sementara porsi variabel rate secara keseluruhan menurun menjadi 20.03%. Dari porsi variabel rate tersebut, yang terbesar adalah SBN dengan bunga variabel yaitu 8,5% dan diikuti oleh pinjaman yang memiliki bunga mengacu kepada Libor 6 m sebesar 8.1%. Dengan turunnya porsi variabel rate terhadap portofolio maka sensifitas portofolio terhadap perubahan tingkat bunga acuan adalah sebagai berikut: Tabel 5 Sensitifitas Biaya Utang Terhadap Perubahan Suku Bunga Acuan
No
Jenis Bunga
1 SBI 3 m 2 Libor 6 m 3 Lainnya
Perubahan 1 bps 1 bps 1 bps
Delta Cost (miliar IDR) Des 2009 Des 2010 14.33 14.28 13.35 13.52 7.47 6.22
15
Dari tabel diatas dapat diketahui kenaikan 1 bps saja dari SBI 3 m akan menyebabkan penambahan biaya SBN VR sebesar Rp14,28 miliar B. Risiko Nilai Tukar (Exchange Rate Risk) Risiko Nilai tukar adalah potensi peningkatan beban kewajiban pemerintah dalam memenuhi kewajiban utang akibat peningkatan kurs nilai tukar valuta asing. Risiko nilai tukar mempengaruhi portofolio utang yang berdenominasi dalam valuta asing, atau utang yang dikaitkan (indeks) dengan valuta asing. Semakin besar porsi utang dalam portofolio yang berdenominasi valas semakin rentan terhadap perubahan kurs, yang akan meningkatkan risiko penambahan beban utang Pemerintah. Outstanding pinjaman dalam valuta asing terdiri dari SUN (Global Bond) dan pinjaman luar negeri. Perbandingan utang valas terhadap total utang dan PDB dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 6 Perbandingan Utang Valas Terhadap Total Utang dan PDB Uraian
Des 2009
Des 2010
Perkembangan
Total Utang (Rp triliun) Utang valas (FX) (Rp triliun) Porsi Utang Valas thd Total Utang PDB Nominal (Rp Tilliun) Rasio Utang valas thd PDB
1,589.78 753.47 47.39% 5,613.44 13.42%
1,676.68 774.25 46.18% 6,422.92 12.05%
86.90 20.78 -1.22% -1.37%
Keterangan: 1. Data utang bersumber dari Direktorat EAS DJPU yang telah diolah kembali. 2. Nilai PDB berdasarkan data BPS
Rasio utang valas terhadap total utang menurun dari 47,39% pada akhir tahun 2009 menjadi 46,18% pada akhir tahun 2010. Rasio utang valas terhadap PDB selama tahun 2010 juga menunjukkan penurunan yaitu sebesar 1,37% atau dari 13,42% di tahun 2009, menjadi 12,05% di akhir tahun 2010. Penurunan rasio ini menunjukkan berkurangnya kerentanan perekonomian terhadap potensial shock yang diakibatkan semakin berkurangnya volatilitas nilai tukar yang mengenai utang valas Pemerintah. Perubahan yang terjadi pada Portofolio utang valas tahun 2010 Walaupun rasio utang valas terhadap total utang menurun, namun apabila di lihat dari sisi outstanding, maka utang Valuta asing Pemerintah selama tahun 2010 mengalami kenaikan. Komposisi mata uang portofolio utang Valas Pemerintah pada akhir tahun 2010 adalah sebagai berikut : Tabel 7 Outstanding Portofolio Utang Valas Dalam Rupiah (milliar) Des-2009 Des-2010 Outstanding Utang Valas USD 336,539 356,421 JPY 276,009 296,629 EUR 79,804 64,674 GBP 7,690 6,365 Lainnya 53,430 50,162 Total 753,472 774,251 Currency
Perubahan 5.91% 7.47% -18.96% -17.23% -6.12% 2.76%
16
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat outstanding utang valas dalam equivalen Rupiah naik sebesar 2,76% (sekitar Rp 20,78 triliun) yang disumbangkan oleh kenaikan outstanding utang dalam mata uang USD dan JPY, dua mata uang yang memiliki proporsi terbesar dalam utang valas. Sedangkan outstanding utang valas dalam mata uang lainnya mengalami penurunan. Untuk mengetahui penyebab kenaikan outstanding utang valas, dapat dilihat nilai utang dalam original currency dan perubahan kurs valuta asing dalam satu tahun sebagaimana pada tabel-tabel berikut : Tabel 8 Outstanding Utang Valas dalam Original Currency Original Currency (milliar)
Currency
Des-2009 Outstanding Utang Valas USD 35.80 JPY 2,713.84 EUR 5.91 GBP 0.51
Perubahan
Des-2010 39.64 2,689.78 5.41 0.46
10.73% -0.89% -8.43% -9.96%
Tabel 9 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Valas Kurs terhadap IDR Des-2009 Des-2010 9400.0 8991.0 101.7 110.3 13509.7 11955.8 15114.3 13893.8
Currency USD JPY EUR GBP
Perubahan -4.35% 8.43% -11.50% -8.07%
Berdasarkan kedua tabel di atas dapat dilihat penyebab kenaikan outstanding utang valas adalah penambahan utang dalam mata uang USD dan kenaikan nilai tukar mata uang Yen terhadap Rupiah. Penambahan outstanding dalam USD disebabkan oleh penambahan outstanding utang dalam original currency sebesar 10,73%. Walaupun terjadi pelemahan kurs USD terhadap Rupiah sebesar 4,35%, namun secara keseluruhan outstanding utang USD dalam Rupiah tetap mengalami kenaikan sebesar 5,91%. Sementara itu outstanding utang dalam valuta JPY mengalami kenaikan sebesar 7,47%, dimana dalam kenyataannya meski outstanding utang Yen dalam original currency mengalami penurunan sebesar 0,89%, namun hal ini tidak sebanding dengan penguatan kurs JPY terhadap Rupiah yang sebesar 8,43%. Efek perubahan outstanding utang dalam original currency dan pengaruh perubahan kurs valas terhadap Rupiah telah mengubah komposisi utang valas sebagai berikut : Grafik 21 Komposisi Utang Valas (per currency)
Des 2009 7.09%
1.02%
0.82% 44.67%
10.59%
Des 2010
6.48%
8.35%
46.03%
38.31%
36.63% USD
JPY
EUR
GBP
Lainnya
USD
JPY
EUR
GBP
Lainnya
17
Seiring dengan penambahan outstanding-nya dalam rupiah, pada tahun 2010 terjadi peningkatan dominasi valuta USD dan JPY dalam portofolio utang valas. Dimana utang valas dalam USD semakin membesar dari 44,67% di tahun 2009 menjadi 46,03% di tahun 2010 dan Utang valas dalam JPY meningkat dari 36.63% di tahun 2009 menjadi 38.31% di tahun 2010. Penambahan porsi USD dalam portofolio utang valas, secara prinsip Asset Liability Management (ALM) menunjukkan bahwa kerentanan pemerintah terhadap volatilitas nilai tukar semakin terlindungi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penerimaan valas pemerintah adalah dalam valuta USD dan cadangan devisa di Bank Indonesia juga didominasi oleh valuta USD. Dengan demikian pergerakan di sisi Liability akan dapat diimbangi dari perubahan di sisi aset dan penerimaan . Komposisi portofolio utang valas dilihat dari instrumennya menunjukkan perpindahan (shifting) peran SBN Valas yang semakin besar dan peranan pinjaman yang terus berkurang. Komposisi portofolio utang valas dilihat dari porsi SBN dan pinjaman dapat dilihat sebagai berikut : Grafik 22 Komposisi Utang Valas (per instrumen) Des 2009
Des 2010
20.92%
19.00%
79.08%
81.00% SBN
Pinjaman
SBN
Pinjaman
Komposisi portofolio valas berdasarkan instrumennya akan terus berubah di masa yang akan datang karena adanya pertumbuhan negatif pada portofolio pinjaman (terutama apabila dilihat berdasarkan outstanding pada original currency). Sedangkan portofolio SBN mengalami pertumbuhan yang cepat sebagai akibat semakin besarnya penerbitan Global Bond, Samurai Bond dan Sukuk Valas. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembiayaan di tahun-tahun yang akan datang. Penambahan porsi SBN juga mendorong penambahan porsi USD dalam komposisi currency. Penambahan porsi SBN dalam portofolio utang valas membawa konsekuensi pengelolaan utang valas yang lebih flexibel dimana karena sifatnya yang dapat diperdagangkan, akan lebih mudah untuk dilakukan pengelolaan utang berbasis pasar. Selain itu, dengan makin besarnya porsi SBN dalam portofolio utang valas, akan lebih memudahkan pengelolaan administrasinya (pembukuan dan settlement). Sensitifitas Portofolio Tehadap Perubahan Kurs Rupiah Sensitifitas Portofolio Utang terhadap perubahan kurs Rupiah terhadap valas adalah sebagai berikut: Tabel 10 Sensitifitas Portofolio Utang Terhadap Perubahan Kurs
Jenis Valas USD JPY EUR GBP
Perubahan 100 rupiah 1 rupiah 100 rupiah 100 rupiah
Delta Outstanding (triliun IDR) Des 09 Des 10 3.58 2.71 0.59 0.05
3.96 2.69 0.54 0.05
18
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan kurs dapat menyebabkan perubahan outstanding utang yang cukup signifikan. Sebagai contoh, peningkatan kurs USD yang merupakan porsi terbesar pada portofolio utang valas sebesar Rp100,- akan menyebabkan outstanding utang berubah sebesar Rp3,96 triliun di tahun 2010. Hal ini meningkat bila dibandingkan kondisi akhir tahun 2009 yang besarnya Rp3,58 triliun .
C. Risiko Refinancing (Refinancing Risk) Risiko refinancing adalah potensi naiknya tingkat biaya utang pada saat melakukan pembiayaan kembali (refinancing), atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing sama sekali yang akan meningkatkan beban pemerintah dan/atau mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pembiayaan pemerintah. Risiko refinancing terutama disebabkan apabila jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar terjadi secara bersamaan, sehingga akan meningkatkan jumlah penerbitan/penarikan utang dan meningkatkan Yield yang diminta investor/lender. Indikator risiko refinancing yang paling sederhana dan jelas adalah maturity profile portofolio utang, khususnya untuk tenor jangka pendek. Maturity profile yang tersebar merata akan kurang berisiko dibandingkan maturity profile yang terkonsentrasi pada satu periode waktu tertentu. Sebaran maturity profile portofolio utang untuk tahun 2010 dibandingkan dengan kondisi tahun 2009 dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 23 Maturity Profile Total Utang (percentage) 10.00%
2009
2010
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
30 yr
>30 yr
29 yr
28 yr
27 yr
26 yr
25 yr
24 yr
23 yr
22 yr
21 yr
20 yr
19 yr
18 yr
17 yr
16 yr
15 yr
14 yr
13 yr
12 yr
11 yr
10 yr
9 yr
8 yr
7 yr
6 yr
5 yr
4 yr
3 yr
2 yr
1 yr
0.00%
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa dengan terlaksananya strategi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman dari sisi penentuan tenor, serta kegiatan pengelolaan portofolio berupa debt buyback dan switching telah menghasilkan distribusi tenor yang lebih merata dan mengurangi kosentrasi utang pada tenor pendek. Apabila dilihat perbandingan antara maturity profile SBN dan pinjaman dari sisi jumlah, maka dapat dilihat perubahan yang menarik sebagai berikut :
19
Grafik 24 Maturity Profile Total Utang (amount) Trilyun IDR 160
140
SBN'09
Pinjaman'09
SBN'10
Pinjaman'10
120
100
80
60
40
20
30 yr
>30 yr
29 yr
28 yr
27 yr
26 yr
25 yr
24 yr
23 yr
22 yr
21 yr
20 yr
19 yr
18 yr
17 yr
16 yr
15 yr
14 yr
13 yr
12 yr
11 yr
9 yr
10 yr
8 yr
7 yr
6 yr
5 yr
4 yr
3 yr
2 yr
1 yr
0
Akibat adanya kegiatan penerbitan SBN, penarikan pinjaman serta pembayaran cicilan pokok utang terjadi perubahan struktur maturity profile untuk tahun 2009 dan tahun 2010. Pada tahun 2010 utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu pendek secara jumlah mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penerbitan sekuritas yang memilki tenor pendek dalam jumlah yang besar seperti SPN dan SDHI. Namun apabila diperhatikan penambahan utang justru lebih tersebar ke jangka menengah dan panjang. Hal ini disebabkan oleh adanya penerbitan SBN yang bertenor panjang dan juga berkurangnya pinjaman dengan tenor pendek
Untuk melihat kondisi refinancing risk secara keseluruhan dapat tergambar melalui angka rata-rata jatuh tempo (average to Maturity/ ’ATM’) portofolio utang. ATM portofolio utang menggambarkan seberapa panjang masa pelunasan dari portofolio utang. ATM portofolio utang per 31 Desember 2009 dan per 31 Desember 2010 dapat di lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 11 Rata-rata Jatuh Tempo Pembayaran Utang
Keterangan SUN Zero Coupon Fixed Rate Global Bond SU non SRBI * Islamic Securities Variabel Rate Total SUN PLN Total Utang
Per 31 Desember 2009 Per 31 Desember 2010 ATM ATM Outstanding (triliun Rp) Outstanding (triliun Rp) (tahun) (tahun) 33.3 9 393.54 143.15 125.18 14.2 2 143.29 852.76 610.32 1,463.08
0.4 9 8.7 2 13.52 9.9 5 3.6 3 7.4 9 9.0 9 7.5 4 8.4 4
32.31 440.40 142.80 161.98 38.50 121.73 937.71 612.28 1,549.98
0.4 4 9.6 3 12.03 9.2 1 4.2 4 6.5 1 8.9 8 7.5 8 8.4 2
Keterangan:* SRBI tidak diperhitungkan dalam ATM karena repayment tergantung kondisi BI.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadinya peningkatan risiko refinancing bila dilihat dari ATM portofolio utang (di luar SRBI), yaitu ATM mengalami pemendekan dari 8,44 tahun menjadi 8,42 tahun di akhir 2010. Hal tersebut lebih disebabkan oleh semakin memendeknya jadwal pelunasan untuk Surat Utang Pemerintah nontradable ke Bank Indonesia.
20
6. PERKEMBANGAN INDIKATOR RISIKO PORTOFOLIO DARI TAHUN 2005 HINGGA 2010 Perkembangan indikator risiko portofolio selama tahun 2006 hingga tahun 2010 dapat dilihat melalui tabel berikut ini: Tabel 12 Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang
Indikator Risiko Outstanding (Rp milliar) Loan SBN
2006 1,302,166 559,438 742,728
2007
2008
2009
1,389,411 1,636,741 1,589,781 586,352 730,246 610,322 803,059 906,495 979,458
2010 1,676,682 612,276 1,064,406
Debt Interest rate risk (%) Rasio variable rate Refixing rate Average time to Refixing
28.73% 32.40% 6.60
26.70% 30.23% 6.90
22.89% 28.16% 7.10
22.11% 28.15% 8.01
20.29% 26.08%
Exchange rate Risk Rasio utang FX terhadap PDB Rasio utang FX terhadap Total Utang
18.24% 46.77%
16.48% 46.95%
17.22% 52.11%
13.42% 47.39%
12.05% 46.18%
Komposisi currecy Utang - IDR - JPY - USD - EUR - Lainnya
53.23% 17.85% 16.74% 7.00% 5.19%
53.05% 17.59% 18.95% 7.12% 3.29%
47.89% 20.89% 21.91% 6.36% 2.94%
52.61% 17.36% 21.93% 5.02% 3.09%
53.82% 17.69% 21.72% 3.86% 2.91%
Refinancing Risk (%) Matured in 1 year Matured in 3 year Matured in 5 year
5.65% 18.48% 29.95%
6.79% 19.36% 30.62%
6.41% 18.64% 31.05%
7.53% 20.25% 33.13%
7.06% 20.82% 34.15%
7.63 12.69
7.58 12.44
7.41 12.00
7.56 9.09 8.44
7.58 8.98 8.42
Average time to maturity Loan SBN Total Keterangan:
ATM SBN tahun 2006-2008 memasukkan SRBI di dalam perhitungannya, sedangkan ATM tahun 2009-2010 tidak
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa risiko tingkat bunga cenderung membaik secara konsisten dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Sedangkan risiko nilai tukar cenderung membaik meskipun terdapat fluktuasi khususnya pada tahun 2008 yang mengalami peningkatan risiko yang cukup signifikan akibat pelemahan kurs rupiah yang sangat besar. Sementara untuk risiko refinancing, cenderung mengalami peningkatan risiko bila dilihat dari perkembangannya dari tahun 2009 ke tahun 2010.
21
7. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu dari laporan ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a. Perkembangan perekonomian Indonesia pada tahun 2010 semakin membaik dengan angka pertumbuhan PDB sebesar 6,1%, atau telah kembali mencapai tingkat pertumbuhan sebelum terjadinya krisis finansial global di kisaran 6 %. Membaiknya pertumbuhan ekonomi indonesia tersebut dapat digambarkan dengan turunnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 28,32% di akhir 2009 menjadi 26,10% pada akhir tahun 2010. b. Kondisi perekonomian domestik tahun 2010 yang membaik serta mulai pulihnya ekonomi dunia telah menyebabkan mengalirnya dana dari negara maju ke emerging market. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat suku bunga di negara maju dan menurunnya risk aversion investor menyebabkan terus mengalirnya dana asing ke pasar keuangan Indonesia. Sebagai dampak mengalirnya dana asing tersebut adalah turunnya tingkat yield SBN yang diminta investor ke tingkat terendah sejak awal penerbitan SBN. c. Kondisi perekonomian dunia pada tahun 2010 mulai pulih dari kondisi krisis yang ditandai membaiknya angka pertumbuhan ekonomi negara negara maju utama dunia yang sebelumnya terkena krisis seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang, serta semakin melajunya pertumbuhan negara-negara emerging market khususnya negara-negara BRIC (Brazil, Russia, India dan China). Namun ditengah pemulihan ekonomi dunia terdapat beberapa negara, seperti Portugal, Italy, Ireland, Greece dan Spain (negara PIIGS), yang mengalami krisis utang akibat tingkat utang yang unsustainable. Negaranegara tersebut mengalami kesulitan akibat naiknya yield yang sangat besar akibat meningkatnya persepsi potensi default sejalan dengan tingginya rasio utang terhadap PDB mereka. d. Perkembangan portofolio SBN selama tahun 2010 ditandai dengan dominasi penerbitan SBN domestik bila dibandingkan dengan penerbitan SBN valas. Besarnya penebitan SBN domestik dibandingkan SBN valas untuk memanfaatkan momentum dari kondisi pasar domestik yang baik dan stabil setelah pulih dari krisis keuangan global. Di tambah lagi dengan terjadinya krisis utang Eropa sehingga menyebabkan terjadinya pengaliran dana dari negara maju ke emerging market. e. Perkembangan portofolio pinjaman tahun 2010 mengalami sedikit perbedaan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada adanya sumber pembiayaan APBN melalui pinjaman yang berasal dari dalam negeri. Pinjaman dalam negeri tersebut merupakan bagian dari target penarikan pinjaman proyek/kegiatan yang jumlahnya masih kecil (Rp1,0 triliun). Namun demikian, hal ini merupakan langkah awal yang sangat baik dalam menekan risiko portofolio pinjaman khususnya pada risiko nilai tukar. f.
Perkembangan risiko tingkat bunga pada 2010 menurun dilihat dari penurunan rasio refixing rate dari portofolio utang sebesar 2,08% yaitu dari 28,16% di akhir tahun 2009 menjadi 26,08% di akhir tahun tahun 2010. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya outstanding portofolio utang. Namun di sisi lain jumlah outstanding utang yang berbunga VR menurun sehingga rasio refixing rate ikut menurun.
22
g. Perkembangan risiko nilai tukar selama 2010 juga mengalami perbaikan. Hal tersebut ditandai dengan turunnya porsi utang valas terhadap total utang dari 47,39% pada tahun 2009 menjadi 46,18% di akhir tahun 2010. Penurunan rasio tersebut disebabkan kenaikan utang valas tidak sebanding bila dibandingkan dengan kenaikan utang dalam Rupiah. Selain itu appresiasi Rupiah terhadap mata uang valas selain Yen menyebabkan turunnya porsi utang valas. h. Perkembangan refinancing risk selama 2010 cenderung meningkat yang ditandai dengan adanya pemendekan rata-rata jatuh tempo utang non SRBI dari 8,44 tahun pada akhir tahun 2009 menjadi 8,42 di akhir tahun 2010. Pemendekan ini terjadi lebih disebabkan karena semakin memendeknya jadwal pelunasan untuk Surat Utang Pemerintah non-tradable ke Bank Indonesia.
23