LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2011 A. UMUM Pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah pada tahun 2011 mendapat tantangan yang cukup berat akibat kondisi krisis utang di Eropa dan kondisi perekonomian negara maju yang belum pulih sepenuhnya akibat krisis tahun 2008 dan terancam kembali mengalami resesi. Pengaruh kondisi perekonomian dunia tersebut masih dapat diminimalisir sehingga tidak mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara signifikan. Sepanjang tahun 2011, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang positif, diindikasikan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 6,5%, lebih tinggi dari tahun 2010 yang sebesar 6,1%. Secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2011 dipengaruhi secara signifikan oleh variabel konsumsi rumah tangga (54,6%), investasi (32,0%), dan net ekspor(1,4%). Adapun realisasi belanja Pemerintah memberikan kontribusi sekitar 9,0%. Kondisi perekonomian domestik yang stabil di tengah ketidakpastian perekonomian dunia menyebabkan pasar keuangan domestik menjadi sasaran investor asing untuk menanamkan modalnya. Capital inflow ini menyebabkan naiknya kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) hingga mencapai 35% (dari outstanding SBN tradable) pada Juli 2011 serta meningkatnya volume transaksi perdagangan SBN di Pasar Sekunder. Grafik 1 Perkembangan Rasio Utang terhadap PDB
80% 70%
(Triliun IDR)
8000 7000
60%
6000
50%
5000
40% 30%
4000 28.32% 35.11%
26.10%
24.28%
33.04%
3000
20%
2000
10%
1000
0%
0 2007
2008
2009
2010
2011
Rasio utang Pemerintah tahun 2011 semakin menurun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan terkendalinya jumlah pertambahan utang pada tingkat yang sustainable. Rasio utang terhadap PDB mencapai 24,28% yang merupakan rasio terendah sejak sebelum krisis ekonomi 19971998.
Kondisi fundamental ekonomi yang baik serta rendahnya rasio utang terhadap PDB Sumber: DJPU dan BPS direspon oleh lembaga pemeringkat Fitch’s dengan menaikkan rating Indonesia menjadi level investment grade (BBB-) pada Desember 2011. Hal ini menunjukan Indonesia menjadi tempat yang aman bagi investasi untuk menanamkan modalnya. Total Utang (rhs)
Rasio Utang Terhadap PDB
PDB (rhs)
2 B. KONDISI PEREKONOMIAN GLOBAL Grafik 2 Pertumbuhan Ekonomi Global
(%) 12 9 6 3 0 -3 -6 2007
2008 BRIC
2009 US
2010 Euro Zone
Sumber: Bloomberg
( %)
8
Grafik 3 Central Bank Rate
2011
2012
Indonesia
Sepanjang tahun 2011 kondisi perkonomian dunia yang belum sepenuhnya pulih dari krisis keuangan global terancam kembali mengalami krisis ekonomi susulan (double dip recession). Hal tersebut disebabkan permasalahan utang di zona Eropa, krisis sektor perumahan di Amerika Serikat dan adanya bencana tsunami Jepang. Sementara negara-negara emerging market mengalami problem tingginya inflasi khususnya China dan India. Apabila melihat kondisi emerging market, maka pertumbuhan ekonomi masih tetap pada tingkat yang cukup tinggi.
6
Untuk mengatasi kelesuan perekonomian, Bank sentral negara-negara maju yang 2 dipelopori oleh Federal Reserve melakukan 0 kebijakan pelonggaran moneter dengan Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Decmenurunkan suku bunga ke tingkat terendah 09 10 10 10 10 11 11 11 11 BI Rate FED Target Rate ditambah kebijakan menambah jumlah uang ECB Base Rate BOJ Rate beredar (quantitative easing) melalui Sumber: Bloomberg pembelian surat berharga pemerintah maupun mortgage. Kebijakan federal reserve diikuti oleh Zona Eropa dan Jepang. 4
Selama tahun 2011 kondisi yang paling mengkhawatirkan perekonomian dunia adalah krisis utang pemerintah di Eropa. Krisis utang yang bermula dari negara-negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani, Spanyol) mengancam keseluruhan Zona Euro akibat persepsi investor akan kerapuhan seluruh sistem currency Euro. Krisis utang tersebut memperparah kondisi ekonomi negara-negara zona Euro akibat meningkatnya yield dan level utang yang memaksa negara-negara tersebut mengambil kebijakan penghematan fiskal (austerity measures). Salah satu dampak krisis utang Eropa adalah ancaman krisis sistemik perbankan dunia khususnya yang memiliki eksposur aset negara-negara yang bermasalah. Sebagai dampak hal tersebut, perbankan Eropa harus memperkuat rasio modal terhadap aset mereka melalui pengurangan jumlah kredit atau menambah modal. Akibat langkah perbankan Eropa tersebut, menyebabkan keringnya likuiditas di pasar Eropa maupun di Asia sebagai dampak pengurangan pemberian kredit di pasar sindikasi. Untuk mengatasi hal tersebut, European Centre Bank (ECB) mengadakan fasilitas pinjaman berbunga murah untuk membantu perbankan dan menambah likuiditas pasar sekuritas Eropa.
3
(%) 0.6
Grafik 4 Perkembangan Indikator Likuiditas Pasar TED Spread (Libor over T-bills 3m)
(%) 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0 0.0 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec09 10 10 10 10 11 11 11 11 Ket: Data berasal dari Bloomberg yang diolah kembali
Grafik 5 Perkembangan Harga Komoditas
150
2,000
130
1,800
110
1,600
90
1,400
70
1,200
50Sumber: Bloomberg 1,000 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec09 10 10 10 10 11 11 11 11 Minyak brent
Emas (rhs)
Sumber: Bloomberg
Dampak dari memburuknya krisis di zona Eropa tersebut, terutama pada kuartal IV 2011 terjadi perpindahan aset dari negaranegara emerging ke aset negara-negara safe haven currency. Hal tersebut menyebabkan yield T-Bill 3m turun hingga mendekati nol, sedangkan adanya kekhawatiran untuk memberikan pinjaman antar bank, meningkatkan tingkat bunga LIBOR. Dapat dilihat pada grafik 4, pada semester I 2011 TED Spread masih berada pada kisaran 20 basis points (bps) namun pada kuartal IV sudah mencapai kisaran 60 bps. Di tengah krisis yang terjadi di Zona Eropa dan masih lesunya perekonomian Amerika Serikat, perekonomian China dan negaranegara emerging lainnya masih tumbuh cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan harga minyak tetap tinggi yang didorong oleh pertumbuhan permintaan dari negara-negara emerging. Selain hal tersebut adanya tambahan likuiditas dari kebijakan quantitative easing menambah demand terhadap emas yang berfungsi sebagai instrumen lindung nilai terhadap krisis maupun terhadap penurunan nilai uang.
C. KONDISI PASAR KEUANGAN DOMESTIK Kondisi pasar keuangan domestik selama tahun 2011 sangat kondusif antara lain ditandai turunnya tingkat bunga pasar, menguatnya nilai tukar rupiah, derasnya aliran investasi asing baik di portofolio maupun sektor riil. Kondusifnya kondisi pasar keuangan disebabkan baiknya kondisi fundamental ekonomi Indonesia di tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu. (%) 12
Grafik 6 Perkembangan BI rate, Inflasi dan Yield SUN
10
(%) 12 10
8
8
6
6
4
4
2 2 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec09 10 10 10 10 11 11 11 11 Inflasi
BI Rate
SUN 10 yr
Tahun 2011 diwarnai oleh inflasi yang menurun. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember 2011 mencapai 0,57% (mtm) atau 3,79%(yoy). Penurunan inflasi sepanjang tahun 2011 terjadi karena koreksi inflasi volatile food prices dan minimalnya inflasi administered prices, sementara inflasi inti cenderung moderat.
4 Dengan kondisi inflasi yang cenderung menurun pada tahun 2011 tersebut untuk menjaga menjaga stabilitas keuangan serta mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia, maka Bank Indonesia melakukan penurunan BI rate yaitu dari awal tahun 2011 pada level 6,75%, selanjutnya Oktober 2011 turun 6,5% dan pada bulan November 2011 pada level 6,0%. Grafik 7 Pergerakan Indeks Harga SUN domestik dan IHSG
Sentimen negatif akibat gejolak pasar keuangan global berdampak terhadap kinerja 6000 140 pasar saham domestik walaupun 5000 120 fundamental makroekonomi dan mikro ` 4000 100 emiten cukup kuat. Gejolak di pasar keuangan global tersebut mendorong aksi 3000 80 portfolio adjustment oleh investor non 2000 60 resident di pasar keuangan domestik yang Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Decdiikuti dengan melemahnya nilai tukar 09 10 10 10 10 11 11 11 11 IHSG IDMA Bond Price Index -rhs sehingga menekan kinerja pasar saham Sumber: Bloomberg domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan yang cukup tajam sebesar 8,7% ke level 3.549 pada 30 September 2011. Meskipun melemah cukup tajam, namun dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, pelemahan tersebut masih relatif lebih rendah. point
point
Di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging termasuk Indonesia, baik dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) maupun investasi portofolio. Di pasar obligasi negara, masuknya dana asing ke pasar SBN domestik telah menyebabkan peningkatan kembali indeks SUN hingga level tertinggi. Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 mengalami apresiasi meski pada semester II-2011 mengalami tekanan depresiasi akibat memburuknya sentimen terkait gejolak di pasar Grafik 8 keuangan global. Namun, pelemahan nilai Perkembangan Kurs IDR Terhadap Beberapa tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan (Rupiah) (Rupiah) Mata Uang Utama 14000 140 pergerakan nilai tukar mata uang negara 13000 130 kawasan. Tekanan terhadap rupiah antara 12000 120 lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor 11000 110 risiko global akibat kekhawatiran terhadap 10000 100 prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan valas untuk 9000 90 memenuhi pembayaran impor turut 8000 80 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Decmenekan nilai tukar rupiah 09
10
10
USD/IDR
10
10
11
EUR/IDR
11
11
11
JPY/IDR (rhs)
5 Grafik 9 Yield Curve
28 30 30 30
(%) 11 10
Feb 11 Jun 11 Sep 11 Dec 11
9 8 7 6 5 4 1YR 3YR 5YR 7YR
10Y
15Y
20Y
30Y
Sumber: Bloomberg
Grafik 10 Kepemilikan SBN Tradable
(miliar IDR)
Grafik 11 Volume Transaksi Harian SBN Tradable Volume
12,000
450
Frekuensi - rhs 10,000
375
8,000
300
6,000
225
4,000
150
2,000
75
0
0 '07 '08 '09 '10 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 2011
Sumber: DJPU
Grafik 12 Bid to Cover Ratio Penerbitan SBN Triliun Rupiah
500
Total Bid Total Awd
3.5
Bid to Cover Ratio - rhs
3.0
400
2.5 300
2.0
200
1.5 1.0
100
0.5
-
2007
Sumber: DJPU
2008
2009
2010
2011
Masuknya dana asing menekan yield curve sebagai dampak dari rendahnya biaya dana investor asing dan ekspektasi penguatan kurs Rupiah yang menciptakan rendahnya imbal hasil yang diminta investor. Pada akhir tahun 2011, yield curve semakin bergeser ke bawah dan datar. Pergerakan tersebut menunjukkan ekspektasi jangka panjang investor terhadap fundamental ekonomi dan semakin baiknya credit rating Indonesia. Aliran dana asing yang berupa investasi portofolio ditempatkan pada instrumen saham (ekuitas) dan SBN. Kepemilikan asing pada SBN meningkat sangat signifikan sehingga sempat mencapai level 35% dengan nilai sekitar Rp248 triliun pada bulan Juli 2011. Namun, akibat memburuknya krisis Eropa menyebabkan adanya perpindahan aset ke safe haven currency (flight to quality) sehingga kepemilikan asing di akhir tahun turun ke tingkat 30% atau di kisaran Rp222 triliun. Kondusifnya pasar keuangan domestik, menyebabkan meningkatnya likuditas yang berdampak pada naiknya volume perdagangan, yang mencapai puncaknya pada bulan agustus 2011, jauh meningkat bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan volume transaksi tersebut disebabkan adanya capital inflow dana asing. Namun pada kuartal IV-2011 volume transaksi mengalami penurun akibat dari aliran modal asing kembali ke safe haven country. Tingginya likuiditas juga ditunjukkan oleh bid to cover ratio pada lelang pasar perdana. Tingginya bid to cover ratio tersebut menyebabkan turunnya biaya utang yang harus dibayar Pemerintah karena terjadinya price tension pada lelang perdana SBN.
6 Grafik 13 Credit Rating Indonesia Baa1
14 BBB+ BBB13 BBB-12
14
INVESMENT GRADE RATING
Baa2
13
Baa3
12
BB+11 BB10 BB- 9
Ba1
11
Ba2 9 Ba3 8 B1 10
B+ 8 B 7 B-
6
CCC+5 CCC4 CCC-3 CC 2
7
B2
6
B3
Caa1
5
Caa2
4
Caa3
3
R/C 1 SD/DD -
2
Ca
1
C
-
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
'97 '98 '99 '00 '01 '02 '03 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11 '12
S&P's
Fitch's
Moody's (RHS)
Sumber: Bloomberg
Grafik 14. Pergerakan CDS 10 yr dan Global Bond 10yr to Tbond Spread
500 400 300 200 100 0 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec09 10 10 10 10 11 11 11 11 GB 10Yr to TBond spread
cds Indo 10 yr
Sumber: Bloomberg
Grafik 15. Pergerakan CDS 5yr 350
350 Sumber: Bloomberg
250
250
150
150
50 50 Dec- Mar- Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec09 10 10 10 10 11 11 11 11 Sumber: Bloomberg Indonesia
(BBB-)
Filipina (BBB-)
Thailand (A-) Turki (BB+)
Sumber: Bloomberg
(%)
Grafik 16. Pergerakan yield SUN Valas Per Tenor
(%)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
Dec- Mar09 10
Jun- Sep- Dec- Mar- Jun- Sep- Dec10 10 10 11 11 11 11
Global Bond 5 yr
Global Bond 10 yr
Kondusifnya pasar keuangan domestik semakin membaik dengan adanya kenaikan rating dari Fitch’s pada bulan Desember 2011. Keberhasilan tersebut menyebabkan Indonesia kembali menjadi investment grade rating country seperti yang pernah dicapai sebelum pecahnya krisis Asia 1997. Rating investment grade tersebut memberikan keuntungan adanya tambahan investor baru pada pasar keuangan Indonesia khususnya pada pasar SBN. Positifnya persepsi investor asing dicerminkan oleh angka Credit Default Swap (CDS) Indonesia yang semakin menurun dan spread obligasi global Indonesia dengan Treasury Bond (T-Bond) yang semakin ketat. Spread antara global bond Indonesia dan TBond yang ketat menunjukkan likuiditas karena ada permintaan global bond yang tinggi. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap Indonesia yang semakin baik. Persepsi risiko Indonesia dibandingkan dengan peer countries semakin membaik. Hal tersebut dapat dilihat pada perbandingan angka CDS yang menunjukkan perubahan dimana sebelumnya angka CDS Indonesia lebih tinggi dari peer countries, saat ini menjadi setara atau lebih rendah. Berlanjutnya krisis utang Eropa khususnya di negara PIIGS menyebabkan ketidakpastian kondisi perekonomian di masa depan. Hal ini mendorong investor cenderung melakukan pembedaan antara negara yang memiliki kesinambungan utang yang baik (rasio utang rendah) dengan negara yang berpotensi mengalami krisis akibat utang yang tidak sustainable (rasio utang tinggi). Indonesia yang memilki rasio utang rendah diuntungkan dengan penurunan yield.
7 D. PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2011 Pada akhir tahun 2011, outstanding utang adalah sebesar Rp1.803,5 triliun, terdapat peningkatan nominal sebesar Rp126,6 triliun dibanding akhir tahun 2010 yang sebesar Rp1.676,9 triliun. Dari peningkatan tersebut, penambahan riil utang adalah sebesar Rp110,2 triliun. Adapun penambahan sebesar Rp16,4 triliun merupakan dampak dari pelemahan nilai tukar IDR terhadap JPY dan USD sebagai mata uang asing yang paling dominan dalam portofolio utang pemerintah. Peningkatan outstanding utang pada akhir tahun 2011 tersebut berasal dari instrumen SBN sebesar Rp123,2 triliun dan instrumen pinjaman sebesar Rp3,4 triliun. Secara komposisi, porsi instrumen SBN adalah sebesar 65,9% sedangkan porsi instrumen pinjaman adalah sebesar 34,1%. Tabel 1. Perkembangan Outstanding Portofolio Utang 2007 SBN Denominasi Rupiah Denominasi Valas Pinjaman Denominasi Rupiah Denominasi Valas Total Utang
2008
2009
dalam triliun IDR
2010
2011
Outs
%
Outs
%
Outs
%
Outs
%
Outs
%
803.1
57.8
906.5
55.4
979.5
61.6
1064.4
63.5
1187.7
65.9
42.2
783.9 122.6 730.2
44.6
836.3 143.1 610.3
38.4
902.4 162.0 612.4
36.5
992.0 195.6 615.8
34.1
737.1 65.9 586.4 0.0 586.4
0.0 730.2
0.0 610.3
0.2 612.3
0.8 615.0
1389.4
1636.7
1589.8
1676.9
1803.5
Sumber: DJPU
1. Portofolio SBN Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN-P 2011, target penerbitan SBN bruto adalah sebesar Rp211,2 triliun, dan terealisasi sebesar Rp208,1 triliun dengan memperhitungkan buyback sebesar Rp3,5 triliun. Realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SUN sebesar Rp171,29 trilliun dan penerbitan SBSN sebesar Rp33,31 trilliun. Realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SBN domestik sebesar Rp174,12 triliun dan penerbitan SBN valas sebesar Rp30,48 triliun. Termasuk dalam penerbitan di atas adalah penerbitan SPN 3 bulan yang ditujukan sebagai tingkat bunga acuan Obligasi Negara seri VR. Sepanjang tahun 2011, jumlah penerbitan SPN 3 bulan tersebut sebesar Rp6,7 triliun. Rincian penerbitan penerbitan SBN pada 2011 dan perkembangan komposisi penerbitan SBN dalam lima tahun terakhir sebagaimana disajikan pada tabel 2 dan tabel 3 berikut. Tabel 2. Rincian Penerbitan SBN Tahun 2011
Domestik SPN / SPNS Ritel Fixed rate Valas Total Sumber: DJPU
Triliun IDR SBN 174,12
SUN 149,85
SBSN 24,27
40,00
1,32
41,32
11,00
7,34
18,34
98,85
15,61
114,46
21,44 171,29
9,04 33,31
30,48 204,60
8 Tabel 3. Trend Penerbitan SBN Periode 2007-2011 Penerbitan SBN Gross Redemption & buyback Neto
2007 99,95 42,78 57,17 57
2008 126,24 40,33 85,92
2009 144,56 45,29 99,27
Domestik Valas Porsi Penerbitan valas
86,38 13,58 13,58%
86,93 39,32 31,14%
98,79 46,88 32,18%
Trilliun IDR 2010 2011 161,90 204,60 70,74 84,53 91,16 120,07 136,86 25,04 15,47%
174,12 30,48 14,90%
Sumber: DJPU
2. Portofolio Pinjaman Pada APBN-P tahun 2011 ditargetkan pembiayaan melalui Pinjaman sebesar Rp57,6 triliun, yang terdiri dari Rp19,2 triliun Pinjaman Program dan Rp36,9 triliun Pinjaman Proyek. Dalam Pinjaman Proyek tersebut di dalamnya juga termasuk Penerusan Pinjaman sebesar Rp11,7 triliun dan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp1,4 triliun. Dari target tersebut, realisasi disbursement Pinjaman Program selama tahun 2011 mencapai sebesar Rp13,6 triliun (70,7% dari target) dan Pinjaman Proyek sebesar Rp18,1 triliun (49,0% dari target). Pengurangan disbursement Pinjaman Program disebabkan oleh adanya kebijakan kabinet untuk meniadakan Pinjaman Program dengan tema climate change, mengingat sensitivitas isu pendanaan program penyelamatan lingkungan hidup dan telah terpenuhinya kebutuhan kas sampai dengan akhir tahun. (juta USD)
3,500
Grafik 17. Perkembangan Penarikan Pinjaman Program WB
ADB
JBIC/ JICA
300
3,000 200
2,500
500
2,000
400
1,500 1,000 500
Perancis
300
505
600 700 500
100
830 400
900 1,197
1,553
1,704 1,011
600
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: DJPU
Realisasi disbursement Pinjaman Proyek yang masih rendah pada tahun 2011, dimana hal ini masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Kondisi tersebut salah satunya disebabkan karena keterlambatan Kementerian/Lembaga dalam memenuhi condition
9 precedent sebagai dasar efektifnya pinjaman. Selain itu disebabkan pula oleh keterlambatan Kementerian/ Lembaga dalam menyelesaikan proses pengadaan serta lamanya proses penerbitan No Objection Letter (NOL) dari kreditur, sehingga mengganggu jadwal pengadaan. Relatif rendahnya realisasi disbursement Pinjaman dibandingkan dengan pembayaran repayment-nya, menyebabkan net flow instrumen Pinjaman menjadi negatif. Dalam realisasi APBN 2011 terdapat negatif flow dari Pinjaman sebesar Rp15,6 triliun. Adapun perkembangan realisasi disbursement dan repayment Pinjaman selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik 18 Perkembangan Realisasi Disbursement (Penarikan) dan Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman (Trilyun IDR) Pinjaman Proyek Pinjaman Program Pembayaran Cicilan Pokok Net Flow
80 (Trilyun IDR)
60 40
80 60 29.72
20.12
24.51
40
14.46
18.11
20
30.10
19.61
29.04
28.94
20
13.58
0
0 (50.63)
(20)
(20) (47.32)
(40)
(57.92)
(68.03)
(63.44)
(40)
(60)
(60)
(80)
(80) 2007
2008
2009
2010
2011+ Sumber: Realisasi APBN
+) Realisasi sementara
Dari perkembangan outstanding Utang pada tabel 1 terlihat bahwa outstanding Pinjaman mengalami kenaikan pada kondisi akhir tahun 2011. Kondisi kenaikan ini menjadi tidak sejalan dengan adanya net negative flow Pinjaman dalam tahun 2011. Hal ini dapat dijelaskan bahwa naiknya outstanding akhir tahun 2011 sebagai dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang USD dan JPY yang merupakan mata uang utama pada portofolio Pinjaman (stock concept). Sedangkan perhitungan repayment dan disbursement didasarkan pada nilai tukar saat transaksi (flow concept), dimana nilai tukar Rupiah terhadap kedua mata uang pinjaman tersebut sempat mengalami apresiasi di pertengahan tahun 2011. Dari sisi jenis kreditur, kenaikan jumlah outstanding, terjadi baik pada kreditur bilateral, multilateral, maupun komersial, sebagaimana terlihat pada grafik berikut: Tabel 4. Perkembangan Outstanding Pinjaman Outstanding Pinjaman Berdasarkan sumber pinjaman - Multilateral - Bilateral - Komersial - Supplier Berdasarkan sumber pinjaman - Pinjaman Program - Pinjaman Proyek
Total Loan Sumber: DJPU
2007
2008
2009
2010
triliun IDR
2011
179.5 386.5 19.6 0.8
222.7 484.9 21.7 1.0
202.4 375.3 32.0 0.6
207.95 376.62 27.14 0.57
211.86 377.56 25.91 0.50
120.4 466.0
180.2 550.0
175.8 434.6
197.18 415.10
210.51 405.32
586.4
730.2
610.3
612.3
615.8
10 Perkembangan outstanding Pinjaman sebagaimana tabel 4, selain dilihat dari sisi kreditur, juga dapat dilihat dari segi tujuan pembiayaan. Sebelum tahun 2000 outstanding Pinjaman Pemerintah hanya didominasi oleh Pinjaman Proyek. Namun seiring dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan defisit, terdapat kecenderungan untuk memanfaatkan pinjaman yang sifatnya tunai (Pinjaman Program) selama beberapa tahun terakhir ini. Dalam hal kinerja pengadaan dan penyerapannya, Pinjaman Program relatif sangat baik karena tersedianya underlying program serta karakter disbursement pinjaman yang relatif mudah dan dapat ditarik sekaligus. E. PENGELOLAAN RISIKO PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2011 1. Risiko Tingkat Bunga (Interest rate risk) Indikator risiko tingkat bunga portofolio utang Pemerintah yang ditunjukkan oleh rasio VR (variable / floating rate) serta rasio refixing rate mengalami penurunan. Rasio VR terhadap total utang turun dari 20,29% pada 2010 menjadi 17,68% pada akhir 2011 begitu juga rasio refixing rate yang turun dari 26,08% pada 2010 menjadi 24,79% di akhir tahun 2011. Penurunan kedua indikator risiko tersebut sebagian besar disebabkan oleh semakin kecil porsi Pinjaman dalam portofolio utang dan turunnya rasio VR dalam portofolio SBN. Penurunan kedua rasio tersebut disebabkan tidak diterbitkannya SBN VR selama tahun 2011, sementara pinjaman VR dan SBN VR yang jatuh tempo tahun 2011 cukup signifikan. Sementara itu disbursement Pinjaman bersuku bunga floating masih lebih kecil dibandingkan pelunasannya tersebut. Keterangan lebih lanjut mengenai penurunan indikator risiko ini dijelaskan pada bagian perubahan komposisi jenis suku bunga. Tabel 5. Perkembangan Indikator Risiko Tingkat Bunga no
Uraian Des 2010 (%) Des 2011 (%) Rasio VR terhadap total utang 1 SBN 8,52 7,49 Pinjaman 11,77 10,19 Total Utang 20,29 17,68 Rasio Refixing rate terhadap total utang 2 SBN 12,40 12,72 Pinjaman 13,68 12,08 Total Utang 26,08 24,79
Perubahan (%) -1,03 -1,58 -2,61 0,32 -1,60 -1,28
Ket: Data berasal DJPU yang diolah kembali
Komposisi Suku bunga Dari segi komposisi jenis suku bunga, terdapat peningkatan porsi fixed rate portofolio utang sebesar 2,6% dimana persentase fixed rate pada akhir tahun 2011 menjadi 82,3%. Kenaikan persentase fixed rate tersebut menyebabkan terjadinya penurunan porsi variable rate menjadi 17,6% yang antara lain terdiri atas porsi variable rate SBN sebesar 7,5% dan Pinjaman sebesar 10,1%. Penurunan porsi suku bunga variabel dari Pinjaman terutama disebabkan oleh penurunan jumlah outstanding suku bunga berbasis LIBOR dan
11 ADB floating rate. Perubahan komposisi suku bunga ini dipengaruhi oleh meningkatnya peran SBN yang sebagian besar bersuku bunga fixed dalam mendukung pembiayaan APBN. Grafik 19. Proporsi Interest Rate Utang
135.1 T 126.5 T (7,5%) 7,0%
1,484.7 T (82,3%)
Dec 2011
1,336.5 (79,7%)
Des 2010
0
300
600
142, 8 T135.2 T (8,5%) (8,1%)
900
1,200
Fixed rate
SBN VR
ADB Floating Rate
Floating rate lainnya
1,500
1,800
Libor 6 m
Sumber: DJPU
Sensitivitas interest rate utang Dengan turunnya porsi variabel rate terhadap portofolio maka sensitivitas portofolio terhadap perubahan tingkat bunga acuan. Tabel 6. Sensitivitas Biaya Utang Terhadap Perubahan Suku Bunga Acuan
No Jenis Bunga 1 SPN 3 m 2 Libor 6 m
Perubahan 1 bps 1 bps
Delta Cost (miliar IDR) Des 2010 Des 2011 14.28 13.52
13.51 12.65
Ket: Data berasal dari DJPU yang diolah kembali
Dari tabel diatas dapat diketahui kenaikan 1 bps saja dari SPN 3 m akan menyebabkan penambahan biaya SBN VR sebesar Rp13,51 miliar. Begitu juga dengan sensitivitas utang terhadap LIBOR, kenaikan LIBOR interest 1 bps akan menyebabkan penambahan biaya utang sebesar Rp12,65 miliar
2. Risiko Nilai Tukar (Exchange Rate Risk) Indikator risiko nilai tukar portofolio utang ditunjukkan oleh rasio utang valas terhadap total utang. Rasio tersebut pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,23% dari 46,18% pada akhir tahun 2010 menjadi 44,95% pada 2011. Ditinjau dari besaran PDB, jumlah utang valas selama tahun 2010 mengalami penurunan persentase sebesar 1,14%. Dimana rasio utang valas per PDB di tahun 2010 adalah 12,05% menurun menjadi 10,91% di akhir tahun 2011. Dengan adanya penurunan rasio ini beban Pemerintah dalam
12 memenuhi kewajiban utang akibat peningkatan kurs nilai tukar valuta asing terhadap Rupiah menjadi berkurang. Selain itu, dengan adanya penurunan rasio utang valas juga berpotensi mengurangi kerentanan perekonomian terhadap potensia shock pasar keuangan karena volatilitas nilai tukar portofolio utang Pemerintah berkurang. Tabel 7. Perbandingan Utang Valas Terhadap Total Utang dan PDB Uraian Total Utang (Rp triliun) Utang valas (FX) (Rp triliun) Porsi Utang Valas thd Total Utang PDB Nominal (Rp Tilliun) Rasio Utang valas thd PDB
Des 2010 1,676.68 774.25 46.18% 6,422.92 12.05%
Des 2011 1,803.49 810.65 44.95% 7,427.09 10.91%
Perkembangan 126.81 36.40 -1.23% -1.14%
Keterangan: 1.
Data utang bersumber dari Direktorat EAS DJPU yang telah diolah kembali.
2.
Nilai PDB berdasarkan data BPS
Perubahan yang terjadi pada Portofolio utang valas tahun 2011
Penurunan rasio utang valas terhadap total utang tidak serta merta disebabkan oleh penurunan outstanding utang valas dalam equivalen Rupiah. Pada kenyataannya outstanding utang valas mengalami peningkatan sebesar Rp36,40 triliun atau sekitar 4,7%, dimana lebih banyak terjadi pada peningkatan utang dalam mata uang USD. Mata uang USD mengalami kenaikan outstanding yang cukup signifikan utamanya disebabkan oleh peningkatan utang riil dalam original currency, ditambah dengan nilai tukar Rupiah terhadap USD sedikit mengalami pelemahan. Utang dalam mata uang Yen juga mengalami kenaikan. Walaupun sebenarnya utang utang riil dalam original currency mengalami penurunan, namun adanya depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Yen menyebabkan outstanding tersebut mengalami kenaikan dalam mata uang Rupiah. Sementara itu, utang valas dalam mata uang Euro mengalami penurunan yang signifikan yang disebabkan oleh penurunan utang riil dalam original currency serta depresiasi mata uang Euro terhadap Rupiah sepanjang tahun 2011. Komposisi utang valas Pemerintah dapat dilihat perubahannya secara detil pada tabel berikut. Tabel 8.Outstanding Portofolio Utang Valas Dalam Rupiah (milliar) Des-2010 Des 2011 Outstanding Utang Valas USD 356,421 396,705 JPY 296,629 301,977 EUR 64,674 55,300 GBP 6,365 5,773 Lainnya 50,162 50,896 Total 774,251 810,651 Currency
Sumber: DJPU
Perubahan 11.30% 1.80% -14.49% -9.30% 1.46% 4.70%
13
Tabel 9.Outstanding Utang Valas dalam Original Currency Original Currency (milliar) Des-2010 Des 2011 Outstanding Utang Valas USD 39.64 43.75 JPY 2,689.78 2,585.42 EUR 5.41 4.71 GBP 0.46 0.41 Currency
Perubahan
10.36% -3.88% -12.91% -9.79%
Sumber: DJPU
Tabel 10. Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Valas Kurs terhadap IDR Des-2010 Des 2011 8991,0 9068,0 110,3 116,8 11955,8 11739,0 13893,8 13969,3
Currency USD JPY EUR GBP
Perubahan 0,86% 5,91% -1,81% 0,54%
Sumber: Bank Indonesia
Utang valas Pemerintah yang didominasi oleh utang dalam valuta USD dan JPY mengalami perubahan yang cukup signifikan, dimana untuk utang dalam valuta USD mengalami peningkatan dari 46,03% di tahun 2010 menjadi 48,94%% di akhir tahun 2011. Sedangkan untuk utang valas dalam JPY mengalami penurunan dari 38.31% di tahun 2010 menjadi 37,25% di akhir tahun 2011. Efek perubahan outstanding utang dalam original currency dan pengaruh perubahan kurs valas terhadap Rupiah telah mengubah komposisi utang valas sebagaimana digambarkan pada grafik berikut: Grafik 20. Komposisi Utang Valas
397 (46,03%)
2011
302 (38,31%)
356 (48,94%)
2010
0
100 USD
200 JPY
Sumber: DJPU
297 (37,25%)
300 EUR
400
500
Lainnya
55 57
65 57
600
700
196 (24,1%)
2011
162 (20,9%)
2010
800
900
615 (75,9%)
0
100
612 (79,1%)
200
300
400
SBN
500
600
Pinjaman
700
800
900
(triliun IDR)
14 Komposisi currency portofolio valas mengalami perubahan berupa kenaikan porsi JPY dari 37,25% menjadi 38,31% sementara porsi USD turun dari 48,94% menjadi 46,03% akibat penguatan JPY terhadap IDR yang lebih besar dibandingkan penguatan USD terhadap IDR. Porsi SBN dalam portofolio valas cenderung membesar sejalan dengan bertambahnya penerbitan SBN valas yang diiringi pertumbuhan negatif pada portofolio pinjaman (terutama apabila dilihat berdasarkan outstanding pada original currency). Penambahan porsi SBN dalam portofolio utang valas membawa konsekuensi pengelolaan utang valas yang lebih fleksibel karena sifatnya yang dapat diperdagangkan, sehingga lebih mudah untuk mengelola utang berbasis pasar. Selain itu, dengan makin besarnya porsi SBN dalam portofolio utang valas, akan lebih memudahkan pengelolaan administrasinya (pembukuan dan settlement).
Sensitivitas Portofolio Tehadap Perubahan Kurs Rupiah
Tabel 11. Sensitivitas Portofolio Utang Terhadap Perubahan Kurs Jenis Valas USD JPY EUR GBP
Perubahan 100 rupiah 1 rupiah 100 rupiah 100 rupiah
Delta Outstanding (triliun IDR) Des-2010 Des 2011 3.96 2.69 0.54 0.05
4.37 2.59 0.47 0.04
Ket: Data berasal dari DJPU yang diolah kembali
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan kurs dapat menyebabkan perubahan outstanding utang yang cukup signifikan. Sebagai contoh, peningkatan kurs USD yang merupakan porsi terbesar pada portofolio utang valas sebesar Rp100,- akan menyebabkan outstanding utang berubah sebesar Rp4,37 triliun di tahun 2011. Hal ini meningkat bila dibandingkan kondisi akhir tahun 2010 yang besarnya Rp3,96 triliun. 3. Risiko Refinancing (Refinancing risk) Risiko refinancing adalah potensi naiknya tingkat biaya utang pada saat melakukan pembiayaan kembali (refinancing), atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing sama sekali yang akan meningkatkan beban pemerintah dan/atau mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pembiayaan pemerintah. Risiko refinancing terutama disebabkan apabila jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar terjadi secara bersamaan, sehingga akan meningkatkan jumlah penerbitan/penarikan utang dan meningkatkan Yield yang diminta investor/lender. Indikator risiko refinancing yang paling sederhana dan jelas adalah maturity profile portofolio utang, khususnya untuk tenor jangka pendek. Maturity profile yang tersebar merata akan kurang berisiko dibandingkan maturity profile yang terkonsentrasi pada satu periode waktu tertentu. Sebaran maturity profile portofolio utang untuk tahun 2011 dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 dapat dilihat pada grafik berikut :
15 Grafik 21. Maturity Profile Utang
10%
Pinjaman Jun '11 SBN Jun'11 Pinjaman Des '10 SBN Des '10
9% 8% 7% 6% 5% `
4% 3% 2% 1%
1 yr 2 yr 3 yr 4 yr 5 yr 6 yr 7 yr 8 yr 9 yr 10 yr 11 yr 12 yr 13 yr 14 yr 15 yr 16 yr 17 yr 18 yr 19 yr 20 yr 21 yr 22 yr 23 yr 24 yr 25 yr 26 yr 27 yr 28 yr 29 yr 30 yr >30
0%
Sumber: DJPU
Akibat adanya kegiatan penerbitan SBN, penarikan pinjaman serta pembayaran cicilan pokok utang terjadi perubahan struktur maturity profile untuk tahun 2010 dan tahun 2011. Perbedaan mencolok terjadi pada utang yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun dan 3 tahun yang meningkat pesat selama tahun 2011. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya penerbitan surat berharga yang bertenor pendek dengan jumlah yang cukup signifikan yaitu penerbitan SPN dan SPN-S (tenor 1 tahun) serta surat berharga ritel (tenor 3 tahun) dengan total penerbitan sekitar Rp52 triliun (±26% dari total penerbitan bruto). Untuk melihat kondisi refinancing risk secara keseluruhan dapat tergambar melalui angka rata-rata jatuh tempo (average to Maturity/ ATM) portofolio utang. ATM portofolio utang menggambarkan seberapa panjang masa pelunasan dari portofolio utang. ATM portofolio utang per 31 Desember 2010 dan per 31 Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 12. Rata-rata Jatuh Tempo Pembayaran Utang Keterangan SBN Zero Coupon Fixed Rate Global Bond SU non SRBI * Is l a mi c Securi ti es Va ri a bel Rate Total SBN Pinjaman Total Utang
Per 31 Desember 2010 ATM Outstanding (triliun Rp) (tahun) 32,31 440,40 142,80 161,98 38,50 121,73 937,71 612,28 1.549,98
0,44 9,63 12,03 9,21 4,24 6,51 8,98 7,58 8,42
Per 31 Desember 2011 ATM Outstanding (triliun Rp) (tahun) 33,73 517,14 195,63 117,94 61,45 135,06 1.060,96 615,83 1.676,79
Keterangan: 1. * SRBI tidak diperhitungkan dalam ATM karena repayment tergantung kondisi BI 2. Data bersumber dari DJPU yang diolah kembali
0,50 10,44 10,63 8,49 4,84 5,81 9,03 7,30 8,39
16 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadinya kenaikan risiko refinancing bila dilihat dari ATM portofolio utang (di luar SRBI), yaitu ATM mengalami pemendekan dari 8,42 tahun menjadi 8,39 tahun di akhir 2011.
Tabel 13.Summary Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang
Indikator Risiko Outstanding (Rp milliar) Loan SBN Interest rate risk (%) Rasio variable rate Refixing rate Exchange rate Risk Rasio utang FX terhadap PDB Rasio utang FX terhadap Total Utang Komposisi currecy Utang - IDR - JPY - USD - EUR - Lainnya Refinancing Risk (%) Matured in 1 year Matured in 3 year Matured in 5 year Average time to maturity Loan SBN Total
2007
2008
2009
2010
2011
1,389.41 586.35 803.06
1,636.74 730.25 906.50
1,589.78 610.32 979.46
1,676.68 612.28 1,064.41
1,803.49 615.83 1,187.66
26.70% 30.23%
22.89% 28.16%
22.11% 28.15%
20.29% 26.08%
17.68% 24.79%
16.48%
17.22%
13.42%
12.05%
10.91%
46.95%
52.11%
47.39%
46.18%
44.95%
53.05% 17.59% 18.95% 7.12% 3.29%
47.89% 20.89% 21.91% 6.36% 2.94%
52.61% 17.36% 21.93% 5.02% 3.09%
53.82% 17.69% 21.72% 3.86% 2.91%
55.05% 16.74% 22.06% 3.07% 3.08%
6.79% 19.36% 30.62%
6.41% 18.64% 31.05%
7.53% 20.25% 33.13%
7.06% 20.82% 34.15%
8.16% 22.68% 34.59%
7.58 9.95 8.95
7.41 9.92 8.80
7.56 9.09 8.44
7.58 8.98 8.42
7.30 9.03 8.39 Sumber: DJPU
17 F. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada Tahun 2011 perekonomian dunia kembali terancam mengalami resesi akibat krisis utang di kawasan Eropa serta masih lesunya ekonomi negara maju lainnya. Kendati demikian, ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, ekonomi Indonesia justru menunjukkan kinerja yang positif, ditandai dengan pertumbuhan PDB sebesar 6,5%, jauh di atas pertumbuhan agregrat ekonomi dunia yang hanya 2,8%. Kondusifnya kondisi perekonomian Indonesia tersebut diakui oleh lembaga pemeringkat Fitch yang menaikkan credit rating Indonesia ke Investment grade Level. Stabilitas dan prospek ekonomi makro Indonesia yang semakin baik ini juga terefleksikan pada kondusifnya pasar keuangan domestik yang mampu menarik lebih banyak dana investasi asing. Derasnya aliran asing ke pasar keuangan domestik ini berdampak pada semakin rendahnya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang diminta investor. Disamping itu, bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) berada pada peringkat ketiga sebagai bursa dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun 2011. Seiring dengan membaiknya ekonomi makro dan pasar keuangan Indonesia, kinerja pengelolaan utang Pemerintah juga menunjukkan peningkatan yang positif. Kinerja tersebut ditunjukkan oleh tren penurunan rasio Debt to GDP terus berlanjut, yang mencapai 24,28% pada akhir 2011, lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang sebesar 26,10%, dan penurunan indikator tingkat risiko
Perkembangan risiko utang Pemerintah periode tahun 2011, adalah sebagai berikut : a. Risiko tingkat suku bunga pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,29% dilihat dari rasio refixing rate portofolio utang. Penurun ini disebabkan oleh penambahan outstanding utang yang lebih banyak didominasi utang bersuku bunga fixed rate. b. Risiko nilai tukar selama tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,23%. Penurunan rasio tersebut disebabkan oleh penguatan nilai tukar Rupiah, khususnya terhadap mata uang USD. c. Refinancing risk selama tahun 2011 mengalami peningkatan namun tidak signifikan yaitu dengan rata-rata jatuh tempo utang non SRBI menjadi lebih pendek sebesar 0,03 tahun. Berdasarkan kondisi tingkat risiko selama tahun 2011 di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan risiko portofolio utang mengalami perbaikan dilihat dari sisi risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar namun dari risiko refinancing mengalami peningkatan risiko yang tidak signifikan.
18 Saran Berdasarkan perkembangan portofolio dan risiko pengelolaan utang tahun 2011, maka untuk tahun 2012 disarankan untuk: a. Melakukan pembiayaan secara fleksibel dengan memprioritaskan instrumen pembiayaan yang murah dengan risiko yang terkendali. Hal ini dimungkinkan dengan adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagai contoh perlu di pertimbangkan adanya pembiayaan alternatif dari PLN komersial menjadi PLN yang lebih murah atau melalui PDN/SBN b. Melakukan pengeloalaan utang Pemerintah secara hati-hati dan menghindari keterlenaan (complacency) yang ditengarai menjadi akar krisis utang di Kawasan Eropa. c. Membatasi penerbitan SBN Valas pada tingkat sustainable serta melakukan refinancing PLN berbiaya tinggi dengan menerbitkan SBN domestik untuk mengurangi peningkatan risiko nilai tukar. Selain hal tersebut pemilihan PLN baru perlu mempertimbangkan jenis currency sesuai dengan strategi pengelolaan utang. d. Mengurangi refinancing risk dengan menyeimbangkan penerbitan instrumen SBN bertenor pendek dengan instrumen yang bertenor lebih panjang sehingga refinancing dapat lebih terkendali. e. Mempersiapkan instrumen hedging sebagai bagian dari strategi pengelolaan utang untuk mengelola risiko nilai tukar dan fluktuasi currency.