SUMBERDAYA TERBARUKAN : SUMBERDAYA HUTAN
Luh Putu Suciati
sumber daya hutan SDA bersifat dapat pulih (renewable resource) dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan bila pemanfaatannya memperhatikan keterbatasan kapasitas daya regenerasinya dalam daur hidup tegakan pohon2 dalam hutan yang bersangkutan. Hutan memiliki multiguna yang memiliki nilai lain (non use value) seperti pelindung panas, pemecah angin dan pelindung tanah dari erosi, mengatur tata air, selain sebagai habitat bagi satwa dan hewan lain untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Berdasarkan fungsinya digolongkan : Hutan lindung krn sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air dan pencegahan bajir dan menahan erosi serta memelihara kesuburan tanah Hutan produksi diperuntukkan guna keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan industri ekspor. Dibagi menjadi Hutan produksi dengan penebangan terbatas dapat dieksploitasi dengan tebang pilih Hutan produksi dengan penebangan bebas dapat diekploitasi dengan ebang pilih atau tebang habis disertai pembibitan alam atau pembibitan buatan. Hutan suaka alam perlindungan hayati dibagi menjadi Cagar alam dan Suaka margasatwa Hutan wisata kepentingan pariwisata atau perburuan
LUAS KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR Luas Kawasan Hutan (Ha) Perum Perhutani
HUTAN PRODUKSI
HUTAN LINDUNG
809.959,7
326.519,7
PKA Suaka Alam+ Hutan Wisata
227.343,9
LUAS KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR
17%
24%
59%
HUTAN PRODUKSI
HUTAN LINDUNG
Hutan Wisata Suaka Alam+
LUAS KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR
No
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
KPH
2 Padangan Bojonegoro Parengan Jatirogo Tuban Ngawi Madiun Saradan Nganjuk Jombang Mojokerto Madura Lawu Ds Kediri Blitar Malang Pasuruan Probolinggo Jember Bondowoso Bwi.Selatan Bwi.Utara Bwi.Barat JUMLAH
Jati 4 27.826,2 49.094,0 17.442,4 18.623,6 28.202,4 45.906,9 26.543,5 35.709,9 20.010,1 36027,90 23.723,6 25.247,4 0,0 12.069,8 42.191,8 22.275,0 6.840,3 20.595,1 15.216,0 17.149,0 39.574,4 52.188,3 0,0 582.457,6
Luas Kawasan Hutan (Ha) Perum Perhutani Jumlah Produksi Lindung (6 + 7) Rimba Jumlah 5 6 7 8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3.561,3 0,0 0,0 0,0 7.941,9 0,0 25.718,1 67.449,5 0,0 23.710,8 13.461,9 31.169,6 15.754,7 23.284,3 0,0 0,0 15.450,0 227.502,0
27.826,2 49.094,0 17.442,4 18.623,6 28.202,4 45.906,9 30.104,8 35.709,9 20.010,1 36.027,9 31.665,5 25.247,4 25.718,1 79.519,3 42.191,8 45.985,8 20.302,2 51.764,7 30.970,7 40.433,3 39.574,4 52.188,3 15.450,0 809.959,7
4,4 1.051,4 194,7 140,1 400,1 5,3 1.117,1 2.224,7 1.263,0 1415,10 252,9 21.873,8 26.538,2 37.816,4 14.982,1 44.978,2 11.659,2 33.205,5 42.068,5 48.424,0 7.636,1 2.011,7 27.257,2 326.519,7
27.830,6 50.145,4 17.637,1 18.763,7 28.602,5 45.912,2 31.221,9 37.934,6 21.273,1 37.443,0 31.918,4 47.121,2 52.256,3 117.335,7 57.173,9 90.964,0 31.961,4 84.970,2 73.039,2 88.857,3 47.210,5 54.200,0 42.707,2 1.136.479,4
PKA
Jumlah
Suaka Alam+
(8 + 9)
Hutan Wisata
9 0,0 0,0 3,0 0,0 4.556,6 0,0 0,0 0,0 0,0 2.864,7 0,0 366,1 218,4 19,0 0,0 28.233,5 21.148,4 33.993,1 45.697,1 3.168,9 64.605,3 20.750,3 1.719,5 227.343,9
10 27.830,6 50.145,4 17.640,1 18.763,7 33.159,1 45.912,2 31.221,9 37.934,6 21.273,1 40.307,7 31.918,4 47.487,3 52.474,7 117.354,7 57.173,9 119.197,5 53.109,8 118.963,3 118.736,3 92.026,2 111.815,8 74.950,3 44.426,7 1.363.823,3
DATA TANAH KOSONG ( JATI + RIMBA ) PERUM PERHUTANI UNIT II LUAS TANAH KOSONG ( HA ) No
KPH
1
PADANGAN
2
BOJONEGORO
3
Kosong Blong
Grumbulan Semak
Masih Tdpt Tegakan
Trubusan
Lain-lain
Jumlah
3.751,70
2.625,80
2.263,50
55,90
8,90
8.705,80
518,80
-
952,50
1.537,00
8,00
3.016,30
PARENGAN
2.243,45
366,40
341,70
393,75
31,70
3.377,00
4
JATIROGO
450,70
-
735,40
41,90
89,20
1.317,20
5
TUBAN
380,70
1.181,50
934,40
3.826,70
441,90
6.765,20
6
NGAWI
6.946,90
2.948,25
1.996,90
979,65
700,16
13.571,86
7
MADIUN
452,80
428,55
717,72
2,10
21,50
1.622,67
8
SARADAN
1.657,10
214,80
4.669,50
1.253,00
1,20
7.795,60
9
LAWU DS
3.127,95
9,50
650,80
485,80
47,40
4.321,45
10
NGANJUK
-
-
-
-
-
-
11
JOMBANG
203,80
2.666,60
2.653,90
262,80
62,40
5.849,50
12
MOJOKERTO
958,10
286,20
540,30
128,00
-
1.912,60
13
KEDIRI
4.393,37
8.599,43
154,00
3.562,32
922,90
17.632,02
14
BLITAR
4.021,10
3.904,30
1.524,30
43,30
1.756,50
11.249,50
15
MALANG
9.100,10
562,80
985,85
-
2.350,40
12.999,15
16
PASURUAN
1.951,00
68,70
40,10
78,10
72,00
2.209,90
17
MADURA
1.080,30
3.675,85
1.354,50
-
749,30
6.859,95
18
PROBOLINGGO
249,40
2.476,41
273,70
159,00
6.139,50
9.298,01
19
JEMBER
2.212,80
-
98,50
61,70
746,60
3.119,60
20
BONDOWOSO
3.410,20
-
449,60
399,10
19,30
4.278,20
21
BWI UTARA
21,70
-
207,00
109,26
299,60
637,56
22
BWI SELATAN
3.638,15
-
17,10
-
1.833,70
5.488,95
23
BWI BARAT
211,83
-
96,80
290,90
190,30
789,83
JUMLAH TOTAL
50.981,95
30.015,09
21.658,07
13.670,28
16.492,46
132.817,85
CATATAN: Tidak termasuk Hutan Lindung ( HL ) yang rusak
Tipe hutan berdasarkan potensi pengelolaannya 1.
Hutan Pegunungan Campuran (Mixed Hill Forests) • Jenis hutan ini sangat penting berkenaan dengan hasil kayunya. Ini meliputi sekitar 65% dari seluruh hutan alam Indonesia. • Di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera hutan ini didominasi oleh suku dipterocarpaceae, jenis kayu terpenting di Indonesia. • Di Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya yang bersifat lebih kering, jenis-jenis penting adalah Pometia spp., Palaquium spp., Instia palembanica dan
Hutan Sub-montana, Montana dan Pegunungan • Hutan ini terdapat di daerah daerah Indonesia dengan ketinggian antara 1.300 m sampai 2.500 m di atas permukaan laut di mana spicies Dipterocarpaceae jumlahnya lebih sedikit. • Suku yang dominan adalah Lauraceae dan Fagaceae.
Savana/Hutan Bambu/Hutan Luruh/Hutan Musim Pegunungan • •
•
•
•
Jenis hutan ini tidak luas wilayahnya. Padang rumput savana alami terdapat di Irian Jaya, berasosiasi dengan Eucalyptus spp, di Maluku berasosiasi denga Melauleca dan di Nusa Tenggara berasosiasi dengan Eucalyptus alba. Hutan luruh terdapat pada ketinggian sekitar 100 m, memiliki genera yang tidak ada di hutan hujan seperti Acacia, Albizia dan Eucalyptus. Pembakaran berabad-abad telah menghasilkan spesies dominan tunggal seperti jati (Tectona grandis) di Jawa, Melauleca leucadendron di Maluku dan Irian Jaya, serta Timonius sericeus, Borassus flabellifer dan Corypha utan di Nusa Tenggara. Hutan jati di Jawa dibangun hampir 100 tahun yang lalu. Hutan musim pegunungan terdapat pada ketinggian di atas 100 m.
Hutan Rawa Gambut • Terdapat hanya di daerah-daerah yang iklimnya selalu basah khususnya di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya yang mencakup luas 13 Juta ha atau 10 % dari luas seluruh hutan. • Spesies yang terpenting adalah Gonystylus bancanus di Kalimantan dan Camnospermae macrophylum di Sumatra
Hutan Air tawar • Luasnya sekitar 5,6 juta ha, terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Barat Kalimantan dan di beberapa wilayah di Irian Jaya. • Generanya sama dengan hutan hujan bukan rawa. Di Irian Jaya rumpun pada hutan jenis ini didominasi oleh sagu.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat & laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjo yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, dan tempat persinggahan bagi burungburung migran.
Perbedaan pengelolaan SD hutan & SD ikan • SD hutan kebanyakan tidak bersifat common property resources. dikuasai oleh pemerintah dan hak pengelolaan hutan diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme perizinan, diperkuat psl 33 ayat 3 UUD 1945. • Perbedaan lain adalah : Skala waktu : hutan memiliki skala waktu pertumbuhan yang sangat panjang, mulai saat ditanam sampai ditebang (bbrp jenis pohon bisa tumbuh smp 100 tahun, lebih lama dari spesies ikan). Lahan hutan memiliki nilai pilihan (option value) apakah akan konservasi atau ditebang u/ budidaya tanaman lain Harga per unit diharapkan meningkat tergantung umur pohon dan volume kayu konflik pemanfaatan, misalnya pemanfaatan hutan untuk komersial atau untuk rekreasi.
Perbedaan yg berkaitan dg analisis : Ikan : basis analisis pengelolaan ikan adalah pertumbuhan agregat, dimana variabel pertumbuhan seperti kelahiran dan kematian mewakili seluruh kelompok umur ikan (cohort). Meskipun tiap spesies memiliki siklus hidup yang berbeda, fungsi pertumbuhan dinyatakan dengan F(x). Hutan : setiap individu pohon dapat diperlakukan sebagai unit analisis yang berbeda dan pertumbuhannya bisa dimonitor serta tingkat kematangannya bisa dicatat dalam periode waktu yang tepat Prinsip umum pengelolan hutan yang efisien : bagaimana atau kapan waktu yang tepat untuk menebang hutan yang menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi.
Kegagalan2 dalam sistem manajemen kehutanan (1) Kegagalan di bidang kebijaksanaan ekonomi (economic policy failure); (2) Kegagalan dalam institusi yang tidak atau kurang memperhatikan perlunya perubahan institusi (institutional changes) kehutanan; dan (3) Kegagalan karena tidak atau kurangnya memperhatikan peningkatan bidang teknologi dalam pengelolaan hutan, karena belum dikuasai sepenuhnya.
Kegagalan menyangkut teknologi Kurangnya pengetahuan yang menyangkut informasi tingkat laju pertumbuhan atau tiap hutan (forest growth) untuk berbagai jenis kayu yang hidup berasosiasi bersama dalam hutan tropik dan pemahaman mengenai kompleksitas dari hutan hujan tropik; disertai kelemahan dalam perencanaan, pengendalian dan pelaksanaan dari pemanenan tegakan hutan (Tree harvesting), dan lemahnya pendekatan penelitian hutan serta pemanfaatan hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan
Dasar2 Fungsi Produksi Biologi Hutan suatu pohon yang diukur dalam volume kayu (wood volume) Kurva pada gambar 1 menggambarkan hubungan antara volume kayu dan umur pohon, disebut kurva VAC (volume against age curve). Pada periode awal, volume kayu akan mengalami pertumbuhan yang cepat sampai titik T*, dimana setelah periode tersebut laju pertumbuhan volume kayu mengalami perlambatan sampai mencapai titik maksimum pada periode Tmax . setelah melewati titik tersebut volume kayu akan menurun, baik karena faktor alamiah seperti proses pelayuan, penyakit, predasi maupun faktor lain. Kurva VAC dapat direkonstruksi seperti gambar 2 yang mirip kurva pertumbuhan biologi ikan
gambar 1 hubungan antara volume kayu dan umur pohon, disebut kurva VAC (volume against age curve). (T )
Laju pertumbuhan lambat
ω (T) = volume kayu (wood volume)
Laju pertumbuhan cepat
T*
VAC
Tmax
T
Pada periode awal, volume kayu akan mengalami pertumbuhan yang cepat sampai titik T*, dimana setelah periode tersebut laju pertumbuhan volume kayu mengalami perlambatan sampai mencapai titik maksimum pada periode Tmax . setelah melewati titik tersebut volume kayu akan menurun, baik karena faktor alamiah seperti proses pelayuan, penyakit, predasi maupun faktor lain. Kurva VAC dapat direkonstruksi seperti gambar 2 yang mirip kurva pertumbuhan biologi ikan
gambar 2. Hubungan antara laju pertumbuhan dengan volume kayu • menampilkan hubungan antara laju pertumbuhan kayu dan volume kayu itu sendiri, dimana laju pertumbuhan akan mengalami titik maksimum pada (T ) yang identik dengan periode Tmax pada gambar 1.
(T ) t
max
(Tmax ) (T ) t
(T )
= laju pertumbuhan kayu
Berdasarkan pedekatan biologis semata, pengelolaan hasil kayu dapat ditentukan dengan cara memperoleh volume kayu yang paling maksimum
Pada ekonomi kehutanan istilah tersebut ekuivalen dengan normal forest, dimana setiap pohon mengalami siklus hidup yang sama selama periode rotasi (interval antara periode menebang).
Waktu tebang menentukan lamanya periode rotasi setiap pohon. Konsep normal forest misalnya ada 100 pohon dan rotasinya 100 tahun, setiap tahun satu pohon ditebang, jika periode rotasinya 50 tahun maka tiap tahun 2 pohon yang ditebang dst. Pada pendekatan biologi, tujuan pemanfaatan hutan adalah memilih periode rotasi yang akan menghasilkan produksi yang lestari MSY (Maksimum sustainable yield) Gambar 3 menjelaskan kurva MAI (mean annual increament) dalam istilah kehutanan menggambarkan rata-rata volume tahunan. Dari sisi pendekatan biologi semata, pengelolaan hutan berusaha memaksimumkan MAI. CAI = current annual increment= pertumbuhan marginal dari volume kayu
vol T
Rotasi yg memaksimumkan W (T ) MAI akan diperoleh pada MAI = T saat produksi marginal = produksi rata2 CAI = Tmsy
W (T ) t rotasi (T)
Gambar 3. MSY untuk kehutanan
Kelemahan Pendekatan pengelolaan hutan dg MSY 1. Mengabaikan aspek ekonomi sperti harga, biaya ekstraksi (biaya penebangan) 2. Aspek waktu penebangan 3. Biaya opportunity
Model fisher
Model Faustman
Model Fisher Once and for all forest Menentukan kapan menebang dan setelahnya tidak dapat digunakan lagi. Masalah yg dihadapi: bagaimana menentukan waktu menebang yg tepat Penebangna yg tepat dilakukan pada saat menghasilkan manfaat yg optimal. Model Fisher menyatakan bahwa hutan harus ditebang pada saat laju pertumbuhan manfaat yang diperoleh sama dengan biaya opportunitas dari aset atau kapital. Dalam kerangka waktu yang kontinu, permasalahan yang dihadapi pemilik hutan adalah bagaimana memilih waktu tebang (T) yang tepat yang akan memaksimumkan fungsi penerimaan dalam present value :
Rp/ha iso PV
W(T) atau VAC
TFI
Tmax
T
• menjelaskan rotasi optimum model fisher, yang menggambarkan hubungan antara kurva VAC yang ditandai dengan W(T) dengan present value. Kurva present value disebut iso PV. Kurva tersebut berbentuk eksponensial dan meningkat terhadap discount rate. Titik persinggungan pada gambar disebut sebagai rotasi optimal fisher • Model Fisher kemudian disempurnakan oleh Faustmann karena tidak realistik
Model Faustman • Model on going forest • Pengelolaan hutan yg terus menerus • Ketika hutan ditebang, penanaman dilakukan kembali shg proses tanam dan tebang dapat dilakukan kembali • Penebangan ini sering disebut sequent harvest W(T) Model penebangan berurutan
T
TERJADINYA LAHAN KRITIS •Politik •Ekonomi •Sosial •Hukum •Keamanan •Demografi •Geografis •Internal Prsh
•Penjarahan •Pencurian •Perencekan •Penggembalaan •Bibrikan • Bencana Alam •Kebakaran Htn
Lahan kritis : •Ekonomis •Hidrologis •Permanen
AKIBAT LAHAN KRITIS KAWASAN HUTAN : Penurunan daya dukung lahan Penurunan kualitas lingkungan : Sedimentasi di waduk-waduk strategis Banjir (situbondo), banjir lumpur (Mojokerto) Kekeringan Longsor Kesuburan
Penurunan Biodiversitas Peningkatan biaya sosial dan biaya lingkungan Penurunan kualitas hidup masyarakat
UPAYA REHABILITASI LAHAN KRITIS
mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari PRINSIP DASAR PENGELOLAAN 1. Community Based Forest Management (CBFM): Masyarakat merupakan subjek dan objek pengelolaan Sumberdaya hutan. Partisipasi masyarakat dan kemanfaatan hutan bagi masyarakat menjadi kunci kinerja pengelolaan hutan. 2. Resource Based Forest Management (RBFM):
Pengelolaan hutan ditujukan untuk kemanfaatan ekonomi, sosial, dan lingakungan dari seluruh sumberdaya yang ada dalam kawasan hutan, tidak hanya untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan non kayu. 3. Good Corporate Governance (GCG) : Pengelolaan hutan dan pengelolaan perusahaan harus memenuhi kriteria transparansi, akuntabel, fairness, kewajaran, dan tidak ada Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari KERANGKA PENGELOLAAN SDH (+)
INPUT : SDM BUDAYA TEKNOLOGI MANAJEMEN STRUKTUR KEPEMIMPINAN STRATEGI KEUANGAN, Dan Lain-Lain
MANFAAT EKONOMIS
SDH sebagai Public Goods.
MANFAAT SOSIAL
(+)
(+) KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
(+) MANFAAT EKOLOGIS
EKSTERNALITAS
Intinya: Penciptaan nilai tambah
(-)