KONTRIBUSI SUMBERDAYA HUTAN TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT Di SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
LINDA SRI AGUSTINAWATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2
KONTRIBUSI SUMBERDAYA HUTAN TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT Di SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
LINDA SRI AGUSTINAWATI E14062932
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
3
Judul Penelitian
: Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Nama Mahasiswa
: Linda Sri Agustinawati
NRP
: E14062932
Departemen
: Manajemen Hutan
Fakultas
: Kehutanan
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si NIP: 19790101 200501 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001
Tanggal lulus:
4 RINGKASAN LINDA SRI AGUSTINAWATI.E14062932. Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) di bawah bimbingan HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, M.Si.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur dan membandingkan kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat antara masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2010 dengan pemilihan responden menggunakan metode Purposive sampling. Jumlah responden yang diambil adalah 30 responden tiap desa sehingga keseluruhan berjumlah 60 responden. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan adalah dengan analisis regresi linear berganda program SPSS 11.0 Hasil penelitan menunjukan bahwa nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan di Desa Cinagara adalah Rp. 3.163600 per tahun, jenis hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan adalah jenis hasil hutan kayu bakar dengan persentase 47% dari total nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan. Nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Pasir Buncir (Non MDK) adalah Rp. 3.559.000 per tahun. Jenis hasil hutan yang paling banyak yang dimanfaatkan adalah jenis hasil hutan kayu bakar dengan persentase 37,65% dari total. Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat Desa Cinagara (MDK) sebesar 20,27% sedangkan untuk Desa Pasir Buncir (Non MDK) sebesar 25,38%. Jika dilihat dari masing-masing nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan baik Desa Cinagara (MDK) maupun Desa Pasir Buncir (Non MDK) perbedaannya tidak signifikan. Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan dan karena desa tersebut masih mengandalkan hutan sebagai sumber penghasilan. Karakteristik responden yang berpengaruh nyata terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan adalah tingkat pendidikan dan pengahasilan masyarakat dari luar kawasan Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Tingkat pendidikan responden lebih tinggi maka nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan lebih rendah, sama halnya dengan penghasilan atau pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP tinggi maka nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan lebih rendah. Kata kunci : Sumberdaya Hutan, Pendapatan, Pendapatan Masyarakat
5
SUMMARY LINDA SRI AGUSTINAWATI.E14062932. Forest Resources Contribution To Income Communities Around the National Park of Mount Gede Pangrango (Case Study in the Village and Village of Sand Buncir Cinagara Caringin District, Bogor Regency, West Java) under Supervision of HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, M.Si.
This study generally aims to measure and compare the contribution of forest resources to the community household income between communities Model Village Conservation (MDK) and non-conservation in the buffer zone of Mount Gede National Park Pangrango and analyze the factors that influence it. This research was conducted in September-October 2010 with the selection of respondents using purposive sampling method. The number of respondents who were taken were 30 respondents per village so that the whole of 60 respondents. To know the factors that significantly affect the value of forest resources which are utilized by multiple linear regression analysis of SPSS 11.0. Research results show the value of forest resources are utilized for the Village Cinagara Rp. 3.163600 per year.Type of forest is the most widely used type of wood forest products that have a percentage of 47% of the total. The value of forest resources which are utilized by the village of Sand Buncir (Non MDK) is Rp. 3.559 million per year, Type of forest is the most used is the type of wood forest products with a percentage of 37.65% of the total value of forest resources are utilized. The contribution of forest resources on public revenue for the Village Cinagara (MDK) constituted 20.27% while for the Village of Sand Buncir (Non MDK) amounted to 25.38%. When viewed from the respective forest resource values that utilized both Cinagara Village (MDK) and the Village of Sand Buncir (Non MDK) difference is not significant. Cinagara Village as Model Village Cinservation is expeected to help in the management of conservation forest, not all helpful in their management since these villages still rely on forest as a place of fulfillment needs. Characteristics of respondents who had significant effect on the value of forest resources are exploited is the level of education and income people from outside the National Parks pangrango Gunung Gede. If the respondent education level higher then the value of forest resources are exploited is lower, as earnings or revenue if people from outside the region TNGP high then the value of forest resources are utilized lower. Keywords: Forest Resources, Income, Household Income
6
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi maupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Linda Sri Agustinawati NRP E14062932
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 31 Agustus 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Wawang Tarwan dan Ibu Tuti Sutihat. Jenjang pendidikan yang dilalui nya adalah Sekolah Dasar MI Miftahul Huda, SLTP N 1 Cikoneng tahun 2000. Penulis lulus dari SMA N 3 Ciamis tahun 2006 dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui jalur USMI. Selama satu tahun penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) dan memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan pada tahun kedua. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Departemen
Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM)
tahun 2007-2008, anggota Divisi Teather Masyarakat Roempoet (MR) tahun 2008-2009, ketua Kelompok Paduan Suara Fakultas Kehutan IPB tahun 2008-2010, anggota Komunitas Pecinta Tari Aceh IPB (Bungong Puteh) tahun 2009-sekarang. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus yakni, panitia Temu Manajer tahun 2008, panitia Kampanye Lingkungan “I Love My World Campaign” tahun 2008, Panitia Ospek Fakultas (Bina Corp Rimbawan) divisi Dana Usaha tahun 2009. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Sancang dan Kamojang tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani I Wilayah Tarakan, Kalimantan Timur pada tahun 2010.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat)”.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke era penuh dengan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dunia pendidikan dan memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat.
Bogor, April 2011
Penulis
2
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam lembaran ucapan ucapan terima kasih ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama penyusunan proposal, penelitian di lapangan, sampai selesainya skripsi ini. Rasa terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Handian Purwawangsa S.Hut, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat serta dukungan dalam penyusunan skipsi. 2. Ayah tercinta Wawang Tarwan dan Ibu tercinta Tuti Sutihat serta Adik-adiku tersayang Lisa Noer Hilmawati, Muhamad Audia Rahman dan Ambia Ibnu Fazrin yang telah memberikan dukungan, semangat, nasihat, harapan, dan doanya setiap waktu. 3. Rizki Amelgia yang telah berkenan memberikan kepercayaan untuk mengambil data di lapangan dan dijadikan penelitian saya. 4. Masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir atas kesediaannya dijadikan tempat penelitian. 5. Teman-teman satu pembimbing (Winanti Melia Rahayu dan Deden Kuswanda) yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan. 6. Sahabatku yang selalu memberikan motivasi serta dukungannya dalam segala hal (Noviandri Asmar, Radita Daneshwara, Sukesti Budiarti). 7. Seluruh Teman-teman MNH 43 yang selalu kompak dan membantu saya dalam penyusunan skripsi terutama (Nurazizah, Dian O, Yeni, Sifa, Anita, Linda Zakiah, Hania dan anggota PC-PC lainnya, Nesya, Andi, Yayat, Kris, Aris, Afwan, Sentot). Rida, Moya dan anak-anak kosan Andhika House terima kasih atas dukungannya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian di lapangan dan dalam penulisan skripsi ini. Bogor, April 2011 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ ….i i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ...iv iii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ..vii vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... .viii vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ...ix viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Permasalahan………………………………………………….…... 3 3 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. ….3 4 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................ ….4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Masyarakat Desa Hutan .................................................................... ….5 7 2.2 Interaksi Masyarakat Desa Hutan......................................................... ….6 8 2.3 Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan .................................. ….8 2.4 Model Desa Konservasi…………………………………..……… 8 10 2.5 Manfaat Hasil Hutan.. ....................................................................... ...2 11 2.6 Pemanfaatan Terhadap Hasil Hutan ................................................. ...14 BAB III METODE PENELITIAN 14 3.1 Waktu dan Tempat.. .......................................................................... ...17 14 3.2 Alat dan Sasaran Penelitian .............................................................. ...17 14 3.3 Jenis Data ........................................................................................ ...17 15 3.4 Metode Pengumpulan Data. ............................................................. ...19 15 3.5 Metode Pengambilan responden. .................................................... ...19 16 3.6 Metode Analisis Data ....................................................................... ...20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 18 4.1 Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir.. ............................................ ..3 18 4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi umum ....................................... ...23 4.1.2 Kependudukan ........................................................................ 19 4.1.3 Kelompok Tani Desa Cinagara……………………………
22
22 4.1.3 Sarana dan Prasarana .............................................................. ...26
iii
4.2 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.. ..........................23 ...30 4.2.1 Sejarah Kawasan .....................................................................23 ...30 4.2.2 Letak dan Luas Kawasan ........................................................25 ...32 4.2.3 Iklim dan Hidrologi.................................................................25 ...32 4.2.4 Geologi dan Tanah ..................................................................25 ...32 4.2.5 Tofografi .................................................................................26 ...33 4.2.6 Flora ........................................................................................26 ...33 4.2.7 Fauna .......................................................................................28 ...35 4.2.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga ..........................28 ...35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil.. ................................................................................................30 ...37 5.1.1 Karakteristik Responden .........................................................30 ...39 5.1.2 Nilai Sumberdaya Hutan .........................................................31 ...40 5.1.3 Kontribusi SDH terhadap Pendapatan Masyarakat .................31 ...42 5.2 Pembahasan.....................................................................................32 ...43 5.2.1 Umur Responden Terpilih......................................................32 ...44 5.2.2 Pendidikan Responden ...........................................................33 ...45 5.2.3 Jumlah Anggota Keluarga......................................................34 ...47 5.2.4 Jenis Pekerjaan .......................................................................35 5.2.5 Jarak .......................................................................................36 5.2.6 Tingkat Penghasilan dari Luar Kawasan TNGP ....................37 5.2.7 Kepemilikan Lahan ................................................................38 5.2.8 Nilai Sumberdaya Hutan ........................................................39 5.2.9 Kontribusi SDH Terhadap Pendapatan Masyarakat ..............43 ...50 5.2.10 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai SDH ..........41 ...53 5.5.11 Persentase Karakter Responden Terhadap Nilai SDH ..........44 ...72 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................47 ...74 6.2 Saran .................................................................................................47 ...74 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................48 ...75 LAMPIRAN ........................................................................................................49 76
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman 19
1.
Pengggunaan Lahan …………………………………............................
2.
Sebaran Penduduk Cinagara dan Pasir Buncir berdasarkan Jenis Jenis Kelamin.....................................................................................................
19
3.
20 Sebaran Penduduk Desa Cinagara berdasarkan Pendidikan............………….
4.
Sebaran Penduduk berdasarkan Pekerjaan……………………….…… .
21
5.
Jumlah Ternak Penduduk di Pasir Buncir……………………………...
22
6.
Kelompok Tani di Desa Cinagara…………………………………….. .
22
7.
Sarana dan Prasarana yang Terdapat di Desa Pasir Buncir………...…..
23
8.
Karakteristik Responden Desa Cinagara dan Pasir Buncir........................
30
9.
Nilai Kontribusi Sumberdaya Hutan…………………………………..
31
10. Persentase Pendapatan dan Manfaat Hasil Hutan……………………..
32
11. Uji Korelasi Karakteristik Responden Tehadap Nilai SDH…………..
42
12. Model Summary Desa Cinagara dan Pasir Buncir…………………….
42
13. Nilai Koefisien Desa Cinagara dan Pasir Buncir……………………..
43
14. Tingkat Pendidikan terhadap Nilai SDH Desa Cinagara……………...
45
15. Tingkat Pendidikan terhadap Nilai SDH Desa Pasir Buncir………….
45
16. Tingkat Penghasilan dari terhadap Nilai SDH Desa Cinagara…………
46
17. Tingkat Penghasilan dari terhadap Nilai SDH Desa Pasir Buncir…….
46
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Histogram untuk Umur Responden ..……………….……………...…… 33
2.
34 Histogram untuk Pendidikan Formal Responden .….……………...………
3.
Histogram untuk Jumlah Keluarga Responden .….……………...……….35 4
4.
Histogram untuk Pekerjaan Responden ……….….……………...………36
5.
Histogram untuk Jarak Responden ….……………….……………...… 37
6.
Histogram untuk Pendapatan Responden ……….……………...……….38
7.
Histogram untuk Luas Lahan Responden ……..….……………...………39
vi
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman Karakteristik Responden Desa Cinagara……………………………………. 50
2. Karakteristik Responden Desa Pasir Buncir..................….................... 51 3. Penghasilan dari Dalam Kawasan TNGP Desa Cinagara.................................... 53 4.
Penghasilan dari Dalam Kawasan TNGP Desa Pasir Buncir………………. 56
5.
Penghasilan dari Luar Kawasan TNGP Desa Cinagara............................... 59
6.
Penghasilan dari LuarKawasan TNGP Desa Pasir Buncir............................ 60
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dan memiliki ketergantungan yang sangat erat dengan manusia dan menjadi salah satu sumber pemenuh kebutuhan masyarakat. Hutan memiliki peranan penting dalam berkembangnya kehidupan masyarakat lokal, maka keberadaan hutan perlu dipertahankan secara optimal, adil, arif, bijaksana, terbuka, professional, serta bertanggung jawab dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya. Pemanfaatan hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam berbentuk material yang dipungut dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat seperti kayu, getah, rotan, buah-buahan, kulit dan lain sebagainya. Manfaat intangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam tetapi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat seperti rekreasi, hidrologi, pendidikan, penelitian, pengaturan iklim dan sebagainya. Berbagai manfaat tersebut merupakan aset nasional yang perlu dipertahankan sehingga pengelolaan suatu kawasan konservasi sangat dibutuhkan. Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan serta memanfaatkan sumberdaya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan. Kondisi ini tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh faktor teknis semata, namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial (Nurrochmat 2005). Degradasi hutan saat ini telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan yaitu mencapai 1,08 juta ha/tahun. Gangguan terhadap hutan tidak hanya terjadi di hutan lindung dan produksi tetapi juga di kawasan konservasi. Salah satu penyebab gangguan tersebut timbul dari masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Saat ini, sekitar 6 juta jiwa hidup di dalam dan di sekitar kawasan konservasi yang
2
kehidupannya sangat tergantung terhadap keberadaan kawasan konservasi (Adriyana 2010) Sejalan dengan salah satu kebijakan prioritas Kementrian Kehutanan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sekaligus mengurangi tekanan terhadap kawasan konservasi maka Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam membuat program pembangunan desa model disekitar kawasan konservasi yang disebut dengan Model Desa Konservasi (MDK). Pengembangan MDK dimaksudkan untuk memperoleh contoh dalam pemberdayaan
masyarakat
di
dalam
dan
sekitar
kawasan
konservasi.
Sedangkan tujuan pembangunan MDK adalah agar pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan baik sehingga berfungsi secara optimal dan lestari serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Model Desa Konservasi (MDK) adalah peluang masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan dan mendapatkan akses yang aman dalam pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model ini menekankan dua prinsip yaitu partisipatif dan kolaboratif. Pola pemberdayaan Model Desa Konservasi tersebut mempunyai tujuan agar masyarakat tidak merambah hutan dan mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Dalam hal ini desa non-konservasi bukan berarti tidak akan membantu dalam kelestarian sumberdaya hutan. Perbedaan antara model desa konservasi dan non-konservasi adalah dalam hal keorganisasian penduduk dalam pengembangan desa agar tidak memanfaatkan sumberdaya hutan terutama di kawasan hutan konservasi. Dalam penelitian ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai nilai ekonomi sumberdaya hutan yang dimanfaatkan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai
kontribusi
sumberdaya
hutan
terhadap
pendapatan
masyarakat sekitar hutan antara Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi melalui penelitian yang berjudul Kontribusi Sumberdaya Hutan terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
3
1.2 Permasalahan Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan merupakan masyarakat miskin, karena sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan (Andryani 2002). Dalam hal ini, masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir merupakan desa yang ada di sekitar hutan. Desa Cinagara termasuk ke dalam Model Desa Konservasi sedangkan Desa Pasir Buncir
tidak termasuk kedalam Model Desa Konservasi. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba untuk mengetahui tingkat ketergantungan kedua desa tersebut terhadap sumberdaya hutan, khususnya dalam hal sumber daya hutan yang dimanfaatkan dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat. Berdasarkan pernyataan di atas perumusan masalah yang digunakan adalah : 1 Apa jenis sumberdaya yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Pasir Buncir dan Desa Cinagara ? 2 Bagaimana kontribusi pemanfaatan sumberdaya hutan terhadap pendapatan rumah tangga kedua desa ? 3 Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan? 1.3 Tujuan 1 Mengidentifikasi jenis-jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Pasir Buncir dan Desa Cinagara. 2 Megukur kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan total rumah tangga masyarakat di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir. 3 Mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir.
4
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada masa yang akan datang untuk menciptakan suatu pola hubungan yang baik antara pengelolaan kawasan dengan masyarakat sekitar, sehingga kelestarian kawasan lebih terjamin dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan langsung dengan kawasan hutan atau kawasan sekitar hutan (Perhutani 2001). Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan miskin karena sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup sehari-hari banyak dipenuhi dari hutan, misalnya: kebutuhan kayu bakar, papan, pakan ternak, dan bahan pangan sehingga ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar (Andryani 2002). Admawidjaja (1991) menyatakan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah di dalam melestarikan hutan harus selalu memperhatikan keberadaan penduduk di dalam dan sekitar hutan. Mereka memanfaatkan segala sumber penghidupan yang ada dalam hutan untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya yang masih terbelakang yang tidak pernah mengenal keadaan di luar wilayahnya. Dalam kondisi sosial ekonomi yang sederhana, secara alamiah adalah penjaga dan pelestari lingkungan. Berdasarkan pedoman Survei Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (Kementrian Kehutanan 2000 dalam Dela Rosa 2004), permasalahanpermasalahan sosial ekonomi dalam pembangunan kehutanan didorong oleh hahal sebagai berikut. 1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat khususnya masyarakat desa hutan akan sangat menentukan keberhasilan pelestarian dan pemanfaatan hutan. Persepsi, apresiasi, dan motivasi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap pelestarian hutan akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan kehutanan secara berkelanjutan. 2. Sebagian besar desa tertinggal berada di sekitar hutan atau bahkan di dalam hutan. Sekitar 25 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis
6
kemiskinan perlu ditingkatkan harkat dan kehidupan sosial ekonominya ke tingkat yang layak dan berada di atas garis kemiskinan. Umumnya mereka berada di desa-desa tertinggal di dalam dan sekitar hutan. 3. Masih terdapat sekitar 1 juta peladang berpindah yang merambah hutan, sehingga memerlukan upaya pembinaan kearah pertanian menetap dan usaha tani terpadu yang lebih produktif serta pemukiman masyarakat yang lebih layak. 4. Dalam
pembangunan
hutan
yang
berkelanjutan
upaya
peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa harus mendapat prioritas yang tinggi. dalam peranannya ikut mendorong dan mendukung program nasional pengentasan kemiskinan, pembangunan kehutanan menempatkan masyarakat di sekitar hutan sebagai salah satu sasaran utama. 5. Dalam kebijakan pembangunan sumberdaya manusia di sektor kehutanan harus diangkat sebagai salah satu kelompok sasaran (target group) yang akan dibina peningkatan kesejahteraan dan peran serta secara aktif dalam pengelolaan hutan yang lestari dan pembangunan hutan yang berkelanjutan. Masyarakat desa hutan pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa pada umumnya. Ciri khas dari masyarakat desa hutan adalah interaksi atau ketergantungannya terhadap hutan di sekitarnya, secara ekologi, ekonomi, maupun sosial karena kelangkaan sumberdaya (Hadipoernomo 1980 dalam Susetyaningsih 1992). 2.2 Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Hutan dengan Sumberdaya Hutan Masyarakat memegang peranan penting terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Sebuah ekosistem mencakup komponen makhluk hidup (manusia, hewan, jasad renik dan tumbuhan) dan lingkungan yang tidak hidup (udara, energi matahari, cahaya, air, tanah, angin, mineral dan lain sebagainya) yang keduanya saling berinteraksi dan berhubungan timbal balik (Manan 1998). Keterkaitan (interaksi) antara masyarakat dengan hutan telah berlangsung cukup lama karena hutan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Keberadaan hutan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bekerja terutama dalam pembukaan lahan, penebangan kayu, pembersihan lahan, sehingga memperoleh upah (pendapatan) yang baik. Selain itu, bagi masyarakat yang
7
hidupnya bergantung pada sumber-sumber dasar yang terdapat di hutan seperti kayu bakar dan hasil hutan lainnya akan memberikan nilai tambah terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan (Mangandar 2000). Contoh kongkrit sistem sosial masyarakat dengan hutan menurut Susetyaningsih (1992) dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumbersumber kehidupan dasar seperti air, kayu bakar, bahan pangan dari hutan. Pada saat populasi manusia belum padat, gambaran interaksi kedua sistem masih bisa diterima artinya masih berfungsi normal. Tetapi pada kondisi populasi manusia yang semakin padat, terutama masyarakat desa sekitar hutan semakin bertambah, maka gambaran interaksi kedua sistem cenderung timpang artinya sumberdaya hutan tidak mampu lagi menyediakan aliran bahan energi dan materi kepada sistem sosial. Apabila kondisi tersebut dibiarkan tanpa ada perubahan sikap dari sistem sosial masyarakat maka fungsi hutan sebagai pengatur lingkungan hidup yang baik mustahil akan tercapai. Lebih lanjut Soekmadi (1987) dalam Mangandar (2000) menyatakan bahwa ada beberapa penyebab terjadinya keterkaitan (interaksi) yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya hutan adalah sebagai berikut: a. Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan rendah. b. Tingkat pendidikan yang rendah. c. Rata–rata
pemilikan
lahan
yang
sempit
dan
kurang
intensif
pengelolaannya. d. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan yang cukup tinggi. 2.3 Ketergantungan Masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang menjadi andalan dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat terutama di negara berkembang. Oleh sebab itu dalam satu dekade terakhir negara berkembang menjadi sorotan negara- negara maju dalam hal perubahan kualitas lingkungan yang berkaitan dengan perubahan fungsi hutan. pengelolaan yang benar akan memberikan dampak yang luas dan berjangka panjang. Demikian pula sebaliknya, kesalahan dalam pengelolaan hutan secara bio-fisik dapat menimbulkan dampak negatif seperti degradasi lahan dan dampak diberbagai bidang.
8
Paradigma baru pengelolaan sumberdaya hutan saat ini lebih diarahkan pada sistem pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, dimana masyarakat merupakan pelaku utama dalam pembangunan sumberdaya hutan. Pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat harus menjadi suatu strategi kunci dalam melihat permasalahan yang saling terkait antara kemiskinan daerah pedesaan, degradasi hutan dan pemerintahan yang demokratis. Sumberdaya hayati yang diperoleh masyarakat dari dalam hutan dapat dikelompokan menjadi dua kategori sesuai Primack (1993) : a. Produktif yaitu suatu barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar. b. Konsumtif yaitu suatu barang dan jasa yang dikonsumsi sendiri atau tidak dijual. 2.4 Model Desa Konservasi (MDK) Menurut Departemen Kehutanan (2009) pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi sudah dilakukan sejak tahun 1993 oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional (TN) melalui pengembangan daerah penyangga. Karena hasilnya belum maksimal, maka sejak tahun 2006 pola pemberdayaan masyarakat tersebut dirubah melalui Model Desa Konservasi (MDK). Pembangunan MDK merupakan upaya konkrit pemberdayaan masyarakat disekitar dan didalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi
3
kegiatan
pokok
yaitu
pemberdayaan
masyarakat,
penataan
ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi. Tujuan pembangunan MDK disekitar Kawasan Konservasi (KK) yaitu untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat agar ketergantungan mereka terhadap kawasan hutan konservasi menjadi berkurang. MDK diharapkan dapat berdampak positif terhadap perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan kawasan konservasi. Dari aspek ekologi/lingkungan, MDK dapat menyangga kawasan konservasi dari berbagai gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi, menambah areal serapan air jika terletak dibagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui MDK diharapkan pendapatan
9
masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang. Model Desa Konservasi (MDK) merupakan sebuah pendekatan baru yang dilakukan oleh Direktorat Jendral PHKA dalam pengelolaan kawasan konservasi. MDK melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Model ini memberi peluang kepada masyarakat untuk mendapat akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model pemanfaatan ini bisa berbeda dari suatu kawasan ke kawasan lain tergantung pada kesepakatan dengan pihak yang berwenang dalam pengelolaan kawasan (Dini, 2009). MDK diperkenalkan sebagai salah satu upaya menyelamatkan degradasi kawasan konservasi di Indonesia. Sebagian besar dari sekitar 22 juta hektar kawasan konservasi rusak karena beberapa faktor, antara lain : konversi lahan, kebakaran hutan, pembalakan liar (illegal logging), pasar illegal untuk spesies langka, serta tingginya laju pertumbuhan penduduk sehingga menyebabkan tingkat konsumsi hasil hutan semakin meningkat. Tujuan dari model desa konservasi itu sendiri adalah untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat agar ketergantungan mereka terhadap kawasan hutan konservasi menjadi berkurang. MDK diharapkan dapat berdampak positif terhadap perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan kawasan konservasi. Menurut Dini (2009) kriteria Model Desa Konservasi (MDK) adalah sebagai berikut:
10
a Desa sekitar atau dalam kawasan konservasi b Masyarakat mempunyai ketergantungan terhadap kawasan konservasi. c Desa dengan masyarakat miskin dan pendapatan rendah. d Desa yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan di kawasan konservasi. e Desa yang dapat dijadikan contoh bagi desa lain f Desa yang masyarakatnya berpendidikan rendah g Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan dengan kehutanan 2.5 Manfaat Hasil Hutan Manfaat adalah pertambahan nilai pasar hasil tanaman, ikan serta barang lain karena perbaikan kualitas lingkungan (Huftscmidt et al 1987). Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun1999 tentang kehutanan pengertian hasil hutan adalah benda benda hayati, non-hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Benda-benda non hayati berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang. Jasa yang biasa diperoleh dari hutan adalah berupa jasa wisata, keindahan dan keunikan, perburuan dan lain-lain. Beberapa manfaat kawasan konservasi dikategorikan oleh Dixon dan Sherman (1990) antara lain : manfaat rekreasi, perlindungan daerah aliran, prosesproses ekologis, keragaman hayati, pendidikan dan penelitian, manfaat-manfaat konsumtif, manfaat-manfaat non konsumtif serta nilai-nilai masa depan. Pemanfaatan kawasan taman nasional secara umum mencakup kegiatan pemanfaatan atas potensi sumberdaya alam Taman Nasional adalah sebagai berikut: a. Pemanfaatan kawasan sebagai sumber plasma nutfah, untuk selanjutnya plasma nutfah tersebut dibudidayakan dan dikembangkan di luar kawasan Taman Nasional antara lain untuk kepentingan budidaya jamur, budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, penangkaran satwa dan lain-lain. b. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang mencakup pengambilan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi kawasan taman nasional seperti pengambilan madu, pengambilan getah, pengambilan buah, pengambilan umbi-umbian dan lain-lain.
11
c. Pemanfaatan jasa wisata dan lingkungan yang mencakup pemanfaatan potensi wisata dan jasa lingkungan tanpa merusak fungsi kawasan taman nasional seperti pemanfaatan objek wisata untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi alam, pemanfaatan air, pemanfaatan keindahan dan kenyamanan, pemanfaatan untuk penelitian dan pendidikan dan lain-lain. Keberadaan kawasan konservasi masih belum dirasakan manfaatnya secara optimal, baik oleh masyarakat sekitar hutan dan masyarakat yang tinggal dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, paradigma pemanfaatan sumberdaya alam hayati seharusnya tidak hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa dan lingkungannya melainkan juga harus dimungkinkan pemanfaatan dalam bentuk lain secara riil yang mampu berkontribusi nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tidak mengganggu fungsi kawasan secara keseluruhan (Soekmadi 2005). 2.6 Pemanfaatan terhadap Hasil Hutan Nilai adalah persepsi manusia yang merupakan harga sesuatu yang dinilai oleh setiap individu dan tergantung pada waktu dan tempat (Davis dan Jonhson 1987). Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari sesuatu, kemudian dinyatakan harganya. Jenis nilai yang dimaksudkan secara umum adalah nilai pasar. Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali untuk komoditi-komoditi dari jenis-jenis yang akan dinilai dan digunakan sebagai standar lain yaitu dengan substitusi atau nilai barang penggantinya (Duerr 1960). Dalam melakukan penilaian terhadap manfaat hutan, penilaian lebih banyak dilakukan untuk manfaat tidak langsung seperti nilai rekreasi dan fungsi hidrologis sedangkan manfaat langsung sebagian besar belum dinilai misalnya kayu bakar, tanaman obat, rumput-rumputan, tanaman hias dan hasil hutan lainya. Peran pengelolaan Taman Nasional adalah mencegah hilangnya atau menambah nilai sumberdaya yang merupakan asetnya tersebut. Penilaian sumberdaya dapat menggunakan teknik ekonomi untuk mengatur secara kuantitatif nilai pemanfaatan dan non pemanfaatan suatu taman nasional (Merril dan Elfian 2001). Menurut Davis dan Johnson (1987) beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian ekonomi dari hasil hutan diantaranya :
12
1
Metode Nilai Pasar Metode nilai pasar adalah nilai atau angka rupiah yang ditetapkan untuk
transaksi atau jual beli di pasar. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan untuk penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak lain atau keadaan kompetisi sempurna. 2
Metode Nilai Relatif Metode nilai relatif pada prinsipnya adalah menilai suatu barang yang
belum ada pasarnya dengan membandingkan barang lain yang sudah ada diketahui harga pasarnya dan dalam penilaian tersebut apabila sekali sesuatu benda yang dinilai masyarakat atau sudah diketahui harga pasarnya maka nilai benda tersebut dapat diketahui. 3 Metode Biaya Pengadaan Metode biaya perjalanan (travel cots method) sebagai salah satu teknik penilaian manfaat secara tidak langsung, pada dasarnya adalah pendekatan untuk menilai manfaat dari suatu barang dengan cara menghitung korbanan-korbanan yang dikeluarkan oleh konsumen agar dapat mengkonsumsi barang yang akan dikonsumsinya. Dalam hal manfaat barang dan jasa hutan jika digunakan untuk konsumsi sendiri, metode perjalanan dimodifikasi menjadi metode biaya pengadaan. Metode pengayaan ini pada prinsipnya menghitung berapa uang yang dikorbankan konsumen untuk memperoleh barang yang akan dikonsumsinya. Terdapat lima karakteristik dari kawasan konservasi yang membuat penilaian ekonomi sumberdaya menjadi sulit (Dixon dan Sherman 1990) antara lain : a. Tidak ada persaingan : Tidak ada kompetisi dalam mengkonsumsi jasa-jasa yang diberikan oleh kawasan konservasi. b. Tidak ada pengecualian : Akses terbuka terhadap sumberdaya sering menyebabkan tidak adanya harga pasar terhadap sumberdaya tersebut kendati pun nilai aktualnya cukup besar. c. Manfaat mengalir ke luar kawasan : Manfaat kawasan konservasi dapat menyebar ke wilayah pemukiman penduduk non-tempatan, propinsi atau negara lain, yang menyebabkan nilai jasa-jasa ini di bawah nilai yang sesungguhnya.
13
d. Ketidakpastian : Kegagalan pasar terjadi karena infomasi yang tidak lengkap atau informasi yang tidak benar mengenai kelangkaan sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan konservasi. e. Tidak dapat diperbaharui : Seandainya suatu kawasan konservasi rusak, jelas akan memakan waktu berabad-abad untuk dapat mengembalikannya lagi sperti sediakala, sehingga suplai barang dan jasa menjadi tidak elastik yang menyebabkan nilai aktual dari kawasan konservasi tersebut sulit diukur. Sedangkan James (1991) dalam Widiarso (2005) membuat klasifikasi nilai manfaat didasarkan atas sumber atau proses manfaat tersebut diperoleh, yaitu : 1 Nilai guna (use value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar (energi), produksi tanaman pangan seperti perladangan, kebun, produksi ikan, produksi air untuk berbabagai keperluan seperti kebutuhan air rumah tangga, pertanian, pembangkit tenaga listrik dan ekowisata. 2
Nilai fungsi (function value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari fungsi ekologi sumberdaya hutan, seperti pengendalian banjir, pencegahan industri air laut dan habitat satwa.
3
Nilai atribut (attributes value) yaitu seluruh nilai yang diperoleh bukan dari penggunaan materi (hasil produksi barang dan jasa), tetapi aspek kebutuhan psikologis manusia yang menyangkut budaya masyarakat.
14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi (MDK) dan desa Pasir Buncir sebagai Non Model Desa Konservasi (Non MDK) di wilayah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Pengumpulan data berlangsung selama dua bulan antara September – Oktober 2010. 3.2 Sasaran dan Alat Penelitian Sasaran penelitian ini adalah masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir yang merupakan desa-desa sekitar hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang memanfaatkan sumberdaya hutan. Alat-alat yang digunakan adalah : 1. Alat tulis 2. Kuisioner 3. Data monografi desa 4. Microsoft office word 2007, microsoft office excel 2007 dan SPSS 11 5. Alat dokumentasi berupa kamera 3.3 Jenis Data 1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden. Data yang diambil meliputi : i) Data umum (karakteristik) rumah tangga : Nama, umur, jumlah anggota keluarga, status dalam keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan kepemilikan lahan. ii) Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan masyarakat. 2
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang menyangkut keadaan lingkungan baik
fisik, sosial ekonomi masyarakat dan data lain yang berhubungan dengan objek penelitian, baik yang tersedia ditingkat Desa, Kecamatan maupun instansi yang terkait lainnya, meliputi:
15
Keadaan umum lokasi, keadaan fisik, keadaan sosial ekonomi masyarakat.
Keadaan tanah, topografi dan kelerengan lahan.
Keadaan penduduk (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, jumlah penduduk).
Data sumber pendapatan.
3.4 Metode Pengumpulan Data 1 Teknik Observasi Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan daerah objek penelitian, baik keadaan lapangan maupun kondisi masyarakat dalam kehidupan. 2
Teknik Wawancara Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara / tanya jawab secara
langsung terhadap responden, baik masyarakat desa, tokoh masyarakat serta aparat desa setempat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan / kuesioner terstruktur dan tidak terstruktur mengenai hal hal yang berhubungan dengan penelitian. 3
Studi Pustaka Mencatat dan mempelajari studi literatur yang berkaitan dengan kegiatan
penelitian dan mengumpulkan data-data dari instansi terkait. 3.5 Metode Pengumpulan Contoh Model Desa Konservasi (MDK) yang dibentuk di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ada tiga cakupan wilayah yaitu Cianjur, Bogor, Sukabumi. Wilayah Cianjur ada tiga desa yang menjadi desa MDK yaitu Desa Sukatani, Desa Kebun Peteuy, Desa Cisarua. Wilayah Bogor ada dua desa yang menjadi MDK yaitu Desa Cinagara dan Desa Purwabakti. Wilayah Sukabumi ada empat desa yang menjadi MDK, yaitu: Desa Langensari, Desa Ginanjar, Desa Cihanyawar. Pada penelitian ini contoh MDK yang diambil adalah wilayah Bogor yaitu Desa Cinagara sedangkan untuk Non MDK adalah Desa Pasir Buncir. Pemilihan kedua desa tersebut adalah dengan mempertimbangkan biaya, jarak dan akses untuk menuju kedua desa tersebut. Pemilihan responden sebagai sasaran
16
kegiatan penelitian dilakukan melalui informasi yang diperoleh dari masyarakat desa dan aparat desa yang bersangkutan. Penentuan responden sebagai unit contoh dilakukan secara acak dengan jumlah responden sebanyak 60 responden yang terdiri dari masyarakat Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi (MDK) sebanyak 30 responden dan Desa Pasir Buncir sebagai Non-model Desa Konservasi (Non MDK) sebanyak 30 responden. 3.6 Metode Analisis
Nilai manfaat sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dihitung dengan rumus. Hkbi = | Vi x Hki x t | Keterangan : Hkbi = Nilai sumberdaya hutan yang diambil masyarakat dari hutan dalam satu bulan (Rp/bulan). Vi
= Jumlah sumberdaya hutan yang diperoleh masyarakat dalam satu kali pengambilan (Ikat, kg, ekor, m3, batang)
Hki = Harga manfaat sumberdaya hutan (Rp/ikat, Rp/kg, Rp/m3, Rp/batang). t
= Frekuensi pengambilan manfaat sumberdaya hutan dalam satu bulan.
Angka penggandaan yang digunakan untuk menentukan nilai total manfaat sumberdaya hutan dalam setahun adalah : Hkb = Hkbi x 12
Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan total rumah tangga. Untuk mengetahui persentase pendapatan masyarakat dari kegiatan pemanfaatn sumberdaya hutan terhadap total pendapatan masyarakat dihitung dengan menggunakan. % dt = {dp / (dp + dl)} x 100 %
17
Keterangan : dt : Persentase pendapatan dan manfaat hasil hutan. dp : Pendapatan dari manfaat hasil hutan. dl : Pendapatan dari luar manfaat hasi hutan
Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi pemanfaatan sumberdaya hutan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sumberdaya
hutan yang diperoleh oleh masyarakat digunakan analisis regresi linier (Linear Regression Model). Analisis digunakan untuk meramalkan suatu variable (Variable Dependent) berdasarkan suatu variable atau beberapa lain (Variable Independent) dalam suatu persamaan linear. Model umum persamaan tersebut sebagai berikut : Y = b0 + b1 X1 +……….+ bi Xi + e Keterangan : Y = Peubah tidak bebas yaitu dugaan nilai manfaat hasil hutan (Rp / kk / tahun). b0 = Intercept. bi = Koefisien regresi. xi = Faktor -faktor yang berpengaruh terhadap nilai manfaat hasil hutan). E = Kesalahan baku.
18
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Umum Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir 4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Desa Cinagara terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dengan luas 496,515 ha. Desa Cinagara terletak di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Desa Cinagara merupakan salah satu Model Desa Konservasi (MDK). Batas Desa Cinagara secara geografis adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan hutan dan perkebunan
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Muara Jaya
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Tangkil
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Pasir Buncir
Desa Cinagara berjarak 5 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 45 km dari pusat pemerintahan kota administratif, 32 km dari ibukota kabupaten dan 120 km dari ibukota provinsi. Desa Cinagara memiliki kondisi geografis yang berupa dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 629 meter dpl, memiliki curah hujan 5000 mm pertahun, suhu rata rata 20-25 ºC dan memiliki topografi yang bergelombang memanjang dari Barat ke Timur dengan kelerengan 45%. Desa Pasir Buncir yang terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah kurang lebih 509 ha. Terbagi menjadi 5 RW dan 22 RT. Luas wilayah 509 ha tersebut terdiri dari 323 ha wilayah pemukiman, 45 ha wilayah persawahan dan 141 ha wilayah perkebunan. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Pangrango (Hutan)
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Ciburuy
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Cinagara
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Wates Jaya
Desa Pasir Buncir berjarak 7 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 32 km dari ibukota kabupaten dan 132 km dari ibukota provinsi. Desa Pasir Buncir terletak pada daerah dataran tinggi dengan suhu rata-rata 21,32 oC, dengan ketinggian 600 m dari permukaan laut dan curah hujan 6000 mm per tahun.
19
Dengan bentuk wilayah datar sampai berombak
25%, berombak sampai
berbukit 50% dan berbukit sampai bergunung 25%. Penggunaan lahan Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penggunaan lahan desa Cinagara dan Pasir Buncir Desa Cinagara No
Penggunaan Lahan
Desa Pasir Buncir
Luas
Persentase
Luas
Persentase
(ha)
(%)
(ha)
(%)
2
0,40
-
-
1
Jalan
2
Sawah dan Ladang
298,50
60,12
1319,20
93,21
3
Bangunan Umum
1,00
0,20
-
-
4
Empang/Kolam
2,50
0,50
-
-
5
Perumahan/Pemukiman
33,00
6,65
-
-
6
Perkuburan
3,00
0,60
-
-
7
Kehutanan
150,00
30,20
-
-
8
Perkebunan
6,52
1,31
95,9
6,78
9
Padang Rumput
-
-
0,200
0,01
496,52
100,00
1415,3
100,00
Jumlah Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
4.1.2 Kependudukan Penduduk di Desa Cinagara berdasarkan data monografi tahun 2009 berjumlah 9.214 orang yang terdiri atas 5.004 orang laki laki dan 4.210 orang perempuan. Desa Pasir Buncir mempunyai penduduk berjumlah 6.825 orang dengan jumlah laki laki 3.564 orang dan perempuan 3.261 orang yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran penduduk Cinagara dan Pasir Buncir berdasarkan jenis kelamin. Jumlah Penduduk No
Jenis Kelamin Cinagara
Pasir Buncir
1
Laki-Laki
5.004
3.564
2
Perempuan
4.210
3.261
9.214
6.825
Total Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
Pengelompokan penduduk Desa Cinagara berdasarkan tingkat pendidikan didominasi oleh tamatan SD untuk jenis kelamin laki-laki yaitu 1118 jiwa
20
sedangkan untuk berjenis kelamin perempuan didominasi oleh tingkat pendidikan belum sekolah yaitu 1270 jiwa. Secara rinci disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran penduduk Cinagara menurut tingkat pendidikan Jumlah Penduduk Tingkat Pendidikan Laki-laki
Perempuan
a) Belum Sekolah
591
1270
b) Masih Sekolah Dasar
888
593
c)
1118
746
d) SMP/SLTP
722
480
e)
SMA/SLTA
686
457
f)
Akademi/D1-D3
403
268
g) Sarjana (S1-S3)
397
264
h) Tidak Tamat SD
199
132
Jumlah
5004
4210
Tamatan SD
Total
9214
Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
Berdasarkan jenis pekerjaan penduduk Desa Cinagara yang tercatat dalam monografi Desa tahun 2009, sekitar 2.332 orang yang memiliki mata pencaharian yang terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan. Sedangkan untuk penduduk Pasir Buncir mayoritas adalah petani yaitu sebanyak 3.656 orang. Secara rinci distribusi jenis pekerjaan penduduk Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 4. Desa Cinagara juga mempunyai beberapa komoditi peternakan seperti kambing, kerbau, sapi dan ayam/unggas sedangkan peternakan di Desa Pasir Buncir meliputi ternak kambing, kerbau, sapi, ayam, kuda, domba, itik dan angsa. Keadaan tersebut didukung oleh ketersediaan kawasan pemeliharaan ternak dan ketersediaan hijauan makanan ternak cukup memadai di desa ini. Untuk mekanisme pemasaran ternak sendiri dijual ke konsumen langsung, pasar dan pengecer atau melalui tengkulak. Setidaknya ada 97 orang peternak di desa ini meliputi 3 peternak sapi, 27 peternak kambing, 8 peternak ayam dan 6 peternak kerbau. Berikut tabel jumlah ternak yang dimilik masyarakat. seperti yang tersaji pada Tabel 5.
21
Tabel 4 Sebaran penduduk Cinagara dan Pasir Buncir menurut pekerjaan Desa Cinagara No
Mata pencaharian
Desa Pasir Buncir
Jumlah (jiwa) 62
Persentase (%) 2,65
Jumlah (jiwa) 72
Persentase (%) 1,92
1
PNS
2
ABRI/TNI/Polisi
10
0,43
2
0,005
3
Petani/Buruh tani
1002
42,97
2788
76,25
4
Tukang
85
3,64
200
5,47
5
Pedagang
105
4,50
57
1,56
6
Wiraswasta
725
31,09
1
0,003
7
Swasta/Buruh pabrik
343
14,71
510
13,95
8
Pengemudi Jasa
-
-
2
0,50
9
Pensiunan Purnawirawan
-
-
6
0,16
2332
100,00
3656
100,00
Jumlah Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
Tabel 5 Jumlah ternak Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Desa Cinagara
Desa Pasir Buncir
Jumlah (ekor)
Jumlah (ekor)
1.032
3.000
No
Jenis ternak
1
Kambing
2
Kerbau
9
35
3
Sapi
-
50
4
Ayam/Unggas
30.000
7.500
5
Kuda
-
15
6
Domba
-
4.000
7
Itik
-
120
8
Angsa
-
20
31.041
14.740
Jumlah Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
4.1.3 Kelompok Tani Desa Cinagar Desa Cinagara merupakan salah satu model desa konservasi memiliki beberapa kelompok tani. Beberapa kelompok tani yang terdapat pada desa tersebut masih berjalan dengan baik seperti kelompok tani Sekar Mandiri. Kelompok tani ini tidak saja bergerak dalam bidang pertanian tapi juga peternakan dan perikanan. Berikut adalah nama-nama kelompok tani yang ada di Desa Cinagara.
22
Tabel 6 Kelompok tani di Desa Cinagara No
Nama
Alamat
Nama ketua
Kelompok Tani
Jumlah
Kegiatan
Anggota
Kelompok
1
Sari Mekar
Kp.Cibeling
Nurasiah
25
Pertanian
2
Sagara 1
Kp.Cisalopa
Miming N.
25
Pertanian
3
Anugrah Setia Wargi
Kp.Leuwikopo
Adah
50
Pertanian
4
Mandiri
Kp.Cisempur
Abas
20
Domba
5
Mekar
Kp.Cisalopa
Yayat R
20
Domba
6
Karya Mandiri
Kp.Cinagara
Muhdor Kelana
20
Pertanian
Sumber : Monografi desa Cinagara 2009
4.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di Desa Cinagara, yaitu: masjid, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Untuk sarana pendidikan berupa sekolah SD dan SMP. Sedangkan untuk sarana kesehatannya berupa, 1 Puskesmas dan 12 Posyandu dengan 2 Dokter dan 3 Bidan. Sarana dan Prasarana Desa Pasir Buncir terinci pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pasir Buncir. Jenis Masjid Kantor/ Balai Desa
Ukuran
Kondisi
2
Bisa dipakai
2
Bisa dipakai
2
8x8 m
6x4 m
TPA
3x3 m
Baik
Balai Pengajian
3x3 m 2
Baik
Pertanian
300 hektar
Baik
Pertambangan
2 hektar
Ditutup
Poskamling
2
2x2 m
Rusak 2
Sekolah
10x8 m
Universitas
2 hektar 2
Bisa dipakai Baik
Lapangan Voli
4x3 m
Bisa dipakai
Komplek snakma
1 hektar
Baik
2
Posyandu
3x3 m
Bisa dipakai
Peternakan
5 tempat
Baik
Sumber : Monografi desa Pasir Buncir 2009
23
4.2 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 4.2.1 Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai Taman Nasional di Indonesia yaitu berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980. Landasan hukum status kawasan sejak pemerintah Hindia Belanda sampai kawasan ini menjadi Taman Nasional adalah sebagai berikut: 1 Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan merupakan cagar alam dengan luas keseluruhan 240 ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No 33 Staatblad No.392-15 yang memperluas areal dengan areal hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum. 2 Tahun 1919 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juli No 83 Staatblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat Desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkat seluas 56 ha. 3 Sejak tahun 1925 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No 7 Staatblad 15 dan menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, Gunung Pangrango serta DAS Ciwalen, Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas / Gunung Gede dengan luas 1.040 ha. 4 Daerah Situ Gunung, lereng Selatan Gunung Gede Pangrango dan bagian Timur
Cimungkat,
berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
No.
461/Kpts/Um/31/1975 tanggal 27 November 1975 telah ditetapkan sebagai Taman Wisata dengan luas 100 ha. 5 Bagian-bagian lainnya seperti komplek hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango Utara, Gegerbentang, Gunung Gede Timur, Gunung Gede Tengah, Gunung Gede Barat dan Cisarua Selatan telah ditetapkan tahun 1978 sebagai Cagar Alam Gunung Pangrango dengan luas 14.000 ha.
24
6 Dengan diumumkannya 5 (lima) buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango diumumkan sebagai kawasan TNGP dengan luas 15.196 ha. 7 Berdasarkan SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha. 4.2.2 Letak dan Luas Kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) secara geografis terletak di titik 106º 51’-107 º 02’ Bujur Timur dan 6 º 41’-6 º 51’ Lintang Selatan. TNGP yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Cianjur (3.599,29 Ha), Sukabumi (6.781,98 ha) dan Bogor (4.514,73 ha), saat ini sesuai SK Menhut No. 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha. Sesuai ketentuan pasal 32 dan 33 dalam undang-undang No 5 tahun 1990, maka Zonasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari Zona Inti (7.400 ha), zona rimba (6.848,30 ha) dan zona pemanfaatan (948,7 ha). 4.2.3 Iklim dan Hidrologi Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara 10º-18º C. Kelembaban relatif sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di Pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000-4.200 mm. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober– Mei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni-September dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm. Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki beberapa sumber mata air. Sumber mata air tersebut mengalir dan membentuk sungai-sungai besar di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Terdapat 60 aliran sungai yang berhulu di Gunung Gede Pangrango yaitu sekitar 20 sungai yang mengalir ke Kabupaten Cianjur, aliran sungai yang mengalir ke Kabupaten Sukabumi sekitar 23 sungai dan 17 sungai mengalir ke Kabupaten Bogor.
25
4.2.4 Geologi dan Tanah Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt, lava breksi, breksi mekanik dan proklastik. Jenis tanahnya adalah: 1
Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi.
2
Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan lanjut.
3 Tanah latosol coklat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air, serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi. 4.2.5
Topografi Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi
dan bukit sedang sampai terjal. Sekitar Kebun Raya Cibodas berada pada ketinggian 1.000 m dpl, puncak gunung gede berada pada ketinggian 2.985 m dpl sedangkan untuk puncak gunung pangrango berada pada ketinggian 3.019 m dpl. Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian 2.500 m dpl. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara. 4.2.6
Flora TNGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang
tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Pada kawasan ini hidup lebih dari 1.000 jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya. Secara umum jenis vegetasi tersebut dapat di bagi dalam tiga zona hutan. Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah zona hutan Sub Montana, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin.
26
1. Hutan Sub Montana Zona ini merupakan batas terluar taman nasional yang mempunyai tinggi 1000-1500 m dpl. Sepesies di kawasan ini berupa jenis rasamala (Altingia excelsa). Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk. Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis Rasamala (Altingia excelsa). Tinggi tajuk teratas jenis tumbuhan ini dapat mencapai 60 m. Jenis lainnya yang menonjol berturut-turut adalah Saninten (Castanopsis argentea), dan Antidesma tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak diantaranya Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, Pandanus laizrox, Pinanga sp dan Lapotea stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah, epifit, dan lumut antara lain Begonia, paku-pakuan, anggrek dan Lumut Merah (Sphagnum gedeanum). 2. Hutan Montana Zona ini berada di ketinggian 1500-3000 m dpl dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang. Sedangkan lapisan tajuk tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah dikenal yaitu Puspa (Schima wallichii), tumbuhan berdaun jarum (Dacrycarpus imbricatus dan Podocarpus neriifolius), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Rasamala (Altingia excelsa), dan Kiracun (Macropanax dispernum). Untuk jenis tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp, Arundina sp, Cymbiddum- spp dan Calanthe spp. 3. Hutan Sub Alpin Zona ini merupakan zona hutan teratas pada taman nasional dengan ketinggian >3000 m dpl. Ciri yang menonjol adalah keanekaragaman tumbuhannya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Kerapatan tumbuhan pada zona ini sangat tinggi. Lapisan tajuk pada zona ini terdiri dari satu lapis dan didominasi oleh pohon-pohon pendek, antara lain Cantigi Gunung (Vaccinium varingiaefolium), Rhododendron resutum, dan Myrsine avenis. Jenis tumbuhan lain yang mudah ditemukan adalah lumut. Tumbuhan lumut banyak terdapat pada batang pohon, permukaan batuan, dan di tanah. Jenis lumut yang hidup pada batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan yang khas, yaitu Edelweis Jawa (Anaphalis
27
javanica) yang sangat terkenal di kalangan pecinta alam, karena bunganya terlihat tidak pernah layu Taman nasional TNGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain anggrek Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan Corrybas mucronatus, sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis emini. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke dalam kawasan. 4.2.7
Fauna Di tinjau dari potensi keanekaragaman satwa liarnya, TNGP merupakan
kawasan yang memiliki jenis burung tertinggi di Pulau Jawa. Sekitar 53% atau 260 jenis dari 460 jenis burung di Jawa dapat ditemukan di kawasan ini. Disamping itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di pulau Jawa hidup di kawasan ini. Kawasan TNGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. Beberapa jenis satwa di kawasan TNGP sudah tergolong langka . Jenis satwa langka antara lain: 1. Jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa (Dresbytis aygula), 2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuonalpinus), dan trenggiling (Manis javanica), 3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), dan kutilang (Pycnonotus aurigaster). Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain: 1. Jenis primata seperi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung (Presbytis cristata), 2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Susschrofa spp), dan muncak (Muntiacus muntjak). 3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang (Galeopterus varegatus).
28
4.2.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga Sebagian besar masyarakat (kurang lebih 75%) di sekitar kawasan TNGP bermata pencaharian di bidang pertanian (land based activity), sehingga memerlukan lahan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari. Namun, sekitar 40% diantaranya adalah buruh tani yang tidak mempunyai lahan garapan dan tergantung pada lahan orang lain. Disamping itu, tingkat pemilikan lahan rata-rata perkeluarga relatif kecil, yaitu < 0,25 ha sehingga intensitas garapan sangat tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya alam TNGP.
29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristis Responden Karakteristik responden yang diukur dalam penelitian ini adalah kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak pemukiman responden ke Kawasan TNGP, pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP, tingkat pekerjaan dan kepemilikan lahan. Data tentang karakteristik responden tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik responden Desa Cinagara (MDK) dan Pasir Buncir (non MDK) No
Karakteristik
1
Umur < 25 25-50 >50 Pendidikan formal Tidak tamat/tamat SD SLTP/SMU PT/Akademi Jumlah anggota keluarga Kecil : < 5 orang Sedang : 5-7 orang Besar : > 7 orang Pekerjaan Berhubungan dengan hutan Berhubungan tidak langsung Tidak berhubungan Jarak Dekat Sedang Jauh
2
3
4
5
6
7
Tingkat pendapatan per-bulan