Strengthening the Outreach and Education Network for Natural Resource Governance in Sulawesi WWF-Indonesia and Yayasan Lestari Supported by CIDA Multi Media Machine Advokasi Media melalui bauran media Cetak - Audio - Visual - PLH
STRENGTHENING THE OUTREACH AND EDUCATION NETWORK FOR NATURAL RESOURCE GOVERNANCE IN SULAWESI ADVOKASI ISU LINGKUNGAN HIDUP SEPANJANG 2005-2008 WWF-Indonesia and LESTARI Supported by CIDA
Lokasi Isu Kampanye Multi Media WWF KONAWE UTARA
KONAWE
KOLAKA
KOTA KENDARI
KONAWE SELATAN
BOMBANA MUNA
WAKATOBI
Tentang Kami KOTA BAU-BAU
Multi Media Machine
P
rogram Multi Media Machine adalah istilah yang menguatkan tujuan kami atas Strengthening the Outreach and Education Network for Natural Resource Governance in Sulawesi. Program ini merupakan kolaboratif antara WWFIndonesia dan Yayasan Lestari. Di Sulawesi Tenggara kami mendorong media yakni Kendari Pos, Kendari TV, Radio Swara Alam, harian Media Sultra dan M Radio merupakan partner dalam kerja-kerja kami, termasuk dukungan dari 28 radio yang menyebar di seluruh pelosok Sulawesi Tenggara untuk secara rutin mengadvokasi berbagai isu-isu lingkungan. Tak hanya itu, kami juga mendorong lahirnya radio komunitas empat gugusan pulau besar Wakatobi dan bersama dengan FOCIL Indonesia kami juga secara konsisten mengimplementasikan kurikulum lingkungan hidup di Kota Kendari dan Kabupaten Wakatobi. Kantor tim Multi Media Machine terletak di kawasan Malik 2 No 15 A. Bila Anda kebetulan berada di Sulawesi Tenggara dan tertarik ikut dalam sinergi meeting silahkan kontak kami di 0401-322962.
Mul ti Multi
Media
Ma chine Machine
Indarwati Aminuddin, Editor in Chief Hasrul Kokoh, Photo Editor Syamsul, Designer Makmur, Designer M Aris, Designer Bayu, Harun and Lery Iskandar, Database
1
Kunjungi blog kami di:
http://www.m3sultra.wordpress.com
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
Jaringan Radio Supporter
S
ebanyak 28 radio menjadi bagian dari tim kampanye kami. Mereka menyiarkan feature lingkungan hidup dan berjejaring dengan radio Swara Alam untuk belajar. 2
SIARAN PERDANA: Bupati Wakatobi melakukan siaran perdana di radio komunitas Vatalollo.
Radio Komunitas
R
adio Komunitas Vatallolo di Kahedupa dan Radio Komunitas Komunto Tomia-Wakatobi merupakan dua radio yang berdiri atas dukungan WWF-Lestari-CIDA. Warga terlibat dalam pembentukan radio-radio ini. Tugas mereka mengawasi siaran dan mendengarkan berbagai informasi. Saat ini suara penyiar radio Vatallolo di dengar oleh sekitar 500 pemilik radio transistor. Melalui radio komunitas inilah warga mengetahui kabar keluarga mereka yang terkena bencana gempa bumi di wilayah seberang Baubau atau cuaca yang memburuk dan pemerintah melarang perjalanan melalui laut. Saat ini tengah digagas kemungkinan radio siaran siang hari dengan energi alternatif. 3
© WWF-Indonesia / indarwati AMINUDDIN
Jaringan Radio Komunitas
M
engapa kami peduli dengan perluasan jaringan radio komunitas Sulawesi Tenggara? Karena regulasi tak berpihak pada radio komunitas. Jaringan radio komunitas yang disingkat JRK Sultra berafiliasi dengan Jaringan Radio Komunitas Indonesia ini yang bekerja maksimal untuk mengembangkan radio-radio komunitas di Sulawesi Tenggara. Saat ini sebanyak 14 Radio komunitas Sulawesi Tenggara menjadi anggota JRK. Lembaga JRK lalu bertindak untuk mengatur etika dan menyikapi regulasi agar bisa tetap memayungi radio komunitas. Di bawah koordinasi Yayasan Bahari, didukung oleh Combain Resource Institute (CRI) Yogyakarta, WWF-Lestari-CIDA, JRK Sultra terus melakukan pendekatan terhadap Komisi Penyiaran Independen agar diperoleh kepastian regulasi atas radio-radio komunitas di Sulawesi Tenggara.
4
PETA SEBARAN RADIO KOMUNITAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
5
Foto: Dokumentasi FOFIL Indonesia
Pendidikan Lingkungan Hidup
F
OCIL Indonesia merupakan mitra aktif bagi pengembangan program pendidikan lingkungan hidup di Sulawesi Tenggara. Organisasi ini konsen dengan penyusunan kurikulum lingkungan hidup yang dikelola oleh partner kami Amar Makruf, Makruf, Azhariah Rachman bersama jaringan guru lingkungan hidup. Saat ini kurikulum lingkungan hidup di Kota Kendari dan Wakatobi telah mendapat legalisasi Pemerintah. Kurikulum lokal pendidikan lingkungan hidup diterapkan di 37 sekolah, 11 di Kota Kendari dan 26 di Wakatobi. FOCIL Indonesia juga menerbitkan sisipan satu halaman di Kendari Pos yang ditujukan untuk pembaca muda, guru dan praktisi pendidikan lainnya. Tertarik dengan isu pendidikan lingkungan hidup? Kontak Makruf ; 0852 42049056
6
Media Alternatif Bajo Bangkit dan Jaringan Laut Wakatobi
B
uletin Bajo Bangkit dikelola oleh Kerukunan keluarga Bajo, terbit lima kali dengan isu berbeda. Etnik Bajo merupakan kelompok sea gypsi di Sulawesi Tenggara. Jumlah mereka sekitar 350 ribu jiwa, berada diseluruh wilayah pesisir. Warga Bajo saat ini menghadapi tekanan atas pendidikan yang kurang, kesehatan yang tak memadai, lapangan kerja terbatas bagi mereka yang drop out sekolah dan merawat kearifan lokal mereka terhadap teritori lautnya. Tiap edisi mengawal isu-isu tersebut, disebar secara gratis ke pelosok perkampungan Bajo dan bahkan hingga ke Banggai-Sulawesi Tengah. Namun, usia buletin ini tak panjang, hanya lima terbitan dan kini tengah digagas kembali untuk diterbitkan. Buletin Jaringan laut Wakatobi, merupakan buletin sederhana, 12 halaman dengan cetakan hitam putih. Dicetak 300 exampler setiap bulannya dan didistribusikan ke empat wilayah kecamatan se Wakatobi. Isu-isu yang diangkat tak hanya persoalan antar kelompok, tapi juga tentang masalah lain seperti air bersih, krisis energi, transportasi dan pengelolaan lingkungan hidup. Anda bisa mengontak kami untuk mendapatkan buletin ini.
Papan Informasi
T
entu saja tak semua media komunitas radio maupun buletin mampu menjangkau warga yang dipelosok. Untuk itu, program Strengthening the Outreach and Education Network for Natural Resource Governance in Sulawesi bekerja sama dengan organisasi rakyat atau LSM setempat mendirikan papan informasi atau bilboard dengan pesan-pesan menarik. Di sudut Kota Kendari misalnya, Anda bisa menemukan pesan bilboard yang meng-anjurkan stop bom ikan dan jangan cemari laut (pesan disampaikan oleh Yayasan Bahari, didukung WWF-LestariCIDA). Dan di sudut pasar kecil Kahedupa. Kini WWF-Lestari-CIDA sudah mendirikan 5 papan informasi di wilayah luar Teluk Kendari, 4 di Kecamatan Kahedupa, 4 di kecamatan Tomia dan 2 di Kecamatan Wangiwangi. Untuk Bilboard, 2 buah berdiri di Kendari dan 2 di Wangiwangi.
7
Keterjaminan Air di Sulawesi Tenggara
T
ak ada yang bisa menjamin berapa lama ketersediaan air bersih Kota Kendari bisa dipertahankan. Sumber air yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha seluas 715,067,81 hektar yang menjadi sumber kehidupan warga Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan dan Kota Kendari terancam dari tahun ke tahun seperti halnya 13 DAS prioritas lain di Sulawesi Tenggara. Secara khusus DAS Konaweha mengalami tekanan akibat faktor alam dan aktivitas manusia yang melebihi daya dukung alam. Sedimentasi kini menjadi 295,92 ton terjadi per tahun yang dipicu oleh pengundulan hutan untuk perkebunan besar (sawit), pertambangan, dan pembangunan yang tak terencana. “Saya khawatir dampak ini yang akan terlihat pada DAS Lasolo dan DAS Lalindu akibat penggundulan hutan di wilayah Konawe Utara,” kata Adi Setiadi, Kepala BMG Kendari. PDAM yang mengkontribusikan air bersih pada warga memiliki ketergantungan erat pada pasokan air 8
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
DAS Konaweha tersebut. Ketika musim hujan tiba air dalam tampungan PDAM melimpah dan mesin PDAM mampu menyerap 200 liter per detik dan mengairi pipa-pipa sekitar 50 persen pelanggan PDAM di Kota Kendari. Namun dititik tertentu, ketika musim kemarau tiba , air tak bisa terserap secara maksimal oleh
PDAM. Persoalan teknis, mulai dari kerusakan mesin hingga kurangnya pendukung operasional hanyalah satu dari sekian persoalan. Lainnya, diperlukan jaminan stabilitas penjagaan hutan di wilayah hulu daerah Aliran Sungai Sampara serta komitmen kuat untuk mengurangi tekanan di hilir (kota Kendari).
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
KABUPATEN KOLAKA KONAWE KONSEL MUNA BOMBANA KOTA BAU-BAU BUTON KOLAKA UTARA KOTA KENDARI TOTAL
DAS KONAWEHA KONAWEHA LAEYA-WANGGU TIWORO-JOMPI RORAYA BAU-BAU BAU-BAU LASUSUA WANGGU
LUAS KAB. 720.162 1.086.751 455.399 462.530 356.155 30.779 302.505 325.529 25.041 3.764.851
KRITIS 114.640,23 301.129,92 64.616,23 129.450,78 111.346,03 8.468,32 102.220,04 77.274,55 4.570,65 913.716,74
LAHAN KRITIS SANGAT KRITIS 47.467,55 47.964,33 62.436,22 52.213,22 57.141,21 9.268,35 64.434,16 13.433,59 1.937,04 356.295,66
JUMLAH 162.107,78 349.094,25 127.052,46 181.663,99 168.487,24 17.736,66 166.654,20 90.708,13 6.507,69 1.270.012,40
PRESENTASE 22,51% 32,12% 27,90% 39,28% 47,31% 57,63% 55,09% 27,86% 25,99% 33,73%
Sumber Data: BP DAS
PENAMBANG PASIR: Ancaman ketersediaan air juga dipicu oleh para penambang pasir yang jumlahnya makin tak terkontrol di tahun-tahun terakhir ini.
No
KOTA / KAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kendari Konawe Konawe Selatan Kolaka Kolaka Utara Muna Buton Bombana Wakatobi Bau-bau Jumlah
Luas Wilayah (ha)
Luas Kawasan ha %
25.041 4.364 1.086.751 923.980 455.399 250.686 720.162 517.775 325.529 246.965 462.530 237.377 302.505 148.845 356.155 244.229 49.148 13.487 30.779 12.429 3.813.999 2.600.137
17,43 85,02 55,05 71,90 75,87 51,32 49,20 68,57 27,44 40,38 68,17
APL (ha) 20.677 162.771 204.713 202.387 78.564 225.153 153.660 111.926 35.661 18.350 1.213.862
Sumber Data: BP DAS
9
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
Kerusakan Besar Dampak Besar D
esakan ekonomi dan pertambahan penduduk merupakan salahsatu faktor terjadinya pergeseran fungsi hutan di Sulawesi Tenggara. Di kabupaten Konawe dan Konawe Utara, janji manis investor menyebabkan 296 hektar lahan yang dulunya dikelola HPH PT Intisixta kini hanya menyisakan lahan gundul dan berpeluang erosi. Investasi sawit juga menyerbu kabupaten pemekaran yang belum memiliki tata ruang dan tumpang tindih dengan izin-izin Kuasa Pertambangan. Mari belajar dari pengalaman yang pemerintah Konawe dalam mengelola perkebunan PTPN XIV. Perencanaan dilakukan tanpa
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
10
PEMBERSIHAN KAWASAN: Dulunya kawasan ini adalah hutan lebat dan dihuni berbagai satwa, masuknya perusahaan sawit yang didahului dengan pembersihan kawasan menyebabkan tak ada satupun jejak yang bisa dikenang dari kawasan hutan lebat ini.
pertimbangan yang matang, tak ada pendamping dari lembaga lain selain pemerintah dan ketika akhirnya warga telah terlibat , timbul persoalan dari PTPN XIV yang tak bisa membangunkan pabrik. Kini kerugian warga tak lagi bisa dihitung. Bila sudah begini, siapa yang harus disalahkan? Yayasan Cinta Alam (Yasicta) mengumpulkan data-data yang secara detail menggambarkan kehilangan hutan di Asera, Konawe Utara. Pengamatan awal diperoleh dari foto citra satelit yang menunjukkan bahwa terjadi penyusutan luas hutan sejak tahun 1998-2001 di Kecamatan Asera-Wiwirano, Kabupaten Konawe. Dari 516 ribu hektar luas wilayah hutan, pada tahun 2001 mengalami penyusutan tajam jadi 3,659 hektar. Artinya, tiap hari warga kehilangan 10 hektar hutan atau setengah hektar per jam. Banjir bandang jadi tradisi tiap tahun. Ini bukan hanya soal musibah dari Tuhan tapi juga tentang ketidakmampuan menjaga kelestarian alam.
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
MENEKAN ILLEGAL LOGING: Penomoran balak-balak kayu dilakukan untuk melacak sedini mungkin asal dan kepemilikan kayu, ini merupakan cara untuk menekan illegal loging.
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
Di Kabupaten Konawe Selatan, upaya melestarikan hutan ditempuh dengan cara mengelola bisnis kayu dalam program social forestry . Jaringan untuk hutan (JAUH) Sultra mendorongkan terbentuknya kelompok petani untuk berbisnis kayu dengan cara sehat, lestari dan tentu saja menguntungkan. Kelompok tani ini terhimpun dalam koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) yang telah berjejaring dengan banyak pelaku bisnis. Vegetasi awal pencadangan social forestry adalah hutan jati eks reboisasi seluas 8,795,94 ha, sedangkan eks hutan tanaman industri swakelola seluas 15,742,35 hektar. KHJL menetapkan sertifikasi kayu secara ketat, proses ini menguntungkan dari segi bisnis dan mendorong terciptanya hutan yang berkelanjutan dan lestari. Masalahnya, meski ngetop di negeri orang, program ini belum bisa jadi panutan daerah-daerah lain yang marak dengan illegal logging. Padahal, siapa sih yang tak tergiur dengan bisnis kayu menguntungkan tanpa mengorbankan kelestarian hutan? Sedang di Kabupaten Muna yang dikenal sebagai penghasil jati terbaik di Indonesia kini tengah berada dalam tekanan akibat ketimpangan ekologi dan timbulnya masalah sosial atas perebutan dan pengakuan lahan-lahan jati. Pada tahun-tahun 1911-1968, luas areal hutan jati mencapai 70 ribu hektar. Tetapi kegiatan eksploitasi kayu jati secara besar-besaran, menyebabkan luasan kawasan hutan jati di Muna pada tahun 1970-an menyusut menjadi 30 ribu hektar . Efek tanaman jati bisa membawa manfaat positif sekaligus negatif. 11
Kemana Perginya Anoa Sulawesi Tenggara? 12
TAK MUDAH: Tak mudah lagi menemukan satwa di dalam kawasan Suaka Marga Satwa Tanjung Peropa.
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
T
anjung Peropa merupakan kawasan yang terletak di Kabupaten Konawe Selatan dan diapit oleh pemukiman penduduk. Ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa tahun 1986. Wilayah ini memiliki
keragaman spesies, sekurangnya terdapat 13 jenis family pohon, 33 jenis burung, 5 jenis mamalia, 5 jenis aves dan reptil. Kawasan indah ini kini terancam, berbagai hewan dilindungi mengalami penurunan populasi, tak terkecuali anoa. Bayangkan, dengan luas wilayah 38,937 hektar hanya terdapat 6 tenaga efektif dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra. Kini, apa yang harus dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap di Cagar Alam Tanjung Peropa? 13
Menuju Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
V
olume sampah yang timbul sebagai bagian dari meningkatnya penduduk plus aktivitas sosialekonomi ternyata tak diiringi dengan mutu pengelolaan sampah yang lebih baik. Focil, lembaga yang konsen dengan pendidikan lingkungan hidup mencatat, Kota kendari menghasilkan sampah sebesar 541,78 m3/hari . dari total tersebut hanya 308 m3 yang bisa diangkut oleh dinas kebersihan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Puwatu. Ini berarti terdapat sisa sekitar 237 m3 sampah yang tidak terangkut setiap harinya. Tak pelak, efek domino pun kemudian muncul. Dari bau yang tak sedap, pemandangan yang jorok, penyakit malaria dan demam berdarah yang mewabah, banjir hingga pada ancaman terjadinya Eutrofikasi atau penyuburan perairan yang dapat menyebabkan kematian pada manusia. Masalahnya, dengan berbagai dampak tersebut, mengapa persoalan sampah tak bisa diselesaikan secara efektif ? Sebagian besar masyarakat menyalahkan pemerintah Kota Kendari yang sering tidak mengangkut sampah mereka. Sementara pemerintah pada beberapa kesempatan, mengeluhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat kota yang mereka nilai rendah.
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
14
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
15
Menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup
M
eski telah ditetapkan menjadi bagian dari kurikulum bermuatan lokal namun tak ada kekuatan maupun regulasi yang bisa mendorong pendidikan lingkungan hidup masuk menjadi muatan lokal prioritas pertama. Padahal sangat penting bagi generasi muda mengetahui tindakan apa yang perlu
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
16
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
dilakukan untuk menekan kerusakan lingkungan. “Pendidikan lingkungan hidup ini mata pelajaran yang menarik sekali. Tidak susah, objek pelajarannya kan bisa dari alam. Lihat sampah, lihat matahari, pelajaran air, menarik kan?” kata Widodo, guru biologi yang konsen dengan pendidikan lingkungan hidup. Tahun 2007, FOCIL Indonesia mendorongkan pendidikan lingkungan hidup masuk dalam kurikulum lokal yang terprioritas. Usaha itu tak sia-sia, tahun 2007 Pemerintah Kota Kendari akhirnya menerapkan aturan untuk pengajaran pendidikan lingkungan hidup di semua sekolah. Pada
tahun yang sama, Pemerintah Kabupaten Wakatobi juga memberi respon untuk implementasi pendidikan lingkungan hidup di 21 sekolah Wakatobi. Pendidikan lingkungan hidup juga diresapkan pada generasi muda Bajo—yang merupakan sebagian dari 350 ribu jiwa Bajo di Sulawesi Tenggara. Pendidikan tersebut diberikan agar generasi Bajo yang cenderung tidak memiliki kesesuaian waktu belajar dengan pendidikan reguler berkesempatan belajar dari alam sesuai kebutuhannya. Kerukunan Keluarga Bajo menjadi partner kami dalam mensosialisasikan program belajar dari alam. 17
Maine Kita Ngenjaga Karangang
B
ekerja keras selama ribuan tahun, polip (hewan utama pembentuk terumbu karang) kini menyaksikan kenyataan tekanan terhadap keindahan terumbu karang. Dari 354 jenis karang yang ada di Indonesia dan sebagian besar terdapat di wilayah Sulawesi Tenggara, semuanya mengalami degradasi memprihatinkan. Hanya ada satu kalimat yang tepat untuk menyelamatkan mata rantai di laut itu ; selamatkan sekarang juga. Di Pulau Saponda yang dikenal sebagai pulau pengebom ikan—ditandai dengan letusan bom 10-15 kali sehari, upaya menjaga terumbu dilakukan dengan melibatkan seluruh warga Saponda. “Tak mudah,” kata Syamsul, penggiat dari Yayasan Bahari. Tak bisa begitu saja melarang nelayan untuk menggunakan bom ikan. Sebagian menganggap bom tidak berbahaya, malah sebaliknya, menguntungkan karena membuat mereka memperoleh banyak ikan. Bahaya yang mereka ketahui hanyalah bila bom meledak di perahu dan menyebabkan cacat tubuh. Lambat laun, ketika terumbu karang mulai rusak, populasi ikan tertentu berkurang dan jarak tangkap semakin jauh
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
18
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
nelayan tersebut mulai paham mengapa penggunaan alat peledak tak diperbolehkan.
bertahap menyadarkan nelayan lainnya untuk lebih ramah terhadap lingkungan. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang jaga lingkungan ini?” kata Handoyo, Ketua kelompok Lestari. Tidak sia-sia, kini sekitar 85 persen penduduk Saponda ikut mengawal program kelola kawasan laut ini. Apa yang mereka lakukan tak hanya menyeimbangkan populasi, tapi juga mengajarkan konsumen lain untuk bersikap kritis terhadap jenis ikan tertentu. Upaya tersebut juga terkait dengan strategi untuk mengurangi kegiatan tangkap lebih maupun tangkap penuh. Di Sulawesi Tenggara, berbagai cara penggiat konservasi didorongkan agar pemerintah menciptakan, membangun, dan meningkatkan kesadaran, mengubah persepsi dan pemikiran masyarakat agar menghentikan pandangan yang romantis bahwa sumberdaya laut kita, terutama perikanan, tidak akan pernah habis. Selain itu, pemberlakuan wilayah tangkap kepada nelayan di daerah lain diperlukan untuk menghindari stok ikan terkuras sia-sia. Laut sehat, seafood sehat merupakan satu langkah untuk menuju tujuan yang besar ; keseimbangan alam.
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
Mereka yang paham menggabungkan diri dalam kelompok Lestari. Yakni kelompok yang bertujuan untuk memulihkan kerusakan alam dan mencegah penggunaan alat peledak dalam aktivitas laut. Mereka juga secara
19
Di Kabupten Wakatobi, upaya yang sama dilakukan dengan merevisi zonasi yang telah diputuskan pada 31 Desember 1997. Pada tahun-tahun tersebut, zonasi yang ditetapkan pemerintah Indonesia melalui Dirjen PHPA menimbulkan kegusaran di pihak warga Wakatobi yang hidup tergantung dari laut. Tak ada yang membantah bahwa keputusan tahun 1997, dilakukan hanya melalui secarik peta yang garisnya ditarik tanpa melihat data akurat di Wakatobi. Keputusan juga tidak melalui pembahasan maupun konsultasi publik dan tak sesuai dengan kepentingan pengelolaan sumber daya alam. Kini, per Juli 2007 revisi zonasi telah dilakukan. Zona inti yang dulunya sering menjadi kawasan perdebatan praktis hanya menempati sebuah kawasan di pulau yang nun jauh dari Wakatobi, yakni Pulau Moromaho. Pemerintah,stakeholders dan warga yakni zonasi yang ada pada hari ini menguntungkan dan bisa menjamin kelestarian sumber daya alam dan siapapun bisa memetik manfaat ekonomi yang lebih berkesinambungan. Kampanye ini dilakukan bersama antar WWF-Lestari-TNC dan Balai Taman Nasional Wakatobi.
20
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
21
© WWF-Indonesia / hasrul KOKOH
No More Mining
P
omalaa, Kabupaten Kolaka—seluas 333,82 hektar— menjadi incaran perusahaan-perusahaan tambang sejak tahun 1909, ketika kali pertama bijih nikel— logam yang terbentuk dari proses alam—
22
berkadar tinggi dinyatakan ada dalam perut Pomalaa. Sejak itu, eksplorasi nikel dimulai tahun 1934 dan produksi dimulai tahun 1939. Namun, geologi lembar Kolaka yang dikeluarkan oleh Pusat penelitian dan pengembangan
Geologi menunjukkan Pomalaa tak hanya menyimpan bijih nikel, tapi juga magnesit, sejenis batuan beku yang sering digunakan untuk bahan bangunan dan industri. Kini, Pomalaa tak hanya ditekan oleh masalahmasalah lingkungan hidup tapi juga soal perebutan lahan tambang. Bagi kami, apapun alasannya tambang adalah kegiatan yang merusak lingkungan. Kegiatan ini ditindaklan-
juti dengan munculnya beragam berita-berita tambang secara mandiri di media massa dan penegasan sikap Pemerintah bahwa tambang yang merusak akan ditindak. Pada Juni 2008, Pemerintah Provinsi mengeluarkan keputusan untuk membekukan 74 Kuasa Pertambangan yang telah memasuki hutan lindung, pulaupulau kecil dan tak memiliki kejelasan sikap atas perlindungan lingkungan hidup. 23
PETA ISU MULTI MEDIA MACHINE
24