STRATEGI PENGEMBANGAN PELAKSANAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) PENANAMAN MODAL DI DKI JAKARTA
INDARINI EKANINGTIYAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa tugas akhir STRATEGI PENGEMBANGAN PELAKSANAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) PENANAMAN MODAL DI PROPINSI DKI JAKARTA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Mei 2009
Indarini Ekaningtiyas NRP H251064075
1
ABSTRACT
INDARINI EKANINGTIYAS. Strategies in the Development of One-Door Integrated Service (ODIS) for Capital Investment in the Province of DKI (Capital City) Jakarta. Under the Supervision of Noer Azam Achsani and Nunung Kusnadi.
The ODIS Program for Capital Investment was introduced in 2007 with the emergence of the Governor’s Regulation on the operation of one-door integrated service. Through such service, it is expected that there will be quality improvement in the service for capital investment, which some investors have complained about so far. Therefore, it is necessary to measure the level of investor’s satisfaction particularly the degree of satisfaction among the investors with the implementation of ODIS for capital investment in DKI Jakarta. An improvement in the satisfaction of investors is a must as the realization of care and responsibility of the Provincial Government of Capital City Jakarta in providing services. The objectives of this study were to measure to what extent the implementation of ODIS has been effective in capital investment, analyze the evaluation by investors on the provided services through a Servqual analysis, formulate strategies with the use of SWOT analysis, and design a program through a Logical Framework Approach (LFA) The study used primary and secondary data. The primary data was collected through a survey, observation, and interviews with 100 investors selected by a purposive sampling.
2
RINGKASAN INDARINI EKANINGTIYAS, Strategi Pengembangan pelaksanaan
Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta; Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI dan NUNUNG KUSNADI.
Program PTSP Penanaman Modal merupakan kebijakan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
sejak tahun 2007 dilaksanakan untuk memenuhi keinginan investor agar
mempermudah dalam pengurusan perijinan dalam rangka untuk meningkatkan investasi di Propinsi DKI Jakarta, yang masih membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Perbaikan iklim investasi di daerah merupakan salah satu cara bagi peningkatan nilai investasi. Salah satu aspek yang perlu segera dibenahi dalam upaya perbaikan iklim investasi di daerah tersebut, adalah kondisi pelayanan perizinan bidang investasi yang diselenggarakan oleh para aparatur pemerintah di daerah. Secara faktual, pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah daerah dalam bidang tersebut ”kurang menguntungkan” para calon investor yang berniat menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan terutama oleh lamanya waktu yang diperlukan dalam proses perizinan tersebut. Keadaan yang demikian ini tentu saja harus diperbaiki, khususnya melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu Penanaman Modal Penanaman Modal (PTSP PM). Secara umum tujuan Penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal DKI Jakarta adalah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi di Provinsi DKI Jakarta dengan meningkatkan kualitas layanan publik dan pemberian akses yang lebih mudah kepada masyarakat dan investor. Sejauh ini, dampak dari penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal belum dapat terlihat secara langsung dalam peningkatan investasi di DKI Jakarta. Namun demikian jika dilihat dari nilai persetujuan baik PMA maupun PMDN sejak tahun 2007 mengalami kenaikan. Yang terpenting adalah dengan adanya PTSP Penanaman Modal Pemerintah DKI Jakarta berupaya meningkatkan pelayanan investor melalui peningkatan kepuasan investor yang diukur melalui analisis ServQual. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data Primer dikumpulkan melalui metode survey, observasi dan wawancara terhadap 100 investor dengan tehnik penerikan sampel secara purposive. Strategi yang digunakan untuk dapat meningkatkan pengembangan penyelenggaraan PTSP
3
Penanaman Modal dengan Analisa SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threath),
sedang
metode
perancangan
dengan
menggunakan
matriks
perencanaan strategi quantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix) atau (QSPM). Sejauh ini berdasarkan penilaian analisis ServQual apakah sudah menunjukan tingkat kepuasan. Seperti yang diharapkan para investor. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal secara umum dilihat dari analisis ServQual sudah menunjukan kepuasan. Adapun program-program yang harus dilaksanakan adalah (1) Proses pelayanan perizinan lebih cepat dan mudah (2) Informasi kebijakan penanaman modal tersedia di internet (3) Peningkatan kemampuan SDM agar lebih responsive terhadap tuntutan investor (4) Peningkatan sarana dan prasarana kantor PTSP penanaman modal (5) Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing.
Kata kunci: strategi, peningkatan kualitas, program pengembangan pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta.
4
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
5
STRATEGI PENGEMBANGAN PELAKSANAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) PENANAMAN MODAL DI DKI JAKARTA
INDARINI EKANINGTIYAS
Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
6
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
7
Judul Tugas Akhir
: Strategi Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal di Provinsi DKI Jakarta
Nama
: Indarini Ekaningtiyas
NRP
: H251064075
Disetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Noer Azam Achsani , MS.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua
Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc.
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 30 Mei 1968 dari pasangan yang berbahagia Ayahanda H. Imam Wachid dan Ibunda Hj. Emi Taryumi. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Pada Tahun 1995, penulis menikah dengan Suami tercinta Drs.H. Djoharjadi, MSi dikaruniai dua orang putri yang menjadi penyejuk hati penyenang mata, Rizka Ananda Harini dan Rahma Fadhilah Harini. Pernulis menamatkan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kotamadya Tegal. Menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan Ekonomi Management Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 2007 melanjutkan studi ke Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, ditempatkan di Kecamatan Pasar Minggu sebagai staf urusan Pembangunan, tahun 1994 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil sebagai satf urusan Pemerintahan Kecamatan Pasar Minggu. Pada tahun 1997 penulis ditempatkan di Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) sebagai staf bidang perizinan Penanaman Modal. Pada tahun 2002 penulis ditempatkan sebagai Kepala Seksi Perencanaan Penanaman Modal, sejalan dengan Otonomi Daerah nama BKPMD berubah menjadi Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah (BPM&PKUD). Pada tahun 2004 penulis ditempatkan sebagai Kepala Subbag Umum, tahun 2007 ditempatkan sebagai Kepala Subbidang Pengawasan PMA/PMDN, dan pada awal tahun 2009 penulis ditempatkan sebagai Kepala Sub bidang Perseroan Terbatas BUMD.
9
PRAKATA Segala puja dan puji serta syukur hanya untuk Allah SWT Yang Maha Agung atas limpahan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini. Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pokok kajian yang dipilih berjudul “Strategi Peningkatan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS dan Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS atas bimbingannya selama penyusunan kajian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu dosen serta staf administrasi Institut Pertanian Bogor atas dukungannya. Terima kasih dan penghargaan yang mendalam penulis
sampaikan kepada Bapak/Ibu pimpinan dan staf Badan
Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah (BPM&PKUD) atas bantuan dan dukungannnya selama penulis melakukan penelitian ini. Ungkapan terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada Ayahanda, Ibunda, suami tercinta, anak-anakku serta seluruh keluarga atas ketulusan kasih sayang, do’a, pengertian, pengorbanan dan motivasinya. Terima kasih tak lupa juga disampaikan kepada teman–teman PS-MPD Angkatan VIII atas kebersamaan selama ini. Semoga kajian ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2009
Indarini Ekaningtiyas
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...... .........................................................................................................viii DAFTAR TABEL ......................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xiv DAFTAR ISTILAH.....................................................................................................xv I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................................6 1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................................9 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................9 1.5. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian .............................................................10
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Pelayanan .................................................................................... 11 2.2. Pengukuran Kepuasan Klien (Pelanggan) ................................................... 15 2.3. Strategi Penyelenggaraan PTSP .................................................................. 16 2.4. Perilaku Aparatur/Petugas dalam Sistem Pelayanan .................................... 18
III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ...................................................................................
21
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................................ 24 3.3. Sasaran Kajian dan Teknik Sampling ........................................................
24
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 25 3.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data ....................................................... 26 3.5.1. Analisis Service Quality ........................................................................... 26 3.5.2. Metode Perancangan Strategik (Analisis SWOT) .................................... 33 3.6. Metode Perancangan Program ..................................................................... 40 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum ...............................................................................................42
11
4.1.1. Kondisi Geografis dan Demografis ..................................................... 42 4.1.2. Perekonomian .......................................................................................43 4.1.3. Penanaman Modal ............................................................................... 43 4.2. BPM dan PKUD ............................................................................................ 44 4.2.1. Visi dan Misi BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta ........................ 45 4.2.2. Pembentukan PTSP Penanaman Modal ............................................ 45 4.2.3. Jenis Pelayanan PTSP ........................................................................ 47
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Efektivitas Penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal ............................... 48 5.2. Analisis Tingkat Kepuasan Investor ............................................................ 54 5.2.1. Dimensi Tangible (Bukti Fisik) .......................................................... 55 5.2.2. Dimensi Reliability ............................................................................. 57 5.2.3. Dimensi Responsiveness ..................................................................... 59 5.2.4. Dimensi Competence .......................................................................... 60 5.2.5. Dimensi Courtesy (Keramahan) …………………………………...... 61 5.2.6. Dimensi Security (Keamanan) ……………………………………… 62 5.2.7. Dimensi Credibility (Kredibilitas) ...................................................... 63 5.2.8. Dimensi Accsess .................................................................................. 64 5.2.9. Dimensi Comunication ........................................................................ 64 5.2.10. Dimensi Understanding the Customer ............................................... 65
VI.
PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PTSP PENANAMAN MODAL 6.1. Analisis Faktor Strategis .............................................................................. 69 6.1.1. Faktor Strategis Internal .................................................................... 69 6.1.2. Faktor Strategis Eksternal …................…......................................... 73 6.2. Tahap Pencocokan dan Pemanduan ............................................................ 76 6.2.1. Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal ................. ..... 76 6.2.2. Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal .............................. . 77 6.2.3. Penentuan Skor atau Nilai Terbobot Faktor Internal ......................... 78 6.3. Tahap Pencocokan melalui Matriks SWOT ……………………………… 79 6.3.1. Strategi Strengths-Opportunities (S-O) ............................................... 80
12
6.3.2. Strategi Weakness-Opportunities (W-O) ............................................. 81 6.3.3. Strategi Strengths-Threats (S-T) ......................................................... 82 6.3.4. Strategi Weakness-Threats (W-T) ......................................................... 82
VII. PROGRAM MENINGKATKAN KEPUASAN INVESTOR TERHADAP PELAKSANANAAN PTSP PENANAMAN MODAL DI PROPINSI DKI JAKARTA 7.1. Proses Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Lebih Cepat dan Mudah 85 7.2. Informasi Kebijakan Penanaman Modal Tersedia di Internet .................... 86 7.3. Peningkatan SDM Agar Lebih Responsif Terhadap Tuntutan Investor ..................................................................................................... 87 7.4. Peningkatan Sarana dan Prasarana PTSP Penanaman Modal ................... 88 7.5. Sosialisasi Kebijakan Penaanaman Modal Guna Maningkatkan Daya Saing ................................................................................................ 89
VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan ............................................................................................... 92 8.2. Saran .......................................................................................................... 94 8.3. Implikasi Kebijakan ................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 96 LAMPIRAN ............................................................................................................. 97
1. Bagan Susunan Organisasi BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta .....……..
97
2. Kata Pengantar Quisener untuk Para Investor …………………………….......
98
3. Daftar Petunjuk Memberikan Jawaban dan Petunjuk Daftar Pertanyaan ........
99
4. Daftar Pertanyaan ...........................................................................................
100
5. Data Perusahaan PMA dan PMDN Quisener ..................................................
105
6. Hasil Perhitungan Tingkat Kinerja Hasil Quisener ..........................................
105
13
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Perkembangan nilai persetujuan PMA/PMDN Tahun 2003-2007 ……........
2
2. Rincian Jumlah Responden ...........................................................................
25
3. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal ..........................................
34
4. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ......................................
35
5. Bentuk Matriks IFE .......................................................................................
35
6. Bentuk Matriks EFE .....................................................................................
37
7. Matriks`SWOT .............................................................................................
38
8. Penentuan Pilihan Strategi dengan Matrik QSPM .......................................
39
9. Tujuan Kajian, Jenis Data yang Diperlukan, Sumber Data, dan Metode ......
40
10. Prosedur Pengurusan Perizinan Pembangunan Gedung dengan Luas > 5000 M ............................................................................................
50
11. Prosedur Pengurusan Perizinan Pembangunan Gedung dengan Luas > 5000 M Setelah Ada PTSP ..............................................................
53
12.Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Tangible .....................................
57
13.Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Reliability ...................................
58
14.Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Responsiveness...........................
59
15. Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Competence...............................
61
16. Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Courtesy.....................................
61
17. Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Security......................................
62
18 Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Credibility................................ ...
63
19 Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Accsess........................................
64
20 Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Communication...........................
65
21 Harapan dan Rata-Rata Kinerja Dimensi Understanding The Customer.....
66
22. Harapan dan Rata-Rata Kinerja Ten Dimension Servqual..........................
67
23. Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal .......................
76
24. Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal ......................
77
25. Internal Fcktor Evaluation Matriks (IFE Matrik) ......................................
78
26. Eksternal Fcktor Evaluation Matriks (EFE Matrik)) ...............................
79
27.Formulasi Perumusan Strategi SWOT ......................................................
80
14
28.Hasil Perhitungan Prioritas Strategi Pengembangan PTSP ......................
83
29. Matrik Rencana Program Pengembangan PTSP .....................................
89
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.The Flower of Service …………………………………………………
12
2. Kerangka Pemikiran …………………………………………………..
23
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Bagan Susunan Organisasi BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta………..
97
2. Kata Pengantar Kuisener untuk para investor ……………………………..
98
3. Petunjuk Memberikan Jawaban ...................................................................
99
4. Daftar Pertanyaan ........................................................................................
101
5. Hasil Perhitungan Tingkat Kinerja PTSP ....................................................
17
DAFTAR ISTILAH
1. PMA adalah Penanaman Modal Asing 2. PMDN adalah Penanaman Modal Dalam Negeri 3. BPM dan PKUD adalah Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah 4. Dinas Perindag adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan 5. BPLHD adalah Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah 6. Dinas P2K adalah Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan 7. Dinas Tramtib adalah Dinas Ketemtraman dan Ketertiban 8. Disnaker adalah Dinas Tenaga Kerja 9. BKPM RI adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia 10. APIT adalah Angka Pengenal Importir Terbatas 11. UUG adalah Undang-Undang Gangguan 12. IKTA adalah Ijin Kerja Tenaga Asing 13. SIPPT adalah Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah 14. IMB adalah Ijin Mendirikan Bangunan 15. SP3L adalah Surat Permohonan Penguasaan Penggunaan Lahan 16. TA01 adalah istilah rekomendasi untuk mendatangkan Tenaga Kerja Asing 17. TA02 adalah lanjutan dari TA01 18. AMDAL adalah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
18
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka era perdagangan bebas, hampir semua negara baik negara maju maupun negara berkembang sedang mempersiapkan diri. Hal ini mendorong terintegrasinya negara–negara dalam bentuk global sehingga adanya kebebasan untuk keluar masuk barang dan jasa, modal maupun SDM. Globalisasi pada satu sisi akan memberikan manfaat, namun di sisi lain akan dapat menimbulkan kerugian. Seberapa besar manfaat globalisasi bagi suatu negara akan sangat bergantung pada kesiapan negara tersebut. Salah satu sasaran yang hendak direbut oleh negara–negara berkembang adalah masuknya investasi asing langsung (Foreign Direct Invesment), karena manfaatnya secara umum antara lain : meningkatnya pertumbuhan domestik bruto, menyerap tenaga kerja, mendorong dan menarik kegiatan ekonomi lainnya serta meningkatnya cadangan devisa. Dewasa ini negara–negara pesaing Indonesia seperti Vietnam, RRC, Malaysia, Thailand dan sebagainya telah menyusun kebijakan investasinya sedemikian rupa dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Berbagai insentif pajak diberikan, kemudahan ekspor impor ditawarkan, pelatihan dan pendidikan tenaga kerja dilakukan, disusunnya peraturan ketenagakerjaan yang pada intinya mengarah pada upaya merangsang masuknya investasi asing. Indonesia yang dalam kondisi masih belum pulih sepenuhnya dari krisis juga mengupayakan berbagai langkah konkrit dan menyusun berbagai kebijakan yang pada intinya berupaya meningkatkan daya saing internasional. Hal ini perlu dilakukan karena ternyata saat ini daya saing Indonesia masih rendah. Laporan pada World Competitiveness Year Book 2005, menempatkan bahwa Indonesia berada di peringkat 59 dari 60 negara. Hal ini disebabkan ketidakpastian iklim investasi, ketidakpastian hukum, birokrasi, waktu pelayanan yang lama, biaya tinggi dan tidak transparan. Padahal di sisi lain sebenarnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif bagi investor asing antara lain dengan jumlah penduduk yang relatif besar, sumber daya alam yang cukup berlimpah serta letak geografis yang strategis. Kondisi perekonomian Indonesia awal tahun 2006 masih dinyatakan kurang baik. Pertumbuhan ekonomi lambat (5,6%), angka kemiskinan relatif tinggi (17,75%) demikian
19
juga dengan pengangguran (11,1%) masih tinggi, kesenjangan daya saing antar negara dan daerah semakin lebar dan iklim investasi kurang kondusif (BKPM, 2007). Akumulasi keadaan tersebut diatas sangat merugikan kegiatan ekonomi dan kelancaran roda dunia usaha, baik langsung maupun tidak langsung dirasakan di Propinsi DKI Jakarta. Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi dan sosial serta perdagangan, dimana lebih dari tiga perempat jumlah uang beredar berada di Jakarta. Karena itu, mudah dipahami jika Jakarta merupakan kawasan terdepan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter, mengingat sebagian besar dunia usaha dan organisasi bisnis berpusat di Jakarta. Dampak negatif krisis ini jelas mengganggu iklim investasi dan menjadikan kurang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk di Jakarta. Bahkan investor asing dan investor lokal melakukan “wait and see“ untuk menanamkan modalnya di Indonesia, yang mengakibatkan nilai realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terus menurun. Data statistik nilai persetujuan investasi di Propinsi DKI Jakarta belum menunjukkan angka yang menggembirakan pada umumnya, walaupun minat berinvestasi di Propinsi DKI Jakarta masih cukup tinggi. Tabel 1. Perkembangan nilai persetujuan investasi PMA/MPDN tahun 2003 - 2007 PMA PMDN Tahun
Proyek
Investasi
Proyek
(Ribu US$)
Investasi (Rp Juta)
2003
197
6.218.084
150
2.317.881
2004
294
2.764.325
193
6.034.677
2005
170
7.200.237
120
964.227
2006
306
2.688.143
56
3.716.855
2007
429
6.542.748
33
3.914.507
Sumber : BKPM Tahun 2008 Kemerosotan nilai investasi lainnya yang harus mendapat perhatian pemerintah adalah keinginan investor untuk memindahkan modal investasinya (capital flight) ke negara lain yang lebih baik kondisi ekonomi, politik dan jaminan keamanannya. Untuk itu diperlukan strategi guna memulihkan kepercayaan investor agar mau dan tetap menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Dalam rangka menggairahkan kembali
20
perekonomian dan mengupayakan perbaikan ekonomi yang lebih intensif melalui kebijakan makro maupun mikro, serta langkah alternatif, harapan untuk pemulihan perekonomian Indonesia dan pengembangan investasi dengan mengaktualisasikan kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil, maka sangat dibutuhkan kehadiran investasi dalam skala besar baik PMA maupun PMDN. DKI Jakarta sebagai barometer dalam segala aspek memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya mencapai pertumbuhan investasi. Kondisi DKI Jakarta adalah mewakili kondisi daerah yang paling maju di Indonesia sehingga diharapkan DKI Jakarta dapat berperan menarik investor asing masuk ke Indonesia juga sebagai pintu gerbang investasi bagi daerah lain di Indonesia.Untuk dapat
menarik para investor
menanamkan modalnya di Indonesia khususnya di DKI Jakarta, diperlukan iklim investasi yang kondusif, yaitu jaminan keamanan, kepastian hukum, prasarana penanaman modal yang memadai dan juga adanya kemudahan-kemudahan dalam pengurusan perizinan penanaman modal. Pengurusan perizinan adalah hal yang selama ini dikeluhkan para Investor, disamping waktu yang cukup lama juga biaya yang tidak jelas. Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Dalam Inpres tersebut juga mengatur tentang percepatan dalam mengurus izin investasi dari 156 hari menjadi 30 hari, salah satu tindakannya adalah penyederhanaan perijinan satu pintu atau dikenal dengan kebijakan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ditindak lanjuti dengan keluarnya
Permendagri nomor 24 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dengan keluarnya Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No 11 tahun 1967 tentang PMA dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1968 tentang PMDN merupakan bentuk keseriusan Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang pro penanaman modal, dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tidak lagi pembedaan perlakuan, baik untuk PMA maupun PMDN. Undang-undang Penanaman Modal mengamanatkan bahwa Perusahaanpenanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
dari
instansi
yang
memiliki
kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, dan izin dimaksud diperoleh melalui PTSP.
21
Salah satu instansi publik di DKI Jakarta yang memegang peranan penting serta memiliki potensi besar dalam menunjang perekonomian di DKI Jakarta adalah Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaaan dan Usaha Daerah (BPM&PKUD) Propinsi DKI Jakarta. Badan ini memiliki tugas menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan di bidang penanaman modal yang meliputi perencanaan, promosi, pelayanan dan fasilitasi serta menyelenggarakan usaha pendayagunaan kekayaan dan usaha daerah. Dalam menindak lanjuti kebijakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang penanaman modal. Kebijakan yang sudah ditempuh oleh Pemerintah DKI
Jakarta diantaranya Peraturan
Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Ttahun 2008 tentang Petunjuk Tehnis Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Untuk mengubah
kondisi perekonomian pada kondisi yang lebih baik maka
investasi merupakan solusi yang realistis. Investasi tidak hanya meningkatkan produk ekspor dan meningkatkan daya beli, tetapi juga untuk menanggulangi pengangguran dan angka kemiskinan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Membangun iklim investasi yang sehat dan kondusif bukan hal mudah, sebab iklim investasi terkait dengan suatu kumpulan faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan investasi yang secara produktif dan juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam rangka meningkatkan investasi di Propinsi DKI Jakarta salah satunya melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 adalah dalam rangka memudahkan para investor dalam pengurusan perijinannya, investor hanya mendatangi kantor BPM dan PKUD yaitu Instansi yang ditunjuk untuk menjadi leading sector pelaksanaan perijinan investasi, dan setelah itu para investor juga bisa mengambil perijinan yang sudah jadi di kantor BPM dan PKUD. Diharapkan dengan dilaksanakannya PTSP Penanaman Modal, investor dapat menghemat waktu, tenaga dan juga biaya sehingga diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi investor. Pengukuran tingkat kepuasan investor sangat diperlukan dalam penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal, serta strategi apa yang harus dilakukan oleh PTSP Penanaman Modal agar dapat meningkatkan fungsi pelayanan kepada investor. Hal tersebut dilakukan 22
untuk mengetahui sejauh mana peran dan fungsi BPM dan PKUD selaku Pembina Perusahaan PMA/PMDN di Propinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para investor, sehingga para investor merasa puas. Konsep kepuasan yang paling mendasar adalah dengan memahami kepentingan dan harapan setiap investor. Hasil dan pengukuran terhadap tingkat kepuasan investor akan berguna bagi penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal untuk mengetahui hal – hal yang harus dipertahankan atau diperbaiki, sehingga akan terjalin hubungan yang baik antara investor dan BPM & PKUD Propinsi DKI Jakarta selaku pembina perusahaan PMA / PMDN. Di lain pihak, teknologi informasi telah mampu memberikan informasi tentang layanan serupa yang diselenggarakan di negara lain, sehingga investor mulai membandingkan layanan tersebut dengan layanan serupa di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. Gagasan akan perlunya efisiensi sektor publik dan profesionalisme aparatur/ petugas ini, jelas didasari oleh pemikiran bahwa pada masa yang akan datang, aparatur negara akan dihadapkan pada suatu kondisi objektif yang menuntut adanya daya saing (competitiveness) serta kecepatan dan kearuratan (effectiveness) penyelenggaraan tugastugas pemerintahan dan pembangunan. Terlebih lagi jika diingat bahwa sumber daya yang dimiliki oleh aparatur / petugas tetap terbatas, sementara tuntutan investor terhadap jasa pelayanan penanaman modal semakin meningkat. Untuk itu DKI Jakarta berusaha untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada para investor melalui PTSP Penanaman Modal, dengan harapan investor merasa puas dengan layanan yang diberikan dalam merealisasikan investasinya. Kepuasan investor sangat mempengaruhi sikap investor dalam pengambilan keputusan untuk segera atau menunda merealisasikan investasinya. Hal ini yang melatar belakangi penulisan tentang faktor apa yang menjadi pertimbangan investor dalam menilai kualitas layanan. Untuk mengkaji tentang faktor yang dipertimbangkan investor dalam mempersepsikan kualitas layanan, Parasuraman (1988) mengemukakakan 30 item jenis layanan. Item-item tersebut dikelompokan dalam 10 dimensi (Ten Dimention ServQual). Hasil dari penilaian investor tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan Analisa SWOT, Untuk dapat merealisasikan hal tersebut diatas maka diperlukan suatu kajian mengenai bagaimana “Strategi kebijakan pengembangan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) penanaman modal dalam meningkatkan pelayanan kepada para investor di Propinsi DKI Jakarta“. 23
1.2 Perumusan Masalah Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional, adalah berusaha meningkatkan nilai investasi , yang diharapkan dampaknya dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan menekan kemiskinan. Untuk itu berbagai proses penyelenggaraan pemerintahan yang terkait dengan pengaturan tatalaksana perizinan dan iklim investasi perlu lebih cepat diperbaruhi secara konseptual baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Banyaknya para investor yang mengalihkan modalnya ke luar negeri (Capital Flight) salah satu bukti masih buruknya pelayanan yang diberikan kepada para investor. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh Pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta yang masih banyak membutuhkan investasi dalam menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian di DKI Jakarta. Salah satu keseriusan Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan mutu pelayanan penanaman modal yang lebih baik kepada para investor yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu bidang Penanaman Modal. Tuntutan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat dalam era globalisasi tidak terhindarkan, sebab kehidupan dalam era ini ditandai dengan ketatnya persaingan di segala bidang kehidupan, baik kehidupan berbangsa maupun kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, maka kualitas pelayanan perijinan penanaman modal merupakan salah satu jawaban dalam menghadapi era globalisasi. Pada saat ini disadari bahwa citra Indonesia menunjukan pandangan yang kurang baik di mata investor. Pada kenyataannya banyak dijumpai aparat/petugas yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, pelayanan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga tuntutan investor terhadap layanan yang diberikan pada akhirnya menimbulkan gejala ketidakpuasan terhadap kinerja PTSP Penanaman Modal. Oleh sebab itu tantangan yang harus dihadapi adalah membangun kembali kepercayaan para investor dengan lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.
24
Pengukuran kepuasan investor terhadap kualitas pelayanan merupakan salah satu solusi untuk dapat menggali tingkat kinerja aktual PTSP Penanaman Modal dan tingkat harapan terhadap layanan penanaman modal yang diberikan. Dalam hal ini yang memberi layanan adalah petugas-petugas PTSP Penanaman Modal, dan yang merasakan pelayanan yang diberikan adalah para investor yang melakukan investasinya di Propinsi DKI Jakarta. Maka pertanyaan spesifik kajian ini adalah Bagaimanakah tingkat kepuasan investor terhadap kualitas layanan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta ? Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut di atas maka perlu dikaji kinerja PTSP Penanaman Modal DKI Jakarta. Dimensi kinerja ini penting karena merupakan hal yang dapat menjawab dinamika bekerjanya fungsi – fungsi pelayanan dalam PTSP tersebut, seperti input, proses dan outputnya. Sedangkan khusus untuk investor perlu dikaji lebih lanjut bagaimanakah kepuasan mereka terhadap pelaksanaan pelayanan lembaga PTSP Penanaman Modal. Untuk itu pertanyaan spesifik berikutnya adalah Apakah faktor (1) faktor Fisik Nyata (Tangible), (2). faktot Keandalan (Reliability), (3). faktor Daya Tanggap (Responsiveness), (4). faktor Ketrampilan (Competence), (5). Faktor Keramahan (Courtesy), (6). faktor Kredibilitas (Credibility), (7). faktor Keamanan (Security), (8). faktor Kemudahan (Access), (9). faktor Komunikasi (Communication), (10). faktor Pengertian Terhadap Pelanggan (Understanding the Customer) menjadi pertimbangan investor dalam mempersepsikan kualitas pelayanan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta ? Keberhasilan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta dalam mengemban amanah yang telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 sangat ditentukan oleh kerjasama berbagai pihak yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perizinan penanaman modal. Berjalannya PTSP Penanaman Modal sangat diperlukan oleh dukungan instansi teknis yang selama ini menangani perizinan-perizinan penanaman modal, maupun kemampuan PTSP Penanaman Modal itu sendiri dalam menjawab tantangan ekonomi global. Untuk itu pertanyaan spesifik berikutnya adalah Faktor-faktor internal maupun eksternal apa yang mempengaruhi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta ? Untuk itu yang menjadi pertanyaan pokok dalam kajian ini adalah bagaimanakah rancangan program strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta ?. Hal ini sangat penting karena dari hasil kajian tersebut, berbagai program
25
peningkatan pelayanan dalam rangka penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal diharapkan dapat diintegrasikan dan disinergikan menjadi suatu kebijakan baru untuk pengembangan pelaksanaan PTSP Penanaman Modal pada waktu mendatang .
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi peningkatan kualitas penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal dalam upaya kepuasan investor di Provinsi DKI Jakarta. Adapun tujuan dari kajian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana tingkat kepuasan investor terhadap kualitas pelayanan yang diberikan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta kepada para investor. 2. Mengetahui apakah faktor Fisik Nyata (Tangible), (2). faktot Keandalan (Reliability), (3). faktor Daya Tanggap (Responsiveness), (4). faktor Ketrampilan (Competence), (5). Faktor Keramahan (Courtesy), (6). faktor Kredibilitas (Credibility), (7). faktor Keamanan (Security), (8). faktor Kemudahan (Access), (9). faktor Komunikasi (Communication), (10). faktor Pengertian Terhadap Pelanggan (Understanding the Customer) menjadi pertimbangan investor dalam mempersepsikan kualitas layanan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. 3. Menganalisis faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor-faktor eksternal (ancaman dan peluang) yang mempengaruhi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. 4. Merumuskan strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu :
26
1. Bagi investor/calon investor sebagai gambaran dan bahan masukan penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal bagi Investor yang akan mananamkan modalnya atau merencanakan investasi di DKI Jakarta. 2.
Bagi penulis,kajian ini dapat menambah pemahaman penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal yang diberikan kepada para Investor/calon investor.
3. Bagi akademisi sebagai referensi atau sumber informasi mengenai penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal 4
Bagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, khususnya BPM & PKUD Propinsi DKI Jakarta, kajian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk memperbaiki kinerja PTSP Penanaman Modal kearah yang lebih baik.
1. 5 Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup kajian ini dimaksudkan agar kajian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Kajian ini dibatasi pada perijinan Penanaman Modal baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang diselenggarakan pada Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah Propinsi DKI Jakarta.
27
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan/Service Quality (ServQual) jauh lebih sukar didefinisikan, dijabarkan dan diukur bila dibandingkan dengan kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian kualitas telah lama eksis untuk barang– barang berwujud (Tangible Goods), maka untuk pelayanan, berbagai upaya sedang dikembangkan untuk merumuskan ukuran – ukuran semacam itu. Pada dasarnya, definisi kualitas pelayanan terfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wykop (dalam Lovelock,1988), kualitas pelayanan merupakan tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan Parasuraman berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah layanan yang diharapkan (Expected Service) dan layanan yang dipersepsikan (Perceived Service), sehingga implikasinya baik buruknya layanan tergantung pada kemampuan penyediaan layanan memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Terbentuknya harapan atas layanan dari para pelanggan dipengaruhi oleh berbagai kegiatan marketing seperti iklan, promosi, penjualan, harga, tradisi maupun adanya kontak konsumen dengan penyediaan layanan sebelumnya. Sementara layanan yang diterima dipengaruhi oleh kontak antar personel dengan penyediaan layanan , fasilitas fisik, prosedur yang merupakan bagian dari sistem layanan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Christoper (1992) bahwa pelayanan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan
yang
berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau pelayanan yang diterima dan digunakan dengan tujuan memuaskan pelanggan dalam jangka panjang. Menurut Lovelock (1994) dalam bukunya ”Produk Plus” merupakan suatu gagasan menarik tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan (Service) akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat pada perusahaan dalam meraih profit bahkan untuk menghadapi persaingan. Lebih jauh Lovelock (1994) merumuskan secara rinci faktor–faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan secara langsung dapat dirasakan investor yaitu pelayanan (Service) digambarkan sebagai diagram bunga yang
28
memiliki titik-titik rawan yang ada disekitar inti (core) yang akan menjadi penilaian bagi pelanggan. pada ”Fenomena Sektor Publik dan era Service Quality (Servqual)”.
Gambar 1. ”The Flower of Service” Lovelock, 1 Information Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari produk dan jasa yang diperlukan oleh customer. Seorang custcomer akan menanyakan pada penjual apa, bagaimana, berapa, kepada siapa, dimana diperoleh, dan berapa lama memperoleh barang dan jasa yang diinginkannya. Penyediaan saluran informasi yang langsung memberikan kemudahan dalam rangka menjawab keingintahuan customer tersebut, adalah penting. Absennya saluran informasi pada petal yang pertama ini akan membuat minat para pembeli menjadi surut. 2 Consultation Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya customer akan membuat suatu keputusan, yaitu membeli atau tidak membeli. Didalam proses memutuskan ini acapkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak berkonsultasi baik menyangkut masalah teknis, administrasi, harga, hingga pada kualitas barang dan manfaatnya. Untuk
29
mengantisipasi titik krisis yang kedua ini, para penjual harus menyiapkan sarananya, menyangkut materi konsultasi, tempat konsultasi, personal konsultan, dan waktu untuk konsultasi secara Cuma-Cuma. 3. Ordertaking Keyakinan yang diperoleh customer melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan untuk memesan produk yang diinginkan. Penilaian pembeli pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada kemudahan pengisian aplikasi maupun administrasi pemesanan barang yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, syarat-syarat ringan, dan kemudahan memesan melalui teleopon/fax dan sebagainya. 4. Hospitality Costomer yang berurusan secara langsung ketempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian terhadap sikap ramah dan sopan dari para karyawan, ruang tunggu yang nyaman, kafe untuk makanan dan minuman, sehingga tersedianya wc/toilet yang bersih. 5 Caretaking Variasi background customer yang berbeda-beda pula. Misalnya yang bermobil menginginkan tempat parker yang leluasa, yang tidak mau keluar rumah mengininkan fasilitas delivery. Kesemuanya harus dipedulikan oleh penjual. 6 Exceptions Beberapa customer kadang–kadang menginginkan pengecualian kualitas pelayanan, misalnya saja bagaimana dan dengan cara apa perusahaan melayani klaim-klaim pelanggan yang datang secara tiba-tiba; garansi terhadap tidak berfungsinya produk;restitusi akibat produk tidak bias dipakai,layanan untuk orang diet, anak-anak, kecelakaan dan sebagainya. 7 Biling Titik rawan ketujuh berada pada administrasi pembayaran. Niat baik pembeli untuk menuntaskan transaksi sering digagalkan pada titik ini. Artinya penjual harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pembayaran, apakah itu menyangkut daftar isian formulir transaksi, mekanisme pembayaran hingga keakuratan rekening tagihan.
30
8 Payment Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan pada keinginan pelanggan. Dapat saja berupa self service payment seperti penggunaan koin/uang receh pada telepon umum, kemudian melalui LLG/ transfer bank, melalui credit card, debet langsung pada rekening pelanggan di bank, sehingga tagihan ke rumah (Lovelock,1994). Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami pula melalui ”Consumer Behavior” (perilaku konsumen) yaitu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka ( Schiffman-Kanuk, 1994.) Dengan kata lain, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dipersepsikan (Perceived Service) (Parasuraman,1985). Implikasinya, baik buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Keputusan-keputusan seseorang konsumen untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu barang-jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara lain adalah persepsinya terhadap kualitas pelayanan. Pernyataan ini menunjukan adanya interaksi yang kuat antara ”Kualitas Pelayanan” dengan ”Kepuasan Konsumen”. Harapan konsumen terhadap kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya dari mulut ke mulut,kebutuhan-kebutuhan konsumen itu sendiri,pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi suatu produk-jasa, hingga pada komunikasi eksternal melalui iklan dan lain sebagainya.
2.2 Pengukuran Kepuasan Klien (Pelanggan) Salah satu riset sistematis untuk mengetahui harapan pelanggan adalah dengan melakukan riset kualitatif yang dikenal dengan nama Focus Group Discussion (FGD). Dengan cara ini, pelanggan (responden) sebanyak 8-12 orang dikumpulkan dalam suatu ruangan, kemudian seorang moderator akan memimpin jalannya diskusi. Moderator dapat menanyakan kepada pelanggan, apa yang membuat mereka puas atau tidak puas dengan produk atau jasa yang mereka gunakan saat ini (Irawan, 2002). Selain FGD, perusahaan jasa dapat menggunakan cara pengumpulan informasi yang berhubungan dengan komplain pelanggan. Dalam hal ini, jumlah komplain yang masuk dan jenis komplain yang disampaikan pelanggan dimonitor secara terus menerus.
31
Hal ini dapat ditempuh dengan cara menempatkan kotak saran pada tempat-tempat pelayanan atau kuesioner diruang-ruang tunggu. Cara yang sering digunakan adalah menggunakan call center atau hot line service, yaitu saluran telepon bebas pulsa untuk pengaduan dan komplain. Menurut hasil survai yang dilakukan oleh frontier (Irawan, 2002) terdapat lima alasan mengapa pelanggan enggan melalukan komplain, yaitu (1) masalah yang dihadapi relatif tidak penting dan bisa diatasi sendiri;(2) pelanggan yakin bahwa perusahaan tidak akan melakukan tindakan apapun atas komplain yang disampaikan; (3) pelanggan tidak tahu cara menyatakan komplain; (4) pelanggan tidak tahu harus komplain kepada siapa (siapa yang bertanggung jawab terhadap layanan yang telah diterima); dan (5) pelanggan lebih memilih untuk menggunakan jasa perusahaan lain atau jasa pihak ketiga. Hopson dan Scally (1997) mengemukakan metode yang sistematis untuk melakukan pengukuran, yaitu : Survey konsumen : dapat dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada para pelanggan secara periodik. Pemilihan subyek dilakukan secara acak atau telah ditentukan sebelumnya. Survey melalui telepon: Survey ini dilakukan dengan cara menelepon secara acak pelanggannya untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggannya. Survey melalui staf : mencari keterangan dengan menggunakan ketrampilan yang dimiliki oleh staf terutama para staf ujung tompak. Membuat sebuah sistem sehingga semua keluhan yang masuk tertulis dan terpusat. Untuk itu seseorang diserahi tanggung jawab untuk memonitor semua keluhan dan kemudian melaporkannya kembali. Memonitor performan staf karyawan perusahaan; tindakan ini sebaiknya dilakukan setelah pertimbangan yang hati-hati dan dengan didukung oleh seluruh staf. Namun demikian, dari beberapa alat ukur yang tersedia, model Parasuraman adalah yang paling populer. Model pengukuran kualitas layanan yang terdiri dari sejumlah pertanyaan berpasangan yang disusun dengan skala ServQual. Konseptualisasi skala ServQual difokuskan pada konsep tentang kualitas yang dirasakan (perceived quality). Kualitas yang dirasakan merupakan suatu perbandingan antara harapan dan persepsi kinerja suatu jasa namun tidak equivalen dengan kepuasan. Butir-butir skala ServQual tersebut didasarkan pada 10 dimensi (Tampilan Fisik, Keandalan,
Daya
Tanggap,
Ketrampilan,
Keramahan,
Kredibilitas,
Keamanan,
Kemudahan, Komunikasi, Pengertian Terhadap Pelanggan) yang dijadikan sebagai 32
kriteria oleh pelanggan dalam menentukan kualitas jasa. Kesepuluh dimensi tersebut digunakan untuk memudahkan analisis terhadap atribut-atribut kualitas layanan. Model inilah yang akan digunakan untuk menganalisis kualitas layanan PTSP penanaman modal di DKI Jakarta.
2.3 Strategi Penyelenggaraan PTSP Strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi (mulyadi, 2001). Proses perencanaan strategis dapat dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan (Rangkuti, 2004). Strategi penyelenggaraan
PTSP
penanaman modal tidak terlepas dari pengaruh perubahan lingkungan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Mencermati lingkungan internal diperlukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang perlu dibenahi, diperbaiki dan ditingkatkan. Sedangkan lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman, merupakan faktor yang perlu dijawab guna mengatasi berbagai masalah yang mungkin akan dihadapi pada masa yang akan datang. Penilaian yang diperlukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal memungkinkan manajemen mengidentifikasikan berbagai jenis peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan. Berbagai peluang tersebut berupa kemungkinan yang wajar untuk dipertimbangkan. Dalam melakukan analisis tentang berbagai kemungkinan tersebut manajemen mutlak perlu melakukan penyaringan yang cermat sehingga terlihat perbedaan nyata antara kemungkinan sebagai peluang dan kemungkinan yang diinginkan. Jika proses demikian dilalui dengan tepat, hasilnya ialah suatu pilihan yang sifatnya strategis. Suatu pilihan strategis harus bermuara pada penggabungan antara sasaran jangka panjang dan strategi dasar organisasi yang pada gilirannya menempatkan organisasi pada yang optimal dalam menghadapi lingkungannya dalam rangka mengemban misi yang telah ditetapkan sebelumnya. PTSP menurut Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 adalah kegiatan pelayanan perizinan dan yang proses pengelolaannya mulai tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat melalui satu pintu. Dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan juga pemberian akses yang lebih luas kepada investor dalam memperoleh pelayanan dibidang penanaman modal. Adapun sasaran PTSP adalah terwujudnya pelayanan yang cepat, murah, mudah dan
33
transparan serta meningkatkan hak-hak investor terhadap pelayanan di bidang penanaman modal. Dalam perjalananannya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 ditindak lanjuti dengan keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal yang memberikan kewenangan kepada BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan dan mengelola semua jenis pelayanan perijinan dan non perijinan dalam rangka penanaman modal. Pelayanan non perijinan terdiri dari surat keterangan domisili, akte pendirian perusahaan, pengesahan badan hukum, NPWP, rekomendasi untuk mendatangkan tenaga kerja asing, sedangkan perizinan penanaman modal terdiri dari izin usaha sementara, Surat Persetujuan Penunjukan Penggunnaan Tanah (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), keterangan status tanah, Izin Undang– Undang Gangguan (UUG), Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) dan Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA). Ijin–ijin tersebut dilaksanakan secara paralel. Penyelenggaraan PTSP harus memperhatikan prinsip-prinsip kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan harus dilaksanakan secara mudah, cepat, tepat, lancar, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan Sejak keluarnya Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijaksanaan guna menciptakan iklim investasi yang sehat, berupa pemberian fasilitas, kemudahan-kemudahan, keringanan dan insentif bagi investor. Penciptaan iklim usaha yang sehat tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran serta baik usaha negara, usaha kecil menengah dan koperasi maupun usaha swasta, sehingga diharapkan akan tercipta struktur ekonomi yang lebih kokoh dan saling
menunjang,
mendorong
pertumbuhan
ekonomi,
memperluas
pemerataan
pembangunan, memperluas kesempatan berusaha dan meningkatkan lapangan kerja.
2.4 Perilaku Aparatur/Petugas dalam Sistem Pelayanan Aparatur pemerintah/petugas yang mendapatkan kepercayaan untuk melayani investor baik secara langsung, maupun tidak langsung perlu menyadari bahwa dirinya dituntut untuk memahami sosok birokrat/aparat pelayanan yang dapat memberikan pelayanan yang berkualitas : 1. Sensitif dan responsif terhadap peluang dan tantangan yang dihadapi
34
2. Dapat mengembangkan fungsi instrumental dengan melakukan terobosan melalui pemikiran yang inovatif dan kreatif 3. Berwawasan futuris dan sistemik sehingga resiko yang bakal timbul akan diminimalisir 4. Berkemampuan dalam mengoptimalkan sumber daya yang potensial. Penerapan sistem kualitas pelayanan yang berfokus pada investor dapat berhasil guna apabila lebih awal dipahami hambatan yang dihadapi. Salah satu hambatan yang selama ini dialami adalah ketidakpedulian aparatur/ petugas dalam menerapkan sistem kualitas pelayanan yang mengarah pada kepuasan investor. Ketidakpuasan pihak yang dilayani seringkali disebabkan karena keterbatasan kemampuan aparatur/petugas pelayan yang bertugas melayani. Selain itu, mungkin juga karena petugas tersebut tidak memberikan pelayanan sepenuh hati kepada investor yang dilayani, sehingga diantaranya timbul gap yang menciptakan hambatan-hambatan pada pelayanan yang dikembangkan dalam management kualitas, adalah : 1. Ketiadaan komitmen dari pimpinan/manajemen 2. Ketiadaan pengetahuan atau kekurang pahaman tentang manajemen kualitas bagi petugas yang bertugas melayani 3. Ketidakmampuan petugas merubah kultur yang mempengaruhi kualitas pelayanan kepada investor. 4. Ketidaktepatan perencanaan kualitas yang dijadikan pedoman dalam melayani investor. 5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan (terus menerus) belum optimal. 6. Ketidakmampuan membangun”learning organization”, learning by the individuals” dalam organisasi. 7. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dan kebutuhan 8. Ketidakcukupan sumber daya 9. Ketidaktepatan system penghargaan dan balas jasa bagi petugas 10.
Ketidaktepatan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas kedalam organisasi
11.
Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada investor baik internal maupun eksternal
12.
Ketidaktepatan dalam pemberdayaan (empower) dan kerja sama (team work). Keberhasilan penerapan system kualitas pelayanan dalam organisasi menurut
Gaspersz adalah sangat dipengaruhi oleh dua hal pokok, (1) keinginan besar managemen dari puncak untuk menerapkan prinsip-prinsip kualitas dalam organisasi, dan (2) prinsip35
prinsip kualitas itu diakomodasikan ke dalam system manajemen kualitas. Oleh karena itu, manajemen/pimpinan dituntut bertanggung jawab menerapkan kebijaksanaan pada kualitas pelayanan sehingga memberikan output bagi kepuasan pelanggan. Berdasarkan pandangan diatas, maka dengan terdapatnya unsur dilaksanakannya evaluasi kebijaksanaan didalamnya, menuntut adanya mekanisme dan prosedur institusional dimana kewenangan yang lebih tinggi (superior) mampu menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi pelaksanaan (subordinat) untuk melaksanakan program-program secara konsisten sesuai dengan sasaran program dan diharapkan dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan, sehingga dapat dirumuskan sebagai serangkaian proses penghantaran (delivery of services system) untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain yang ingin dicapai dari dilaksanakannya kualitas pelayanan adalah mengembalikan citra (perilaku) aparatur Pemerintah yang merupakan kepeduliannya terhadap pelayanan yang diberikan aparatur guna mengesampingkan akibat birokrasi yang kaku dan berbelit-belit yang selama ini dirasakan investor.
36
III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari strategi pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta, diawali dengan terbitnya Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 tentang Petunjuk Tehnis Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Sebelum terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007, proses perijinan penanaman modal memakan waktu yang relatif lama, proses perijinan dimasing-masing instansi teknis yang berwenang menangani perijinan, serta biaya yang tidak jelas. Terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 telah memberikan perubahan dalam pemprosesan perijinan penanaman modal, yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada para investor. Waktu perijinan relatif lebih cepat, proses perijinan melalui satu pintu (BPM dan PKUD) Propinsi DKI Jakarta dan biaya jelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Investasi mempunyai peranan yang penting dalam menunjang perekonomian, karena
dampaknya
antara
lain
terjadinya
penyerapan
tenaga
kerja,
sektor
investasi/penanaman modal diharapkan berperan lebih aktif untuk menunjang target pertumbuhan ekonomi nasional pada Tahun 2008 sebesar 6 %. BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta sebagai Badan yang mengelola kegiatan Penanaman Modal baik Penanaman Modal Asing (PMA), maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terus berupaya untuk mencapai target tersebut diatas, dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif diantaranya melalui peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan . Kemampuan terhadap pelayanan dapat dilakukan dengan beberapa macam cara diantaranya yaitu melalui analisis ServQual. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menghasilkan data kuantitatif yang akan dideskripsikan dalam bentuk kepuasan / ketidakpuasan investor terhadap penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta, sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi Penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Hasil dari analisis ServQual akan menunjukan kepuasan/ketidakpuasan investor terhadap pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Kepuasan/ketidakpuasan para investor banyak faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dari faktor-faktor
37
internal dan eksternal tersebut dapat diketahui strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Pemilihan dan penetapan strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal ini dilakukan dengan menggunakan Analisis SWOT. Hal ini dilakukan dengan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.
38
BPM & PKUD (sebelum th 2007) Proses Perijinan Penanaman Modal * Waktu relatif lama * Proses masing-masing Instansi teknis * Biaya tidak jelas
Pembentukan PTSP (th 2007) KepGub No. 112/2007 dan 53/2008: * Waktu relatif lebih singkat * Proses perijinan melalui BPM dan PKUD * Biaya jelas
Survey Lapangan (Analisis ServQual) berdasarkan Dimensi ServQual) : * Tangible * Reliability * Responsiveness * Competence * Courtesy
* Credibility * Security * Accsess * Comunication * Understanding the Customer
Kepuasan / Ketidakpuasan Investor
Analisis Faktor Internal (Matriks IFE)
Analisis Faktor Eksternal (Matriks EFE)
Tahap Pencocokan Matriks SWOT Alternatif Startegi
Tahap Keputusan QSPM
Startegi Pengembangan PTSP PM
Rancangan Program
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian
39
Kajian dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta. Dasar pertimbangan dipilihnya Propinsi DKI Jakarta sebagai tempat kajian ini bersifat makro sehingga satuan unit kajian diambil tingkat Propinsi. Kajian ini dilaksanakan selama empat bulan dengan mendatangi Badan/Dinas yang terkait dengan perijinan Penanaman Modal yaitu : Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaaan dan Usaha Daerah (BPM&PKUD), yang merupakan instansi yang menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pelaksanaannya sejak tahun 2007 berdasarkan Surat Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Instansi teknis terkait perijinan penanaman modal adalah Dinas Tata Kota, Dinas Ketentraman dan Ketertiban, Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan, Dinas Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, dan Dinas Pendapatan Daerah. Disamping terhadap instansi penyelenggara dan instansi teknis, penulis juga telah menyampaikan daftar kuisener terhadap 100 investor baik PMA maupun PMDN di Propinsi DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2008.
3.3 Sasaran Kajian dan Teknik Sampling Untuk mendapatkan gambaran mengenai penyelenggaraan PTSP Penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta yang konkrit, valid dan objektif, sasaran kajian diarahkan kepada responden (investor) dan juga aparatur/petugas PTSP yang berkaitan langsung terhadap penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal. Disamping itu juga sasaran kajian diarahkan kepada stakeholder (pihak-pihak yang berkepentingan) baik langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan perijinan penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta yaitu : Kepala BPM dan PKUD, Kepala Dinas Tata Kota, Kepala Dinas P2B, Kepala Dinas Perindag, Kepala BPLHD, Kepala Dispenda, Kepala Dinas Pariwisata dan Kepala Dinas Tramtib. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, artinya responden diambil secara sengaja berdasarkan keahlian dan keterkaitannya baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Jumlah sampel sebanyak ........, terdiri dari dari kalangan investor dan birokrat. Penentuan responden ini didasari dari kewenangan yang dimiliknya yang berkaitan dengan pengambil kebijakan, penentu kebijakan dan pelaku investasi. Tabel 2. Rincian Jumlah Responden No.
UNSUR
JUMLAH 40
1.
Kepala BPM dan PKUD
1
2.
Kepala Dinas Tata Kota
1
3.
Kepala Dinas Ketentraman dan Ketertiban
1
4.
Kepala Dinas Perindag
1
5.
Kepala BPLHD
1
6.
Kepala Dispenda
1
7.
Kepala Dinas Pariwisata
1
8.
Kepala Dinas Tramtib
1
9.
Petugas PTSP
12
10. Investor
100 Jumlah
120
3.4 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari BKPM RI, BPM dan PKUD, Bappeda, BPS dan instansi lainnya. Guna melengkapi dan menyempurnakan bahan kajian ditambahkan dengan data kualitatif (data primer) yang diperoleh dengan metode survey atau wawancara dengan responden berdasarkan purposive sampling (Kasto, 1995). Pengumpulan informasi dari responden sebagai identifikasi menggunakan daftar kuisener terdiri dari kepuasan investor dengan metode ServQual, kemudian identifikasi faktor internal dan eksternal. Dengan metode tersebut dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan pelaksanaan PTSP Penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisa Data. Setelah data yang terkait dengan kajian diperoleh maka data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan strategi pengembangan PTSP Penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta. Data sekunder yang terdiri dari jumlah dan nilai investasi, jumlah perijinan dan waktu pemprosesan perijinan, data ekonomi makro Propinsi DKI Jakarta dilakukan dengan cara tabulasi. Data hasil quesioner dilakukan identifikasi kepuasan investor dengan metode Service Quality (ServQual). Dari hasil ServQual dilakukan tahapan identifikasi lingkungan strategis internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT. 41
Analisis data terhadap data sekunder dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan pengolahan sederhana menggunakan tabulasi silang. Sedangkan terhadap data primer dari hasil wawancara responden dilakukan dengan Analisis ServQual yaitu yang terbagi dalam Ten Dimension ServQual dan metode perancangan strategik dengan menggunalan Analisis SWOT, yang dibagi menjadi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).
3.5.1 Analisis Service Quality (ServQual) Menurut Parasuraman (2008) Kualitas suatu pelayanan umumnya berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan dan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Dengan demikian terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (Expected Service) dan pelayanan yang diterima (perceived service). Penilaian kualitas pelayanan model servqual ini mencakup perhitungan perbedaan diantara nilai yang diberikan para responden untuk setiap pasang berkaitan dengan harapan dan kinerja. Skor ServQual untuk setiap pasang pernyataan bagi masing–masing responden dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Skor ServQual = Skor Kinerja – Skor Harapan Metode ServQual (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman dan Zeithaml adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Pengukuran–pengukuran dalam metode ini menggunakan elemen-elemen dalam jasa. Mutu jasa diukur secara kuantitatif dalam bentuk kuisioner yang item-item pertanyaaannya berasal dari dimensi-dimensi mutu jasa. Menggunakan atribut-atribut berdasarkan dimensi-dimensi kualitas jasa (ServQual), yaitu : 1. Tangibles atau bukti fisik yaitu pelayanan yang berupa penyediaan sarana dan fasilitas fisik, peralatan, tenaga kerja (personil) dan materi komunikasi. Pada penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal atribut-atribut pada dimensi ini bisa juga digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, antara lain : a. Lokasi kantor : lokasi kantor penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal sebaiknya yang strategis, tidak macet, karena selain memberikan akses kemudahan untuk dijangkau, juga memudahkan para investor apabila para investor harus meneruskan kepentingan ke tempat lain. Lokasi kantor dianggap penting karena di
42
DKI Jakarta lokasi kantor memegang peranan, dengan lokasi kantor yang strategis, mudah dijangkau dan juga tidak terkena jalur Three In One maka akan meningkatkan kualitas pelayanan. b. Lokasi parkir : BPM dan PKUD selaku penyelenggara PTSP Penanaman Modal harus dapat menyediakan sarana parkir yang memadai bagi para investor, sehingga ada kenyamanan tersendiri bagi para investor, sebagian besar investor yang mengurus perijinanan membawa kendaraan sendiri. c. Kenyamanan ruang tunggu : ruang tunggu adalah tempat yang harus mendapatkan perhatian bagi unit pelayanan, karena ruangan ini sebagai tempat menunggu para bagi para investor, sehingga harus dibuat senyaman mungkin. d. Kebersihan ruang tunggu : ruang tunggu harus bersih agar tidak terkesan kumuh, bebas dari asap rokok untuk itu ruang tunggu sebaiknya setiap saat ada petugas kebersihan yang siap selalu membersihkan ruangan untuk menunggu. e. Penampilan petugas : petugas PTSP sebaiknya berpenampilan menarik yang dapat menyenangkan dan enak untuk dilihat, untuk itu sebaiknya harus berpenampilan rapih dan bersih, sebagai salah satu identitas bagi PTSP Penanaman Modal itu sendiri. f. Kelengkapan peralatan kantor : PTSP Penanaman Modal sebaiknya memiliki alat penunjang kantor yang memadai, karena dapat memudahkan bagi operasional PTSP sehingga lebih efektif dan efisien. g. Kelengkapan administrasi kantor : PTSP harus dapat menyediakan sarana administrasi yang lengkap, harus dapat menjalankan administrasi kearsipan yang dinamis, dimana kalau hal ini dapat dilaksanakan maka semua urusan yang ada akan lebih mudah.
2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan menunjukan jasa yang diandalkan dan akurat seperti yang dijanjikan. Yang meliputi ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk setiap pelanggan, sikap yang simpatik dan lain sebagainya. Pada PTSP Penanaman Modal atribut-atribut pada dimensi ini antara lain : a. Penyampaian informasi : Sebagai lembaga pelayanan publik harusnya dapat memberikan informasi yang cepat dan jelas kepada para investor, jika informasi itu dapat nyampe dengan cepat ke investor maka hal tersebut merupakan bentuk dari kehandalan PTSP
43
b. Waktu yang dijanjikan : jadwal waktu penyelesaian merupakan prioritas utama yang harus diperhatikan, jika jadwal waktu yang dijanjikan sesuai dengan kenyataan dalam penyelesaian perijinan, maka hal ini juga merupakan prestasi bagi PTSP dalam hal kedisiplinan waktu. c. Ketepatan waktu penyelesaian : ketepatan ini diperlukan untuk memberikan jaminan kepada para investor dalam menyelesaikan perijinan-perijanan yang dilakukan PTSP Penanaman Modal. d. Pencatatan yang akurat dan benar : Pencatatan ini diperlukan agar tidak terjadi salah nama atau alamat, karena akan mempersulit dalam hubungan koresponden antara pembina dan pihak investor/perusahaan, dan dapat terjadi nama perusahaan yang double dan ini dapat menimbulkan masalah dikemudian hari.
3. Responsiveness
(daya tanggap)
yaitu
kesanggupan
untuk membantu dan
menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, transparan serta tanggap terhadap keinginan konsumen (investor). Atribut-atribut dalam dimensi ini adalah : a. Kepastian waktu pelayanan dengan adanya aturan tentang waktu yang pasti bahwa suatu perijinan dapat diselesaikan akan sangat membantu para investor untuk dapat menyiapkan jauh hari sebelumnya sesuai dengan time scedul penyelesaian proyek b. Kecepatan pelayanan merupakan gerakan yang sigap dan cepat dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan para investor, sebagai salah satu wujud bentuk loyalitas yang diberikan petugas terhadap para investor. c.
Kesediaan untuk membantu dengan adanya kesediaan para petugas PTSP Penanaman Modal untuk membantu para investor yang memerlukan bimbingan dan arahan merupakan salah satu wujud tanggung jawab moril para petugas kepada investor.
d. Tanggap untuk melayani dengan menanggapi keluhan-keluhan para investor dengan cepat, maka hal itu merupakan bentuk ketanggapan PTSP Penanaman Modal dalam mempertanggungjawabkan tugas untuk melayani kebutuhan dan keluhan investor.
4. Competence (Ketrampilan) yaitu kesanggupan yang didukung keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan di bidang penanaman modal. Atribut yang termasuk dalam dimensi ini adalah : 44
a. Keahlian yang dimiliki : seharusnya setiap petugas PTSP harus memiliki keahlian masing–masing sesuai dengan bidang tugasnya, sehingga akan memudahkan dalam merampungkan pekerjaan dan dengan mudah pula membantu para investor dengan keahlian yang dimiliki. b.
Pengetahuan yang dimiliki : idealnya setiap petugas PTSP dibekali dengan pengetahuan yang cukup mengenai Penanaman Modal sehingga apabila ada pertanyaan dari investor, petugas dapat menjawab dengan cepat karena luasnya pengetahuan yang dimiliki.
5. Courtesy (keramahan) yaitu menunjukan sikap sopan santun, penghargaan,perhatian, dan bersahabat dari petugas saat memberikan pelayanan pada konsumen (investor), pada PTSP Penanaman Modal yang menjadi atribut pada dimensi ini adalah : a. Sikap ramah tamah/sopan santun : jika petugas PTSP mampu melayani kebutuhan para investor dengan sikap yang ramah dan sopan, maka secara tidak langsung menimbulkan sikap empaty para investor terhadap petugas PTSP. b. Sikap persahabatan : sikap persahabatan yang ditampilkan para petugas PTSP akan membuat para investor betah untuk melakukan usahanya di DKI Jakarta karena sudah terjalin hubungan yang baik antara petugas dan investor.
6. Credibility (kredibilitas) yaitu kesanggupan memberikan kepercayaan, kejujuran, dan sikap tegas tetapi penuh perhatian dari petugas PTSP terhadap investor, pada PTSP Penanaman Modal yang menjadi atribut ini adalah : a. Dapat dipercaya : apabila para petugas PTSP dapat dipercaya untuk menjalankan tugasnya dengan baik dan benar ini merupakan salah satu bentuk dukungan yang diberikan pimpinan kepada petugas untuk dapat melayani para investor dengan baik. b.
Sikap jujur dan terbuka : seharusnya setiap unit pelayanan harus memiliki kejujuran dalam hal apapun, agar investor percaya. Untuk itu semua petugas PTSP harus jujur dan transparan dalam hal apapun terutama dalam hal menentukan biaya yang sebenarnya.
7. Security (keamanan) yaitu kesanggupan memberi kemudahan dan sikap konsistennya petugas bagi investor dalam menerima kemudahan, pada PTSP Penanaman Modal yang menjadi atributnya adalah : 45
a.
Rasa aman : rasa aman sangat diperlukan oleh investor dalam menjalankan usahanya sehingga ada ketenangan dalam melakukan investasi, untuk itu Pemerintah wajib menjamin rasa aman para investornya.
b. Yakin atas perbuatan petugas, sikap meyakinkan petugas terhadap investor agar mereka mau menanamkan modalnya di DKI Jakarta sangat diperlukan, mengingat kepercayaan investor sudah menurun akibat tidak adanya kepastian hukum.
8. Access (kemudahan) Kesanggupan memberikan kemudahan dan sikap konsistennya petugas bagi investor dalam menerima kemudahan pelayanan, pada PTSP Penanaman Modal yang menjadi atributnya adalah : a.
Kemudahan dalam pelayanan, idealnya setiap unit ataupun perusahaan yang menyediakan jasa pelayanan harus memberikan kemudahan-kemudahan, sehingga pelanggan/konsumen akan mendapatkan kemudahan.
b. Sikap tegas dan konsisten, setiap petugas PTSP dituntut untuk memiliki ketegasan sehingga tidak membingaungkan investor, serta konsisten menjalankan terhadap apa-apa yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan.
9. Communication (Komunikasi) Kemampuan melakukan hubungan timbal balik, pengertian, memberikan pemahaman yang jelas dan kemauan mendengarkan konsumen dalam bagian pelayanan, dalam PTSP Penanaman Modal yang menjadi atributnya adalah : a.
Siap menerima saran dan kritik, idealnya bagi suatu unit / perusahaan jasa pelayanan harus menyediakan kotak saran dan kritik, hal ini diperlukan buat peningkatan kinerja dimasa yang akan datang
b.
Siap memberikan informasi , dengan menginformasikan hal apapun kepada investor terutama yang berhubungan dengan kebijakan penanaman modal, maka hal tersebut merupakan bentuk keseriusan petugas PTSP untuk membantu para investor mendapatkan informasi secara jelas dan transparan agar tidak terjadi kekeliruan.
10. Understanding the Customer (pengertian terhadap pelanggan) kemampuan untuk mengenal investor, mengerti akan kebutuhan dan keinginan investor, dalam PTSP yang menjadi atributnya adalah :
46
a. Memahami terhadap kebutuhan, dengan memahami terhadap kebutuhan/ tuntutan yang diinginkan investor ini merupakan bentuk keseriusan PTSP Penanaman Modal dalam upaya meningkatkan pelayanan investasi. b.
Memberikan
solusi
permasalahan : dengan
menanggapi permasalahan-
permasalahan yang dikeluhkan investor merupakan upaya petugas untuk membantu mencarikan solusi yang terbaik bagi para investor. c. Kebutuhan yang fleksibel untuk diakomodasi : dengan mengetahui kebutuhankebutuhan yang diinginkan para investor maka petugas PTSP harus dituntut untuk menetapkan kebutuhan mana yang sifatnya fleksibel atau yang luwes untuk ditempatkan dalam skala prioritas pemenuhannya.
Langkah-langkah untuk menganalisis tingkat kepuasan invertor terhadap penyelenggaraan PTSP adalah : 1. Mengidentifikasi atribut-atribut pelayanan berdasarkan dimensi ServQual yaitu Tangible, Realiability, Responsiveness, Competence, Courtesy, Credibility, Security, Access, Communication dan Understanding the Customer. Hal ini berguna bagi sebagai bahan kuisioner untuk responden. 2. Kemudian kuisioner untuk para investor, mengukur tingkat
kinerja aktual (X)
terhadap pelayanan yang diterima investor dari petugas PTSP saat ini, dan harapan (Z) investor terhadap kinerja PTSP 3. Untuk penilaian harapan investor, ditetapkan angka rata-rata 4 yang berarti puas, hal ini dimaksudkan mengingat PTSP penanaman modal baru pertama kali maka untuk pengukuran harapan ditetapkan terlebih dahulu angka 4 yang berarti puas. Kedepan baru ditingkatkan agar harapan bisa pada angka 5 yang berarti sangat puas. 4. Setelah kuisioner terisi oleh responden, maka penulis harus menghitung jawaban responden berdasarkan atribut-atribut perdimensi. Setelah data-data diolah kedalam Microsof Excel 2003 (dengan bantuan komputer) maka secara otomatis akan didapat rata-rata tingkat kinerja. Kemudian nilai rata-rata harapan (4) dikurangi dengan skor rata–rata persepsi/kinerja aktual, sehingga diperoleh kesenjangan (gap). Atau dihitung dengan menggunkan rumus : NK = X – Z dimana
47
NK
= Nilai Kesenjangan
X
= Nilai Rata-rata Persepsi/Kinerja Aktual
Z
= Nilai Rata-rata Harapan
Jika NK = 0 maka tingkat pelayanan sama persis dengan yang diharapkan, jika NK < 0 maka tingkat pelayanan kurang dari yang diharapkan, jika NK > 0 maka tingkat pelayanan sangat memuaskan pelanggan. 5. Setelah mendapatkan gap dari pengukuran berdasarkan atribut setiap dimensi, kemudian penulis juga menghitung kesenjangan tiap dimensi 6. Interprestasikan hasil perhitungan gap per atribut dan perhitungan gap per dimensi. Sehingga dapat diketahui dimensi mana saja yang pelayanannya harus diprioritaskan oleh PTSP Penanaman Modal Provinsi DKI Jakarta.
3.5.2 Metode Perancangan Strategik (Analisis SWOT) Perancangan strategik dilakukan dengan menggunakan Analisis SWOT. SWOT terdiri dari faktor strategis yakni faktor Internal yang berisi kekuatan dan kelemahan serta faktor Eksternal yang berisi peluang dan ancaman. Analisis dengan menggunakan matriks SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan layak dan sesuai untuk dilaksanakan. SWOT terdiri dari dua faktor strategis yakni internal berisi kekuatan dan kelemahan serta eksternal berisi peluang dan ancaman. Sebagai bagian dari analis SWOT dan sebagai bahan dari langkah pengembangan strategi maka digunakan teknik Snow Card atau Snow Ball (Nutt dan Backoff, 1987) dimana teknik ini akan digunakan empat kali untuk fokus kepada pertanyaan sebagai berikut : 1. Peluang eksternal terpenting apakah yang dimiliki oleh organisasi ? 2. Ancaman eksternal terpenting apakah yang dimiliki oleh organisasi ? 3. Apa kekuatan internal terpanting organisasi ? 4. Apa kelemahan internal terpenting organisasi ? Kemudian keempat daftar dibahas, diperbandingkan dan diperhadapkan baik untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan segera maupun untuk mempersiapkan identifikasi isu strategis pada langkah selanjutnya (Bryson,2005). Internal Strategi Faktor
48
Analysis System (IFAS) merupakan analisis internal (Strenght and Weakness). Bobot dari berbagai komponen faktor strenght dan weakness memiliki nilai satu. Sedangkan External Strategi Faktor Analisysis System (EFAS) merupakan analisis eksternal (Opportunity and Threat) memiliki dua elemen pertama lingkungan sosial menurut PEST (politik, ekonomi, sosial dan teknologi). Kedua lingkungan tugas yang terkait dengan misi organisasi. Bobot dari berbagai komponen faktor opportunity dan faktor threat memiliki nilai satu, bobot suatu faktor akan lebih tinggi jika ia memiliki urgensi (Syaukat Y, 2005)
a.
Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE). Matriks evaluasi faktor internal dan eksternal (Internal Faktor Evaluation-IFE
Matrix dan Ekternal Faktor Evaluation- EFE Matrix) merupakan alat bantu dalam merangkum dan mengevaluasi informasi eksternal yang meliputi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan). Tahapan pencocokan dan pemanduan penting dilakukan untuk melengkapi nilai bobot dan nilai rating kedua faktor strategis. Pembobotan ditempatkan pada kolom kedua matriks IFE dan matriks EFE, sedangkan rating ditempatkan pada kolom ketiga matriks IFE dan matriks EFE. Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan menggunakan metode Paired Comparison (Tripomo dan Udan,2005). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Berikut Tabel 4 adalah bentuk penilaian bobot faktor strategis internal wilayah dengan menggunakan skala 1, 2 dan 3 total dan bobot.
Tabel 3. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal PTSP Faktor strategis Internal A B C .... Total
A
B
C
...
Total
Bobot
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005
49
Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3, skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus :
ai =
Xi ΣXi
ai
= Bobot Variabel ke-i
Xi = Nilai Variabel ke-i i = 1,2,3,… n n = jumlah variabel
i=1
Tabel 4 berikut adalah bentuk penilaian bobot faktor strategis internal wilayah dengan menggunakan skala 1, 2 dan 3, total dan bobot.
Tabel 4. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah Faktor strategis Internal A B C .... Total
A
B
C
...
Total
Bobot
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005 Setelah melakukan tahapan pencocokan dan pemanduan yakni dengan menentukan nilai bobot dan nilai rating, maka kolom 2 dan kolom 3 matriks IFE dan EFE telah dapat memasuki tahap IFE matriks pada Tabel 5, dan EFE matriks pada Tabel 6 Tabel 5. Bentuk Matriks IFE Weight Score Key Internal Factors
Weight (Bobot)
Rating ( Nilai Terbobot)
Strengths : Weakness :
50
Total
1.00
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005 Langkah-langkah membentuk matriks IFE pada Tabel 7, adalah sebagai berikut. 1. Menuliskan faktor internal utama yang diidentifikasi dari audit internal, termasuk faktor kekuatan dan kelemahan organisasi. 2. Memberikan bobot untuk setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukan seberapa penting keberhasilan faktor tersebut dalam pemetaan kebutuhan yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap faktor harus sama dengan 1,0. 3. Memberikan rating untuk setiap faktor. Nilai empat menunjukan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat kuat, sedangkan nilai satu menunjukan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat lemah. 4. Melakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot. 5. Melakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi. Jumlah total nilai terbobot dapat bervariasi dari yang terendah (1,0) sampai dengan yang tertinggi (4,0) dengan nilai rata-rata 2,5. Nilai dibawah 2,5 menunjukan bahwa organisasi lemah secara internal, sedangkan nilai diatas 2,5 menunjukan bahwa organisasi memiliki posisi yang kuat secara internal. Tahapan-tahapan untuk membentuk suatu matriks EFE adalah : 1. Membuat daftar faktor eksternal yang diperoleh dari proses identifikasi situasi organisasi, yaitu berupa faktor peluang dan ancaman yang diduga akan muncul dan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi-organisasi tersebut. 2. Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukan tingkat penting relatif dari faktor eksternal tersebut. Peluang sering diberi bobot lebih tinggi 3. Memberikan rating setiap faktor untuk menunjukan seberapa efektif strategi organisasi saat ini untuk merespon faktor tersebut. Nilai empat menunjukan bahwa kondisi organisasi saat ini sangat sesuai dengan mengantisipasi peluang/ancaman pada setiap faktor. Nilai satu menunjukan bahwa kondisi organisasi saat ini diperkirakan tidak mampu menangani peluang/ancaman pada faktor tersebut. Pemberian rating mengacu pada kondisi organisasi sedangkan pemberian bobot mengacu kepada pentingnya suatu faktora pada pemetaan kebutuhan.
51
4. Melakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot (weighted score). 5. Melakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi. 6. Kemungkinan total jumlah nilai terbobot tertinggi adalah 4,0 dan kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata total jumlah nilai terbobot adalah 2,5. Total nilai sama dengan 4,0 menunjukan bahwa organisasi merespon sangat baik untuk setiap peluang dan ancaman, yaitu memaksimalkan peluang dan meminimumkan ancaman yang ada. Tabel 6. Bentuk Matriks EFE Weight Score Key Internal Factors
Weight (Bobot)
Rating ( Nilai Terbobot)
Opportunities : Threats : Total
1.00
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005 b.
Matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT) Analisis
dengan
menggunakan
matriks
SWOT
bertujuan
untuk
mengidentifikasi alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan layak dan sesuai untuk dilaksanakan. Salah satu alasan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFE dan EFE adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Unsur-unsur SWOT meliputi Strength (S) yang berarti mengacu pada keunggulan kompetitif dan kompetisi lainnya; Weakness (W) merupakan hambatan yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi; Opportunities (O) menggambarkan kondisis yang menguntungkan atau peluang yang membatasi penghalang ; dan Threats (T) berhubungan dengan kondisi yang dapat menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks SWOT ini mengembangkan empat tipe strategi yaitu : SO (strength-opportunities atau kekuatan-peluang), WO (weakness-opportunities atau kelemahan-peluang), ST (strength-threat atau kekuatan-ancaman), dan WT (weakness-threats atau kelemahan-ancaman). Berikut adalah tabel 7 Matriks SWOT
52
Tabel 7 Matriks SWOT (S)trength
(W)eakness
(kekuatan)
(kelemahan)
(O)pportunities (peluang)
Strategi S - O Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Strategi W – O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
(T)hreats (ancaman)
Strategi S – T Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Strategi W – T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Internal Eksternal
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005.
c. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Tahap selanjutnya adalah menyusun daftar ranking/urutan strategis yang harus diprioritaskan dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan good intuitive judgement (Iskandarini, 2002).
QSPM
merupakan alat yang memungkinkan untuk
mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukan dalam tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutnya dianalisa. Selanjutnya untuk menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisa menggunakan Tabel Analisis Strategi (Tabel 8) dengan langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : Langkah
1
:
Daftarkan
peluang/ancaman
kunci
eksternal
dan
kekuatan/kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM. Langkah 2: Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (identik dengan nilai yang diberikan pada matrik IFE dan EFE) Langkah 3: Memeriksa (pencocokan) matrik dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan.
53
Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.
Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.
Langkah 6 : Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menunjukan total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini menunjukan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukan strategi itu semakin menarik.
Tabel 8 Penentuan Pilihan Strategi dengan Matriks QSPM Faktir-faktor Alternatif Strategis Kunci Sukse
Bobot Strategi 1 NDT
TNDT
Strategi 2 NDT
TNDT
Strategi 3 NDT
TNDT
PELUANG ANCAMAN KEKUATAN KELEMAHAN JUMLAH TOTAL NILAI DAYA TARIK
Keterangan : NDT (Nilai Daya Tarik) TNDT (Total Nilai Daya Tarik)
Metode pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dapat dirangkum seperti pada Tabel 9.
54
Tabel 9. Tujuan kajian, Jenis Data yang diperlukan, Sumber Data dan Metode Analisis. Data yang Tujuan
Metode Analisis Sumber Data
Dibutuhkan Menganalisis - Investor dan kepuasan investor - Hasil kuesioner BPM PKUD terhadap investasi Ten Dimension Provinsi DKI penyelenggaraan ServQual Jakarta PTSP PM Menganalisa faktor internal yang - Identifikasi mempengaruhi faktor strategi - Responden pengembangan internal PTSP PM Menganalisa faktor - Identifikasi eksternal dalam faktor strategis - Responden oengembangan eksternal PTSP PM Merumuskan strategi - Hasil analisis pengembangan - Responden IFE dan EFE investasi subsektor perkebunan
Data -Analisis ServQual
- Analisis IFE
- Analisis IFE
- Analisis IE - Analisis SWOT - Analisis QSPM
3.6 Metode Perancangan Program. Tahapan rancangan program secara garis besar dilakukan sebagai berikut : (1) identifikasi lingkungan strategis yang terdiri faktor strategis internal dan faktor strategis eksternal; (2) analisis IFE dan EFE; (3) analisis Internal-Eksternal; (4) Analisis SWOT; dan menyusun daftar prioritas alternatif strategi dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Setelah ditetapkan prioritas alternatif strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta, selanjutnya disusun rancangan program untuk direkomendasikan kepada pihak terkait. Prosedur yang dilakukan yaitu : 1. Melakukan “pendekatan” dan komunikasi kepada pimpinan instansi/lembaga informasi terkait dan stakeholder lain (legislatif, investor) hasil kajian.
55
2. Menganalisis informasi yang didapat dari stakeholder tersebut, kemudian disusun suatu draft rancangan program yang bisa didukung oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. 3. Mensosialisasikan melalui forum Rapat Koordinasi (FGD) PTSP penanaman modal agar rancangan program dapat dilaksanakan.
56
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan,
karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat pemerintahan, pusat kegiatan bisnis, pusat negara perwakilan. Jakarta juga merupakan pusat distribusi barang dan orang di Indonesia melalui pelabuhan dan bandara terbesar yang dimilikinya. Jakarta sebagai ibukota negara dengan segala infrastruktur yang dimilikinya masih merupakan daya tarik yang kuat bagi masuknya investasi dalam negeri maupun asing. Dengan pertumbuhan ekonomi disekitar rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, kegiatan investasi sudah mulai kembali berperan setelah mengalami penurunan sejak krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1998. maupun Secara umum Pemerintah Propinsi DKI Jakarta terdiri dari : 4.1.1 Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi DKI Jakarta secara geografis terletak pada posisi 6o12’ Lintang Selatan dan
106o48’ Bujur Timur. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 1227 Tahun 1989 Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km2 terdiri dari daratan seluas 661,52 km2, termasuk 110 Pulau di Kepulauan Seribu, dan Lautan seluas 6.997,50 km2, terbagi menjadi lima Wilayah Kotamadya dan satu Kabupaten Administratif yaitu : • Jakarta Pusat Luas Wilayahnya 47,90 km2 • Jakarta Utara dengan Luas Wilayah 142,20 km2 • Jakarta Barat dengan Luas Wilayah 126,15 km2 • Jakarta Selatan dengan luas Wilayah 145,37 km2 • Jakarta Timur dengan Luas Wilayah 187,732 km2 serta • Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan Luas Wilayah 11,81 km2. Disebelah Utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan dua buah kanal. Disebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah Barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta disebelah Utara dengan Laut Jawa.
57
Jumlah penduduk DKI Jakarta pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terus mengalami peningkatan walaupun pertumbuhannya mengalami penururnan. Tahun 2002 Jumlah Penduduk sekitar 8,50 juta jiwa, dan dalam lima tahun kedepan jumlahnya diperkirakan mencapai 9,1 juta orang. Kepadatan Penduduk pada tahun 2002 mencapai 12.664 penduduk per km2, tahun 2006 mencapai 13.545 penduduk per km2 dan diperkirakan dalam lima tahun kedepan mencapai 13.756 penduduk per km2.
4.1.2 Perekonomian Dalam lima tahun terakhir PDRB atas dasar harga berlaku secara nominal mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari Rp 299,97 trilyun pada tahun 2002 menjadi Rp 500,76 trilyun pada tahun 2006. Dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa lainnya dalam perekonomian Jakarta belum tergoyahkan disamping sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Sebagai tulang punggung perekonomian kota, peran sektor perdagangan dan jasa dalam pembentukan PDRB mencapai lebih dari 70%. Sektor perdagangan dan jasa meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sekitar 20%, sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sekitar 31% dan sisanya dari sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi selama lima tahun rata-rata mencapai 6% per tahun. Jika pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi hanya 4,89% maka pada tahun 2005 mencapai 6,01% dan pada tahun 2006 mencapai 5,90%.
4.1.3 Penanaman Modal Penanaman modal itu sendiri adalah kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri (PMDN) maupun penanam modal asing (PMA) untuk melakukan usaha di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang dilakukan oleh penanam modal asing seluruhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri. Perkembangan penanaman modal dalam kurun waktu 2002-2006 dapat dilihat dari jumlah proyek dan nilai investasi yang telah disetujui. Pada tahun 2002 jumlah proyek PMA yang disetujui sebanyak 561 proyek dengan nilai investasi sebesar 1,22 58
milyar USD sedangkan PMDN yang disetujui 44 proyek dengan nilai investasi Rp 2,32 trilyun. Sementara itu pada tahun 2006 proyek PMA yang disetujui sebanyak 801 proyek dengan nilai investasi Rp 981,71 milyar. 4.2 BPM dan PKUD BPM dan PKUD selaku penyelenggara PTSP penanaman modal
mempunyai
tugas menerima permohonan berkas pelayanan, memproses permohonan pelayanan sesuai dengan kewenangannya, mengurus penyelesaian perizinan yang menjadi kewenangan unit/instansi terkait, mengkoordinasikan pelaksanakan pelayanan perizinan unit/instansi terkait dan menyerahkan dokumen perizinan yang telah selesai kepada penanam modal/investor. PTSP Penanaman Modal merupakan bentuk penyederhanaan, baik penyederhanaan persyaratan, penyederhanaan waktu proses pelayanan, kepastian biaya pelayanan, dan pemberian hak kepada investor untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan khususnya pelayanan yang berkaitan dengan penanaman modal. Dalam rangka untuk memberikan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan kepada investor/calon investor sebagai upaya untuk dapat meningkatkan investasi di Propinsi DKI Jakarta, maka BPM dan PKUD sebagai instansi yang menangani penanaman modal menetapkan visi dan misi yang merupakan arah dan panduan dalam melaksanakan tugas. BPM dan PKUD dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 52 Tahun 2002 sebagai implementasi dari pelaksanaan UndangUndang Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah) dimana sebelumnya bernama Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi DKI Jakarta. Dengan perubahan nama tersebut BPM dan PKUD mendapat penambahan tugas tidak hanya mengurus investasi tetapi juga melakukan pendayagunaan aset-aset daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau pengembang serta melakukan pembinaan terhadap 30 BUMD yang ada di DKI Jakarta. Struktur Organisasi BPM dan PKUD dapat dilihat pada lampiran.
4.2.1 Visi dan Misi BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta. 1) Visi Visi BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta adalah ”menjadi lembaga yang mampu berperan sebagai lembaga lembaga Incorporate yang terintegrasi dan menghasilkan bagi Propinsi DKI Jakarta serta dapat memberikan kontribusi yang optimal.” 59
2) Misi Untuk menjabarkan visi yang telah ditetapkan, maka BPM dan PKUD Propinsi DKI Jakarta mempunyai misi yaitu : a Mengelola Investasi secara maksimal dan mengoptimalkan nilai dan jenis asset Pemerintah DKI Jakarta b Mengembangkan BUMD secara sinergi untuk peningkatan pendapatan Propinsi DKI Jakarta.
4.2.2 Pembentukan PTSP Penanaman Modal Upaya perbaikan pelayanan perijinan investasi terus diupayakan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan berbagai produk hukum, diantaranya adalah terbitnya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket kebijakan perbaikan iklim investasi yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan sebagaimana yang dituangkan dalam Permendagri tersebut adalah berupa : 1. Pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh PTSP; 2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya; 5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan; 6. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku; 7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan. Sebagai tindak lanjut atas keluarnya kebijakan dari pemerintah pusat maka pemerintah daerah DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu penanaman modal. Satu tahun kemudian terbit Peraturan Gubernur Nomor 53 tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PTSP penanaman modal. 60
Tujuan Pembentukan PTSP Penanaman Modal DKI Jakarta adalah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekoinomi melalui peningkatan investasi di Provinsi DKI Jakarta dengan meningkatkan kualitas layanan publik dan pemberian akses yang lebih mudah kepada masyarakat dan investor. Pada prinsipnya dalam penyelenggaraan pelayanan PTSP dilakukan penyederhanaan pelayanan berupa : 1) Penyederhanaan persyaratan, 2) percepatan waktu proses pelayanan paling lama 38 hari, 3) kejelasan prosedur pelayanan, 4) kepastian biaya pelayanan, 5) pemberian hak kepada investor untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan.
61
VI. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PTSP PENANAMAN MODAL Berdasarkan hasil analisa ServQual sebagaimana hasil yang disampaikan oleh responden, maka didapatkan pengelompokan kinerja-kinerja mana yang menunjukan nilai rata-rata kesenjangan positif dan ini berarti merupakan kekuatan bagi PTSP penanaman modal. Kinerja –kinerja tersebut adalah (1) Lokasi kantor, (2) Penampilan petugas, (3) Kelengkapan peralatan kantor, (4) Kelengkapan administrasi, (5) Tepat waktu yang dijanjikan, (6) Tepat waktu penyelesaian, (7) Sistem pencatatan yang benar, (8) Kepastian waktu pelayanan, (9) Kecepatan pelayanan, (10) Kepedulian petugas membantu, (11) Kesanggupan melayani cepat, (12) Kesopanan petugas PTSP, (13) Sikap bersahabat, (14) Petugas dapat dipercaya, (15) Sikap jujur dalam melayani, (16) Kemudahan dalam pelayanan, (17) Sikap tegas dan konsisten (18) Waktu pelayanan yang cepat. Kinerja-kinerja berdasarkan analisis SerQual yang menunjukan nilai rata-rata negatif artinya kurang memuaskan para responden/investor maka hal ini merupakan kelemahan bagi PTSP penanaman modal. Kinerja-kinerja adalah (1) Tempat Parkir (2) Kenyamanan kantor, (3) Kebersihan kantor, (4) Penyampaian kebijakan penanaman modal, (5) Keahlian yang dimiliki, (6) Pengetahuan yang dimiliki, (7) Rasa aman berinvestasi, (8) Yakin atas perbuatan petugas, (9) Siap menerima kritik dan saran, (10) Siap memberikan informasi, (11) Kemampuan memahami dan (12) Memberikan solusi. Kinerja-kinerja atribut dimensi ServQual dapat membantu dalam penentuan identifikasi permasalahan dari faktor internal PTSP penanaman modal. Kinerja yang menunjukan nilai positif merupakan kekuatan dan kinerja yang mempunyai nilai negatif merupakan kelemahan. Sebelum identifikasi dari permasalahan dapat dilakukan, langkah pertama adalah menentukan faktor-faktor keadaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta yang berasal dari dalam (Internal) maupun dari luar (Eksternal). Faktor-faktor tersebut akan dipertimbangkan dengan menggunakan analisis
SWOT,
(Strenght,
Weakness,
Opportunities,
Threats),
analisis
ini
membandingkan antara faktor internal kekuatan (Strenght) dan faktor internal kelemahan (Weakness) dengan faktor eksternal peluang (Opportunities) dan faktor eksternal ancaman (Threaths). Faktor internal maupun eksternal tersebut disamping merupakan faktor pendukung dapat juga berupa faktor penghambat yang dapat mempengaruhi keberhasilan tujuan yang dicapai. 62
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan maka diperlukan strategi. Dalam proses pengambilan keputusan, strategi yang akan diambil perlu dilihat beberapa hal sesuai dengan teknik analisis SWOT, dimulai dengan identifikasi faktor internal dan eksternal. Identifikasi faktor internal dan eksternal dilakukan dengan mencari faktor internal dan eksternal yang selama ini terjadi. Dalam identifikasi ini diinventarisir faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi kinerja penyelenggaraan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta.
6.1 Analisis Faktor Strategis Langkah awal yang perlu dilakukan dalam merancang alternatif kebijakan pengembangan
PTSP
penanaman
modal
di
Propinsi
DKI
Jakarta
adalah
menginventarisasi kondisi faktor-faktor (internal dan eksternal) danstatusnya yang terkait dengan dengan kegiatan PTSP penanaman modal. Untuk mengetahui faktor-faktor stategis yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pengembangan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta digunakan analisis IFE dan EFE. Dalam analisis IFE dan EFE faktor lingkungan dibagi dalam dua analisis, yaitu analisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dan analisis faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman.
6.1.1 Faktor Strategis Internal Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kegiatan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta secara umum dibedakan atas faktor yang mendukung ( faktor Kekuatan) dan faktor yang tidak mendukung (faktor Kelemahan). Faktor positif atau kekuatan yang berkaitan erat dengan pengembangan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta adalah (1) lokasi kantor PTSP, (2) kepastian dan kecepatan pelayanan, (3) komitmen pimpinan DKI Jakarta. Sedangkan faktor-faktor yang membatasi proses strategi pengembangan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta atau faktor internal negatif atau kelemahan yang dinilai berpengaruh diantaranya adalah (4) kemampuan SDM yang masih kurang, (5) kurangnya informasi penyampaian kebijakan penanaman modal, dan (6) sarana dan prasarana yang masih kurang.
1. Lokasi Kantor PTSP Penanaman Modal yang Strategis
63
Mengacu pada dimensi Tangible analisis ServQual dimana salah satu variabel yang termasuk didalamnya adalah lokasi kantor PTSP penanaman modal mempunyai nilai rata-rata positif. Hal ini menunjukan bahwa lokasi kantor PTSP dianggap oleh investor sudah sesuai dengan apa yang diharapkan. Lokasi kantor memegang perananan untuk kota seperti Jakarta, dimana mobilitas yang cukup tinggi dituntut adanya waktu yang serba cepat. Kemacetan merupakan masalah yang sulit dihindari untuk DKI Jakarta. Untuk itu dengan lokasi kantor PTSP penanaman modal yang berada pada daerah/wilayah yang tidak begitu macet sangat menguntungkan bagi para investor. Lokasi kantor PTSP penanaman modal yang strategis menguntungkan bagi penyelenggaraan PTSP penanaman modal. Investor sangat mudah untuk menjangkau dan mudah untuk dicapai. Dengan papan petunjuk nama sangat membantu bagi para investor meskipun baru pertama akan mengurus perijinan. Lokasi kantor PTSP juga tidak terkena jalur Three In One, sehingga tidak merepotkan bagi investor karena kapan saja mau datang ke kantor PTSP tidak terikat jam Three In One yang terkadang merepotkan. Karena letaknya yang strategis sehingga menguntungkan bagi investor serta memudahkan bagi investor yang akan meneruskan tujuan ke tempat lain.
2. Kecepatan, Ketepatan dan Kepastian Proses Perizinan Mengacu hasil analisa ServQual berdasarkan dimensi Reliability pada variabel tepat waktu yang dijanjikan, tepat waktu penyelesaian, dan variabel sistem pencatatan yang benar menunjukan nilai rata-rata yang positif. Disamping itu juga pada dimensi Responsiveness pada variabel kepastian waktu pelayanan dan kecepatan pelayanan masing-masing menunjukan nilai rata-rata positif. Hal ini berarti investor merasa apa yang sudah diberikan PTSP penanaman modal sudah sesuai dengan yang diharapkan. Kecepatan waktu penyelesaian perizinan, dengan adanya PTSP penanaman modal maka perizinan yang diproses adalah tepat waktu. Sebagaimana yang sudah diamanahkan dalam Peraturan Gubernur nomor 112 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal dan juga Peraturan Gubernur nomor 53 tahun 2008 tentang Petunjuk Tehknis Penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal. Sebelum adanya PTSP Penanaman Modal investor kurang dapat memastikan kapan penyelesaian perizinan dapat diselesaikan. Hal tersebut juga sebagaimana yang terlihat dalam tabel 10 dan tabel 11.
3. Kebijakan dan Dukungan Pimpinan 64
Mengacu pada beberapa dimensi yang menunjukan nilai rata-rata positif pada hasil analisis ServQual yaitu dimensi Tangible, Reliability, serta Responsiveness secara keseluruhan dimensi-dimensi tersebut menunjukan rata-rata positif. Dimensi Tangible berupa bukti fisik, artinya dengan kondisi fisik penyelenggaraan PTSP penanaman modal yang ada sekarang sudah dapat memuaskan investor. Hal ini menunjukan adanya kebijakan dari pemerintah daerah atas dapatnya terselenggara kegiatan PTSP penanaman modal. Begitu juga dengan dimensi Reliability atas bagusnya konsistensi kerja (kehandalan) hal ini juga tidak terlepas dari adanya kebijakan serta dukungan pemerintah DKI Jakarta. Yang ketiga dimensi Responsiveness yaitu daya tanggap terhadap pelayanan yang cepat serta adanya transparansi dan hal ini juga tidak terlepas dari dukungan atau kebijakan pimpinan DKI Jakarta. Adanya dukungan serta kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dalam upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif, salah satunya dengan mengeluarkan produkproduk hukum yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Dukungan penuh dari pimpinan tertinggi pemerintah propinsi DKI Jakarta salah satunya dengan menempatkan PTSP Penanaman Modal merupakan program unggulan pada tahun anggaran 2008 artinya Gubernur menginginkan agar PTSP Penanaman Modal harus dapat dilaksanakan secara serius dan sungguh-sungguh sehingga para investor berminat dan tetap menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Kebijakan pemerintah DKI Jakarta sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan PTSP penanaman modal, karena tanpa dukungan terutama dari pimpinan tertinggi Pemerintah DKI Jakarta PTSP penanaman modal tidak akan mungkin dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sementara kehadiran investasi masih sangat dibutuhkan oleh DKI Jakarta dalam menunjang roda perekonomian.
4. Kemampuan SDM yang Masih Kurang Berdasarkan hasil analisis ServQual pada dimensi Competence (ketrampilan) yang terdiri dari dua variabel yaitu keahlian yang dimliki dan pengetahuan yang dimliki. Kedua variabel pada dimensi Competence menunjukan rata-rata yang negatif. Investor menilai bahwa kinerja yang diberikan kurang sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menjadi salah satu kelemahan bagi penyelenggaraan PTSP penanaman modal. Keterbatasan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki petugas-petugas PTSP menyebabkan penyelenggaraan
PTSP
penanaman
modal
merupakan
salah
satu
kelemahan 65
penyelenggaraan PTSP penanaman modal. Dewasa ini tuntutan investor sudah tidak dapat dielakan lagi, mereka membutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang dapat dihandalkan. SDM PTSP penanaman modal kurang mengikuti perkembangan dan kebijakan yang berkaitan dengan penanaman modal. Pengetahuan dan keahlian sangat diperlukan terutama dalam hal untuk menentukan kelayakan usaha, kapitas mesin, daerah peruntukan investasi, jenis-jenis investasi yang mempunyai prospek kedepan menguntungkan, modal yang dibutuhkan. Perkembangan dan kebijakan penanaman modal terutama yang berkaitan langsung dengan kebijakan pelayanan sangat cepat perubahannya, untuk itu apabila tidak didukung denga SDM yang memadai sangat menyulitkan PTSP penanaman modal dalam melaksanakan tugasnya.
5. Kurangnya Sarana dan Prasarana Mengacu pada dimensi Tangible meskipun secara keseluruhan nilai rata-rata menunjukan hasil positif, yang artinya investor sudah cukup puas dengan kinerja pada dimensi Tangible. Dari tujuh variabel yang ada pada dimensi Tangible terdapat tiga variabel yang menunjukan nilai rata-rata negatif yaitu (1) Tempar parkir, (2) Kenyamanan kantor dan (3) Kebersihan kantor. Dari ketiga variabel yang ada pada dimensi Tangible dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana kantor PTSP penanaman modal dianggap kurang dapat dapat memuaskan investor. Sarana dan prasarana kantor PTSP penanaman modal sangat diperlukan untuk dapat mendukung dari lokasi kantor PTSP penanaman modal yang sudah dianggap oleh investor sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu kedepan perlunya peningkatan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor dalam menunjang kelengkapan penyelenggaraan kantor PTSP penanaman modal.
6. Kurangnya Penyampaian Kebijakan Penanaman Modal Mengacu pada hasil analisis ServQual pada dimensi Reliability pada variabel penyampaian kebijakan penanaman modal menunjukan nilai rata-rata negatif. Hal ini merupakan kelemahan bagi penyelenggaraan PTSP penanaman modal. Meskipun secara keseluruhan nilai rata-rata kinerja dari dimensi Reliability menunjukan nilai rata-rata positif. Kebijakan penanaman modal sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Begitu cepat dan banyak ragamnya. Untuk itu diperlukan adanya penyampaian informasi
66
kebijakan berkenaan dengan pelaksanaan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan perizinan secara cepat kepada para investor. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penanaman modal diawali dengan kebijakan yang dilakukan di tingkat pusat (pemerintah pusat). Kebijakan yang sudah dituangkan oleh pemerintah pusat tersebut kemudiaan ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah untuk dapat dilaksanakan. Kebijakan yang dimaksudkan baik berupa yang berkaitan dengan penyelenggaraan penanaman modal maupun dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para investor.Begitu juga kebijakan pemprosesan perizinan penanaman modal yang dari tahun ke tahun pemerintah baik pusat maupun daerah berusaha untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan penanaman modal kepada para investor.
6.1.2 Faktor Strategis Eksternal Dari hasil wawancara dengan para responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan maupun masukan langsung para responden diperoleh beberapa faktor strategis eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta. Faktor eksternal strategis tersebut terdiri atas faktor peluang dan ancaman, yang masing-masing terdiri atas :
1. Kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kedudukan DKI Jakarta sendiri sebagai ibukota negara, pusat kegiatan bisnis, pintu gerbang bagi masuknya orang asing , pusat perwakilan negara sahabat. Dengan kedudukan DKI Jakarta yang strategis dan tersedianya infrastruktur yang relatif lengkap sangat menguntungkan bagi DKI Jakarta dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Lebih dari 2/3 uang yang beredar di Indonesia berada di DKI Jakarta. Untuk itu dengan peluang tersebut diharapkan DKI Jakarta dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk dapat menarik investor maupun untuk melindungi para investor agar tidak memindahkan investasinya ke daerah/negara lain. Persaingan sekarang baik antar daerah maupun antar negara sangat ketat. Pemerintah DKI Jakarta sangat menyadari hal ini, untuk itu pemerintah DKI Jakarta melakukan terobosan-terobosan dalam menarik investor.
67
2. Infrastuktur yang Relatif Lengkap Dukungan infrastuktur DKI Jakarta yang relatif lengkap memberikan nilai tambah bagi Pemerintah DKI Jakarta untuk dapat menarik para investor. Tersedianya Bandara bertaraf internasional, tersedianya jalan tol, tersedianya pelabuhan dan juga pasokan jaringan listrik yang cukup, merupakan daya tarik tersendiri bagi Propinsi DKI Jakarta. Pasokan listrik yang cukup merupakan salah satu penilaian tersendiri bagi para investor. Dengan adanya pasokan listrik yang memadai dapat menjamin kelangsungan usaha. Jalan-jalan di DKI Jakarta relatif lebar dan besar-besar sehingga sangat memudahkan bagi mobilisasi para investor dalam menjalankan usahanya di DKI Jakarta. Demikian juga dengan adanya pelabuhan bertaraf internasional sangat memudahkan bagi berlabuhnya kapal-kapal besar yang mengangkut barang baik ekspors maupun impor. Bandara Internasional juga tersedia di DKI Jakarta yang memungkinkan untuk pendaratan pesawat berbadan lebar. DKI Jakarta juga didukung dengan terbangunnya jalan tol yang sangat memudahkan akses untuk menuju suatu tempat.
3. Otonomi Daerah Sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan kemudian dengan terbitnya Undang-undang nomor 32 tahun 2004, hal ini memberikan dampak yang sangat signifikan bagi daerah terhadap hak dan kewenangannya dalam mengatur rumahtangganya sendiri. Hal ini juga memberikan kebebasan bagi daerah untuk menentukan prioritas pembangunan yang akan mereka pilih sendiri. Melalui pelaksanaan otonomi daerah maka masing-masing daerah berupaya dan berlomba dalam memajukan daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah DKI Jakarta mempunyai kebijakan sendiri dalam hal pelaksanaan penanaman modal, khususnya kebijakan dibidang perizinan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan diharapkan para investor mau menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Dan hal ini tentu akan dapat memberikan lapangan kerja yang kemudian dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Melalui investasi maka roda perekonomianpun dapat berjalan dan tumbuh sebagaimana yang diharapkan.
4. Kurangnya Rasa Aman Berinvestasi
68
Faktor keamanan sangat menentukan kelancaran dunia usaha. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi para investor yang berinvestasi di DKI Jakarta. Dampak dari keamanan tersebut adalah dapat mengancam aset-aset yang dimiliki perusahaan. Bukan rahasia umum lagi bahwa alasan yang sering dikemukakan oleh para investor dalam menanamkan investasinya di Indonesia adalah terkait dengan gangguan keamanan. Bentuk gangguan keamanan yang terjadi selama ini adalah unjuk rasa, pencurian, konflik tanah dan adanya pungutan liar di lokasi perusahaan. Upaya untuk meminimisasi gangguan keamanan bukan hanya sekedar tanggung jawab pemerintah saja, pihak investor juga dituntut untuk menjalin komunikasi yang efektif dengan buruh/pekerja ataupun dengan masyarakat lingkungan lokasi perusahaan. Kepedulian pengusaha/investor terhadap lingkungan tempat usaha akan membantu terjadinya hubungan yang baik antara investor dan masyarakat. Bagitu juga dengan tingkat kepedulian investor terhadap buruh akan terjadinya harminisasi antara pengusaha dan buruh.
5. Tidak adanya Kepastian Hukum Kepastian hukum yang dimaksudkan berkaitan dengan peraturan yang berlaku untuk mendapatkan izin investasi. Investor masih meragukan jaminan hukum untuk mendapatkan hak seperti Hak Guna Usaha. Penegakan hukum yang adil, jujur dan terpercaya menjadi faktor penentu dalam kepastian berinvestasi disuatu wilayah hukum. Hukum yang dijalankan tidak seperti yang diharapkan cukup menjadi alasan bahwa kepastian hukum jauh dari yang diharapkan. Bagi investor hal ini menjadi faktor yang signifikan dalam memutuskan apakah akan tetap berinvestasi atau menunda sampai ada kepastian hukum yang menguntungkan bagi para investor. Dari beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, terutama investor asing selalu mengeluhkan lemahnya aspek penegakan dan kepastian hukum di Indonesia. Banyak diantara investor yang membatalkan atau mengundurkan diri untuk melakukan atau menanamkan modalnya. Investor menilai bahwa isu politik dan kepastian sangat mempengaruhi terhadap pasar modal terutama perusahaan-perusahaan besar yang ingin mengembangkan usahanya. Tidak adanya kepastian hukum merupakan ancaman bagi tumbuh kembangnya iklim investasi di Indonesia khususnya di DKI Jakarta.
6. Kesempatan Investasi di Daerah/Negara Lain Yang Lebih Terbuka
69
Hal lain yang dinilai dapat mengancam atau menghambat dalam upaya menarik para investor agar mau menanamkan modalnya atau tetap melakukan investasi di DKI Jakarta adalah kesempatan berinvestasi yang lebih baik. Kesempatan berinvestasi di daerah/ negara lain lebih menguntungkan dan memudahkan para investor. Diantaranya adalah pelayanan perizinan penanaman modal yang lebih baik dan lebih mudah serta lebih cepat dalam pemprosesannya. DKI Jakarta yang kompleks dengan permasalahan sangat menyulitkan bagi adanya percepatan pelayanan investasi. Dengan waktu penyelesaian investasi sebagai yang tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor 112 tahun 2007, dirasa masih cukup lama apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga Indonesia maupun daerah seperti Solo, Sragen dan juga Jembrana. Jika hal ini terjadi maka perlu dicari strategi atau solusi yang tepat dengan mengedepankan kompetisi yang sehat. Setiap daerah pasti akan melakukan upaya untuk mengoptimalkan segala daya dan upaya untuk dapat menarik minat investor melakukan investasi di daerahnnya. Dengan masuknya para investor baik melalui penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) salah satunya juga sebagai upaya dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
6.2 Tahap Pencocokan dan Pemanduan Tahap pencocokan dan pemanduan dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan serta eksternal yaitu peluang dan ancaman. Pada tahapan berikut adalah menentukan nilai bobot kepada 6 (enam) responden yang merupakan petugas PTSP Penanaman Modal.
6.2.1. Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal Penentuan bobot faktor internal dan eksternal diperoleh dari 6 (enan) responden dengan memberikan pilihan skala 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukan seberapa penting keberhasilan faktor tersebut dalam pemetaan kebutuhan yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap faktor harus sama dengan 1,0. Penentuan nilai bobot faktor internal dan eksternal terlihat dalam tabel 23 dan 24. Tabel 23 Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal Faktor Strategis Internal Kekuatan Lokasi Kantor PTSP
Resp1
Resp2
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
0,19
0,19
0,18
0,20
0,17
0,19
Rata-rata 0,64 0,19
70
Kecepatan,Ketepatan dan Kepastian proses pelayanan Kebijakan dan Dukungan pimpinan. Kelemahan Kemampuan SDM yang masih kurang Kurangnya Sarana dan Prasarana Kurangnya Penyampaian Kebijakan Penanaman Modal
0,30
0,28
0,25
0,24
0,20
0,22
0,25
0,20
0,22
0,19
0,18
0,20
0,16
0,20
0,11
0,12
0,14
0,13
0,09
0,10
0,36 0,12
0,10
0,11
0,13
0,14
0,09
0,08
0,11
0,10
0,09
0,12
0,12
0,13
0,14
0,13
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Untuk mengetahui nilai terbobot dari masing-masing faktor, maka digunakan perhitungan dengan total nilai terbobot adalah satu untuk kedua faktor strategis baik internal maupun eksternal. Jumlah perhitungan rata-rata faktor strategis internal kekuatan adalah 0,64 sedangkan jumlah rata-rata faktor strategis internal kelemahan adalah 0,36, total nilai terbobot adalah satu. Berikut Tabel 15 merupakan tahap masukan kolom 2 matriks Eksternal Faktor Evaluation Matriks (EFE Matriks). Untuk mengetahui nilai terbobot masing-masing faktor, maka digunakan perhitungan dengan nilai total terbobot adalah satu untuk kedua faktor strategis baik internal maupun eksternal. Rata-rata faktor strategis peluang adalah 0,58 sedangkan ratarata faktor strategis ancaman adalah 0,42, total nilai terbobot adalah satu Tabel 24 Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal Faktor Strategis Internal Peluang Kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Infrastruktur yang Relatif Lengkap Otonomi Daerah Ancaman Kurangnya Rasa Aman Tidak adanya Kepastian Hukum Kesempatan yang lebih baik di daerah/negara lain
Resp1
Resp2
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
0,24 0,20
0,23 0,19
0,25 0,18
0,23 0,17
0,19 0,17
0,21 0,19
Rata-rata 0,67 0,20 0,18
0,15
0,17
0,18
0,16
0,19
0,15
0,14
0,16
0,15
0,17
0,15
0,18
0,10
0,11 0,10
0,12 0,09
0,14 0,10
0,13 0,14
0,12 0,15
0,10 0,13
0,15 0,33 0,12 0,12
0,10
0,09
0,08
0,08
0,09
0,11
0,09
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
6.2.2. Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal
71
Penentuan rating faktor internal dan eksternal diperoleh dengan mengajukan pilihan pertanyaan untuk menyatakan intensitas pendapat terhadap suatu faktor. Intensitas pendapat responden ditentukan berdasarkan pilihan skala 1,2,3 dan 4 yakni dimulai dari skala tidak penting hingga skala penting. Masing-masing rata-rata rating faktor strategis internal kekuatan dan kelemahan adalah 11,5 dan 7,80 dengan nilai total 19,3. Sedangkan masing-masing rata-rata rating faktor strategis eksternal peluang dan ancaman adalah 11,3 dan 7,40 dengan total 18,70.
6.2.3. Penentuan Skor atau Nilai Terbobot Faktor Internal Penentuan skor nilai terbobot pada matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dilakukan dengan melakukan perkalian bobot dan rating. Berikut Tabel 25, nilai terbobot Tabel 25 Internal Factor Evaluation Matriks (IFE-Matriks) Faktor Strategis Internal Bobot Kekuatan 0,64 Lokasi Kantor PTSP 0,25 Kecepatan,Ketepatan dan 0,19 Kepastian proses pelayanan Kebijakan dan Dukungan 0,20 pimpinan. Kelemahan 0,36 Kemampuan SDM yang masih 0,12 kurang Kurangnya Sarana dan Prasarana 0,11 Kurangnya Penyampaian 0,13 Kebijakan Penanaman Modal 1,00 Total
Rating 11,5 3,80 3,90
Nilai Terbobot 2,45 0,95 0,74
3,80
0,76
7,80 2,50
0,93 0,30
2,65 2,65
0,29 0,34
19,3
3,38
Matrik evaluasi faktor internal (IFE) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor stategis internal berupa kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Dari hasil IFE Matriks Tabel 16 diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk faktor strategis internal sebesar 3,38. Jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal elemen kekuatan yakni 2,45 sedangkan jumlah total nilai terbobot internal kelemahan yakni 0,93 dan apabila jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal lebih besar dari rata-rata yakni 2,50 maka menunjukan bahwa upaya perbaikan penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta secara internal telah mampu memanfaatkan kekuatan yang dimilki untuk mengatasi kelemahan. Penentuan skor nilai terbobot pada matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE) dilakukan dengan melakukan perkalian bobot dan rating. Berikut Tabel 17, nilai terbobot 72
Tabel 26 Ekternal Factor Evaluation Matriks (EFE-Matriks) Faktor Strategis Internal Bobot Rating Peluang 0,58 11,3 Kedudukan DKI Jakarta sebagai 0,23 3,75 Ibukota Negara Infrastruktur yang Relatif 0,18 3,80 Lengkap Otonomi Daerah 0,17 3,75 Ancaman Kurangnya Rasa Aman Tidak adanya Kepastian Hukum Kesempatan yang lebih baik di daerah/negara lain Total
Nilai Terbobot 2,17 0,86 0,68 0,63
0,42 0,13 0,14 0,15
7,40 2,50 2,50 2,40
1,00 0,30 0,30 0,40
1,00
18,7
3,17
Matrik evaluasi faktor eksternal (EFE) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor stategis eksternal berupa peluang dan ancaman yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Dari hasil EFE Matriks Tabel 17 diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk faktor strategis eksternal sebesar 3,17 Jumlah total nilai terbobot faktor strategis eksternal peluang yakni 2,17 sedangkan jumlah total nilai terbobot eksternal ancaman yakni 1,00 dan apabila jumlah total nilai terbobot faktor strategis eksternal lebih besar dari rata-rata yakni 2,50 maka menunjukan bahwa upaya perbaikan penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta secara eksternal telah mampu memanfaatkan peluang yang dimilki untuk mengatasi ancaman.
6.3. Tahap Pencocokan melalui Matriks SWOT Strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengakibatkan keunggulan organisasi dengan tantangan lingkungan untuk memastikan bahwa tujuan dapat dicapai, (bahan ajar diklatpim III). Untuk mencapai tujuan dan 73
sasaran tersebut perlu disusun suatu strategi dengan cara menginteraksikan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan sehingga terjadi sinergi dalam mencapai sasaran dan tujuan. Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi menggunakan teknik matriks kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman (SWOT). Matriks SWOT ini bersandar pada informasi yang diturunkan dfari tahap input untuk mencocokan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. 1. S-O yakni gunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal 2. W-O yakni atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal 3. S-T yakni gunakan kekuatan internal untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal 4. W-T yakni kurangi kelemahan internal dan hindari ancaman eksternal
Tabel 27. Formulasi Perumusan Strategi SWOT (S)trength/Kekuatan
Internal
(S1) Lokasi Kantor PTSP. (S2) Ketepatan,Kecepatan dan Kepastian Proses Perizinan (S3) Kebijakan dan Dukungan Pimpinan
(W)eakness/Kelemahan (W1) Kemampuan SDM yang masih Kurang. (W2) Kurangnya sarana dan prasarana (W3) Kurangnya penyampaian kebijakan penanaman modal
Eksternal (O)pportunities/ Peluang
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
(O1) Kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara. (O2) Infrastuktur yang Relatif Lengkap (O3) Otonomi Daerah
1. Penempatan Kantor PTSP penanaman modal yang strategis (S1,S3,O2,O3) (S2,O3) 2. Proses pelayanan perizinan semakin cepat dan mudah. ( S2,O1,O3) 3. Sinkronisasi kebijakan sejalan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara. ( S1,S2,S3,O1,O2)
1. Peningkatan kemampuan SDM menjadi lebih responsif terhadap tuntutan investor. (W1,O1,O3) 2. Peningkatan sarana dan prasarana penanaman modal. (W2,O1,O3) 3. Informasi penanaman modal di dki jakarta tersedia di internet. (W3,O1,O2,O3)
(T)hreats / Ancaman (T1) Kurangnya rasa aman (T2) Tidak adanya kepastian hukum (T3) Kesempatan investasi di daerah/negara lain
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
1. Penyelesaian proses perizinan harus sesuai dengan yang dijanjikan. (S2,S3,T1) 2. Memberikan kebijakan yang kondusif terhadap pelaksanaan penanaman modal. (S3,T1,T3) 3. Meningkatkan kualitas
1. Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing . (W3,T1,T2,T3) 2. Memperbaiki kualitas pelayanan penanaman modal untuk melindungi investor. (W1,W2,W3,T1,T2)
74
pelayanan agar bisa bersaing dengan negara lain. (S2,T3)
6.3.1 Strategi Strengths – Oportunities (S-O) Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal untuk memperoleh keuntungan dalam pelaksanaan upaya pengembangan PTSP penanaman modal di DKI Jakarta.
Adapun alternatif yang dihasilkan yaitu : 1. Penempatan Kantor PTSP penanaman modal yang strategis. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti lokasi kantor PTSP penanaman modal yang strategis dengan peluang yang dimiliki yaitu kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dengan dukungan infrastruktur yang lengkap sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. 2. Proses pelayanan perizinan semakin cepat dan mudah. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti kecepatan, ketepatan dan kepastian proses perizinan, dengan peluang yang dimiliki yaitu peran DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan juga dengan pelaksanaan otonomi daerah. 3. Sinkronisasi kebijakan sejalan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti dukungan dari pimpinan DKI Jakarta dengan dikombinasikan peluang yang dimiliki yaitu kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan juga pelaksanaan otonomi daerah.
6.3.2 Strategi Weakness – Oportunities (W-O) Strategi W-O merupakan strategi yang menggunakan kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal untuk memperoleh keuntungan dalam pelaksanaan upaya pengembangan PTSP penanaman modal di DKI Jakarta. Adapun alternatif yang dihasilkan adalah : 4. Peningkatan kemampuan SDM menjadi lebih responsif terhadap tuntutan investor. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan yang ada yaitu
75
kemampuan SDM yang masih kurang dengan menggunakan peluang yang dimiliki kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan juga sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. 5. Peningkatan sarana dan prasarana penanaman modal. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki yaitu kurangnya sarana dan prasarana dengan menggunakan peluang yang dimiliki yaitu kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pelaksanaan otonomi daerah. 6. Informasi penanaman modal di dki jakarta tersedia di internet. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan yang ada yaitu kurangnya informasi penanaman modal dengan kekuatan yang dimiliki kedudukan DKI Jakarta dengan relatif lengkap dukungan infrastruktur yang relatif lengkap serta sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
6.3.3 Strategi Strenght - Threats (S-T) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal bagi upaya pengembangan PTSP penanaman modal. Adapun alternatif yang dihasilkan adalah : 7. Penyelesaian proses perizinan harus sesuai dengan yang dijanjikan. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal ketepatan, kecepatan dan kepastian proses perizinan dengan mengurangi ancaman tidak adanya kepastian hukum. 8. Memberikan kebijakan yang kondusif terhadap pelaksanaan penanaman modal. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal dukungan dan komitmen pimpinan untuk mengurangi ancaman kurang nyamannya iklim investasi dan kepastian hukum 9. Meningkatkan kualitas pelayanan agar bisa bersaing dengan negara lain. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal ketepatan, kecepatan dan kepastian proses perizinan mengurangi ancaman adanya kesempatan yang lebih bagus untuk berinvestasi di daerah/negara lain.
6.3.4 Strategi Weakness-Threats (W-T)
76
Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif strategi W-T yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 10. Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing. Strategi ini diformulasikan untuk mengurangi kelemahan kurangnya informasi pelaksanaan penanaman modal dengan menghindari kurangnya keamanan dan ketidak pastian hukum. yang tersedia untuk dapat mengikutsertakan staf/petugas-petugas dalam rangka pelatihan/kursus-kursus untuk meningkatkan kemampuan SDM yang ada. 11. Memperbaiki kualitas pelayanan penanaman modal untuk melindungi investor. Strategi ini diformulasikan untuk mengurangi kelemahan kurangnya kemampuan SDM dan penyampaian informasi penanaman modal dengan menghindari ketidak pastian hukum, kurangnya keamanan dan kesempatan yang lebih bagus di daerah.tempat lain.
6.3. Analisis Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) Matrik perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) merupakan salah satu instrumen yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasar pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal dari matrik IFE dan EFE yang dijelaskan sebelumnya. Secara konsep, matrik QSPM bertujuan menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada faktor-faktor eksternal dan internal. Berdasarkan analisis QPSM terhadap alternatif strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta diperoleh peringkat atau prioritas alternatif strategi ( Tabel 28). Strategi ini diperlukan untuk dapat menetapkan strategi-strategi mana yang merupakan urutan untuk dapat segera dilaksanakan dalam upaya untuk pengembangan pelaksanaan PTSP penanaman modal di masa yang akan datang.
Tabel 28Hasil Perhitungan Proiritas Strategi Pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. No.
Alternatif Strategi
Skor
Prioritas
1 Penempatan kantor PTSP penanaman modal yang strategis
4,660
VI
2 Proses pelayanan perizinan semakin cepat dan mudah
6,967
I
3 Sinkronisasi kebijakan sejalan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara
3,624
X
4 Peningkatan kemampuan SDM agar lebih responsif terhadap tuntutan investor
5,927
III
77
5 Peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal
5,165
IV
6. Informasi kebijakan penanaman modal tersedia di internet
6,585
II
7. Penyelesaian proses perizinan harus sesuai dengan yang dijanjikan
4,872
VII
8. Memberikan kebijakan yang kondusif terhadap pelaksanaan penanaman modal
3,926
IX
9 Meningkatkan kualitas pelayanan untuk bersaing dengan daerah/negara lain
3,124
XI
10 Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing
5.076
V
11 Memperbaiki kualitas pelayanan untuk melindungi para investor
4,519
VIII
Kebijakan dan strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta dari tabel di atas diperoleh peringkat sebagai berikut : (1) Proses pelayanan perizinan semakin cepat dan mudah; (2) Informasi kebijakan penanaman modal tersedia di internet; (3) Peningkatan kemampuan SDM agar lebih responsif terhadap tuntutan investor; (4) Peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal; (5) Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing; (6) Penempatan kantor PTSP penanaman modal yang strategis: (7) Penyelesaian proses perizinan harus sesuai dengan yang dijajikan (8) Memperbaiki kualitas pelayanan untuk melindungi para investor; (9) Memberikan kebijakan yang kondusif terhadap pelaksanaan penanaman modal; (10) Sinkronisasi kebijakan sejalan dengan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara; (11) Meningkatkan kualitas pelayanan untuk bersaing dengan daerah/negara lain. Strategi prioritas terpilih dengan menggunakan analisis QSPM adalah Proses pelayanan perizinan semakin cepat dan mudah
dengan skor 6,94. Proses pelayanan
perizinan semakin cepat dan mudah sangat dibutuhkan oleh investor dalam rangka melaksanakan semua perizinan-perizinan yang harus dimiliki. Sebagian besar investor taat untuk melengkapi persyaratan perizinan yang harus diproses. Untuk itu apabila proses perizinan dapat lebih cepat dan lebih mudah maka hal ini merupakan salah satu kemudahan/manfaat yang dapat dirasakan para investor dalam merealisasikan investasinya ataupun dalam melaksanakan operional investasinya. Belajar dari pengalaman masa lalu, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia khususnya Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memprioritaskan pelayanan yang lebih baik kepada para investor dalam upaya penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal. Keterlibatan seluruh pihak yang terkait dengan perijinan penanaman modal dengan mengedepankan pelayanan yang dapat memuaskan investor sangat diperlukan dalam upaya menarik minat investor dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
78
Strategi dan arahan pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta yang akan ditingkatkan merupakan bagian dari program Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan visi pelayanan yang ingin dicapai oleh Propinsi DKI Jakarta yaitu ”Peningkatan Kualitas Pelayanan Perijinan”
4.2.3 Jenis Pelayanan PTSP Jenis pelayanan yang diberikan oleh PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta terdiri dari : a. Pelayanan non perizinan yaitu : 1) Surat Keterangan Domisili; 2)Akte Pendirian Perusahaan; 3) Pengesahan badan Hukum; 4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 5) Rekomendasi untuk mendatangkan tenaga kerja asing; 6) Pemberian hak atas tanah; 7) Tanda Daftar Perusahaan (TDP). b. Pelayanan Perizinan Usaha terdiri dari : 1) Izin usaha sementara;
2)
Penyelesaian surat persetujuan peninjukan penggunaan lokasi/lahan (SP3L); 3) Penyelesaian surat izin penunjukan penggunaan tanah
(SIPPT); 4) Penyelesaian
sertifikat/keterangan status tanah; 5) IMB/IPB;
6) UU Gangguan; 7)
Amdal; 8) Pemberian angka pengenal inportir terbatas (APIT); 9) Izin Mendatangkan Tenaga Asing (IMTA) ; 10) Rekomendasi mendatangkan tenaga kerja asing (TA.01); 11) Rekomendasi perpanjangan izizn menetap sementara (TA.02); 12) Rekomendasi pindah sponsor tenaga kerja asing (TA.03); 13) Izin Usaha (Perdagangan, Pertanian, erikanan,
Peternakan,
Kehutanan,
Perindustrian,
Pariwisata,
Pertambangan,
Transportasi, Komunikasi dan Informasi dan Ketenagakerjaan.
79
VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN PTSP PENANAMAN MODAL DI PROPINSI DKI JAKARTA
Strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta harus berpusat pada upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada para investor dari kondisi yang tidak kondusif untuk berinvestasi menjadi kondusif untuk berinvestasi. Dua tantangan utama dalam pengembangan PTSP Penanaman Modal di DKI Jakarta adalah : (1) Sejauh mana kemampuan pemerintah daerah propinsi DKI Jakarta dalam memberikan pelayanan kepada investor, dan (2) Sejauh mana komitmen dari para stakeholder perijinana penanaman modal dalam upaya menarik investor menanamkan modalnya di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan analisis SWOT yang telah telah dibahas pada halaman di depan, diperoleh sebelas strategi yang dapat ditempuh dalam upaya pengembangan PTSP Penanaman Modal. Lima urutan teratas dari sebelas strategi, dipilih untuk menentukan program-program pengembangan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta yaitu : (1) Proses pelayanan perizinan penanaman modal lebih cepat dan mudah; (2) Informasi kebijakan penanaman modal tersedia di internet; (3) Peningkatan kemampuan SDM agar lebih responsif terhadap tuntutan investor; (4) Peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal; (5) Sosialisasi kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing.. Strategi kebijakan tersebut mempunyai skor tertinggi berdasarkan perhitungan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) dan hal ini mewakili dari sebelas strategi yang dihasilkan. Lima strategi yang menjadi prioritas, harus diwujudkan dalam bentuk program yang jelas dan tepat. Setelah ditetapkan prioritas alternatif strategi pengembangan PTSP Penanaman Modal, selanjutnya dikomunikasikan kembali kepada stakeholder untuk dapat merumuskan program-program pengembangan PTSP Penanaman Modal. Program-program yang akan dijalankan harus memperhatikan seluruh aspek yang ada dalam kegiatan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta, serta kesiapan instansi teknis terkait sehingga diperoleh output sesuai dengan strategi yang dilakukan.
7.1. Proses Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Lebih Cepat dan Mudah
80
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah senantiasa berupaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka mengupayakan iklim investasi yang kondusif. Salah satu untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif adalah melalui peningkatan kualitas pelayanan penanaman modal. Untuk itulah perlu dilakukan program untuk mempercepat proses pelayanan perizinan agar lebih cepat dan mudah. Program tersebut perlu didukung dengan kegiatan sebagai berikut : (a) Penyusunan pedoman perizinan PMA/PMDN dalam pelayanan satu pintu. Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta perlu memberikan komitmen yang kuat terhadap pelaksanaan PTSP Penanaman Modal untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap para investor. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk dapat memberikan pelayanan perizinan penanaman modal lebih cepat dan mudah adalah melalui penyusunan pedoman perizinan PMA maupun PMDN. Melalui penyusunan pedoman perizinan PMA/PMDN dimana didalamnya memuat jenis dan proses perzinan yang harus dimiliki atau diketahui oleh para investor.Bentuk dari penyusunan pedoman perizinan PMA maupun PMDN dapat berupa buku ataupun leaflet. (b) Evaluasi pelaksanaan PTSP penanaman modal Evaluasi atas penyelenggaraan PTSP penanaman modal sangat diperlukan untuk mengetahui apakah penyelenggaraan PTSP penanaman modal sudah benar sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat berjalan dengan lancar. Bagaimana dengan keluhankeluhan yang disampaikan oleh para investor, apa sudah dapat diatasi dengan baik. Melalui evalusi ini akan dapat memberikan gambaran sesungguhnya pelaksanaan PTSP penanaman modal untuk perbaikan kedepan. Evaluasi penyelenggaraan PTSP penanaman modal sebaiknya dapat dilakukan oleh tim, sehingga hasil yang diharapkan lebih obyektif.
7.2. Informasi Kebijakan Penanaman Modal Tersedia di Internet Dalam era globalisasi ini sudah sepatutnya apabila PTSP penanaman modal menyediakan atau memberikan informasi kebijakan penanaman modal melaui internet. Apalagi DKI Jakarta sebagai ibukota negara dimana visinya adalah sejajar dengan kotakota besar di dunia. Dengan tersedianya informasi penanaman modal di internet sangat memudahkan bagi investor mengenai kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penanaman modal khususnya masalah perizinan. Untuk itu perlu disempurnakan Penyempurnaan IT pelayanan terpadu satu pintu, melalui :
81
(a) Pengadaan perangkat komputer Pengadaan perangkat komputer sangat diperlukan untuk menunjang akses internet. Komputer yang sudah ada belum mencukupi. Dengan telah terpasangnya jaringan fiber optik maka akan medahkan untuk dapat mengakses internet di seputar kantor PTSP penanaman modal. (b) Pelaksanaan Sistem Informasi Management Laporan Kegiatan Penanaman Modal. Untuk mendukung penyelenggaraan PTSP penanaman modal maka diperlukan pula dengan program penyusunan Sistem Informasi Management laporan kegiatan pelaksanaan penanaman modal. Melalui SIM LKPM ini maka akan diperoleh komunikasi / interaksi dua arah antara BPM dan PKUD dengan para investor.
7.3 Peningkatan Kemampuan SDM Agar Lebih Responsif Terhadap Tuntutan Investor Peningkatan kemampuan SDM PTSP penanaman modal sangat diperlukan. Memasuki era globalisasi dimana tidak ada lagi batasan ataupun pembedaan apakah tenaga asli indonesia maupun asing dalam beberapa tingkatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan dari program peningkatan kemampuan SDM PTSP penanaman modal adalah : (a) Penyelenggaraan Temu Pakar Perlunya penyelenggaraan temu pakar dengan mengundang para pakar sesuai dengan keahlian dan kebutuhan PTSP penanaman modal. Melalui kegiatan ini diharapkan SDM BPM dan PKUD khususnya SDM PTSP penanaman modal dapat lebih terbuka wawasan dan pengetahuannya utamanya yang berkaitan dengan penanaman modal. (b) Capacity Building Kegiatan capacity building dapat dilaksanakan dalam bentuk Outbound. Melalui Outbound maka SDM PTSP penanaman modal yang terdiri dari beberapa instansi tehkinis terkait bisa lebih menyatu dan lebih mengeratkan satu sama lain sehingga komunikasi satu sama lain dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. (c) Mengadakan pendidikan dan pelatihan fungsional
82
BKPM sebagai instansi yang menangani investasi din tingkat pusat mengadakan program bagi daerah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan penanaman modal khususnya masalah perijinan. Dalam pelatihan yang dilaksanakan di BKPM juga ada pelatihan IT, agar para aparatur tidak tertinggal jika dibandingkan dengan semakin pesatnya perkembangan IT sekarang. Untuk itu Pemerintah Daerah DKI Jakarta dapat mengikutsertakan petugas/aparatur PTSP dalam pendidikan dan pelatuhan fungsional dimaksud untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya. (d) Mengikutsertakan kegiatan Seminar/Workshop Banyaknya seminar-seminar/workshop yang banyak ditawarkan dapat dijadikan pertimbangan bagi pimpinan PTSP untuk dapat mengikutsertakan petugas PTSP dalam rangka meningkatkan kemampuan dan wawasan. Seminar/Workshop ini juga bisa diikuti baik untuk dalam negeri maupun luar negeri. Kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas PTSP Penanaman Modal kepada investor disebabkan karena banyak para petugas yang kurang menguasai kebijakan-kebijakan Penanaman Modal yang selalu berkembang.
7.4. Peningkatan Sarana dan Prasarana PTSP Penanaman Modal Program peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan PTSP penanaman modal. Dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan maka akan memberikan kenyamanan bagi para investor. Program kerja yang dapat dilaksanakan untuk menunjang kegiatan peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal adalah : (a) Pengadaan kursi buat ruang tunggu PTSP penanaman modal Terbatasnya kursi yang ada pada ruang tunggu bagi investor dalam pengurusan perizinan penanaman modal maka sebagian dariinvestor harus mengantri berdiri. Hal ini tentu tidak memberikan kenyamanan bagi investor dalam menunggu proses perizinan penanaman modal. Untuk itu diperlukan adanya penambahan kursi karena ruang tunggu yang ada masih juga memungkinkan apabila ditambag kursi lagi. (b) Penataan tempat parkir yang nyaman Tempat parkir yang nyaman sangat diperlukan bagi para investor mengingat sebagian besar investor membawa kendaraan dalam pemprosesan pengurusan perizinan.
83
Tempat parkir yang ada sekarang berada di lapangan terbuka dengan volume kendaraan parkir yang cukup padat. Untuk itu kendaraan yang diparkir dalam waktu yang cukup lama akan terasa panas. Untuk lebih memberikan kenyamanan sebaiknya lahan parkir dibangun atap dengan menggunakan auning ataupun alat sejenis lainnya.
7.5 Sosialisasi Kebijakan Penanaman Modal Guna Meningkatkan Daya Saing Sosialisasi kebijakan penanaman modal ini sangat diperlukan baik kepada para investor maupun instansi tekhnis yang berkaitan dengan penanaman modal. Melalui program sosialisasi ini maka akan tersosialisasinya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penanaman modal khususnya tentang pelayanan perizinan penanaman modal. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah : (a) Sosialisasi PTSP penanaman modal Sosialisasi PTSP penanaman modal sangat diperlukan, mengingat baru dapat operasional pada tahun 2008 meskipun Peraturan Gubernur nomor 53 tahun 2007 yang mengatur penyelenggaraan PTSP penanaman modal terbit pada tahun 2007. Untuk itu sosialisasi ini diperlukan baik bagi para investor maupun kepada instansi tehknis terkait penanaman modal. (b) Operasional Jakarta Invesment Centre Untuk lebih memudahkan bagi para investor tentang keberadaan PTSP penanaman modal, disamping melalui sosialisasi maka perlu adanya pendekatan lokasi PTSP penanaman modal yang lain. Investor dapat memproses perizinan penanaman modal pada lokasi yang akan ditunjuk untuk pemprosesan perizinan penanaman modal. Sehingga investor tidak harus mengurus perizinannya pada kantor pusat PTSP penanaman modal di DKI Jakarta tetapi dapat mengurus di Jakarta Invesment Centre. Berdasarkan hasil rancangan program dan kegiatan maka dapat dilihat pada tabel 29 sebagai berikut :
84
I.
Tabel 29 Matrik Rencana Program Pengembangan PTSP PM di Propinsi DKI Jakarta II. Tahun 2010
NO
PROGRAM/KEGIATAN
1
Proses Pelayanan Perzinan lebih cepat dan mudah.
PELAKSANA/ P. JAWAB
WAKTU
Meningkatnya kepuasan investor
3 bulan
BPM dan PKUD
Sejauh mana pelaksanaan PTSP dapat terlaksana.
Meningkatnya pelayanan PTSP
a. Penyempurnaan IT pelayanan terpadu satu pintu.
BPM dan PKUD
Memberikan data dan informasi terbaru melalui updating data.
b. Sistem Informasi Management Laporan Kegiatan Penanaman Modal.
BPM dan PKUD
a. Mengadakan temu pakar.
LOKASI
DINAS/ INSTANSI PENDUKUNG
PERKIRAAN BIAYA (Rp.Juta)
Propinsi DKI Jakarta
Buku saku statistic PMA/PMDN
BPM dan PKUD Bappeda Biro Keuangan
200
6 bulan
Propinsi DKI Jakarta
Pengembang an Data base perizinan
BPM dan PKUD Bappeda Inspektorat Biro Keuangan KPTI
400
Memberikan data terbaru kepada investor.
1 tahun
Propinsi DKI Jakarta
Pengadaan perangkat komputer.
BPM dan PKUD Bappeda Biro Keuangan KPTI
900
Menciptakan kemudahan investor
Proses pelayanan perizinan semakin mudah
3 bulan
Propinsi DKI Jaklarta
Penyempuraan IT PTSP
BPM dan PKUD Bappeda Biro Keuangan KPTI
750
BPM dan PKUD
Peningkatan SDM PTSP
Meningkatkan wawasan SDM petugas PTSP dalam pelayanan
2 kali
Propinsi DKI Indonesia
Meningkat kan kemampuan petugas PTSP
BPM dan PKUD Bappeda Biro Keuangan
200
b. Capacity building
BPM dan PKUD
Peningkatan wawasan dan pengetahuan
Terciptanya capacity building BPM dan PKUD
1 kali
Dalam Propinsi di Indonesia.
Peningkatan kemampuan SDM
BPM dan PKUD
400
c. Pendidikan dan pelatihan fungsional
BPM dan PKUD Tercipta-nya kemampuan tekhnis SDM PTSP penanaman modal
1 minggu
Dalam Propinsi di Indonesia
TOT kemampuan tehknis PTSP penanaman modal
BPM dan PKUD BKPM
100
Peningkatan kemampuan tekhnis SDM PTSP penanaman modal
b. Evaluasi pelaksanaan PTSP penanaman modal.
3
SASARAN
Memberikan petunjuk tentang proses dan jenis perizinan PMA/PMDN.
BPM dan PKUD
a. Penyusunan pedoman perizinan PMA/PMDN
2
TUJUAN
DUKUNGAN PROGRAM/ PROYEK LAIN
Informasi kebijakan penanaman modal tersedia di internet.
Pekingkatan kemampuan SDM agar lebih responsif terhadap tuntutan investor.
85
BPM dan PKUD
Peningkatan pengetahuan SDM PTSP penanaman modal
Terciptanya peningkatan pengetahuan SDM PTSP penanaman modal
2 kali
Dalam dan Luar Negeri
Peningkatan kemampuan SDM PTSP penanaman modal
BKPM
200
a. Pengadaan kursi tunggu ruang tunggu PTSP penanaman modal
BPM dan PKUD
Peningkatan kenyamanan ruang tunggu PTSP penanaman modal
Terpenuhinya kebutuhan kursi ruang tunggu PTSP penanaman modal
1 kali
Propinsi DKI Jakarta
Peningkatan kenyamanan ruang tunggu PTSP penanaman modal
BPM dan PKUD Bappeda Biro Umum
100
b. Penataan tempar parkir
BPM dan PKUD
Peningkatan kenyamanan parkir kendaraan bermotor
Terpenuhinya kebutuhan kenyamanan tempat parkir
3 bulan
Propinsi DKI Jakarta
Peningkatan kenyamanan tempat parkir
BPM dan PKUD Bappeda Biro Keunagan Biro Perlengkapan
500
a. Sosialisasi PTSP penanaman modal
BPM dan PKUD
Peningkatan informasi kebijakan pelayanan penanaman modal
Tersosialisasi nya keberadaan PTSP penanaman modal secara langsung kepada para investor
2 kali
Propinsi DKI Jakarta
Peningkatan komunikasi dua arah antara BPM dan PKUD dengan para investor
BPM dan PKUD Bappeda BKP Investor
400
b. Operasional Jakarta Invesment Centre
BPM dan PKUD
Peningkatan kualitas pelayanan
Terpenuhinya layanan investor secara cepat
1 tahun
Propinsi DKI Jakarta
Peningkatan layanan terhadap investor
BPM dan PKUD Instansi teknis terkait pelayanan penanaman modal Bappeda Biro Keuanagan
d. Mengikutsertakan Workshop/seminar
4
5.
Peningkatan sarana dan prasarana PTSP penanaman modal
Sosialisai kebijakan penanaman modal guna meningkatkan daya saing.
86
1.500
VIII. KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Kesimpulan dari keseluruhan hasil kajian yang berkaitan dengan unsurunsur yang mempengaruhi kualitas penyelenggaraan PTSP penanaman modal di Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut : 1
Dilihat dari efektivitas, penyelenggaraan PTSP mampu meningkatkan kualitas pelayanan investasi hal ini terlihat dari sebelum adanya PTSP waktu pengurusan perizinan adalah 196 hari dengan 19 item dan biaya yang tidak jelas, sedangkan setelah adanya PTSP maka waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan adalah 38 hari dengan 8 item dan biaya yang transparan.
2 Dari kesepuluh dimensi ServQual menunjukan dimensi Responsiviness merupakan dimensi yang dipersepsikan paling baik oleh investor sedangkan dimensi Communication dipersepsikan paling buruk oleh investor. Investor merasa puas dengan kesanggupan para petugas PTSP Penanaman Modal untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, transparan serta tanggap terhadap keinginan para investor. Disisi lain investor menganggap bahwa para petugas PTSP Penanaman Modal yang juga terdiri dari beberapa instansi teknis terkait kurang siap menerima kritik dan saran. 3. Secara keseluruhan tingkat kepuasaan rata-rata menurut dimensi ServQual bernilai positif. Hal tersebut berarti bahwa tingkat kepuasan rata-rata investor menurut dimensi ServQual telah menunjukan kepuasan. Investor merasa puas sejak adanya penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal dibandingkan sebelum adanya PTSP Penanaman Modal. Investor merasa lebih mudah dalam pengurusan perijinan melalui PTSP dan juga waktu serta biaya yang lebih jelas sesuai dengan peraturan yang ada. 4. Dari ke-30 variabel yang diteliti, rata-rata tingkat kepuasan tertinggi adalah tepat waktu yang dijanjikan 0,25 dan rata-rata terendah adalah siap memberikan informasi -0,45. Hal ini berarti dalam memberikan pelayanan kepada investor, petugas PTSP Penanaman sudah dapat membuktikan kinerjanya dengan menyelesaikan proses-proses secara lebih cepat dan lebih mudah, namun demikian jika dikaitkan dengan layanan yang disampaikan bahwa petugas PTSP Penanaman Modal dinilai agak susuh untuk memberikan informasi-informasi berkaitan dengan
87
kebijakan pelaksanaan Penanaman Modal, hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan keahlian petugas PTSP Penanaman Modal sehingga masih sulit untuk memberikan informasi-informasi berkaitan dengan Penanaman Modal. 5. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, pengembangan pelaksanaan PTSP Penanaman Modal bertujuan untuk meningkatkan kepuasan terhadap para investor khususnya dalam memberikan pelayanan. Hasil analisis matriks IFE menunjukan bahwa kurangnya sarana dan prasarana kantor PTSP penanaman modal di Propinsi DKI Jakarta memiliki kondisi internal yang lemah, PTSP Penanaman Modal belum mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki yaitu kecepatan, ketepatan dan kepastian proses pelayanan penanaman modal. Hasil analisis matriks EFE menunjukan bahwa ancaman kesempatan yang lebih baik di daerah/negara lain yang lebih baik telah mampu memanfaatkan peluang kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara. 6. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta yaitu melalui inventarisasi ijin-ijin daerah yang tumpang tindih, pelaksanaan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008, Rehab gedung PTSP Penanaman Modal, Pembayaran biaya perijinan melalui Bank DKI, Mengikutsertakan petugas PTSP untuk diklat yang dilaksanakan di Pusat (BKPM), Mengikutsertakan petugas PTSP dalam Seminar/Workshop. 7. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan PTSP Penanaman Modal di Propinsi DKI Jakarta. Prioritas strategi yang pertama, adalah Proses pelayanan perizinan penanaman modal lebih cepat dan lebih mudah. Prioritas yang kedua adalah Informasi kebijakan penanaman modal tersedia melalui internet. Prioritas yang ketiga adalah Kemampuan peningkatan SDM agar lebih responsif terhadap tuntutan investor. 8. Berdasarkan program-program yang telah dihasilkan maka kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang kelancaran dari program-program tersebut adalah : 1) Penyusunan pedoman perizinan PMA/PMDN dalam pelayanan satu pintu. 2) Evaluasi pelaksanaan PTSP penanaman modal
88
3) Pengadaan perangkat komputer 4) Pelaksanaan Sistem Informasi Management Laporan Kegiatan Penanaman Modal. 5) Penyelenggaraan Temu Pakar 6) Capacity Building 7) Mengadakan pendidikan dan pelatihan fungsional 8) Mengikutsertakan kegiatan Seminar/Workshop 9) Pengadaan kursi buat ruang tunggu PTSP penanaman modal 10) Penataan tempat parkir yang nyaman 11) Sosialisasi PTSP penanaman modal 12) Operasional Jakarta Invesment Centre
8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saransaran sebagai berikut 1. Untuk meningkatkan kualitas layanan menurut dimensi ServQual, dimensi Communication merupakan dimensi yang perlu mendapat perhatian khusus. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan SDM PTSP Penanaman Modal untuk mendatangkan para pakar, melakukan pelatihan-pelatihan, kursus-kursus baik yang dilakukan di lingkungan Pemerintah Daerah maupun melalui Pusat (BKPM). 2. Untuk meningkatkan kualitas layanan yang secara keseluruhan, PTSP Penanaman Modal harus segera memperbaiki terhadap variabel-variabel yang memiliki tingkat kepuasan cukup rendah seperti penyampaian kebijakan Penanaman Modal, lokasi parkir, kebersihan kantor, kenyamanan kantor, siap menerima saran dan kritik dan sebagainya. Disisi lain PTSP Penanaman Modal juga harus tetap bisa mempertahankan kinerja yang sudah dianggap memuaskan investor yaitu lokasi kantor agar tetap berada pada kondisi sekarang, tidak dipindahkan ketempat lain,
89
kesopanan petugas PTSP Penanaman Modal serta adanya kecepatan dalam memproses perijinan sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan. 3. Dalam menunjang kegiatan-kegiatan pengembangan PTSP penanaman modal maka program-program dan kegiatan-kegiatan sebagaimana diuraikan pada kesimpulan diatas dapat dilaksanakan.
8.3 Implikasi Kebijakan. Dari analisis yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan yaitu : 1. Kebijakan untuk dapat meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada investor sehingga investor merasa puas, dengan memberikan kecepatan, ketepatan, dan kepastian pelayanan kepada para investor. Hal ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan
persamaan persepsi antar instansi terkait bahwa investasi
penting. 2. Kebijakan untuk memperbaiki sistem perijinan usaha dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) penanaman modal dapat mempercepat proses perijinan, menyederhanakan prosedur dan mengurangi biaya, sehingga kebijakan ini dapat memperbaiki iklim usaha di DKI Jakarta dan pada gilirinnya akan dapat menjadi daya tarik sendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta. Dampak akhir dari kebijakan tersebut adalah peningkatan baik kuantitas maupin kualitas investasi. Implikasi peningkatan investasi dapat berdampak pada berkurangnya angka pengangguran, peningkatan PAD, peningkatan pajak perdagangan dan penghasilan, serta pertumbuhan PDRB Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. 3. Reformasi birokrasi dengan penajaman fungsi.
90
91