STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) KABUPATEN BENGKALIS
RATNA DEWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Bersama ini saya menyatakan sebenarnya, bahwa Tugas Akhir Strategi Pengembangan Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis adalah karya dan pemikiran saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun dan oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun dimana karya tulis ini murni muncul dari pemikiran saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini. Demikianlah surat pernyaatan mengenai Tugas Akhir ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Bogor,
Maret 2008
Ratna Dewi NRP. A153050175
ABSTRACT RATNA DEWI. Strategi Pengembangan Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkali. Dibawah bimbingan LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAGA Salah satu langkah didalam menanggulangi kemiskinan adalah pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat. Kajian ini berupaya untuk: (a) Menelaah pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPK dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, (b) Menganalisis kebijakan-kebijakan pembangunan melalui program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, (c) Memformulasikan strategi dan program pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Kajian menggunakan metode analisis deskriftif kualitatif dan metode analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menyajikan interprestasi dan gambaran perkembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Sedangkan untuk mengetahui arah programprogram pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bengkalis telah berpihak kepada kelompok miskin digunakan analisis kuantitatif. Kemudian untuk menyusun formulasi strategi pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis digunakan juga analisis kuantitatif dengan metode StrengthWeaknesess-Opprtunities-Treatment (SWOT). Hasil kajian menemukan, bahwa kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berjalan secara optimal dan efisien, meskipun, lembaga ini kehadirannya telah didukung oleh komitmen pemimpin daerah. Keseriusan seluruh unsur, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di Kabupaten Bengkalis mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum cukup membuat kelembagaan ini berjalan optimal. Kajian menemukan. Bahwa masih terdapat kelemahan dalam koordinasi dan sinergitas dengan satuan kerja perangkat daerah yang menyebabkan fungsi dan tugas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis tidak wujud, karena Dinas/ instansi lingkup Pemerintah Kabupaten Bengkalis kurang menyadari tentang keberadaan peran dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai garda terdepan dalam memfasilitasi semua stakeholders untuk bersama-sama melakukan upaya penangulangan kemiskinan Akibatnya program penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bengkalis belum efektif. Dengan demikian, strategi pembangunan di kabupaten Bengkalis pada masa mendatang perlu dilakukan dengan melakukan penguatan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan yang bersandar pada kerjasama antar lintas pelaku di tingkat kabupaten, di tingkat antar kecamatan, tingkat kecamatan dan bahkan di tingkat desa. Prosesnya perlu dilakukan bersamaan dengan peningkatan kapasitas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dengan membentuk program dan aksi penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, menjalin hubungan dengan pihakyang ditetapkan melalui peraturan pemerintah serta memperbanyak program dan jumlah alokasi pendanaan untuk program penanggulangan kemiskinan yang memadai.
Keywords : TKPK, Kelembagaan, Penanggulangan Kemiskinan
RINGKASAN
RATNA DEWI. Strategi Pengembangan Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAGA. Agenda penanggulangan kemiskinan telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan masyarakat Internasional untuk dimuatkan dalam sasaran tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG’s). MDG’s menekankan pencapaiannya tujuan dan target pembangunan utama periode tahun 2000-2015 yaitu menurunkan setengah dari jumlah angka kemiskinan. Tahun 2002 Indonesia bersama 180 negara lainnya telah mencanangkan tujuan dan target ini serta secara resmi menyatakan keikut-sertaannya dengan mengawali melalui proses penyusunan Dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Menindaklanjuti keputusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi Riau, melalui Surat Keputusan Gubernur Riau, Nomor KPTS. 592/IX/2004 tanggal 30 September 2004 membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) dan direvisi menjadi TKPK Provinsi Riau melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor KPTS. 62/II/06 tanggal 20 Februari 2006. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis merupakan kelembagaan forum lintas pelaku dan lintas sektor sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan. Tugasnya pada hakekatnya adalah melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan, serta pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di Kabupaten Bengkalis. Tujuan kajian ini adalah menilai dan menyusun langkah penyempurnaan kerja kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis agar dapat lebih berfungsi secara optimal dan efisien dalam menanggulangi dan mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bengkalis dengan memadukan sistem kelembagaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah mengetahui pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, menganalisis kebijakankebijakan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, dan memformulasikan strategi dan program pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Kajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008. Lokasi kajian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat melalui diskusi partisipatif di aras kabupaten, aras kecamatan, serta di aras desa dan kota. Hasil dari kajian ini adalah (1) pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berjalan secara optimal dan efisien.
Meskipun, lembaga ini kehadirannya telah didukung oleh komitmen pemimpin daerah. Keseriusan seluruh unsur, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di Kabupaten Bengkalis mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum cukup membuat kelembagaan ini berjalan optimal. Kajian menemukan, bahwa masih terdapat kelemahan dalam koordinasi dan sinergitas dengan satuan kerja lain yang menyebabkan fungsi dan tugas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis tidak wujud, karena Dinas/ Instansi lingkup Pemerintahan Kabupaten Bengkalis kurang menyadari tentang keberadaan, peran dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai garda terdepan yang memfasilitasi semua unsur stakeholders yang perhatian terhadap penanggulangan di daerah Kabupaten Bengkalis, (2) efektivitas program penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bengkalis,belum terpenuhi sebagaimana yang diinginkan, disebabkan tidak berperannya kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam pengurangan kemiskinan sebagai akibat tidak berjalannya fungsi kelembagaan, terutama sinergitas aksi/program multi pihak, untuk itu perlu dilakukan konsolidasi program dan proyek penanggulangan kemiskinan untuk memprioritaskan pelayanan bagi masyarakat yang paling miskin (The poorest among The poor) meliputi pengembangan lembaga pendanaan masyarakat (Poverty Reduction Trust Fund) dan Pendanaan lain yang pro poor baik dari APBD kabupaten maupun dari Dunia Usaha dan BUMD, dan (3) strategi pembangunan perlu dilakukan dengan melakukan penguatan kapasitas kelembagaan lintas pelaku dan peningkatan kapasitas masyarakat baik di tingkat kabupaten, di tingkat kecamatan,dan bahkan di tingkat desa. Di tingkat desa, prosesnya perlu lebih menekankan pada upaya pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebaiknya dijadikan pengelola satu pintu program dan aksi penanggulangan kemiskinan yang mampu memfasilitasi semua unsur stakeholders yang berusaha menanggulangi kemiskinan bersamasama dengan menetapkan prioritas strategi utama dalam peningkatan kapasitas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan yakni membentuk program dan aksi penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, menjalin hubungan dengan pihak ketiga yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah serta memperbanyak program dan jumlah alokasi program penanggulangan kemiskinan.
© Hak Cipta milik IPB Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) KABUPATEN BENGKALIS
RATNA DEWI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Dosen Penguji Luar Komisi :
Judul Thesis
:
Strategi Pengembangan Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis
Nama
:
Ratna Dewi
NRP
:
A153050175
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lala. M. Kolopaking, MS Ketua
Ir. Lukman M. Baga, MAEc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.E.c
Tanggal Ujian : 23 Mei 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syakur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, dengan perkenannya penulisan kajian dengan judul ”STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) KABUPATEN BENGKALIS” telah berhasil disusun dengan baik, semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi kebijakan program pembangunan Kabupaten Bengkalis pada masa yang akan datang. Kajian ini tidak akan terselenggara tanpa bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Lala. M. Kolopaking MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Lukman M.Baga, MAEc sebagai anggota Komisi Pembimbing. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.E.c sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor. 3. Pemerintah Kota Pekanbaru atas izin dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 4. Terima Kasih kepada Pemerintah Kabupaten Bengkalis mulai dalam memberi dukungan dan bantuan baik berupa fasilitas dan dukungan moril dalam pelaksanaan kajian ini. 5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya semoga hal-hal yang dibahas dalam kajian ini bermanfaat, Amin. Pekanbaru,
Mei 2008 Ratna Dewi
Kupersembahkan untuk : Ibunda tercinta Hj. AMINAH BINTI JOHAN Ayahnda H. AMIR EL WALID BIN KECIK Suamiku Ir. H. ANZAR CHALID, MT.BIN ABD CHALID Anak-anakku ARRASYID KELANA PUTERA ARRACHIM MAULANA PUTERA Saudara-saudaraku Dan Khusus ku persembahkan untuk PEMERINTAH KABUPATEN BENGKALIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
RATNA DEWI. Lahir di Bengkalis pada tanggal 11 November 1961, sebagai anak ke enam dari delapan orang bersaudara dari pasangan AMIR EL WALID dan AMINAH Riwayat Pendidikan adalah : Pada tahun 1981, Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 12 Jakarta Timur pada Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, pada tahun 1988 menyelesaikan kuliah di Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Tahun 1988 hinnga 1990 Penulis pernah menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, selain itu Penulis pernah bekerja sebagai karyawan Swasta yang bergerak di bidang Penyaluran Pupuk ke Perusahaan – Perusahaan Perkebunan di Provinsi Riau. Saat ini Penulis menjabat Kepala Sub Bagian Kepegawaian Dinas Pertanian Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Penulis menikah dengan Ir. H. ANZAR CHALID. MT, dikaruniai dua orang putra, ARRASYID KELANA PUTERA dan ARRACHIM MAULANA PUTERA
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
vi viii ix
I. PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan dan Kegunaan Kajian............................................................
1 3 6
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................
7
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Kelembagaan..................................................................................... Konsep Kemiskinan .......................................................................... Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat . Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Nasional ........................... 2.4.1. Tugas dan Fungsi TKPK......................................................... 2.4.2. Kelompok Kerja TKPK ..........................................................
7 9 13 15 16 17
III. METODOLOGI KAJIAN .................................................... 22 3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
Kerangka Kajian ............................................................................... Waktu dan Lokasi Kajian.................................................................. Metode Pengumpulan Data ............................................................... Metode Analisis Data........................................................................ 3.4.1. Analisis Deskriptif ................................................................. 3.4.2. Hubungan antara Anggaran Pembangunan untuk Penanggulangan Kemiskinan dengan Jumlah Rumah Tangga Miskin di setiap Kecamatan ...................................... 3.4.3. Analysis Hierarchies Process (AHP)..................................... 3.4.4. Analisis Strategi Kebijakan dengan SWOT...........................
22 27 27 30 31
31 32 32
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS ......................... 4.1. Sejarah Singkat Bengkalis................................................................ 4.2. Kondisi Geografis Kabupaten Bengkalis ......................................... 4.3. Penduduk dan Pola Nafkah .............................................................. 4.3.1. Sub Sektor Tanaman Pangan .................................................
36 36 37 38 44
4.3.2. Sub Sektor Perkebunan .......................................................... 4.3.3. Sub Sektor Perikanan ............................................................. 4.3.4. Sub Sektor Perternakan .......................................................... 4.4.5. Sub Sektor Kehutanan............................................................ 4.4. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ................................. 4.4.1. Jumlah Penduduk /Rumah Tangga Miskin ............................ 4.4.2. Lapangan Usaha Kepala Rumah Tangga Miskin................... 4.4.3. Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga Miskin .............. 4.4.4. Kelompok Umur Rumah Tangga Miskin............................... 4.5. Persebaran Rumah Tangga Miskin dan Stimulus Ekonomi............. V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 5.1. Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis ......................................................... 5.2. Pelaksanaan Tugas dan Fungsi kelembagaan TKPK Bengkalis ...... 5.3. Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskian di Kabupaten Bengkalis.................................................................... 5.3.1. Hubungan antara Anggaran Pembangunan untuk Pengurangan Kemiskinan ........................................... 5.3.2. Efektivitas Pelaksanaan Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .................................... 5.3.3. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 5.4. Strategi Pengembangan Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis ...................................................................... 5.4.1.Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .......................................................... 5.4.2.Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ...................................... 5.5. Penyempurnaan Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis ....................................................................... 5.5.1 Komponen SWOT................................................................... 5.5.2. Faktor-faktor Komponen SWOT ........................................... 5.5.3. Prioritas Startegi..................................................................... 5.6. Strategi dan Program Penyempurnaan Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan............ 5.7. Hasil Temuan Kajian...........................................................................
45 46 47 48 48 48 53 55 58 59 62 62 72 78 78 80 82 84 86 92 100 102 105 111 118 120
VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN .............................. 126 6.1. Kesimpulan ....................................................................................... 126 6.2. Implikasi Kebijakan .......................................................................... 127 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 130 LAMPIRAN.................................................................................................... 132
DAFTAR TABEL No Halaman 1. Tujuan, Analisis Data, dan Output Kajian ................................................ 30 2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis ............................................................................. 39 3. Kawasan Lintas Batas dan Komoditas Utama ........................................... 42 4. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bengkalis Tahun 2004-2005 .................................................................................................. 45 5. Luas dan Produksi Perkebunan Rakyat di Kabupaten Bengkalis Tahun 2003-2005 .................................................................................................. 46 6. Pemanfaatan dan Produksi Perikanan Kabupaten Bengkalis Tahun 2002-2005 .................................................................................................. 47 7. Banyaknya Ternak dan Produksi Daging di Kabupaten Bengkalis Tahun 2003-2005 .................................................................................................. 47 8. Jumlah dan Persentase Penduduk/Rumah Tangga (Ruta) Miskin di Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota Tahun 2004 ............................ 49 9. Jumlah dan Persentase Penduduk / Rumah Tangga Miskin menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2004 ...................................... 50 10. Jumlah dan Persentase Penduduk/Rumah Tangga (Ruta) Miskin di Provinsi Riau (hasil Simulasi Indikator Kemiskinan Balitbang terhadap Data PSE05) Tahun 2005 ........................................................... 51 11. Jumlah dan Persentase Penduduk/Rumah Tangga (Ruta) Miskin menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis (hasil Simulasi Indikator Kemiskinan Balitbang terhadap Data PSE05) Tahun 2005 ....................... 52 12. Jumlah Kepala Rumah Tangga (KRT) Miskin menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha di Kabupaten Bengkalis Tahun 2004 ...................... 54 13. Jumlah Kepala Rumah Tangga (KRT) Miskin menurut Kecamatan dan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2004......................... 56 14. Jumlah Kepala Rumah Tangga (KRT) Miskin menurut Kecamatan dan Kelompok Umur di Kabupaten Bengkalis Tahun 2004 ...................... 58 15. Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Kabupaten Bengkalis atas dasar Harga Konstan 2000, 2000-2005 ............................................................... 61 16. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Besar Dana yang Dialokasikan untuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Setiap Kecamatan................................................................................... 79 17. Nilai Prioritas Komponen SWOT .............................................................. 102 18. Nilai Prioritas Faktor-faktor Komponen Kekuatan (Strengths) ................. 105 19. Nilai Prioritas Faktor-faktor Komponen Kelemahan (Weakness) ............. 106 20. Nilai Prioritas Faktor-faktor Komponen Peluang (Opportunities) ............ 108 21. Nilai Prioritas Faktor-faktor Komponen Ancaman (Treats)...................... 110 22. Matriks SWOT Untuk Memformulasikan Strategi Baru Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis . 113 23. Nilai Prioritas Strategi Baru TKPK dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ............................................................................. 115
DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Halaman Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Miskin Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota Tahun 2004 .................................................................. 4 Kerangka Kajian Pengembangan Kelembagaan Penanggulangan dan Pengurangan Kemiskinan........................................................................ 23 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal............................................... 33 Matriks SWOT ........................................................................................ 34 Analisis SWOT ....................................................................................... 35 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2005.............................................................................................. 40 Susunan Organisasi dan Pembagian Wilayah Sub Kelembagaan……..… 71 Hasil Analisis Faktor Ekonomi yang menjadi Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .......................................................................... 86 Hasil Analisis Faktor Sosial yang menjadi Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .............................................................................. 87 Hasil Analisis Faktor Lingkungan yang menjadi Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .......................................................................... 87 Diagram Batang Nilai Bobot Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .............................................................................. 91 Hasil Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .......................................................................... 93 Hasil Analisis Peran Dinas/instansi di Level Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis 96 Hasil Analisis Peran Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis .......................................................................... 97 Hasil Analisis Peran Swasta (BUMN, BUMD, Koperasi, Pengusaha) dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis................ 99 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ...................................................... 100
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2006 Kabupaten Bengkalis untuk Penanggulangan Kemiskinan ................. 2. Jumlah dan Persentase Penduduk dan Rumah Tangga Miskin menurut Kecamatam di Kabupaten Bengkalis Tahun 2004................. 3. Hasil Analisa Hubungan antara Jumlah Rumah Tangga Miskin (ruta) dengan Alokasi Anggaran Kemiskinan setiap Kecamatan (Rp/Kec.) menggunakan Microsoft Excel............................................................. 4. Penilaian Responden terhadap Penyebab Kemiskinan dan Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.............................................................................................. 5. Pohon Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis............ 6. Nilai Bobot Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ... 7. Pohon Faktor Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis ................................................... 8. Bobot Faktor Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis (Analisa AHP menggunakan Program Expert Choice versi 7)........................................................... 9. Penilaian Respoden terhadap kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis.............................................................................................. 10. Konversi Penilaian Responden terhadap kelembagaan TKPK dan Hasil Perhitungan Komponen SWOT.................................................. 11. Strategi Prioritas Pengembangan Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis (menggunakan analisa S-W-O-T ) ......................................
133 145
146
147 150 151 152
153 154 155
156
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agenda penanggulangan kemiskinan telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan masyarakat Internasional untuk dimuatkan dalam sasaran tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG’s). MDG’s menekankan pencapaiannya tujuan dan target pembangunan utama periode tahun 2000-2015 yaitu menurunkan setengah dari jumlah angka kemiskinan. Tujuan utama penanggulangan kemiskinan meliputi penghapusan kemiskinan
ekstrim dan kelaparan, penghapusan diskrimimasi gender dalam
pendidikan dasar, peningkatan kesehatan ibu dan anak, penanganan HIV AIDS/Malaria dan penyakit lainnya yang menular karena infeksi. Tahun 2002 Indonesia bersama 180 negara lainnya telah mencanangkan tujuan dan target ini serta secara resmi menyatakan keikut-sertaannya dengan mengawali
melalui
proses
penyusunan
Dokumen
Strategi
Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Pada kabinet ‘Indonesia Bersatu’, strategi dan rencana aksi penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 dan menempati Bab tersendiri dalam dokumen RPJMN. Sehingga Dokumen SNPK menjadi arah dalam melakukan pengarustamaan berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan pada SNPK ini sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 dan komitmen masyarakat global dalam tujuan pembangunan millenium untuk mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progressif agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat. Target pada RPJMN untuk
penanggulangan kemiskinan adalah menurunkan setengah angka kemiskinan tahun 2004 sebesar 16,6% menjadi 8,3% pada tahun 2009. Dalam upaya percepatan upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 54 Tahun 2005 dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). TKPK ini merupakan pengganti dan penyempurnaan dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No 124 Tahun 2001 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No 34 Tahun 2002, tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Dalam melaksanakan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2005 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 412.6/2179/SJ mengintruksikan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) untuk menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD), membentuk kelembagaan koordinasi (TKPK) yang berfungsi untuk memperkuat koordinasi dan sinergitas kegiatan lintas pelaku. Pendekatan
utama
penanggulangan
kemiskinan
adalah
meningkatkan
produktivitas/pendapatan masyarakat dan mengurangi beban dasar masyarakat miskin serta melanjutkan program beras bagi rumah tangga miskin (Raskin). Kebijakan ini diperkuat kembali dengan Surat Keputusan Menteri Kooordinator Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
dengan
surat
Keputusan
Nomor
05/KEP/MENKO/KESRA/II/2006 tentang pedoman umum dan kelompok kerja TKPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang dibantu oleh kelompok kerja diantaranya kelompok tugas kebijakan dan perencanaan, kelembagaan, pendanaan dan pendataan. Menindak-lanjuti keputusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi Riau, melalui Surat Keputusan Gubernur Riau, Nomor KPTS. 592/IX/2004 tanggal 30
September 2004 membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) dan direvisi menjadi TKPK Provinsi Riau melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor KPTS. 62/II/06 tanggal 20 Februari 2006. Target penurunan angka kemiskinan Provinsi Riau, sesuai dengan kesepakatan Pemerintah Provinsi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Riau adalah
menurunkan jumlah
penduduk miskin dari 22,19%, pada Tahun 2004 menjadi separuh (11,10%) pada Tahun 2009. Kabupaten Bengkalis sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Riau juga membentuk TKPK-Daerah (TKPKD) melalui Surat Keputusan
Bupati Nomor:
246 /KPTS/VIII/2007, sebagai penyempurnaan KPK yang terbentuk melalui Surat Keputusan Bupati Bengkalis Nomor: 400 tahun 2005. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis ini diketuai Sekretaris Daerah dengan Ketua Pelaksana adalah Kepala Dinas pemberdayaan Masyarakat Desa. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis merupakan kelembagaan forum lintas pelaku dan lintas sektor sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan. Tugasnya pada hakekatnya adalah melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan, serta pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di Kabupaten Bengkalis. Berkenaan dengan hal di atas, kajian ini akan mengangkat tema ’Strategi Pengembangan Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis’.
1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau yang kaya akan sumberdaya alam terutama minyak bumi. Produksi minyak bumi
Provinsi Riau sebesar 600.000 barrel per hari atau sekitar 50% dari produksi minyak bumi Indonesia, sebahagian besar berasal dari Kabupaten Bengkalis. Hal ini dilihat dengan besarnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang diterima kabupaten Bengkalis dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sebesar Rp 1,3 triliyun dan meningkat menjadi Rp 2,4 triliyun pada tahun 2005. Pada tahun 2006, APBD Bengkalis kembali meningkat menjadi Rp 2.707 Triliun. APBD Kabupaten Bengkalis merupakan APBD yang terbesar dibandingkan Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau. Kekayaan sumber daya alam dan semakin besarnya APBD Kabupaten Bengkalis paradoks dengan besarnya jumlah rumah tangga (Ruta) miskinnya. Pada tahun 2004, dari total Ruta di Kabupaten Bengkalis yaitu sebanyak 126.081 Ruta, sebanyak 29.617 Ruta atau 23,49% terkategori keluarga miskin. Besarnya jumlah Ruta miskin di Kabupaten Bengkalis ini sekaligus menempatkan Kabupaten Bengkalis sebagai kantong kemiskinan kedua terbesar di Provinsi Riau setelah Kabupaten Indragiri Hilir sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. 250000
Ruta Miskin Penduduk Miskin
Jumlah (Keluarga & Jiwa)
200000
150000
100000
50000
0 Kuansing
Inhu
Inhil
Pelalalwan
Siak
Kampar
Rohul
Bengkalis
Rohil
Pekanbaru
Dumai
Kabupaten/Kota
Sumber: Balitbang Provinsi Riau (2004) Gambar 1.
Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Miskin Provinsi Riau Per Kabupaten/Kota Tahun 2004.
Pada tahun 2005, berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi (PSE 2005) untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) menunjukkan bahwa jumlah Ruta miskin mengalami peningkatan. Bila pada tahun 2004 jumlah Ruta miskin sebanyak 29.617 Ruta maka pada tahun 2005 hasil Pendataan Sosial Ekonomi, Ruta yang diduga miskin mencapai 37.088 Ruta (25,90%) atau meningkat sebesar 2,41% dibandingkan tahun 2004. Bahkan, hasil verifikasi data PSE pada tahun 2006, jumlah penerima BLT meningkat menjadi 44.147 Ruta (40,83%) atau meningkat sebesar 7,34% dibandingkan tahun 2004. Tingginya jumlah Ruta miskin di Kabupaten Bengkalis ini tidak terlepas dari kebijakan pada masa lalu. Kebijakan yang dilakukan pemerintah belum mampu memberdayakan dan memperkokoh ekonomi masyarakat. Kondisi ketertinggalan ekonomi masyarakat di Kabupaten Bengkalis ini juga diikuti dengan,
rendahnya
tingkat
pendidikan,
dan
ketertinggalan
ketersediaan
infrastruktur dasar pendidikan dan kesehatan sehingga berujung pada kemiskinan yang semakin parah. Dengan kondisi ini, daya saing penduduk miskin untuk merebut peluang kerja dan berusaha menjadi rendah sehingga peluang tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk pendatang. Meski penanggulangan kemiskinan telah menjadi bagian dari program pembangunan Pemerintah Kabupaten Bengkalis, bahkan kebijakan tersebut merupakan pilar utama yang akan dilaksanakan dan terus dikembangkan. Salah satu langkah yang diambil memang adalah melakukan pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan. Persoalannya adalah (i) apakah kelembagaan TKPK Kabupaten
Bengkalis yang sudah dibentuk tersebut telah berjalan secara efektif untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis? (ii) Sudahkah kemiskinan yang telah diidentifikasi tersebut ditanggulangi dengan basis pemberdayaan masyarakat? Bila belum efektif, (iii) strategi apa yang harus diterapkan untuk pengembangan kelembagaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Kajian Tujuan umum dari kajian ini adalah menilai dan menyusun langkah penyempurnaan kerja kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis agar dapat lebih berfungsi secara optimal dan efisien dalam menanggulangi
dan mengurangi
kemiskinan di Kabupaten Bengkalis dengan memadukan sistem kelembagaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah: a) Mengetahui pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. b) Menganalisis
kebijakan-kebijakan
pembangunan
dan
penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. c) Memformulasikan strategi dan program pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Diharapkan kajian ini berguna untuk dijadikan landasan penyusunan konsepsi dan kelembagaan yang mampu mempunyai sistem data akurat kemiskinan
yang
dapat
menjadi
landasan
pelaksanaan
penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Selain itu, diharapkan Kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis yang ada dapat mempunyai rancangan dalam kerangka melakukan
inisiasi
sinergi
perencanaan
proyek-proyek
dan
program
penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat kepada penanggung jawab program melalui diskusi-diskusi intensif. Dengan demikian, kajian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi acuan dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan satu pintu
yang menangani
perencanaan yang sesuai untuk pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bengkalis dari beragam pihak baik yang datang dari pusat, provinsi dan kabupaten.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelembagaan Pengembangan Pulau Bengkalis menjadi kota perlu mengantisipasi kecendrungan perkembangan perkotaan tersebut. Oleh karena perkembangan pulau tersebut tidak dapat dinafikan menghadapi juga ketidakseimbangan kemajuan antar kawasan disatuan pulau dan hubungannya dengan pulau atau wilayah lain. Dengan demikian menyiapkan sistem kelembagaan yang baik dalam kerangka
mencegah
dan
menanggulangi
kemiskinan
menjadi
strategis
(Kolopaking, 2005). Kelembagaan atau pranata sosial merupakan sistem perilaku dan hubungan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, yang meliputi 3 (tiga) komponen; a) organisasi atau wadah dari suatu kelembagaan; b) fungsi dari kelembagaan dalam masyarakat; c) perangkat peraturan yang ditetapkan oleh sistem kelembagaan dimaksud. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui; a) penciptaan suasana yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat; b) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dan c) melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat untuk memperkuat daya saing ( Dephut RI, 2004). Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting karena hal ini mendudukkan mereka bukan sebagai objek melainkan subjek berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. (Dirjen PMD Depdagri, 2006).
Masalah
pengembangan
kelembagaan
penanggulangan
kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan perencanaan berhubungan erat dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Dalam hakekat penanggulangan dan pengurangan kemiskinan melalui pendekatan partisipatif masyarakat pada era demokratisasi, prinsip partisipatif menjadi sebuah pilihan, dengan harapan upaya menanggulangi kemiskinan lebih memberi tempat pada golongan masyarakat miskin untuk mengenal diri dan terlibat didalam berbagai gagasan dan menuangkan ide dengan orang lain untuk mengatasi persoalan dan masalah yang dihadapi melalui bekerja dan berusaha agar menjadi warga yang bermartabat (Kolopaking, 2005). Penanggulangan kemiskinan secara subtansi merupakan upaya terpadu dan saling terkait, terkoordinasi serta terintegrasi
dalam satu kesatuan kebijakan,
strategi, program dan kegiatan. Oleh karena itu dalam rangka melakukan pengarustamaan (mainstreaming) permasalahan kemiskinan diperlukan suatu kelembagaan yang meliputi lintas pelaku dan lintas sektor. Apabila tidak mampu menjawab tantangan –tantangan zaman dalam arti menanggapi perubahan sosial politik dan ekonomi yang begitu cepat dan drastis maka niscaya melahirkan jebakan sosial atau jebakan kelembagaan yang akan berdampak kepada pendapatan
dan
distribusinya
bagi
masyakarat
(TKPK,
2006).
Fungsi
pengambilan keputusan dianggap sebagai ciri paling elementer bagi sebuah otonomi yang berkaitan dengan pemberdayaan. Pengambilan keputusan merupakan manifestasi terpenting dari kekuasaan, sementara kekuasaan merupakan wacana inti dari keberdayaan, keberdayaan suatu masyarakat dapat
dicirikan oleh peranannya dalam pengambilan keputusan, diupayakan dengan partisipasi penuh dari masyarakat melalui kegiatan LSM dan elemen masyarakat lainnya, dalam pelaksanaannya juga dapat mendorong pengembangan jaringan kerja, Keberhasilan aparat Pemda dalam belajar menerapkan azas-azas pembangunan partisipatif akan membuka peluang besar dalam pemberdayaan rakyat (Sahdan, 2004). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan dan sangat bernilai bagi keberhasilan suatu pembangunan. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, maka untuk kegiatan perencanaan, masyarakat sendiri (yang terhimpun dalam lembaga forum lintas pelaku setempat) yang selayaknya mampu untuk merumuskan kegiatan pembangunan apa yang cocok di wilayahnya (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Pembangunan partisipatif memandang bahwa lembaga di tingkat lokallah yang mampu memecahkan permasalahan dengan cepat di wilayah setempat, karena faktor kedekatan letak dan kemudahan aksesibilitasnya, disamping itu peranan kelembagaan masyarakat diperkotaan dan pedesaan dapat berfungsi sebagai pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi. (Nugroho dan Dahuri, 2004).
2.2. Konsep Kemiskinan Kemiskinan bukan masalah ekonomi tetapi persoalan yang bersifat multidimensi disebabkan oleh kebijakan perekonomian dan politik. Oleh sebab itu penanganan kaum miskin adalah paling kritis karena berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Upaya peningkatan produktivitas masyarakat miskin perkotaan secara langsung dilakukan dengan memperbaiki kehidupan
mereka, meningkatkan akses kepada infrastruktur dan fasilitas jasa sosial, dan meningkatkan permintaan agar jangka pendek memberikan proyek sehingga dapat mengamankan nasibnya (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Kemiskinan selain masalah multidimensi yang menyangkut segi ekonomi, sosial politik dan kultur dari kehidupan, masalah kesenjangan pembangunan antar wilayah. Hal yang berkenaan juga dengan ditandai oleh; 1) banyaknya wilayah yang masih tertinggal pembangunannya termasuk wilayah perbatasan; 2) belum berkembangnya wilayah strategis dan cepat tumbuh; 3) ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar metropolitan dengan kota menengah dan kecil; 4) masih adanya kesenjangan pembangunan antar desa dan kota; 5) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan; 6) system pengelolaan tanah yang kurang optimal.(Dirjen PMD Depdagri, 2006) Kemiskinan memerlukan penanggulangan yang bersifat multisektor dengan beragam karakteristik sesuai kondisi spesifik wilayah. Sampai saat ini penanggulangan kemiskinan masih belum dapat diatasi padahal kemiskinan menyangkut harkat dan martabat manusia dan bangsa (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab.Bengkalis, 2004). Konsep kemiskinan sangat beragam, mulai dari ketidakberdayaan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, sehingga (Bappenas, 2004 dalam Sahdan 2004), mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun lakilaki. Kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya hak-hak dasar dan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempertahankan kehidupannya secara layak. Agar tidak miskin, maka seseorang harus sehat, berkemampuan /mempunyai keterampilan, sejahtera dan mandiri sehingga menjadi insan yang bermartabat. Kemiskinan adalah masalah multidimensi menyangkut kemiskinan ekonomis, kemiskinan ilmu dan kemiskinan mentalitas/akhlak. Penanggulangan kemiskinan harus ditangani dengan pendekatan multidimensi, lintas sektor dan lintas pelaku. (TKPK Menko Kesra, 2006) Konsepsi kemiskinan dari (Nugroho dan Dahuri, 2004) bahwa kemiskinan merupakan kondisi absolut dan relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku didalam masyarakat karena sebab-sebab natural , kultural dan struktural. Kemiskinan perkotaan di Indonesia cendrung merupakan fenomena akibat ketidakseimbangan antar masyarakat dan ketimpangan sosial. Perkembangan kota menjadi penarik pendatang untuk mengadu nasib. Hal ini kemudian diikuti oleh kehidupan kota yang diwarnai ketidakseimbangan ketersediaan lapangan pekerjaan, penyediaan prasarana pemukiman dan sosial, serta kesehatan lingkungan
layak
yang
pada
akhirnya
menumbuhkan
kantong-kantong
kemiskinan. Keadaan tersebut yang apabila dibiarkan akan menumbuhkan kaum
miskin perkotaan dan mengembalikan tata kota mengenal wilayah-wilayah kumuh (Kolopaking, 2005). Disadari bersama bahwa tanggungjawab pencapaian pengurangan kemiskinan memerlukan peran serta berbagai pelaku pembangunan, termasuk Pemerintah Daerah dan merupakan kunci bagi penentuan kebijakan yang paling tepat dan efektif (Pemberdayaan Masyarakat Desa, Depdagri, 2006). Otonomi daerah memungkinkan penanggulangan kemiskinan karena menghadapi jarak spasial yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri. Selain itu peluang tanggungjawab atas kegiatan tersebut berada ditangan pemerintah diaras Kabupaten dan Kota, serta Pemerintah Desa. (Sahdan, 2004) Pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis sebagai daerah otonom, mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih kompleks didalam hal kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, memerlukan kesamaan pandang dari segenap unsur yang terlibat didalam Pemerintahan, selain kompone-komponen ini yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi strategi mendasar yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Strategi tersebut diarahkan dalam kerangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemerintahan dan pengembangan kelembagaan kapasitas lokal (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab.Bengkalis, 2004). Hal ini diyakini dengan dasar pemikiran bahwa partisipasi masyarakat
dalam
pembangunan adalah kunci upaya pokok menanggulangi kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004).
2.3. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Supaya penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk membebaskan dan melindungi masyarakat dari kemiskinan. Hal ini mencakup tidak saja upaya untuk mengatasi ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar tetapi juga untuk
berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan (Dirjen PMD Depdagri, 2006). Upaya penanggulangan kemiskinan yang paling strategis dalam era Otonomi Daerah adalah memberikan peluang pada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi masalah mereka secara mandiri. Pihak luar di reposisi perannya sebagai agen dan berperan menjadi fasilisator pemberdayaan. Input dari luar yang masuk dalam proses pemberdayaan perlu mengacu pada kebutuhan dan desain aksi yang dibuat oleh keluarga miskin itu bersama komunitasnya melalui proses dialog yang produktif agar sesuai dengan konteks setempat. Upaya menyeragamkan penanggulangan kemiskinan hanya akan menemukan kegagalan dalam mencapai sasaran, sehingga konsep tersebut perlu ditinggalkan oleh pembuat kebijakan (Sahdan, 2004). Program strategis yang dapat dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan adalah : membuka peluang dan kesempatan berusaha bagi orang miskin untuk berpartisipasi
dalam
proses
pembangunan
ekonomi,
Pemerintah
harus
menciptakan iklim agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, terutama oleh masyarakat miskin. Kebijakan dan program yang memihak orang miskin perlu difokuskan kepada sektor ekonomi riil. Mendorong agenda pembangunan daerah memprioritaskan pemberantasan kemiskinan sebagai skala prioritas yang utama, mendorong tekad semua pihak untuk mengakui
kegagalan penanggulangan kemiskinan selama ini, membangkitkan kesadaran bersama bahwa kemiskinan merupakan musuh bersama dan meningkatkan partisipasi dalam memberantas kemiskinan (Sahdan, 2004). Dalam rangka upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan secara terpadu, perlu perumusan kebijakan makro dan mikro sesuai dengan penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dengan mengikut sertakan forum lintas pelaku yaitu seluruh komponen, baik instansi pemerintah, organisasi non pemerintah,
organisasi
profesi
dan
segenap
unsur
masyarakat
(Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab. Bengkalis, 2004). Dalam rangka upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan, pendekatan yang digunakan adalah pemberdayaan masyarakat(Community Development Driven) yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil (Sahdan, 2004). Dilihat dari kegagalan penanggulangan kemiskinan selama ini, strategi dan kebijakan alternatif yang berpihak kepada masyarakat miskin, option for the poor menjadi kebutuhan mutlak menanggulangi kemiskinan. Untuk membuat sebuah strategi dan kebijakan alternatif diperlukan pengetahuan yang memadai tentang penyebab utama kemiskinan masyarakat Desa, maka strategi dan kebijakan alternatif menanggulangi kemiskinan Desa dapat dilakukan dengan :
1
Memberi kesempatan yang luas untuk memperoleh layanan pendidikan, kesehatan gratis, memberi jaminan asuransi yang selama ini hanya diperoleh bagi mereka yang memiliki uang saja.
2
Mendorong investasi pertanian dan pertambangan yang membuka kesempatan kerja kepada masyarakat desa dengan begitu pendapatan mereka meningkat, berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat desa.
3
Membuka kesempatan untuk memperoleh kredit usaha yang mudah, selama ini selalu sulit serta salah sasaran, karena itu diperlukan kebijakan baru yang memberi jaminan kredit usaha yang memadai bagi masyarakat desa
4
Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki tatanan pemerintahan. Tatanan pemerintahan saat ini, memberikan keleluasaan bagi terjadinya praktik korupsi bagi seluruh level pemerintahan. Perbaikan tatanan pemerintahan menjadi kata kunci untuk membuat program penanggulangan kemiskinan benar-benar diperuntukan bagi masyarakat miskin.
2.4. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Nasional Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat kontitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan tujuan bahwa penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat. Oleh karenanya, dalam rangka peningkatan dan percepatan upaya penanggulangan
kemiskinan
diperlukan
koordinasi
dan
singkronisasi
perencanaan, pelaksanaan, dan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan
yang telah dilakukan oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang akan terus dilaksanakan dan diteruskan
serta dikembangkan dan disempurnakan
melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik ditingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Dasar hukum pembentukan TKPK, adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan. TKPK berkedudukan sebagai lembaga lintas sektor dan lintas pelaku sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. TKPK dipimpin oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra). 2.4.1. Tugas dan Fungsi TKPK TKPK
bertugas untuk melakukan langkah-langkah nyata guna
mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
melalui
koordinasi,
sinkronisasi,
penyusunan, pelaksanaan, penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Fungsi TKPK menyelenggarakan : 1. Mengkoordinasikan penganggaran,
dan
pelaksanaan
mensinkronkan kebijakan
perencanaan, dan
program
penanggulangan kemiskinan di Pusat dan di Daerah. 2. Meningkatkan
responsivitas,
akuntabilitas,
dan
efektivitas
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi lokal. 3. Memantau dan mengevaluasi : (i) kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan
(ii) perkembangan kondisi kemiskinan. 2.4.2. Kelompok Kerja TKPK Sebagai forum lintas sektor dan lintas pelaku, TKPK melibatkan berbagai unsur Pemerintah dan masyarakat yang diwadahi dalam kelompok kerja (Pokja), yang meliputi kalangan Dunia usaha, tokoh agama dan masyarakrat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah terkait. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya TKPK dibantu oleh kelompok kerja (Pokja)* yang terdiri dari : 1. Pokja Kebijakan dan Perencanaan: bertugas memberikan dukungan perencanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. 2. Pokja
kelembagaan:
bertugas
memberikan
dukungan
fasilitasi
pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 3. Pokja Pendanaan: bertugas memberikan dukungan penganggaran terhadap program-program penanggulangan kemiskinan. 4. Pokja Pendataan: bertugas menyediakan data dan informasi untuk mendukung penanggulangan kemiskinan. * Pembentukan Pokja telah ditetapkan melalui Keputusan Menko Kesra selaku ketua TKPK yaitu Nomor 05/KEP/MENKO/KESRA/II/2007. Fokus Agenda Penanggulangan Kemiskinan :
a. Pendataan ; 1) Penegasan Pemerintah kepada seluruh instansi pemerintah pusat, daerah dan masyarakat untuk menggunakan data kemiskinan dari BPS sebagai data dasar 2) Updating data kemiskinan pada tingkat nasional, daerah dan tatanan masyarakat. 3) Peningkatan akses masyarakat pada data dan informasi kemiskinan melalui pengembangan basis data penanggulangan kemiskinan b.
pendanaan ; 1) Pengarustamaan
penganggaran
di
tingkat
pusat,
daerah
;
konsolidasii program dan proyek penanggulangan kemiskinan untuk memprioritaskan pelayanan bagi masyarakat yang paling miskin (the poorest among the poor) 2) Pengembangan lembaga pendanaan masyarakat/dana amanah (Poverty Reduction Trust Fund) 3) Pengembangan mikrodana dan wirausaha mikro c. Kelembagaan ; 1) Pemberdayaan
kelompok-kelompok
masyarakat
yang
telah
berkembang 2) Penguatan kelembagaan lintas pelaku di tingkat provinsi, kabupaten dan kota dalam pengurangan kemiskinan 3) Keterlibatan dunia usaha dan LSM
Model-model Penanggulangan kemiskinan di daerah ; 1) Pengembangan Dana Amanah Masyarakat untuk Penanggulangan Kemiskinan ( Community Trust Fund) 2) Pemberdayaan masyarakat miskin ( pola PPK atau P2KP) 3) APBD yang pro-poor 4) Penggalangan dana masyarakat untuk penanggulangan Kemiskinan 5) Kemitraan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan Starategi peningkatan kesejahteraan masyarakat : 1) Penanggulangan dan pengurangan kemiskinan dan pengangguran 2) Tanggap cepat masalah kesejahteraan rakyat dan masalah sosial 3) Pengembangan sumberdaya manusia Terdapat 5 (lima) problema kemiskinan dari pelaksanaan terdahulu, diantaranya : 1) kemiskinan hanya dipandang pada dimensi pengeluaran konsumsi minimal rumah tangga saja, sementara kemiskinan adalah bersifat multidimensi yakni menyangkut segi ekonomi, sosial, kultur, dan politik dari kehidupan. 2) kurang memperhatikan pada aspek proses yaitu suatu unsur penting dari proses adalah parisipasi dari stakeholders mulai dari penyusunan program,pelaksanaannya sampai pemantauan dan pengawasannya, yang memposisikan masyarakat hanya sebagai objek bukan sebagai subjek pembangunan. 3) kurangnya upaya mengarahkan pertumbuhan ekonomi agar berpihak kepada orang miskin.
4) bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin hanya bersifat karitatif (charity), yakni pemberian yang bersifat hadiah tanpa harus melakukan kegiatan produktif seperti pada program-program pasca krisis, sehingga melemahkan sendi-sendi keberdayaan masyarakat. 5) bersifat sentralistis, pada hal jika dilakukan dengan prinsip desentralisasi
justru
membawa
peluang
dalam
upaya
penanggulangan kemiskinan yang lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat sasaran akhirnya. Sehingga untuk mengatasi problema kemiskinan diatas dirumuskan lima strategi utama penanggulangan kemiskinan : 1)
Perluasan kesempatan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik,dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan untu mendapatkan kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasarnya dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.
2)
Pemberdayaan
masyarakat,
strategi
ini
dilakukan
untuk
memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. 3)
Peningkatan kapasitas, yaitu strategi yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha
masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. 4)
Perlindungan sosial, adalah suatu strategi untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru, baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain, dampak negatif krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial.
5)
Strategi kemitraan global, dilakukan untuk mengembangkan dan menataulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi diatas.
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1.
Kerangka Kajian Menganalisa keberadaan kelembagaan penanggulangan dan pengurangan
kemiskinan difokuskan penelaahan pada fungsi kelembagaan. Mengikuti tinjauan pustaka tentang fungsi kelembagaan sebelumnya, maka fungsi kelembagaan penanggulangan dan pengurangan kemiskinan yang dijadikan aspek penelaahan kali ini, sebagai berikut : 1
Memberi pedoman untuk multi-pihak memahami besaran (data/informasi tentang jumlah dan proporsi) dan proses mengapa kemiskinan ada.
2
Menjaga sinergi multi-pihak untuk melakukan dan memastikan pendanaan program atau aksi nyata penanggulangan dan pengurangan kemiskinan.
3
Memberi peluang kepada multi-pihak untuk melakukan pengendalian sosial melalui pemantauan dan penilaian program atau aksi yang telah dilakukan.
4
Memberi wadah untuk multi-pihak membahas hambatan-hambatan dan menemukan jalan penyelesaiannya dalam pengembangan kelembagaan aksi dan program
penanggulangan khususnya persoalan pendanaan, aspek
legal/peraturan-peraturan yang dihadapi. Kerangka Kajian ini secara ringkas disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, ditunjukkan bahwa keempat fungsi kelembagaan penanggulangan dan pengurangan kemiskinan tersebut berjalan baik ditentukan oleh 6 (enam) faktor, yaitu : 1
Kepemimpinan di Daerah (khususnya Bupati)
2
Dasar hukum
3
Sumber daya manusia
4
Komitmen beragam pihak (Swasta, LSM, Kelompok-kelompok masyarakat)
5
Sokongan Politik
6
Pendanaan yang jelas
Kepemimpinan Daerah
Kejelasan Data/Informasi Kemiskinan
Dasar Hukum Sumberdaya Manusia Komitmen Multi Pihak
Sinergitas Aksi/Program Multi-Pihak Kelembagaan Penanggulangan & Pengurangan Kemiskinan
Pengurangan Kemiskinan Saling Memberdayakan
Sokongan Politik
Pendanaan Jelas
Pendanaan
Gambar 2. Kerangka Kajian Pengembangan Kelembagaan Penanggulangan dan Pengurangan Kemiskinan Disadari bersama bahwa tanggung jawab pencapaian pengurangan kemiskinan memerlukan peran serta berbagai pelaku pembangunan, termasuk Pemerintah Daerah. Kelembagaan penanggulangan dan pengurangan kemiskinan akan berjalan baik dan memberi hasil optimal apabila pimpinan di daerah (Bupati) memberi perhatian terhadap kemiskinan. Semakin baik kepemimpinan, maka semakin
efektif
kelembagaan
tersebut.
Oleh
sebab
itu
agar
agenda
penanggulangan kemiskinan efektif dan berkelanjutan maka harus terkait dengan agenda transformasi kelembagaan dan kebijakan kearah good governance. Apabila tata pemerintahan kurang baik, mengakibatkan ketidakberdayaan dan kemiskinan. Peran Pemerintah Daerah Bengkalis dalam mengidentifikasi
permasalahan kemiskinan ditingkat lokal merupakan kunci bagi penentuan kebijakan yang paling tepat dan efektif, sehingga perlu dilakukan penguatan kelembagaan lintas pelaku di Kabupaten Bengkalis. Demikian juga dengan dasar hukum yang dipakai dan dipedomani, berdasarkan dasar hukum yang baru dibentuk tentang tim koordinasi penanggulangan dan pengurangan kemiskinan yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia No 54 Tahun 2005, maka dalam melaksanakan tugas-tugasnya TKPKD akan lebih terarah secara sistematis, dan perlu dikembangkan suatu kelembagaan khusus untuk menangani masalah kemiskinan di Kabupaten Bengkalis guna terlaksananya program yang telah dibentuk dalam pemerintahan Kabupaten Bengkalis agar tercipta koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan serta pengurangan kemiskinan yang ada. Faktor sumber daya manusia harus dituntut keahlian, Kabupetan Bengkalis memiliki sumber daya yang sehat, cerdas dan mandiri dan berpendidikan, agar mempunyai daya saing yang tinggi dalam mencari dan memanfaatkan peluang dan kesempatan kerja.
Dengan demikian dituntut keahlian dan keterampilan
masyarakat dari berbagai bidang kegiatan dan ikut serta dalam pengambilan keputusan dari pembangunan yaitu ikut berperan aktif sebagai pelaku utama dalam pembangunan, sehingga mereka dapat merasakan ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang akan dilaksanakan. Pengembangan sumberdaya manusia menyangkut ;bidang pendidikan, kesehatan, gizi dan nutrisi, keagamaan, kebudayaan, kependudukan, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, kesejahteraan ibu dan anak. Pengembangan kegiatan
ini harus tersentuh sampai keseluruh pelosok desa, sehingga ada peningkatan kualitas sumberdaya manusia didaerah ini. Faktor komitmen berbagai pihak (Swasta, LSM, Kelompok-kelompok masyarakat). Mewujudkan komitmen dan keseriusan seluruh unsur masyarakat didaerah Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan dalam proses konsultasi publik, baik dari tingkat rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi yang akan dituangkan kedalam Dokumen Strategi Penggulangan Kemiskinan Daerah.
Dalam mewujudkan komitmen dan
keseriusan seluruh unsur masyarakat dan dunia usahayang meliputi BUMD dan perusahaan-perusahaan,
salah satu contoh peran dunia usaha dalam
penanggulangan kemiskinan merupakan suasana dan tindakan positif bagi program Penanggulangan Kemiskinan, program tanggungjawab sosial dunia usaha yang diterapkan dalam konsep Corporate Social Responsibility (CSR) mempunyai sinkronisasi dengan program Pengurangan Kemiskinan yang merupakan program kemitraan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah dan suatu konsep yang harus di terapkan di kabupaten Bengkalis dengan mengadakan ikatan kerjasama dengan pihak ketiga, dengan harapan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kabupaten Bengkalis.
Wujud nyata dari komitmen
Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan juga ditujukan dengan diprogramkannya pendidikan gratis bagi penduduk miskin. Hal ini dibuktikan dengan adanya kebijakan pemerintah mengeluarkan 35% dari dana APBD tahun 2007 untuk menciptakan sumber daya manusianya agar terlepas dari kebodohan.
Sokongan
politik,
pembentukan
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) didasari juga oleh adanya kemauan politik (political will) dan keputusan politik atau good will dari pemimpin daerah (Bupati), agar terdapat koordinasi baik diantara lembaga pemerintah maupun diantara pelaku non pemerintah lainnya dalam mewujudkan operasionalisasi upaya penggulangan kemiskinan sehingga lebih tepat, intensif dan efektif. TKPK itu merupakan kriteria “baik” ditentukan juga oleh sistem dan sumber manusia pendukungnya. Dalam hal dana, diperlukan perumusan kebijakan program anggaran dalam penanggulangan kemiskinan yang bersifat lintas wilayah kabupaten juga pemantauan terhadap penyusunan anggaran yang berpihak pada rakyat miskin yang
dilaksanakan
penganggaran
oleh
dengan
pemerintah
melakukan
Kabupaten konsolidasi
yaitu program
pengarustamaan dan
proyek
penanggulangan kemiskinan, penyertaan pendanaan yang ada pada perusahaan dan BUMD di harapkan dapat di gunakan sebagai pendukung dan penyokong berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Untuk evaluasi penggunaan anggaran dalam program penanggulangan kemiskinan diperlukan koordinasi dalam penyusunan anggaran daerah dan sumber-sumber pendanaan lainnya untuk diarahkan kepada penanggulangan kemiskinan, merupakan faktor yang penting dalam kelancaran pelaksanaan program yang telah disiapkan dan tidak dapat dipungkiri masalah pendanaan mempunyai peranan penting dan harus terencana, proses perencanaan dan penganggaran yang belum pro-miskin dan propemberdayaan sangat menghambat kesempatan mobilitas sosial keatas untuk kelompok miskin.
3.2. Waktu dan Lokasi Kajian Kajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008. Lokasi kajian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
3.3. Metode Pengumpulan Data Kajian Data yang digunakan dalam penelahaan di dalam kajian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diambil dengan
melakukan pengamatan langsung dilapangan dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat melalui diskusi partisipatif di aras kabupaten, aras kecamatan, serta di aras desa dan kota.
Lokasi contoh yang diambil adalah
beberapa wilayah yang ada di wilayah Kabupaten Bengkalis yang mayoritas masyarakatnya miskin. Prosedur diskusi merupakan salah satu bentuk yang dilakukan dengan melibatkan forum lintas pelaku serta masyarakat di wilayah yang ditentukan. Diskusi mencakup tentang komitmen dan keseriusan seluruh unsur masyarakat di daerah dalam penanggulangan kemiskinan melalui upaya membangun konsensus daerah dalam penanggulangan kemiskinan dalam proses Konsultasi Publik dilanjutkan dengan memberikan beberapa angket pertanyaan (kuisioner) dengan maksud untuk mendapatkan informasi data kongkrit bagi penyempurnaan pelaksanaan koordinasi penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan di beberapa wilayah Kabupaten Bengkalis selama ini. (1) Diskusi di aras Kabupaten Dalam diskusi yang dilakukan di tingkat kabupaten, dengan pemilihan stakeholders (pihak yang memiliki kepentingan dan komitmen) yang sama dalam
kebijakan penanggulangan kemiskinan. Prosedur diskusi dilakukan dengan tatap muka langsung mencakup Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Bengkalis seperti: Dinas Sosial, Bappeda, Kimpraswil, Koperasi dan UKM, Depnaker, Pemberdayaan Perempuan, Dikpora, Transmigrasi, Badan Pertanahan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian dan Perternakan. (2) Diskusi di aras beberapa kategori Kecamatan (Tebing Tinggi, Bengkalis, Duri) Diskusi dilakukan tentang ketersediaan sumber daya manusianya dalam membuat usaha penanggulangan kemiskinan di 3 (tiga) tipe desa diatas, kemudian dibuat beberapa pertanyaan dari beragam pihak dari lembaga yang sudah diajak diskusi, bagaimana komitmen mereka untuk mengaktifkan lembaga itu, bagaimana hasil yang telah dirasakan oleh keluarga miskin di wilayah ini setelah dilakukan pemberdayaan dari lembaga penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bengkalis. Apa manfaat serta keluhan dari masyarakat miskin yang menerima langsung program–program penanggulangan kemiskinan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan tersebut. (3) Diskusi dengan Masyarakat Miskin (Kasus Desa dan Kasus Kota) Guna mendapatkan data yang lebih akurat, maka kajian dilaksanakan langsung mengadakan kunjungan ke lokasi-lokasi yang masyarakatnya mayoritas tergolong miskin, yakni meliputi; desa Selat Baru, serta desa Pangkalan Batang untuk Kecamatan Bengkalis Kota, Kecamatan Tebing Tinggi, untuk wilayah Kecamatan Mandau meliputi desa Sebangar. Tipe desa ini dapat mewakili desa yang ada di Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Tebing tinggi, dan Kecamatan Mandau, dengan jumlah penduduk miskin yang lebih tinggi bila dibandingkan dari jumlah penduduk miskin desa lainnya, disamping itu ke 3 (tiga) tipe kecamatan ini mudah dijangkau serta memiliki ciri-ciri masyarakat yang mudah menerima inovasi yang masuk di desa tersebut.
Diskusi dengan Masyarakat desa dilakukan dengan survey terbatas, berlokasi di kantor-kantor desa wilayah yang mewakili dalam Kecamatan Bengkalis, kecamatan Tebing Tinggi, dan Kecamatan Mandau. Pelaksanaan diskusi dihadiri oleh anggota masyarakat yang ada dilingkungan desa tersebut, guna melakukan panajaman rumusan hasil kajian dalam bentuk Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion) yang merupakan pelaksanaan program pada aras Grass Root, dipandu dengan paparan hasil survey cepat dan observasi lapangan agar hasil dari Focus Group Discussion akan lebih terfokus. Pada diskusi ini diharapkan akan memperoleh data jumlah penduduk miskin yang lebih konkrit, serta informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat miskin di desa ini serta kemajuan-kemajuan yang dirasakan setelah adanya program kebijakan penanggulangan kemiskinan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Pencapaian tujuan kajian dilakukan dengan langkah-langkah Literature Review terhadap berbagai laporan pelaksanaan dan monitoring pada masyarakat yang sudah selesai dilaksanakan yang ditopang dengan review dari berbagai dokumen lain yang relevan;
2.
Dikumpulkan melalui instansti terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan Instansi Sektoral antara lain : Balitbang, Dinas Kimpraswil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Sosial, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perkebunan, BPN, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja, Bagian Ekonomi, dan Bagian Pemberdayaan. 3.
Merumuskan kelembagaan strategi perencanaan dan Targeting Program penanggulangan dan pengurangan kemiskinan sehingga dihasilkan dokumen yang utuh dan lengkap yang memuat kesepakatan tentang kebijakan, strategi, program-program strategis yang diharapkan, berikut kerangka waktu implementasinya yang dapat mensinergikan inisiatif penanggulangan dan pengurangan kemiskinan mulai dari Pusat, Provinsi serta Kabupaten.
Tabel 1. Tujuan, Analisis, Data dan Output Kajian TUJUAN Mengetahui Pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPKKabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan
ANALISIS Analisis Deskriptif
PARAMETER • Tugas, Pokok dan Fungsi • Program Kerja dan Realisasi TKPKD
Menganalisa programprogram pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan
Analisis Kuantitatif (Korelasi)
Jumlah Ruta Miskin berdasarkan Kecamatan
Analisis Deskriftif
Efektifitas Proram Penanggulangan Kemiskinan di Kab Bengkalis
• Mengetahui program penanggulangan yang berbasis pemberdayaan masyarakat
AHP
Persepsi tentang Penyebab Kemiskinan, Solusi, dan Peranan stakeholders
SWOT
Kekuatan TKPKD Kelemahan TKPKD Peluang TKPKD Ancaman TKPKD
Pohon Hirarkies Masalah • Penyebab Kemiskinan, Kemiskinan, Solusi dan Peranan Solusi, dan Peranan Stakeholders melalui Focus Group Masing-masing Discutions Stakeholders dalam penanggulangan kemiskinan • Simulasi Peranan Persepsi Berbagai Pihak dalam Stakeholders dalam melihat kelembagaan TKPK penanggulangan Kabupaten Bengkalis (Kuisioner) kemiskinan
Memformulasikan strategi pengembangan kelembagaan TKPKD
DATA & SUMBER DATA OUTPUT Struktur Organisasi TKPK, Tupoksi, • Performance kelembagaan Rencana dan Realisasi Kegiatan. TKPK Kabupaten Sumber : Bengkalis SK.No.5/Kep/Menko/Kesra/II/2006, Surat Mendagri No 412.6/2179/SJ, Kep.Bupati No 246/KPTS/VIII/2007, Program Kerja TKPK tahun 2005 – 2007, Data Desa Miskin (2005, 2006, dan • Hubungan Anggaran 2007), Data Ruta Miskin (2005, untuk Penanggulangan 2006, dan 2007), Data Ruta Miskin Kemiskinan dengan per setiap Jenis Usaha (2006), APBD Jumlah Ruta Miskin di Kab Bengkalis 2006 setiap Kecamatan
Formulasi Strategi TKPKD dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
3.4.
Metode Analisis Data Dalam kajian ini digunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan
metode analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif berguna untuk menyajikan interprestasi dan gambaran performance kelembagaan TKPK
kabupaten Bengkalis. Sedangkan untuk mengetahui sudahkah program-program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bengkalis berpihak kepada kelompok miskin digunakan analisis kuantitatif/korelasi.
Kemudian untuk menyusun
formulasi strategi pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis digunakan juga analisis kuantitatif dengan metode Strength-WeaknesessOpprtunities-Treatment (SWOT) 3.4.1. Analisis Deskriptif Analisis yang dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian.
Untuk
mengkaji dan memberikan gambaran performance kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis digunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif tantang performance kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis meliputi : struktur organisasi TKPK Kabupaten Bengkalis, tugas pokok dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, rencana kegiatan tahunan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang termaktub dalam dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD), serta pelaksanaan kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.
3.4.2. Korelasi antara Anggaran Pembangunan untuk Penanggulangan Kemiskinan dengan Jumlah Rumah Tangga Miskin
Untuk
melihat
korelasi
antara
anggaran
pembangunan
untuk
penaggulangan kemiskinan dengan jumlah rumah tangga (ruta) miskin disetiap kecamatan digunakan analisis korelasi, yang dianalisis menggunakan program Microsoft Excel.
3.4.3. Analysis Hierarchies Process (AHP) Untuk mengetahui penyebab permasalahan kemiskinan dan solusi penyelesaiannya dilakukan diskusi langsung dengan masyarakat dan stakeholders. Diskusi ini menghasilkan pohon permasalahan penyebab kemiskinan dan pohon pihak-pihak yang berperanan penting dalam penanggulangannya.
Kemudian
dikumpulkan data-data yang harus diisi oleh peserta diskusi melalui angket yang disebarkan.
Data-data yang dihasilkan disusun dan dianalisis menggunakan
pendekatan Analysis Hierarchies Process (AHP) dengan tujuan : 1.
Mengidentifikasi penyebab masalah dan menentukan solusi tentang masalah kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.
2.
Mengidentifikasi pihak-pihak yang memiliki peranan penting dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis,
3.
Membuat struktur hierarkies penyebab kemiskinan mulai dari yang umum hingga yang paling khusus
4.
Membuat struktur hirarkies pihak-pihak yang memiliki peranan penting dalam penanggulangan kemiskinan Pembuatan struktur hirarkies tentang penyebab-penyebab kemiskinan di
lokasi kajian dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan struktur hirarkies peran stakeholders dalam penanganan kemiskinan di lokasi kajian dapat dilihat pada Lampiran 5. 3.4.4. Analisis Strategi Kebijakan Dengan SWOT Untuk menjawab tujuan penelitian ke tiga yaitu memformulasikan strategi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Bengkalis digunakan analisis SWOT. Penentuan faktor-faktor dari setiap komponen SWOT dan pembobotan diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Keputusan alternatif juga dapat dievaluasi dengan respek untuk masingmasing faktor SWOT dengan penggunaan AHP. Dalam hal ini, analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan menghasilkan keputusan fungsional, sedangkan AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengkorelasikan hasil analisis, sehingga keputusan strategi alternatif dapat diprioritaskan (Falatehan, 2006). Langkah-langkah analisis SWOT ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam menyusun matriks SWOT terdapat empat kuadran yaitu Kekuatan dan Kelemahan yang merujuk pada situasi dilingkungan internal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Kuadran Peluang dan Ancaman merujuk pada situasi lingkungan eksternal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Kekuatan – S 1. 2. 3. 4. Peluang – O 1. 2. 3. 4.
Kelemahan –W 1. 2. 3. 4. Ancaman – T 1. 2. 3. 4.
Gambar 3. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
2. Matriks SWOT yang merupakan matrik matching tool membantu untuk mengembangkan empat tipe strategi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
(a) Strategi SO: menggunakan kekuatan internal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar tim. Pada umumnya, pelaksanaan strategi WO, ST atau WT untuk menerapkan strategi SO. Oleh karena itu, jika kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis memiliki banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, mau tidak mau kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus mengatasi kelemahan itu agar menjadi kuat. Sedangkan jika kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis menghadapi banyak ancaman, maka kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis
harus berusaha menghindarinya dan
berusaha berkonsentrasi pada peluang-peluang yang ada. Kekuatan – S 1. 2. 3.
Kelemahan – W 1. 2. 3.
Peluang – O 1. 2. 3.
Strategi SO Gunakan kekuatan untuk mengeksploitasi Peluang
Strategi WO Atasi kelemahan untuk eksploitasi peluang
Ancaman – T 1. 2. 3. .
Strategi ST Gunakan kekuatan untuk hindari ancaman
Strategi WT Kurangi kelemahan dan hindari ancaman
Gambar 4. Matrik SWOT
(b) Strategi WO: Memperkecil kelemahan-kelemahan internal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Kadang kala kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis ini menghadapi kesulitan untuk memanfaatkan peluang karena adanya kelemahan-kelemahan internal.
(c) Strategi ST : kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Hal ini bukan berarti bahwa kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang tangguh harus selalu mendapat ancaman. (d) Strategi WT Merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal
berada dalam posisi berbahaya. Ia harus berjuang
untuk tetap dapat bertahan dengan melakukan strategi untuk mengatasinya.
3. Berdasarkan matriks SWOT secara ringkas, analisis SWOT ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Analisis SWOT
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS
4.1. Sejarah Singkat Bengkalis Bengkalis berasal dari kata ‘Mengkal’ yang berarti sedih atau sebak dan ’Kalis’ yang berarti tabah, sabar dan tahan uji. Kata ini diambil dari ungkapan Raja Kecil kepada pembantu dan pengikutnya sewaktu Baginda sampai di Pulau Bengkalis ketika Beliau ingin merebut Kerajaan Johor. Beliau mengungkapkan “Mengkal rasanya hati ini karena tidak diakui sebagai Sultan yang memerintah negeri, namun tidak mengapalah, kita masih kalis dalam menerima keadaan ini”. Ungkapan Raja Kecil ini menjadi buah bibir penduduk bahwa Baginda sedang mengkal tapi masih kalis, yang akhirnya ungkapan tersebut menjadi ‘oh Baginda sedang mengkalis’. Dari ungkapan inilah pulau ini disebut Mengkalis yang akhirnya berubah menjadi Bengkalis. Bengkalis bermula ketika Tuan Bujang alias Raja Kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendarat di Bengkalis pada tahun 1722. Beliau disambut oleh Batin Senggoro dan Beberapa Batin pucuk suku ‘asli’ seperti Batin Merbau dan Batin Selat Tebing Tinggi. Berita bahwa Raja Kecil adalah pewaris Kerajaan Johor, menjadikan batin-batin
mengusulkan agar Raja Kecil
membangun Kerajaannya di Pulau Bengkalis. Melalui musyawarah disepakati bahwa pusat kerajaan didirikan didekat Sabak Aur yakni ditepi Sungai Buatan, salah satu anak sungai Siak. Pusat kerajaan didirikan pada tahun 1723. Kerajaan inilah kemudian berkembang menjadi Kerajaan Siak Sri Indra Pura, yang pernah
menguasai kawasan yang luas dipesisir pantai sumatera bagian utara dan tengah sampai ke perbatasan Aceh. Pada tahun 1956, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 dibentuklah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis, yang pada waktu itu masih berada dibawah Provinsi Sumatera Tengah dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Sumatra Utara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958, dibentuk Provinsi Daerah Tingkat I Riau dan Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
4.2. Kondisi Geografis Kabupaten Bengkalis Kabupaten Bengkalis memiliki luas 11.481,77 KM2, dimana wilayahnya berada pada posisi 0o17’ LU – 0o30’ LU dan 100o52’BT – 102o BT. Batas-batas wilayah Kabupaten Bengkalis sebagai berikut: •
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka (Malaysia),
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak,
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu,
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karimun (Provinsi Kepulauan Riau) dan Kabupaten Pelalawan.
Wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan dataran rendah dengan rata-rata ketinggian antara 2 – 6,1 meter dari permukaan laut (dpl). Sebahagian besar tanahnya merupakan tanah organosol. Di Kabupaten Bengkalis ini terdapat 26 pulau, dimana pulau-pulau besar antara lain (i) Pulau Rupat yang mempunyai luas
1.524,85 km2, (ii) Pulau Tebing Tinggi yang mempunyai luas 1.436,93 km2, (iii) Pulau Bengkalis yang mempunyai luas 938,40 km2, (iv) Pulau Rangsang yang mempunyai luas 922,10 km2, (v) Pulau Padang dan (vi) Pulau Merbau yang mempunyai luas 1.348,91 km2. Secara Administratif, Kabupaten Bengkalis terdiri dari 13 wilayah kecamatan yaitu (i) Kecamatan Bengkalis dengan wilayah seluas 514,00 km2, (ii) Kecamatan Bantan dengan wilayah seluas 424,40 km2, (iii) Kecamatan Bukit Batu dengan wilayah seluas 1.128,00 km2, (iv) Kecamatan Mandau dengan wilayah seluas 937,47 km2, (v) Kecamatan Merbau dengan wilayah seluas 1.348,91 km2, (vi) Kecamtan Rupat dengan wilayah seluas 1.524,85 km2, (vii) Kecamatan Tebing Tinggi dengan wilayah seluas 1.436,83 km2, (viii) Kecamatan Rangsang dengan wilayah seluas 922,10 km2, (ix) Kecamatan Rangsang Barat dengan wilayah seluas 241,60 km2, (x) Kecamatan Rupat Utara dengan wilayah seluas 626,50 km2, (xi) Kecamatan Tebing Tinggi Barat dengan wilayah seluas 586,83 km2, (xii) Kecamatan Pinggir dengan wilayah seluas 2.503,00 km2, dan (xiii) Kecamatan Siak Kecil dengan wilayah seluas 742,21 km2.
4.3. Penduduk dan Pola Nafkah Kabupaten Bengkalis selain kaya sumberdaya alam juga memiliki kondisi alam yang spesifik yaitu memiliki tiga tipologi wilayah yang terdiri dari pulaupulau dengan lautannya, pesisir pantai timur, dan daratan Sumatera. Keadaan yang spesifik ini berimplikasi kepada posisi sebaran wilayah dan penduduk yang terpencar-pencar. Ada penduduk yang hidup dipesisir pantai pada pulau-pulau, dan dalam beberapa komunitas tinggal pada desa-desa daratan. Pada saat ini Kabupaten Bengkalis terdiri dari 13 Kecamatan, 24 Kelurahan, 175 Desa, adapun
jumlah dan kepadatan penduduk yang ada di kecamatan, Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis, Tahun 2005 Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Mandau Pinggir Bukit Batu Siak Kecil Rupat Rupat Utara Bengkalis Bantan Merbau Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tebing Tinggi Barat
Jumlah Penduduk (jiwa) 238.811 67.890 26.636 17.250 29.779 11.467 69.449 37.515 50.264 28.562 28.094 69.436 15.214
Kepadatan Penduduk jiwa/km² 255 27 24 23 33 18 135 88 37 42 116 82 26
Sumber: Bengkalis – Riau In Strategic Asia (2007)
Bengkalis dikenal sebagai daerah dengan kondisi sosial budaya dan tatanan ekonomi yang terpolarisasi, hal ini disebabkan oleh kebijakan pada masa lalu, baik yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat, yang tidak menyentuh dan kurang memperhatikan trend perkembangan wilayah, khususnya masyarakat secara holistik, sehingga menimbulkan kesenjangan terutama dalam kebijakan perimbangan keuangan. kesenjangan antar daerah dan antar golongan pada akhirnya menimbulkan dampak serius semisal lemahnya basis pengembangan perekonomian masyarakat karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang mampu menggeliatkan pembangunan daerah kedepan, dan berpengaruh bagi rendahnya income masyarakat, tertinggalnya pendidikan, dan minimnya sarana infrastruktur kesehatan dan perumahan rakyat, sehingga menimbulkan kantong-kantong kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh karena
tingkat sumberdaya manusianya yang sangat rendah, indikasi ini terlihat masih rendahnya kemampuan penduduk lokal dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang cendrung dimanfaatkan oleh pendatang.
300 255
Kepadatan (jiwa/km2)
250 200 150
135 116 88
100 50
24
27
82
37
33
23
42 26
18
0 bi Te
Perkembangan penduduk Kabupaten Bengkalis tersebar tidak merata dan dapat dilihat dari distribusi penduduk tiap kecamatan, dimana sebagian kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, karena masuknya penduduk dari daerah lain sedangkan di kecamatan lainnya hanya mengalami pertumbuhan alami. Hal ini juga dipengaruhi oleh letak geografis yang bertetangga dengan Negara Malaysia dan Singapura. Kepadatan penduduk pada tahun 2005 rata-rata sebesar 60 jiwa/km2 , meningkat menjadi menjadi 62 jiwa/km2 Tahun 2006. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kecamatan Mandau mempunyai kepadatan tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar
rt B gi ng Ti
gi ng Ti
at ar B
a
Gambar 6. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis, Tahun 2005
ng
ng
g an gs
bi Te
an R
g an gs
n ta
is al gk
u ba er
an R
M
an B
en B
r ta U at up R
at up R
il ec K
r
tu Ba it
ak Si
uk B
au
i gg
d an
n Pi
M
Sumber : Bengkalis dalam Angka,
255 jiwa/km2, diikuti oleh Kecamatan Bengkalis 135 jiwa/km2 dan Kecamatan Rangsang 116 jiwa/km2. Pada Tahun 2006 penduduk Bengkalis meningkat 3,02 % menjadi 711.233 jiwa terdiri dari 364.560 (51,26 %) jiwa laki-laki dan 346.673 (48,74 %) jiwa perempuan. Bila diperhatikan sebaran penduduknya yang terpencar-pencar yaitu hidup dipesisir
pantai pada pulau-pulau dan pada desa-desa
daratan, yang
sebagian besar kehidupan mereka berpenghasilan rendah, sumber pendapatannya kebanyakan sebagai petani lahan sempit, penggarap, buruh tani dan nelayan dengan peralatan yang sederhana, buruh industri khususnya perempuan baik dipedesaan maupun di perkotaan, karena tingkat pendidikan yang sangat rendah. Masyarakat yang hidup di pesisir pantai bekerja sebagai nelayan, memiliki hasil tangkapan yang sangat minim, karena tidak memiliki alat tangkap yang memadai, hal ini diperburuk lagi bila cuaca yang tidak mendukung untuk melaut sehingga masyarakat mencari alternatif kerja yang lain. Masalah kemiskinan juga timbul karena nelayan yang memiliki alat tangkap yang canggih, namun itu hanya bersifat sementara disebabkan alat-alat tersebut adalah milik para cukong, masyarakat harus membayar dengan hasil tangkapan ikan yang dihasilkan, besarnya pembayaran telah ditentukan oleh para tengkulak, sehingga nelayan merasa tertekan, belum lagi diperburuk dengan timbulnya konflik yang berkepanjangan dengan nelayan desa lain, selain karena nelayan desa tetangga memiliki alat tangkap yang
canggih, konflik tersebut
disebabkan juga oleh batas-batas wilayah tangkapan yang menjadi incaran dari masing-masing nelayan, yang dianggap sangat strategis.
Tabel 3. Kawasan Lintas Batas dan Komoditas Utama No
Kawasan Lintas Batas
1.
Kecamatan Bantan
2. 3. 4.
Kecamatan Merbau Kecamatan Rangsang Kecamatan Rupat
5.
Kecamatan Bukitbatu
Komoditas Ikan, kerajinan anyaman, kelapa, karet Sagu, ikan, karet, kelapa Kelapa, ikan, buah-buahan Sagu, ikan, kelapa, karet, buah-buahan Karet, kelapa, kerajinan tenun
Sumber : Bengkalis – Riau In Strategic Asia (2007) Kemudian terdapat pula pola nafkah sebagian penduduk di Kabupaten Bengkalis yang tinggal dipesisir pantai, yang mengandalkan kehidupan dengan berdagang antar lintas batas (border trade) antara masyarakat Kabupaten Bengkalis dengan masyarakat Negara Malaysia. Sesungguhnya kehidupan seperti ini sudah sangat lama berlangsung bahkan sudah bersifat turun temurun, aktivitas masyarakat ini sudah menjadi semacam hubungan ekonomi, sosial budaya, antara masyarakat Bengkalis dengan masyarakat Malaysia yang tergolong perdagangan illegal, yang pada masa itu disebut ” Semokel ”. Mencermati itu, setelah melihat kondisi demikian maka Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia melegalkan hal tersebut dengan konsep perdagangan lintas batas, dengan wilayah dan komoditas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Kemudian bila dilihat dari pola kehidupan/ pola nafkah dari sebagian petani yang hidup di pulau-pulau dan daratan pulau sumatra dan pulau-pulau terpencil pada umumnya masyarakat ini hidup berkelompok didesa-desa, masyarakat ini sebagian besar masih miskin disamping tingkat pengetahuan yang rendah, juga tidak memiliki lahan olahan sendiri, mereka hanya menjadi penggarap lahan dari milik orang lain didesa tersebut, serta menjadi buruh petani
karet dengan tingkat upah yang sangat minim, bagi masyarakat yang memiliki lahan pertanian namun itupun luasnya sangat terbatas dan tidak cukup untuk menafkahi keluarga, yang kadang-kadang dalam satu keluarga terdapat beberapa anggota keluarga. Sementara kemiskinan terus bertambah dan tak terselesaikan di sebabkan karena mereka masih menanam sifat turun temurun yaitu rasa malas dalam berusaha, tidak mau/malas menggarap lahan-lahan tidur yang begitu luas, atau mereka lebih suka ikut sebagai buruh dari cukong-cukong kayu dan sebagai buruh industri, sebagai penebang hutan-hutan diareal yang ada, bekerja sebagai nelayan, dapat disebut bahwa masyarakat ini tidak memiliki pekerjaan tetap, adapun bantuan dari pemerintah, kebanyakan mereka jual kembali karena tidak memiliki pengetahuan untuk memanfaatkan alat tersebut, alih fungsi lahan, memperparah keadaan kemiskinan tersebut. Kemiskinan juga timbul akibat adanya perubahan ekonomi makro,di tambah adanya krisis ekonomi menyebabkan timbulnya kenaikan harga bahan baku, tingginya harga saprodi maupun harga angkutan hasil produksi karena jauhnya kebun dengan letak pasar dan yang jelas keterasingan karena letak wilayah yang sulit untuk di jangkau dan terpencil, membuat harga-harga melambung tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat miskin, disamping tingkat keterampilan yang rendah akibatnya kurang mampu memasarkan hasilhasil pertanian, perikanan yang di hasilkan, dan kurangnya minat untuk mengembangkan hasil pertanian maupun perikanan yang diperoleh sebagai penganekaragaman produk.
Menyikapi keadaan tersebut Pemerintah Kabupaten Bengkalis senantiasa berusaha untuk mencari jalan keluar bagaimana perkembangan sektor Pertanian dan sektor-sektor lainnya yang menjadi tumpuan pendapatan masyarakat didaerah ini dan yang diharapkan, dapat menunjang sasaran pembangunan Kabupaten Bengkalis, sektor-sektor ini dapat menjadi daerah sentra pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan sektor kehutanan, disamping dapat mendorong peningkatan pendapatan regional dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk didaerah ini. Sektor pertanian ini mempunyai peranan yang menunjang perekonomian dan kehidupan masyarakat, untuk itu perlu peningkatan volume produksi dan kualitas produk-produk pertanian agar dapat memantapkan stabilitas nasional dan regional serta pemerataan dan penyebaran pembangunan dengan menembus isolasi serta ketraditionalisme pertanian.
4.3.1. Sub Sektor Tanaman Pangan Pada tahun 2004, luas panen tanaman pangan yang terdiri dari tanaman sagu dengan luas 41.674 Ha, padi sawah 10.615 ha, padi ladang 1.549 ha. Pada tahun 2005, luas panen tanaman padi sawah dan padi ladang meningkat masingmasingnya sebesar 0,46% dan 78,46%, sedangkan luas panen jagung mengalami penurunan 55,21%. Produksi Tahun 2005 tanaman sagu mencapai 53.416 ton, padi ladang turun 0,09 % menjadi 2.306 ton, padi sawah naik menjadi 33,66 % menjadi 46.416 ton. Guna meningkatkan produktifitas tamanan pangan khususnya,dalam rangka menuju swa sembada pangan, perlu terus dikembangkan pembinaan dan
penyuluhan tentang upaya peningkatan produksi dan produktifitas kepada seluruh stakeholders. Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bengkalis 2004 - 2005 Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produsi (ton) Bahan Makanan 2004 2005 2004 2005 Padi Sawah 10.566 10.615 34.727 46.416 Padi Ladang 868 1.549 2.308 2.306 Jagung 96 43 222 235 Sagu 41.674 41.674 53.416 53.416 Ketela Pohon 293 293 3.120 3.051 Ketela Rambat 65 65 488 495 Kacang Tanah 38 38 36 75 Kedelai 2 1 2 2 Kacang Hijau 4 4 4 4 Sumber : Laporan Tahunan Sosial Ekonomi Kabupaten Bengkalis, 2006 4.3.2. Sub Sektor Perkebunan Dari aspek geografis dan topografis kabupaten Bengkalis memiliki potensi unggulan komoditi perkebunan kelapa sawit, karet, kelapa, dan sagu, sekaligus berpotensi untuk pengembangan industri pengolahan hasil-hasil perkebunannya. Peluang pengembangan komoditi perkebunan masih terbuka, untuk tanaman kelapa sawit seluas 70.000 ha, sedangkan luas tanam yang ada 100.000 ha. Perkebunan karet dengan luas tanam sekitar 51.304 ha dan perluasan baru 29.000 ha, lalu untuk perkebunan sagu 15.000 ha luas untuk mengembangkannya. Untuk perkebunan kelapa dalam luas tanamnya mencapai 50.828 ha, dan untuk tanaman kopi seluas 1.048 ha. Tahun 2005 terjadi penurunan luas tanam dengan rincian, tanaman karet turun sekitar 29,54 persen, tanaman kelapa sawit naik 7,14 persen, kelapa dalam naik 2,06 persen, dan tanaman kopi turun 13,32 persen. Sampai tahun 2005 perusahaan swasta yang beroperasi di kabupaten Bengkalis, sebanyak 14 buah perusahaan dengan luas 84.150 ha, dan tiga perusahaan besar
asing (PMA) dengan luas 24.420 ha serta perkebunan rakyat seluas 17.289 ha. Sejalan dengan menurunnya luas tanam tanaman perkebunan, mengakibatkan menurunnya produksi dari masing-masing komoditi tersebut, produksi tanaman karet turun sekitar 62,97 persen, kelapa sawit turun 92,98 persen kopi turun 1,21 persen, namun kelapa dalam naik sekitar 26,01 persen.
Tabel 5.
Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten Bengkalis tahun 2003 – 2005
Jenis Luas (ha) Produksi (ton) Tanaman 2003 2004 2005 2003 2004 Karet 58.162 72.809 51.304 229.110 246.672 Kelapa sawit 69.907 93.334 100.000 449.000 1.217.820 Kelapa/kopra 47.280 49.802 50.828 31.108 48.832 Kopi 1.037 1.029 1.048 264,8 265,2 Sumber : Laporan Tahunan Sosial Ekonomi Kabupaten Bengkalis, 2006
2005 91.336 85.506 61.532 262
4.3.3. Sub Sektor Perikanan Potensi sumberdaya ikan pada Tahun 2005 paling tinggi adalah penangkapan ikan laut dengan kapasitas 19.000 ton per tahun, diikuti dengan jenis penangkapan dengan keramba dengan produksi 608 keramba per tahun, 278 ha, untuk jenis penangkapan ikan kolam, dan 175 ha untuk penangkapan ikan melalui budidaya tambak. Untuk penangkapan ikan dan budidaya jaring apung tersebar diseluruh wilayah perairan Kabupaten Bengkalis. Produksi perikanan mencapai produksi 99 ton/tahun, budidaya keramba menghasilkan produksi 9,00 ton/tahun, sedangkan budidaya kolam berproduksi sebanyak 150 ton pertahun.
Tabel 6.
Pemanfatan dan Produksi Perikanan Kabupaten Bengkalis Tahun 2003 - 2005 Sumberdaya Luas (Ha) Produksi Rumah Tangga Perikanan (ton) Perikanan (ruta) Potensi Beroperasi 1. Penangkapan 19.000 9.964 5.329 2. Keramba 608 413 9 93 3. Tambak 175 22 99 62 4. Kolam 278 183 150 708 Sumber : Laporan Tahunan Sosial Ekonomi Kabupaten Bengkalis, 2006 4.3.4. Sub Sektor Peternakan Kondisi lahan dan agroklimat Kabupaten Bengkalis, sesuai untuk pengembangan peternakan ditunjang dengan iklim dan luas wilayah pemukiman untuk dibukanya areal perusahaan peternakan. Jumlah ternak di Kabupaten Bengkalis sampai Oktober 2005, untuk tahun 2005, paling banyak adalah ternak unggas yang terdiri dari ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, dan itik. Jumlah ternak sapi 10.432 ekor, kerbau 3.635 ekor, kambing 75.340 ekor, dan babi 19.734 ekor. Tabel 7.
Banyaknya Ternak dan Produksi Daging di Kabupaten Bengkalis Tahun 2003-2005
Jenis Banyaknya Ternak (ekor) Produksi Daging (ton) Ternak 2003 2004 2005 2003 2004 2005 Sapi 10.188 10.329 10.432 201.136 449.460 453.915 Kerbau 3.826 3.841 3.635 160.423 151.890 143.756 Kambing 72.234 73.864 75.340 105.035 133.920 136.590 Babi 19.322 19.561 19.734 670.675 684.200 718.300 Ayam 12.749 92.902 161.649 128.833 592.989 1.962.991 daging Ayam 1.540.432 1.617.767 1.658.211 1.764.375 1.963.445 2.012.488 kampung Itik 57.762 60.518 65.963 71.203 71.262 10.885 Sumber : Laporan Tahunan Sosial Ekonomi Kabupaten Bengkalis, 2006 Produksi daging di Kabupaten Bengkalis Tahun 2005 adalah daging unggas mencapai 3.986.36 ton, daging sapi sebanyak 453.92 ton, daging kerbau 143.59 ton, serta ternak babi 718.30 ton. Pada tahun ini terjadi kenaikan produksi
yaitu daging sapi naik sebesar 0,99 persen, daging kerbau turun 5,36 persen, daging kambing naik 1,99 persen dan babi naik 4,98 persen, ayam ras naik 231,03 persen.
4.3.5. Sub Sektor Kehutanan Subsektor kehutanan merupakan salah satu sub sektor yang di andalkan di Kabupaten Bengkalis, dengan hutan seluas 669.288 ha, menghasilkan ratusan ribu meter3 kayu tiap tahun. Mengingat sub sektor ini dapat diperbaharui ( renewable resoucess ) dan merupakan penyangga paru-paru dunia, maka kelangsungan dan kelestariannya harus dipertahankan dan harus melalui pengawasan yang ketat dari pemerintah. Jenis hutan terluas di Kabupaten Bengkalis tahun 2005 adalah hutan konversi dengan luas 295.289,87 ha (38,49 %) dari total hutan. Kemudian hutan produksi terbatas 189.877,01 ha (24,75 %), hutan produksi tetap 133.929,00 ha (17,35 %), hutan lindung 122.929,00 ha (16,03%) dan peruntukan lainnya 17.535,35 ha (2,29 %).
4.4. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis 4.4.1. Jumlah Penduduk/Rumah Tangga Miskin Pada tahun 2004, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau bekerja sama dengan BPS Provinsi Riau melakukan pendataan penduduk/keluarga miskin di Provinsi Riau menggunakan 8 variabel pengukur kemiskinan. Variabel-variabel tersebut adalah (i) frekuensi makan minimal 2 kali sehari, (ii) konsumsi lauk pauk berprotein tinggi, (iii) memiliki pakaian yang
berbeda untuk kegiatan yang berbeda, (iv) kepemilikan asset, (v) luas lantai per kapita, (vi) jenis lantai, (vii) ketersediaan air bersih dan (viii) kepemilikan jamban. Tabel 8.
Jumlah dan Persentase Penduduk/Ruta Miskin di Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota, 2004
Jumlah Jumlah Jumlah % % Jumlah Penduduk RUTA Penduduk RUTA Penduduk RUTA (jiwa) Miskin Miskin Miskin Miskin 01. Kuantan Singingi 56.923 243.768 16.764 66.920 29.45 27.45 02. Indragiri Hulu 65.793 296.712 21.340 93.297 32.44 31.44 03. Indragiri Hilir 136.385 624.450 46.235 199.497 33.90 31.95 04. Pelalawan 51.320 220.887 10.064 40.631 19.61 18.39 05. Siak 64.127 267.886 13.331 62.715 20.79 23.41 06. Kampar 113.921 532.493 30.626 122.504 26.88 23.01 07. Rokan Hulu 76.492 340.732 17.878 71.006 23.37 20.84 08. Bengkalis 126.081 637.103 29.617 140.463 23.49 22.02 09. Rokan Hilir 92.296 440.894 21.155 95.932 22.92 21.76 71. Pekanbaru 148.532 704.517 16.158 76.841 10.88 10.91 73. Dumai 45.418 215.783 8.340 38.515 18.36 17.85 Provinsi Riau 977.288 4.525.225 231.508 1.008.163 23.68 22.19 Sumber: Pendataan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004. Kabupaten/Kota
Hasil pendataan penduduk/keluarga miskin ini mendapatkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau sebanyak 1.008.163 jiwa (22,19%) dengan jumlah rumah tangga (Ruta) miskin sebanyak 231.508 Ruta (23,68%). Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bengkalis berjumlah 140.463 jiwa (22,02%) dengan jumlah Ruta miskin sebanyak 29.617 Ruta (23,49%). Hasil pendataan ini menempatkan Kabupaten Bengkalis diposisi ke 2 terbanyak penduduk miskin di Provinsi Riau setelah Indragiri Hilir. Jumlah dan persentase penduduk dan Ruta miskin per Kabupaten/Kota hasil pendataan Balitbang Provinsi Riau di tunjukkan pada Tabel 8. Apabila penduduk/Ruta miskin di Kabupaten Bengkalis di analisis per kecamatan (13 Kecamatan) terlihat bahwa penduduk miskin terbesar berada di Kecamatan Mandau diikuti oleh Kecamatan Merbau dan Kecamatan Pinggir
dimana masing-masingnya berjumlah 22.818 jiwa (11,15%), 16.824 jiwa (36,24%) dan 14.729 jiwa (20,28%). Kecamatan dengan jumlah penduduk/Ruta miskin terendah dijumpai di Kecamatan Bukit Batu diikuti dengan Kecamatan Rupat Utara dan kecamatan Tebing Tinggi Barat dimana masing-masingnya berjumlah 2.555 jiwa (9,89%), 4.561 jiwa (41,15%) dan 4.679 jiwa (33,64%). Dari perbandingan jumlah penduduk per kecamatan, ada 2 kecamatan dimana meskipun jumlah penduduk/Ruta miskinnya relatif kecil dibandingkan kecamatankecamatan lain namun rasio antara jumlah penduduk dengan jumlah penduduk miskin ternyata cukup besar. Hal ini terutama terlihat di Kecamatan Siak Kecil, Rupat dan Rupat Utara, dimana masing-masing persentase penduduk miskinnya sebesar 52,65%, 51,02% dan 41,15%. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas kemiskinan di kecamatan tersebut
sangat tinggi dibandingkan kecamatan-
kecamatan lainnya. Jumlah dan persentase penduduk miskin per kecamatan di Kabupaten Bengkalis ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk/Ruta Miskin Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis, 2004
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan
Mandau Bukit Batu Rupat Rupat Utara Bengkalis Bantan Merbau Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tebing Tinggi Barat 12 Pinggir 13 Siak Kecil Jumlah
Jumlah Ruta
Jumlah Penduduk
Persentase Ruta Miskin
5.108 606 2.748 911 2.635 1.615 3..387 1.893 2.053 2.554
37.954 6.326 5.209 2.035 12.981 7.408 8.773 5.033 5.035 13.519
204.625 25.837 27.883 11.085 64.148 34.884 46.420 26.196 26.629 66.640
11,15 9,89 51,02 41,15 19,79 21,08 36,24 34,91 38,00 18,21
Persentase Penduduk Miskin 2,50 2,35 9,86 8,22 4,11 4,67 7,30 7,23 7,71 3,83
980 3.121 2.006 209.617
2.743 15.454 3.611 126.081
13.910 72.642 16.504 637.103
33,64 20,28 52,65 29,85
7,05 4,30 12,15 6,25
Jumlah Desa
Jumlah Ruta Miskin
Jumlah Penduduk Miskin
12 14 10 5 20 9 20 10 11 15
22.818 2.555 14.227 4.561 12.693 7.289 16.824 9.146 10.119 12.134
8 13 13 160
4.679 14.729 8.689 140.463
Sumber : Pendataan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004
Pada tahun 2005, Pemerintah melakukan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE 2005) yang diikuti dengan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pada PSE ini digunakan 14 variabel pengukur kemiskinan. Dari 14 variabel PSE, 8 variabel pertama persis sama dengan variabel pendataan oleh Balitbang Provinsi Riau pada tahun 2004. Hasil pendataan PSE yang disinkronkan dengan hasil pendataan Balitbang Provinsi Riau diketahui bahwa persentase penduduk/Ruta miskin di Provinsi Riau menurun sebesar 1,23% (jumlah penduduk miskin) dan 0,95% (Ruta Miskin). Khusus Kabupaten Bengkalis, meski persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bengkalis
menurun sebesar 0,07% yaitu dari 22,05%
menjadi 21,98% tetapi jumlah penduduk miskin meningkat dari 140.463 jiwa pada tahun 2004 menjadi 145.726 jiwa pada tahun 2005. Sedangkan Ruta miskin pada tahun 2005, baik persentasenya maupun jumlah Ruta miskin meningkat yaitu dari 29.617 Ruta (23,49%) menjadi 32.054 Ruta (24.10%) atau meningkat sebesar 0,61%.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Penduduk/Ruta Miskin di provinsi Riau (Hasil Simulasi Indikator Kemiskinan Balitbang Terhadap Data PSE05), 2005 Kabupaten/ Kota
Jumlah Ruta
Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai Provinsi Riau
60.294 67.035 136.851 55.907 64.501 113.105 80.276 113.105 92.430 150.226 47.137 1.000.781
Jumlah Penduduk (jiwa) 224.324 299.832 627.669 241.512 292.931 542.835 351.197 662.962 445.819 724.221 223.319 4.656.611
Jumlah Ruta Miskin 14.620 20.755 46.191 12.627 12.722 23.714 25.466 32.054 20.598 11.189 7.682 227.618
Jumlah Penduduk Miskin 57.464 87.262 197.414 50.309 53.811 102.558 99.556 145.726 92.555 53.066 36.437 976.158
Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Riau, 2005.
% Ruta Miskin 24,25 30,96 33,75 22,55 19,70 20,97 31,72 24,10 22,28 7,45 16,30 23,10
% Penduduk Miskin 23,52 29,10 31,45 20,83 18,37 18,89 28,35 21,98 20,76 7,33 16,32 21,54
Apabila
data
penduduk/keluarga
miskin
ini
peningkatan/penurunan per kecamatan diketahui ada
dianalisis
trend
8 kecamatan yang
persentase penduduk/Ruta miskin meningkat dan 5 Kecamatan yang menurun. Kecamatan-kecamatan yang meningkat persentase penduduk/Ruta miskinnya meliputi kecamatan Bantan, Bukit Batu, Rangsang Barat, Rupat Utara, Rangsang Barat, Tebing Tinggi, Tebing Tinggi Barat dan Merbau. Kecamatan-kecamatan yang menurun persentase penduduk/Ruta miskin meliputi kecamatan Siak Kecil, Rupat, Bengkalis, Mandau, Pinggir dan Rangsang. Jumlah penduduk/Ruta miskin tahun 2005, hasil Simulasi Indikator Kemiskinan Balitbang Terhadap Data PSE05 ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11.
No
Jumlah dan Persentase Penduduk/Ruta Miskin Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis (Hasil Simulasi Indikator Kemiskinan Balitbang Terhadap Data PSE05), 2005 Kecamatan
1
2
3
4
5
6
1
Mandau
4.565
21.077
40.043
219.153
11,40
9,26
2
Bukit Batu
1.338
5.622
6.674
27.059
20,05
20,78
3
Rupat
2.288
11.061
5.496
30.289
41,63
36,52
4
Rupat Utara
1.044
5.248
2.147
12.338
48,63
42,54
5
Bengkalis
2.383
10.729
13.695
66.184
17,40
16,21
6
Bantan
3.379
14.266
7.816
38.118
43,23
37,43
7
Merbau
3.681
17.266
9.256
52.614
39,77
32,82
8
Rangsang
1.997
9.346
5.310
29.243
37,61
31,96
9
Rangsang Barat
2.380
11.120
5.312
27.736
44,80
40,09
10
Tebing Tinggi
3.210
14.727
14.263
71.554
22,51
20,58
11
Tebing Tinggi Barat
1.094
4.985
2.894
14.988
37,80
33,26
12
Pinggir
3.133
14.022
16.304
56.432
19,22
24,85
13
Siak Kecil
1.562
6.257
3.810
17.261
41,00
36,25
Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Riau, 2005. Keterangan: 1= Jumlah Rumahtangga Miskin 4= Jumlah Penduduk (jiwa) 2= Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 5= Persentase Rumahtangga Miskin 3= Jumlah Ruta 6= Persentase Penduduk Miskin
4.4.2. Lapangan Usaha Kepala Rumah Tangga Miskin Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi masyarakat (khususnya masyarakat miskin) ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja yang dapat diakses kelompok miskin, kemampuan untuk mempertahankan dan pengembangkan
usaha,
dan
perlindungan
pekerja
dari
eksploitasi
dan
ketidakpastian kerja. Pemenuhan terhadap hak atas pekerjaan tersebut secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi makro, pengembangan sektor riil, perdagangan, ketenagakerjaan, dan pengembangan koperasi, usaha mikro dan kecil. Pengembangan sektor riil sebagai bagian dari perluasan kesempatan kerja diarahkan pada peningkatan investasi dan revitalisasi industri padat pekerja. Pada Tahun 2004, lapangan usaha yang banyak
digeluti oleh kepala
rumah tangga (KRT) di Kabupaten Bengkalis ada disektor pertanian/perkebunan (65,84%), diikuti bekerja disektor jasa (13,32%), kontruksi (4,19%), dan perdagangan (2,99%).
Disamping itu, KRT
miskin yang tidak bekerja,
persentasenya cukup besar yaitu sebesar 7,42%. Pada Tahun 2005, persentase KRT yang bekerja disektor pertanian/perkebunan menurun menjadi 59,32%. Begitu juga KRT yang bekerja disektor perdagangan, dan tidak bekerja menurun masing-masingnya menjadi 2,27% dan 7,05%. Sedangkan KRT yang bekerja disektor jasa (buruh bangunan/kontruksi, jasa buruh tani, jasa ojek, dll) meningkat
menjadi 28,24%. Lapangan usaha KRT miskin menurut kecamatan di Kabupaten Bengkalis ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Kepala Rumah Tangga (KRT) Miskin Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha di Kabupaten Bengkalis, 2004 Lapangan Usaha No
Kecamatan
Jumlah 1
2
3
4
5
6
7
8
428
3027
24
241
19
236
396
181
1
Mandau
2
Bukit Batu
67
426
3
5
3
21
2
3
Rupat
79
2186
50
42
3
12
4
Rupat Utara
87
653
1
2
2
5
Bengkalis
262
1533
6
25
6
Bantan
57
1434
5
7
Merbau
247
2098
8
Rangsang
134
9
Rangsang Barat
10
Tebing Tinggi
11
Tebing Tinggi Barat
12 13
9
10 553
5108
3
36
566
24
40
38
2474
1
10
3
17
62
62
148
520
2635
32
1
30
14
4
38
1615
7
142
4
31
34
46
561
3170
1339
7
7
5
158
16
20
206
1893
157
1176
20
108
7
8
26
33
518
2053
348
732
7
38
3
375
63
234
754
2554
26
619
1
9
6
175
13
17
114
980
Pinggir
154
2228
25
28
14
69
176
79
348
3121
Siak Kecil
100
1600
5
29
9
34
30
29
1
169
2006
Total
2146
19051
161
708
93
1212
866
837
5
3855
28934
7.4
65.8
0.6
2.5
0.3
4.2
3,0
2,9
0.1
13.3
100.0
Persentase
3
759
1
Sumber: Pendataan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004 Keterangan: 1= tidak bekerja 6= konstruksi 2= pertanian, perkebunan 7= perdagangan 3= penggalian 8= angkutan 4= industri pengolahan 9= lembaga keuangan 5= listrik, gas dan air minum 10= jasa
Analisis menurut wilayah administrasi kecamatan, KRT miskin yang tidak bekerja persentase terbesarnya terdapat di kecamatan Mandau (428 KRT), diikuti KRT miskin yang ada dikecamatan Tebing Tinggi (348 KRT), Bengkalis (262 KRT) dan Merbau (247 KRT). KRT miskin yang lapangan usahanya dibidang
pertanian/perkebunan hampir merata disemua kecamatan dengan range jumlah KRT antara 1.176 – 3.027 KRT, kecuali dibeberapa kecamatan yang jumlahnya agak rendah yaitu dikecamatan Bukit Batu (426 KRT), Tebing Tinggi Barat (619 KRT), Rupat Utara (653 KRT), dan Tebing Tinggi (732 KRT). KRT yang bekerja disektor jasa, jumlahnya hampir merata disemua kecamatan dengan range jumlah KRT berkisar antara 759 – 5.108 KRT. Jumlah KRT terbesar yang bekerja di sektor jasa berada dikecamatan Mandau (5.108 KRT), diikuti di kecamatan Merbau (3.171 KRT) dan Kecamatan Pinggir (3.121 KRT). KRT yang bekerja disektor kontruksi atau lebih tepatnya sebagai buruh bangunan/tukang, jumlah terbesar berada di kecamatan Tebing Tinggi (375 KRT), diikuti dengan di kecamatan Mandau (235 KRT), Tebing Tinggi Barat (175 KRT) dan Rangsang (158 KRT). Sedangkan KRT yang bekerja disektor perdagangan, Jumlah terbesar ada dikecamatan Mandau (396 KRT), diikuti di kecamatan Pinggir (176 KRT). Berdasarkan lapangan kerja yang digeluti oleh KRT miskin di Kabupaten Bengkalis, maka prioritas program/kegiatan penanggulangan kemiskinan adalah memberdayakan sektor pertanian diikuti dengan pemberdayaan sektor jasa dan perdagangan. Program/kegiatan penanggulangan kemiskinan disektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan kepemilikan aset pertanian dan produktivitas. Sedangkan di sektor jasa dan perdagangan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas usaha.
4.4.3. Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga Miskin Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan produktivitas kerja penduduk miskin usia produktif. Pendidikan juga sering menjadi pertimbangan dalam rekrutmen tenaga kerja, tingkat upah,
dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pendidikan juga memiliki peranan besar dalam proses adopsi teknologi pertanian. Penerapan teknologi yang rendah disektor pertanian salah satunya disebabkan oleh rendahnya pendidikan petani. Oleh sebab itu penyediaan pelayanan pendidikan non formal yang mampu meningkatkan pendidikan petani di pedesaan sangat diperlukan, agar petani miskin tersebut dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
Tabel 13. Jumlah KRT Miskin Menurut Kecamatan Pendidikan di Kabupaten Bengkalis, 2004
dan
Tingkat
Tingkat Pendidikan No
Kecamatan
Buta Huruf
Tamat SD ke Bawah
SLTP ke Bawah
SLTA ke Atas
Jumlah
1
Mandau
619
3685
791
13
4317
2
Bukit Batu
144
385
36
1
530
3
Rupat
812
11566
77
19
12397
4
Rupat Utara
442
306
10
1
749
5
Bengkalis
551
1881
200
3
2435
6
Bantan
911
663
39
2
1576
7
Merbau
1422
1667
80
1
3090
8
Rangsang
804
1069
16
4
1877
9
Rangsang Barat
705
1270
74
4
1979
10
Tebing Tinggi
770
1585
196
3
2358
11
Tebing Tinggi Barat
357
556
63
4
917
12
Pinggir
1032
1684
393
12
2728
13
Siak Kecil
648
1257
92
9
1914
Total
9217
27574
2067
76
36867
Persentase
25.0%
74.8%
5.6%
0.2%
100.0%
Sumber: Pendataan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004
Berdasarkan hasil pendataan Balitbang Provinsi Riau tahun 2004, diketahui bahwa tingkat pendidikan KRT miskin di Bengkalis tergolong rendah karena sebesar 92,60% berpendidikan tamat SD ke bawah. Bahkan 31,86% diantaranya KRT adalah buta huruf. Sedangkan KRT yang berpendidikan SLTP dan SLTA masing-masingnya hanya sebesar 7,14% dan 0,26%. Tingkat pendidikan KRT miskin ini jauh lebih rendah dibanding pendidikan KRT miskin Provinsi Riau, dimana KRT yang berpendidikan SD ke bawah hanya sekitar 62%. Tingkat pendidikan KRT menurut kecamatan di Kabupaten Bengkalis ditunjukkan pada Tabel 13. Analisis menurut wilayah administrasi kecamatan menunjukkan bahwa KRT miskin yang tergolong buta huruf banyak dijumpai di kecamatan Merbau (1.422 KRT) diikuti kecamatan Pinggir (1.032 KRT) dan Bantan (911 KRT). KRT miskin yang berpendidikan SD ke bawah banyak dijumpai di kecamatan Maudau (3.685 KRT) diikuti di kecamatan Bengkalis (1.881 KRT) dan Pinggir (1.684 KRT). Sedangkan KRT yang berpendidikan SLTP ke bawah banyak dijumpai di kecamatan Mandau (791 KRT) diikuti kecamatan Pinggir (393 KRT), Bengkalis (200 KRT) dan Tebing Tinggi (196 KRT). Beberapa program/kegiatan penanggulangan kemiskinan dalam rangka untuk meningkatkan pendidikan dan pengetahuan KRT miskin yang rendah di Kabupaten Bengkalis antara lain melalui pemberantasan buta huruf aksara dan perluasan cakupan kejar paket A, paket B dan Paket C.
Program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan lainnya dapat berupa pelatihan keterampilan pertanian, jasa dan perdagangan
maupun lainnya agar mereka mampu
meningkatan produktivitas dan/ atau merebut peluang kerja yang tersedia.
4.4.4. Kelompok Umur Kepala Rumah Tangga Miskin Dianalisis berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa sebahagian besar KRT miskin termasuk dalam kelompok umur produktif (15 - 55 tahun) yaitu sebesar 79,38%. Sedangkan KRT yang tergolong kepada kelompok umur tidak produktif sebesar 20,58%. Porsi KRT kelompok umur produktif dengan umur kecil dari 30 tahun yaitu sebesar 13,49% dan KRT
kelompok umur
produktif dengan umur antara 30 – 54 tahun sebesar 65,93%. Jumlah KRT miskin menurut kecamatan dan kelompok umur di Kabupaten Bengkalis ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14.
Jumlah KRT Miskin Menurut Kecamatan dan Kelompok Umur di Kabupaten Bengkalis, 2004 Kelompok Umur (tahun) No Kecamatan Jumlah < 30 30 - 54 55 + 1 Mandau 887 3434 787 5108 2 Bukit Batu 66 360 140 566 3 Rupat 337 1603 534 2474 4 Rupat Utara 124 492 143 759 5 Bengkalis 265 1717 653 2635 6 Bantan 189 1043 383 1615 7 Merbau 316 2100 754 3170 8 Rangsang 257 1200 436 1893 9 Rangsang Barat 227 1365 461 2053 10 Tebing Tinggi 294 1705 555 2554 11 Tebing Tinggi 127 650 203 980 Barat 12 Pinggir 526 2142 453 3121 13 Siak Kecil 289 1264 453 2006 Total 3904 19075 5955 28934 Persentase 13% 66% 21% 100% Sumber: Pendataan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004
Analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan diketahui bahwa KRT miskin dengan kelompok umur kecil dari 30 tahun banyak dijumpai di kecamatan Mandau (887 KRT) diikuti di kecamatan Pinggir (526 KRT) dan Merbau (316 KRT). KRT kelompok umur produktif antara 30 – 54 tahun banyak dijumpai di kecamatan Merbau (3.434 KRT), diikuti di kecamatan Pinggir (2.142 KRT) dan Merbau (2.100 KRT). Sedangkan KRT kelompok umur tidak produktif relatif merata dihampir semua kecamatan di Kabupaten Bengkalis. Terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan maka KRT kelompok umur produktif ini, program penanggulangan kemiskinan yang diarahkan kepada pemberdayaan untuk kesempatan kerja dan berusaha serta peningkatan kapasitas. Sedangkan KRT kelompok umur tidak produktif diarahkan kepada program penanggulangan kemiskinan yang memberikan jaminan sosial.
4.5. Persebaran Rumah Tangga Miskin dan Stimulus Ekonomi Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 10 terlihat bahwa hampir semua Kabupaten/Kota di Provinsi Riau menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga miskin di tahun 2005 dibandingkan tahun 2004, kecuali di Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu dan Bengkalis. Beberapa penjelasan kenaikan jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Bengkalis ini bisa dikemukakan antara lain karena pada tahun 2005 telah terjadi 2 kali kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Disamping itu pada tahun 2005, kondisi inflasi di Riau mencapai tingkat yang sangat tinggi yaitu sekitar 17%. Kedua faktor ini mempengaruhi kenaikan biaya transportasi masyarakat, dimana Kabupaten Bengkalis dikenal sebagai Kabupaten yang terdiri dari pulau-pulau. Kedua faktor ini juga mempengaruhi biaya produksi semua kegiatan perusahaan
dalam pengolahan produknya. Salah satu upaya untuk
mampu bertahan dalam kompetisi pesaingan usaha banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Penyebab lain meningkatannya jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Bengkalis adalah karena adanya pelarangan penebangan kayu illegal oleh pemerintah. Pengetatan illegal logging ini telah menghilangkan sebahagian sumber pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Migrasi
buruh perkebunan ke Kabupaten Bengkalis, terutama di Kecamatan
Mandau, Pinggir dan Siak Kecil turut memberikan kontribusi dalam peningkatan jumlah rumah tangga miskin. Stimulus perekonomian dari institusi Pemerintah Provinsi Riau yang terus meningkat (Rp 1,19 triliyun pada tahun 2004, Rp 2,86 triliyun tahun 2005, Rp 3,19 triliyun), (Rp 1,30 triliyun pada tahun 2004, Rp 1,52 triliyun tahun 2005 dan Rp 2,22 triliyun tahun 2006) bisa menjadi pendorong bagi roda perekonomiannya bersama dunia usaha dan masyarakat. Apalagi dana pihak ketiga di perbankan juga sangat besar yang mencapai Rp 20,6 triliyun di tahun 2005 atau naik Rp 4,5 triliyun (27,95%) dari tahun 2004. Dengan dorongan dana Dunia Usaha dan APBD pemerintah yang besar sepatutnya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih memadai. Namun hal tersebut belum berlaku di Kabupaten Bengkalis, dimana meski pertumbuhan ekonominya cukup tinggi (Tabel 15) akan tetapi kemiskinan cenderung meningkat. Hal kontradiktif ini dapat dijelaskan Torm (2003) yang menyatakan bahwa selain stimulus pergerakan ekonomi untuk membantu mengurangi kemiskinan, diperlukan akses dan keterlibatan penduduk miskin dalam perputaran roda
perekonomian.
Tanpa
kondisi
tersebut,
kemiskinan
tidak
dapat
ditanggulangi. Kondisi inilah yang terjadi di Kabupaten Bengkalis, stimulus
pergerakan ekonomi belum dapat diakses dan melibatkan kelompok masyarakat miskin, sehingga meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi, tidak diikuti dengan penurunan jumlah ruta miskin.
Tabel 15. Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2000 – 2005 (dalam persen) 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11.
Kabupaten/Kota Kuantan Singgingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai RIAU
2001 5,29 7,81 7,07 6,26 6,93 7,13 6,67 7,14 7,48 10,70 7,33 8,18
2002 6,41 7,10 8,08 6,36 7,53 7,03 6,92 6,68 7,53 9,00 6,32 7,80
Sumber : Bengkalis dalam angka Tahun 2006
2003 7,19 7,29 6,51 6,75 6,57 7,06 7,49 8,13 7,56 9,38 8,14 8,17
2004 9,63 7,31 7,74 7,16 7,15 7,28 7,71 8,20 7,19 9,53 8,67 9,01
2005 8,28 8,26 7,03 7,05 7,03 6,88 6,94 7,38 7,76 8,92 7,85 8,53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Bengkalis adalah forum lintas pelaku dan lintas sektor sebagai wadah koordinasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Forum ini terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi dan Masyarakat yang diwakili oleh seperti perwakilan organisasi kemasyarakatan, pemuka agama, pemuka adat. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis bertugas mensinergikan seluruh program penanggulangan kemiskinan baik dari pusat, Provinsi Riau, dan program yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Bengkalis.
5.1. Kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) kabupaten Bengkalis Secara yuridis formal, pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPK-D) didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005. Selain itu, adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 412.6/2179/SJ, mengintruksikan kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk membentuk Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) serta mengaktifkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Surat Keputusan Bupati Bengkalis Nomor 246/KPTS/VIII/2007, dalam rangka koordinasi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis memutuskan untuk membentuk kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Adapun susunan organisasi terdiri dari Pelindung (Bupati Bengkalis), pengarah
(Wakil Bupati Bengkalis), sedangkan Ketua dari kelembagaan TKPK adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkalis dengan Wakil
Ketua I (Asisten
Administrasi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkalis) dan Ketua II (Kepala Bappeda Kabupaten Bengkalis) serta
Ketua Pelaksana
kelembagaan TKPK adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis merangkap anggota, dan Sekretaris (Kepala Bidang Usaha Ekonomi Rakyat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis). sedangkan anggota dari kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis adalah seluruh Kepala Dinas/Badan/Kantor terkait di Kabupaten Bengkalis. Sebagaimana telah digariskan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia maupun Surat Edaran Menteri Dalam Negeri serta ditindak-lanjuti dengan Pedoman Umum Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahetraan Rakyat Nomor 05/KEP/MENKO/KESRA/II/2006, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis perlu melibatkan pemerintahan daerah, dunia usaha, Perguruan Tinggi dan masyarakat.
Oleh karenanya kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis melibatkan juga unsur dunia usaha meliputi lembaga keuangan dan perusahaan/ Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
yang ada di Kabupaten Bengkalis. Sedangkan unsur
masyarakat meliputi Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Peran dan fungsi Pemerintah Daerah melalui dinas / badan/ satuan kerja dalam rangka penanggulangan kemiskinan pada dasarnya meliputi aspek-aspek regulasi, pelayanan dan fasilitasi. Peran regulasi ini, seperti mengkaji kembali peraturan yang menghambat upaya penanggulangan kemiskinan, menetapkan
berbagai peraturan yang dapat mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan menegakkan pelaksanaan peraturan tersebut. Peran pelayanan yaitu memberikan pelayanan terutama pada bidang-bidang yang menyangkut pelayanan publik. Peran fasilitasi yaitu meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Peran aktual yang dapat dilakukan antara lain menyediakan informasi/data dan memetakan kondisi kemiskinan, memberikan kemudahan akses terutama yang berkaitan dengan birokrasi dan pelayanan publik pada berbagai pihak yang akan melaksanakan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Selain itu, pemerintah dapat mendorong berbagai pihak untuk terlibat dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana dalam Keputusan Bupati tersebut diatas bahwa kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang dibentuk lebih mengandalkan peran aktif unsur dinas/badan/satker yang ada di Kabupaten Bengkalis. kelembagaan
Oleh karenanya
TKPK Kabupaten Bengkalis belum optimal melibatkan
stakeholders lainnya dari unsur dunia usaha dan masyarakat. Padahal peran dan fungsi masing-masing unsur untuk saling bersinergi akan sangat penting dalam percepatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Peranan dunia usaha yang belum didayagunakan sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis antara lain peran langsung meningkatkan jalinan kemitraan dunia usaha dengan Pemerintah Daerah dalam rangka interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan dan mendorong
pemberdayaan masyarakat miskin. Pemerintah Kabupaten Bengkalis belum
sepenuhnya memanfaatkan peran aktif dunia usaha sebagai wujud program tanggungjawab sosial perusahaan yang dapat dijadikan program alternatif penanggulangan
kemiskinan
daerah,
yaitu
melalui
program
kemitraan.
Kemampuan rekayasa teknis, logistik, finansial, dan sumberdaya manusia yang dimiliki korporasi da[pat dipadukan dengan modal sosial ekonomi, budaya dan pengetahuan lokal. Masyarakat lokal harus diberi kesempatan untuk memainkan peran lebih aktif dalam implementasi Community Development(CD) yang memiliki indikator pengukuran keberhasilan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Peran dan program perusahaan yang telah di lakukan dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan, meliputi bantuan seperti pemberian beasiswa, pembangunan sekolah, rumah ibadah, bantuan sosial dan sebagainya yang menyentuh masyarakat pedesaan, namun belum terkoordinasi dengan baik oleh pemerintah maupun kelembagaan TKPK kabupaten Bengkalis, dengan demikian tidak bersinergi dengan kegiatan yang di lakukan pemerintah kabupaten, sehingga kurang efektif. Begitu juga dengan peran masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan yang meliputi peran advokasi, asistensi dan pendampingan serta kontrol sosial. Peran advokasi, masyarakat melalui kapasitas masyarakat yang ada mendorong pemerintah agar kebijakan pemerintah pro kepada masyarakat miskin. Peran asistensi dan pendampingan, secara individual maupun berkelompok dapat memberikan asistensi dan pendampingan, sebagai keikutsertaan kelompok masyarakat dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Peran kontrol sosial, masyarakat secara individu maupun berkelompok dapat melakukan
kontrol terhadap pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan mulai dari perencanaan dan pelaksanaan hingga pemantauan dan evaluasi. Belum terlibatnya secara aktif komitmen multi pihak diatas menjadikan selama ini peran dan fungsi kinerja kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berjalan secara optimal. Padahal kepemimpinan daerah didalam hal ini bupati sudah mempunyai kebijakan politik yang jelas terhadap penanggulangan kemiskinan.
Namun faktor tersebut belum dijadikan peluang utama didalam
mempengaruhi fungsi kelembagaan yang ada yakni sinergitas aksi/program multi pihak oleh kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Padahal faktor itu dapat dijadikan modal untuk kemudian melakukan penguatan aksi kelembagaan, peningkatan pendanaan yang pro poor dari APBD atau sumber dana lain sebagai modal berlanjutnya aksi dari seluruh program pengentasan kemiskinan. Kejelasan pandangan politik pemimpin daerah tersebut sebenarnya dapat juga dijadikan bekal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk dapat menggandeng pihak swasta serta
BUMD di Kabupaten Bengkalis dari segi pendanaan, sehingga
dengan demikian dapat lebih memperkokoh bagi meningkatnya kinerja kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Namun demikian, upaya ini belum secara aktif menjadi bagian dari kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Apabila di tingkat kabupaten ada peluang mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai wadah lintas sektor dan lintas pelaku dalam penanggulangan kemiskinan, tetapi di tingkat kecamatan dan desa dengan kondisi yang sangat terbatas belum ada wadah lintas sektor dan lintas pelaku yang berperanan
untuk
penanggulangan
kemiskinan.
Tidaklah
heran,
kajian
menemukan bahwa kekuatan seluruh stakeholders yang ada di kecamatan belum
dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini menjadi sebab dan akibat sumberdaya
manusia yang ada di kecamatan dan desa tidak berdaya. Dampaknya adalah perencanaan dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan desa/kelurahan tidak terfasilitasi dengan baik, pelaksanaannya tidak terkoordinasi dan tidak bersinergi antar sektor dan bila dievaluasi pelaksanaannya kurang tepat sasaran serta efeknya terhadap penanggulangan kemiskinan tidak tercapai dan kurang efektif. Berdasarkan kajian yang dilakukan ada gagasan dari para pihak di tingkat kecamatan dan desa, agar membentuk wadah seperti sub-kelembagaan dari TKPK Kabupaten Bengkalis.
Ada harapan wadah tersebut dikembangkan di tingkat
kecamatan bahkan di tingkat desa, agar kebijakan dari pemerintah sampai tepat sasaran dan langsung di nikmati oleh masyarakat miskin, sehingga terciptalah suatu aksi pemberdayaan masyarakat di kecamatan bahkan di desa. Prosesnya pun perlu dikembangkan dengan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan secara teoritis, pandangan tersebut tepat.
Oleh karena lembaga di tingkat lokallah yang mampu memecahkan permasalahan dengan cepat di wilayahnya karena faktor kedekatan letak dan kemudahan aksesibilitasnya (Nugroho dan Dahuri, 2004). Fungsi sub-kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis di kecamatan dan desa dimaksudkan sekaligus untuk menumbuhkan keberpihakan dan kepedulian masyarakat terhadap upaya pengurangan kemiskinan atau melakukan upaya untuk keluar dari mata rantai kemiskinan. Pembentukan sub-kelembagaan ini penting mengingat kondisi letak Kabupaten Bengkalis yang memiliki wilayah berpulau pulau dan dipisahkan oleh laut dan sungai. Sub-kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis di desa sangat mendukung bagi terselenggaranya koordinasi dan
sinergitas kegiatan yang diprogramkan oleh Pemerintah Kabupaten dalam mengurangi angka kemiskinan di daerah terutama pada daerah pedalaman dan pesisir pantai, hal ini disebabkan terciptanya pemberdayaan terhadap masyarakat desa . Sub-lembaga ini juga akan bermanfaat untuk mensinergikan berbagai upaya yang telah dan sedang dikembangkan oleh
dunia usaha untuk
penanggulangan kemiskinan. Dunia usaha akan lebih dapat dilibatkan sebagai mitra pemerintah untuk benar-benar menanggulangi kemiskinan. Bukan hanya berperan sebagai lembaga yang bertindak karitatif (berbentuk hadiah) seperti memberi sumbangan, santunan, sembako, sebagai dalih bahwa pihak swasta juga memiliki kepedulian sosial. Kehadiran sub-lembaga TKPK Kabupaten Bengkalis di kecamatan dapat lebih mendorong kegiatan perusahaan selain untuk memberikan sumbangan berupa pembangunan fisik, juga meningkatkan sumberdaya manusia melalui pelatihan terhadap sebagian masyarakat desa di lingkungan kerja perusahaan. Kegiatan-kegiatan seperti itu selanjutnya diperlukan dan dapat dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui pendekatan partisipatif terhadap perusahaan. Hal ini dapat mengurangi pandangan masyarakat terhadap pihak swasta yang disebut hanya mempunyai motivasi utama untuk mencari untung yang sebesar-besarnya tanpa memandang manfaatnya dari peranan masyarakat yang ada disekitarnya. Padahal tidak semua perusahaan demikian. Ada beberapa perusahaan yang ditemui saat kajian, asal diberi peluang ingin berbuat banyak untuk masyarakat.
Sikap ini merupakan manfaat yang besar, karena pihak
pengusaha pun telah menyadari mengembangkan konsep baru dalam hadir
bersama masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah kerja perusahaan yakni mengembangkan suatu program yang peduli dengan masyarakat dan lingkungan seperti Corporate Social Responsibility(CSR). CSR mungkin merupakan salah satu kegiatan yang sangat baik dan perlu untuk dikembangkan oleh setiap perusahaan di Kabupaten Bengkalis. Mengingat kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar. Setiap perusahaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan lingkungan
sekitar
nya,
sudah
semestinya
memiliki
kepedulian
dan
tanggungjawab sosial dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Sementara dibalik program dunia usaha itu sendiri tersimpan makna yang dalam menyangkut penanggulangan kemiskinan. Program CSR dari perusahaan yang ada di Kabupaten Bengkalis perlu dirangkul oleh pemerintah bersama pihak swasta untuk berdampingan. Bahkan, program ini sangat cocok dengan karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis dengan keberadaan desa-desa yang terpencil serta tersebar di pulau dan daratan serta tepi-tepi pantai yang sulit untuk dijangkau karena keterbatasan tenaga maupun sarana trasportasi. Hanya saja, Program CSR ini perlu dijalankan sesuai dengan fokus agenda penanggulangan kemiskinan.
Satu hal yang dapat
dikembangkan tentang penyertaan pendanaan, yakni ikut dalam program pengembangan lembaga pendanaan masyarakat / dana amanah (Poverty Reduction Trushfund)
dengan memprioritaskan pelayanan bagi masyarakat yang paling
miskin ( The Poorest Among The Poor). Dana perwalian ini didistribusikan ke wilayah kerja perusahaan bahkan masyarakat miskin yang jauh di pelosok desa dapat terjangkau dan merasakan
manfaatnya dari program pelayanan ini. Disamping itu, CSR perlu tidak hanya berkaitan dengan bidang pembangunan sosial dan ekonomi, tetapi juga perlu memperhatikan lingkungan hidup. Oleh karena mementingkan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten Bengkalis, karena hal tersebut berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Berdasarkan berbagai diskusi yang dilakukan didalam kajian ini, ditemukan bahwa upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin hanya dapat tercapai dan berjalan efektif dan efisien serta berkelanjutan dengan menjadikan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai kelembagaan pengurangan dan penanggulangan kemiskinan satu pintu. Lembaga ini juga perlu dikembangkan dengan sub-kelembagaannya di wilayah-wilayah tertentu dan mempunyai rencana kegiatan dengan menampung semua aspirasi masyarakat serta informasi kemiskinan dari kelompok masyarakat dan dari desa, dengan demikian dapat dilakukan pengelompokan-pengelompokan penanganan tentang kemiskinan serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Lihat rancangan pembagian wilayah sub-kelembagaan pada Gambar 7.
KELOMPOK MASYARAKAT
KALANGAN DUNIA USAHA
ORGANISASI MASYARAKAT
DPRD
LINGKUNGAN PEMANGKU KEPENTINGAN/ STAKE HOLDERS UTAMA
BUPATI WABUP SEKDA, BAPPEDA PMD SEKRETARIS
POKJA KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN
POKJA PENDATAAN TKPKD POKJA PENDANAAN
POKJA KELEMBAGAAN
WILAYAH SUB KELEMBAGAAN TKPK KABUPATEN BENGKALIS
SUB KELEMBAGAAN WILAYAH.I Kec. BANTAN Kec.BUKIT BATU, Kec.SIAK KECIL ,Kec.BENGKALIS
SUB KELEMBAGAAN WILAYAH.II
SUB KELEMBAGAAN WILAYAH.III
Kec. MANDAU, Kec.RUPAT, Kec.RUPAT UTARA, Kec.PINGGIR
Kec.MERBAU,Kec.T.TINGGI, Kec.T.TINGGI BARAT, Kec.RANSANG, Kec RANSANG BARAT
Gambar 7. Susunan Organisasi dan Pembagian Wilayah Sub Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis.
5.2.
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi TKPK Kabupaten Bengkalis Secara garis besar, tugas dan fungsi yang dilakukan oleh kelembagaan
TKPK Kabupaten Bengkalis terkait dalam penanggulangan kemiskinan yaitu melakukan koordinasi, implementasi/pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi. Tugas dan fungsi koordinasi meliputi : (i)
Merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan kelembagaan TKPK Provinsi Riau dan DPRD Kabupaten Bengkalis,
(ii)
Merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan satuan kerja dan lintas pelaku,
(iii) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta lintas pelaku, (iv) Penyusunan perumusan dan pengembangan indikator kemiskinan daerah, (v)
penyusunan peta dan penyediaan data kemiskinan berdasarkan indikator kemiskinan,
(vi) Penyusunan anggaran daerah dan sumber-sumber pendanaan lain untuk diarahkan kepada penanggulangan kemiskinan, (vii) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan labside (laboratorium percontohan) program penanggulangan kemiskinan bersama TKPK Provinsi Riau, (viii) Fasilitasi pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Bengkalis. Tugas dan fungsi implementasi/pelaksanaan yang harus dilakukan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis meliputi:
(i)
menyusun SPKD Kabupaten Bengkalis
bersama satuan kerja dan
stakeholders lainnya, (ii)
Pendataan potensi ekonomi daerah,
(iii) Pengembangan program penanggulangan kemiskinan sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah, (iv) Membangun, mengelola dan menyajikan data base kemiskinan serta perkembangan kondisi kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, (v)
Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
pemerintah
kecamatan
dan
pemerintah desa/kelurahan, yang meliputi: penyusunan bahan fasilitasi untuk peningkatan partisipasi masyarakat, pembentukan tim fasilitator penguatan
kapasitas
forum
SKPD
dan
fasilitator
musrenbang,
desa/kelurahan dan kecamatan, menyusun bahan fasilitasi forum SKPD dan bahan fasilitasi musrenbang, menggalang keterlibatan pelaku dalam forum SKPD, musrenbang, dan forum publik lainnya, mengembangkan forum publik untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah, dan mendorong perumusan regulasi yang mendukung partisipasi dan kapasitas masyarakat. (vi) Menjaga konsistensi kebijakan pemerintah pusat dan derah dalam penanggulangan kemiskinan. (vii) Melakukan
peningkatan
kapasitas
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan daerah. (viii) Melakukan pengalokasian dana untuk program penanggulangan kemiskinan di daerah bersama dengan SKPD.
(ix) Melaksanakan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan labside penanggulangan kemiskinan, dan (x)
Mengembangkan Clearing house (Pusat Informasi dan Komunikasi) penanggulangan kemiskinan di daerah. Tugas dan Fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis melakukan
Pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Kecamatan, Kelurahan/Desa, yang meliputi: (i)
Penyusunan instrumen penilaian berdasarkan indikator yang dikembangkan BPS,
(ii)
Pemantauan kondisi kemiskinan di Kabupaten Bengkalis,
(iii) Pemantauan proses dan kemajuan pelaksanaan kebijakan dan program Penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, (iv) Identifikasi permasalahan dan penyimpangan serta rumusan penanganan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, (v)
Pengkajian relevansi, efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan kebijakan program, dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Meski kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis telah terbentuk sejak
tahun 2004, namun pelaksanaan tugas dan fungsi belum terlaksana sebagaimana yang digariskan. Tugas dan fungsi koordinasi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis , ternyata lebih didominasi oleh tugas dan fungsi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis. Sehingga timbul persepsi bahwa penanggulangan kemiskinan atau fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis merupakan alih tangan dari tugas dan fungsi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kondisi ini berakibat lemahnya peran koordinasi, implementasi
dan pemantauan serta evaluasi program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Program/kegiatan yang diinisiasi oleh masing-masing Dinas/Badan/Satker maupun program sharing dengan pemerintah Provinsi Riau direncanakan dan dilaksanakan tanpa terkoordinasi apalagi bersinergi. Kemudian kondisi yang menyebabkan lemahnya koordinasi ini tidak lain muncul sebagai akibat tidak berjalannya fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang ada sebagai akibat tidak berjalannya faktor yang mempengaruhi fungsi kelembagaan, serta kurangnya kesadaran dari jajaran dinas/instansi terutama bagi yang perhatian dalam upaya penanggulangan kemiskinan tentang keberadaan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis
itu sendiri. Peran
kelembagaan ini terdistorsi oleh peranan yang dilakukan seluruh instansi dalam melaksanakan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan, bahwa secara tidak sadar dinas/badan di lingkup Pemerintah Kabupaten Bengkalis hanya sekedar melaksanakan kegiatan rutin tahunan untuk mengejar target tahunan, tanpa memperhatikan keberadaan peranan dan fungsi serta tugas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang telah dibentuk berdasarkan komitmen dan putusan seluruh stakeholders di daerah ini.
Selain itu, kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis selama ini hanya dipandang sebagai lembaga yang merupakan bahagian dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, artinya ada pandangan yang menganggap bahwa semua kegiatan untuk pengurangan kemiskinan merupakan kegiatan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, sebenarnya tidaklah demikian, kegiatan tersebut adalah kegiatan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, karena bila di tinjau kembali dari susunan organisasi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, ketua pelaksana kelembagaan ini
adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, hanya berfungsi sebagai penyelenggara, namun prakteknya selama ini malah sebaliknya. Akibatnya peranan dari kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis tidak pernah wujud. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis tidak mampu mengoptimalkan faktor-faktor yang seharusnya dimanfaatkan oleh kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam mengembangkan fungsi kelembagaannya. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain ; kepemimpinan daerah yang selama ini memiliki komitmen/perhatian yang penuh terhadap upaya pengurangan angka kemiskinan, diperkuat dengan adanya dasar hukum yang dapat dipakai dan dipedomani baik dari pusat maupun dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui Surat Keputusan Bupati. Kemudian adanya sokongan politik dari pihak legislatif dalam hal ini adalah DPRD Kabupaten Bengkalis untuk mengesahkan keberadaan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis serta disetujuinya kegiatan-kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Di samping itu adanya komitmen multi pihak termasuk dunia usaha yang memungkinkan setiap program yang diluncurkan dapat berjalan baik dan didukung semua pelaku dalam penanggulangan kemiskinan. Dari sisi pendanaan, Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang memiliki sumberdaya alam yang cukup, sehingga kabupaten ini memiliki sumber daerah yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan pembiayaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan sangat memungkinkan untuk terselenggara dengan baik. Hal yang demikian juga didukung oleh sumberdaya manusia yang ada terutama dilingkungan SKPD yang merupakan bahagian dari kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis itu sendiri.
Oleh sebab itu, sebagaimana telah disebutkan, pada masa mendatang ada harapan agar kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis menjadi lembaga pengelolaan satu pintu
yang memfasilitasi semua unsur stakeholders yang
berusaha menangani penanggulangan kemiskinan bersama- sama. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis diharapkan menjadi wadah atau media bagi semua SKPD dan multipihak yang berkonsentrasi terhadap kegiatan penanggulangan kemiskinan. Sebagai suatu wadah organisasi terdepan dan telah diakui pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan di daerah Kabupaten Bengkalis, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sepatutnya menjadi garda terdepan sebagai forum konsultasi dan koordinasi dan berdiri sendiri yang memfasilitasi seluruh lintas pelaku
dengan melaksanakan fungsi kelembagaan yang ada yakni memberi
pedoman multi pihak memahami basaran tentang kejelasan data dan proses mengapa kemiskinan ada.
Karena kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis
telah mendapat sokongan politik dan dasar hukum yang jelas sebenarnya dapat memperkuat keberadaannya dengan meningkatkan intensitas dan efektifitas koordinasi baik diantara lembaga pemerintah maupun diantara pelaku non pemerintah lainnya dalam mewujudkan operasionalisasi upaya penanggulangan kemiskinan yang lebih tepat, sistematik dan berkelanjutan. Selanjutnya
dalam
pengurangan
kemiskinan
dengan
keberadaan
kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis ini diharapkan fungsi pemberdayaan masyarakat miskin dapat terwujud dan bukan hanya sekedar berbentuk bantuan untuk memenuhi target kegiatan tahunan yang dilaksanakan instansi dan dinasdinas terkait, namun lebih dari itu, secara langsung melibatkan masyarakat ikut
berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan sehingga berkelanjutan, terselenggaranya fungsi kelembagaan diatas maka dapatlah terjalin koordinasi dan sinergitas yang kuat yang meliputi lintas sektor dan lintas pelaku dalam hal pengarustamaan permasalahan kemiskinan di negeri junjungan ini, yang di tunjang dengan pendanaan yang kuat dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis, dengan berjalannya semua fungsi kelembagaan ini secara teratur dan transparan diharapkan pengurangan kemiskinan nyata adanya dan terciptalah tujuan pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang
efisien dan
efektif.
5.3.
Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Uraian
selanjutnya
ingin
memperlihatkan
efektivitas
program
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Uraian ini dimaksudkan untuk menunjukkan, pentingnya kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis lebih di perankan didalam mengotimalkan kinerja penanggulangan kemiskinan. 5.3.1. Hubungan antara Anggaran Pembangunan untuk Pengurangan Kemiskinan Salah satu tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis apakah kebijakankebijakan pembangunan melalui program penanggulangan kemiskinan sudah berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan pro kemiskinan. Hal ini, diartikan apakah jumlah anggaran untuk program kegiatan penanggulangan kemiskinan sudah disesuaikan dengan potensi kemiskinan yang ada disetiap kecamatan. Untuk itu dilakukan analisis hubungan antara alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan disetiap kecamatan dengan jumlah ruta miskin yang ada disetiap
kecamatan. Untuk melihat jumlah ruta miskin dan besar dana yang dialokasikan untuk pengurangan kemiskinan di setiap kecamatan dapat di lihat pada Table 16. Tabel 16. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Besar Dana yang Dialokasikan untuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Setiap Kecamatan
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Alokasi Dana (Rp juta)
Jumlah RTM (Ruta)
Mandau 13.062 22.818 Bukit Batu 6.370 2.555 Rupat 9.256 14.227 Rupat Utara 2.801 4.561 Bengkalis 16.209 12.693 Bantan 5.870 7.289 Merbau 11.579 16.824 Rangsang 7.067 9.146 Rangsang Barat 7.509 10.119 Tebing Tingi 13.530 12.134 Tebing Tinggi Barat 5.384 4.679 Pinggir 9.120 14.729 Siak Kecil 10.976 8.689 JUMLAH 118.738 140.463 Sumber : APBD 2006 dan SPKD Bengkalis 2004 (diolah)
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) 5.108 606 2.748 911 2.635 1.615 3.387 1.893 2.053 2.554 980 3.121 2.006 29.617
Berdasarkan hasil analisis korelasi antara Jumlah Ruta Miskin Kecamatan dengan Jumlah Anggaran Penanggulangan Kemiskinan Kecamatan, didapat hubungannya berkorelasi positif yang tinggi pada taraf nyata 0,01(rs = 0,69 > 0,67, a=0,01 dan n=13). Berdasarkan hasil analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa korelasi antara kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dengan efektivitas program penanggulangan kemiskinan menunjukkan bahwa kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis menjadi wadah yang tepat bagi keberhasilan program penanggulangan kemiskinan, membuat semua bantuan dari pemerintah tepat sasaran dan langsung di manfaat dan dirasakan oleh masayarakat yang betul-betul memerlukan bantuan tersebut. Semakin banyak jumlah ruta miskin di suatu kecamatan semakin besar
alokasi dana yang dikeluarkan untuk pengurangan kemiskinan, namun bukan berarti diharapkan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sepanjang tahun, sehingga terus meningkatan anggaran belanja untuk pembangunan dalam upaya pengurangan kemiskinan bahkan sebaliknya, jumlah penduduk miskin berkurang, selain itu dapat juga dikatakan bahwa masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai koordinator telah memperhatikan aspek kemiskinan di kecamatan terutama dari sisi jumlah ruta miskin yang akan dibantu.
5.3.2. Efektivitas Pelaksanaan Program/Kegiatan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
Penanggulangan
APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2006 yaitu sebesar Rp 2,71 triliyun dengan alokasi untuk belanja publik sebesar Rp 2,22 triliyun (81,87%). Alokasi anggaran program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBD Kabupaten meningkat dibandingkan tahun 2006 baik dari jumlahnya maupun persentase terhadap belanja publik. Dari jumlah total anggaran publik sejumlah Rp. 131,56 milyar atau sebesar 5,93% dialokasikan untuk kegiatan program penanggulangan kemiskinan. Alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan terdiri 77 program/kegiatan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan merupakan kegiatan ekonomi melalui 14 dinas/badan/instansi sebesar Rp 70,180 milyar atau 1,47 % dari belanja publik. Sedangkan 17 program merupakan kegiatan dibidang infrastruktur untuk masyarakat miskin sebesar Rp 28,712 milyar atau 1,30 persen dari total belanja publik. Sementara itu, sebesar Rp. 32,669 milyar atau 1,47 persen digunakan untuk kegiatan penunjang.
Secara keseluruhan, jumlah program/kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis (yang terdata hingga akhir Nopember 2006) sebanyak 136 program/kegiatan yang meliputi 1 program/kegiatan dari APBN, 1 program/kegiatan sharing APBD Provinsi dengan APBD Kabupaten Bengkalis, dan 134 program kegiatan berasal dari APBD Kabupaten Bengkalis 2006. Jumlah dana penanggulangan kemiskinan (pemberdayaan ekonomi, pendukung langsung ekonomi dan infrastruktur) tersebut di atas adalah sebesar Rp 131,56 milyar. Jumlah program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut belum termasuk yang dilaksanakan oleh dunia usaha (community development) dengan total dana yang jauh lebih besar dari dana pemberdayaan ekonomi yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Meningkatnya jumlah program/kegiatan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi Riau dan sharing dengan APBD Kabupaten Bengkalis, maupun APBD Bengkalis diperkirakan juga akan meningkatkan daya sentuhnya kepada masyarakat miskin. Sentuhan program/kegiatan pemberdayaan ekonomi meliputi 5.575 Ruta, masih jauh target jumlah RUTA miskin yang harus dientaskan per tahunnya (23.115 Ruta miskin/tahun). Sentuhan program/kegiatan yang mendukung langsung kepada pemberdayaan ekonomi mencakup 1250 Ruta (sertifikasi lahan), disamping penerima rescue program (292.200 Ruta penerima SLT dan Raskin).
Sedangkan program/kegiatan penanggulangan ketertinggalan
infrastruktur menyentuh sebanyak ±33.650 Ruta dan 175 Desa/Kelurahan Meningkatnya daya sentuh program penanggulangan kemiskinan ini dikelola oleh beberapa
dinas/badan
di
lingkungan
Pemerintah
Kabupaten
Bengkalis.
Dinas/badan tersebut antara lain Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
menyentuh ± 540 Ruta Dinas Pertanian dan Perternakan menyentuh ± 3,655 Ruta, Dinas Perkebunan (Pengembangan & peremajaan perkebunan rakyat) menyentuh’ ± 280 Ruta, Dinas Perikanan dan Kelautan menyentuh ±5,342 Ruta, Dinas Sosial menyentuh ± 440 Ruta, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyentuh ± 1.250 Ruta.
5.3.3. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Dari jumlah anggaran kegiatan penanggulangan kemiskinan yang berjumlag Rp. 131,563 milyar, maka Rp.81,167 milyar diantaranya merupakan kegiatan dikategorikan kegiatan berbasis pemberdayaan. Kegiatan yang berbasis pemberdayaan yang dimaksud adalah kegiatan yang melibatkan masyarakat dan dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Program
penanggulangan
kemiskinan
yang
berbasis
pemberdayaan masyarakat terdiri dari kegiatan ekonomi, pembangunan infrastruktur secara partisipatif dan kegiatan-kegiatan penunjang. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemberian dana bergulir untuk pengembangan usaha dan atau dalam bentuk pemberian fasilitas untuk peningkatan produksi usaha ekonomi masyarakat. Berdasarkan pengertian ini maka program penanggulangan kemiskinan dibidang ekonomi terdiri dari 10 (sepuluh) kegiatan dengan besar anggaran sebesar Rp. 57,054 milyar. Kegiatan ekonomi antara lain ; pinjaman modal UMKM untuk 236 usaha masyarakat tersebar di seluruh kecamatan dengan jumlah Rp. 322, 77 juta. Pemberian modal Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) sebanyak 4
(empat) UED-SP dengan jumlah dana sebesar Rp.2,5 milyar.
UED-SP
merupakan bahagian dari Program Pemberdayaan Desa (PPD) program sharing Pemerintah Propinsi Riau dan Pemerintah Kabupaen Bengkalis. Bantuan Modal Usaha Desa yang diberikan kepada seiap desa (175 desa) di Kabupaten Bengkalis dengan jumlah total Rp.53,150 milyar. Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif bidang Perikanan senilai Rp.289,3 juta yang diberikan kepada 50 (lima puluh) usaha ekonomi masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Selain itu, terdapat juga kegiatan ekonomi dalam bentuk pengembangan ternak sapi. Pengembangan ternak sapi dilakukan dengan cara memberikan bibit sapi unggul secara bergulir kepada masyarakat. Program pengembangan ternak sapi ini terdiri dari 85 pasang sapi yang diberikan kepada 85 kepala keluarga yang tersebar di Desa Talang Mandi dan Desa Air Jamban Kecamatan Mandau, Desa Lubuk Basung dan Desa Sekar Wangi Kecamatan Pinggir, dan Desa Anak Setatah Kecamatan Rangsang Barat. Program pengembangan ternak sapi menghabiskan dana sebesar Rp.468,75 juta. Di
samping
kegiatan-kegiatan
di
atas,
terdapat
juga
kegiatan
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang bersifat kegiatan penunjang ekonomi masyarakat.
Kegiatan-kegiatan ini meliputi :
kegiatan-kegiatan pelatihan usaha dan manajemen, kegiatan pemberian bantuan fasilitas usaha, pengembangan lahan pertanian masyarakat, kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat dan kegiatan dalam pengembangan otonomi desa. Kegiatan-kegiatan penunjang ini terdiri dari 86 kegiatan dengan nilai Rp.23,96 milyar. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan oleh dinas terkait antara lain : Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Bagian Pemberdayaan Perempuan, Dinas
Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pertanian dan Perternakan, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, Dinas Perikanan, dan Dinas Sosial. Secara keseluruhan baik ekonomi, penunjang dan infrastruktur, program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan telah berhasil menyentuh Ruta Miskin sebanyak 9.192 KK,
Koperasi sebanyak 146 unit,
UMKM 236 unit, yang tersebar pada 175 desa di Kabupaten Bengkalis. Dari hasil analisa yang dilakukan dalam kajian ini maka efektifitas program yang telah di lakukan Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam upaya pengurangan kemiskinan masih jauh dari apa yang di harapkan, hal ini sebagai akibat tidak terselenggaranya fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten bengkalis sebagai kelembagaan yang seharusnya mengkoordinir semua kegiatan yang di selenggarakan seluruh dinas/instansi, namun dalam pelaksanaannya program pemerintah ini hanya berupa pemenuhan kegiatan rutin dinas/instansi terkait di tambah dengan masih kecilnya dana yang di alokasikan untuk program penanggulangan kemiskinan.
5.4.
Strategi Pengembangan Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis Karakteristik kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok; yaitu
kurangnya kesempatan ( lack of opportunity), rendahnya kemampuan ( low of capabilities), kurangnya jaminan (low of security), dan ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Untuk itu strategi penanggulangan kemiskinan perlu diarahkan pada empat dimensi tersebut. Strategis penanggulangan kemiskinan harus mengarah pada sasaran multidimensi yang menghendaki keterpaduan program-program, menyeluruh, partisipasi aktif masyarakat dan berkelanjutan. Dengan demikian harapan untuk
peningkatan produktivitas dan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin dapat berlangsung. Penanggulangan kemiskinan secara subtansi merupakan upaya terpadu dan saling terkait, terkoordinasi serta terintegrasi dalam satu kesatuan kebijakan, strategi, program dan kegiatan. Oleh karena itu dalam rangka melakukan
pengarustamaan
permasalahan
kemiskinan
diperlukan
suatu
kelembagaan yang meliputi lintas pelaku dan lintas sektor. Strategi penanggulangan kemiskinan meliputi ;
1. Pemberdayaan masyarakat, strategi ini dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar, 2. Peningkatan kapasitas, yaitu strategi yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan, 3. Perlindungan sosial, adalah suatu strategi untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, penyandang cacat ) dan masyarakat miskin baru, baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain, dampak negatif krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial, 4. Strategi kemitraan global, dilakukan untuk mengembangkan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi diatas.
Memandang kepada kemiskinan yang lebih bersifat multidimensi yakni menyangkut segi ekonomi, sosial, kultur, dan politik dari kehidupan maka kajian ini juga menganalis penyebab-penyebab dari kemiskinan dan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam penanganan kemiskinan tersebut.
5.4.1. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Dalam menentukan prioritas faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya kemiskinan di Kabupaten Bengkalis maka dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholders dan dianalisis dengan Analitical Hierarchy Proces (AHP) dengan menggunakan Softwer Expert Choice. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemiskinan di Kabupaten Bengkalis disebabkan oleh faktor ekonomi yang rendah dengan nilai bobot 45,9%, sosial dengan nilai bobot 39,3% dan faktor lingkungan dengan nilai bobot 14,8% Tingginya bobot faktor ekonomi ini dalam menyebabkan terjadinya kemiskinan disebabkan oleh akses modal dengan nilai bobot 22,8%, faktor kesulitan mata pencaharian dengan nilai bobot 22,1%, pendidikan yang rendah dengan nilai bobot 27,4%, serta rendahnya kreatifitas dan dengan nilai 27,6% ( Gambar 8)
Gambar 8.
Hasil Analisis Faktor Ekonomi yang menjadi Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
Faktor kedua yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Kabupaten Bengkalis adalah faktor sosial dengan nilai bobot 39,3%.
Faktor sosial ini
disebabkan oleh pendidikan informal masyarakat yang rendah dengan nilai bobot 33,3%, rendahnya tingkat keikutsertaan dalam organisasi sosial juga ikut mempengaruhi kemiskinan dengan nilai bobot 28,9%, pemahaman agama yang rendah dengan nilai bobot 13,9% dan disebabkan oleh kultural (kemiskinan kultural) dengan nilai bobot 23. % (Gambar 9)
Gambar 9. Hasil Analisis Faktor Sosial yang Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
menjadi
Penyebab
Faktor ketiga yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Kabupaten Bengkalis adalah faktor lingkungan dengan nilai bobot 30,2%. Faktor lingkungan terdiri dari tingkat kesehatan yang rendah dengan nilai bobot 49,0%, permukiman yang relatif kumuh dengan nilai bobot 34,3%, dan akibat pencemaran (abrasi pantai) dengan nilai bobot 16,7%. (Gambar 10)
Gambar 10. Hasil Analisis Faktor Lingkungan yang Menjadi Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Secara parsial terlihat bahwa faktor-faktor yang memiliki bobot tertinggi dan sekaligus sebagai penyebab utama terjadinya kemiskinan di Kabupaten
Bengkalis secara berturut-turut adalah rendahnya keterampilan dan kreatifitas, pendidikan yang rendah baik formal maupun informal, akses terhadap permodalan, sulitnya mata pencaharian, keikutsertaan dalam organisasi sosial, kultur masyarakat setempat, rendahnya pemahaman agama, dan akibat buruknya tingkat kesehatan. Nilai bobot rendahnya kreatifitas dan keterampilan yang paling tinggi dalam menyebabkan kemiskinan masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat tidak memiliki kreatifitas dalam mencari terobosan-terobosan dan pengembangan usaha terutama dalam penganeka ragaman produk yang dihasilkan. Meskipun Kabupaten Bengkalis merupakan daerah yang kaya sumber daya alam, akan tetapi belum mampu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat bagaimana sumber daya alam tersebut dapat perpeluang dalam memenuhi kebutuhan hidup agar lebih meningkat. Kemudian keterbatasan pengetahuan merupakan salah satu faktor pembatas bagi kelembagaan ini. Pengetahuan merupakan dasar bagi peningkatan keterampilan masyarakat untuk lebih maju, agar produktif. Oleh karena itu kreatifitas dan keterampilan masyarakat yang rendah sebagai penyebab kemiskinan dengan nilai bobot yang tinggi ini diupayakan dapat diatasi dengan meningkatkan program-program dan kegiatan-kegiatan pelatihan yang diarahkan kepada masyarakat, disamping perlunya peningkatan dibidang pendidikan yang mutlak harus diikuti oleh masyarakat setempat, terutama generasi mudanya, tak pelak lagi bahwa usaha Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam upaya memutuskan rantai kemiskinan di daerah ini melalui pendidikan, merupakan suatu hal yang positif dan
sangat nyata telah dilakukan Pemerintah Kabupaten
Bengkalis dengan menyisihkan sekitar 35 % dari APBD untuk dialokasikan di bidang pendidikan dengan mengadakan program pendidikan gratis bagi masyakat miskin ke seluruh pelosok desa mulai dari tingkatan Sekolah Dasar hingga ke tigkat Sekolah Menengah Atas, baik untuk Sekolah Umum sampai ke Sekolah Keagamaan (Madrasah, Ibtidyah), bahkan telah tersedia bagi siswa/mahasiswa yang mau melanjutkan pendidikan ke Luar Negeri diantaranya Negara Syria, Yordania serta Arab Saudi untuk meraih pengetahuan serta ilmu di Negeri Arab dan disambut penuh antusias oleh masyarakat yang ada di daerah Kabupaten Bengkalis. Hal ini sengaja dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis yang mempunyai komitmen bahwa rantai kemiskinan tersebut hanya dapat diputuskan dengan memberi pendidikan kepada generasi muda yang ada di wilayah sampai ke pelosok desa, disamping membangun sarana dan prasana yang mendukung pembangunan bidang pendidikan, memberi gambaran bahwa tingginya komitmen Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam upaya meningkatkan program pendidikan kepada masyarakat di daerah ini, dengan demikian faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Kabupaten Bengkalis dapat diatasi dengan suatu usaha yang benar-benar ditekankan dan terencana oleh Pemerintah Kabupaten sebagai pemegang tampuk pemerintahan dan pembuat keputusan di Kabupaten Bengkalis. Akses modal yang rendah merupakan faktor ketiga dalam meyebabkan terjadinya kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.
Rendahnya akses modal ini
menyebabkan masyarakat di lokasi kajian tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan membuka usaha.
Kondisi ini dapat diatasi dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap modal dengan cara meningkat
kelembagaan ditengah-tengah masyarakat dalam bentuk lembaga keuangan mikro seperti koperasi, usaha-usaha ekonomi pedesaan yang bergerak dibidang simpan pinjam, dan perlakuan khusus oleh pihak perbankan terhadap masyarakat pedesaan yang miskin. Meningkatkan akses masyarakat terhadap permodalan dapat juga diupayakan melalui peningkatan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti Bank Pembangunan Daerah, PT. PER, serta pengembangan ekonomi kerakyatan yang saat ini sedang digalakkan Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Dengan berkembangnya ekonomi kerakyatan bagi masyarakat miskin, dapat melepaskan kesengsaraan masyarakat selama ini terutama dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi di akhir era orde baru. Pengembangan ekonomi kerakyatan sudah nampak dengan membuahkan hasil yang sangat menggembirakan bagi keberhasilan program pemerintah selama ini,
yakni
terjadinya
peningkatan
keterampilan
masyarakat
dalam
penganekaragaman produksi, peningkatan keterampilan diberbagai bidang dan peningkatan akhlak dengan diaktifkannya pesantren-pesantren dan pengajian yang secara rutin diadakan oleh pemuka masyarakat dan pemuka agama dengan didirikannya rumah-rumah ibadah serta diadakannya penyegaran rohani bagi masyarakat sampai kepelosok desa. Lalu program peningkatan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten sampai kewilayah yang sulit di jangkau merupakan suatu terobosan guna mengatasi isolasi daerah terpencil. Bila melihat dari keadaan kasus yang ada, maka sangat penting dilakukan pengembangan
kelembagaan khusus
dan berperan aktif dalam pengentasan
kemiskinan di daerah Kabupaten Bengkalis yakni mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten bengkalis yang sudah ada agar pengentasan kemiskinan dapat
lebih terfokus, kemudian faktor-faktor lain dengan nilai bobot yang relatif kecil yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten Bengkalis antara lain rendahnya keikutsertaan dalam organisasi sosial atau rendahnya kepedulian organisasi sosial di daerahnya, aspek budaya dan kultur, pemahaman agama yang rendah, dan kondisi kesehatan. Hal ini tentu saja dapat diatasi dengan cara-cara antara lain memperkuat kelembagaan masyarakat, pemutahiran organisasi sosial yang ada dimasyarakat, peran tokoh masyarakat dan agama, dan memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat.
Gambar 11. Diagram Batang Nilai Bobot Faktor-faktor Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.
Penyebab
5.4.2. Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Dalam menentukan prioritas peran stakeholders dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis maka dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholders dan dianalisis dengan Analitical Hierarchy Proces (AHP) dengan menggunakan Softwer Expert Choice. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam penanggulangan kemiskinan atau untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, menurut stakeholders peranan pemerintah menghasilkan bobot yang paling tinggi yaitu sebesar 43,8%, disusul peran masyarakat sebesar 34,3% dan swasta 21,8%. Peran pemerintah yang tinggi di sini terutama peranan pemerintah Kabupaten sebesar 50,0%, propinsi 33,3% dan pusat 16,7%. Tingginya peran pemerintah kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan di lokasi kajian sangat lah logis, hal ini sejalan dengan UU No 22/1999 tentang otonomi daerah dimana kewenangan di bidang pembangunan sangat ditentukan oleh daerah itu sendiri, hal ini tertuang dalam pernyataan bahwa otonomi daerah memungkinkan penanggulangan kemiskinan karena menghadapi jarak spasial yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri. Selain itu peluang tanggungjawab atas kegiatan tersebut berada ditangan pemerintah diaras Kabupaten dan Kota, serta Pemerintah Desa. (Sahdan, 2004) Kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di lokasi kajian juga memiliki proporsi yang besar terlihat dari pendapat para stakeholders yang memihak ke Pemerintah Daerah yang berperanan besar terhadap penanganan masalah penduduk dibawah garis kemiskinan. Komitmen pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, sudah menjadi tekad bagi seluruh para pemangku kepentingan di negeri ini. Pemerintah telah
memberi perhatian yang begitu besar dalam penanganan keluarga miskin dengan memberi curahan pemikiran, tenaga dan kucuran dana baik yang berasal dari pusat, provinsi dan dari APBD kabupaten. Kenyataan menunjukan bahwa upaya keras ini belum berhasil memberdayakan masyarakat miskin untuk lepas dari jeratan kemiskinan yang mereka hadapi saat ini. Oleh sebab itu perlu diupayakan penanganan penanggulangan kemiskinan ini berada pada satu lembaga khusus yang mampu menggerakkan kebijakan dan program seperti kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus dibangun dan dikembangkan untuk menjadi alat yang efektif dalam membebaskan masyarakat dari kemiskinan. Kelembagaan penanggulangan kemiskinan akan memberi hasil yang optimal
dan
bekelanjutan
apabila
Pemerintah
Daerah
lebih
intensif
memperhatikan upaya penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang tergambar dari kerangka kajian didepan menunjukkan pengaruh beberapa faktor terhadap berjalannya fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, untuk itu peranan Pemerintah Daerah, sebagai kunci yang paling tepat dan efektif sebagai pembentuk kapasitas lintas pelaku dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam pengarustamaan upaya penanggulangan kemiskinan.
Gambar 12. Hasil Analisis Peran Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Pada level pemerintah kabupaten yang memiliki peranan paling tinggi dalam menangani penanggulangan kemiskinan di lokasi kajian adalah Dinas
Pendidikan sebesar 13,3%, disusul Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa sebesar 13,2%,
Dinas Pendudukan dan Tenaga Kerja sebesar 12,6%,
Dinas Sosial
sebesar 12,5%, Dinas Kesehatan sebesar 11,4%, Dinas Perikanan dan Kelautan sebesar 10,6%, Dinas Pertanian dan Perternakan sebesar 10,3%, Dinas Kimpraswil sebesar 10,2%, dan Badan Pertanahan sebesar 5,7%.
Tingginya
peranan Dinas Pendidikan disini membuktikan masyarakat dan stakeholders menganggap penyebab kemiskinan yang paling besar adalah faktor sumberdaya manusia. Hal ini juga menggambarkan pemahaman masyarakat bahwa kebodohan itu lebih dekat dengan kemiskinan. Oleh sebab itu, bukan berarti mengecilkan peran dinas/sektoral lain, dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis perlu dititik beratkan juga kepada peningkatan mutu sumberdaya manusia baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal tentu saja dapat ditingkat melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Disini ternyata adanya peranan sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
fungsi kelembagaan, yang menghendaki
peningkatan kualitas sumberdaya manusia didaerah ini, karena masyarakat sebagai pelaku utama dalam penanggulangan kemiskinan yang lebih dekat aksesibilitasnya dengan masyarakat miskin didaerah, harus diciptakan kapasitas masyarakat yang kuat dengan lebih memperkokoh
pengadaan kontrol sosial,
terutama terhadap masyarakat yang rentan terhadap keadaan krisis terutama (ibuibu kepala rumah tangga, manula, masyarakat baru miskin, cacat dan tunanetra) juga terhadap anak-anak yang ikut menunjang perkonomian orang tua yaitu anakanak yang seharusnya sekolah, tetapi terpaksa membantu orang tuanya dalam
mencari nafkah, seperti ikut menebang kayu, ikut mendayung sampan sebagai nelayan, ikut mencangkul dan mengolah sawah. Masyarakat seperti inilah yang harus dilindungan dan diperhatikan oleh pemerintah untuk diangkat kembali tingkat kesejahteraannya dengan jalan memberi pendidikan sebagai program yang sedang digerakkan oleh Pemerintah Kabupaten yaitu memberi mereka bantuan pendidikan gratis, pembangunan rumah layak huni, serta pemberian bantuan berupa pemberian sertifikasi lahan gratis, pemberian raskin dan bantuan berupa alat-alat pertanian dan perikanan serta pembuatan jalan desa, jembatan, tempat-tempat pengeringan ikan dan sebagainya, untuk mempelancar pengangkutan hasil dan sarana produksi. Sementara itu, pendidikan non formal dapat diupayakan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan kerja dan usaha masyarakat melalui dinas/sektoral terkait. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa menempati posisi kedua dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Hal ini juga membuktikan masyarakat miskin di Kabupaten Bengkalis perlu terus diberdayakan melalui program-program dan kegiatan-kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat desa, penguatan otonomi desa, dan pengembangan usaha-usaha ekonomi perdesaan dengan usaha pengembangan ekonomi kerakyatan. Selain itu, juga meningkatkan
kegiatan-kegiatan
pelatihan-pelatihan
masyarakat
untuk
peningkatan keahlian dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi desa dan potensi daerah.
Gambar 13. Hasil Analisis Peran Dinas/Instansi di Level Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan
Terbentuknya sinergi program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan kelurahan sebagai suatu kegiatan khusus yang membantu upaya mensejahterakan masyarakat Bengkalis utamanya program strategis pemberdayaan dalam bentuk dana bantuan baik dari provinsi, maupun dari kabupaten, sebagai sinergi kegiatan berupa program pemberdayaan desa, guna menggerakkan perekonomian masyarakat, menumbuhkan lapangan kerja merupakan peluang baik untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemudian hasil dari analisis dilihat dari bobot faktor kedua yang memiliki peranan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis adalah masyarakat.
Komponen masyarakat yang memiliki proporsi terbesar dalam
penanggulangan kemiskinan adalah dalam bentuk kelompok sebesar 40,4%, disusul oleh peran perorangan sebesar 31,9%, dan LSM sebesar 27,7%.
Gambar 14. Hasil Analisis Peran Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
Tingginya peranan kelompok dalam masyarakat
terhadap penanganan
penanggulangan kemiskinan terdiri dari peranan kelompok suku dengan proporsi 66,7%. sejak penumbuhan kelompok, masyarakat miskin ini sudah didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu bergantung kepada bantuan dan pertolongan dari luar, dari kesatuan keluarga sebagai contoh kepala keluarga merupakan satu kesatuan untuk kemajuan kesejahteraan mereka, dengan demikian keterlibatan langsung masyarakat baik secara perorangan sebagai warga masyarakat maupun secara melembaga, dalam seluruh proses pembangunan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi hasil-hasil pembangunan sangat diutamakan dalam peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Semua aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat ini selalu berdasarkan prinsip-prinsip desentralistik, partisipatif, demokratis, dan keterbukaan sehingga dengan demikian terbentuklah suatu kebijakan pemberdayaan masyarakat yang diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan, peran aktif dan timbulnya tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan agar masyarakat tampil sebagai subjek atau pelaku utama dalam pembangunan, sedangkan pemerintah lebih berperan memfasilitasi pengelolaan pemberdayaan masyarakat, salah satu
prasyarat utama untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan, harus terlembaga dalam institusi lokal berbasis masyarakat, agar tercipta demokrasi partisipatif dalam proses pengelolaan pembangunan. Dengan demikian segala masalah yang dihadapai oleh masyarakat ini akan teratasi karena dari adanya penguatan kelembagaan yang ada sehingga terjalin prinsip-prinsip
pemberdayaan
masyarakat.
Peranan kelompok-kelompok
masyarakat ini sebagai komitmen dan sebagai suatu konsensus dalam upaya penanggulangan kemiskinan bersama dalam konsultasi publik yang telah terlaksana dari kegiatan yang disponsori oleh dinas/badan yang menggerakkan mulai dari tingkat RT.RW, Kelurahan hingga ketingkat yang lebih tinggi kecamatan dan kabupaten bahkan tingkat Provinsi dan Pusat. Faktor ketiga yang memiliki peranan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis adalah peranan pihak swasta sebesar 21,8%.
Pihak
swasta yang memiliki bobot tertinggi dalam penanggulangan kemiskinan adalah Koperasi sebesar 38,1%, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 26,9%, Pengusaha sebesar 18,1%, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 16,9%. Koperasi yang memiliki peranan yang paling tinggi adalah terdiri dari Koperasi Simpan Pinjam sebesar 60,3%, dan Koperasi Serba Usaha sebesar 39,7%. Badan Usaha Milik Daerah terdiri dari peran Bank Pembangunan Daerah sebesar 54,2%, dan Perusahaan Air Minum (PAM) sebesar 45,8%. Selanjutnya pihak pengusaha yang terdiri dari Perusahaan Terbatas yang beroperasi di Bengkalis memiliki peranan dengan bobot tertinggi 43,8%, disusul Pengusaha perorangan seperti Saudagar sebesar 31,3%, dan perusahaan-perusahaan kecil berbentuk CV sebesar 25,0%.
Gambar 15. Hasil Analisis Peran Swasta (BUMN, BUMD, Koperasi dan Pengusaha) dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan uraian di atas dengan peranan masing-masing stakeholders dengan masing-masing kekuatan peranan, maka kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis perlu melakukan koordinasi dengan lintas pelaku. Selain itu, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dapat juga memprioritaskan kegiatankegiatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis sesuai dengan tingkat kekuatan-kekuatan peranan masing-masing stakeholders. Peranan dari pihak swasta dapat dijadikan mitra dalam langkah-langkah upaya penanggulangan kemiskinan yaitu menjadi mitra pemerintah yang dapat memperkuat pendanaan yaitu sebagai sumber pendanaan lain dari dana yang dianggarkan
pemerintah
Kabupaten
Bengkalis
dalam
penanggulangan
kemiskinan, pendanaan ini jauh lebih besar jumlahnya apabila pemerintah jeli dan pandai memanfaatkannya, karena keterlibatan pihak swasta ini tidak hanya berupa pendanaan tapi yang lebih besar adalah keterlibatan masyarakat miskin yang tinggal disekitar perusahaan.
5.5. Penyempurnaan Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis Analisis
terhadap
kekuatan,
kelemahan,
peluang
dan
ancaman
kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis secara ringkas ditunjukkan pada Gambar 16. Kekuatan – S 1. Sudah tersedia payung hukum yang jelas 2. Adanya dokumen SPKD sebagai acuan gerak 3. Komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis Peluang – O 1. Kerjasama dengan pihak ke tiga (swasta) 2. Tersedianya anggaran penaggulangan kemiskinan dari ABPD, 3. Partisipasi masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan cukup tinggi
Kelemahan – W 1. Lemahnya koordinasi dengan Satuan Kerja lain dan stakeholders, 2. Belum tercipta sinergitas antara suatu program/kegiatan dengan kegiatan lain 3. Program kemiskinan yang kurang tepat sasaran Ancaman – T 1. Peningkatan Jumlah penduduk miskin 2. Karakteristik wilayah (banyaknya daerah sulit dijangkau)
Gambar 16. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis Kekuatan merupakan suatu kompetensi yang digunakan untuk dapat menangani peluang dan ancaman yang dihadapi oleh suatu organisasi (Rangkuti, 1997). Keberhasilan yang ditunjukkan oleh Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis ini tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan yang dimiliki
lembaga
ini.
Kekuatan-kekuatan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
penanggulangan kemiskinan ini antara lain sudah ada payung hukum yang jelas, adanya dokumen SPKD sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan, dan adanya komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kabupaten untuk penanggulangan kemiskinan. Kelemahan yang ada didalam suatu organisasi harus segera diatasi untuk menangani peluang dan ancaman yang datang (Rangkuti, 1997). Disamping kekuatan yang cukup menonjol, ada beberapa kelemahan utama dalam kegiatan
TKPK Kabupaten Bengkalis. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain lemahnya koordinasi dengan satuan kerja (dinas/sektoral) lainnya, belum terciptanya sinergitas antara satu program dengan program yang lain, dan program penanggulangan kemiskinan yang kurang tepat sasaran. Peluang merupakan salah satu unsur eksternal yang berpotensi menguntungkan apabila mampu memanfaatkan peluang tersebut (Tripomo, 2005). Peluang untuk penanggulangan kemiskinan ini antara lain melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengoptimalkan fungsi dan peran dunia usaha dalam program Community Development serta Badan Usaha Milik Daerah seperti perbankan, dana pihak ketiga ini dapat dimanfaatkan bersama dana APBD. Kabupaten Bengkalis merupakan daerah kabupaten yang kaya akan sumberdaya alam, sehingga Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang memiliki pendapatan daerah yang paling tinggi. Selain itu, tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi merupakan peluang bagi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk melibatkan masyarakat dalam setiap program penanggulangan kemiskinan di daerah ini. Ancaman yang datang dari luar akan sangat berpotensi menimbulkan kesulitan atau kerugian bagi suatu organisasi (Tripomo, 2005). Ancaman terhadap Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bengkalis antara lain dapat berasal dari belum adanya data yang jelas tentang jumlah real penduduk miskin,
sementara itu semakin banyak program yang diarahkan terhadap
penanggulangan kemiskinan seakan-akan semakin banyak masyarakat yang mengaku miskin. keberhasilan program.
Kondisi ini mengakibatkan sulitnya mengukur tingkat
Selain itu peningkatan jumlah masyarakat miskin oleh berbagai faktor lebih cepat dari kemampuan program penanggulangan, sehingga kondisi kemiskinan cenderung stagnan atau meningkat. Kemudian, Bengkalis merupakan daerah yang mempunyai karakteristik wilayah yang berpulau-pulau. Kondisi ini mengakibatkan terdapat banyak sekali wilayah-wilayah yang sulit dijangkau dan terisolir. Sesuai karakteristik wilayah setiap program tentu membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam mencapai keberhasilannya. 5.5.1. Komponen SWOT Hasil analisis terhadap Komponen SWOT memperlihatkan nilai bobot masing-masing
komponen
meliputi
kekuatan
(strengths),
kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai Prioritas Komponen SWOT No 1. 2. 3. 4.
Komponen SWOT Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats).
Nilai 0,581 0,451 0,611 0,338
Berdasarkan Tabel 17, komponen SWOT yang menjadi prioritas utama adalah mengoptimalkan peluang (opportunity) yang ada dengan nilai 0,611. Peluang yang ada adalah membangun kerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dapat dilibatkan dalam penanggulangan kemiskinan antara lain perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Bengkalis. Perusahaanperusahaan ini biasanya memiliki program pemberdayaan masyarakat (community development). Selain itu, pihak yang dapat dilibatkan dalam penanggulangan kemiskinan
adalah
masyarakat
dimana
setiap
program
penanggulangan
kemiskinan dapat menggalang partisipasi masyarakat.
Kerjasama masyarakat
dapat juga dilakukan dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat desa yang merupakan wilayah kantong-kantong kemiskinan. Penguatan kelembagaan masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat miskin untuk menentukan sendiri apa kebutuhannya, merencanakan, dan melaksanakan secara transparan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan. Memberikan dukungan untuk mewujudkan peran masyarakat miskin dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka sendiri. Prioritas kedua adalah terus membangun kekuatan (strengths) dengan nilai bobot 0,581. Membangun kekuatan adalah melengkapi dan menyempurnakan payung-payung hukum, revisi dan perbaikan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah, membuat aturan-aturan pendukung berupa pedoman umum kegiatan program, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Selain itu, terus mendorong komitmen pemerintah daerah kabupaten dan menggalang dukungan dari legislatif daerah. Prioritas ketiga adalah mereduksi kelemahan (weaknesess) dengan nilai 0,451. Hal ini perlu diperhatikan karena kelemahan yang sekalipun nilainya kecil akan tetapi dapat mempengaruhi kekuatan yang ada dan akan menyebabkan ketidakmampuan memanfaatkan peluang yang ada.
Kajian ini menemukan
bahwa lemahnya koordinasi internal dan eksternal, kurangnya sinergitas antar kegiatan dalam program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis, serta program penanggulangan kemiskinan belum tepat sasaran sehingga belum dapat dirasakan oleh sebahagian besar masyarakat miskin.
Koordinasi internal adalah koordinasi yang harus dibangun antar anggota TKPK Kabupaten Bengkalis, terutama kerjasama kelompok-kelompok kerja tim yang terdiri dari dinas/instansi terkait. Kondisi ini terlihat dari kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yang seakan-akan merupakan tanggung-jawab Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, bukan tanggung jawab kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis secara tim.
Padahal seharusnya kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan tidak berada pada salah satu dinas/instansi yang ada di Kabupaten Bengkalis, karena indikator suatu kelembagaan TKPK yang baik adalah adanya good will atau keputusan politik dari pemerintah baik gubernur, bupati/walikota dan adanya fasilitas pendukung. Selain itu, yang juga termasuk dalam faktor kelemahan (weaknesess) adalah sinergitas atau sinkronisasi antar kegiatan dalam program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Sinergitas antar program terutama program sejenis oleh dinas berbeda yang mengalokasikan kegiatan pada satu desa yang sama. Setelah mengantisipasi kelemahan (weaknesess), prioritas terakhir adalah bagaimana menghadapi ancaman (threats) yang memiliki nilai 0,338. Ancaman yang terjadi dalam program penanggulangan kemiskinan meliputi laju peningkatan jumlah penduduk miskin yang sulit diprediksi karena sangat dipengaruhi oleh instabilitas ekonomi makro Indonesia. Kemudian juga menjadi ancaman adalah karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis yang terdapat di wilayah daratan pulau Sumatra, tepian pantai dan pulau-pulau yang tersebar yang sulit dijangkau. Hal ini berkaitan juga dengan ketersediaan infrastruktur yang terbatas.
5.5.2. Faktor-Faktor Komponen SWOT a. Faktor-Faktor Kekuatan (Strengths) Hasil analisis terhadap faktor-faktor kekuatan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan yang meliputi memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah dan Surat-surat keputusan Bupati tentang kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Bengkalis, dan komitmen yang tinggi pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai Prioritas Faktor-Faktor Kekuatan (Strengths) No Faktor-Faktor Kekuatan 1 Komitmen yang 2 Memiliki Payung Hukum 3 Memiliki Dokumen SKPD
Nilai 0,204 0,127
Berdasarkan Tabel 19, kekuatan utama kelembagaan TKPK kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan adalah komitmen pemerintah daerah kabupaten Bengkalis terhadap penanggulangan kemiskinan dengan nilai sebesar 0,250.
Kemudian telah tersedianya payung hukum berupa Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang TKPK, Keputusan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Nomor 05/Kep/Menko/Kesra/II/2006 tentang Pedoman Umum dan Kelompok Kerja TKPK, Surat Keputusan Bupati Nomor
246/KPTS/VIII/2007
tentang
Pembentukan
kelembagaan
TKPK
Kabupaten Bengkalis. Kekuatan lain bagi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan daerah adalah telah disusunnya dokumen Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Bengkalis.
Dokumen ini
merupakan landasan dan arahan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dan kelompok kerja kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam merancang kegiatan-kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. b. Faktor-Faktor Kelemahan (Weaknesess) Hasil analisis terhadap faktor-faktor kelemahan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan meliputi koordinasi dengan satuan kerja lain dan berbagai pihak dianggap belum optimal, kurang sinerginya antara satu program dengan program yang lain, serta kegiatan penanggulangan kemiskinan tidak tepat sasaran, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Nilai Prioritas Faktor-Faktor Kelemahan (Weaknessess) No Faktor-Faktor Kelemahan Nilai 1 Koordinasi TKPK Kabupaten dengan satker dan pihak lain belum 0,154 optimal 2 Kurangnya sinergitas antar program/kegiatan penanggulangan 0,150 kemiskinan 3 Program kemiskinan yang masih kurang tepat sasaran 0,147 Belum optimalnya kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam melakukan koordinasi dengan satuan kerja lain merupakan komponen kelemahan utama karena memiliki bobot tertinggi dengan nilai 0,154. Kondisi ini terlihat juga dari sinergitas antara program/kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dalam rangka penanggulangan kemiskinan kurang sinergis.
Pelaksanaan
program-program penanggulangan kemiskinan yang ada selama ini oleh masingmasing satuan kerja berjalan secara sendiri-sendiri. Kurangnya sinergitas antar
program/kegiatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan ini memiliki nilai bobot 0,150. Kelemahan lain kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis adalah program kemiskinan yang masih kurang tepat sasaran yang memperoleh nilai bobot 0,147. Dari kajian ditemukan
program penanggulangan kemiskinan yang sudah ada
belum menyentuh aspek-aspek kebutuhan masyarakat miskin. Sehingga programprogram yang sudah ada belum dapat dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat miskin. Selain itu, program yang telah diluncurkan belum berbasis pemberdayaan masyarakat karena dilihat dari kegiatan yang ada hanya lebih bersifat bantuan tanpa ada usaha pemberdayaan. Dengan demikian, secara umum program penanggulangan kemiskinan belum secara nyata dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaen Bengkalis. c. Faktor-Faktor Peluang (opportunities) Hasil
analisis
terhadap
faktor-faktor
peluang
untuk
peningkatan
kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan menunjukkan bahwa peluang menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dengan nilai bobot 0,146, anggaran yang cukup dalam penanggulangan kemiskinan dengan nilai bobot 0,249, dan tingginya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan setiap program dari pemerintah termasuk penanggulangan kemiskinan dengan nilai bobot 0,215.
Hasil analisis terhadap faktor-faktor
peluang ini dapat dilihat pada Tabel 20. Faktor peluang utama yang akan dapat meningkatkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dan percepatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis adalah tersedianya anggaran yang cukup bagi penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Bengkalis merupakan salah satu kabupaten yang memiliki Pendapatan Asli Daerah paling tinggi di Provinsi Riau. Demikian juga dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Bengkalis juga memiliki jumlah APBD tertinggi di Provinsi Riau.
Oleh karena itu, ini
merupakan peluang bagi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk menciptakan program-program penanggulangan kemiskinan yang benar-benar berpihak kepada masyarakat miskin. Berdasarkan besarnya potensi anggaran ini seharusnya Kabupaten Bengkalis mampu menjadi daerah yang paling cepat dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
Tabel 20. Nilai Prioritas Faktor-Faktor Peluang (Opportunities) No 1 2 3
Faktor-Faktor Peluang Nilai Tersedianya anggaran yang cukup untuk penanggulangan 0,249 kemiskinan Partisipasi masyarakat tinggi terhadap program penanggulangan 0,215 kemiskinan Kerjasama program P.Kemiskinan dengan pihak ketiga (swasta, 0,146 masyarakat)
Peluang kedua adalah memanfaatkan tingkat partisipasi masyarakat Bengkalis yang tinggi
untuk penanggulangan kemiskinan.
Memanfaatkan
partsifasi masyarakat dapat dilakukan melalui program-program yang mampu memberdayakan masyarakat dan program yang akan dapat mendorong penguatan kelembagaan masyarakat. Bengkalis
seharusnya
Dengan demikian, kelembagaan TKPK Kabupaten mampu
menggagas
dan
meluncurkan
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
program Program-
program serupa bukanlah suatu hal yang baru, seperti contoh sebelumnya pemerintah Propinsi Riau telah meluncurkan Program Pemberdayaan Desa (PPD). Terlepas dari segala bentuk kelemahan, PPD telah berhasil mendorong penguatan
kelembagaan ditengah-tengah masyarakat, menciptakan iklim yang kondusif terhadap peningkatan usaha-usaha ekonomi masyarakat, dan telah berhasil menyalurkan Dana Usaha Desa (DUD) melalui suatu lembaga yang dikenal dengan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) secara transparan dan tepat sasaran. Tidak sampai disitu, UED-SP nantinya akan terus dikembangkan ditingkatkan statusnya menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Selain itu, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus membangun sinergitas dengan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang telah ada sebelumnya, baik dari Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Pusat. Peluang lain adalah menjalin kerjasama dengan pihak ketiga terutama program-program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.
Pihak
ketiga yang dimaksud adalah perusahaan-perusahaan menengah dan besar yang beroperasi di Kabupaten Bengkalis. Beberapa bentuk program perusahaan yang dapat dimanfaatkan adalah program pengembangan masyarakat (community development). Selain itu, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis seharusnya juga mampu mendorong mewujudkan program tanggungjawab sosial perusahaan untuk masyarakat miskin seperti Corporate Social Responsibility (CSR). Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus mampu mendorong terwujudnya kepekaan dan kepedulian sosial perusahaan-perusahaan terhadap masyarakat miskin. Selain itu, kerjasama dengan pihak ketiga juga dapat diwujudkan dalam bentuk mendorong lembaga-lembaga keuangan (bank) baik swasta, BUMN maupun BUMD untuk menyalurkan kredit usaha kepada masyarakat perdesaan, sehingga dapat meningkatkan akses modal terhadap masyarakat miskin di perdesaan.
d. Faktor-Faktor Ancaman (Threats) Faktor-faktor ancaman yang akan mereduksi kemampuan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan meliputi laju pertumbuhan penduduk miskin dan karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis. Hasil analisis terhadap faktor ancaman ini ditunjukkan pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Prioritas Faktor-Faktor Ancaman (Threats) No Faktor-Faktor Ancaman 1 Laju Pertumbuhan Penduduk Miskin 2 Karakteristik Wilayah Bengkalis
Nilai 0,179 0,159
Faktor laju pertumbuhan penduduk miskin dengan nilai bobot 0,179, dan faktor karaktersitik wilayah Kabupaten Bengkalis dengan nilai bobot 0,159. Laju pertumbuhan penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro Indonesia.
Kondisi ini akan menjadi ancaman bagi kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis bila program penanggulangan kemiskinan tidak dilakukan secara optimal. Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang tidak optimal dapat berupa program kegiatan yang tidak sesuai dengan kondisi kemiskinan
di
Kabupaten
Bengkalis.
Kemudian
kualitas
program
penanggulangan kemiskinan juga dapat dipengaruhi oleh jenis program/kegiatan yang tidak sesuai dengan basis masyarakat setempat. Selain itu, juga diakibatkan oleh penempatan alokasi program.
Bila program-program penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan salah sasaran, tentu saja tidak dapat mempengaruhi penurunan jumlah masyarakat miskin. Oleh sebab itu di perlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan menurunkan angka kemiskinan yang lebih besar dari pada laju pertumbuhannya. Karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis dikenal sebagai daerah kepulauan yang memiliki banyak daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Ini
merupakan ancaman bagi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam mewujudkan keberhasilan setiap program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Selain itu, kondisi ini juga terhambat oleh keterbatasan infrastruktur pendukung. Oleh sebab itu, program penanggulangan kemiskinan yang diarahkan untuk membuka isolasi terhadap daerah-daerah sulit, dan penyediaan infrastruktur wilayah senantiasa dilakukan untuk lebih menghemat biaya yang di keluarkan dalam operasionalnya.
5.5.3. Prioritas Strategi Matriks SWOT merupakan matriks matching tool yang membantu untuk mengembangkan empat tipe strategi untuk penyempurnaan strategi baru pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, yaitu strategi SO, WO, ST dan WT. Strategi SO adalah menggunakan kekuatan internal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis. Strategi WO adalah memperkecil kelemahan-kelemahan internal kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Strategi ST adalah kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Terakhir, strategi
WT adalah merupakan taktik
untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Strategi SO adalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis untuk mengeksploitasi peluang yang tersedia. Strategi SO ini meliputi meningkatkan jumlah program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat sekaligus terus mendorong
partisipasi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan upaya melakukan penguatan kelembagaan masyarakat dengan memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat
miskin
untuk
menentukan
keputusan
dan
menyelesaikan
permasalahannya sendiri. Yang demikian dapat di sebut sebagai hakekat pembangunan partisipatif dan secara teoritis hal ini dijelaskan dengan pendapat Nugroho dan Dahuri , 2004 bahwa lembaga di tingkat lokallah yang mampu untuk memecahkan masalah di wilayah tersebut karena faktor kedekatan letak dan aksesibilitasnya, masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, maka untuk kegiatan perencanaan, masyarakat sendiri yang terhimpun dalam lembaga forum lintas pelaku setempat yang layak dan mampu untuk merumuskan kegiatan pembangunan yang cocok di wilayahnya. Kemudian, menjalin kerjasama dengan pihak ketiga (swasta) terutama perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis untuk mengoptimalkan programnya dalam penanggulangan kemiskinan. Strategi ini didasarkan pada kekuatan yang dimiliki oleh lembaga ini yaitu lembaga TKPK Kabupaten Bengkalis adalah lembaga resmi yang memiliki payung hukum dan arah kebijakan sesuai dokumen SPKD. Strategi ini juga memanfaatkan peluang yang tersedia yaitu potensi program community development pihak ketiga (swasta) yang masih belum optimal dan belum dapat menyentuh masyarakat miskin. Seiring dengan terwujudnya penguatan kelembagaan ditengah-tengah masyarakat dan kontribusi pihak ketiga (dunia usaha) dalam penanggulangan kemiskinan, maka untuk menambah daya sentuh terhadap masyarakat miskin kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus melakukan penambahan jenis dan alokasi program.
Tabel 22. Matriks SWOT untuk Memformulasikan Strategi Baru Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis Internal Eksternal PELUANG (Opportunities) - O 1. Tersedianya anggaran penaggulangan kemiskinan dari ABPD, 2. Partisipasi masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan cukup tinggi 3. Kerjasama dengan pihak ke tiga (swasta)
ANCAMAN (Threats) - T 1. Peningkatan Jumlah penduduk miskin 2. Karakteristik wilayah (banyaknya daerah sulit dijangkau)
KEKUATAN (Strengths) - S 1. Komitmen yang tinggi dari Pememerintah kabupaten Bengkalis 2. Sudah tersedia payung hukum yang jelas 3. Adanya dokumen SPKD sebagai acuan gerak STRATEGI SO 1. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam program penanggulangan kemiskinan (S1, S2, S3, O2, O3) 2. Jalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam program pengembangan masyarakat (S1, S2, , O1, O3) 3. Meningkatkan jenis dan alokasi program (S1, S2, S3, O2) STRATEGI ST 1. Membangun indikator yang jelas dan evaluasi jumlah capaian (S1, S2, T1) 2. Percepatan penyediaan infrastruktur dan prasarana wilayah (S1, S3, T2)
KELEMAHAN (Weaknesses) -W 1. Lemahnya koordinasi dengan Satuan Kerja lain dan stakeholders, 2. Belum tercipta sinergitas antara suatu program/kegiatan dengan kegiatan lain 3. Program kemiskinan yang kurang tepat sasaran STRATEGI WO 1. Jalin koordinasi dengan semua pihak termasuk swasta dan elemen masyarakat (W1, W2, O2, O3) 2. Tingkatkan sosialisasi program dan upayakan singkronisasi antar program (W1,W2, O1, O3)
STRATEGI WT 1. Membentuk tim fasilitasi program penangulanan kemiskinan (W1, W3, T1, T2) 2. Pembentukan TKPK Kabupaten, hingga ke tingkat Desa (W1,W2,W3,T2)
. Strategi WO meliputi upaya penyempurnaan/membentuk strategi baru penanggulangan kemiskinan adalah terus meningkatkan koordinasi dengan dinas/sekotral terkait, pihak swasta, dan masyarakat. Melakukan sosialisasi program kepada semua pihak dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Mendorong
partisipasi
semua
pihak
dalam
mendorong
percepatan
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Strategi-strategi ini sekaligus untuk mengatasi tidak sinergisnya antara satu program dengan program lain yang terjadi selama ini, sehingga program penanggulangan kemiskinan baik yang dilakukan oleh pemerintah (dinas/sektoral), pihak swasta maupun masyarakat secara perorangan tidak berjalan sendiri-sendiri. Strategi ST meliputi upaya upaya membangun indikator kemiskinan bersama-sama (pemerintah dan swasta), menyusun permasalahan kemiskinan yang ada di Kabupaten Bengkalis, serta langkah-langkah dan program aksi
bersama.
Sehingga dengan demikian semua pihak memiliki pandangan yang
sama terhadap kemiskinan baik mengenai indikator, permasalahan maupun tingkat kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Selain itu perlu dipetakan dan membuat pola penanggulangan antara satuan-satuan kerja terkait dan swasta agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan. Selain itu, untuk mensiasati karakteristik wilayah yang berpulau-pulau dan sulit dijangkau, diperlukan percepatan ketersediaan infrastruktur dan prasarana wilayah.
Membuka isolasi-isolasi daerah untuk
membuka akses terhadap daerah-daerah terpencil. Strategi WT adalah melibatkan pihak ketiga baik swasta maupun masyarakat setempat dalam program penanggulangan kemiskinan.
Kemudian
membentuk struktur organisasi sub kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis hingga ke tingkat RT/RW, melakukan desentralisasi program penanggulangan kemiskinan hingga ke tingkat desa.
Organisasi sub kelembagaan TKPK
Kabupaten Bengkalis tingkat kecamatan dan desa dapat menjadi jembatan bagi kelembagaan TKPK Kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan di lingkungan masing-masing, dalam pembentukan Sub kelembagaan ini tenaga dari tim dapat di rekrut dari tenaga-tenaga lokal yang ada di kecamatan dan desa terutama dari sarjana-sarjana yang berpeluang untuk itu, kondisi ini memberi jalan bagi terbukanya peluang kerja bagi para sarjana dan lulusan Sekolah Menengah Keatas sehingga dalam hal ini dapat mengurangi pengangguran dan mengatasi kemiskinan yang ada di daerah tersebut. Hasil analisis terhadap keempat kelompok (SO. WO, ST, dan WT) yang terdiri dari 9 strategi ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23. Nilai Prioritas Strategi Baru TKPK-D dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis No
Strategi
1.
Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam program penanggulangan kemiskinan
0.316
3.
Jalin kerjasama dengan pihak pengembangan masyarakat
program
0.264
5.
Tingkatkan sosialisasi program dan upayakan singkronisasi antar program
0.257
4.
Jalin koordinasi dengan semua pihak termasuk swasta dan elemen masyarakat
0.247
2.
Meningkatkan jenis dan alokasi program
0.223
8.
Membentuk kemiskinan
9
Membentuk Sub kelembagaan TKPK Kabupaten
0.152
7.
Percepatan penyediaan infrastruktur dan prasarana wilayah
0.127
Membangunan indikator yang jelas dan evaluasi jumlah capaian (community maping)
0,089
Tim
fasilitasi
Nilai
ketiga
program
dalam
penanggulangan
0.153
Berdasarkan Tabel 24, prioritas utama strategi yang perlu diterapkan adalah Strategi SO menghasilkan bahwa penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam program penanggulangan kemiskinan dengan nilai sebesar 0,316.
Diikuti strategi menjalin kerjasama dengan pihak ketiga
nilai 0,264 serta strategi meningkatkan sosialisasi program dan upaya sinkronisasi antar program dengan nilai 0,257, strategi ini dapat diwujudkan dengan melakukan penguatan kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.
Untuk mendukung pelaksanaan strategi pertama ini, dapat juga dilakukan pembentukkan
Sub
kelembagaan
program
penanggulangan
kemiskinan.
Meskipun strategi pembentukan Sub kelembagaan pada prioritas ke-9, tapi merupakan strategi yang dapat mempelancar upaya-upaya pengurangan kemiskinan untuk sampai ke pelosok wilayah yang terpencil, selama ini upayaupaya pengurangan kemiskinan se akan terputus bahkan tidak menyebar ke titiktitik pusat kemiskinan yang terdapat di tengah masyarakat yang jauh terpencil, mereka tak tersentuh dengan semua program yang telah di laksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh pihak swasta, oleh sebab itu masih terdapat keluhankeluhan masyarakat bahwa selama ini pembangunan hanya menyapa daerah perkotaan dan desa-desa yang mudah di akses, hal ini yang menyebabkan kecemburuan bagi masyarakat miskin yang dapat menyebabkan gejolak masyarakat di pedesaan, pembentukan Sub kelembagaan ini sangat perlu di lakukan mengingat tim ini lebih dekat aksesnya dengan mesyarakat miskin yang ada di sekitar lokasi/ wilayah miskin dan hal ini juga sejalan dengan program yang di laksnakanan oleh pihak swasta yang di kenal dengan program tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya dalam lingkup perusahaan, bahkan masyarakat yang jauh dari perusahaan, untuk itu Pemerintah Daerah harus jeli memanfaatkan kesempatan ini, guna mendapatkan dukungan spirit dan lebih dari itu adanya sokongan dana dari pihak swasta dapat menambah serta menyentuh program pemberdayaan masyarakat lebih luas ke masyarakat miskin yang ada. Hal ini sesuai dengan prioritas strategi baru bagi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis yakni melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dengan nilai 0,264. Strategi kedua ini dapat dilakukan dengan melibatkan perusahaan-
perusahaan untuk mengoptimalkan program community development.
Pihak
ketiga yang dimaksud adalah perusahaan-perusahaan menengah dan besar yang beroperasi di Kabupaten Bengkalis. Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalsi harus mampu mendorong terwujudnya kepekaan dan kepedulian sosial perusahaan-perusahaan terhadap masyarakat miskin. Selain itu, kerjasama dengan pihak ketiga juga dapat diwujudkan dalam bentuk mendorong lembaga-lembaga keuangan (bank) baik swasta, BUMN maupun BUMD untuk menyalurkan kredit usaha kepada masyarakat perdesaan, sehingga dapat meningkatkan akses modal terhadap masyarakat miskin di perdesaan. Kerjasama ini bukan saja dilakukan sebatas penyelenggaraan program penanggulangan kemiskinan saja, akan tetapi mencakup semua aspek kegiatan mulai dari rencana, strategi bersama, indikator yang digunakan, hingga pemetaan masyarakat miskin itu sendiri (community maping).
Dengan demikian, semua
pihak memiliki pandangan yang searah dengan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam memahami kemiskinan dan konsep penanggulangannya di Kabupaten Bengkalis.
Untuk percepatan proses pengentasan kemiskinan ini
setiap tahun anggaran perlu menambah alokasi kegiatan sekaligus menemukan terobosan-terobosan baru program penanggulangan kemiskinan. Belum terlibatnya secara aktif dunia usaha menjadikan selama ini peran dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berjalan secara optimal. Disamping karena keterbatasan sumber dana maupun sumber daya manusia.
Padahal dengan sumberdaya manusia maupun sumberdana yang
dimiliki oleh dunia usaha ini mungkin lebih besar dibandingkan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu upaya melibatkan
kelompok dunia usaha secara aktif dalam kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis mutlak dilakukan agar kemiskinan di Kabupaten Bengkalis dapat ditanggulangi secara cepat dan berkelanjutan. Strategi ketiga adalah melakukan sosialisasi program dan kegiatan pembangunan dalam penanggulangan kemiskinan kepada semua pihak termasuk masyarakat dalam hal ini termasuk prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0,257. Strategi meningkatkan sosialisasi program penanggulangan kemiskinan dilakukan untuk memperluas pengenalan program penanggulangan kemiskinan kepada semua pihak (stakeholders) sehingga meningkatkan keterlibatan masing-masing pihak dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Sosialisasi juga perlu dilakukan
untuk membangun sinergitas antar program dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis.
5.6. Strategi dan Program Penyempurnaan Kelembagaan Kabupaten Bengkalis dalam Penanggulangan Kemiskinan
TKPK
Prioritas program untuk penyempurnaan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan kemiskinan antara lain : 1. Mengembangkan
kegiatan
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk aksi melalui : 1) Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat; untuk membuka peluang dan partisipasi yang seluas-luasnya melalui pelimpahan wewenang dan kepercayaan untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pembangunan,
penanggulangan kemiskinan.
terutama
dalam
program
2) Program peningkatan kapasitas masyarakat, terutama pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat 3) Pembentukan
Sub-Kelembagaan
TKPK-D
dalam
satuan-satuan
wilayah yang dapat mendorong sinergi program aksi hingga ke tingkat kecamatan dan desa agar tepat sasaran. 2. Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam program pengembangan masyarakat melalui : 1) Mendorong pihak swasta (perusahaan-perusahaan) untuk terlibat langsung dalam program penanggulangan kemiskinan termasuk penyediaan dana (bergulir) untuk peningkatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Bengkalis. 2) Mengoptimalkan program community development. 3) Melakukan koordinasi secara terus menerus mulai dari menyusun bersama strategi, indikator, target dan capaian-capaian dalam program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. 3. Meningkatkan pemahaman Program Penanggulangan Kemiskinan kepada semua pihak termasuk masyarakat diwujudkan melalui program : 1) Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa dalam Program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis 2) Pelatihan dengan kerangka Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Penanggulangan kemiskinan para tokoh agama, adat, masyarakat, dan tokoh lain tentang penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis
3) Membentuk Forum Diskusi, Sarasehan, Seminar dan Lokakarya baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan terutama dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bengkalis 4) Komunikasi program secara intensif melalui brosur, media cetak dan elektronik dan pertemuan-pertemuan (seminar, ceramah umum dan lainnya)
5.7. Hasil Temuan dalam Kajian Dari hasil kajian di temukan bahwa kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berkembang secara optimal, terutama menurut tugas dan fungsinya sebagai lembaga lintas pelaku dan lintas sektor, kelembagaan ini belum berjalan sebagaimana layaknya, tidak wujudnya keberadaan kelembagaan ini disebabkan perannya terdistorsi oleh adanya peran salah satu dinas. Selama ini kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis memang cendrung mencirikan suatu kelembagaan birokratik. Dari kajian yang dilakukan hal tersebut terjadi akibat adanya keputusan para pemangku kepentingan yang menetapkan bahwa dari susunan organisasi yang bertindak sebagai ketua pelaksanaan TKPK Kabupaten Bengkalis adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis, kondisi ini memberi kesan bahwa seolah-olah Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis adalah bagian dari organisasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis, sehingga timbul persepsi bahwa semua kegiatan maupun program kemiskinan yang dilakukan oleh Dinas pemberdayaan Masyarakat Desa, terlintas sebagai kegiatan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa seluruhnya, padahal sesungguhnya apabila kita urut kembali ke belakang dari susunan organisasi
TKPK Kabupaten Bengkalis, memang ketua pelaksana kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dilimpahkan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, tapi sebenarnya hal tersebut adalah tugas dan fungsi dari kelembagaan TKPK kabupaten Bengkalis, bukan tugas dan fungsi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis. Lalu bila di lihat dari keberadaan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis se akan-akan belum disadarai oleh dinas/instansi , padahal pembentukan kelembagaan ini adalah atas dasar komitmen dan keseriusan seluruh stakeholders yang ada, hal inilah merupakan suatu kekeliruan yang harus di angkat kembali kepermukaan tentang keberadaan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, sehingga mencerminkan suatu kelembagaan yang berdiri sendiri dengan memfasilitasi semua unsur lintas pelaku dalam berusaha mengurangi angka kemiskinan bersama-sama di negeri ini. Kemudian bila dikaji kembali dari Surat Keputusan Bupati Bengkalis Nomor
426/KPTS/VIII/2007,
tentang
terbentuknya
kelembagaan
TKPK
Kabupaten Bengkalis bahwa kehadiran peran dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam upaya penanggulangan kemiskinan sangat di butuhkan dan harus diaktifkan sebagai suatu wadah dan forum konsultasi publik organisasi dengan melibatkan berbagai unsur pemerintah dan masyarakat meliputi Dunia Usaha, Tokoh agama, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Instansi Pemerintah terkait, untuk menjadikan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai gerbang dalam penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Bengkalis yang memfasilitasi semua unsur lintas pelaku yang mempunyai perhatian bersama-sama terhadap kemiskinan. Guna mewujudkan keberadaannya, kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus dapat menampung semua aspirasi masyarakat miskin, baik yang berasal dari aras kabupaten, aras kecamatan dan aras desa. Oleh karena itu Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis harus menjadi pusat informasi berbagai program kebijakan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan
di
Kabupaten Bengkalis dan tetap akses menjalin kerjasama dengan forum lintas pelaku lainnya termasuk pemerintah, dunia usaha maupun BUMD dan masyarakat melalui kebijakan politik Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati. Jika dilihat peranan pemerintah memang sangat dominan dalam penanganan masalah kemiskinan, hal ini di temui dalam hasil kajian bahwa peranan pemerintah lebih dominan daripada peranan kelompok masyarakat, sebagaimana di jelaskan secara teoritis bahwa pernyataan ini tepat,Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis sebagai daerah otonom mengemban tugas, peluang dan tanggungjawab yang lebih kompleks di dalam hal kesejahteraan masyarakat dan Pemerintah Daerah merupakan kunci bagi penentuan kebijakan yang paling tepat dan efektif karena menghadapi jarak spasial yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri, dan perlu suatu ketetapan dan aturan serta ketegasan melalui Peraturan Daerah yang mengikat dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan atau pihak swasta, sehingga dalam pelaksanaannya tetap sesuai dengan jalur hukum yang telah disetujui bersama- sama. Supaya tugas dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis berjalan secara sistematis, efisien dan efektif serta berkelanjutan perlu dibentuk
sub-sub kelembagaan di wilayah-wilayah tertentu sehingga program kebijakan pemerintah terfasilitasi, tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat miskin terutama masyarakat yang jauh di pelosok desa dan tepi-tepi pantai yang sulit di jangkau karena kondisi serta karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis yang penduduknya tersebar di daratan dan pulau-pulau, keberadaan sub-sub kelembagaan ini sangat cocok serta sangat mendukung program pengentasan kemiskinan di wilayah terpencil sehingga dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan di Pemerintahan kecamatan dan Pemerintah Desa/Kelurahan dan seluruh kekuatan lintas pelaku di kecamatan dan desa dapat di manfaatkan secara optimal dengan melakukan aksi pemberdayaan yang di kembangkan dengan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif masyarakat, sub-sub kelembagaan ini dapat menciptakan peluang kerja, dan di atas itu semua, yang paling utama lagi adalah
akan
memudahkan
terbentuknya
pengelompokan-pengelompokan
penanganan kemiskinan di daerah. Keberadaan sub kelembagaan ini sangat penting terutama dapat menyalurkan bantuan agar lebih tepat sasaran, memberi informasi kepada masyarakat tentang perkembangan yang ada seperti adanya program pemerintah dalam menghadapai masa-masa krisis pangan dan energi seperti keadaan sekarang ini, guna dapat menyalurkan bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin sehingga program pemerintah akan lebih efisien dan dapat dimanfaat serta dirasakan langsung oleh masyarakat miskin. Sub-sub kelembagaan ini dapat dibagi atas sub kelembagaan wilayah I terdiri dari Kecamatan Bantan, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Siak Kecil dan Kecamatan Bengkalis, sedangkan sub kelembagan wilayah II meliputi wilayah
Kecamatan Mandau, Kecamatan Rupat, Kecamatan Rupat Utara, dan Kecamatan Pinggir, kemudian sub kelembagaan wilayah III terdiri dari wilayah Kecamatan Merbau, Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Tebing Tinggi Barat serta Kecamatan Ransang. Kemudian sebagaimana dalam keputusan Bupati mengenai kelembagan TKPK Kabupaten Bengkalis, selama ini terbentuknya kelembagaan ini
lebih
mengandalkan peran aktif unsur dinas/instansi yang ada dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan belum pernah melibatkan peran serta dunia usaha dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan yang ikut berperan bagi berkembangnya kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, padahal dengan di ikut sertakan peran aktif Dunia Usaha dan Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah kabupaten Bengkalis dapat menggandeng forum ini dengan kekuatan yang di miliki berupa kebijakan politik kepemimpinan daerah untuk dapat berpartisipasi dalam upaya pengurangan kemiskinan, serta mempunyai kesempatan yang besar dalam mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, mengingat pihak perusahaan yang ada di Kabupaten Bengkalis ada yang peduli dengan masyarakat dan lingkungannya dan peluang ini harus di manfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis karena disana terdapat penyertaan pendanaan dari pihak swasta yang di distribusikan untuk penanggulangan kemiskinan di sekitar perusahaan bahkan perusahaan juga mempunyai rencana kegiatan untuk menyentuh masyarakat yang jauh di pedesaan, hal ini sejalan dengan kegiatan sub-sub kelembagaan apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan daerah dan ketentuan yang di buat dalam jalinan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bengkalis dengan pihak swasta serta Badan-badan Usaha Milik Daerah lainnya.
Dengan demikian pengembangan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dapat berjalan secara optimal. Bertitik tolak dari hasil kajian ini, untuk meningkatkan kharisma kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis agar dalam penyelenggaraannya lebih leluasa baik untuk hubungan keluar pemerintahan maupun untuk mengadakan hubungan ke dalam pemerintahan, serta di pandang keberadaannya dan kehadirannya, sebaiknya susunan organisasi ini di bentuk dalam suatu susunan organisasi baru, dengan ketentuan dan persyaratan sebagai ketua pelaksana sebagai berikut : 1. bukan berasal dari lingkungan birokrat, melainkan berasal dari luar satuan tugas perangkat daerah, sebaiknya pejabat yang telah berakhir masa tugas/ jabatannya namun masih memiliki potensi serta berpengalaman tentang pemberdayaan masyarakat, 2.
mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap program pemerintah terutama tentang penanggulangan kemiskinan di daerah,
3. mempunyai
wawasan
dan
pengalaman
di
lapangan
tentang
kemiskinan serta tentang potensi dan karakteristik wilayah dan permasalahannya, 4. mempunyai perhatian yang besar dan tanggungjawab yang tinggi terhadap upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan.
VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil kajian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum berjalan secara
optimal dan efisien.
Meskipun, lembaga ini
kehadirannya telah didukung oleh komitmen pemimpin daerah. Keseriusan seluruh unsur, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di Kabupaten Bengkalis mengembangkan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis belum cukup membuat kelembagaan ini berjalan optimal.
Kajian menemukan,
bahwa masih terdapat kelemahan dalam koordinasi dan sinergitas dengan satuan kerja lain yang menyebabkan fungsi dan tugas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis tidak wujud, karena
Dinas/ Instansi lingkup
Pemerintahan Kabupaten Bengkalis kurang menyadari tentang keberadaan, peran dan fungsi kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebagai garda terdepan
yang memfasilitasi semua unsur stakeholders yang perhatian
terhadap penanggulangan di daerah Kabupaten Bengkalis. 2.
Efektifitas program penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bengkalis,belum terpenuhi sebagaimana yang diinginkan, disebabkan tidak berperannya kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam pengurangan kemiskinan sebagai akibat tidak berjalannya fungsi kelembagaan, terutama sinergitas aksi/program multi pihak, untuk itu perlu dilakukan konsolidasi program dan proyek penanggulangan kemiskinan untuk memprioritaskan pelayanan bagi masyarakat yang paling miskin (The poorest among The poor) meliputi pengembangan lembaga pendanaan masyarakat (Poverty Reduction Trust
Fund) dan Pendanaan lain yang pro poor baik dari APBD kabupaten maupun dari Dunia Usaha dan BUMD. 3.
Strategi pembangunan perlu dilakukan dengan melakukan penguatan kapasitas kelembagaan lintas pelaku dan peningkatan kapasitas masyarakat baik di tingkat kabupaten, di tingkat kecamatan,dan bahkan di tingkat desa. Di tingkat desa, prosesnya perlu lebih menekankan pada upaya pengurangan kemiskinan
melalui
pemberdayaan
kelompok-kelompok
masyarakat.
Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis sebaiknya dijadikan pengelola satu pintu program dan aksi penanggulangan kemiskinan yang mampu memfasilitasi semua unsur stakeholders yang berusaha menanggulangi kemiskinan bersama-sama dengan menetapkan prioritas strategi utama dalam peningkatan kapasitas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dalam penanggulangan
kemiskinan
yakni
membentuk
program
dan
aksi
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, menjalin hubungan dengan pihak ketiga yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah serta memperbanyak program dan jumlah alokasi program penanggulangan kemiskinan.
6.2.Implikasi Kebijakan / Perumusan Program 1. Mengaktifkan Kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, sebagai wadah koordinasi dan bersama-sama dengan pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarakat melakukan kegiatan penanggulangan kemiskinan, serta senantiasa mendukung komitmen Pemerintah Kabupaten Bengkalis, melalui kebijakan politik kepemimpinan daerah dalam mengentaskan kemiskinan. 2. Mengkoordinasi dan mensinkronkan penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan melakukan langkah-langkah
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi diwilayah Kabupaten Bengkalis dengan berpegang kepada agenda penanggulangan kemiskinan yang berfokus pada pendataan, pendanaan dan kelembagaan dengan tetap berpegang pada peraturan yang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia No 54. Tahun 2005 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pembentukan kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis dan senantiasa tetap melakukan konsultasi publik mulai dari tingkat RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten sampai ketingkat Provinsi, agar terwujudnya suatu komitmen dan keseriusan seluruh unsur masyarakat didaerah dalam penanggulangan kemiskinan . 3. Membentuk Sub-kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis, agar upaya penanggulangan kemiskinan tepat sasaran dan terfasilitasi hingga mencapai ke pelosok wilayah/desa. Sub kelembagan TKPK Kabupaten Bengkalis ini mencakup
beberapa kecamatan dan desa yang terwakili sebagai basis
pemberdayaan masyarakat miskin di wilayah tersebut, dengan melakukan pengembangan Sumberdaya Manusia dengan pendekatan hak-hak dasar dan pendekatan partisipasi aktif masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Program monitoring dan pemantauan kemajuan aktual dari implementasi program Penanggulangan Kemiskinan dengan memanfaatkan pendamping dan para sarjana untuk mendapat pendidikan dan dilatih sebagai tenaga Sub kelembagaann TKPK Kabupaten Bengkalis untuk terjun kemasyarakat yang didanai dari program/proyek-proyek dan berfungsi sebagai Pemantau dan mengontrol program/proyek agar lebih efisien.
4. Dalam mempercepat dan berhasilnya upaya pengurangan kemiskinan,di harapkan
agar
lebih
meningkatkan
penanggulangan kemiskinan khususnya
jumlah
anggaran
pembangunan
dana anggaran bagi peningkatan
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia, guna peningkatan keterampilan masyarakat miskin di Kabupaten Bengkalis, supaya rencana program yang telah ditetapkan untuk mempercepat pengurangan angka kemiskinan di daerah ini dapat di realisasi sebagaimana yang di harapkan selama ini. Lampiran 3. Hasil Analisis Korelasi antara Jumlah Rumah Tangga Miskin (Ruta) dengan Alokasi Anggaran Kemiskinan setiap Kecamatan menggunakan Program Excel Column 1 Column 1 Column 2
Column 2 1 0.698813
Berkorelasi positif yang tinggi pada taraf nyata 0,01(rs = 0,69 > 0,67, a=0,01 dan n=13)
1