LAPUT :
LAPSUS :
Fenomena Kemisikinan di Bojonegoro
Tingkatann kualitas Pelayanan dengan Citizen Charter
OPTIMALISASI PERAN TKPK KABUPATEN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat dengan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaa Berbasis Partisipasi Masyarakat Edisi I/Pebruari 2013
Daftar Isi Kata Kami ………………………………………………………2 Laporan Utama Fenomena Kemiskinan di Bojonegoro ………………. 3 Pengalaman Hidup Rumah Tangga Miskin ………… 4 Optimalisasi peran TKPK dalam percepatan penanggulangan kemiskinan ……………………….. 5
Laporan Khusus Citizen’s Charter bentuk pelayanan ideal … 6 IDFoS dan Puskesmas Soko susun Citizen’s Charter untuk tingkatkan layanan kesehatan di Soko …………………………….. 7 Warta Kita Tingkatkan Kesejahteraa rakyat melalui program pembangunan infrastruktur pedesaan berbasis masyarakat ………………… 8
Kata kami Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang multidimensi dan tidak mudah diurai tanpa melibatkan aktornya. Namun yang pasti, kemiskinan menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi martabat kemanusiaan. Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro telah menjadi salah satu masalah pokok dalam pembangunan daerah. Kemiskinan di Bojonegoro merupakan permasalahan yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh,dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat. Mengacu data yang ada bahwa kemiskinan di Bojonegoro belum mengalami penurunan secara signifikan. Pada tahun 2008/2009 jumlah angka kemiskinan mencapai 128.981 sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 121.625. jika melihat perubahan angka tersebut, sekilas terlihat ada penurunan angka kemiskinan dari 2008/2009 ke tahun 2010. namun dari sini justru perlu mendapat perhatian bersama kira-kira penurunan angka kemiskinan tersebut karena upaya pemerintah atau karena faktor lain, karena berdasarkan data dalam Bojonegoro Dalam Angka tahun 2009 jumlah total rumah tangga adalah sebanyak 344.013 rumah tangga sementara pada tahun 2010 sebanyak 298.270. dari sini jelas terlihat bahwa jumlah rumah tangga di Bojonegoro juga mengalami penurunan dari
tahun 2009 ke tahun 2010. artinya penurunan angka kemiskinan tersebut seiring dengan menurunya jumlah rumah tangga di Bojonegoro Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memang telah melakukan berbagai upaya melalui intervensi program penanggulangan kemiskinan, baik Program yang berskala nasional berupa PNPM yang mengarah kepada penguatan ekonomi kerakyatan dan pemenuhan infrastruktur warga miskin. Dari Propinsi Jawa Timur Program Gerdu Taskin, Anty Poverty Program, PAM DKB yang berubah menjadi JPES, maupun dari Pemerintah Kabupaten berupa pembentukan BUMDes.
Pendekatan program yang lain berupa pemenuhan kebutuhan dasar dibidang pendidikan dan kesehatan seperti Program Keluarga harapan (PKH), Askeskin yang sekarang dirubah menjadi Jamkesmas, dan lain-lain. Dalam konteks kelembagaan, Kabupaten Bojonegoro telah membentuk tim koordinasi penanggulangan kemiskinan (TKPK) dan juga telah membentuk laskar percepatan penanggulangan kemiskinan. Namun ironisnya dengan banyaknya program penanggulangan kemiskinan dan berbgai upaya tersebut seakan jalan secara perlahan, perubahan angka kemiskinan di Bojonegoro dari tahun ke tahun tidak signifikan.
mengalami
penurunan
secara
Pertanyaan besar yang muncul kemudian dan perlu dijawab bersama adalah mengapa program-program penanggulangan kemiskinan yang telah digelointorkan tersebut belum mampu menurunkan jumlah RTM di Bojonegoro? bagaimana peran TKPK Kab. Bojonegoro selama ini dijalankan..?
Suara Pembaca
Redaksi menerima tulisan artikel, berita, dan keluhan-keluhan berkaitan dengan pelayanan publik
Tim Redaksi Penanggungjawab : Direktur IDFoS Pemimpin Redaksi : Alex Redaktur Pelaksana : Yoyok Reporter/ Penulis : Maia Desain Layout : Fathur Admin/ Keuangan : Mala Alamat Redaksi : Jalan Sersan Mulyono No. 35 Bojonegoro, Telp. 0353 889 277, Fax. 0353 888 600, email:
[email protected]
Laporan Utama
Fenomena Kemiskinan di Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro saat ini masih mengalami masalah kemiskinkan yang ditandai dengan masih tingginya rumah tangga yang masuk dalam pendataan program perlindungan social (PPLS) 2008 dan pendataan non grema tahun 2010 menurut klasifikasi kemiskinan. Berdasarkan data PPLS 2008 yang diupdate pada tahun 2009 tersebut, rumah tangga yang masuk kategori hampir miskin sebanyak 49.769 rumah tangga, kategori miskin sebanyak 56.456 dan kategori sangat miskin sebanyak 22.756 rumah tangga, sehingga jumlah totalnya adalah 128.981. Sedangkan menurut pendataan non grema 2010 menurut klasifikasi kemiskinan, rumah tangga yang masuk klasifikasi hampir miskin sebanyak 44.368, klasifikasi miskin sebanyak 54.887, dan klasifikasi sangat miskin sebanyak 22.370 rumah tangga, sehingga jumlah total sebanyak 121.625 Rumah Tangga. Grafik perubahan data kemiskinanan berdaarkan PPLS 2008/2009 dengan pendataan non grema 2010 dapat dilihat sebagai berikut
Jika melihat dari dua model pendataan kemiskinan tersebut, jumlah angka kemiskinan di Bojonegoro terlihat mengalami penurunan jumlah yang cukup banyak, yaitu sebesar 7356 rumah tangga (128.981 di tahun 2009 menurun menjadi 121.625 di tahun 2010) Namun jika dilihat dari persentase antara jumlah keseluruhan rumah tangga di Bojonegoro dengan jumlah yang masuk dalam data kemiskinan, perbandingan antara tahun 2009 dan tahun 2010 justru mengalami kenaikan 4 %, yaitu sebanyak 37% rumah tangga di tahun 2009 dan 41% ditahun 2010. Perhitungan ini didasarkan pada jumlah rumah tangga yang masuk data PPLS 2008 dibagi dengan jumlah total rumah tangga ( 128.981 {PPLS 2008) / 344.013 {BDA 2009 hal.47}). Sedangkan untuk perhitungan
tahun 2010 didasarkan pada jumlah total pendataan non grema menurut klasifikasi kemiskinan dibagi dengan jumlah total rumah tangga di tahun 2010 (121.625 {Non Grema 2010} / 298.270 {BDA 2010 hal, 48}) Gambaran perubahan data kemiskinan tahun 2009-2010 di Bojonegoro dapat dilihat dalam grafik berikut
Terlepas dari angka-angka tersebut, mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan bahwa kemiskinan bukan hanya sekedar hitungan angka, permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi, kemiskinan tidak semata-mata menyangkut besaran ekonomi melainkan berkaitan dengan pemenuhan hak dasar, sehingga dalam penanganannya juga memerlukan suatu langkah yang strategis dan sesuai dengan permasalahan yang ada Perspektif hak dasar dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) meliputi hak atas pangan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan dan kesempatan berusaha, hak atas tanah, hak atas air bersih dan sanitasi, hak atas rasa aman, hak atas keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan, hak atas pengelolaan dan manfaat sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan hak atas perumahan yang layak. Perspektif hak dalam penanggulangan kemiskinan ini didasarkan pada amanat konstitusi, yaitu pada Undang-undang Dasar 1945 yang tertuang dalam beberapa pasal terutama: (1) Pasal 27 ayat 2: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; (2) Pasal 28 H: - Ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”,
Laporan Utama Besaranya angka kemiskinan di Bojonegoro ini tentu menunjukkan masih perlunya peningkatan “(untuk tidak mengatakan belum optimalnya)” kinerja pemerintahan Bojonegoro dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat Bojonegoro. Banyaknya rumah tangga yang masuk dalam kategori data kemiskinan menunjukkan bahwa masih banyak pula rumah tangga di Bojonegoro yang belum sejahtera. Masih banyak rumah tangga di Bojonegoro yang mengalami berbagai kesulitan hidup akibat k(p)emiskinan. Rumah tangga miskin yang merasakan betapa besar dampak kemiskinan terhadap kehidupannya. Dampak kemiskinan terhadap kehidupan warga miskin setidaknya sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah tangga miskin sering mengalami berbagai berkaitan berkaitan dengan pemenuhan hak kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan hidup seharihari. Dalam kaitanya dengan kemiskinan, kesehatan adalah dimensi yang penting bagi warga miskin. apabila ada salah satu anggota keluarga yang sedang sakit, maka akan mempengaruhi produktifitas kerja dari rumah tangga miskin, apalagi bila yang jatuh sakit adalah kepala keluarga yang merupakan pencari nafkah utama maka aka mengalami kesulitan ganda baik bagi diri sendiri maupun bagi keluarganya. Karena sakit maka tidak bisa bekerja, sementara biasanya penghasilan yang didapat adalah harian. Kalau tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan yang diperoleh, berarti keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuan sehari-harinya, sementara disisi lain rumah tangga tersebut masih harus mengeluarkan biaya selama perawatan sampai sembuh. Kondisi kemiskinan juga memaksa keluarga miskin untuk tidak menghiraukan kondisi kesehatan sehari-sehari. Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit jarang menjadi perhatian bagi keluarga miskin. Gizi keluarga, hal yang paling tidak di perhatikan oleh keluarga miskin, mereka akan lebih memprioritaskan masalah sosial (buwuh dll) dari pada kesehatan dan gizi keluarga. Sehingga ada beberapa kejadian karena terabaikanya kesehatan dan gizi keluarga khususnya yang menimpa anak, kasus gizi buruk karena ketidak mampuan memberi gizi yang cukup pada anak, kasus salah obat karena ketidak tahuan orang tua dan juga ketidak mauan ataupun ketidak mampuan orang tua membawa anak yang sakit ke Bidan atau tenaga medis, kasus ibu rumah tangga menderita kanker payudara karena ketidak tahuanya, kurangnya perhatian terhadap kondisi kesehatan perempuan itu sendiri, serta ketidak mampuanya memeriksakan diri ke tenaga medis yang
akhirnya rata-rata diketahuinya kanker itu sudah pada stadium lanjut. Kemiskinan juga sangat berdampak pada rendahnya akses keluarga miskin terhadap layanan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan bermutu. Biaya pendidikan bagi keluarga miskin masih terasa tinggi walau telah ada program Biaya Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan pendidikan gratis ditingkat SD tidak serta merta dapat menyelesaikan masalah keterbatasan akses layanan pendidikan bagi keluarga miskin. Karena meskipun SPP gratis pada kenyataannya masih banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga miskin seperti pembelian LKS, Buku, biaya lab, uang gedung dll.. Mahalnya harga barang kebutuhan sekolah lainnya juga menjadi kendala tersendiri bagi keluarga miskin seperti pembelian sepatu, baju seragam dan tas sekolah. Kebijakan pemerintah tentang kurikulum pendidikan juga berdampak pada akses layanan pendidikan bagi keluarga miskin. Hal ini dikarenakan dengan adanya perubahan kurikulum secara otomatis akan berakibat pada berubahnya buku yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Bagi keluarga miskin hal ini sangat dirasakan dampaknya. Kesulitan ini sangat dirasakan oleh rumah tangga miskin yang memiliki 2 sampai 3 anak usia sekolah. Ketiadaan biaya pendidikan ini mengakibatkan keluarga miskin hanya bisa menyekolahkan anak sampai SD atau SMP dan tidak bisa sampai perguruan tinggi, hal tersebut banyak yang dikarenakan ketidakmampuan orang tua untuk menyekolahkan mereka dan juga ada yang karena ketidak mauan dari si anak yang sudah merasa bosan dengan kemiskinan yang dihadapi sehingga lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan sekolah Pengalaman hidup dan berbagai kesulitan lain yang dialami keluarga miskin desa kapas adalah kekurangmampuan mereka membeli sembako, ada program raskin namun kerena menurut sebagian kelompok miskin kualitas beras kurang baik maka rata-rata beras program raskin dijual untuk membeli beras dengan kualitas baik dan untuk membeli kebutuhan masak tiap hari. Kesulitan lain yang dialami oleh keluarga miskin adalah sering kekurangan uang / modal saat musim tanam sehingga mereka kesulitan untuk meneruskan pertanian, sering berhutang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, bila usaha sepi harus mencari usaha alternatif yang lebih menguntungkan.
Kondisi ekonomi rumah tangga sangat memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Dengan latar belakang pendidikan yang minim hampir semua kepala keluarga bekerja serabutan atau menjadi buruh, baik buruh tani, buruh bangunan, dan lainya. Para istri juga bekerja serabutan untuk membantu menambah penghasilan keluarga, pekerjaan menjadi pembantu rumah tangga, buruh cuci, setrika, buruh pabrik, mencari padi/ngasak. Pendapatan keluarga miskin sehari-2 sangatlah minim, rata-rata kurang dari 20 rb / hari, bila dibandingkan dengan kebutuhan sebuah keluarga sehari-hari sangat tidak mencukupi, untuk kebutuhan konsumsi pokok saja (nasi, sayur, lauk) sudah sangat sederhana, kebutuhan anak setiap hari / sangu sekolah, jajan dan lainya, belum lagi kebutuhan social mereka.
Dampak dari keterbatasan ekonomi Rumah tangga miskin tersebut, memaksa rumah tangga miskin terjerat dalam hutang untuk untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari , baik hutang kepada tetangga, keluarga, lembaga keuangan dan tidak sedikit yang terjerat dengan rentenir. Kondisi fisi rumah keluarga sangat miskin juga masih banyak yang memprihatinkan, sangat sederhana, dengan ukuran yang kecil (rata-rata 3 x 6 meter), lantai tanah, berdinding bambu bolongbolong, sekat-sekat kamar yang kurang layak sehingga banyak antara kamar satu dan kamar lainya jelas terlihat, dapur yang bercampur dengan ruang makan dan kandang sapi atau ayam, ada juga RTSM yang belum punya WC maupun sumur, tempat duduk yang ala kadarnya, sanitasi dan ventilasi yang belum optimal .*
Optimalisasi Peran TKPK dalam percepatan penanggulangan Kemiskinan di Bojonegoro Kemiskinan merupakan permasalahan yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh,dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat. Oleh sebab itu, dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan langkahlangkah koordinasi secara terpadu lintas pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Disamping itu untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan upaya penajaman yang meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektifitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat kabupaten yang menangani penanggulangan kemiskinan Kemudian dalam upaya meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan di tingkat Kabupaten/kota di bentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut TKPK, yaitu adalah wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk penanggulangan kemiskinan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota Tugas dan fungsi TKPK menurut Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan adalah Mengoordinasikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, Mengoordinasikan pengendalian pelaksanaan program kemiskinan, Koordinasi Kebijakan Dan Program, Koordinasi Pengendalian Pelaksanaan. Fungsi koordinasi kebijakan dan program dijalankan dengan Penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan daerah (SPKD) sebagai dasar penyusunan
RPJMD dibidang penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan forum satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau forum gabungan SKPD bidang penangulangan kemiskinan dalam hal Penyusunan renstra SKPD, Penyusunan rancangan RKPD, Penyusunan renja SKPD, serta Evaluasi terhadap pelaksanaan perumusan dokumen rencana pembangunan daerah bidang penanggulangan kemiskinan. Disamping itu fungsi koordinasi kebijakan dan program juga dijalankan melalui pemantauan dan supervisi program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah, Pemantauan pelaksanaan masing-masing kelompok program penanggulangan kemiskinan, Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program dan/atau kegiatan penanggulangan kemiskinan, serta Penanganan pengaduan masyarakat bidang penanggulangan kemiskinan. Bila melihat tugas pokok dan fungsi TKPK menurut perpres 15 tahun 2010 tersebut maka jelas bahwa TKPK Kabupaten seharusnya mempunyai peran yang sangat vital dalam upaya percepatan di Bojonegoro. Namun prakteknya di Kabupaten Bojonegoro peran tersebut belum begitu kelihatan, sehingga wajar bila meski berbagai intervensi program penanggulangan kemiskinan digelontorkan tapi penurunan angka kemiskinan tidak terlihat secara signifikan. Oleh karena itu, agar percepatan penanggulangan kemiskinan di Bojonegoro terlaksana maka ada dua langkah penting yang perlu dilakukan, yaitu optimalisasi peran TKPK dalam percepatan penanggulangan kemiksinan dan perumusan strategi penanggulangan kemiskinan daerah (SPKD) sebagai rel dalam percepatan penanggulangan kemiskinan.
Optimalisasi peran TKPK bisa dilakukan pada sinergi berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pelayanan publik, dan daya saing ekonomi local, Mengendalikan inflasi daerah sebagai bentuk proteksi bagi orang miskin agar peningkatan pendapatan orang miskin efektif bagi peningkatan kesejahteraannya, Mensinergikan program dan anggaran per sektor untuk keberdayaan masyarakat dan revitalisasi perdesaan, Koordinasi penyusunan SPKD sebagai bahan penyusunan RPJMD bidang PK Peningkatan perencanaan dan penganggaran yang pro rakyat miskin (melalui Ketepatan sasaran penerima program, Kegiatan yang langsung menangani permasalahan rakyat miskin, Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui integrasi perencanaan partisipatif
dalam perencanaan reguler termasuk pelaksanaan monevnya), Peningkatan kapasitas dan kualitas kelembagaan untuk koordinasi PK, Peningkatan kapasitas aparat dalam merespon aspirasi/potensi local, Membangun kerjasama kemitraan dengan berbagai stakeholder untuk mengembangkan ekonomi lokal dan mobilisasi berbagai sumberdaya, Menjaga keberlanjutan kapasitas dan lembaga masyarakat yang terbangun untuk mengoptimalkan/mengawal implementasi berbagai program dan hasilnya, Penyederhanaan berbagai prosedur penyaluran dana, supervisi pelaksanaan program, dan penanganan pengaduan masyarakat.*
Laporan Khusus
Citizen’s Charter (CC) sebagai bentuk pelayanan publik yang ideal Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang cepat, mudah dan terjangkau bukanlah pekerjaan ringan bagi jajaran satuan kerja perangkat daerah. Selain menyangkut persoalan kapasitas manajemen pelayanan, persoalan kecukupan dana untuk penyediaan pelayanan juga merupakan persoalan utama. Dari sisi penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain: Birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan melalui proses panjang bertingkat-tingkat, sehingga penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Selain itu masih banyak petugas pemberi pelayanan publik yang kurang ramah. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau tidak sampai kepada masyarakat. Informasi yang seharusnya disampaikan petugas tersebut mengenai penjelasan terkait tata cara pendaftaran, berapa jumlah uang yang harus dibayarkan, tata cara konsultasi, dsb. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan. Realitas yang terjadi adalah biaya untuk membayar pelayanan publik jauh lebih kecil dibandingkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk menjangkau tempat pelayanan tersebut. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dan tidak sebanding dengan waktu mendapatkan persyaratan dan pelayanan yang diberikan. Demikian halnya jam pelayanan yang diberikan hanya sebatas jam-jam tertentu, padahal masyarakat yang aksesnya jauh dari tempat pelayanan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai tempat tersebut. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat jarang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan dalam meberikan pelayanan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line), sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau diabaikan sama sekali. Untuk menghindari praktik pelayanan seperti permasalahan di atas, maka Citizen’s charter (CC) Pelayanan Publik diharapkan dapat mendorong penyedia layanan untuk bersama dengan pengguna layanan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk menyepakati jenis, prosedur, waktu, biaya, serta cara pelayanan dengan mempertimbangkan keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia layanan, pengguna layanan, serta stakeholders terkait. Citizen’s charter (CC), atau pakta pelayanan publik, adalah salah satu jenis pernyataan resmi dari penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat pengguna/pelanggan sebagai “janji” atas kualitas pelayanan publik yang akan diberikan. Citizen’s Charter (CC) atau pakta pelayanan merupakan pendekatan penyelenggaraan pelayanan publik yang menempatkan masyarakat sebagai pusat pelayanan. Artinya kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan publik harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan public Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyusunan Citizen’s Charter (CC) pelayanan public meliputi: Kesederhanaan, artinya prosedur atau tata cara pelayanan publik diselenggarakan secara lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. Kejelasan dan Kepastian, artinya kejelasan dan kepastian mengenai: Prosedur/tata cara pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif; Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; Jadwal dan waktu penyelesaian pelayanan.
Laporan Khusus Keamanan, Prinsip ini berarti dengan adanya jaminan kualitas pelayanan publik yang baik maka pemberi maupun penerima pelayanan akan lebih terjaga, demikian halnya dengan kepastian hukum dari kedua belah pihak karena memuat hak dan kewajiban, sehingga tidak merugikan masing-masing pihak. Keterbukaan, artinya bahwa prosedur, pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. Efisiensi, Prinsip ini mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan sehingga mencegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dan terbuangnya waktu pelayanan. Keadilan yang Merata, artinya pelayanan publik dapat dijangkau semua pengguna tanpa pengecualian. Dan tidak ada diskriminasi berdasarkan jender, usia, ataupun perbedaan tingkat sosial ekonomi atau golongangolongan tertentu. Partisipatif, Prinsip ini berarti dalam penyusunan Citizen’s Charter (CC) pelayanan public dilakukan secara bersama-sama antara pemberi, penerima dan stakeholders sehingga dokumen yang dihasilkan menjadi tanggung jawab dan menjadi fungsi kontrol bagi semua pihak. Manfaat Citizen’s Charter (CC) pelayanan publik dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pengguna pelayanan publik dan dari sisi pemberi pelayanan publik.
Manfaat dari sisi pengguna layanan publik adalah Memberikan jaminan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih responsif, transparan dan akuntabel, , Memberikan kemudahan untuk mengakses informasi pelayanan publik dan melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, Menghargai martabat dan kedudukan pengguna layanan publik sebagai warga yang berdaulat karena ada keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam Citizen’s Charter (CC) pelayanan publik. Sedangkan manfaat bagi penyedia atau pemberi pelayanan adalah Memudahkan dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan, Membantu memahami kebutuhan dan aspirasi warga, serta stakeholders mengenai penyelenggaraan pelayanan publik, Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa pelayanan publik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua, termasuk warga dan pengguna layanan, Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Meningkatkan efisiensi dan kualitas penyediaan pelayanan publik. Selain itu Citizen’s Charter (CC) pelayanan publik memiliki keunggulan dalam rangka mendorong inovasi pelayanan, mempermudah manajemen anggaran, membuka lapangan kerja lebih banyak dan membagi resiko dengan pihak swasta . *
IDFoS DAN PUSKESMAS SOKO SUSUN CIZEN’S CHARTER UNTUK TINGKATKAN LAYANAN KESEHATAN DI SOKO Dalam rangka menwujudkan pelayanan kesehatan yang prima IDFoS bersama dengan Puskesmas Soko Kab. Tuban telah menjalin kerjasama untuk penyusunan Citizen’s Charter (CC) Penyusunan Citizen’s Charter dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain Pertama; Persiapan terdiri pemilihan Stakeholders yang akan dilibatkan dan pembentukan Tim Kecil dalam penyiapan penyusun CC pelayanan publik. Kedua; Proses Penyusunan CC, Merupakan tahapan penentuan prioritas pelayanan yang akan dibuat CC; Penyusunan draft dokumen CC yang meliputi: pembuatan kerangka, pembuatan rencana kerja dan anggaran; dan pengisian draft CC secara musyawarah yang terdiri dari: visi, misi, slogan, standar pelayanan, hak dan kewajiban, indicator keberhasilan dan survei kepuasan pelanggan. Selanjutnya upaya untuk melakukan uji coba yang dilakukan di lapangan atau masyarakat. Uji coba dilaksanakan dengan cara bertanya langsung kepada masyarakat terhadap pemahaman atau isi dari dokumen
CC. Mencatat feedback yang diberikan responden dan melakukan analisis yang selanjutnya digunakan untuk perbaikan (revisi) dokumen CC. Ketiga: Legalisasi Dokumen CC, Pada tahapan ini dilakukan seminar untuk mendeseminasikan dokumen CC kepada masyarakat luas, selian itu juga ada upaya untuk melakukan advokasi terhadap para perwakilan penerima dan pemberi pelayanan untuk selanjutnya bisa dilakukan legalisasi dokumen CC tersebut. Kempat; Pelaksanaan CC Pelayanan Publik, Pelaksanaan CC pelayanan publik terdiri dari sosialisasi CC pelayanan publik; Persiapan pelaksanaan CC pelayanan publik; Pelaksanaan CC pelayanan publik; Instrumentasi monitoring dan evaluasi CC pelayanan publik; Kelima; Monitoring dan Evaluasi, Pada tahapan ini dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan CC. Hasil dari peaksanaan monitoring dan evaluasi dapat digunakan untuk melakukan perbaikan pelayanan terkait CC pelayanan public yang dipilih.*
Warta Kita Tingkatkan kualitas infrastruktur dengan Program Pembangunan Infrastruktur Desa Berbasis Masyarakat Dalam rangka peningkaan kesejahteraan masyarakat desa, IDFoS bekerjasama dengan Mobil Cepu Ltd. dan Pemerintah Kabupaten Tuban telah memprakarsai Program Pembangunan Infrastruktur Desa Berbasis Masyarakat yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur dasar perdesaan. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan infrastruktur dasar perdesaan guna mendukung kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat secara mandiri berbasis pemberdayaan masyarakat Program Pembangunan Infrastruktur Desa Berbasis Masyarakat dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Oktober 2012 dengan lokasi sasaran di enam desa (Simo, Mentoro, Sokosari, Bangunrejo, Jegulo dan Nguruhan) di wilayah Kecamatan Soko dan mulai akhir Oktober 2012 sampai pertengahan Maret 2013 untuk lokasi sasaran di desa Maibit dan Campurejo Kecamatan Rengel, desa Sumurjalak Kecamatan Plumpang serta desa Cendoro Kecamatan Palang dimana semua lokasi sasaran program tersebut di Kabupaten Tuban Jawa Tmur. Untuk mendukung program tersebut, IDFoS sebagai bekerja sama dengan segenap lapisan masyarakat dan pemerintahan kabupaten tuban dengan tujuan agar
terjalin komunikasi dan koordinasi yang sejalan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan desa sampai di level pemerintahan kabupaten. Program ini dilakukan dengan berbagai tahapan meliputi tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan tahap evaluasi dan pertanggungjawaban. Pada tahap persiapan dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintahan Desa, Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan pembentukan kepanitiaan pelaksanaan program yang dinamakan Tim Pelakasana Program yang terdiri dari unsur pemerintahan desa, tokoh masyarakat serta dari unsur perempuan. Tim pelaksana program ini yang akan bertanggungjawab didalam pengelolaan dana dan pelaksanaan program. Setelah terbentuk tim pelaksana program (TPP) tahapan selanjutnya adalah musyawarah desa sosialisasi dan penentuan skala prioritas kebutuhan masyarakat, pelatihan, penyusunan DED dan BoQ sampai dengan pelaksanaan dan musdes pertanggungjawaban.*
Jalan lingkungan desa jegulo sebelum dan sesudah dibangun
Drainase desa simo sebelum dan sesudah dibangun