STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR KABUPATEN MERAUKE (Studi Kasus di Wilayah Pesisir Kawasan Ndalir, Kawasan Payumb dan Kawasan Lampu Satu, Distrik Merauke Kabupaten Merauke)
Irba Djaja*)
ABSTRACT This research aim to (1) find out the condition of coastal area of Merauke Regency, and (2) arrange the mangement strategy of coastal area of Merauke Regency. This research was carried out the coastal area of Merauke Regency. The method used was descriptive qualitative analysis. The primary data were obtained throught direct observation, interview, and questionnare, while the secondary data were collected through llibrary research and obtained from related institutions, goverment, and agencies. The suporting data were charts, general condition of research locations, weather, and other. A’WOT method which was the combination of AHP (analytical hierarchy process) and SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and threats) were used to determine alternative guidance of policy strategies. The results show that to achieve the management policy by Local Government of Merauke Regency has not shown result which are positive, haves the character of sectoral and less integrated. To reach management of going concern Merauke Regency coastal area, it is necessary to implementation strategy guidance involving on strategy that need to be done is the reinforcement of conservation program bases on public (0,70) the Improvement of stakeholders roles (0,65), the Improvement of participation of public in conservation of coastal area (0,60), the Improvement of quality of coastal area public SDM (0,50), the Improvement of enableness public economics around coastal area (0,45), and the Improvement of law and institution (0,40). Keyword : Management Strategy of Coastal Area
PENDAHULUAN Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Indonesia yang terletak di wilayah Selatan Propinsi Papua yang memiliki wilayah pesisir yang cukup panjang dengan panjang garis pantai + 1.050 km (Pusat Data dan Informasi Kabupaten Merauke, 2007). Kawasan pesisir tersebut umumnya di diami oleh nelayan sebagai kelompok pendatang dan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat pantai.
*)
Staf pengajar pada Jurusan Agroteknologi Universitas Musamus
76
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Secara Geografis Letak Kabupaten Merauke berada 0 – 3 meter diatas permukaan laut dengan topografi umumnya datar dan berawa
(slope 0 – 3 %) dan semakin ke
utara bergelombang dan berbukit (slope 3 – 8 %).
Berdasarkan observasi yang
dilakukan peneliti, permasalahan lingkungan yang terjadi di kabupaten Merauke khususnya pada areal kawasan pesisir terutama pada kawasan Ndalir, kawasan Payumb dan kawasan Lampu Satu, adalah belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pesisir, disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya masyarakat pesisir dan nelayan, seperti : (1)
Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya, teknologi dan manajemen usaha, strategi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan
(2)
Pola usaha tradisional dan subsisten (hanya cukup memenuhi kehidupan jangka pendek),
(3)
Keterbatasan kemampuan modal usaha,
(4)
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir dan nelayan.
Sedangkan faktor eksternal, yaitu : (1)
Kebijakan pembangunan pesisir yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas-Dinas terkait masih bersifat sektoral, parsial sehingga banyak regulasi, kebijakan, kepentingan maupun pengelolaan yang tumpang tindih dan kurang memihak kepada masyarakat pesisir,
(2)
Kerusakan ekosistem pesisir karena pencemaran dari wilayah darat, eksploitasi dan perusakan hutan bakau, penggalian pasir disepadan pantai, merusak bukit pasir penahan gelombang, dan pembuangan sampah,
(3)
Sistem hukum dan kelembagaan yang belum memadai disertai implementasinya yang lemah,
(4)
Rendahnya kesadaran akan arti penting dan nilai strategis pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu bagi kemajuan daerah. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : ”Bagaimana kebijakan pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke? 77
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Mengetahui kebijakan pembangunan wilayah pesisir Kabupaten Merauke, dan merumuskan strategi pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke yang berkelanjutan. 1. Sebagai sumbangan pikiran secara konsepsional bagi pihak yang berkompoten atau yang berwenang dalam mempertimbangkan/ merumuskan dan menerapkan kebijakan pemanfaatan, perbaikan dan pengembangan lingkungan khususnya Sumberdaya Alam wilayah pesisir yang berkelanjutan. 2. Menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir secara lestari.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunankan metode deskriptif kualitatif. Menurut Nazir (1999) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu variabel atau tema, gejala atau keadaan yang ada yaitu keadaan atau gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif yang didukung oleh data-data kuantitatif. Hasilnya akan mendapatkan bentuk pengelolaan Sumberdaya Pesisir Kabupaten Merauke. Tempat penelitian yaitu pada kawasan Ndalir, kawasan Payumb dan kawasan Lampu Satu Kabupaten Merauke Propinsi Papua dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut mewakili kawasan pesisir pantai dan mewakili komposisi penduduk. Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih 3 bulan. Populasi dalam penelitian ini adalah stakeholders (institusional pengambil kebijakan dan institusi yang berwenang mengeluarkan peraturan daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir kabupaten Merauke dan masyarakat). Penentuan sampel untuk data lapangan didasarkan atas metode : 1. Purposive Sampling (untuk instansi dan lembaga terkait) DPRD, Bappeda, Dinas Kelautan dan perikanan (DKP), Dinas Pengendalian Dampak Lingkungan Pertambangan dan Energi,
Dinas Kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Universitas/Lembaga Penelitian, tokoh masyarakat, tokoh adat dan kaum perempuan. 78
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
2. Stratified random sampling (untuk masyarakat yang mewakili 3 kawasan) 10 % dari masing-masing kawasan tersebut. Analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian adalah sebagai berikut : 1). Analisis SWOT Analisis
SWOT adalah singkatan dari Lingkungan Internal Strenghts dan
Weaknesses serta Lingkungan eksternal Opportunities dan Threats (Rangkuti, 2000). 2) Analisis Hirarki Proses (Process Hierarchy Analytical) (AHP) Analisis AHP pada penelitian ini digunakan untuk menentukan prioritas alternatif kegiatan pengelolaan yang akan dilakukan untuk kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke. Dalam hal ini, arternatif ditentukan secara sengaja yang merupakan justifikasi peneliti didasarkan pada hasil wawancara dan pengamatan langsung terhadap kondisi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat serta FGD (Focus Group Discussion). Tahapan analisis hierarki proses pengelolaan kawasan pesisir adalah :
(1)
menentukan fokus tujuan yang hendak dicapai yaitu Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir (Level 1). (2) untuk mencapai tujuan digunakan analisis SWOT yaitu suatu analisis alternatif yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan Faktor Eksternal (Ancaman dan Peluang) secara sistematis dalam merumuskan strategi pengelolaan (level 2). (3) Komponen SWOT tersebut kemudian di rinci sesuai dengan usur-unsur SWOT (kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang) (level 3) dan (4). Setelah di identifikasi dan dirinci kemudian di beri bobot penilaian maka di susun alternatif kegiatan pengelolaan kawasan pesisir yang mengarah kepada pemberdayaa ekonomi, konservasi dan pariwisata. Tahapan hierarki Proses untuk wilayah pesisir secara lengkap disajikan pada Gambar 1.
79
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Gambar 1.
Diagram Analisis Hierarki Proses Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Strategi Pengelolaan Kawasan LEVEL 1
Pesisir
FOKUS TUJUAN
LEVEL 2 KOMPONEN SWOT
a
LEVEL 3
Kekuatan
Kelemahan
Ancaman
Peluang
(Strenght)
(Weaknesses)
(Threat)
(Opportunity)
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
m
n
o
FAKTOR SWOT
LEVEL 4 ALTERNATIF
Permberdayaan
KEGIATAN
Ekonomi
Konservasi
Wisata
HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir 1. Komponen SWOT dan Faktor-Faktor SWOT Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan ekternal dalam pengelolaan kawasan pesisir didapat unsur-usur SWOT sebagai berikut : a. Faktor Internal Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke 2) Kekuatan ( Strength = S ) Hasil penelaahan unsur kekuatan pada pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 1.
80
p
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Tabel 1. Penelaahan Unsur Kekuatan (Strenght) Kode
Definisi Kekuatan (Strenght)
S1
Potensi ekologi ekosistem kawasan pesisir
S2
Kesadaran masyarakat terhadap kondisi kawasan pesisir
S3
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir
S4
Keinginan masyarakat yang besar untuk meningkatkan perekonomian (pendapatan) melalui pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir
2) Kelemahan ( Weakness = W ) Hasil penelaahan unsur kelemahan pada pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penelaahan Unsur Kelemahan (Weakness) Kode W1 W2 W3
Definisi Kelemahan (Weakness) Tingkat pendapatan yang masih rendah Kurangnya pembinaan, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara insentif Lemahnya informasi dan sosialisasi peraturan serta penegakan hukum
W4
Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah
b. Faktor Eksternal Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke 1) Peluang ( Opportunity = O ) Hasil penelaahan unsur kelemahan pada pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Penelaahan Unsur Peluang ( Opportunity) Kode
Definisi Peluang (Opportunity)
O1
Adanya kewenangan pemerintahan kampung dan lembaga adat dalam membuat peraturan-peraturan kampung berkaitan dengan pelestarian kawasan pesisir
O2 O3
Adanya keinginan seluruh stakeholders untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan Adanya kesiapan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program-program rehabilitasi kawasan pesisir
81
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
2) Ancaman ( Threat = T ) Hasil penelaahan unsur ancaman pada pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Penelaahan Unsur Ancaman ( Threats ) Kode
Definisi Ancaman (Threats) Belum adanya peraturan daerah yang berkaitan dengan pelestarian dan pengelolaan kawasan pesisir Tekanan masyarakat luar kawasan pesisir berupa penggalian pasir disekitar kawasan Kurangnya koordinasi antar stakeholders dan terbatasnya anggaran pemerintah dalam pendanaan program pelestarian dan pengelolaan kawasan pesisir Degradasi SDA dan Pencemaran akibat aktivitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan
T1 T2 T3 T4
2. Analisis Prioritas A’WOT Berdasarkan hasil Analisis A’WOT, prioritas komponen SWOT dalam rangka pengelolaan kawasan pesisir dengan alternatif kegiatan konservasi, pengembagan ekonomi masyarakat dan pengembangan wisata secara berurutan yaitu:
faktor
Internal kekuatan (Strenght) dengan nilai 0,471 (47,10 %), kelemahan dengan nilai 0,110 (11,00 %), dan faktor eksternal peluang dengan nilai 0,279 (27,90 %) dan nilai ancaman 0,140 (14,00%). Prioritas Komponen SWOT dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 5 dan Gambar 2.
Tabel 5.
Prioritas Komponen SWOT dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Komponen SWOT Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Ancaman (T)
Nilai
Persentase
Prioritas Relatif
0,471 0,110 0,279 0,140
47,10 11,00 27,90 14,00
P1 P4 P2 P3
82
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Gambar 2.
Diagram Batang Skala Prioritas Kriteria terhadap Tujuan dalam penentuan Prioritas Pengelolaan Kawasan Pesisir di Kabupaten Merauke
Hasil ini menunjukan bahwa pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke bertumpu pada unsur kekuatan dan peluang dibandingkan dengan unsur kelemahan dan ancaman. Potensi sumberdaya kawasan pesisir dan sosial ekonomi masyarakat menjadi basis pengelolaan kawasan pesisir. Prioritas alternatif kegiatan pengelolaan kawasan pesisir di kabupaten Merauke berdasarkan analisis AWOT diperoleh prioritas kegiatan utama adalah kegiatan konservasi terbatas dengan nilai 0,350 (35,00 %), kemudian kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat nilai 0,345 (34,50%) dan kegiatan pengembangan wisata nilai 0,305 (30,50 %). Prioritas Komponen SWOT dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 3.
Tabel 6.
Prioritas Komponen SWOT dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke Alternatif Kegiatan Nilai Persentase Prioritas Relatif Konservasi 0,350 35,00 P1 Pengembangan Ekonomi 0,345 34,50 P2
Pengembangan Pariwisata
0,305
83
30,50
P3
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Goal: KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR KABUPATEN MERAUKE
Overall Inconsistency = .02 KONSEVASI TERBATAS PENGEMBANGAN EKONOMI BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN WISATA ALAM
Gambar 3.
.350 .345 .304
Diagram Batang Skala Prioritas Kriteria terhadap Tujuan dalam penentuan Prioritas Pengelolaan Kawasan Pesisir di Kabupaten Merauke
Kerusakan ekosistem kawasan pesisir di Kabupaten Merauke memerlukan penanganan yang serius dan dilakukan secara terintegrasi untuk mengurangi laju kerusakan yang semakin cepat akibat abrasi, penggalian pasir, konversi lahan dan penebangan liar terhadap mangrove. Kegiatan konservasi sebagai prioritas utama alternatif kegiatan pengelolaan kawasan pesisir untuk tujuan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan mutlak dilakukan.
Kegiatan konservasi merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai dasar
perlindungan dan pembuatan peraturan daerah (PERDA dan PERKAM) untuk kelestarian ekosistem di kawasan pesisir Kabupaten Merauke. Kegiatan konservasi juga termasuk termasuk didalamnya rehabilitasi (pemulihan dan penciptaan kondisi pesisir dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil) dan juga pembuatan tanggul-tanggul pasir penahan gelombang pasang air laut. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekosistem pesisir atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir diletakkan atas dasar prakarsa/ inisiatif serta kekhasan daerah (endegenous development) melalui pemanfaatan sumberdaya lokal (SDM, kelembagaan, teknologi, SDA dan modal) yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial, adat dan budaya. Sasaran utama yang ingin dicapai dalam pengembangan ekonomi lokal ini dalam jangka pendek misalnya, terjadinya peningkatan pendapatan nelayan (masyarakat pesisir), meningkatnya produktivitas SDM, dan munculnya keberdayaan masyarakat (empowerment). Selain itu, dalam jangka panjang, pengembangan ekonomi lokal diharapkan dapat mengurangi
jumlah
kemiskinan
absolut,
berkurangnya
angka
pengangguran
(unemployment), mempersempit jurang kesenjangan ekonomi (antar penduduk lokal dan 84
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
pendatang), serta peningkatan investasi. Meskipun demikian, sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari pengembangan ekonomi lokal tersebut akan dapat dicapai, jika seluruh elemen penentu (stakeholders) mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat, serta memiliki komitmen untuk menyatukan persepsi, visi dan langkah yang sama guna pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan. Pengembangan sektor wisata dalam hal ini wisata pantai sebagai alternatif kegiatan untuk peningkatan perekonomian masyarakat (pendapatan) diperlukan sebagai pendukung dalam proses rehabilitasi kawasan. Suatu hal yang mustahil jika program rehabilitasi yang dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat akan berjalan dengan baik jika perekonomian masyarakat terpuruk. Wisata tidak semata-mata bertujuan agar wisatawan dapat menikmati keindahan alam, keunikan flora dan fauna serta adat istiadat saja tetapi juga mencoba memahami dan menghayati proses-proses yang terdapat di alam yang mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dinamis. Kegiatan wisata memanfaatkan potensi alam apa adanya dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistem yang ada. Hasil analisis AWOT untuk faktor komponen kekuatan menunjukkan bahwa, potensi ekologi ekosistem kawasan pesisir merupakan faktor komponen yang memiliki persentase yang tertinggi yaitu 40,80%, diikuti dengan adanya keinginan masyarakat yang besar untuk meningkatkan perekonomian (pendapatan) melalui pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir 25,50%, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kondisi kawasan pesisir 17,40 %.
Sedangkan faktor yang terendah dari
komponen kekuatan adalah partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir sebesar 16.30 %. Skala prioritas pengelolaan kawasan pesisir diperlihatkan pada Tabel 7. Selanjutnya hasil analisis komponen peluang untuk alternatif kegiatan yang sama yakni kegiatan konsevasi, pengembangan ekonomi masyarakat dan pengembangan pariwisata menunjukan nilai yang signifikan terhadap pengelolaan kawasan pesisir dengan nilai + 1,55 dan ancaman dalam pengelolaan kawasan pesisir menunjukkan nilai (-0,85), sehingga akumulasi nilai dari pengaruh faktor-faktor eksternal adalah sebesar +0,70 .
85
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Tabel 7. Kode S S1 S2 S3 S4
W W1 W2 W3 W4
Hasil Analisis Faktor-Faktor Internal (Internal Strategic Factors Analysis Sumarry – IFAS ) Faktor Internal
Bobot
Ranting
Skor
Kekuatan ( Strenght ) Potensi ekologi ekosistem kawasan pesisir Kesadaran masyarakat terhadap kondisi kawasan pesisir
0.20
4
0.80
0.10
2
0.20
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir
0.10
2
0.20
0.15
3
0.45
Keinginan masyarakat yang besar untuk meningkatkan perekonomian (pendapatan) melalui pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir Sub Total
1,65
Kelemahan ( Weakness) Tingkat pendapatan masyarakat pesisir yang relative rendah Kurangnya pembinaan, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara insentif Lemahnya informasi dan sosialisasi peraturan dan penegakan hukum Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah Sub Total TOTAL
0.15
-1
-0.15
0.15
-2
-0.30
0.05
-3
-0.15
0.10
-2
-0.20 -0,80 0.85
1.00
Hasil analisis faktor-faktor Eksternal (faktor Peluang dan faktor Ancaman) pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 8. Strategi pengelolaan yang dihasilkan dan analisis keterkaitan faktor internal (IFAS) dan faktor eksternal (EFAS) dikelompokkan menjadi 4 strategi, yaitu penggunaan seluruh unsur-unsur kekuatan dalam pelaksanaan strategi untuk memanfaatkan peluang yang ada (SO), penggunaan unsur-unsur kekuatan yang ada untuk menghindari ancaman yang datang (ST), pengurangan kelemahan dan pelaksanaan pengelolaan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO), dan pengurangan kelemahan yang ada untuk meminimalkan ancaman yang akan datang (WT).
86
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Tabel 8.
Hasil Analisis Faktor-Faktor Eksternal (Eksternal Strategic Factors Analysis Sumarry – EFAS )
Kode O O1
Faktor Eksternal Peluang (Opportunity) Adanya kewenangan pemerintahan kampung dan lembaga adat dalam membuat peraturan-peraturan kampung berkaitan dengan pelestarian kawasan pesisir Adanya keinginan seluruh stakeholders untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan Adanya kesiapan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program-program rehabilitasi kawasan pesisir Sub Total
O2 O3
T T1
Ancaman (Threats) Belum adanya peraturan daerah yang berkaitan dengan pelestarian dan pengelolaan kawasan pesisir Tekanan masyarakat luar kawasan pesisir berupa penggalian pasir disekitar kawasan Kurangnya koordinasi antar stakeholders dan terbatasnya anggaran pemerintah dalam pendanaan program pelestarian dan pengelolaan kawasan pesisir Degradasi SDA dan Pencemaran akibat aktivitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan Sub Total
T2 T3
T4
TOTAL
Bobot
Ranting
Skor
0.20
4
0.80
0.15
3
0.45
0.15
2
0.30 1,55
0.15
-2
-0.30
0.20
-1
-0.20
0.10
-2
-0.20
0.05
-3
-0.15
1,00
-0,85 0,70
Hasil analisis matriks keterkaitan unsur SWOT untuk strategi pengelolaan menunjukkan adanya 6 (enam) alternatif arahan kebijakan dalam pengelolaan kawasan pesisir yang didasarkan pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hasil analisis keterkaitan unsur SWOT untuk strategi pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke diperlihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9.
Efas
Hasil Analisis Keterkaitan Unsur SWOT untuk Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir di Kabupaten Merauke Ifas Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (O)
Ancaman (T)
1) Penguatan Program Konservasi berbasis masyarakat 2) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat 1) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir
87
1) Peningkatan Kualitas SDM masyarakat pesisir 2) Penguatan Hukum dan Kelembagaan 1) Peningkatan peran stakeholders
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Arahan strategi kebijakan pengelolaan yang dihasilkan terdiri dan beberapa alternatif kebijakan, dan untuk menentukan prioritas strategi yang harus digunakan, dilakukan penjumlahan skor dan keterkaitan unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah skor akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke sebagaimana disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10.
Prioritas Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke Keterkaitan
No
Jumlah Skor
Rangking
Aspek
S1,S2,S3, O2,O3
0,70
1
Ekologi
S4, O2,O3
0,45
5
Ekonomi
W2,W3,O2,O3
0,50
4
Sosial
W3,O1,O2
0,40
6
Kelembagaan
S2,S3,S4,T2, T4
0,60
3
Sosial
W2,W3, T1, T2,T3
0,65
2
Kelembagaan
Prioritas Strategi Faktor SWOT
1 2 3 4 5 6
Penguatan Program Konservasi berbasis masyarakat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Peningkatan Kualitas SDM masyarakat pesisir Penguatan Hukum dan Kelembagaan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir Peningkatan peran stakeholders
3. Rencana Strategis Secara operasional diperlukan suatu strategi implementasi guna memudahkan perwujudan kebijakan yang menjadi prioritas pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke. Strategi implementasi ini dirumuskan melalui FGD yang digambungkan dengan komponen SWOT. Pada saat FGD disepakati bahwa keenam program yang dirumukan harus dilakukan secara konsisten dan terpadu melibatkan stakeholder pada ketiga wilayah kajian. Selengkapnya rencana strategi yang kemudian diaplikasikan dalam rencana program adalah sebagai berikut :
88
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Strategi 1 : Penguatan Program Konservasi Berbasis Masyarakat Pengelolaan suatu sumberdaya menurut Saptarini, 1995 haruslah mengacu pada strategi konservasi, yaitu : (1) Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, dengan menjamin terpeliharanya proses ekologis bagi kelangsungan hidup biota dan ekosistem
(2) Pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah, yaitu mejamin
terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia, (3) Pelestarian di dalam pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya, yaitu dengan mengendalikan cara-cara pemanfaatannya sehingga diharapkan dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan. Sumberdaya pesisir merupakan kekayaan alam yang sangat berharga, oleh karenanya pemanfaatannya haruslah seimbang antara tingkat pengelolaan dan daya dukung
sehingga
sesuai
dengan
kaidah-kaidah
pembangunan
berkelanjutan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi bagian terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan pesisir dan laut secara terpadu.
Pengelolaan lingkungan secara terpadu memberikan peluang
pengelolaan yang cukup efektif dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi. Namun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable). Salah satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan efektifitas dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis masyarakat (community based management). Menurut Carter (1996) [Community-Based Resource Management (CBRM)] didefinisikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan secara berkelanjutan di suatu daerah terletak/berada di tangan organisasi89
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya dan lingkungan yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Definisi Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (COREMAP-LIPI, 1997) adalah sistem pengelolaan sumberdaya terpadu yang perumusan dan perencanaannya dilakukan dengan pendekatan dari bawah (bottom up approach) berdasarkan aspirasi masyarakat dan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Sedangkan Nikijuluw (2002) mendefinisikan PBM sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya dan menyangkut pula pemberian tanggung jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka. Upaya konservasi lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat di Kabupaten Merauke sebaiknya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Persiapan Ada tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan, yaitu (i) sosialisasi rencana kegiatan
dengan
masyarakat
dan
kelembagaan
lokal
yang
pemilihan/pengangkatan motivator (key person) dari kampung, dan
ada,
(ii) (iii)
penguatan kelompok kerja yang telah ada/ pembentukan kelompok kerja baru yang dipilih dari masyarakat sendiri. (2) Perencanaan Kegiatan perencanaan dalam kegiatan konservasi lingkungan pesisir berbasis masyarakat di Kabupaten Merauke adalah (i) proses perencanaannya harus berasal dari masyarakat dan bukan dimulai dari luar, (ii) melibatkan seluruh masyarakat dan stakeholders (perencanaan partisipatif), (iii) memiliki tujuan dan hasil yang jelas, (iv)
90
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
kerangka kerja yang fleksibel dan bersifat terpadu, serta (v) ada proses pemantauan dan evaluasi. (3) Persiapan Sosial Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara penuh, maka masyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar dapat (i) mengutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu-isu lokal yang merupakan aturan-aturan yang harus dipatuhi, (ii) mengetahui keuntungan dan kerugian yang akan didapat dari setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi, dan (iii) berperan serta dalam perencanaan dan pengimplementasian rencana tersebut. (4) Penyadaran Masyarakat Terdapat tiga kunci proses menyadarkan masyarakat, yaitu (i) penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan (iii) penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana. (5) Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan diperlukan untuk mengetahui kebutuhan real masyarakat bukan keinginan masyarakat. Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat ditujuh langkah pelaksanaannya, yaitu: (i) PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, (ii) identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi kegiatan, (iii) analisis SWOT, (iv) identifikasi masalah, (v) identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan, (vi) identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari rencanarencana tersebut, dan (vii) identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan. (6) Pelatihan Keterampilan Dasar Pelatihan keterampilan dasar perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya masyarakat pesisir agar efektivitas. Upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu (i) pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan, (ii) keterampilan tentang dasar-dasar manajemen organisasi, (iii) peran serta 91
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan, (iv) pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya, (v) pelatihan pemantauan kondisi sosial ekonomi dan ekologi, dan (vi) orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya. (7)
Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut secara Terpadu dan Berkelanjutan Terdapat
lima
langkah
penyusunan
rencana
penanggulangan
kerusakan
lingkungan pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, yaitu: (i) mengkaji permasalahan, menentukan strategi dan kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) menentukan sasaran dan tujuan guna menyusun rencana penanggulangan, (iii) melakukan pemetaan bersama masyarakat, (iv) mengidentifikasi aktivitas penyebab kerusakan lingkungan, dan (v) melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pemantauan pelaksanaan program. (8) Pengembangan Fasilitas Sosial Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: (i) melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan rencana penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat, serta (ii) meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-lembaga kampung yang bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan. (9) Pendanaan Pendanaan
merupakan
bagian
terpenting
dalam
proses
implementasi
penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah selaku penyedia pelayanan diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi upaya penanggulangan. Namun demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya masyarakat setempat.
92
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
Strategi 2 : Peningkatan peran stakeholder. Peran stakeholder sangatlah penting dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Merauke mengingat stakeholder sebagai pelaku pembangunan dan pengguna sumberdaya alam. Dalam rangka pengelolaan yang lestari dan berkelanjutan, peran stakeholder haruslah ditingkatkan sehingga pembangunan dapat berjalan dengan balk. Stakeholder dalam hal ini dapat berupa Pemerintah, Swasta, LSM, Lembaga Adat dan juga tokoh masyarakat. Untuk lebih meningkatkan peran stakeholder dalam pengelolaan kawasan pesisir di kabupaten Merauke dapat dilakukan dengan cara: 1. Melibatkan seluruh stakeholder dalam penyusunan rencana, dan implementasi program-program pengelolaan dan pelestarian kawasan pesisir di Kabupaten Merauke. 2. Memberikan
peluang
sebesar-besarnya kepada seluruh
stakeholder dalam
pemanfantaan sumberdaya pesisir secara lestari dan berkelanjutan. 3. Memaksimalkan kerja kelompok-kelompok masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dengan melakukan rehabilitasi kawasan pesisir secara berkelanjutan.
Strategi 3 : Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Kawasan Pesisir Pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan di kawasan pesisir kabupaten Merauke haruslah dibangun dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara lingkungannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melaksanakan program-program pengelolaan dan pelestarian kawasan pesisir yang akan dilaksanakan di kampung mereka. Menempatkan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan pesisir pada posisi sebagai pelaku utama dalam proses pengelolaan pesisir di kawasan mereka sendiri, dimulai dan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penataan sarana dan prasarana kebutuhan mereka sehingga dengan begitu diharapkan rasa memiliki dan bertanggurg jawab terhadap Iingkungan akan terus berkembang. Selain itu, dalam penyusunan, peaksanaan dan monitoring program haruslah melibatkan masyarakat secara Iangsung sehingga transparansi program dapat dirasakan oleh masyarakat.
93
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Salah satu contoh kegiatan peningkatan partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat dalam pengelolaan kawasan pesisir. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat sebagai tenaga keamanan (polisi adat) dalam pengawasan dan perlindungan kawasan pesisir (daerah alami dan daerah yang direhabilitasi) ataupun turut terlibat langsung dalam program seperti program rehabilitasi mangrove mulai dari penentuan jenis mangrove yang cocok, waktu tanam yang tepat dan proses pemeliharaan tanaman. Sehingga masyarakat merasa terlibat dan menjaga keberlangsungan program tersebut.
Strategi 4 : Peningkatan kapasitas SDM di sekitar kawasan pesisir. Peningkatan kapasitas SDM masyarakat di sekitar kawasan pesisir Kabupaten Merauke bertujuan agar semua kegiatan dan program pengelolaan akan Iebih mudah diterima oleh masyarakat sekitar. Selain itu dapat meningkatkan pemahaman terhadap arti penting pengelolaan kawasan pesisir bagi hidup dan kehidupan masyarakat sekitar kawasan pesisir tersebut. Peningkatan kapasitas SDM dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas pelatihan, pendidikan dan penyuluhan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian kawasan pesisir kepada seluruh masyarakat seperti teknik rehabilitasi mangrove. Menurut Bengen (2001) peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan diantaranya: 1. Pelatihan ketrampilan pengelolaan kawasan pesisir. 2. Penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan pesisir di Indonesia. 3. Pelatihan dan intensifikasi perikanan. 4. Pelatihan dan intensifikasi pertanian. 5. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat. 6. PenyebarIuasan data dan informasi perencanaan rehabilitasi kawasan pesisir.
Strategi 5 : Pembedayaan Ekonomi Masyarakat Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir di Kabupaten Merauke agar lebih efektif dan efisien diterapkan dan 94
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
dikembangkan adalah: pendekatan kelompok, penguatan kelembagaan, pendampingan, pengembangan sumberdaya manusia, dan stimulan. Kelima strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dipisahkan dan saling mempunyai kerkaitan yang erat satu sama lain. Langkah-Iangkah pemberdayaan ekonomi masyarakat yang harus dilakukan adalah: (1) Mentransformasi nelayan tradisional menjadi nelayan modern untuk memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir yang ada yang sekaligus dapat memainkan peran ganda dalam membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap berbagai praktek legal yang dilakukan di sekitar kawasan pesisir; (2) Peningkatan keberpihakan pemerintah dan pengusaha terhadap nelayan kecil dan masyarakat di wilayah pesisir yang tingkat kesejahteraannya masih relatif rendah; (3) Memberikan aksesibilitas yang tinggi kepada generasi muda nelayan untuk memperoleh pendidikan yang terjangkau, akses terhadap pelayanan kesehatan yang murah, dan akses terhadap lembaga keuangan yang mudah khususnya lembaga keuangan mikro di pedesaan.
Strategi 6 Penguatan Hukum dan Kelembagaan. Peranan hukum dan kelembagaan menjadi penting karena mempuyai kekuatan yang dapat mengikat semua stakeholders dalam pengelolaan kawasan pesisir. Hukum dan kelembagaan memberikan batasan dan aturan dalam pemanfaatan suatu sumberdaya untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya tersebut, selain memberikan sanksi terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan sumberdaya. Untuk penegakan hukum tentunya, perlu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap citra dan peranan aparatur negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Dalam strategi penguatan hukum dan kelembagaan, upaya perlindungan dan pelestarian kawasan pesisir direkomendasikan beberapa alternatif rencana program (kegiatan), yaitu: 1. Membuat peraturan baik perda maupun perkam tentang larangan melakukan pengambilan pasir, penebangan mangrove terutama dalam skala besar. 2. Melakukan sosialisasi peraturan dan perundangan serta sangsi berkenaan dengan perlindungan kawasan pesisir.
95
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
3. Memperketat izin dan pengawasan terhadap pengambilan galian C di sekitar kawasan pesisir. 4. Mengembangkan kearifan lokal daerah dalam mempertahankan kelestarian kawasan pesisir. Salah satunya dengan menjalankan hukum adat yang telah ada atau dengan mengadopsi hukum “sasi’ yang merupakan ketentuan hukum adat tentang larangan memasuki, mengambil atau melakukan sesuatu pada suatu kawasan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke belum menunjukkan hasil yang positif, masih bersifat sektoral, kurang terintegrasinya program pengelolaan kawasan pesisir antara Dinas dan Badan di lingkungan Pemerintah Daerah serta belum tegasnya penerapan aturan kebijakan dan sangsi yang diberikan terhadap pemanfaatan kawasan pesisir. 2.
Prioritas strategi pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Merauke berdasarkan faktor internal dan eksternalnya adalah Penguatan program konservasi berbasis masyarakat dengan jumlah skor (0,70), Peningkatan peran stakeholders (0,65), Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan pesisir (0,60), Peningkatan kualitas SDM masyarakat pesisir (0,50), Pemberdayaan konomi masyarakat sekitar kawasan pesisir (0,45), dan Penguatan hukum dan kelembagaan (0,40). Dengan prioritas alternatif kegiatannya adalah Penguatan Program Konservasi Berbasis Masyarakat .
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, hasil analisis dan pembahasan maka disarankan : 1. Merancang pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan kawasan pesisir Kabupaten Merauke.
96
Djaja, Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Merauke
2. Perlu dilakukan tata ruang dan tata guna lahan untuk menentukan zonasi pengelolaan ekosistem dan sumberdaya kawasan pesisir seperti zona pemanfaatan, zona perlindungan dan zona rehabilitasi (pelestarian). 3. Melakukan reformasi terhadap mekanisme koordinasi instansi-instansi yang terkait dalam penjabaran aturan dan kebijakan dalam bentuk pokja (model satu atap).
DAFTAR PUSTAKA Ari Dartoyo, 2004, Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Berbasis Digital (Studi Kasus : Kabupaten Cilacap Jawa Tengah) Disampaikan dalam Temu Alumni MPKD 9-11 September 2004. Arikunto, 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). PT Rineka Cipta. Jakarta. Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. _____, 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Badan Meterologi dan Geofisika Badar Mopa Merauke, tahun 2008. Cicin-Sain and R.W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island Pres, Washington DC. Carter (1996). [Community-Based Resource Management (CBRM)] Dahuri, R. 2000. Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam: Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan Untung, W. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta. hal. 1-8 Dahuri, R., J. Rais, S.P.Ginting, dan M.J.Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.Pradnya Pratama. Jakarta. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Merauke, 2009. DKP tahun 2007. Materi Seminar Internasional Environment and Sustainable Development, Makassar. Darwanto. 2000. Mekanisme pengelolaan perencanaan tata ruang wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil serta hubungannya antar perencanaan tingkat kawasan kabupaten, propinsi, dan nasional. Makalah disajikan pada Temu Pakar “Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir”. Jakarta. Dadang Rusbiantoro, 2008. Global Warming Pengantar Komprehensif tentang Pemanasan Global. Penembahan Yogyakarta Gatut Susanta, dan Hari S, 2008. Akankan Indonesia Tenggelam akibat Pemanasan Global. Cetakan ke iii. Penebar Plus. Jakarta. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke tahun 2007. Dinas PDLPE Kabupaten Merauke. Nikijuluw, Victor P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R). PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta.
97
JURNAL AGRICOLA, TAHUN I, NOMOR 2, SEPTEMBER 2011
Odum, P.E. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir.Tjahjono Samingan. Cet. 2 Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Merauke. Rais, J. 2002. Slide mata kuliah perencanaan dan pengelolaan pesisir secara terpadu. Program studi SPL, Institut Pertanian Bogor. Bogor Pusat Data dan Informasi, Kabupaten Merauke, 2006 Parawangsa, I. 2007. Pengembangan Kebijakan Pembangunan Daerah dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Teluk Jakarta secara Berkelanjutan. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedai Pustaka Utama. Saaty, Thomas L. 1986. Proses Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta Sasmoko, 2003, Metodologi Penelitian Kerjasama Universitas Kristen Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Merauke. Supriharyono, 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Salusu, J, 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Non Profit, Grafindo.Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739
98