STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)
ANI RAHMAWATI
Skripsi
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA, KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor, Maret 2009
Ani Rahmawati C24104050
RINGKASAN ANI RAHMAWATI. C24104050. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Di bawah bimbingan SANTOSO RAHARDJO dan LUKY ADRIANTO. Kawasan Pantai Teleng Ria merupakan suatu kawasan yang telah dikelola menjadi kawasan wisata. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pantai ini antara lain surfing, memancing, berenang, wisata olahraga, rekreasi pantai, dan lain – lain. Selain itu, terdapat potensi perikanan yang dapat dikembangkan sebagai faktor pendukung kegiatan wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian ekologis kawasan, mengestimasi daya dukung kawasan dan daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria untuk kegiatan wisata pantai, mengetahui peranan kegiatan perikanan dalam mendukung kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria, mengetahui persepsi wisatawan dan penduduk sekitar terhadap kualitas ekologis kawasan wisata Pantai Teleng Ria dan mengidentifikasi spektrum peluang ekowisata pantai. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai, analisis daya dukung kawasan untuk wisata pantai, analisis daya dukung ekologis untuk merencanakan pemanfaatan potensi pantai, persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan serta analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) untuk menentukan kombinasi dari kondisi fisik, biologi, sosial dan pengelolaan yang memberikan nilai bagi suatu kawasan dimana parameter kondisi kawasan rekreasi terdiri dari parameter fisik atau lingkungan (physical attribute), sosial (social attribute) dan pengelolaan (managerial attribute). Kombinasi dari parameter – parameter tersebut membentuk suatu spektrum peluang untuk pengembangan di suatu kawasan wisata. Hasil analisis kesesuaian kawasan masuk kriteria S1 yaitu tidak ada faktor pembatas yang cukup serius untuk menjadikan kawasan Pantai Teleng Ria sebagai kawasan wisata. Pantai Teleng Ria sesuai untuk dijadikan kawasan wisata pantai. Estimasi daya dukung pantai berpasir di kawasan Pantai Teleng Ria adalah 250 orang dengan kebutuhan lahan penginapan sebesar 4,17 Ha dan kebutuhan air bersih 250.000 liter per hari. Daya dukung ekologis kawasan Pantai Teleng Ria adalah 359 orang per hari. Produksi perikanan sudah cukup banyak, namun pemanfaatan sektor perikanan di Pantai Teleng Ria sebagai pendukung kegiatan wisata masih belum optimal. Kawasan Pantai Teleng Ria memiliki kualitas ekologis yang baik dan panorama alam yang indah, sehingga cukup memberikan kenyamanan bagi para wisatawan. Spektrum peluang ekowisata pantai yaitu dengan mengedepankan potensi parameter fisik dengan tidak mengesampingkan parameter pengelolaan dan sosial. Kata kunci : Pantai Teleng Ria, analisis kesesuaian wilayah, analisis daya dukung kawasan, analisis daya dukung ekologis, analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS), perikanan.
STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)
ANI RAHMAWATI C24104050
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur) : Ani Rahmawati : C24104050 : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan
Menyetujui: I. Komisi Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Santoso Rahardjo, M. Sc NIP. 130 516 502
Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc NIP. 132 133 398
Mengetahui II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M. Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Ujian : 10 Maret 2009
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi yang disusun berjudul “Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang penulis laksanakan di kawasan Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat maupun pihak swasta dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kegiatan wisata secara berkelanjutan di kawasan pesisir Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi peneliti maupun mahasiswa untuk melakukan penulisan lebih lanjut.
Bogor, Maret 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada bapak dan ibu tercinta atas cinta kasih, kesabaran, doa serta segala pengorbanan yang tiada terkira selama ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc sebagai pembimbing I dan II, atas segala bimbingan, masukan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan. 2. Ir. Rahmat Kurnia M. Si sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama masa studi penulis di Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M. S dan Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku penguji tamu dalam sidang skripsi atas masukan, arahan, nasehat dan saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Dik Zusi, keluarga besar di Pacitan, dan kakakku Adi Susanto, S.Pi atas bantuan, dukungan, kesabaran, doa, serta kasih sayangnya kepada penulis. 5. Segenap pihak yang telah membantu di Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Pacitan; DKP Kabupaten Pacitan; BAPPEDA Kabupaten Pacitan; BPS Kabupaten Pacitan; Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan; UPT PPP Tamperan Kabupaten Pacitan; TPI Tamperan; TPI Teleng Ria; Pangkalan TNI AU Iswahyudi Kabupaten Pacitan; Kecamatan Pacitan; Kelurahan Sidoharjo; Balitbang Kabupaten Pacitan serta tim baywatch Pantai Teleng Ria. 6. Laboratorium PROLING Departemen MSP IPB dan laboratorium Service SEAMEO Biotrop untuk pinjaman alat dan analisa contoh. Abach dan Nita atas bantuan di Laboratorium. Tina, Retno, riena, pak tri hadi, mas ali, mas panji, mas hendri, pak juhan, pak choirul, mas abdoel atas bantuan selama di lapang. 7. Sahabatku (Ardha, Bunga, Ani dan Vera), saudara – saudaraku di Wisma Rahayu (Lita, mbak Idesh, Ari, Tanti), teman – temanku MSP 41 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mbak widar serta keluarga besar MSP pada umumnya.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
II
Latar belakang .............................................................................. Perumusan masalah ...................................................................... Tujuan .......................................................................................... Manfaat ........................................................................................
1 3 5 6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan pesisir dan pantai .......................................................... 2.1.1 Kawasan pesisir .................................................................. 2.1.2 Kawasan pantai ................................................................... 2.2. Pariwisata dan ekowisata ............................................................. 2.2.1 Pariwisata ........................................................................... 2.2.2 Ekowisata ........................................................................... 2.3 Perencanaan pengembangan kawasan ekowisata di daerah pantai ............................................................................ 2.4 Perikanan ...................................................................................... 2.5 Recreation Opportunity Spectrum (ROS) .................................... 2.6 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ................................. 2.7 Sistem sosial ekologi (Social Ecological System) .......................
7 7 8 10 10 14 16 18 18 20 24
III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian ....................................................... 3.2 Metode penelitian ......................................................................... 3.3 Pengumpulan dan analisis data .................................................... 3.3.1 Data primer ......................................................................... 3.3.2 Data sekunder ..................................................................... 3.4 Analisis kesesuaian kawasan wisata ........................................... 3.4.1 Analisis deskriptif ............................................................... 3.4.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai .................................................................................. 3.4.3 Daya dukung kawasan untuk wisata pantai ........................ 3.4.4 Daya dukung ekologis ........................................................ 3.4.5 Persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan .............................................................................. 3.5 Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) ......................
25 25 27 27 33 34 34 35 39 39 41 42
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi umum daerah penelitian ............................................... 4.1.1 Kondisi geografis, luas, dan batas wilayah ........................ 4.1.1.1 Kabupaten Pacitan ................................................ 4.1.1.2 Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan .............. 4.1.2 Keadaan fisik dan kimia ..................................................... 4.1.2.1 Hujan .................................................................... 4.1.2.2 Suhu udara ............................................................ 4.1.2.3 Angin .................................................................... 4.1.2.4 Material penyusun pantai ..................................... 4.1.2.5 Pasang surut .......................................................... 4.1.2.6 Arus ...................................................................... 4.1.2.7 Kualitas perairan .................................................. 4.1.3 Sarana prasarana kawasan wisata ....................................... 4.1.4 Pemanfaatan lahan .............................................................. 4.1.5 Keadaan sosial dan ekonomi penduduk ............................. 4.1.5.1 Demografi ............................................................. 4.1.5.2 Pendidikan ............................................................ 4.1.5.3 Mata pencaharian penduduk ................................. 4.1.6 Listrik, transportasi dan komunikasi .................................. 4.1.7 Pembuangan limbah dan sistem pengelolaan sampah ........ 4.1.8 Potensi perikanan ................................................................ 4.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai ....... 4.3 Daya dukung kawasan untuk wisata pantai ................................. 4.3.1 Panjang pantai berpasir ....................................................... 4.3.2 Penginapan ......................................................................... 4.3.3 Kebutuhan air bersih (air tawar) ......................................... 4.4 Daya dukung ekologis .................................................................. 4.5 Kondisi sosial ekologi .................................................................. 4.5.1 Penduduk sekitar ................................................................ 4.5.1.1 Karakteristik responden ........................................ 4.5.1.2 Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria ............................................................ a. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur .......................... b. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan pendidikan ................ c. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan jumlah penghasilan ...................................................... 4.5.1.3 Pengetahuan tentang ekowisata ............................ a. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan umur ................................................................. b. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan pendidikan ....................................................... c. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan jumlah penghasilan ..........................................
46 46 46 47 49 49 50 50 51 52 53 53 57 59 60 60 61 62 63 65 66 71 73 73 75 77 78 81 81 81 85 86 87 88 89 90 91 92
4.5.1.4 Terganggu tidaknya dan keterlibatan penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata ............................................... 4.5.1.5 Persepsi terhadap sarana prasarana ...................... 4.5.2 Wisatawan .......................................................................... 4.5.2.1 Karakteristik responden ........................................ 4.5.2.2 Teman seperjalanan wisatawan ............................ 4.5.2.3 Menginap atau tidak menginap serta tempat menginap .............................................................. 4.5.2.4 Kegiatan yang dilakukan wisatawan dan sambutan penduduk sekitar .................................. 4.5.3 Persepsi wisatawan ............................................................. 4.5.3.1 Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria ............................................................ a. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur .......................... b. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan pendidikan ................ c. Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan penghasilan ............... 4.5.3.2 Persepsi terhadap sarana prasarana ...................... 4.5.3.3 Pengetahuan tentang ekowisata ............................ a. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan umur ................................................................. b. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan pendidikan ....................................................... c. Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan jumlah penghasilan .......................................... 4.5.3.4 Persepsi terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan ................................................................ 4.6 Kunjungan wisatawan .................................................................. 4.7 Dampak kegiatan wisata .............................................................. 4.8 Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) ...................... V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 5.2 Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
93 95 98 98 102 103 105 106 106 107 109 110 111 115 116 117 118 120 120 124 126 136 136
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan .............
16
2. Parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) .................
20
3. Jenis, sumber, dan cara pengambilan data primer ................................
28
4. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air ....................................
29
5. Alat, bahan dan pengukuran contoh kualitas perairan .........................
30
6. Lampiran Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari ...............................................................................
33
7. Jenis, sumber, dan cara pengambilan data sekunder ............................
34
8. Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai .....................................
36
9. Standar kebutuhan ruang fasilitas wisata di wilayah pesisir ................
39
10. Potensi ekologis wisatawan (K) dan luas area kegiatan (Lt) ................
40
11. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata ............
41
12. Pemberian skor dan bobot ....................................................................
43
13. Curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Pacitan tahun 1998 – 2007 ................................................................................
49
14. Suhu udara di Kecamatan Pacitan tahun 2007 .....................................
50
15. Kecepatan dan arah angin di Kecamatan Pacitan tahun 2007 ..............
51
16. Kualitas perairan Pantai Teleng Ria .....................................................
54
17. Kondisi sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria ..........
58
18. Jenis – jenis ikan yang dihasilkan ........................................................
66
19. Jumlah nelayan, armada perikanan, dan alat tangkap yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan tahun 2003 – 2006 .......
70
20. Indeks kesesuaian lahan untuk wisata pada kawasan Pantai Teleng Ria ........................................................................................................
72
21. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir .................................................................................................
74
22. Estimasi kebutuhan lahan untuk penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan daya tampung wisatawan ...............................
75
23. Ketersediaan penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria .....................
76
24. Estimasi kebutuhan air di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan daya dukung wisatawan menurut standar WTO ...................................
77
25. Daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria ............................................
79
26. Matriks parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atrribute) ...
127
27. Perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) ..............................................................................................
128
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Diagram perumusan masalah ...............................................................
5
2. Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall, 2001 dan Orams, 1999 in Adrianto, 2006a) ....................................................................................
13
3. Hubungan antara wilayah pesisir dan sistem sumberdaya pesisir (Scura et al., 1992 in Patria, 1999) .......................................................
20
4. Peta lokasi penelitian ............................................................................
26
5. Grafik hasil perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) ...............................................................
45
6. Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan (Dokumentasi pribadi, 2008)......................................................................................................
47
7. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007) .....................
60
8. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan umur tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007) ..................................
61
9. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007) ...
62
10. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan mata pencaharian tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007) ..............
63
11. Jaringan jalan regional Kabupaten Pacitan (Bappeda, 2005)................
64
12. Perkembangan produksi perikanan tangkap (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008) ...................................................................................
69
13. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jenis kelamin (Data primer diolah, 2008) .........................
82
14. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008) .....................................
82
15. Persentase pendidikan penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008) ...................................................................
83
16. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan mata pencaharian (Data primer diolah, 2008) ..................
84
17. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008) ...............
85
18. Persentase jumlah penduduk sekitar terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008) ......................................
86
19. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008) ..............................................................................
87
20. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan (Data primer diolah, 2008) ...............................................
88
21. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008) ...............................................
89
22. Persentase jumlah penduduk sekitar yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) ..................................................
90
23. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) ..................
90
24. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) ..................
91
25. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) .........
92
26. Persentase terganggu tidaknya penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata (Data primer diolah, 2008) ................
93
27. Persentase ingin tidaknya penduduk sekitar terlibat terhadap kegiatan ekowisata di Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008) ................
94
28. Persentase jenis keterlibatan penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata (Data primer diolah, 2008) ................
95
29. Persepsi penduduk sekitar terhadap sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)........................
96
30. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jenis kelamin (Data primer diolah, 2008) .........................................................................................
98
31. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008)......................................................................................................
99
32. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan pendidikan (Data primer diolah, 2008)..........................................................................................
99
33. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan mata pencaharian (Data primer diolah, 2008) .............................................................................
100
34. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008) ..............................................................................
101
35. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan asal daerah (Data primer diolah, 2008)..........................................................................................
102
36. Persentase teman seperjalanan wisatawan (Data primer diolah, 2008) .....................................................................................................
103
37. Persentase jumlah wisatawan yang tidak menginap dan menginap di Pacitan serta tempatnya menginap (Data primer diolah, 2008) ........
104
38. Persentase jumlah terhadap kegiatan yang dilakukan wisatawan ........
105
39. Persentase jumlah terhadap sambutan penduduk sekitar (Data primer diolah, 2008)..........................................................................................
106
40. Persentase jumlah wisatawan terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008) ................................................
107
41. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008) .....................................................................................................
108
42. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan (Data primer diolah, 2008) .........................................................................................
109
43. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008) .............................................................................
110
44. Persepsi wisatawan terhadap sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008) ................................................
112
45. Persentase jumlah wisatawan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) ...................................................................
115
46. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) .....................................
116
47. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)...................
117
48. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008) ..................
118
49. Fluktuasi kunjungan wisatawan di Pantai Teleng Ria tahun 1998 – 2007 (Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan, 2008)......................................................................
121
50. Jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri di Kabupaten Pacitan per bulan pada tahun 2003 – 2007 / orang (BPS 2004, 2005, 2006, 2007, 2008) .....................................................................................................
123
51. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Kabupaten Pacitan per bulan pada tahun 2003 – 2007 / orang (BPS 2004, 2005, 2006, 2007, 2008) .....................................................................................................
124
52. Hasil penghitungan parameter fisik.......................................................
129
53. Hasil penghitungan parameter pengelolaan .........................................
131
54. Hasil penghitungan parameter sosial ....................................................
133
55. Hasil penghitungan Recreation Opportunity Spectrum dari ketiga parameter ..............................................................................................
134
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Zonasi wilayah pesisir dan lautan secara horisontal dan vertikal ........
144
2. Batas daerah pantai ...............................................................................
145
3. Gambar pantai secara visual .................................................................
146
4. Peta Kabupaten Pacitan ........................................................................
147
5. Peta Kecamatan Pacitan .......................................................................
148
6. Pantai Teleng Ria .................................................................................
149
7. Tipe – tipe pasang surut ........................................................................
150
8. Kondisi pasang surut saat pengambilan sampel air ..............................
151
9. Denah sarana prasarana ........................................................................
152
10. Sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria ...................................
154
11. Sarana prasarana di PPP Tamperan ......................................................
157
12. Hasil tangkapan ikan di PPP Tamperan ...............................................
158
13. Indeks kesesuaian wisata Pantai Teleng Ria ........................................
159
14. Perhitungan daya dukung ekologis kawasan ........................................
160
15. Zonasi kegiatan wisata .........................................................................
161
16. Data umum responden penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria ..
163
17. Data umum responden wisatawan ........................................................
164
18. Kuisioner untuk penduduk sekitar kawasan penelitian ........................
165
19. Kuisioner untuk wisatawan ..................................................................
168
20. Alat yang digunakan .............................................................................
171
21. Kondisi umum kawasan Pantai Teleng Ria ..........................................
173
I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang memiliki kekayaan habitat dengan potensi flora dan fauna yang sangat beragam. Secara ekologis, kawasan pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi. Sumberdaya alam yang terdapat di kawasan pesisir antara lain perikanan, pasir, air laut, mikroorganisme, mangrove, terumbu karang, lamun, dan lain – lain. Bagian kawasan pesisir yang paling produktif adalah wilayah muka pesisir atau pantai. Pantai merupakan wilayah dimana berbagai kekuatan alam yang berasal dari laut, darat dan udara saling berinteraksi dan menciptakan bentuk pantai. Bentuk pantai bersifat dinamis dan selalu berubah. Perubahan ini dapat terjadi secara alamiah (diakibatkan oleh arus, gelombang dan cuaca) dan akibat ulah manusia (misalnya pembuatan break water, pencemaran di pantai, dan lain – lain). Perubahan terhadap bentuk pantai oleh ulah manusia tidak terlepas dari upaya pemanfaatan kawasan pantai baik dari sisi eksploitasi sumberdaya alam maupun pemanfaatan ruang untuk berbagai aktivitas lain seperti wisata, perikanan, pelabuhan, dan lain – lain. Pemanfaatan kawasan pantai memberikan dampak yang berbeda baik terhadap sumberdaya alam maupun bagi masyarakat. Salah satu pemanfaatan kawasan pesisir adalah untuk kegiatan wisata. Kegiatan wisata dan perikanan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan pendapatan baik masyarakat maupun pemerintah daerah setempat apabila pengelolaannya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
Paradigma kegiatan wisata di
kawasan pantai saat ini lebih mengutamakan pada keuntungan ekonomi, yaitu bagaimana menarik wisatawan sebanyak – banyaknya tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan yang ada. Apabila suatu kawasan wisata sudah tidak mampu lagi menampung jumlah wisatawan (melebihi daya dukung kawasan) maka yang akan terjadi selanjutnya adalah penurunan atau degradasi kualitas lingkungan. Salah satu kawasan pesisir di Pantai Selatan Pulau Jawa yang terkenal dengan wisata pantainya adalah Kabupaten Pacitan. Kabupaten yang berbatasan
dengan Propinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta ini merupakan pintu gerbang bagian barat dari Propinsi Jawa Timur dengan kondisi fisik pegunungan kapur yang membujur dari Gunung Kidul ke Trenggalek menghadap ke Samudera Hindia. Luas keseluruhan Kabupaten Pacitan sebesar 1.419,44 km2, berada di 110o55’ – 111o25’ BT dan 07o5’ – 8o17’ LS, dengan garis pantai sepanjang 70,709 km yang membentang sepanjang tujuh kecamatan (Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Pacitan, 2004 in Widyamayanti, 2005). Sebagai kabupaten yang terkenal dengan wisata pantai yang mempesona, Kabupaten Pacitan mengandalkan Pantai Teleng Ria sebagai objek wisata andalan selain wisata goa – goa alam yang tidak kalah menariknya. Kawasan pantai ini terletak kurang lebih 3 km dari pusat kota Pacitan ke arah selatan, berada pada 08°13'15" LS dan 111°04'44" BT yang memiliki potensi besar untuk pengembangan kegiatan wisata dan perikanan.
Kawasan Pantai Teleng Ria
menjadi kawasan wisata sejak tanggal 30 Desember 1997 dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pacitan. Kegiatan wisata pantai yang dapat dilakukan di pantai ini antara lain surfing, memancing, berenang, jogging dan lain – lain.
Pemerintah daerah
memberikan perhatian yang besar dengan membangun berbagai fasilitas pendukung guna memberikan kenyamanan kepada seluruh wisatawan. Berbagai sarana prasarana yang telah dibangun antara lain pelabuhan, gardu pandang untuk menikmati desiran ombak laut selatan, kolam renang dan arena bermain anak – anak, kedai makan, tempat pelelangan ikan, penginapan, kios cenderamata, areal perkemahan, arena pemancingan serta baywatch.
Akan tetapi pembangunan
berbagai sarana prasarana pendukung tersebut tidak diimbangi dengan pemanfaatan ruang yang baik sehingga dapat berakibat pada penurunan kualitas lingkungan di kawasan Pantai Teleng Ria. Potensi perikanan yang juga menjadi salah satu kebanggaan kabupaten ini belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi perikanan tangkap di Laut Pacitan yang mencapai 34.483 ton per tahun hingga saat ini tingkat pemanfaatannya baru berkisar 5,5 % per tahun. Beberapa jenis ikan yang menjadi hasil tangkapan utama nelayan Pacitan antara lain bawal/dorang, tongkol/abon, layur, kakap, kembung, kerapu, rebon, lemuru, cucut/kelong, lobster, teri, tuna, cakalang,
tenggiri, marlin dan lain – lain. Total produksi ikan yang dihasilkan pada tahun 2006 mencapai 1.871,6 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). Nelayan Pacitan umumnya melakukan operasi penangkapan ikan secara harian dengan daerah penangkapan ikan di sekitar wilayah pantai.
Kawasan
pantai merupakan kawasan yang baik bagi ikan – ikan untuk memijah, daerah asuhan dan mencari makan. Hal ini tidak terlepas dari kualitas lingkungan pesisir yang masih baik. Kualitas lingkungan pesisir salah satunya dipengaruhi oleh kegiatan wisata yang ada.
Bila pengelolaan wisata pantai dilakukan dengan
mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan maka tidak ada kekhawatiran terhadap resiko pencemaran lingkungan.
Apabila lingkungan pantai telah
tercemar, maka kerugiannya bukan saja pada sektor wisata tetapi juga pada sektor perikanan.
Pencemaran lingkungan mempengaruhi sektor wisata yang akan
mengakibatkan berkurangnya kualitas ekologis dan jumlah wisatawan sedangkan pada sektor perikanan akan berdampak pada daerah penangkapan ikan yang semakin menjauh ke tengah lautan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengelolaan kawasan pantai yang tepat dengan mengedepankan aspek kelestarian lingkungan demi terwujudnya kawasan wisata Pantai Teleng Ria sebagai objek wisata andalan di Kabupaten Pacitan. 1.2
Perumusan masalah Pantai Teleng Ria merupakan salah satu aset wisata bagi pemerintah
Kabupaten Pacitan. Kawasan pantai tersebut sejak tanggal 30 Desember tahun 1997 dikelola oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan. Akan tetapi pengelolaannya saat ini kurang memperhatikan konsep pengelolaan berkelanjutan sehingga semakin lama kawasan ini mengalami degradasi lingkungan.
Adapun permasalahan yang terjadi di dalam kawasan
Pantai Teleng Ria adalah : •
Peran penting kawasan Pantai Teleng Ria sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah berasal dari kegiatan wisata pantai dan perikanan. Sebagai usaha memperbesar PAD maka pemerintah daerah melakukan pembangunan berbagai sarana prasarana dalam kawasan Pantai Teleng Ria untuk meningkatkan pelayanan dan kenyamanan bagi wisatawan. Namun pembangunan tersebut jika tidak memperhatikan
aspek lingkungan akan menjadi masalah tersendiri. Selain itu, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten terkesan tidak direncanakan dengan matang sehingga zonasi dan penempatan fasilitas wisata dikawasan Pantai Teleng Ria terkesan kurang rapi. Masalah tersebut akan berdampak pada jumlah kunjungan wisatawan. Potensi perikanan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Berbagai jenis ikan, cumi – cumi dan udang – udangan serta hasil laut lain yang dapat dijadikan oleh – oleh maupun makanan khas daerah setempat yang seharusnya menjadi sektor penunjang wisata belum dikelola dengan baik.
Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa Pantai Teleng Ria selain sebagai objek wisata pantai juga terdapat kegiatan perikanan di dalamnya, sehingga sektor perikanan sangat berperan dalam mendukung kegiatan wisata di Pantai Teleng Ria. •
Permasalahan dalam pemanfaatan ruang antara lain tidak adanya penataan yang baik dalam hal sarana prasarana dan zonasi antara kegiatan wisata dan perikanan. Belum adanya pemanfaatan dan penataan ruang yang baik tersebut dapat menimbulkan konflik antara pengelola kawasan wisata dengan nelayan.
•
Sedimentasi yang disebabkan oleh material – material yang dibawa oleh sungai dan mengendap di daerah sekitar pantai. Sungai yang bermuara ke Teluk Pacitan adalah Sungai Teleng dan Sungai Grindulu. Masalah ini membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius karena akan berpengaruh pada kondisi ekologis Pantai Teleng Ria.
•
Pencemaran oleh limbah cair yang berasal dari kegiatan wisata. Limbah – limbah tersebut dihasilkan oleh kios – kios dan kamar mandi. Selama ini limbah tersebut langsung dibuang begitu saja ke perairan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut dapat menimbulkan pencemaran dalam perairan jika jumlahnya sudah tidak dapat ditolerir lagi. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu
penelitian tentang pengelolaan kawasan wisata pantai yang sedang dilaksanakan untuk mengevaluasi kesesuaian ekologis kawasan Pantai Teleng Ria sebagai kawasan ekowisata pantai. Kerangka perumusan masalah disajikan pada Gambar 1.
Kawasan Pantai Teleng Ria
Pendapatan Asli Daerah
Pemanfaatan ruang
Pencemaran oleh limbah
Sedimentasi
Perikanan
Wisata pantai
Penunjang wisata
Zonasi kawasan wisata dan perikanan
Penurunan kualitas ekologis
Jumlah kunjungan wisata
Evaluasi kawasan
Kesesuaian ekologis Pantai Teleng Ria untuk ekowisata pantai
Gambar 1. Diagram perumusan masalah
1.3
Tujuan Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Adapun yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah : 1. Menilai kesesuaian ekologis kawasan, mengestimasi daya dukung kawasan dan daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria untuk kegiatan wisata pantai.
2. Mengetahui peranan kegiatan perikanan dalam mendukung kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. 3. Mengetahui persepsi wisatawan dan penduduk sekitar terhadap kualitas ekologis kawasan wisata Pantai Teleng Ria. 4. Mengidentifikasi spektrum peluang ekowisata pantai. 1.4
Manfaat Memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat dan pihak swasta
dalam
rangka
pengembangan
dan
pengelolaan
kegiatan
wisata
secara
berkelanjutan di kawasan pesisir Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur serta sebagai informasi bagi pihak – pihak yang membutuhkan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kawasan pesisir dan pantai
2.1.1
Kawasan pesisir Dahuri et al. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir sebagai suatu wilayah
peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore). Menurut Soegiarto (1976) in Dahuri et al. (2004) definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. terhadap masukan limbah.
Ekosistem pesisir mempunyai kemampuan terbatas Hal ini sangat tergantung pada volume dan jenis
limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi. Dalam suatu kawasan pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (manmade). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain : terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sementara itu, ekosistem buatan antara lain : tambak, sawah pasang surut,
kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2004). Sumberdaya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea, mamalia laut); rumput laut; padang lamun; hutan mangrove; dan terumbu karang. Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa – jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al., 2004). Menurut Nybakken (1992), ekosistem laut dapat dilihat dari segi horizontal dan vertikal. Secara horizontal kawasan pelagik terbagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang mencakup daerah paparan benua dan laut lepas (lautan atau zona oseanik). Zonasi perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar faktor – faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya. Seluruh daerah perairan terbuka disebut kawasan pelagik dan kawasan bentik adalah kawasan dibawah kawasan pelagik atau dasar laut. Organisme pelagik adalah organisme yang hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Zona dasar laut beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik. Secara vertikal wilayah laut dibagi berdasarkan intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan. Zona fotik adalah bagian kolom perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari, disebut juga zona epipelagis. Zona afotik berada dibawah zona fotik, yaitu daerah yang secara terus menerus berada dalam keadaan gelap dan tidak mendapatkan cahaya matahari. Zonasi wilayah pesisir dan lautan secara horisontal dan vertikal dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.1.2
Kawasan pantai Bagian kawasan pesisir yang paling produktif adalah wilayah muka pesisir
atau pantai.
Daerah pantai adalah suatu kawasan pesisir beserta perairannya
dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut (Pratikto et al., 1997).
Garis pantai merupakan suatu garis batas pertemuan
(kontak) antara daratan dengan air laut. Posisinya bersifat tidak tetap, dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan air pasang tertinggi (Bengen, 2001). Gambar batas daerah pantai dapat dilihat pada Lampiran 2. Prasetya et al. (1994), menyatakan bahwa berdasar asal mula pembentukannya, pantai di Indonesia dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Pantai tenggelam (sub-emergence) : terbentuk oleh genangan air laut pada daratan yang tenggelam. 2 Pantai timbul (emergence) : terbentuk oleh genangan air laut pada daratan yang sebagian terangkat. 3. Pantai netral : pembentukannya tidak tergantung pada pengangkatan atau penurunan daratan, melainkan pengendapan aluvialnya. Pantai ini dicirikan dengan pantai pada ujung delta yang dalam dengan bentuk pantai sederhana atau melengkung. 4. Pantai campuran (compound): terbentuk oleh proses pengangkatan dan penurunan daratan, yang diindikasikan oleh adanya daratan pantai (emergence) dan teluk – teluk (sub-emergence). Karakteristik bentuk pantai berbeda – beda antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Ada pantai yang berlumpur, berpasir yang datar dan landai, berbatu dan terjal. Keadaan topografi dan geologi wilayah pesisir mempengaruhi perbedaan bentuk pantai.
Gambar
pantai (pantai berpasir, berbatu dan
berlumpur) secara visual dapat dilihat pada Lampiran 3. 1. Pantai berpasir Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken, 1992). Pantai berpasir sebagian besar terdiri atas batu kuarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa – sisa pelapukan batu di gunung. Pantai yang berpasir dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel yang halus dan ringan.
Total bahan organik dan
organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya (Dahuri et al., 2004). Menurut Islami (2003)
peruntukan pantai dengan substrat pasir hitam adalah boating, sedangkan pantai berpasir putih lebih bervariasi, seperti boating, selancar, renang, snorkling dan diving. Parameter utama bagi daerah pantai berpasir adalah pola arus yang akan mengangkut pasir yang halus, gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai dan angin yang juga merupakan pengangkut pasir (Dahuri et al., 2004). 2. Pantai berbatu Pantai berbatu merupakan pantai dengan topografi yang berbatu – batu memanjang ke arah laut dan terbenam di air (Dahuri et al., 2004). Pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat mikroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Keadaan ini berlawanan dengan pantai berpasir dan berlumpur yang hampir tandus (Nybakken, 1992). Pantai berbatu menjadi habitat berbagai jenis moluska, bintang laut, kepiting, anemon dan juga ganggang laut (Bengen, 2001). 3. Pantai berlumpur Pantai berlumpur memiliki substrat yang halus.
Pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar – benar terlindung dari aktivitas laut terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur terdapat di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan dan terutama estuaria (Nybakken, 1992). 2.2
Pariwisata dan ekowisata
2.2.1
Pariwisata Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain (Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata dapat juga diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan (Islami, 2003). Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk
kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri, 1990), beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain : 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut. 4. Kepariwisataan
adalah
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata. 5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. 6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. 7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Menurut Munasef (1995) in Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur, diantaranya : 1. Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam). 2. Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan. 3. Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata. Kelly (1996) in Sulaksmi (2007) menyatakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain : ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata
budaya (cultural tourism). Menurut Gunn (1994) in Sulaksmi (2007), bentuk – bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal – hal berikut : 1. Kepemilikan (ownship) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pemerintahan, sektor organisasi nir laba, dan perusahaan konvensional. 2. Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural). 3. Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay). 4. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor). 5. Wisatawan utama atau wisatawan penunjang (primary/secondary). 6. Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif. Dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus diperhatikan (Dahuri, 2003a).
Strategi pariwisata yang berhasil adalah
terpenuhinya manfaat maksimal ketika preservasi lingkungan terlaksana dengan dengan baik. Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasi oleh adanya sejumlah kunjungan turis atau wisatawan baik dari luar maupun dalam negeri dari objek wisata yang dimaksud. Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang – orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan – perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan. Seorang wisatawan didefinisikan sebagai seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya dimana jarak jauhnya ini berbeda – beda (Lunberg et al., 1997). Definisi wisatawan menurut WTO in Marpaung (2002) sebagai berikut : -
Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain dimana ia mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh negara yang dikunjunginya.
-
Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut :
a. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga. b. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga. Menurut Dahuri et al. (2004), pariwisata pesisir adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai seperti : berenang, berselancar, berjemur, berdayung, menyelam, snorkling, beachombing/reef walking, berjalan – jalan atau berlari sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir dan bermeditasi. Dahuri (2003) in Islami (2003) menyatakan bahwa pariwisata pesisir diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, sea dan sand) yaitu jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir bersih. Hall (2001) in Adrianto (2006a) menyatakan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) adalah hal – hal yang terkait dengan kegiatan wisata, hal – hal yang menyenangkan dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya.
Sementara itu, Orams (1999) in Adrianto (2006a)
mendefinisikan pariwisata bahari (marine tourism) sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan fokus pada lingkungan pesisir.
Adanya definisi tersebut dapat menggambarkan kerangka pariwisata
pesisir dan pariwisata bahari seperti yang disajikan pada Gambar 2.
Aktivitas di pantai
-
Melihat pemandangan Wisata pantai dll
Aktivitas di air
-
Menyelam Berperahu Snorkling dll
Pariwisata pesisir dan bahari
Gambar 2. Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall, 2001 dan Orams, 1999 in Adrianto, 2006a)
Pariwisata
pantai
merupakan
bagian
dari
wisata
pesisir
yang
memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata. Pariwisata pantai meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di daerah pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, sun bathing, piknik, berkemah dan berenang di pantai. Pada perkembangannya, jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pantai sangat beragam tergantung pada potensi dan arah pengembangan wisata di suatu kawasan pantai tertentu. 2.2.2 Ekowisata Ekowisata pertama kali dikenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah – daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat (Blangy dan Wood, 1993 in Linberg dan Hawkins, 1993). Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam dan industri kepariwisataan (META, 2002). Kegiatan ekowisata dapat menciptakan dan memuaskan keinginan akan alam, tentang eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta mencegah dampak negatif terhadap ekosistem, kebudayaan, dan keindahan (Western, 1993 in Lindberg dan Hawkins, 1993). Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan.
Wisatawan
ingin berkunjung ke daerah alami yang menciptakan kegiatan bisnis (Pudjiwaskito, 2005). Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999 in Fandeli dan Muchlison, 2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu (Fandeli, 2000; META, 2002 in Yulianda, 2007) : a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan. c. Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Dalam kaitannya dengan ekowisata, From (2004) in Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar tentang ekowisata yaitu sebagai berikut : Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan wisata. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Dari definisi tersebut diatas dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata (TIES, 2000 in Damanik dan Weber, 2006), yaitu sebagai berikut : a. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya. c. Menawarkan pengalaman – pengalaman positif bagi wisatawan maupun penduduk lokal. d. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi. e. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai – nilai lokal. f. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan wisata. g. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam transaksi – transaksi wisata. Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisata pantai dan wisata bahari.
Menurut Yulianda (2007), wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga dan menikmati pemandangan, sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan Wisata Pantai 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Wisata Bahari
Rekreasi pantai Panorama Resort/peristirahatan Berenang, berjemur Olahraga pantai (volley pantai, jalan pantai, lempar cakram, dll) Berperahu Memancing Wisata mangrove
1. 2. 3. 4.
Rekreasi pantai dan laut Resort/peristirahatan Wisata selam (diving) dan wisata snorkling Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca, kapal selam 5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing 6. Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumbalumba, burung, mamalia, buaya)
Sumber : Yulianda (2007)
2.3
Perencanaan pengembangan kawasan ekowisata di daerah pantai Perencanaan dan pengembangan yang berwawasan lingkungan perlu
dilakukan mengingat tingginya minat masyarakat terhadap kegiatan ekowisata dan rawannya kondisi ekologis pantai. Perencanaan pengembangan ekowisata ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya alam dan jasa yang dimiliki serta minat ekowisatawan.
Situmorang (1993) in Islami (2003) menyatakan
bahwa perencanaan kawasan ekowisata yang berwawasan lingkungan merupakan suatu perencanaan jangka panjang, karena tujuan dari perencanaan ini adalah untuk melestarikan lingkungan dan melindunginya.
Hal – hal yang perlu
dilakukan antara lain : a. Identifikasi sumberdaya dan area yang bisa dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. b. Merencanakan kawasan ini dengan meminimumkan dampaknya terhadap lingkungan maupun penduduk sekitar. c. Mengundang wisatawan yang sesuai (jumlah maupun karakteristiknya) dengan daya dukung alam yang ada.
Dalam mengidentifikasi sumberdaya dan area yang bisa dikembangkan sebagai kawasan ekowisata perlu diperhatikan potensi pantainya secara geografis yang dapat dibagi menjadi (Situmorang, 1993 in Islami, 2003) : a. Kawasan yang mempunyai produktivitas alamiah yang tinggi dan merupakan habitat penting untuk makhluk hidup b. Kawasan yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai daerah rekreasi c. Kawasan yang perlu perlindungan (dari bahaya banjir, erosi dan lain – lain) untuk pemeliharaan pantai (terutama pantai yang berkarang, berbukit pasir). d. Kawasan yang mempunyai sifat geologis dan topografis yang khas. Masalah – masalah spesifik yang berhubungan dengan perusakan lingkungan pantai perlu ditinjau untuk meminimumkan dampak ekowisata terhadap lingkungan. Perlu melibatkan masyarakat setempat karena mereka yang akan mengalami dampak dari kegiatan ekowisata ini secara langsung. Apabila lingkungan mengalami kerusakan mereka yang akan menerima dampaknya. Keikutsertaan masyarakat setempat sangat besar manfaatnya karena mereka merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitar, dan mereka mempunyai cara tersendiri melestarikan alam.
Keuntungan yang
dapat diperoleh dari kegiatan ekowisata ini harus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, sehingga tujuan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai (Situmorang, 1993 in Islami, 2003). Pengembangan ekowisata merupakan jawaban dari masalah lingkungan dan di sisi lain sangat menunjang pembangunan ekonomi, terutama ekonomi penduduk lokal. Horwich et al. (1995) in Noorhidayah (2003) menyatakan bahwa ekowisata yang benar harus didasarkan atas sistem pandang yang mencakup di dalamnya prinsip keseimbangan dan pengikutsertaan partisipasi masyarakat setempat dalam areal – areal potensial untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata tersebut dapat dilihat sebagai usaha bersama antara masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi lahan – lahan (Wildlands), aset budaya dan biologi melalui dukungan terhadap pembangunan masyarakat setempat.
2.4
Perikanan Perikanan merupakan kegiatan pemanfaatan perairan, termasuk di
dalamnya pesisir, laut dan perairan tawar. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Perikanan tangkap di
Indonesia, menurut lokasi kegiatannya dikelompokkan menjadi perikanan lepas pantai, perikanan pantai dan perikanan darat. Perikanan pantai adalah kegiatan menangkap ikan, udang, kerang – kerangan dan hewan air lainnya yang secara liar hidup di perairan sekitar pantai.
Dalam perikanan tangkap pada umumnya
terdapat suatu masalah yang dihadapi yaitu menurunnya hasil tangkapan yang disebabkan adanya penangkapan berlebih, degradasi kualitas fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan (Dahuri et al., 2004). 2.5
Recreation Opportunity Spectrum (ROS) Recreation Opportunity Spectrum (ROS) merupakan suatu kerangka
pemikiran konseptual untuk membantu memperjelas hubungan antara kondisi kawasan, aktivitas dan pengalaman rekreasi (Clark dan Stankey 1979; Clark 1982 in Parkin et al., 2000). Dalam kerangka ini, parameter fisik (physical attribute), pengelolaan (managerial attribute) dan sosial (social attribute) digunakan untuk menguraikan kondisi kawasan rekreasi. Clark dan Stankey (1979) mendefinisikan bahwa ROS merupakan kombinasi dari kondisi fisik, biologi, sosial dan pengelolaan yang memberikan nilai bagi suatu kawasan. Sementara itu, ROS juga dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pemikiran yang digunakan dalam pengelolaan kawasan alam dan perencanaan kawasan wisata dengan tujuan menangani terjadinya suatu konflik penggunaan lahan melalui identifikasi kegiatan wisata berdasarkan pada tingkat keberagaman faktor alam, infrastruktur dan pengelolaan yang ada di suatu kawasan. Penerapan ROS bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan dalam pemanfaatan kawasan. Konsep ROS merekomendasikan pembagian zonasi dan kegiatan rekreasi dimana pemanfaatan kawasan diklasifikasikan dan dibagi berdasarkan kondisi lingkungan dan aktivitas rekreasi.
Pemanfaatkan dan mengembangkan suatu potensi pariwisata harus
memperhatikan faktor lingkungan, sosial dan pengelolaan sesuai dengan peruntukan dan tujuan pengembangan suatu kawasan.
FACTORS Natural
Environmental conditions
Unnatural
Low density
Social conditions
High density
Undeveloped
Managerial conditions
Developed
The Recreation Opportunity Spectrum Faktor lingkungan (environmental conditions) merupakan kodisi dari suatu kawasan apakah masih bersifat alami atau sudah terdapat campur tangan manusia. Faktor lingkungan suatu kawasan pariwisata sangat penting untuk menentukan jenis dan arah pengembangan wisata di kawasan tersebut. Faktor sosial (social conditions) menggambarkan intensitas pemanfaatan suatu kawasan wisata. Apabila pemanfaatan kawasan wisata telah mencapai tingkat yang tinggi maka untuk pengembangan selanjutnya diperlukan strategi – strategi tertentu guna mempertahankan kondisi yang telah ada menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya bila tingkat pemanfaatannya masih rendah, maka dibutuhkan program untuk memanfaatkan potensi yang ada secara optimal. Faktor pengelolaan (managerial conditions) merupakan faktor – faktor yang menunjukkan bagaimana kondisi pengelolaan di suatu kawasan wisata. Faktor ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan suatu kawasan wisata. Hasil identifikasi faktor – faktor tersebut dapat digunakan untuk menganalisis peluang pengembangan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata sesuai dengan potensi dan tingkat pengelolaan yang ada. Faktor utama dalam analisis ROS adalah identifikasi parameter kondisi kawasan rekreasi (setting).
Parameter kondisi kawasan rekreasi merupakan
kondisi keseluruhan dari kawasan rekreasi termasuk parameter fisik, sosial dan pengelolaan sebagai satu kesatuan. Parameter fisik berpengaruh terhadap jenis kegiatan wisata dan pada akhirnya menentukan tipe rekreasi yang dapat dikembangkan. ROS merangkum keragaman dari berbagai parameter kondisi kawasan wisata berdasarkan pengalaman tertentu. Kombinasi dari parameter – parameter tersebut membentuk suatu spektrum yang mengarah pada suatu jenis
tipe rekreasi yang dapat dikembangkan bagi kawasan wisata. Parameter kondisi kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) -
2.6
Parameter fisik/lingkungan (Physical Attributes) Sumberdaya alam (perairan dan daratan) Topografi wilayah Oseanografi Kualitas perairan Klimatologi Pembuangan limbah cair dan dampak
-
Parameter sosial (Social Attributes) Pendidikan dan tenaga kerja Demografi Persepsi terhadap kawasan wisata Isu dan permasalahan
Parameter pengelolaan (Managerial Attributes) - Sarana dan prasarana rekreasi - Transportasi dan komunikasi - Kebijakan pengelolaan - Kondisi pariwisata - Kondisi perikanan
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki
hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkungan darat (bumi), lingkungan laut, dan aktivitas manusia. Hubungan antara wilayah pesisir dan sistem sumberdaya pesisir disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara wilayah pesisir dan sistem sumberdaya pesisir (Scura et al., 1992 in Patria, 1999)
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Keterpaduan yang dimaksud mengandung tiga dimensi yaitu sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis (Dahuri et al., 2004). Keterpaduan sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration) dan antar tingkat pemerintah mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat (vertical horizon).
Apabila ditinjau
dari sudut pandang keilmuan, keterpaduan yang dimaksud mencakup pendekatan interdisiplin ilmu terkait seperti ekonomi, ekologi, sosiologi, hukum dan ilmu lainnya yang relevan (Dahuri et al., 2004). Beberapa tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menurut Cicin – Sain dan Knecht (1998) in Dahuri (2003b) adalah sebagai berikut : 1. Mencapai pembangunan daerah pesisir dan lautan yang berkelanjutan. 2. Mengurangi gangguan alam yang membahayakan daerah pesisir dan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya. 3. Mempertahankan proses ekologi, sistem pendukung kehidupan, dan keragaman hayati di daerah pesisir dan lautan. Dahuri et al., 2004 mengemukakan karakteristik utama dalam pengelolaan sumberdaya dan wilayah pesisir secara terpadu, yaitu : 1. Mempunyai batas fisik (geografis) yang jelas dari kawasan yang akan dikelola baik batas tegak lurus garis pantai maupun batas yang sejajar garis pantai. 2. Tujuannya
untuk
meminimalkan
konflik
kepentingan
dan
konflik
pemanfaatan sumberdaya sehingga diperoleh manfaat secara optimal dan berkesinambungan. 3. Merupakan suatu proses secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang panjang. 4. Perencanaan dan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir disusun berdasarkan karakteristik dan dinamika termasuk keterkaitan ekologis dari kawasan pesisir.
5. Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya dan wilayah pesisir secara terpadu tidak mungkin didekati secara monodisiplin, tetapi harus menggunakan pendekatan interdisiplin keilmuan ekologi, ekonomi, keteknikan sosial ekonomi budaya dan politik. 6. Harus ada tatanan kelembagaan yang khusus menangani pengelolaan kawasan pesisir, terutama untuk mengamankan tahap perencanaan dan pemantauan serta evaluasi Sebagai suatu kesatuan ekologis, wilayah pesisir tersusun atas berbagai ekosistem mulai dari mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir dan lainnya) yang saling terkait satu sama lain.
Perubahan atau kerusakan yang
menimpa satu ekosistem akan berdampak pula pada ekosistem yang lain. Oleh karena itu dalam melakukan pengelolaan terhadap kawasan pesisir harus memperhatikan keterkaitan ekologis dan mengedepankan aspek kelestarian lingkungan. Dahuri et al. (2004) menjelaskan bahwa secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu : (1) keharmonisan spasial (spatial suitability), (2) kapasitas asimilasi (assimilative capacity) dan (3) pemanfaatan berkelanjutan.
Prinsipnya adalah pengelolaan
wilayah pesisir secara tepadu dapat mengakomodasikan adanya spektrum zonasi di wilayah pesisir dan lautan yaitu (1) daerah pedalaman (inland areas); (2) daratan pantai (coastal lands); (3) perairan pantai (coastal waters); (4) perairan lepas pantai (offshore waters) dan laut bebas (high sea); dimana masing – masing zona tersebut memiliki kepemilikan, ketertarikan pemerintah serta institusi yang berbeda. Bila ditinjau secara empiris pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan merupakan sebuah keharusan. Hal ini dapat dilihat dari adanya keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian, kerusakan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan lain – lain) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan) maka akan memberikan dampak negatif berupa rusaknya tatanan dan fungsi ekologis baik
kawasan pesisir daratan dan lautan (Dahuri et al., 2004).
Keberlanjutan
merupakan suatu konsep nilai yang meliputi tanggung jawab generasi saat ini terhadap generasi akan datang tanpa harus mengorbankan peluang generasi sekarang untuk tumbuh dan berkembang serta meletakkan dasar – dasar pengembangan bagi generasi – generasi mendatang (WCED, 1987 in Patria, 1999). Keberlanjutan dari kegiatan wisata pesisir dan laut tidak terlepas dari aspek daya dukung kawasan secara ekologis dan sosial ekonomi mampu menopang kegiatan tersebut. Savariades (2000) in Adrianto (2006a) menyatakan bahwa daya dukung dalam kegiatan pariwisata itu merupakan kemampuan daerah tujuan wisata menerima kunjungan sebelum dampak negatif timbul dan sebuah level dimana arus wisatawan mengalami penurunan akibat keterbatasan kapasitas yang muncul dari dalam tingkah laku wisatawan itu sendiri. Sementara itu, Davis and Tisdell (1996) in Adrianto (2006a) mendefinisikan bahwa daya dukung di dalam kegiatan wisata adalah maksimum jumlah turis yang dapat ditoleransi tanpa menimbulkan dampak tidak dapat pulih dari ekosistem/lingkungan dan pada saat yang sama tidak mengurangi kepuasan kunjungan. Daya dukung kawasan pesisir didefinisikan sebagai populasi maksimum dari suatu spesies yang dapat mendukung keberlanjutan, untuk jangka waktu yang lama dan terdapat perubahan tanpa disertai degradasi sumberdaya alam yang dapat mengurangi kemampuan populasi maksimum di masa yang akan datang (Kirchner et al., 1985; Munn, 1989 in Dahuri, 1998). Dasar dalam definisi daya dukung ekosistem ditentukan oleh kemampuan ekosistem untuk menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan sebagai contohnya: ruang untuk hidup, daerah rekreasi, udara yang bersih, dan kemampuan ekosistem untuk mengatur buangan limbah (Dahuri, 1998). Konsep konsep daya dukung dalam konteks rekreasi terpusat pada dua hal yaitu: (1) biophysical components; dan (2) behavioral components (Savariades, 2000 in Adrianto, 2006a). Daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu (Manik, 2003). Daya dukung suatu wilayah sangat ditentukan oleh potensi sumberdaya (alam, buatan dan manusia), teknologi untuk mengelola sumberdaya (alam dan buatan), serta jenis pekerjaan dan pendapatan penduduk. Ketersediaan sumberdaya alam yang
dapat dikelola dan dimanfaatkan manusia akan meningkatkan daya dukung lingkungan. 2.7
Sistem sosial ekologi (Social Ecological System) Wilayah pesisir memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang sangat
tinggi. Adanya tekanan dari sistem ekonomi terhadap pemanfaatan kawasan tidak dapat dihindarkan, termasuk dalam pemanfatannya untuk kegiatan wisata. Pengelolaan menjadi faktor kunci yang harus diupayakan agar kelestarian ekosistem dan pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir dapat berkelanjutan. Beberapa kasus membuktikan bahwa kelestarian ekosistem masih dianggap kurang penting dalam visi pembangunan berbasis sosial ekonomi termasuk dalam pembangunan bidang wisata selama ini. Pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan sistem sosial ekologi (sosial ecological system), dimana unit analisa bagi dinamika pembangunan adalah unit sosial ekologi (sosial ecological unit). Menurut Anderias et al. (2004) in Adrianto (2006b), sistem sosial ekologi didefinisikan sebagai unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, danau, terumbu karang, pantai yang berasosiasi dengan proses sosial. Sementara itu, Folke (1998); Carpenter dan Folke (1996) in Adrianto (2006b) mendefinisikan sistem sosial ekologi sebagai sistem perpaduan antara alam dan masyarakat yang memiliki hubungan timbal balik. Unit sosial ekologi sangat relevan di wilayah pesisir, mengingat pada dasarnya dinamika wilayah ini adalah interaksi bersama – sama (co exist) antara dinamika sosial ekonomi dan ekosistem. Pengelolaan yang berbasis pada pendekatan ini adalah pengelolaan berbasis sosial ekosistem (sosio ecosystem based management). Pendekatan kontemporer pengelolaan berbasis sosial ekosistem pada dasarnya adalah integrasi antara pemahaman ekologi (ecological understanding) dan nilai – nilai sosial ekonomi (sosio economics value). Tujuan dari pengelolaan berbasis sosial ekologi adalah memelihara dan menjaga kelestarian serta integritas ekosistem, sehingga pada saat yang sama mampu menjamin keberlanjutan suplai sumberdaya untuk kepentingan sosial ekonomi manusia.
III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan,
Jawa Timur. Secara geografis Kabupaten Pacitan membentang antara 07°55’ LS sampai dengan 08°17’ LS dan 110°55’ BT sampai dengan 111°25’ BT dengan luas wilayah mencapai 1.419,44 km2. Pantai Teleng Ria yang menjadi objek penelitian terletak di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4, Lampiran 4,
Lampiran 5, dan Lampiran 6. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008. Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Mei 2008 untuk memperoleh informasi awal tentang daerah dan objek penelitian melalui observasi langsung. Penelitian utama dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai Agustus 2008. Pengambilan data sampel air laut sebagai data pendukung dilakukan pada tanggal 8 Juli 2008. 3.3.
Metode penelitian Data yang dikumpulkan mencakup keadaan umum kawasan Pantai Teleng
Ria dan Pantai Tamperan terutama dari potensi sumberdaya alam (perairan maupun daratan) yang berkaitan dengan kegiatan wisata, identifikasi isu dan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kawasan wisata serta kebijakan pengelola terkait dengan aktivitas wisata yang sedang berlangsung. Setelah itu dilakukan analisis data untuk menilai kesesuaian ekologis Pantai Teleng Ria untuk kegiatan wisata pantai, mengestimasi daya dukung kawasan dan daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria untuk kegiatan wisata pantai. Terakhir dilakukan analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS) berdasarkan pada beberapa parameter antara lain parameter fisik, sosial dan pengelolaan yang telah diidentifikasi untuk mengetahui spektrum peluang ekowisata pantai bagi pengelolaan kawasan Pantai Teleng Ria secara berkelanjutan.
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
3.3
Pengumpulan dan analisis data Secara umum data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan
sekunder. Masing – masing data diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda. 3.3.1 Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, persepsi terhadap kawasan, kebijakan pengelolaan, isu – isu dan permasalahan yang terjadi serta kualitas perairan. Adapun jenis, sumber dan cara pengambilan data primer dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam memperoleh data primer dilakukan dengan menggunakan suatu metode.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama
penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. a. Wawancara Bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, pegawai dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian serta wisatawan.
Dinas yang selama ini
mengelola adalah Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan. Penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling yang terdiri dari penduduk sekitar, pengelola kawasan wisata, dan pegawai dalam kawasan wisata.
Sementara itu, penentuan responden wisatawan dilakukan
dengan metode accidental sampling.
Pertimbangan menggunakan metode
purposive sampling karena metode pengambilan sampel dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan wisata, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sementara itu, pemilihan menggunakan metode accident sampling untuk responden wisatawan berdasarkan kemudahan pengambilan data yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. Responden yang diambil untuk penduduk dan wisatawan masing – masing sebanyak 30 orang.
Tabel 3. Jenis, sumber dan cara pengambilan data primer No 1
Nama data Keadaan umum lokasi a. Sarana prasarana - Arena bermain - Penginapan - Gardu pandang - Rumah makan - Kamar mandi/WC - Jalan beraspal dan tempat parkir - Tempat sampah dan pembuangannya - Kolam renang - Pelabuhan - Area perkemahan b. Oseanografi kawasan - Kedalaman perairan - Arus c. Pendidikan dan tenaga kerja d. Transportasi dan komunikasi
2.
e. Kondisi wisata - Banyaknya wisatawan - Antusias wisatawan - Perilaku wisatawan - Karcis masuk f. Pembuangan limbah dan dampaknya Persepsi terhadap kawasan wisata a. Penduduk b. Wisatawan c. Pemerintah daerah yang mengelola
3.
Kebijakan pengelolaan
4.
Isu – isu dan permasalahan yang terjadi
5.
Kualitas perairan a. Suhu b. Kecerahan c. pH d. DO e. BOD f. Bau g. Salinitas h. Padatan Tersuspensi Total i. Sampah j. Bakteri E. Coli (fecal)
Sumber data
Cara pengambilan data
Responden, lapangan
Wawancara, observasi lapang
Lapangan
Observasi lapang
Responden, lapangan Responden, lapangan Lapangan
Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Observasi lapang
Lapangan
Observasi lapang
Responden, lapangan Responden, lapangan Responden, lapangan Responden, lapangan Responden, lapangan
Wawancara, lapang Wawancara, lapang Wawancara, lapang Wawancara, lapang Wawancara, lapang
Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan
Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang
observasi observasi observasi observasi observasi
b. Observasi lapang Merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter lingkungan yang diperlukan dalam penelitian ini. Parameter yang dimaksud meliputi kualitas air, kondisi lingkungan maupun pemukiman penduduk. Contoh air untuk analisis kualitas air diambil dari lima stasiun yang terletak di perairan Pantai Teleng Ria. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air ditentukan dengan bantuan GPS60 merk Garmin. Pemilihan lima stasiun pengamatan tersebut berdasarkan pada panjang pantai yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu, posisi stasiun yang menyebar sepanjang pantai diharapkan dapat mewakili karakteristik fisika, kimia dan biologi air laut disepanjang Pantai Teleng Ria. Posisi masing – masing stasiun pengambilan contoh kualitas air disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 6. Tabel 4. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air Stasiun Posisi 1 08° 13,329’ LS dan 111° 04,920’ BT 2 08° 13,445’ LS dan 111° 04,823’ BT 3 08° 13,557’ LS dan 111° 04,722 BT 4 08° 13,642’ LS dan 111° 04,629’ BT 5 08° 13,461’ LS dan 111° 04,935’ BT
Adapun parameter kualitas air yang dianalisis adalah suhu, kecerahan, pH, DO (oksigen terlarut), BOD (Biochemical Oxygen Demand), bau, sampah, salinitas, TSS (Total Suspended Solid) serta E. Coli.
Alat, bahan, dan
pengukuran contoh kualitas perairan disajikan dalam Tabel 5. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 10 Juli 2008 sampai dengan 15 Juli 2008 antara lain DO, BOD dan Padatan Tersuspensi Total (TSS). Sementara itu, analisis bakteri E. Coli dilakukan di Laboratorium Service SEAMEO Biotrop Bogor pada tanggal 16 Juli 2008 sampai 18 Juli 2008.
Tabel 5. Alat, bahan dan pengukuran contoh kualitas perairan Parameter 1 1. Fisika a. Suhu
b. Kecerahan
Insitu 2
Laboratorium 3
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer. Termometer di celupkan pada perairan, pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun. Suhu yang di ukur adalah suhu permukaan air. Hasil pengukuran merupakan suhu rata – rata. Satuan dari suhu adalah oC. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Secchi disc sebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun. Secchi disc dimasukkan ke dalam perairan secara perlahan-lahan, kemudian setelah mulai tidak tampak diukur kedalamannya (D1). Secchi disc diturunkan sedikit lagi sampai tidak tampak, kemudian diangkat secara perlahan-lahan. Setelah tampak kembali catat kedalamannya (D2). Nilai kecerahan dihitung dengan menggunakan
-
rumus :
c. Bau
d. Padatan Tersuspensi Total (TSS)
-
Kecerahan = D1 + D2 .
2
Satuan dari kecerahan adalah meter (m). Pengukuran bau dilakukan dengan menggunakan indera penciuman terhadap air sampel yang diambil pada setiap stasiun. Air tersebut diambil dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler. Air sampel tersebut di hirup apakah berbau tidak enak atau tidak. Air sampel diambil di setiap stasiun sebanyak tiga kali ulangan menggunakan Kemmerer Water Sampler. Ulangan tersebut dilakukan secara vertikal yaitu permukaan, tengah dan bawah. Ulangan tersebut dianggap mewakili kolom perairan dari tiap stasiun. Total air sampel yang diambil pada setiap ulangan sebanyak 10 liter, dimasukkan ke dalam botol sampel. Kemudian air sampel tersebut dimasukkan ke dalam cool box yang diberi es untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Alat dan bahan yang digunakan adalah kertas saring milipore (0,45 µm), tabung erlenmeyer, gelas ukur, pipet, oven merk Emmert, mangkuk porselen, desikator, vacuum pump, akuades, air contoh dan timbangan digital merk And tipe ER-120A. Nilai TSS ditentukan dari selisih bobot filter yang telah digunakan untuk menyaring air sampel dan bobot filter awal. Prosedur penentuan TSS : - Filter (Milipore dengan porositas 0,45 µm) dan “vacuum pump” disiapkan dan 2 x 20 ml akuades disaring. - Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada temperatur 103-105 oC, dinginkan dalam desikator lalu ditimbang B (mg). - Diambil 100 ml air sampel dengan gelas ukur, aduk dan disaring menggunakan kertas saring (filter) yang telah ditimbang. Residu dan filter dikeringkan dalam oven 103-105 oC selama ±1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A mg). Rumus: TSS ( mg / L ) =
(A
− B)
1000 mlsampel
A = Berat (mg) kertas milipore dan residu B =Berat kertas milipore awal kertas saring milipore ( 0,45 µm)
1 e. Sampah
2. Kimia a. pH
b. DO (Oksigen terlarut)
2 Pengukuran dilakukan secara visual menggunakan indera penglihatan. Dilihat di setiap stasiun maupun di sekitar stasiun terdapat sampah atau tidak.
3 -
Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan secara langsung pada setiap stasiun dengan satu kali ulangan. Pengukuran dilakukan menggunakan pH-Indicator Strips, yaitu dengan mencelupkan pH-Indicator Strips pada permukaan perairan. Perubahan warna pada pH-Indicator Strips dicocokkan dengan gambar, dicari warna yang sesuai sehingga diperoleh nilai pH nya. Contoh air diambil dari tiap stasiun masing – masing sebanyak tiga kali ulangan. Air diambil menggunakan Kemmerer Water Sampler dan dimasukkan ke dalam Botol BOD 125 ml, ditambah 20 tetes MnSO4 dan 20 tetes NaOH + KI. Botol kemudian dikocok dan didiamkan hingga terbentuk endapan, ditambahkan 20 tetes H2SO4, dikocok hingga larut. Air sampel diambil sebanyak 50 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (normalitas 0.0247) hingga berwarna kuning menggunakan alat suntik. Setelah itu ditambah Amilum hingga larutan berwarna biru dan dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 (normalitas 0.0247) sampai larutan tidak berwarna. Dihitung larutan Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :DO (mg/L) =
-
-
(ml titran) x( N − thiosulfat) x8x1000 (ml botol BOD) − (ml reagen) (ml sampel) x (ml botol BOD)
c. BOD5
Air sampel diambil di setiap stasiun sebanyak tiga kali ulangan menggunakan Kemmerer Water Sampler. Ulangan tersebut dilakukan secara vertikal yaitu permukaan, tengah dan bawah. Ulangan tersebut dianggap mewakili kolom perairan dari tiap stasiun. Total air contoh yang diambil pada setiap ulangan sebanyak 10 liter, dimasukkan ke dalam botol sampel. Kemudian air contoh tersebut dimasukkan ke dalam cool box yang diberi es untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Air sampel dari tiap stasiun pada masing-masing ulangan dimasukkan ke dalam botol BOD yang sudah ditutup plastik hitam. Untuk pengukuran, dibuat air sampel untuk penghitungan DO3 dan DO5 dari tiap stasiun tersebut. Pada hari ke nol diukur nilai DO dengan menggunakan DO meter merk Orion model 862. Do meter tersebut dimasukkan ke dalam botol BOD yang akan diukur kemudian dilihat nilai DO dan suhu yang tertera pada DO meter. Dilakukan pencatatan terhadap nilai tersebut. Dilakukan pengukuran dengan cara yang sama untuk DO3 maupun DO5. karena nilai oksigen pada DO5 belum habis, maka untuk penghitungan BOD menggunakan nilai DO5. Penghitungan dengan menggunakan rumus : BOD (mg/l) = (DO1 – DO5) x Faktor pengenceran
1 d. Salinitas
3. Biologi a. E. Coli
2 Air sampel diambil, diteteskan sebanyak satu tetes pada Refraktometer merk Atago tipe S/Mill-E kemudian dilihat nilainya dan dicatat. Dari tiap stasiun dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Nilai salinitas yang diperoleh dari masing-masing stasiun di rata-rata Setiap pengukuran dengan menggunakan refraktometer dibersihkan dengan menggunakan aquades agar nilainya kembali ke nol.
3 -
Air sampel diambil dengan menggunakan Kemerer Water Sampler. Pengambilan sampel tersebut dilakukan di tiap stasiun dengan satu kali ulangan. Air yang telah diambil tersebut dimasukkan ke dalam botol khusus yang telah disterilkan dan disimpan. Kemudian dilakukan analisis laboratorium terhadap sampel air tersebut
Analisis laboratorium menggunakan uji MPN dengan seri tabung 5. Sampel cair dalam botol ditumbuhkan pada media Lauryl Tryptose Broth, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Jika tidak ada gelembung yang terdapat dalam tabung durham maka tabung diinkubasi sampai 48 jam. Uji MPN dengan menggunakan 5 seri tabung masing-masing tabung berisi 10 ml, 1 ml, 0,1 ml, 0,01 ml dan 0,001 ml contoh. Dari tabung-tabung positif tersebut diambil suspensi menggunakan jarum ose dan masing-masing ditumbuhkan dalam EC medium. Untuk E.Coli dengan suhu inkubasi 44,5 ± 2 0C. Kemudian dihitung jumlah tabung positif (terbentuknya gas pada tabung durham). Jumlah tabung positif merupakan kombinasi MPN, kemudian disesuaikan dengan tabel untuk prosedur yang menggunakan 15 tabung masing-masing berisi 10 ml, 1 ml, 0,1 ml, 0,01 ml dan 0,001 ml jumlah contoh dan ditentukan indeks nilai MPN per 100 ml. Dari nilai indeks MPN yang diperoleh tersebut dimasukkan ke dalam rumus : Jumlah MPN = 1 Nilai MPN x Volume pengencer yang di tengah
Hasil pengukuran dan analisa data kualitas perairan yang diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan baku mutu kualitas air untuk pariwisata bahari. Baku mutu kualitas air tersebut berdasarkan Menteri Lingkungan Hidup Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut. Adapun Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51/MENLH/2004 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Lampiran Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari No A 1 2 3 4 5 B 1 2 3 4 C 1
Parameter FISIKA Suhuc Kecerahana Bau Padatan Tersuspensi Totalb Sampah KIMIA pHd Oksigen Terlarut (DO) BOD5 Salinitase BIOLOGI E. Coli (fecal)g
Satuan
Baku mutu
°C meter mg/l -
Alami 3 ( c ) >6 Tidak berbau 20 Nihil1 (4)
mg/l mg/l ‰
7 – 8,5 (d) >5 10 Alami 3 (e)
MPN/100 ml
200(g)
Keterangan : 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan) 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim) 4. Pengamatan oleh manusia (visual). a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman eufotik b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata – rata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata – rata musiman g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata – rata musiman
3.3.2
Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi,
kebijakan pengelolaan, isu – isu serta permasalahan yang terjadi. Adapun data sekunder yang dikumpulkan secara lengkap disajikan pada Tabel 7. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait seperti : Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan; Bappeda Kabupaten Pacitan; BPS Kabupaten Pacitan; UPT Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan Kabupaten Pacitan; serta TPI Tamperan. Sumber data sekunder yang dikumpulkan berupa buku penunjang, laporan, penelitian – penelitian sebelumnya, serta bentuk – bentuk artikel dan jurnal. Jenis data yang dikumpulkan dari sumber tersebut antara lain peta lokasi, jumlah penduduk, ketersediaan air tawar, produksi perikanan, jumlah wisatawan, pendapatan asli daerah dari sektor wisata dan
sebagainya. Data sekunder ini digunakan sebagai informasi pendukung dalam melakukan penilaian kesesuaian kawasan Pantai Teleng Ria untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Tabel 7. Jenis, sumber dan cara pengambilan data sekunder No 1
2. 3. 4.
Nama data Keadaan umum lokasi a. Batas administratif, luas wilayah, nama wilayah, batas wilayah studi b. Sarana prasarana - Arena bermain - Penginapan - Gardu pandang - Rumah makan - Kamar mandi/WC - Jalan beraspal dan tempat parkir - Tempat sampah dan pembuangannya - Kolam renang - Pelabuhan - Area perkemahan c. Demografi d. Topografi wilayah e. Oseanografi kawasan - Topografi - Angin dan musim - Gelombang - Pasang surut - Material penyusun pantai f. Klimatologi g. Pendidikan dan tenaga kerja h. Transportasi dan komunikasi i. Kondisi wisata - Banyaknya wisatawan - Antusias wisatawan - Perilaku wisatawan - Karcis masuk j. Kondisi perikanan - Potensi - Produksi perikanan - Prospek pengembangan - Pelabuhan dan tempat pelelangan ikan k. Pembuangan limbah dan dampaknya Sumberdaya alam (perairan dan daratan) Kebijakan pengelolaan Isu – isu dan permasalahan yang terjadi
Sumber data
Cara pengambilan data
Laporan
Studi pustaka
Laporan
Studi pustaka
Laporan Laporan
Studi pustaka Studi pustaka
Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan
Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka
Laporan
Studi pustaka
Laporan Laporan Laporan Laporan
Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka
3.4 Analisis kesesuaian kawasan 3.4.1 Analisis deskriptif Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau uraian singkat terkait hasil penelitian yang diperoleh. Analisis
deskriptif merupakan salah satu metode analisis data yang sederhana dan mampu memberikan informasi – informasi penting dari suatu penelitian. Penggunaan analisis jenis ini mampu menggambarkan tentang objek penelitian secara lebih rinci dan terarah. 3.4.2
Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai adalah analisis
untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan kawasan menyangga segala macam aktivitas wisata. Analisis ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan ekowisata yaitu untuk melakukan pengendalian, memperkirakan dampak lingkungan dan pembatasan pengelolaan sehingga tujuan wisata menjadi selaras. Menentukan kesesuaian wilayah merupakan pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa berapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi wisata, secara ekologis tetap memiliki keterbatasan sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam satu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Analisis kesesuaian wilayah dikaitkan dengan kegiatan di sekitar pantai seperti berjemur, bermain pasir, wisata olahraga, berenang dan aktivitas lainnya. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan 10 parameter yang memiliki empat klasifikasi penilaian.
Parameter tersebut antara lain kedalaman perairan,
tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar. Analisis ini diperlukan untuk melihat apakah kawasan wisata Pantai Teleng Ria masih memenuhi standar untuk wisata pantai.
Kriteria kesesuaian lahan untuk
wisata pantai disajikan pada Tabel 8. Rumus yang digunakan adalah rumus untuk kesesuaian wisata pantai (Yulianda, 2007):
[
IKW = ∑ Ni
Nmaks
Keterangan : IKW
] x100%
= Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Tabel 8. Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai. Parameter
Bobot
S1
Skor
S2
Skor
S3
Skor
N
Skor
Kedalaman perairan Tipe pantai
5
0–3
3
>3-6
2
>6 - 10
1
>10
0
5
Pasir putih
3
Pasir putih, sedikit karang
2
1
Lumpur berbatu, terjal
0
Lebar pantai Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai
5 3
>15 Pasir
3 3
10 - 15 Karang, berpasir
2 2
Pasir hitam, berkarang sedikit terjal 3 - <10 Pasir berlumpur
1 1
<3 Lumpur
0 0
3
3
>0,51
0
2
>0,34 0,51 >25-45
1
3
>0,17 0.34 10-25
2
3
00,17 <10
1
>45
0
1
>10
3
>5-10
2
3-5
1
<2
0
1
Lahan terbuka ,kelapa
3
2
Belukar tinggi
1
1
Tidak ada
3
2
Bulu babi, ikan pari
1
Ketersediaan air tawar
1
<0,5 km
3
< 0,5-1 (km)
2
>1-2
1
Hutan bakau, pemukiman ,pelabuhan Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu >2 km
0
Biota berbahaya
Semak belukar rendah, savana Bulu babi
0 0
Sumber : Yulianda (2007) Keterangan : Jumlah = (Skor x Bobot) dimana nilai maksimum = 84 S1 = Sangat sesuai dengan nilai 83 – 100 % S2 = Sesuai dengan nilai 50 - <83 % S3 = Sesuai bersyarat dengan nilai 17 - <50 % N = Tidak sesuai dengan nilai <17 % Kelas S1 : Kawasan ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan dan tidak akan menaikkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. Kelas S2 : Kawasan ini mempunyai pembatas – pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. Kelas S3 : Kawasan ini mempunyai pembatas – pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan/tingkat perlakuan yang diperlukan. Kelas N : Kawasan ini mempunyai pembatas permanen, sehingga menghambat segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.
Kegiatan wisata pantai merupakan semua aktivitas yang berlangsung di kawasan pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga, berenang, berkemah dan aktivitas lainnya. Parameter yang dijadikan kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai antara lain :
a. Kedalaman perairan Perairan yang relatif dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang diadakannya wisata pantai dimana para wisatawan dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Kedalaman 0 – 5 meter merupakan syarat yang paling sesuai untuk wisata pantai. Toleransi juga diberikan untuk kedalaman >5 – 10 meter, sedangkan kedalaman >10 meter dianggap kurang ideal untuk kegiatan ini. b. Material dasar perairan Material dasar perairan sangat menentukan kecerahan perairan. Daerah di sekitar pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk wisata pantai. Toleransi diberikan pada substrat pasir berkarang atau karang berpasir dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Substrat lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air. c. Kecepatan arus Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Kecepatan arus yang relatif lemah berkisar antara 0 – 0,17 m/dtk merupakan syarat yang ideal untuk aktivitas berenang, bermain air dan aktivitas lainnya. Kecepatan arus 0,17 – 0,34 m/dtk masih masuk dalam kategori sesuai dan kecepatan arus di atas 0,51 masuk dalam kategori tidak sesuai. d. Kecerahan perairan Wilayah dengan kondisi perairan yang cerah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata pantai. aktivitas lainnya.
Wisatawan dapat bermain air, berenang dan
Kecerahan perairan >30 meter merupakan syarat yang
sangat sesuai atau diinginkan untuk wisata pantai. Toleransi diberikan untuk kecerahan perairan >10 meter, sedangkan untuk kecerahan perairan <10 meter dianggap tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. e. Ketersediaan air tawar Ketersediaan air tawar merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam wisata pantai. Selain untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan mandi
setelah bermain air laut dan pasir pantai. Ketersediaan air tawar dilihat dari seberapa jauh sumber air tawar terhadap pantai. Jarak lokasi dengan sumber air <0,5 km merupakan syarat yang paling sesuai, sedangkan jarak >2 km merupakan jarak yang tidak sesuai untuk wisata pantai. f. Tipe pantai Dalam kaitannya dengan wisata pantai, pantai berpasir merupakan lokasi yang paling ideal untuk wisata pantai. Wisatawan dapat berjemur, berolah raga, menikmati pemandangan, bermain dengan santai. Toleransi juga diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun pada daerah yang sedikit terjal, sedangkan pantai berlumpur, berkarang maupun terjal dianggap tidak sesuai untuk kegiatan ini. g. Lebar pantai Lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan untuk lebar pantai kurang dari 3 meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai. h. Kemiringan pantai Kemiringan pantai berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan di pantai. Wisatawan sebagian besar menyukai pantai yang landai karena lebih mudah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kemiringan pantai yang kurang dari 10o dianggap paling sesuai untuk wisata pantai, sedangkan kemiringan pantai yang lebih dari 45o dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai karena dianggap curam. i. Biota berbahaya Lahan pantai yang nyaman untuk berbagai aktivitas adalah pantai yang aman. Pantai yang aman disini merupakan pantai yang bebas dari biota berbahaya seperti bulu babi, lepu dan hiu. j. Penutupan lahan pantai Penutupan lahan pantai merupakan faktor sekunder pada kegiatan wisata pantai.
Adanya rencana pengembangan pada suatu daerah untuk wisata
pantai, penutupan lahan yang ada dapat diubah sesuai dengan perencanaan.
Kecuali untuk daerah hutan lahan basah yang dilindungi, dapat dimasukkan kedalam lokasi yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata pantai. 3.4.3
Daya dukung kawasan untuk wisata pantai Kawasan wisata harus mengutamakan ketenangan dan kenyamanan bagi
wisatawan yang datang ke tempat tersebut. Wisatawan biasanya tidak mau bila ketenangan dan kenyamanan mereka terusik.
World Tourism Organization
(WTO) menetapkan standar kebutuhan ruang untuk mengetahui daya dukung kawasan terhadap jumlah wisatawan. Berdasarkan standar tersebut ditentukan besarnya daya dukung kawasan wisata untuk menampung jumlah maksimum wisatawan yang berkunjung tanpa membebani keseimbangan ekosistem. Begitu pula pada kawasan Pantai Teleng Ria, analisa daya dukung pantai berpasir dilakukan dengan membandingkan panjang pantai dan jumlah maksimum wisatawan yang mengunjungi kawasan dalam suatu periode tertentu. Hal ini juga diperlukan untuk mengetahui jumlah maksimal wisatawan yang dapat diterima kawasan wisata pantai berpasir dengan tetap mengutamakan kenyamanan dan kelestarian lingkungan.
Standar kebutuhan ruang fasilitas wisata di wilayah
pesisir ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Standar kebutuhan ruang fasilitas wisata di wilayah pesisir No 1
2
Parameter Kapasitas pantai a. Kelas rendah b. Kelas menengah c. Kelas mewah d. Kelas istimewa Air bersih
3
Akomodasi (penginapan)
a. b. a. b. c.
Faktor pembatas m2/orang orang / 20 – 50 m 10 2,0 – 5,0 15 1,5 – 3,5 20 1,0 – 3,0 30 0,7 – 1,5 Penginapan daerah pesisir 200 – 300 liter/hari Penginapan daerah pantai tropik 500 – 1000 liter/hari Ekonomi : 10 m2 / bed Menengah : 19 m2 / bed Istimewa : 30 m2 / bed atau 60 – 100 bed / ha
Sumber : Berdasarkan pengalaman Eropa dan Amerika dalam Wong (1991)
3.4.4
Daya dukung ekologis Analisa
daya
dukung
ekologis
digunakan
untuk
merencanakan
pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau – pulau kecil secara lestari. Penentuan daya dukung ekologis ini perlu dilakukan karena sumberdaya
wisata pesisir bersifat mudah rusak dan ruang untuk wisatawan sangat terbatas. Berdasarkan Yulianda (2007), penghitungan daya dukung ekologis wisata pantai dilakukan menggunakan rumus : DDK Keterangan :
DDK K Lp Lt Wt Wp
= K x
Lp Wt x Lt Wp
= Daya dukung ekologis = Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area = Luas atau panjang area yang dapat dimanfaatkan = Unit area untuk kategori tertentu = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari = Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk kegiatan tertentu
Potensi ekologis wisatawan ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang dilakukan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh wisatawan ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan alam dalam memberi toleransi kepada wisatawan sehingga keaslian sumberdaya alam akan tetap terjaga. Potensi ekologis wisatawan dan luas area kegiatan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Potensi ekologis wisatawan (K) dan luas area kegiatan (Lt). Jenis kegiatan
K (Σwisatawan)
Rekreasi pantai Wisata olah raga Berenang Berjemur Memancing Area berkemah
1 1 1 1 1 5
Unit area (Lt) 50 m 50 m 50 m 50 m 10 m 100 m2
Keterangan 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 10 panjang pantai 5 orang setiap 100 m2
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007)
Waktu kegiatan wisatawan (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata.
Waktu
wisatawan diperhitungkan dengan mempertimbangkan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt).
Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam
satu hari, dan rata – rata waktu kerja sekitar 10 jam (07.00 - 17.00). Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No.
Kegiatan
1. Berenang 2. Berjemur 3. Rekreasi pantai 4. Wisata olah raga 5. Memancing 6 Berkemah Sumber : Modifikasi Yulianda (2007)
3.4.5
Waktu yang dibutuhkan Wp - (jam) 2 2 3 2 3 24
Total waktu 1 hari Wt - (jam) 4 4 6 4 6 24
Persepsi wisatawan terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan Analisis mengenai persepsi wisatawan digunakan untuk mengetahui
tingkat keindahan dan kenyamanan objek wisata Pantai Teleng Ria. Tingkat keindahan dan kenyamanan menurut Yulianda (2004) dibagi atas keindahan dan kenyamanan alam lokasi wisata. Penilaian terhadap keindahan kawasan dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan (kuisioner) yang ditujukan kepada wisatawan. Keindahan yang dinilai adalah keindahan alami, tidak termasuk buatan manusia. Secara kuantitatif dapat dihitung dengan rumus (Yulianda, 2004) :
Ka =
ERs x100% ERo
Keterangan : ERs : Jumlah responden yang mengatakan indah ERo : Jumlah seluruh responden Ka : Nilai keindahan alam (%) Kriteria/nilai keindahan alam : Ka ≥ 75% : indah (3) 40% ≤ Ka ≤ 75% : cukup indah (2) Ka < 40% : tidak indah (1)
Kenyamanan kawasan merupakan nilai yang diberikan oleh wisatawan terhadap rasa kelapangan, ketentraman dan keamanan.
Nilai kenyamanan
dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan yang ditujukan kepada wisatawan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus (Yulianda, 2004) : Na =
ERs x100% ERo
Keterangan : Ers : Jumlah responden yang mengatakan nyaman Ero : Jumlah seluruh responden Na : Nilai kenyamanan alam (%) Kriteria/nilai kenyamanan alam : Na ≥ 75% : nyaman (3) 40% ≤ Na ≤ 75% : cukup nyaman (2) Na < 40% : tidak nyaman (1)
3.5
Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS)
Recreation Opportunity Spectrum merangkum keragaman dari recreation setting (kondisi rekreasi) berdasarkan pengalaman tertentu. Recreation setting attribute (parameter kondisi kawasan rekreasi) terdiri dari parameter fisik atau lingkungan (physical attribute), sosial (social attribute) dan pengelolaan (managerial attribute).
Kombinasi dari parameter – parameter tersebut
membentuk aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu pengalaman, kemudian dilakukan penghitungan terhadap parameter kondisi kawasan rekreasi dengan menggunakan metode skoring Salah satu cara yang paling sering digunakan dalam menentukan skor adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah ukuran gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas pertanyaan – pertanyaan.
Dengan
demikian, skala Likert sebenarnya bukan skala, melainkan suatu cara yang lebih sistematis untuk memberi skor pada indeks (Singarimbun dan Effendi, 1995 in Waryanto dan Millafati, 2006). Masing – masing parameter kawasan rekreasi diberikan penilaian bobot berdasarkan tingkat kepentingan dalam penentuan kawasan ekowisata, parameter fisik atau lingkungan merupakan parameter yang paling penting, sehingga diberi bobot 0,5. Selanjutnya parameter pengelolaan menempati tingkat kepentingan kedua setelah parameter fisik sehingga diberi bobot 0,3.
Parameter sosial
merupakan parameter yang menempati tingkat kepentingan paling terakhir sehingga diberi bobot 0,2 (Adrianto 2008, komunikasi pribadi).
Skala pada
penelitian ini terdiri atas 3 tingkatan untuk masing – masing parameter yaitu 1 untuk kondisi kurang baik, 2 untuk kondisi sedang dan 3 untuk kondisi baik. Nilai skoring sub parameter dikalikan dengan bobot masing – masing parameter. Hasil penjumlahan dari masing – masing parameter di buat dalam grafik. Pemberian skor dan bobot disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Pemberian skor dan bobot No 1 1
2
Parameter 2
Kriteria 3
Bobot 4
Skor 5
Baik
0,5
3
Cukup Kurang
0,5 0,5
2 1
Baik Cukup
0,5 0,5
3 2
Kurang
0,5
1
Baik
0,5
3
Cukup
0,5
2
Kurang
0,5
1
Baik Cukup Kurang
0,5 0,5 0,5
3 2 1
Baik
0,5
3
Cukup
0,5
2
Kurang
0,5
1
Baik Cukup Kurang
0,3 0,3 0,3
3 2 1
Baik
0,3
3
Cukup
0,3
2
Kurang
0,3
1
Baik
0,3
3
Cukup Kurang
0,3 0,3
2 1
Fisik (P) - Potensi Sumber Daya Alam Pantai, perikanan, mangrove, terumbu karang, lamun Perikanan, pantai Tidak ada sumberdaya yang dapat dimanfaatkan - Topografi wilayah Pantai berpasir, dengan kemiringan < 10o Pantai berpasir hitam dengan sedikit karang, dengan kemiringan 10 - 45o Pantai lumpur berbatu terjal, dengan kemiringan > 45o - Oseanografi Arus 0 – 0,17 m/dtk, tinggi gelombang (untuk surfing) >50 cm Arus 0,17 – 0,51 m/dtk, tinggi gelombang (untuk surfing) 30 – 50 cm Arus > 0,51 m/dtk, tinggi gelombang (untuk surfing) 0 – 30 m - Kualitas Perairan Secara umum sesuai baku mutu Kurang sesuai dengan baku mutu Tidak sesuai dengan baku mutu - Klimatologi Curah hujan sedang, angin dengan kecepatan 0 – 10 knot dan suhu udara 25 – 27 oC Curah hujan sedang, angin dengan kecepatan 10 – 25 knot dan suhu udara 27 – 32 oC Curah hujan tinggi atau rendah, angin dengan kecepatan > 35 knot dan suhu udara > 32 oC Pengelolaan (M) - Ketersediaan sarana prasarana Lengkap dan tidak ada yang rusak Lengkap dan ada yang rusak Tidak lengkap dan ada yang rusak - Transportasi Tersedia sarana transportasi dalam jumlah yang memadai, kawasan mudah dijangkau Tersedia sarana transportasi dalam jumlah yang kurang memadai, kawasan mudah dijangkau Tersedia sarana transportasi dalam jumlah yang kurang memadai, kawasan susah dijangkau - Media Informasi dan komunikasi Jaringan telepon, televisi, radio, koran, majalah, internet Televisi, radio, koran, majalah Televisi, radio
1
2
3
4
Pengelolaan (M) - Kondisi wisata Baik sudah dikelola Baik 0,3 Baik belum dikelola Cukup 0,3 Kurang baik, tidak dikelola Kurang 0,3 - Kondisi perikanan Potensi banyak, pemanfaatan optimal Baik 0,3 Potensi banyak, pemanfaatan belum optimal Cukup 0,3 Potensi kurang, pemanfaatan tidak optimal atau Kurang 0,3 tidak adanya potensi - Pembuangan limbah cair Dilakukan pengelolaan secara sistematis, ada Baik 0,3 pembatasan Pengelolaan sederhana Cukup 0,3 Belum dikelola, di buang begitu saja ke perairan Kurang 0,3 Sosial (S) 3 - Tingkat pendidikan SLTA – Akademi/PT Baik 0,2 SD-SLTP Cukup 0,2 Tidak sekolah – SD Kurang 0,2 - Tenaga kerja Penduduk sekitar Baik 0,2 Orang luar dan penduduk sekitar Cukup 0,2 Orang luar Kurang 0,2 - Demografi Kepadatan rendah Baik 0,2 Kepadatan sedang Cukup 0,2 Kepadatan tinggi Kurang 0,2 - Persepsi terhadap kawasan Indah dan nyaman Baik 0,2 Cukup indah dan cukup nyaman Cukup 0,2 Tidak indah dan tidak nyaman Kurang 0,2 - Isu Tidak terdapat permasalahan Baik 0,2 Permasalahan tidak mempengaruhi kawasan Cukup 0,2 Permasalahan mempengaruhi kawasan Kurang 0,2 Sumber : Modifikasi Cemporaningsih (2007), Yulianda (2007) dan Masrul (2002)
5 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1
Hasil yang diperoleh tersebut kemudian dibuat grafik. Grafik dibuat untuk masing – masing parameter untuk melihat faktor – faktor yang memiliki nilai yang lebih baik sehingga diketahui spektrum peluang ekowisata pantai. Grafik hasil perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) merupakan hasil dari ketiga parameter yang telah dihitung nilai rata – ratanya. Grafik hasil perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute) disajikan pada Gambar 5.
Rata -rata (bobot x skor)
0.6 (∑P)/n 0.5 (∑M)/n
0.4
(∑S)/n
0.3 0.2 0.1 0 Fisik (P)
Pengelolaan (M)
Sosial (S)
Parameter
Gambar 5. Grafik hasil perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Attribute)
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi umum daerah penelitian
4.1.1
Kondisi geografis, luas, dan batas wilayah
4.1.1.1 Kabupaten Pacitan
Kabupaten Pacitan terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur. Letak Kabupaten Pacitan secara geografis berada pada 100°55’ - 111°25’ BT, 07°55’ 08°17’ LS dengan luas wilayah 1.419,44 km2. Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan tanah kapur yang merupakan bagian pegunungan kapur selatan, dan membentang dari Gunung Kidul hingga Trenggalek menghadap ke Samudera Hindia. Secara administratif, Kabupaten Pacitan dibagi menjadi 4 wilayah pembantu bupati, 12 wilayah kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa. Kabupaten ini merupakan pintu gerbang Propinsi Jawa Timur bagian Selatan dan berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun batas wilayah Kabupaten Pacitan sebagai berikut : Sebelah Timur
: Kabupaten Trenggalek,
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia,
Sebelah Barat
: Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah),
Sebelah Utara
: Kabupaten Ponorogo
Wilayah Kabupaten Pacitan berada pada ketinggian 0 – 1500 meter di atas permukaan laut (dpl) yang terdiri atas wilayah yang berada pada 7 – 25 m dpl sebesar 2,62%; 25 – 100 m dpl sebesar 2,67%; 100 – 500 m dpl sebesar 52,68%; 500 – 1000 m dpl sebesar 36,43% dan >1000 m dpl sebesar 5,59% (Balitbang, 2003). Jenis tanah yang ada di Kabupaten Pacitan adalah alluvial kelabu endapan liat seluas 3.969 Ha atau 4,04%, assosiasi litosol dan mediteran merah seluas 4.629 Ha atau 4,71%, litosol campuran tuf dan bahan vulkan seluas 58.097 Ha atau 59,15% dan kompleks litosol kemerahan dan litosol seluas 31.529 Ha atau 32,10% (Balitbang, 2003). Berdasarkan tingkat kemiringannya, komposisi lahan di Kabupaten Pacitan dapat digolongkan menjadi datar, dengan kemiringan sampai dengan 5% sebesar 4%, berombak dengan kemiringan 6 – 10% sebesar 10%, bergelombang dengan kemiringan 11 – 30% sebesar 4%, berbukit dengan
kemiringan 31 – 50% sebesar 52% serta bergunung dengan kemiringan >50% sebesar 10% (Balitbang, 2003). 4.1.1.2 Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan
Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan terletak pada satu garis pantai yang dipisahkan oleh Sungai Teleng.
Pantai Tamperan bersebelahan dengan
Pantai Teleng Ria karena masih dalam satu kesatuan Teluk Pacitan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Pantai Teleng Ria Pantai Tamperan
Gambar 6. Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan. (Dokumentasi pribadi, 2008).
Pantai Teleng Ria sebagai objek penelitian terletak di Kecamatan Pacitan tepatnya di Kelurahan Sidoharjo, merupakan satu – satunya pantai yang paling dekat dengan ibukota Kabupaten Pacitan, kurang lebih tiga kilometer.
Luas
kecamatan Pacitan adalah 71,13 km2, sedangkan luas Kelurahan Sidoharjo adalah 8,36 km2. Kelurahan Sidoharjo terdiri atas dataran seluas 725 Ha dan perbukitan/pegunungan seluas 722,705 Ha. Kelurahan Sidoharjo memiliki lahan kritis seluas 20 Ha dan lahan terlantar seluas 15 Ha.
Tinggi tempat dari
permukaan laut antara 1 meter sampai dengan 150 meter (Kelurahan Sidoharjo, 2007). Pantai Teleng Ria merupakan pantai yang terletak di Teluk Pacitan dengan luas lahan mencapai 40 Ha. Pantai ini relatif landai serta terlindung dari ombak dengan panjang pantai mencapai 2,5 kilometer. Pantai berpasir di sebelah utara memiliki relief hampir datar dengan perbedaan tinggi antara titik terendah dan titik tertinggi kurang dari 5 meter.
Sementara itu, Pantai Tamperan yang
merupakan sisi teluk bagian barat memiliki relief berombak (perbedaan tinggi dapat melebihi 5 meter tapi kurang dari 25 meter) (Balitbang, 2003). Pantai Teleng Ria kondisinya relatif landai.
Pantai Teleng Ria lebih
dikembangkan untuk kegiatan wisata sedangkan Pantai Tamperan meskipun dimanfaatkan sebagai kawasan wisata, namun lebih diutamakan untuk kegiatan perikanan. Hal ini dapat dilihat dari dibangunnya Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan sebagai pusat kegiatan perikanan di Kabupaten Pacitan. Meskipun demikian, aktivitas perikanan di Pantai Tamperan juga akan berpengaruh terhadap kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Teleng Ria sehingga kedua pantai tersebut tidak dapat dipisahkan. Pantai Teleng Ria menonjolkan panorama pantai sebagai atraksi utama, wisatawan dapat berenang dan berselancar meski harus dengan pengawasan yang ketat karena pantai ini merupakan bagian dari pantai Selatan Jawa yang terkenal dengan keganasan ombaknya.
Daerah di sekitar muara Sungai Teleng telah
dikembangkan sebagai arena bermain yang dilengkapi dermaga kecil dan kapal – kapal mainan. Selain itu juga dikembangkan area berkemah, pertunjukan seni, serta wisata kuliner. Arena bermain anak baru dikembangkan sekitar tiga tahun terakhir. Pantai ini dikelilingi oleh dua ujung perbukitan yang mengelilingi Teluk Pacitan. Perbukitan ini merupakan keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Pantai Teleng Ria, karena dengan melihat pantai ini para wisatawan seperti berada di antara kedua perbukitan tersebut. Air yang bersih, pasir yang putih kecoklatan dan angin yang baik menambah kesejukan bagi wisatawan dalam menikmati keindahan Pantai Teleng Ria.
Pantai Teleng Ria mempunyai tiga palung laut yang terletak kurang lebih tiga meter dari pinggir pantai pada waktu surut dan kedalamannya kurang lebih 30 meter dari permukaan laut serta lebarnya kurang lebih 1 hingga 2 meter. Perahu motor nelayan masih bisa melintas di atas palung laut tersebut tetapi untuk para wisatawan dianjurkan untuk tidak berenang di daerah sekitar palung tersebut. Palung laut tersebut merupakan salah satu keunikan dari Pantai Teleng Ria karena jika dilihat dari atas bukit, maka wisatawan dapat melihat tiga garis lurus di tengah laut. Pantai Tamperan memiliki bentang alam yang lebih didominasi karang dan tanaman perdu (berada di ujung teluk). Sisi lainnya terdapat tebing yang curam yang dapat dijadikan tempat untuk kegiatan outbond.
Hasil perikanan yang
melimpah menarik wisatawan dari Pantai Teleng Ria yang memberikan dampak positif dalam menaikkan pendapatan dari aspek ekonomi terutama bagi para nelayan. 4.1.2 Keadaan fisik dan kimia 4.1.2.1 Hujan
Kabupaten Pacitan seperti daerah lain di Pulau Jawa dipengaruhi oleh iklim tropika basah yang memiliki dua musim yaitu musim hujan (Bulan Oktober – April) dan musim kemarau (Bulan April – Oktober). Curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Pacitan Tahun 1998 – 2007 disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Pacitan tahun 1998 - 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah hujan (mm) Rata – rata 312 405 299 211 86 80 32 7 51 179 340 387
Sumber : Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan (diolah), 2008
Hari hujan (hari) Rata – rata 19 18 18 15 6 6 4 2 4 10 15 19
Rata – rata curah hujan bulanan berkisar antara 7 – 405 mm. Curah hujan maksimum mencapai 405 mm yang terjadi pada bulan Februari dan curah hujan bulanan minimum mencapai 7 mm yang terjadi pada bulan Agustus. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober dengan curah hujan kurang dari 250 mm sampai dengan bulan Maret dengan curah hujan sebesar 299 mm. 4.1.2.2 Suhu udara
Suhu udara merupakan parameter yang dapat mempengaruhi cuaca. Suhu udara tersebut dapat mengetahui seberapa kering ataupun basah dari suatu wilayah. Suhu udara di Kecamatan Pacitan tahun 2007 disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Suhu udara di Kecamatan Pacitan tahun 2007 Suhu rata - rata (oC) Januari 28,2 Februari 27,9 Maret 27,9 April 27,9 Mei 28 Juni 26,7 Juli 26,3 Agustus 26 September 26,4 Oktober 27 Nopember 27,3 Desember 27,6 Sumber : Pangkalan TNI AU Iswahyudi Detasemen Pacitan, 2008 Bulan
Suhu udara rata – rata di Kecamatan Pacitan berkisar antara 26 – 28,2 oC. Suhu rata – rata dalam setahun sebesar 27,3 oC. Suhu udara tersebut masih sesuai dengan suhu udara daerah tropis yaitu berkisar antar 27 – 32 oC. Suhu rata – rata harian di daerah tropik relatif konstan sepanjang tahun. Suhu maksimum terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 28,2 oC, sedangkan paling minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 26 oC. 4.1.2.3 Angin
Ditinjau dari dinamika pantai, angin mempunyai pengaruh yang penting terhadap pembentukan gelombang, arus air, perpindahan pasir dan pembentukan gumuk pasir. Perubahan musim menyebabkan perubahan arah dan kecepatan
angin. Pada musim kemarau angin dengan kecepatan tinggi bertiup dari timur sampai tenggara. Mendekati musim hujan, angin menjadi lebih lemah dan bertiup dari barat daya sampai barat laut. Kecepatan angin relatif kencang pada siang hari seiring dengan dengan besarnya perbedaan suhu daratan dan lautan (Sofyan, 1999 in Arifin et al., 2002). Kecepatan dan arah angin di Kecamatan Pacitan tahun 2007 yang diperoleh dari Stasiun Cuaca milik Landasan Udara (Lanud) Iswahyudi di Pacitan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Kecepatan dan arah angin di Kecamatan Pacitan tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Kecepatan (Knot) Rata – rata Maksimum 6 20 4,3 16 4,8 17 5 15 5 20 5 20 6 20 7 12 8 22 8 20 5,9 10 5 10
Arah (o) Rata – rata 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 168 166
Terbanyak 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 164 166
Sumber : Pangkalan TNI AU Iswahyudi Detasemen Pacitan, 2008
Distribusi arah dan kecepatan angin dalam setahun tergantung pada musim. Pada bulan Juli sampai dengan Oktober angin bertiup lebih kencang dari bulan Desember hingga Juni. Kecepatan maksimum terbesar terjadi di bulan September yang mencapai 22 knot.
Data pada Tabel 13 menggambarkan
persentase sebaran arah angin dalam setahun. 4.1.2.4 Material penyusun pantai
Material penyusun materi fisik di Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu : (a) material padu (consolidated materials yaitu material yang sudah mengalami diagenesis sehingga membatu dan bersifat kompak) pada tebing di sisi baratnya yaitu pada Pantai Tamperan; (b) material lepas (clastic materials yaitu material endapan yang sifatnya lepas – lepas dan
tidak padu) berupa pasir yang membentang di sisi utara Pantai Teleng Ria; serta (c) material lunak (soft materials yaitu endapan yang sifatnya lembek) terutama pada sisi – sisi yang berdekatan dengan muara Sungai Teleng di sisi barat. Material lunak tersebut merupakan endapan dari suspensi yang dibawa oleh aliran Sungai Teleng (Balitbang, 2003). 4.1.2.5 Pasang surut
Ekosistem pesisir dipengaruhi oleh pasang surut. Pasang surut adalah naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu (Nybakken, 1992). Pasang surut memiliki beberapa tipe. Tipe pasang – surut tunggal, jika perairan mengalami satu kali pasang dan surut dalam sehari. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka tipe pasang surutnya dikatakan bertipe ganda. Tipe pasang surut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda yang disebut tipe campuran. Gambar ketiga tipe pasang surut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Tipe pasang surut di kawasan Pantai Teleng Ria termasuk tipe campuran dominan ganda. Tipe pasang surut campuran dominan ganda adalah dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Tipe pasang surut ini diketahui setelah dilakukan penghitungan terhadap gerakan pasang surut terhadap suatu muka air yang terjadi di Pantai Prigi Jawa Timur yang memiliki kedekatan wilayah sehingga dapat memberikan gambaran yang relatif sama. Kisaran pasang surut yang besar terjadi pada waktu pasang surut purnama (spring tidal), sedangkan kisaran pasang surut yang kecil terjadi saat pasang surut perbani. Pasang surut purnama adalah pasang yang tertinggi dan surut yang terendah yang dialami oleh suatu kawasan perairan, terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan mati. Kisaran pasang surut perbani (neap tidal) terjadi pada suatu perairan saat bulan selain bulan purnama atau bulan mati. Waktu pengambilan sampel air keadaan muka air di kawasan Pantai Teleng Ria adalah surut. Kondisi pasang surut pada waktu dilaksanakan pengambilan contoh kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.1.2.6 Arus
Arus yang disebabkan oleh pasang surut umumnya diamati di perairan pantai terutama pada selat – selat yang sempit dengan kisaran pasang – surut yang tinggi, di laut terbuka arah dan kekuatan arus permukaan (hingga kedalaman 150 – 200 meter) sangat dipengaruhi faktor angin. Arah arus di Pantai Teleng Ria secara umum adalah dominan timur laut – barat daya dengan kecepatan maksimum rata – rata 0,23 m/dtk, sedangkan tinggi gelombang sekitar 2,5 m, periode 7,5 detik dan arah dominan dari Tenggara ke Barat Laut.
Adapun
karakteristik gelombang adalah gelombang dengan tinggi gelombang datang (H0 = 4,8 meter) dan periode gelombang (T = 10,8 detik) dengan arah datang dominan dari tenggara dan selatan (Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005). 4.1.2.7 Kualitas perairan
Salah satu parameter yang diamati dan diukur sebagai data pendukung dalam penelitian ini adalah kualitas air. Kualitas perairan di Pantai Teleng Ria tergolong masih baik karena belum ada pengaruh yang terlalu besar dari kegiatan manusia dan belum adanya kegiatan industri yang berada disekitar pantai. Hal ini dapat dilihat dari parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang telah diukur dan dianalisis seperti disajikan pada Tabel 16. Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting bagi kehidupan organisme atau biota perairan. Tiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu.
Parameter suhu atau
temperatur, selain berpengaruh terhadap kehidupan organisme juga berpengaruh terhadap parameter lainnya (fisika dan kimia). Data suhu air dapat digunakan untuk mempelajari gejala – gejala fisika di dalam perairan laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan (Nontji, 2005). Hasil analisis kualitas perairan menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan Pantai Teleng Ria layak untuk kegiatan wisata. Salah satu faktor yang cukup penting dalam lingkungan perairan adalah suhu. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses – proses biologis dan ekologis yang terjadi di dalam air yang pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologi yang ada di dalamnya. Hasil pengukuran suhu di stasiun pengambilan contoh diperoleh nilai suhu perairan Pantai Teleng
Ria berkisar antara 27 – 29 °C.
Suhu air permukaan di perairan nusantara
umumnya berkisar antara 28 – 31 °C (Nontji, 2005). Suhu air permukaan yang diperoleh tersebut sesuai dengan suhu perairan nusantara pada umumnya. Kisaran suhu dapat saja berubah pada waktu pengukuran yang berbeda tergantung pada cuaca dan kondisi perairan.
Tabel 16. Kualitas perairan Pantai Teleng Ria Parameter
Suhu Kecerahan Bau Padatan Tersuspensi Total (TSS) Sampah
Satuan
Stasiun 1
Hasil pengukuran Stasiun Stasiun Sasiun 2 3 4 Fisika 28 - 29 28 27 - 28 1.19 - 1.09 - 1.28 1.53 1.16 2.73 Tidak Tidak Tidak berbau berbau berbau
Stasiun 5 27 - 28 1.15 1.28 Tidak berbau
kisaran
Baku mutu *
27 – 29
Alami
°C
28 - 29
Meter
1.28 - 1.6
-
Tidak berbau
mg/l
16.33
14.00
12.67
16.67
17.67
12,67 – 17,67
20
-
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
7
7
Nihil Kimia 7
7
7
7 - 7,5
7 – 8,5
1,21 – 1,76 Tidak berbau
>6 Tidak berbau
pH Oksigen Telarut (DO) BOD5
mg/l
8.91
8.77
7.69
8.10
7.15
7,15 – 8,91
Ppm
2.28
1.98
2.02
1.76
1.92
1,76 – 2,28
Salinitas
‰
35
35
35
35
35
35
Alami
0
0
0
200
>5 10
Biologi E. Coli
MPN/ 100 ml
0
0
0
Sumber : Data primer diolah, 2008 ( * Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari)
Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.
Kegiatan wisata pantai memerlukan
kecerahan perairan yang baik karena wisatawan akan terganggu jika kondisi kecerahan perairan kurang baik. Nilai kecerahan yang diperoleh sebesar 1,21 sampai 1,76 meter. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan Pantai Teleng Ria kecerahannya kurang dari baku mutu. Namun kecerahan tersebut masih cukup baik mengingat kedalaman perairan yang diamati berkisar antara 2,7 sampai 3 meter. Perairan yang diamati masih berada di daerah pantai dengan gelombang yang cukup besar. Gelombang tersebut mengangkat pasir maupun sedimen dasar perairan sehingga menyebabkan kekeruhan perairan dan menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam perairan. Hal inilah yang menyebabkan nilai kecerahan
perairan Pantai Teleng Ria di stasiun pengamatan relatif rendah. Nilai kecerahan yang diperoleh memperlihatkan bahwa kondisi perairan Pantai Teleng Ria masih baik untuk aktivitas berenang. Derajat keasaman (pH) merupakan sifat kimia yang berperan penting untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam perairan. Selain itu, ikan dan organisme lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme perairan.
Nilai derajat
keasaman (pH) perairan di sekitar lokasi pengambilan contoh berkisar antara 7 – 7,5. Berdasarkan baku mutu air laut, perairan dengan kisaran pH antara 7 – 8,5 merupakan daerah yang potensial sebagai tempat rekreasi.
Perairan yang
diinginkan untuk daerah rekreasi terutama rekreasi pantai adalah perairan yang umumnya memiliki kisaran pH antara 7 – 7,5 sehingga tidak menyebabkan iritasi mata. Hal ini didasarkan pada aktivitas berenang yang biasanya selalu dilakukan didaerah wisata pantai. Oleh karena itu pH patut menjadi salah satu perhatian dalam penetapan suatu lokasi kawasan wisata pantai. Oksigen terlarut (DO) merupakan jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara. Kelarutan O2 dalam laut dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas atau kadar Cl-. Semakin tinggi temperatur dan salinitas perairan, maka tingkat kelarutan O2 dalam air semakin rendah. Nilai oksigen terlarut (DO) di perairan Pantai Teleng Ria termasuk tinggi yaitu berkisar 7,15 – 8,91 mg/l, dimana pengaruh kegiatan sekitar (aktivitas manusia) sangat kecil bahkan hampir tidak ada. Nilai oksigen terlarut tersebut sesuai dengan baku mutu air laut KEP-51/MENKLH/2004 yaitu nilainya lebih dari 5 mg/l. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan Pantai Teleng Ria sesuai untuk kegiatan wisata dan masih dapat menunjang kehidupan biota laut yang ada. Nilai BOD yang diukur adalah nilai BOD5. Hasil pengukuran contoh air diperoleh nilai BOD5 sebesar 1,76 – 2,28. Nilai tersebut lebih kecil dari baku mutu dimana nilai baku mutunya sebesar 10.
Hal tersebut menunjukkan
kandungan bahan organik yang ada di Pantai Teleng Ria sedikit. Sedikitnya bahan organik yang ada membuat pasokan oksigen yang tersedia jumlahnya masih
banyak. Walaupun nilai BOD5 yang diperoleh tidak sesuai dengan baku mutu, namun masih menunjukkan bahwa perairan Pantai Teleng Ria masih dalam kondisi baik dan masih sesuai untuk kegiatan wisata. Perairan Pantai Teleng Ria tidak berbau. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada bahan pencemar yang masuk ke perairan pantai yang dapat menimbulkan bau. Perairan Pantai Teleng Ria masih bersifat alami sehingga harus terus dijaga agar nantinya tidak sampai menimbulkan bau yang dapat mengganggu kegiatan wisata pantai. Tidak adanya bau di perairan pantai membuat wisatawan nyaman dan tidak merasa terganggu saat melakukan kegiatan wisata. Salinitas merupakan kandungan garam yang ada di dalam air laut. Salinitas merupakan komponen yang berperan penting dalam mengontrol densitas air laut dan juga mempengaruhi biota laut. Nontji (2005) menyatakan bahwa salinitas disebut pula kadar garam atau kegaraman yaitu jumlah berat semua garam (gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan ‰ (per mil, gram per liter). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2005). Nilai salinitas di perairan Pantai Teleng Ria sebesar 35 ‰. Nilai tersebut masih merupakan nilai salinitas yang normal untuk perairan laut. Nilai salinitas yang diperoleh tersebut masih sesuai dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari karena perubahan salinitas hanya boleh < 5 % dari salinitas rata – rata musiman. Nilai salinitas yang sesuai dengan baku mutu tersebut mrnunjukkan bahwa dilihat dari sisi salinitas, perairan Pantai Teleng Ria sesuai untuk kegiatan wisata. Perairan Pantai Teleng Ria tergolong jernih karena kadar TSS tidak melebihi baku mutu, yaitu berkisar antara 12,67 – 17,67 mg/l. Kadar maksimum TSS dalam air laut untuk kegiatan wisata bahari yang ditetapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah 20 mg/l. Kadar TSS yang mendekati nilai baku mutu menunjukkan bahwa perairan Pantai Teleng Ria memiliki kekeruhan yang sedang. Hal ini disebabkan pada saat pengukuran, gelombang yang terjadi cukup besar dan berpengaruh terhadap kekeruhan perairan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam kawasan Pantai Teleng Ria tidak ditemukan adanya sampah (nihil). Nilai yang diperoleh sesuai dengan baku mutu, sehingga dilihat dari segi sampah perairan Pantai Teleng Ria sesuai untuk wisata pantai. kawasan pantai.
Adanya sampah akan menimbulkan gangguan tersendiri bagi Sampah yang biasanya ditemukan di tepi – tepi pantai
merupakan sampah yang berasal dari Sungai Teleng yang bermuara ke Pantai Teleng Ria. Hasil pengamatan (analisis laboratorium) di perairan Pantai Teleng Ria tidak ditemukan adanya bakteri E. Coli. Hal ini dapat disebabkan kondisi lapang yang berarus cukup besar, dimana resirkulasi berjalan dengan baik, jadi pada saat pengambilan sampel tidak ditemukan adanya E. Coli.
Meskipun ada
kemungkinan bakteri E. Coli terdapat di perairan, namun karena arus mengakibatkan terjadinya flushing yang menyebabkan bakteri terbawa arus. Hasil E. Coli yang diperoleh tersebut sesuai dengan baku mutu. Jumlah maksimum E. Coli yang diperbolehkan menurut baku mutu adalah 200 MPN/100 ml. Tidak adanya bakteri tersebut menunjukkan bahwa perairan Pantai Teleng Ria cukup baik digunakan untuk kegiatan berenang. Akan tetapi kondisi arus dan area untuk berenang tetap harus diperhatikan mengingat keamanan bagi wisatawan. Secara umum kualitas perairan Pantai Teleng Ria sesuai untuk kegiatan wisata. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kualitas air di kawasan Pantai Teleng Ria. Parameter suhu, kecerahan, pH, DO, BOD5, bau, salinitas, TSS, sampah dan E. Coli masih sangat mendukung kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. 4.1.3
Sarana prasarana kawasan wisata
Penyediaan dan pembangunan sarana prasarana sangat penting artinya berkaitan dengan upaya pengembangan kawasan ini sebagai kawasan ekowisata. Beberapa sarana prasarana yang terdapat di kawasan Pantai Teleng Ria antara lain TPI, tempat bermain anak, kolam renang, penginapan, panggung kesenian, areal parkir, kios makan minum, kios ikan goreng dan cenderamata, mushola, kamar mandi/WC, gardu pandang, pos informasi dan retribusi, baywatch serta area perkemahan. Kondisi sarana prasarana secara umum cukup terawat dan masih
baik tetapi ada juga yang sudah mengalami kerusakan. Kondisi sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Kondisi sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. No I II
III
IV
Jenis sarana dan Fisik prasarana Fasilitas pengelolaan 1. Loket karcis 2 unit 2. Pos Baywatch 1 unit Fasilitas wisata dan pelayanan 1. Pintu gerbang 1 unit 2. Jalan 1 3. Kamar mandi/WC
16 unit
4. Kios makanan dan minuman
100 unit
5. Kios ikan goreng
30 unit
6. Kios cenderamata
10 unit
7. Penginapan
1 unit
8. Kolam renang 9. Area berkemah 10. Mushola
2 unit 1 3 unit
11. Panggung kesenian 2 unit 12. Tempat bermain 1 unit anak Fasilitas pendukung 1. Gardu pandang 12 unit 2. Instalasi listrik 1 unit 3. TPI 1 unit 4. Bak penampungan 3 unit air Lain – lain 1. Papan nama 1 2. Papan larangan 1
Keterangan Kondisi baik Kondisi baik Dibangun oleh Disbudpar,kondisinya baik Kondisinya baik, namun ada beberapa yang mengalami kerusakan Ada yang terpakai ada yang tidak, kondisinya ada yang masih baik dan ada yang mengalami kerusakan Ada yang terpakai ada yang tidak, kondisinya ada yang masih baik dan ada yang mengalami kerusakan Ada yang terpakai ada yang tidak, kondisinya masih baik semua karena belum lama dibangun Ada yang terpakai ada yang tidak, kondisinya masih cukup baik. Kondisinya cukup baik, berada di dalam kawasan Pantai Teleng Ria Kondisi baik dan terpakai semua Kondisi baik Kondisinya ada yang masih baik ada yang tidak dimana dua terpakai satu tidak Ada yang terpakai ada yang tidak Kondisinya masih cukup baik namun kurang terawat Kondisi ada yang baik dan ada yang rusak Kondisinya masih cukup baik Kondisinya baik Kondisinya baik Kondisinya baik Kondisinya sudah rusak
Sumber : Data primer diolah, 2008.
Kondisi jalan di kawasan Pantai Teleng Ria cukup baik.
Sarana
transportasi ke kawasan antara lain angkutan umum seperti bus dapat juga menggunakan kendaraan pribadi. Sarana penerangan (listrik) berasal dari PLN yang kondisinya sudah mencukupi kebutuhan kawasan. Sarana pendidikan di sekitar kawasan terdapat 1 buah Taman Kanak – kanak dan 1 buah Madrasah
Ibtidaiyah yang berjarak < 1 kilometer. Sarana kesehatan terdapat Puskesmas yang juga tidak jauh dari kawasan Pantai Teleng Ria, tepatnya di Lingkungan Teleng Kelurahan Sidoharjo.
Letak puskesmas tersebut tepat sebelum loket
masuk kawasan Pantai Teleng Ria.
Sarana keagamaan selain mushola yang
terdapat di dalam kawasan, juga terdapat Masjid di lingkungan sekitar kawasan Pantai Teleng Ria yaitu di Lingkungan Teleng Kelurahan Sidoharjo. Pembangunan sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria selalu diadakan. Hal tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas wisata demi pemenuhan kebutuhan wisatawan. Namun adanya perluasan dan pembangunan sarana prasarana baru di kawasan Pantai Teleng Ria tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas ruang hijau. Banyak pohon di sekitar pantai yang ditebang sementara pohon penggantinya masih terlalu kecil dan tidak rindang. Keadaan ini menyebabkan kawasan Pantai Teleng Ria menjadi terasa lebih panas dan gersang.
Kondisi pantai yang seperti ini dapat berpengaruh terhadap
kenyamanan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Denah sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Sarana prasarana yang terdapat di Pantai Tamperan seperti Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, kafe, perumahan nelayan andon, penginapan. PPP Tamperan mulai di bangun pada tahun 2003 sampai akhir tahun 2006 mencapai ±23 %. Realisasi sampai akhir tahun 2007 mencapai ± 63,5%. Pada tanggal 29 Desember 2007 telah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan setelah itu operasional minimal telah dapat dilaksanakan. Berbagai fasilitas yang telah dibangun di PPP Tamperan yaitu perumahan nelayan andon, bengkel, tempat pengepakan ikan serta bangunan – bangunan lain. Sarana prasarana di PPP Tamperan disajikan pada Lampiran 11. 4.1.4 Pemanfaatan lahan
Kabupaten Pacitan terdiri atas lahan sawah seluas 130,15 km2 dan lahan kering seluas 1.259,72 km2. Lahan sawah menurut jenis pengairannya adalah sebagai berikut : sawah irigasi teknis seluas 864 Ha, irigasi setengah teknis seluas 2.130 Ha, irigasi sederhana seluas 3.314 Ha dan sawah tadah hujan seluas 6.707 Ha. Lahan kering menurut jenis penggunaannya adalah sebagai berikut : tanah untuk bangunan seluas 3.153 Ha, tegal/huma seluas 29.891 Ha, tanaman kayu –
kayuan seluas 45.214 Ha, hutan rakyat dan kebun seluas 34.969 Ha, hutan negara seluas 1.214 Ha dan tanah lainnya seluas 11.531 Ha (Balitbang, 2003). Pola penggunaan lahan di Kabupaten Pacitan terutama di Kecamatan Pesisir (salah satunya Kecamatan Pacitan) sangat bervariasi. Sebagian besar lahannya merupakan semak belukar dan perkebunan. Adapun penggunaan lahan untuk Kecamatan Pacitan didominasi perkebunan, sawah dengan irigasi teknis, serta kawasan terbangun dan hunian, mengingat kawasan ini terletak di pusat Kabupaten Pacitan. Kawasan terbangun sementara tersentralisasi di sisi selatan Kecamatan Pacitan. Kawasan Pantai Teleng Ria sendiri sebagian besar digunakan untuk pemukiman (60%), untuk pertanian (30%) serta sisanya untuk kegunaan yang lain (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pacitan, 2003). 4.1.5
Keadaan sosial dan ekonomi penduduk
4.1.5.1 Demografi
Kawasan Pantai Teleng Ria terletak di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Data tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berjumlah 6.264 jiwa.
Persentase jumlah penduduk
Kelurahan Sidoharjo berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 disajikan pada Gambar 7.
Persentase jumlah (%)
60 50
52.40 47.60
40 30 20 10 0 Laki-laki
Jenis kelamin
Perempuan
Gambar 7. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007)
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kelurahan Sidoharjo terdiri atas laki – laki dan perempuan. Penduduk Kelurahan Sidoharjo lebih banyak berjenis
kelamin perempuan dengan persentase sebesar 52,40% (3.280 jiwa). Sementara itu, persentase jumlah untuk laki – laki adalah sebesar 47,60% (2.980 jiwa). Kepala keluarga dari total jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo sebanyak 1.704 kepala keluarga. Dilihat dari segi umur, penduduk Kelurahan Sidoharjo terbagi menjadi tujuh kelompok umur. Kelompok umur tersebut antara lain kelompok umur 0 – 8 tahun, 9 – 17 tahun, 18 – 26 tahun, 27 – 35 tahun, 36 – 44 tahun, 45 – 53 tahun dan di atas 54 tahun. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo
Persentase jumlah (%)
berdasarkan umur tahun 2007 disajikan pada Gambar 8.
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
14.13
14.59
15.25
14.91
15.05
15.04 11.03
0-8
9 - 17
18 - 26
27 - 35
36 - 44
45 - 53
>54
Umur (tahun)
Gambar 8. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan umur tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007)
Penduduk Kelurahan Sidoharjo paling banyak berada pada kelompok umur 18 - 26 tahun yaitu sebesar 955 jiwa (15,25%), sedangkan paling sedikit berada pada kelompok umur >54 tahun sebesar 691 jiwa (11,03 %). Sebagian besar penduduk Kelurahan Sidoharjo adalah penduduk yang berusia produktif yaitu berumur antara 18 – 53 tahun dari total jumlah penduduk. 4.1.5.2 Pendidikan
Penduduk Kelurahan Sidoharjo dilihat dari sisi pendidikan terbagi menjadi sepuluh kelompok. Sepuluh kelompok tersebut antara lain tidak tamat Sekolah Dasar (SD), berpendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tigkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Diploma 1 (D1), Diploma 2 (D2), Diploma 3 (D3), Sarjana Strata 1 (S1), Sarjana Strata 2 (S2) dan Sarjana
Strata 3. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan tingkat
Persentase jumlah (%)
pendidikan tahun 2007 disajikan pada Gambar 9.
45
40.93
40 35 30 25 20 15
14.88
16.74
18.60
10 1.86
1.09
1.40
1.89
SLTA D - 1pendidikan D-2 D-3 Tingkat
S-1
S-2
S-3
5
1.12
1.49
0 Tidak tamat
SD
SLTP
Gambar 9. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007)
Penduduk Kelurahan Sidoharjo paling banyak berpendidikan SLTA yaitu sebesar 40,93% (1.320 jiwa), sedangkan paling sedikit berpendidikan S1 sebesar 1,09% (35 jiwa).
Penduduk yang berpendidikan sarjana sebenarnya cukup
banyak, namun jarang yang kembali ke daerah sehingga yang tersisa hanya yang berpendidikan lebih rendah. 4.1.5.3 Mata pencaharian penduduk
Penduduk Kelurahan Sidoharjo dibagi menjadi sepuluh kelompok berdasarkan mata pencaharian. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Sidoharjo antara lain pertanian, jasa, penginapan atau hotel atau sejenisnya, perkebunan, peternakan, industri, pariwisata, perladangan atau tegalan, perdagangan dan perikanan. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan mata pencaharian tahun 2007 disajikan pada Gambar 10.
60
Persentase jumlah (%)
50.15 50 40 30 20 8.05
10
7.95
7.90
5.00
5.00
4.60
3.95
3.75
3.65
0 Pertanian
Jasa
Penginapan/ Perkebunan Peternakan Hotel/ Sejenisnya
Industri
Pariwisata Perladangan/ Perdagangan Perikanan Tegalan
Mata pencaharian
Gambar 10. Persentase jumlah penduduk Kelurahan Sidoharjo berdasarkan mata pencaharian tahun 2007 (Kelurahan Sidoharjo, diolah 2007)
Berdasarkan hasil sensus Kelurahan Sidoharjo tahun 2007, mayoritas penduduk Kelurahan Sidoharjo bekerja di bidang pertanian yaitu pertanian tanaman pangan sebesar 50,15% (1.841 jiwa). Paling sedikit adalah penduduk yang bekerja pada sektor perikanan yaitu sebesar 3,65% (134 jiwa) dari jumlah tenaga kerja yang ada di Kelurahan Sidoharjo. Bidang jasa yang dijalankan oleh penduduk Kelurahan Sidoharjo antara lain pemerintahan/non pemerintahan, lembaga keuangan, angkutan dan transportasi, pelayanan hukum dan nasihat, ketrampilan dan jasa – jasa lainnya. Sementara itu, bidang industri terdiri atas industri kecil (skala rumah tangga), industri sedang maupun industri besar. Bidang peternakan memiliki hewan ternak yang diternakkan seperti ayam, domba dan sapi.
Hasil sensus yang diperoleh diketahui bahwa distribusi lapangan
pekerjaan terhadap jumlah tenaga kerja di Kelurahan Sidoharjo masih rendah. Perlu dilakukan pengoptimalan sektor yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja terbesar selain dari bidang pertanian dan jasa. 4.1.6
Listrik, transportasi, dan komunikasi
Kebutuhan listrik di kawasan Pantai Teleng Ria dilayani oleh PLN distribusi Jawa Timur ranting Pacitan yang termasuk jaringan transmisi Jawa dan Bali. Pelayanan listrik saat ini telah menjangkau seluruh wilayah daratan kawasan Pantai Teleng Ria.
Seluruh penduduk di lingkungan sekitar kawasan sudah
menggunakan fasilitas penerangan listrik.
Kabupaten Pacitan merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Wonosari (D.I. Yogyakarta). Sistem transportasi di Kabupaten Pacitan ini didominasi oleh sistem transportasi darat.
Jaringan jalan regional Kabupaten Pacitan disajikan pada
Gambar 11.
KE SURABAYA SOLO MADIUN
SUKOHARJO
YOGYAKARTA
WONOGIRI PONOROGO
PRACIMANTORO WONOSARI
TRENGGALEK PACITAN
KE TULUNGAGUNG , BLITAR, LUMAJANG
Gambar 11. Jaringan jalan regional Kabupaten Pacitan (Bappeda, 2005)
Untuk dapat mencapai Kabupaten Pacitan, dapat ditempuh melalui beberapa alternatif. Beberapa alternatif untuk mencapai Kabupaten Pacitan dari kota – kota besar yang terdekat antara lain : ¾ Dari Kota Yogyakarta – Wonosari – Pacitan dengan waktu tempuh ± 2,5 jam
dari Yogyakarta. ¾ Dari Kota Surakarta – Wonogiri – Pacitan dengan waktu tempuh ± 3 jam dari
Surakarta. ¾ Dari Kota Surabaya – Mojokerto – Jombang – Nganjuk – Madiun – Ponorogo
– Pacitan dengan waktu tempuh ± 6 jam dari Surabaya. Akses menuju Pantai Teleng Ria merupakan jalan kabupaten yang sudah beraspal halus. Waktu tempuh yang dibutuhkan sekitar lima menit dari pusat kota atau kurang lebih berjarak tiga kilometer, pantai ini merupakan obyek wisata yang
paling dekat dengan kota Pacitan dan mudah dalam pencapaian (Cemporaningsih, 2007). Kondisi jalan yang ada di dalam kawasan wisata sendiri sudah diperkeras dengan aspal. Jalan yang terdapat di dalam kawasan cukup lebar untuk dilalui bus pariwisata berukuran besar (kursi 54). Areal parkir tersedia dengan luas yang cukup memadai.
Wisatawan umumnya keluar masuk dari pintu yang sama.
Namun terdapat jalan yang dapat dilalui wisatawan jika tidak ingin keluar kawasan melalui pintu gerbang. Jalan ini sejajar dengan pantai, bibir Pantai Teleng Ria. Jalan ini merupakan rute alternatif, tidak semua wisatawan tahu dan mau melewati rute ini karena harus berputar jika hendak kembali ke kota. Sarana komunikasi yang menyebar dan sudah dapat dinikmati oleh hampir semua penduduk di kawasan penelitian adalah berupa pesawat radio, televisi, pesawat telepon bahkan telepon genggam. Sehingga untuk kegiatan komunikasi di kawasan Pantai Teleng Ria cukup baik, karena sinyal telepon genggam mudah didapat. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk kegiatan komunikasi ke luar kawasan Kabupaten Pacitan maupun dalam kawasan Kabupaten Pacitan tidak sulit. 4.1.7 Pembuangan limbah dan sistem pengelolaan sampah
Limbah yang dimaksud adalah air buangan sisa aktivitas manusia. Air buangan tersebut berasal dari kamar mandi, kios, TPI maupun kegiatan rumah tangga. Sebagian besar pengolahan limbah dari kegiatan wisata tersebut masih merupakan pengolahan yang sederhana dengan menggunakan sistem setempat. Sistem tersebut merupakan sistem pengumpulan dengan menggunakan saluran terbuka untuk mengalirkan air limbah. Sistem ini berujung di badan air terdekat tanpa pengolahan apapun, sedangkan air limbah dari kloset/WC dialirkan dengan sistem saluran tertutup menuju septik tank. Sampah – sampah yang dimaksud merupakan sampah dari kios – kios maupun dari wisatawan. Sampah tersebut terdiri dari sampah basah dan sampah kering. Sampah basah berupa sisa – sisa makanan, sedangkan sampah kering berupa bungkus makanan, kaleng, plastik, kertas dan lain – lain. Pengelolaan sampah di kawasan Pantai Teleng Ria ditangani oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yang bekerjasama dengan Dinas Kebersihan
dan Lingkungan Hidup. Sampah biasanya dikumpulkan oleh pegawai di kawasan Pantai Teleng Ria dengan menggunakan gerobak sampah pada suatu lahan kosong yang biasa disebut sebagai tempat pembuangan sampah sementara. Kemudian diangkut oleh petugas dari Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Namun seringkali sampah – sampah yang sudah dikumpulkan di tempat pembuangan sampah sementara tersebut langsung dibakar begitu saja. 4.1.8
Potensi perikanan
Teluk Pacitan khususnya di kawasan Pantai Teleng Ria dan Tamperan kaya akan potensi perikanan. Perikanan merupakan salah satu sub sektor ekonomi yang mempunyai peranan sebagai penyedia bahan pangan protein bagi sebagian besar penduduk. Komoditas perikanan yang dihasilkan terdiri dari beberapa jenis antara lain ikan pelagis besar (yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar), ikan pelagis kecil (yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran kecil), ikan demersal besar (yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran besar) dan ikan demersal kecil (yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran kecil). Jenis – jenis ikan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Jenis – jenis ikan yang dihasilkan. No 1 1
Nama ikan 2 Tuna
Nama ilmiah 3 Ikan pelagis besar Thunnus sp
Cakalang
Katsuwonus pelamis
Tongkol
Auxis thazard
Tengiri
Scomberomorus commersoni
Gambar 4
1
2 Marlin
Lemadang
2
3 Makaira indica
Coryphaena hippurus
Kembung
Ikan pelagis kecil Rastrelliger sp
Lemuru
Sardinella lemuru
Teri
Stelophorus commersoni
Kuwe
Caranx sexfasciatus
Pisang – pisang
Caesio chrysozonus
Julung – julung
Hemirhamphus far
Layang
Decapterus russelli
Kuniran
Upeneus moluccensis
Golok – golok
Chirosentrus dorab
Lencam
Lethrinus lentjam
Cucut
Ikan demersal besar Charcarias sp
3
4
1
2 Pari
3 Trygon sephen
Tiga waja
Johnius dussumieri
Kakap merah
Lutjanus sanguineus
Kakap putih
Lates calcarifer
Kerapu
Epinephelus
Layur
Ikan demersal kecil Trichiurus savala
Manyung
Arius thallasinus
Sebelah
Psetodes erumei
Bawal putih
Pampus argentus
Bawal hitam
Formio niger
Pepetek
Leiognatus splendens
Kurisi
Nemipterus nematophorus
Kuro
Eletheronema tetradactylum
4
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008
4
Ikan – ikan yang dihasilkan ditangkap di sekitar Teluk Pacitan. Hasil tangkapan tiap jenis ikan yang di daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan dari tahun 2003 sampai tahun 2007 disajikan pada Lampiran 12. Perkembangan produksi perikanan tangkap yang di daratkan di Pantai Tamperan disajikan pada Gambar 12.
2,100,000
Produksi (kg)
1,800,000 1,500,000 1,200,000 900,000 600,000 300,000 0 2003
2004
2005
Tahun
Ikan pelagis besar
Ikan pelagis kecil
Ikan demersal kecil
Lain - lain
2006
2007
Ikan demersal besar
Gambar 12. Perkembangan produksi perikanan tangkap (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008)
Produksi ikan demersal kecil dari tahun 2003 – 2006 lebih besar jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Sementara itu, produksi ikan pelagis kecil menduduki peringkat kedua sepanjang periode yang sama.
Fenomena
peningkatan produksi yang sangat signifikan terjadi pada ikan pelagis besar yang mengalami peningkatan dari 257.357 kg pada tahun 2006 menjadi 2.080.357 kg pada tahun 2007. Hal ini terjadi karena jumlah permintaan pasar yang cukup banyak terhadap ikan pelagis besar, sehingga upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan lebih tinggi. Peresmian PPP Tamperan sebagai tempat pendaratan ikan juga menjadi salah satu alasan.
Beroperasinya PPP Tamperan tersebut
membuat nelayan andon (dari luar Pacitan) semakin banyak yang berdatangan ke kawasan ini untuk melakukan aktivitas penangkapan.
Bertambahnya armada
tersebut membuat aktivitas penangkapan semakin meningkat sehingga hasil yang diperoleh pun juga meningkat.
Secara umum produksi perikanan tangkap di laut dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau produksi ikan melimpah, sedangkan pada musim penghujan produksi ikan menurun.
Hal ini disebabkan adanya angin barat yang tidak
memungkinkan nelayan untuk melaut. Daerah penangkapan ikan berada disekitar rumpon – rumpon yang telah dipasang di wilayah Laut Pacitan maupun di sekitar Teluk Pacitan. Dengan demikian, nelayan tidak perlu menempuh perjalanan jauh mengingat perahu atau kapal yang digunakan umumnya masih berukuran kecil dan bertenaga penggerak berupa motor tempel dengan ukuran perahu dominan adalah < 1 GT.
Jumlah nelayan, armada perikanan, dan alat tangkap yang
terdapat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan tahun 2003 – 2006 disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah nelayan, armada perikanan dan alat tangkap yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan tahun 2003 – 2006. Armada perikanan Perahu Perahu Perahu yang yang tidak bermesin bermesin bermesin < 1GT 1-10 GT (buah) (buah) (buah)
No
Tahun
Nelayan (orang)
1 2 3
2003 2004 2005
1.001 1.051 1.027
264 237 257
7 10 10
4
2006
1.027
257
27
Alat tangkap Payang (unit)
Gillnet (unit)
Parel (unit)
Pancing (basket)
Krendet (unit)
21 24 20
48 213
45 51
444 381
312 253
160 187
20
213
51
381
253
187
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008
Secara umum tidak terjadi perubahan jumlah nelayan yang signifikan. Selama periode tahun 2003 hingga 2004, jumlah nelayan mengalami peningkatan sebanyak 50 orang, sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan sebanyak 24 orang. Penurunan tersebut disebabkan kurangnya kemampuan individu dalam hal penangkapan ikan dan penurunan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal tersebut mengakibatkan nelayan berpindah ke profesi yang lain sehingga jumlahnya mengalami penurunan. Keterbatasan ukuran dan jumlah armada perikanan menyebabkan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan masih jauh dari optimal. Armada perikanan yang masih didominasi oleh perahu bermesin dengan ukuran <1 GT menunjukkan
bahwa kemampuan penangkapannya hanya sebatas pada perairan sekitar pantai, sedangkan potensi perikanan yang berada di laut lepas tidak mampu dijangkau oleh armada perikanan nelayan setempat. Beberapa faktor lain yang menjadi kendala dalam pemanfaatan potensi perikanan di Teluk Pacitan adalah sarana prasarana yang belum lengkap, kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah dalam hal penguasaan teknologi penangkapan ikan, lemahnya dukungan lembaga penyedia modal serta iklim usaha yang belum kondusif. Potensi perikanan yang melimpah di suatu daerah seharusnya memberikan manfaat yang cukup besar khususnya bagi penduduk yang tinggal dan atau berusaha di daerah pesisir. Hasil tangkapan nelayan dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Potensi pasar yang sangat luas baik dikalangan penduduk setempat maupun wisatawan memberikan
peluang
bagi
pengoptimalan
pemanfaatan
hasil
perikanan.
Wisatawan dapat membeli ikan segar di TPI Teleng Ria maupun TPI Tamperan, sedangkan untuk ikan yang sudah digoreng, asin maupun terasi dapat dibeli di kios – kios yang telah disediakan di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. Akan tetapi perhatian terhadap kebersihan sarana, tata letak, kenyamanan dan variasi produk olahan ikan yang masih rendah menyebabkan potensi perikanan yang ada belum mampu menjadi sektor pendorong dan menjadi kekuatan yang mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke Pantai Teleng Ria. Sebagian besar kios makanan sebaiknya menjual makanan berbahan baku ikan sehingga pemanfaatan dari hasil perikanan tersebut dapat lebih optimal. 4.2
Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai
Kelas kesesuaian wilayah untuk wisata pantai ditentukan oleh aktivitas apa saja yang bisa dilakukan pada kawasan tersebut.
Kegiatan yang dilakukan
wisatawan untuk wisata pantai antara adalah berenang, berjalan – jalan di sepanjang pantai, berjemur, wisata olahraga, surfing dan aktivitas lainnya. Aktivitas surfing sangat bergantung pada kondisi ombak dan angin. Perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui kesesuaian peruntukan wilayah sebagai kawasan wisata pantai. Analisis tersebut menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Analisis kesesuaian diukur dengan memberikan bobot dan skor pada parameter (faktor pembatas). Hasil perhitungan indeks kesesuaian
lahan untuk wisata pada kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Tabel 20 dan Lampiran 13.
Tabel 20. Indeks kesesuaian lahan untuk wisata pada kawasan Pantai Teleng Ria Parameter Kedalaman perairan Tipe pantai Lebar pantai Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar Total Persentase Tingkat Kesesuaian
Keterangan Stasiun 1 2.7 Pasir putih 100 Pasir
Stasiun 2 3 Pasir putih 110 Pasir
Stasiun 3 2,5 Pasir putih, kecoklatan 102 Pasir
0,23
0,22
0,25
3
3
1,38 Lahan terbuka, kelapa Tidak ada 0,15 km
Nilai
Skor
Bobot
Jumlah (∑)
0–3 Pasir putih >15 Pasir
3 3
5 5
15 15
3 3
5 3
15 9
2
3
6
5
0,23 – 0,25 <10
3
3
9
1,34
1,13
<2
0
1
0
Lahan terbuka, kelapa Tidak ada
Lahan terbuka, kelapa Tidak ada
3
1
3
3
1
3
0,15 km
0,15 km
Lahan terbuka, kelapa Tidak ada <0,5 km
3
1
3 78 92,86 S1
Sumber : Data primer diolah, 2008
Penghitungan IKW dilakukan pengukuran pada tiga stasiun yaitu stasiun 1 yang terletak pada 08° 13,329’ LS dan 111° 04,920’ BT; stasiun 2 terletak pada 08° 13,445’ LS dan 111° 04,823’ BT serta stasiun 3 yang terletak pada 08° 13,557’ LS dan 111° 04,722 BT. Titik – titik stasiun tersebut berada sejajar dengan garis pantai dimana dilakukan pengukuran kedalaman, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan dan biota berbahaya. Sementara itu, pengukuran tipe pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai dan ketersediaan air tawar dilakukan pada daerah yang berdekatan dengan stasiun – stasiun tersebut. Kedalaman Pantai Teleng Ria berkisar antara 2,5 sampai 3 meter. Tipe Pantai Teleng Ria adalah pasir putih kecoklatan dengan lebar pantai yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata antara 102 sampai dengan 110 meter. Material dasar laut di Pantai Teleng Ria adalah pasir, kecepatan arusnya berkisar antara
0,22 sampai dengan 0,25 meter/detik, penutupan lahan pantai adalah lahan terbuka dan terdapat pohon kelapa. Sepanjang kawasan Pantai Teleng Ria tidak ditemukan adanya biota berbahaya. Ketersediaan air tawar di Pantai Teleng Ria sekitar 0,15 km dari garis pantai. Nilai kesesuaian kawasan Pantai Teleng Ria masuk pada kriteria S1 yaitu sangat sesuai. Kriteria tersebut menunjukkan bahwa kawasan Pantai Teleng Ria tidak mempunyai faktor pembatas yang cukup serius untuk dijadikan sebagai kawasan wisata pantai dengan aktivitas seperti berenang, surfing, rekreasi pantai dan aktivitas lainnya di sepanjang pantai. Hasil perhitungan diperoleh nilai IKW kawasan Pantai Teleng Ria adalah 143. Walaupun masuk dalam kategori S1, bila dilihat dari masing – masing parameter secara individu terdapat faktor pembatas yaitu kecerahan perairan yang termasuk dalam kategori tidak sesuai. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kawasan Pantai Teleng Ria sesuai untuk dijadikan kawasan wisata pantai dimana tidak mempunyai faktor pembatas yang cukup serius. 4.3
Daya dukung kawasan untuk wisata pantai
Kawasan pesisir sangat rentan terhadap dampak dari aktivitas manusia seperti kegiatan wisata. Perlu diperhatikan daya dukung kawasan untuk pengembangan kegiatan wisata pantai.
Kegiatan wisata yang dilakukan di
kawasan Pantai Teleng Ria terkait oleh berbagai faktor. Analisa daya dukung kawasan Pantai Teleng Ria untuk kegiatan wisata pantai dilakukan terhadap parameter panjang pantai berpasir, ketersediaan lahan untuk penginapan dan ketersediaan air bersih (air tawar). Analisa tersebut dilakukan berdasarkan standar yang digunakan Amerika dan Eropa (Wong, 1991). 4.3.1
Panjang pantai berpasir
Dalam kegiatan wisata pantai, pantai berpasir menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ketersediaan data tentang panjang pantai berpasir digunakan untuk memperkirakan daya tampung wisatawan per satuan luas dan waktu berdasarkan kebutuhan ruang setiap wisatawan. Panjang pantai berpasir di kawasan Pantai Teleng Ria sekitar 2.500 meter dengan asumsi daya dukung pantai berpasir digunakan dalam waktu 365 hari dalam setahun. Daya dukung terhadap
wisatawan terbagi menjadi empat kelas yaitu rendah (ekonomi), menengah, mewah dan istimewa. Estimasi daya dukung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Estimasi daya dukung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir. Daya dukung Estimasi daya dukung per hari per tahun 1 Rendah (Ekonomi) 250 91.250 2 Menengah 175 – 187 63.875 – 68.437 3 Mewah 125 – 150 45.625 – 54.750 4 Istimewa 75 – 87 27.375 – 31.937 Sumber : Data primer diolah (2008) diadopsi dari Wong (1991). No
Kelas Pariwisata
Berdasarkan standar Wong (1991), daya dukung kawasan untuk kelas ekonomi adalah sebanyak 250 wisatawan per hari, sehingga daya dukung untuk satu tahun sebanyak 91.250 wisatawan.
Kelas menengah mampu menerima
sebanyak 175 – 187 wisatawan per hari dan 63.875 – 68.437 wisatawan per tahun. Kelas mewah lebih memberikan batasan lagi yaitu sebanyak 125 – 150 wisatawan per hari dan 45.625 – 54.750 wisatawan per tahun.
Kelas istimewa
memperbolehkan kunjungan wisatawan sebanyak 75 – 87 wisatawan per hari dan 27.375 – 31.937 wisatawan per tahun. Estimasi daya kawasan untuk kegiatan wisata tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kunjungan wisatawan yang sudah ada selama ini masih bisa diterima oleh kawasan Pantai Teleng Ria atau tidak. Setelah mengetahui daya dukung, diharapkan tidak terjadi gangguan yang berlebihan terhadap kawasan. Sehingga jika terjadi jumlah wisatawan yang tidak sesuai dengan daya dukung yang ada dapat dilakukan suatu strategi agar nantinya tidak terus berlanjut yang akhirnya dapat merusak lingkungan itu sendiri jika sudah melebihi daya dukung. Strategi yang dapat dilakukan seperti peningkatan pengelolaan kebersihan (dalam hal ini adalah sampah) adalah dengan penambahan jumlah tempat sampah, penempatan yang strategis, pengawasan dan penyuluhan terhadap wisatawan mengenai pembuangan sampah. Selain itu juga perlu dilakukan pengelolaan pembuangan limbah dimana limbah (kios, kamar mandi) yang dibuang ditampung terlebih
dahulu dan diolah sehingga saat dibuang ke perairan sudah aman dan tidak khawatir akan mencemari perairan. Jumlah wisatawan yang datang di kawasan Pantai Teleng Ria sejak tahun 1998 sampai tahun 2007 berkisar antara 68.860 – 301.828 wisatawan dengan rata – rata kunjungan per tahun 170.797 wisatawan.
Jika dibandingkan dengan
estimasi daya dukung maka terjadi kelebihan wisatawan sebanyak 79.547 orang. Dengan demikian kelas pariwisata pantai di kawasan Pantai Teleng Ria masuk kelas rendah atau ekonomi (Wong, 1991). Namun kelebihan wisatawan tersebut masih dapat diterima mengingat wisatawan yang datang memiliki tujuan yang berbeda – beda. Wisatawan tidak hanya ingin melakukan kegiatan di pantai berpasir namun ada yang hanya ingin kuliner, duduk – duduk dan menikmati pemandangan. 4.3.2 Penginapan
Kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria perlu didukung oleh akomodasi yang baik dan memadai. Fasilitas tersebut dapat dibangun pada lokasi yang strategis sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan kunjungan wisatawan dan berkesinambungan. Akomodasi yang ada harus memberikan rasa aman, dekat dengan obyek wisata, mempunyai udara bebas, indah, nyaman dan sejuk (Ginting, 2006). Luas lahan untuk akomodasi sangat terkait dengan luas kawasan tersebut.
Berdasarkan daya dukung wisatawan untuk wisata pantai
dengan modifikasi standar WTO, maka dapat diperkirakan kebutuhan lahan untuk sarana akomodasi (penginapan). Estimasi kebutuhan lahan untuk penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan daya dukung wisatawan disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Estimasi kebutuhan lahan untuk penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan daya dukung wisatawan Kebutuhan Lahan akomodasi (60 – 100 bed/Ha)* 1 Ekonomi 2,5 – 4,17 Ha 2 Menengah 1,87 – 3,12 Ha 3 Istimewa 0,87 – 1,45 Ha Sumber : Data primer diolah, 2008 (* Standar WTO (Wong, 1991)) No
Kelas Pariwisata
Kebutuhan lahan untuk akomodasi dibagi menjadi tiga kelas yaitu ekonomi, menengah dan istimewa.
Kelas ekonomi memiliki daya dukung
wisatawan sebanyak 250 orang maka lahan yang dibutuhkan untuk akomodasi adalah 2,5 sampai dengan 4,17 Ha. Kelas menengah memiliki daya dukung wisatawan sebanyak 187 orang membutuhkan lahan akomodasi seluas 1,87 sampai dengan 3,12 Ha, sedangkan kelas istimewa memiliki daya dukung wisatawan sebanyak 87 orang maka dibutuhkan lahan untuk akomodasi seluas 0,87 sampai 1,45 Ha. Kawasan Pantai Teleng Ria memiliki luas ± 40 Ha dan hingga saat ini baru ada 1 penginapan di dalam kawasan dan 3 penginapan di sekitar kawasan. Ketersediaan penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Ketersediaan penginapan di kawasan Pantai Teleng Ria No Parameter 1 Jumlah penginapan 2 Jumlah kamar 3 Kapasitas Sumber : Data primer diolah, 2008
Faktor pembatas 1 unit 13 26 orang
Kapasitas penginapan yang terdapat di dalam kawasan ± 26 orang. Jumlah kamar di penginapan tersebut sebanyak 13 kamar dengan rincian per kamar dapat di isi 2 orang. Penginapan yang tersedia jumlahnya masih belum memadai jika dibandingkan dengan daya dukung wisatawan. Dilihat dari luas lahan akomodasi berdasarkan Wong (1991), penginapan yang ada di kawasan pantai Teleng Ria masuk dalam kelas pariwisata istimewa dimana luas lahan yang digunakan kurang dari 1 Ha.
Jumlah penginapan yang belum memadai tersebut menyebabkan
selama ini jarang wisatawan menginap, mereka lebih memilih langsung pulang. Padahal sebenarnya banyak wisatawan yang mengatakan kalau masih belum puas berwisata di kawasan Pantai Teleng Ria dalam waktu satu hari saja. Mereka masih ingin menikmati panorama dan melakukan kegiatan wisata lebih lama lagi. Wisatawan yang ingin menginap lebih memilih menginap di luar kawasan Pantai Teleng Ria. Hal ini mengingat masih kurangnya sarana penginapan di kawasan ini. Apabila dalam kawasan Pantai Teleng Ria tersedia penginapan
dalam jumlah yang cukup dengan kondisi memadai membuat banyak wisatawan yang akan menginap. 4.3.3
Kebutuhan air bersih (air tawar)
Ketersediaan air bersih merupakan hal yang sangat penting di dalam kawasan wisata pantai, dimana rata – rata suhu yang tinggi membuat kebutuhan air bersih semakin tinggi. Air bersih dimanfaatkan untuk konsumsi, membilas maupun keperluan lainnya. Oleh karena itu sumber – sumber air bersih yang ada di kawasan Pantai Teleng Ria harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sumber mata air yang berada di dalam kawasan berasal dari sumur – sumur dengan kedalaman sekitar 4 meter (air tawar). Estimasi kebutuhan air di kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Estimasi kebutuhan air di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan daya dukung wisatawan menurut standar WTO Kebutuhan air (500 – 1.000 liter/hari/orang)* 1 Ekonomi 125.000 – 250.000 liter/hari/orang 2 Menengah 93.500 – 187.000 liter/hari/orang 3 Istimewa 43.500 – 87.000 liter/hari/orang Sumber : Data primer diolah, 2008 (* Standar WTO (Wong 1991)) No
Kelas Pariwisata
Pada daerah pantai tropik kebutuhan air tiap orang per hari sebesar 500 – 1.000 liter. Setelah mengetahui daya dukung wisatawan pada pantai berpasir, dapat di estimasi kebutuhan air dari wisatawan tersebut. Kebutuhan air dibagi menjadi tiga kelas yaitu ekonomi, menengah dan istimewa. Kelas ekonomi dengan daya dukung wisatawan 250 orang perhari membutuhkan air bersih (air tawar) sebanyak 125.000 – 250.000 liter. Kelas menengah dengan daya dukung wisatawan 187 orang per hari membutuhkan air bersih (air tawar) sebanyak 93.500 – 187.000 liter. Kelas istimewa dengan daya dukung 87 orang perhari membutuhkan air bersih (air tawar) sebanyak 43.500 – 87.000 liter. Selama ini kebutuhan air dalam kawasan sudah mencukupi, baik digunakan untuk kamar mandi, mushola, kolam renang maupun kios – kios. Kebutuhan air tersebut dicukupi oleh sumber – sumber air yang berasal dari sumur. Hal ini disebabkan kawasan Pantai Teleng Ria merupakan kawasan yang
lembab, masih banyak pepohonan yang dapat menyerap air sehingga cadangan air yang tersedia masih cukup banyak. 4.4
Daya dukung ekologis
Daya dukung ekologis merupakan jumlah wisatawan yang secara fisik dapat diterima di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda, 2007). Beda daya dukung ekologis dengan daya dukung kawasan untuk wisata pantai adalah daya dukung ekologis lebih melihat pada aktivitas apa saja yang bisa dilakukan di dalam kawasan, sedangkan daya dukung kawasan untuk wisata pantai dilihat dari banyaknya wisatawan yang dapat diterima pada pantai berpasir kemudian dilakukan estimasi kebutuhan air dan lahan untuk akomodasinya. Saat melakukan kegiatan wisata pantai dilakukan berbagai aktivitas.
Aktivitas yang biasa
dilakukan dalam wisata di Pantai Teleng Ria antara lain berenang, surfing, berjemur, rekreasi pantai (seperti jalan – jalan di tepi pantai, foto – foto, menikmati pemandangan), wisata olahraga (seperti : voli pantai,
jogging,
bersepeda di pantai), memancing dan berkemah. Agar tetap dapat melakukan aktivitas – aktivitas tersebut dibutuhkan kondisi kawasan yang baik. Kawasan akan tetap terjaga dengan baik jika tidak terjadi kerusakan didalamnya dan daya dukungnya selalu diperhatikan.
Daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria
disajikan pada Tabel 25. Perhitungan daya dukung ekologis kawasan dapat dilihat pada Lampiran 14, sedangkan zonasi kegiatan wisata dapat dilihat pada Lampiran 15. Aktivitas berenang dapat dilakukan di sepanjang Pantai Teleng Ria dengan panjang area 800 m2.
Agar dapat berenang dengan nyaman diperkirakan
membutuhkan panjang area 50 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk berenang tersebut adalah 2 jam.
Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan berenang adalah sebanyak 32 orang. Dilihat dari nilai daya dukung yang diperoleh tersebut diperkirakan wisatawan dapat berenang dengan nyaman. Namun dalam melakukan aktivitas berenang tetap harus berhati – hati mengingat ombak di Pantai Teleng Ria yang besar. Di dalam kawasan ini terdapat tim baywatch yang selalu memantau kegiatan
wisatawan di pantai untuk menanggulangi terjadinya hal – hal yang dapat membahayakan wisatawan.
Tabel 25. Daya dukung ekologis Pantai Teleng Ria Jenis Kegiatan Berenang Surfing Berjemur Rekreasi Pantai Wisata olahraga Memancing Berkemah
Luas atau panjang area (Lp) 800 m 400 m 1000 m 1500 m 900 m 300 m 2309 m2 Total Sumber : Data primer diolah (2008), modifikasi Yulianda (2007).
DDK 32 16 40 60 36 60 115 359
Surfing merupakan suatu aktivitas dengan menggunakan papan selancar di daerah pantai yang memanfaatkan ombak yang besar. Aktivitas ini memerlukan keahlian khusus.
Dalam melakukan aktivitas ini selalu dipantau oleh tim
baywatch sebagai penjaga pantai. Untuk melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan panjang area sebesar 50 m, dengan area yang dapat dimanfaatkan adalah sepanjang 400 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan tersebut adalah 2 jam.
Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan surfing adalah sebanyak 16 orang. Nilai daya dukung yang diperoleh tersebut diperkirakan wisatawan dapat melakukan kegiatan surfing dengan santai dan nyaman. Berjemur merupakan suatu aktivitas yang dilakukan di atas hamparan pasir pantai membutuhkan sinar matahari. Untuk melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan panjang area sebesar 50 m. Area yang dapat dimanfaatkan sepanjang 1000 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan
tersebut adalah 2 jam.
Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan berjemur adalah sebanyak 40 orang per hari. Nilai daya dukung tersebut diperkirakan wisatawan dapat berjemur dengan santai dan nyaman.
Kegiatan rekreasi pantai yang dilakukan antara lain jalan – jalan di tepi pantai, memotret, duduk santai, mengobrol dan melihat pemandangan.
Agar
dapat melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan luas area sebesar 50 m, dengan area yang dimanfaatkan sepanjang 1500 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 6 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan tersebut adalah 3 jam. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai daya dukung untuk rekreasi pantai adalah sebanyak 60 orang. Nilai daya dukung tersebut diperkirakan wisatawan dapat melakukan berbagai aktivitas rekreasi pantai dengan santai dan nyaman. Wisata olahraga yang biasa dilakukan oleh wisatawan adalah voli pantai, bersepeda di tepi pantai dan jogging. Untuk melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan panjang area sebesar 50 m. Area yang yang dimanfaatkan sepanjang 900 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan tersebut adalah 2 jam.
Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan wisata olahraga adalah sebanyak 36 orang. Nilai daya dukung yang diperoleh tersebut diperkirakan wisatawan dapat melakukan kegiatan olahraga dengan santai dan nyaman. Memancing merupakan kegiatan mencari ikan namun dilakukan atas dasar hobi, bukan untuk mata pencaharian. Para wisatawan memancing di tepi pantai, break water ataupun aliran Sungai Teleng. Agar dapat melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan panjang area sebesar 10 m, dengan area yang dimanfaatkan sepanjang 300 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 6 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan
tersebut adalah 3 jam. Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan memancing adalah sebanyak 60 orang. Nilai daya dukung yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa wisatawan dapat memancing dengan santai dan nyaman. Berkemah merupakan kegiatan mendirikan tenda di suatu lahan. Agar dapat melakukan kegiatan ini dengan nyaman diperkirakan membutuhkan luas area sebesar 100 m2, dengan area yang dimanfaatkan seluas 2309 m2. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 24 jam per hari dengan lama
waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk kegiatan tersebut adalah 24 jam. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai daya dukung untuk kegiatan berkemah adalah sebanyak 115 orang.
Nilai daya dukung yang diperoleh tersebut,
diperkirakan wisatawan dapat melakukan aktivitas berkemah dengan nyaman. Kunjungan wisatawan rata – rata per tahun 170.797 orang dengan kunjungan rata – rata per hari sebesar 474 orang.
Jumlah wisatawan yang
berkunjung jika dibandingkan dengan daya dukung ekologis terhadap berbagai kegiatan secara umum sudah melebihi. Kelebihan wisatawan tersebut masih dapat ditolerir mengingat wisatawan mempunyai tujuan yang berbeda – beda saat melakukan kegiatan wisata.
mereka tidak hanya bertujuan untuk melakukan
kegiatan di tepi pantai saja tetapi ada yang hanya ingin membeli ikan goreng sambil duduk – duduk. Pembatasan wisatawan yang datang tidak dapat dilakukan terhadap kelebihan dari daya dukung tersebut. Namun yang harus dilakukan adalah peningkatan terhadap pengelolaan ekologis terutama pengelolaan sampah agar kawasan pantai tetap bersih. Peningkatan pengelolaan ekologis diharapkan dapat mengimbangi adanya kelebihan daya dukung dan dapat mengurangi tekanan ekologis yang ditimbulkan. 4.5
Kondisi sosial ekologi
4.5.1
Penduduk sekitar
4.5.1.1 Karakteristik responden
Penduduk sekitar yang menjadi responden sebanyak 30 orang. Responden penduduk sekitar tersebut berasal dari lingkungan di sekitar kawasan Pantai Teleng Ria, yaitu Lingkungan Teleng Kelurahan Sidoharjo Kecamatan Pacitan. Data umum responden penduduk sekitar dapat dilihat pada Lampiran 16. Penduduk di lingkungan tersebut banyak yang ikut serta dalam kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. Persentase jumlah penduduk sekitar di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 13.
Persentase jumlah (%)
60
53.33 46.67
50 40 30 20 10 0 laki-laki
perempuan
Jenis Kelamin
Gambar 13. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jenis kelamin (Data primer diolah, 2008)
Penduduk yang menjadi responden dalam penelitian terdiri atas jenis kelamin laki – laki dan perempuan. Jumlah total responden adalah 30 orang yang terdiri dari 16 orang laki-laki (53,33%) dan 14 orang perempuan (46,67). Tiga puluh orang responden tersebut berdasarkan umur dikelompokkan menjadi enam kelompok yaitu kelompok umur 12 – 19 tahun, 20 – 27 tahun, 38 – 35 tahun, 36 – 43 tahun, 44 – 51 tahun dan diatas 2 tahun. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur disajikan pada Gambar 14.
33.33
Persentase jumlah (%)
35 30 25
20.00
20 15
16.67 13.33 10.00
10
6.67
5 0 12 - 19
20 - 27
28 - 35
36 - 43
44 - 51
> 52
Umur (tahun)
Gambar 14. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008)
Sebagian besar responden adalah penduduk sekitar yang masuk dalam usia produktif yaitu 20 sampai 51 tahun. Berdasarkan umur, responden didominasi
oleh kelompok umur 36 tahun sampai dengan 43 tahun yaitu sebesar 33,33% (10 orang). Responden paling sedikit berada pada kelompok umur 44 sampai 51 tahun yaitu sebesar 6,67% (2 orang). Pendidikan merupakan hal yang penting. Dilihat dari sisi pendidikan, responden terdiri dari empat kelompok yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT).
Persentase pendidikan penduduk sekitar
kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Gambar 15.
Persentase jumlah (%)
80
70.00
70 60 50 40 30 16.67
20 10
10.00 3.33
0 SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT
Tingkat Pendidikan
Gambar 15. Persentase pendidikan penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Sebagian besar penduduk sekitar yang menjadi responden berasal dari kelompok berpendidikan SLTA yaitu sebesar 70% (21 orang) dan paling sedikit adalah berpendidikan SD yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Sebenarnya jumlah penduduk sekitar yang menempuh pendidikan tinggi cukup banyak, namun ratarata berada di luar kota sehingga yang tersisa hanya penduduk yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Mata pencaharian penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria yang menjadi responden cukup beragam. Terdapat lima jenis mata pencaharian seperti wiraswasta, swasta, nelayan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak bekerja. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Gambar 16.
Persentase jumlah (%)
30 25
26.67 23.33
23.33
20
16.67
15 10.00
10 5 0 Tidak bekerja
Nelayan
PNS
Swasta
Wiraswasta
Mata pencaharian
Gambar 16. Persentase jumlah penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan mata pencaharian (Data primer diolah, 2008)
Sebanyak 26,67% (8 orang) responden menyatakan memiliki mata pencaharian sebagai PNS yang merupakan mata pencaharian paling mendominasi. Mata pencaharian yang paling sedikit adalah nelayan yaitu sebesar 10% (3 orang). Nelayan menjadi mata pencaharian yang paling sedikit karena dianggap kurang menjanjikan. Penduduk sekitar yang bekerja sebagai nelayan merupakan anak buah kapal (ABK), mereka tidak memiliki kapal sendiri dimana hasil yang diperoleh lebih banyak diberikan kepada pemilik kapal. Pengembangan kawasan Pantai Teleng Ria sebagai kawasan ekowisata diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan baru yang lebih menjanjikan untuk penduduk sekitar sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Meningkatnya pendapatan penduduk sekitar.
memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan
Dilihat dari jumlah penghasilan, penduduk sekitar yang
menjadi responden terdiri dari enam kelompok yaitu tidak berpenghasilan, berpenghasilan
tidak
tentu,
berpenghasilan
kurang
dari
Rp
500.000,
berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Persentase jumlah penduduk sekitar di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jumlah penghasilan disajikan pada Gambar 17.
Persentase jumlah (%)
35 30.00
30 25
23.33
23.33
20
16.67
15 10
6.67
5 0 Tidak berpenghasilan Tidak tentu< Rp Rp 500.000 500.000Rp s/d1.000.000 Rp1.000.000 s/d Rp 2.000
Penghasilan per bulan
Gambar 17. Persentase jumlah penduduk sekitar di kawasan Pantai Teleng Ria berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008)
Jenis mata pencaharian penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria yang menjadi responden berkorelasi positif dengan pendapatan setiap bulannya. Sebagian besar menyatakan memiliki penghasilan Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 yaitu sebesar 30% (9 orang). Penghasilan paling sedikit adalah tidak menentu yaitu sebesar 6,67% (2 orang).
Bervariasinya tingkat pendapatan
tersebut dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan dan pendidikan. 4.5.1.2 Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria
Kegiatan ekowisata di suatu kawasan harus didukung oleh kualitas lingkungan yang baik. Kualitas lingkungan yang baik membutuhkan peran serta penduduk sekitar dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Persepsi terhadap
kualitas lingkungan terbagi menjadi kurang, cukup, baik, sangat baik dan tidak tahu. Persentase jumlah penduduk sekitar terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria disajikan pada gambar 18. Paling besar responden yaitu sebesar 63,33% (19 orang) mengatakan bahwa kondisi lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik.
Sementara itu,
persentase jumlah responden yang paling sedikit mengatakan bahwa kondisi lingkungan Pantai Teleng Ria adalah sangat baik yaitu sebesar 3,33%.
Persentase jumlah (%)
70
63.33
60 50 40 30 20 10
16.67 10.00
6.67
3.33
0 Tidak tahu
Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Persepsi penduduk
Gambar 18. Persentase jumlah penduduk sekitar terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Kualitas lingkungan di Pantai Teleng Ria itu sendiri masih alami, belum ada pembangunan – pembangunan yang sifatnya merubah karakteristik pantai tersebut.
Namun dari segi pengelolaannya masih kurang, terutama perhatian
terhadap lingkungan Pantai Teleng Ria itu sendiri. Selama ini pengelola lebih fokus terhadap upaya – upaya untuk menarik minat wisatawan, sehingga masih kurang memperhatikan bagaimana kondisi lingkungan Pantai Teleng Ria. a.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur
Lingkungan Pantai Teleng Ria dikatakan masih memiliki kualitas lingkungan yang baik oleh sebagian besar responden.
Berdasarkan umur,
responden yang mengatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok umur. Kelompok umur tersebut adalah kelompok umur 12 – 18 tahun, 19 – 27 tahun, 28 – 36 tahun, 37 – 45 tahun dan diatas 46 tahun. Kelompok umur tersebut terdiri dari remaja hingga dewasa. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur disajikan pada Gambar 19.
Persentase jumlah (%)
35
31.58
30 25 20
21.05 15.79
15.79
12 - 18
19 - 27
15.79
15 10 5 0 28 - 36
37 - 45
> 46
Umur (tahun) Gambar 19. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008)
Paling banyak responden berasal dari kelompok umur antara 28 – 36 tahun yaitu sebesar 31,58% (6 orang), sedangkan yang sedikit menyatakan kualitas lingkungan adalah baik berasal dari tiga kelompok umur yaitu 12 – 18 tahun, 19 – 27 tahun dan 46 – 54 tahun masing – masing sebesar
15,79% (3 orang).
Pengetahuan tentang kualitas lingkungan sangat penting karena dalam kegiatan wisata, permasalahan lingkungan terutama kerusakan terhadap lingkungan harus ditanggulangi. Saat kondisi lingkungan mulai kurang baik dapat dilakukan suatu tindakan yang tepat untuk mengatasi agar tidak sampai terjadi kerusakan. b.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan pendidikan
Responden penduduk sekitar yang menyatakan bahwa kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik dilihat dari sisi pendidikan terbagi menjadi empat kelompok tingkat pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT).
Persentase jumlah penduduk sekitar yang
menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan disajikan pada Gambar 20.
Persentase jumlah (%)
80
68.42
70 60 50 40 30 15.79
20 10
10.53
5.26
0 SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT
Tingkat pendidikan
Gambar 20. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan (Data primer diolah, 2008)
Responden paling banyak berasal dari kelompok berpendidikan SLTA menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik yaitu sebesar 68,42% (13 orang). Sementara itu, persentase jumlah responden yang paling sedikit menyatakan bahwa kualitas lingkungan adalahbaik berasal dari kelompok berpendidikan SD (Sekolah Dasar) yaitu sebesar 5,26% (1 orang). Tingkat pendidikan mempengaruhi sedikit banyaknya informasi yang diperoleh. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin banyak informasi yang diperoleh. Keingintahuan seseorang juga berpengaruh terhadap besar kecilnya informasi yang diperoleh. Jenjang pendidikan SLTA informasi yang diperoleh lebih banyak daripada tingkat SLTP maupun SD, sehingga pengetahuan terhadap baik buruknya kualitas lingkungan lebih banyak diketahui oleh kelompok berpendidikan SLTA. c.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan jumlah penghasilan
Berdasarkan jumlah penghasilan, responden yang mengatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik terbagi menjadi lima kelompok yaitu tidak berpenghasilan, berpenghasilan tidak tentu, berpenghasilan kurang dari Rp 500.000, berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.0000.000. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan disajikan pada Gambar 21.
Persentase jumlah (%)
35 30
31.58 26.32
26.32
25 20 15
10.53
10
5.26
5 0 Tidak berpenghasilan
Tidak tentu
< Rp 500.000 Rp 500.000 s/d Rp 1.000.000 s/d Rp1.000.000 Rp 2.000.000
Penghasilan per bulan Gambar 21. Persentase jumlah penduduk sekitar yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008)
Gambar 21 menunjukkan tingkat persepsi penduduk terhadap kualitas lingkungan yang dilihat berdasarkan tingkat pendapatan penduduk yang menjadi narasumber.
Responden yang mendominasi adalah kelompok berpenghasilan
antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000 yaitu sebesar 31,58% (6 orang). Diikuti oleh responden yang paling sedikit berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 yaitu sebesar 5,26% (1 orang). Tingkat penghasilan dapat menunjukkan status pekerjaan dan pendidikan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan yang dimiliki semakin banyak, dengan demikian besar kemungkinan pengetahuan tentang kualitas lingkungan didapatkan pada saat menempuh pendidikan atau pengalaman sehari – hari. Sementara itu, kelompok responden yang tidak berpenghasilan disini merupakan responden yang sebagian besar terdiri atas siswa sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi sehingga persentasenya berada pada urutan kedua. 4.5.1.3 Pengetahuan tentang ekowisata
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat apakah kawasan Pantai Teleng Ria sesuai jika dijadikan kawasan ekowisata. Dalam hal pengetahuan ekowisata sendiri, penduduk sekitar ada mengetahui tentang ekowisata dan ada yang tidak mengetahui. Persentase jumlah penduduk sekitar yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 22.
66.67
Persentase jumlah (%)
70 60 50 40
33.33
30 20 10 0 Mengetahui tentang ekowisata
Tidak mengetahui tentang ekowisata
Persepsi penduduk
Gambar 22. Persentase jumlah penduduk sekitar yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Responden penduduk sekitar yang mengetahui tentang ekowisata adalah sebesar 66,67%, lebih banyak dibandingkan yang tidak mengetahui tentang ekowisata yaitu sebesar 33,33%. Persentase jumlah penduduk sekitar sebesar 66,67% yang mengetahui tentang ekowisata tersebut dapat dilihat berdasarkan umur, pendidikan dan jumlah penghasilan a.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan umur
Dilihat dari sisi umur, responden yang mengetahui tentang ekowisata dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok umur.
Lima kelompok umur
tersebut adalah kelompok umur 12 – 18 tahun, 19 – 27 tahun, 28 – 36 tahun, 37 – 45 tahun dan lebih dari 46 tahun.
Persentase jumlah penduduk sekitar
berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 23.
Persentase jumlah (%)
35
30
30
25
25 20 15
20 15 10
10 5 0 12 - 18
19 - 27
28 - 36
37 - 45
> 46
Umur (tahun)
Gambar 23. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Paling banyak responden berasal dari kelompok umur antara 37 – 45 tahun yaitu sebesar 30% (6 orang) mengatakan mengetahui tentang ekowisata. Sementara itu, responden yang paling sedikit mengetahui tentang ekowisata berumur 28 – 36 tahun yaitu sebesar 15,79% (2 orang). Semakin dewasa umur seseorang, semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh. Sesuai dengan hasil responden, bahwa umur 37 – 45 tahun lebih banyak yang mengetahui tentang ekowisata. b.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan pendidikan
Responden yang mengetahui tentang ekowisata dilihat dari sisi pendidikan terbagi atas empat kelompok. Kelompok responden tersebut antara lain Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT). Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 24.
75
Persentase jumlah (%)
80 70 60 50 40 30 20 10
5
10
10
0 SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT
Tingkat pendidikan
Gambar 24. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Responden yang berasal dari kelompok berpendidikan SLTA paling banyak mengetahui tentang ekowisata yaitu sebesar 75% (15 orang).
Jumlah
responden yang paling sedikit mengetahui tentang ekowisata berasal dari kelompok berpendidikan SD (Sekolah Dasar) yaitu sebesar 5% (1 orang). Makin tinggi jenjang pendidikan, makin banyak kesempatan untuk mendapatkan
informasi. Pada masa SLTA, keingintahuan seorang anak sangat tinggi, mereka lebih banyak bertanya untuk mengetahui hal – hal yang belum pernah didengar. Oleh karena itu, responden dari kelompok berpendidikan SLTA lebih banyak yang mengetahui tentang ekowisata. c.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan jumlah penghasilan
Sebagian besar responden yang menyatakan mengetahui tentang ekowisata dapat dilihat dari sisi penghasilan. Responden tersebut terbagi atas kelompok tidak berpenghasilan, penghasilan tidak tentu, berpenghasilan kurang dari Rp 500.000, berpenghasilan antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui
Persentase jumlah (%)
tentang ekowisata disajikan pada Gambar 25.
35 30 25
30 25
25
20
15
15 10
5
5 0 Tidak berpenghasilan
Tidak tentu
< Rp 500.000
Rp 500.000 s/d Rp 1.000.000 s/d Rp1.000.000 Rp 2.000.000
Penghasilan per bulan
Gambar 25. Persentase jumlah penduduk sekitar berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Responden paling banyak mengetahui tentang ekowisata berasal dari kelompok penghasilan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000 yaitu sebesar 30% (6 orang). Sementara itu, responden yang paling sedikit mengetahui tentang ekowisata berpenghasilan tidak tentu yaitu sebesar 5% (1 orang). Responden yang tidak berpenghasilan lebih banyak mengetahui tentang ekowisata dibandingkan yang memiliki penghasilan tidak tentu dan penghasilan kurang dari Rp 500.000 karena yang belum berpenghasilan rata – rata berasal dari
usia sekolah.
Pada masa sekolah lebih mudah mendapatkan pengetahuan,
terutama dalam hal ekowisata. Banyak tempat untuk bertanya, sehingga persentase jumlah responden yang tidak berpenghasilan lebih banyak yang mengetahui. 4.5.1.4 Terganggu tidaknya dan keterlibatan penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata
Bila kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata penduduk sekitar memiliki persepsi yang berbeda. Persepsi tersebut antara lain terganggu dan tidak terganggu. Penduduk yang terganggu merasa bahwa dengan dibuat menjadi kawasan ekowisata mereka tidak dapat ikut terlibat didalamnya. Hal itu akan mengurangi pendapatan penduduk yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan di kawasan Pantai Teleng Ria. Persentase terganggu tidaknya penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata disajikan pada Gambar 26.
Persentase jumlah (%)
90 76.67
80 70 60 50 40 30
23.33
20 10 0 Terganggu
Tidak terganggu
Persepsi penduduk Gambar 26. Persentase terganggu tidaknya penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Sebesar 76,67% (23 orang) responden mengatakan tidak terganggu, sedangkan sebesar 23,33% (7 orang) mengatakan terganggu.
Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk sekitar antusias jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata. Mereka merasa dengan dijadikan kawasan ekowisata pengelolaan terhadap kawasan Pantai Teleng Ria akan lebih baik dan secara tidak langsung memberikan dampak yang positif bagi penduduk
sekitar. Dampak positif tersebut terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan penduduk sekitar. Apabila dilihat dari keterlibatan penduduk dalam kegiatan wisata, ada responden yang menyatakan ingin terlibat dan ada pula yang menyatakan tidak ingin terlibat apabila kawasan Pantai Teleng Ria menjadi kawasan ekowisata. Persentase ingin tidaknya penduduk sekitar terlibat terhadap kegiatan ekowisata di
Persentase jumlah (%)
Pantai Teleng Ria disajikan pada Gambar 27.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90
10
Ingin Terlibat
Tidak ingin terlibat
Persepsi penduduk Gambar 27. Persentase ingin tidaknya penduduk sekitar terlibat terhadap kegiatan ekowisata di Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Sebesar 90% (27 orang) responden penduduk sekitar menyatakan keinginannya untuk ikut terlibat apabila kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata, sedangkan yang 10% (3 orang) menyatakan tidak ingin terlibat.
Penduduk yang ingin terlibat mengharapkan jika kawasan dijadikan
kawasan ekowisata, mereka akan mendapatkan manfaat yang lebih seperti makin meningkatnya pendapatan maupun kesejahteraan hidup. Penduduk yang tidak ingin terlibat lebih disebabkan tidak adanya modal untuk memulai usaha, mereka berpikir bahwa hasil yang diperoleh belum tentu signifikan. Penduduk sekitar mempunyai keinginan keterlibatan yang berbeda – beda jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata. Keterlibatan tersebut antara lain menyewakan homestay, menjadi pegawai di dalam kawasan, penjual makanan, guide, penjual aksesoris dan distributor ikan ke daerah lain. Persentase
jenis keterlibatan penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata disajikan pada Gambar 28. 35
30.00
30
26.67 23.33
25
15 10
10.00
5 0
rsentase jumlah (%)
20
6.67 3.33
Guide Penjual Penjual makananaksesoris Home Pegawai Distributor staykawasan ikanwisata Laut ke da
Jenis keterlibatan penduduk
Gambar 28. Persentase jenis keterlibatan penduduk sekitar jika kawasan Pantai Teleng Ria dijadikan ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Penduduk sekitar paling banyak mempunyai keinginan untuk menyewakan homestay yaitu sebesar 30% (9 orang). Jenis keterlibatan yang paling sedikit diinginkan adalah sebagai distributor ikan laut ke daerah lain yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Keterlibatan yang berbeda – beda tersebut lebih di sebabkan oleh ada tidaknya modal. Semakin banyak modal, mereka makin ingin terlibat dalam kegiatan ekowisata. Tidak hanya dalam satu kegiatan tetapi beberapa kegiatan, misalnya menyewakan homestay dan penjual makan sekaligus.
Keterlibatan
tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. 4.5.1.5 Persepsi terhadap sarana prasarana
Penduduk sekitar memberikan persepsi yang berbeda – beda terhadap sarana prasarana yang terdapat di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. Persepsi tersebut menyangkut kondisi tempat ibadah, tempat sampah, listrik, jalan, kios, transportasi, air bersih dalam hal ini air tawar dan penginapan/homestay. Persepsi yang dikemukakan antara lain kurang, cukup, baik, sangat baik dan tidak tahu. Persentase persepsi penduduk sekitar terhadap sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Gambar 29.
90 80 70 60 50 40 20 10 0 Penginapan/ Air Bersih Transportasi Homestay (Air Tawar) Kurang
Kios
sentase jumlah (%)
30
Jalan
Listrik
Sarana prasarana Cukup
Baik
Sangat baik
Tempat Sampah
Tempat Ibadah
Tidak tahu
Gambar 29. Persentase persepsi penduduk sekitar terhadap sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Responden penduduk sekitar banyak yang berpendapat bahwa kondisi penginapan/homestay masih kurang yaitu sebesar 40% (12 orang), sedangkan paling sedikit mengatakan bahwa kondisi penginapan sangat baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Kondisi penginapan/homestay masih kurang maksudnya dalam segi jumlah maupun keadaan penginapan tersebut. Penduduk sekitar yang tidak tahu keadaan penginapan disebabkan tidak pernah menginap karena rumahnya yang berdekatan dengan kawasan Pantai Teleng Ria.
Penduduk sekitar saat
berkunjung lebih suka melakukan aktivitas di tepi pantai, sehingga kurang begitu mengetahui bagaimana keadaan penginapan yang ada di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. Sebagian besar responden yaitu sebesar 56,67% (17 orang) mengatakan ketersediaan air bersih (air tawar) di kawasan Pantai Teleng Ria cukup baik. Paling sedikit responden mengatakan bahwa kondisi air bersih (air tawar) kurang baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Air bersih (air tawar) berasal dari sumur – sumur dangkal yang terdapat di kawasan Pantai Teleng Ria. Sumur tersebut mempunyai kedalaman sekitar empat meter namun air yang tersedia merupakan air tawar bukan air payau. Persepsi penduduk sekitar terhadap sarana transportasi menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebesar 56,67% (17 orang) mengatakan cukup baik
sedangkan sebagian kecil yaitu sebesar 3,33% (1 orang) mengatakan sangat baik. Penduduk mengatakan bahwa akses transportasi ke kawasan Pantai Teleng Ria tidak sulit karena dekat dengan ibukota Kabupaten Pacitan.
Transportasi ke
Pantai Teleng Ria dapat ditempuh menggunakan sarana transportasi umum maupun kendaraan pribadi. Penduduk sekitar mengatakan bahwa sebagian besar kondisi kios – kios yang ada di kawasan Pantai Teleng Ria cukup baik yaitu sebesar 83,33% (25 orang).
Penduduk sekitar sedikit yang mengatakan baik, sangat baik dan tidak
tahu terhadap kondisi kios – kios yaitu masing – masing sebesar 3,33% (1 orang). Kios – kios biasanya menjual makanan dan minuman, souvenir seperti cenderamata maupun ikan goreng. Persepsi penduduk sekitar terhadap kondisi jalan yang ada sebagian besar yaitu sebesar 53,33% (16 orang) mengatakan cukup baik.
Sedikit penduduk
sekitar yang mengatakan sangat baik dan tidak tahu terhadap kondisi jalan yaitu masing – masing sebesar 3,33% (1 orang). Kondisi jalan di Pantai Teleng Ria berupa jalan aspal, ada yang masih baik namun juga ada yang sudah mulai rusak walaupun tidak banyak. Jalan yang terdapat di dalam kawasan Pantai Teleng Ria cukup lebar, dapat dilewati bus berukuran besar (kursi 54). Persepsi penduduk sekitar terhadap listrik sebagian besar yaitu sebesar 40% (12 orang) mengatakan kondisinya sudah baik, sedangkan sebesar 3,33% (1 orang) mengatakan tidak tahu. Listrik yang ada di kawasan Pantai Teleng Ria berasal dari PLN, kadang juga menggunakan genset jika ada suatu pertunjukan seperti acara musik dan acara lain yang membutuhkan daya listrik lebih besar. Sebesar 83,33% (25 orang) penduduk sekitar mengatakan jumlah tempat sampah yang terdapat di kawasan Pantai Teleng Ria masih kurang, sedangkan masing – masing sebesar 3,33% (1 orang) mengatakan jumlahnya tempat sampah dalam kawasan adalah cukup dan baik. Melihat kondisi yang ada memang jumlah tempat sampah yang disediakan masih kurang dibandingkan dengan kapasitas wisatawan yang ada, disamping itu dalam penempatan – penempatan tempat sampah itu sendiri kurang sesuai sehingga tidak banyak yang tahu dan sampah banyak yang berserakan begitu saja.
Penduduk sekitar sebagian besar mengatakan kondisi maupun jumlah tempat ibadah (mushola) yang ada di kawasan Pantai Teleng Ria sudah cukup yaitu sebesar 56,67% (17 orang).
Paling sedikit penduduk sekitar yang
mengatakan sangat baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Memang jumlah tempat ibadah di dalam kawasan tidak banyak namun masih mencukupi kebutuhan. 4.5.2
Wisatawan
4.5.2.1 Karakteristik responden
Wisatawan yang menjadi responden berjumlah 30 orang (Lampiran 17). Karakteristik wisatawan dibedakan berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, asal, pekerjaan, dan pendapatan per bulan.
Persentase jumlah wisatawan
Persentase jumlah (%)
berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 30.
60
53.33 46.67
50 40 30 20 10 0
Perempuan
Laki-laki
Jenis kelamin
Gambar 30. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jenis kelamin. (Data primer diolah, 2008)
Tiga puluh orang wisatawan yang menjadi responden tersebut terdiri dari dua jenis kelamin yaitu laki – laki dan perempuan. Berdasarkan jenis kelamin, wisatawan yang menjadi responden terdiri atas 16 orang (53,33%) laki – laki dan 14 orang (46,67%) perempuan. Berdasarkan umur wisatawan yang menjadi responden terbagi menjadi lima kelompok umur yaitu 17 – 24 tahun, 25 – 32 tahun, 33 – 40 tahun, 41 – 48 tahun dan lebih dari 48 tahun. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur disajikan pada Gambar 31.
Persentase jumlah (%)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
40.00
36.67
10.00
10.00
41 - 48
>48
3.33 17 - 24
25 - 32
33 - 40
Umur (tahun)
Gambar 31. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008)
Wisatawan paling banyak berada pada kelompok umur antara 17 sampai 24 tahun yaitu sebesar 40% (12 orang). Sementara itu, wisatawan yang paling sedikit berumur antara 32 sampai 39 tahun yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Sebagian besar wisatawan yang mengunjungi Pantai Teleng Ria tersebut berada pada usia sekolah.
Mereka memanfaatkan saat – saat hari libur untuk
mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria dengan harapan dapat menghilangkan kepenatan karena telah banyak beraktivitas. Wisatawan yang menjadi responden dilihat dari sisi pendidikan terdiri atas tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT).
Persentase jumlah wisatawan berdasarkan pendidikan disajikan pada
Persentase jumlah (%)
Gambar 32.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
46.67 36.67
6.67
SD
10.00
SLTP
SLTA
Akademi/PT
Pendidikan wisatawan
Gambar 32. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan pendidikan. (Data primer diolah, 2008)
Sebagian besar wisatawan memiliki tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 46,67% (14 orang), sedangkan yang paling sedikit berpendidikan SD yaitu sebesar 6,67% (2 orang). Saat jenjang pendidikan SLTA, cenderung menyukai melakukan perjalanan seperti kegiatan wisata maupun melakukan hal – hal baru. Wisatawan lebih banyak datang pada waktu libur ataupun hari – hari besar. Kunjungan wisatawan pada hari Minggu lebih banyak daripada hari – hari lainnya, namun jika hari libur nasional maupun hari – hari besar jumlah wisatawan yang berkunjung di kawasan Pantai Teleng Ria lebih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan lebih memanfaatkan hari minggu dan libur – libur nasional untuk melakukan kegiatan wisata ke kawasan Pantai Teleng Ria. Mata pencaharian dari wisatawan yang menjadi responden cukup beragam. Mata pencaharian wisatawan tersebut antara lain petani, PNS, swasta, wiraswasta, mahasiswa dan ada yang tidak bekerja. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Gambar 33.
Persentase jumlah (%)
60
53.33
50 40 30
23.33
20 10.00
10
3.33
6.67
3.33
0 Tidak bekerja
Mahasiswa
Petani
PNS
Swasta
Wiraswasta
Mata pencaharian wisatawan Gambar 33. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan mata pencaharian (Data primer diolah, 2008)
Mata pencaharian wisatawan yang mengunjungi Pantai Teleng Ria didominasi sektor swasta yaitu sebesar 53,33% (16 orang)., sedangkan yang paling sedikit adalah wisatawan yang bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu masing – masing sebesar 3,33% (1 orang). Dilihat dari jenis pekerjaannya maka motivasi wisatawan mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria berbeda – beda.
Namun sebagian besar mengatakan ingin menghilangkan kejenuhan dari aktivitas yang telah dijalani selama ini. Wisatawan yang mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria memiliki jumlah penghasilan per bulan yang berbeda – beda. Jumlah penghasilan tersebut antara lain kurang dari Rp 500.000, antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000, antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000, tidak tentu dan tidak berpenghasilan.
Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jumlah
Persentase jumlah (%)
penghasilan disajikan pada Gambar 34.
36.67
40 35 30
23.33
25 20 15
13.33
16.67 10.00
10 5 0 Tidak berpenghasilan
Tidak tentu
< Rp 500000,-
Rp 500000,- s/d Rp 1000000,- s/d Rp1000000,Rp 2000000,-
Penghasilan per bulan
Gambar 34. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008)
Wisatawan yang menjadi responden paling banyak memiliki jumlah penghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 yaitu sebesar 36,67% (11 orang), sedangkan wisatawan yang paling sedikit adalah berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 yaitu sebesar 10% (3 orang). Adanya kelompok wisatawan yang tidak berpenghasilan karena status mereka yang masih bersekolah sehingga untuk kebutuhan sehari – hari masih berasal dari orang tua. Pada waktu penelitian dilaksanakan, wisatawan yang berasal dari luar negeri jumlahnya sangat sedikit bahkan hampir tidak ada.
Sebagian besar
wisatawan yang mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria berasal dari dalam negeri, yaitu dari kota – kota sekitar Kabupaten Pacitan. Responden wisatawan yang berkunjung berasal dari daerah yang cukup beragam antara lain Propinsi
Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur selain Kabupaten Pacitan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Pacitan, luar Pulau Jawa dan Jawa Barat.
Persentase jumlah (%)
Persentase jumlah wisatawan berdasarkan asal daerah disajikan pada Gambar 35.
36.67
40 35 30 25 20
20.00
16.67
15
10.00
10
6.67
10.00
5 0 Jawa Tengah
Jawa Timur selain Pacitan
DIY
Pacitan
Luar Pulau Jawa
Jawa Barat
Asal daerah wisatawan Gambar 35. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan asal daerah. (Data primer diolah, 2008)
Paling banyak adalah wisatawan yang berasal dari Propinsi Jawa Timur selain Pacitan yaitu sebesar 36,67% (11 orang), sedangkan yang paling sedikit berasal dari luar Pulau Jawa sebesar 6,67%.(2 orang).
Mereka mengetahui
informasi tentang kawasan Pantai Teleng Ria dari anggota keluarga yang pernah mengunjungi kawasan ini, brosur – brosur yang telah disebar maupun dari tayangan televisi. Wisatawan yang berkunjung banyak yang tidak menginap, padahal sebenarnya mereka masih belum puas hanya satu hari melakukan aktivitas wisata di kawasan ini. Keinginan untuk menginap cukup tinggi, namun penginapan yang ada dianggap belum memenuhi kebutuhan terutama dari segi jumlah maupun kondisi.
Oleh karena itu, diperlukan penambahan jumlah
penginapan dan kondisinya diharapkan cukup bagus, sehingga wisatawan yang ingin menginap dapat ditampung oleh penginapan yang ada. 4.5.2.2 Teman seperjalanan wisatawan
Ketika melakukan perjalanan, wisatawan mempunyai teman seperjalanan. Teman seperjalanan wisatawan cukup beragam antara lain teman, keluarga dan
rombongan wisata/tour. Persentase teman seperjalanan wisatawan disajikan pada
Persentase jumlah (%)
Gambar 36.
45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
40.00
36.67
23.33
Keluarga
Rombongan Wisata/Tour
Teman
Teman seperjalanan wisatawan
Gambar 36. Persentase teman seperjalanan wisatawan. (Data primer diolah, 2008)
Wisatawan yang menjadi responden sebagian besar mengatakan teman seperjalanan mereka adalah teman yaitu sebesar 40% (12 orang). Paling sedikit wisatawan mengatakan bahwa teman seperjalanan adalah rombongan wisata yaitu sebesar 23,33% (7 orang). Teman merupakan teman seperjalanan yang paling banyak dipilih, karena dengan teman wisatawan lebih merasa nyaman melakukan kegiatan wisata. Biasanya memafaatkan waktu liburan atau waktu luang untuk berwisata. Berwisata dengan keluarga merupakan alternatif kedua yang dipilih karena ada saat – saat tertentu yang membutuhkan kebersamaan dengan keluarga ketika melakukan kegiatan wisata. Sementara itu, rombongan wisata/tour sedikit dipilih untuk teman seperjalanan wisata karena jarang sekali melakukan kegiatan wisata dengan rombongan tersebut, selain jumlah dalam satu rombongan yang cukup banyak kenyamanan dalam berwisata juga menjadi alasan utama. 4.5.2.3 Menginap atau tidak menginap serta tempat menginap
Wisatawan mengatakan ada yang menginap dan tidak menginap saat melakukan kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. Responden yang mengatakan menginap ada yang menginap di tempat saudara, menginap di Hotel
di Kota Pacitan dan menginap di hotel yang ada di dalam kawasan Pantai Teleng Ria.
Persentase jumlah wisatawan yang tidak menginap dan menginap serta
Persentase jumlah (%)
tempatnya menginap disajikan pada Gambar 37.
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80
10
Tidak menginap
6.67
Menginap di rumah saudara
3.33
Menginap di hotel di Menginap di hotel di Kota Pacitan Kawasan Pantai Teleng Ria
Menginap tidaknya wisatawan
Gambar 37. Persentase jumlah wisatawan yang tidak menginap dan menginap serta tempatnya menginap (Data primer diolah, 2008)
Wisatawan sebagian besar mengatakan tidak menginap saat melakukan kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria dengan persentase jumlah sebesar 80% (24 orang) dan sebesar 20% (6 orang) mengatakan menginap. Wisatawan yang menginap sebesar 20%, 10% (3 orang) mengatakan menginap di rumah saudara yang masih berada di Kabupaten Pacitan, sebesar 6,67% (2 orang) mengatakan menginap di hotel yang berada di Kota Pacitan dan sebesar 3,33% (1 orang) mengatakan menginap di hotel yang berada di kawasan Pantai Teleng Ria. Wisatawan banyak yang tidak menginap rata – rata berasal dari kota – kota yang tidak begitu jauh jaraknya dari Kabupaten Pacitan sehingga perjalanan dapat ditempuh dalam waktu satu hari. Namun kurangnya fasilitas di kawasan Pantai Teleng Ria dalam hal penginapan dapat menjadi penyebab wisatawan kurang begitu tertarik untuk menginap.
Adanya hal tersebut memerlukan suatu
peningkatan pelayanan dalam hal penginapan, dimana jumlahnya perlu dilakukan penambahan agar wisatawan semakin betah dan nyaman saat berwisata di kawasan ini.
4.5.2.4 Kegiatan yang dilakukan wisatawan dan sambutan penduduk sekitar
Jenis kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan cukup beragam antara lain berenang, jalan – jalan di tepi pantai, olahraga, memancing, melihat pemandangan, duduk – duduk dan surfing. Persentase jumlah terhadap kegiatan yang dilakukan wisatawan disajikan pada Gambar 38.
Persentase jumlah (%)
30
25.56
25
22.22
20
16.67 13.33
15 10
7.78
5.56
8.89
5 0 Berenang
Surfing
Jalan-jalan
Melihat Pemandangan
Duduk-duduk
Memancing
Olahraga
Kegiatan yang dilakukan
Gambar 38. Persentase jumlah terhadap kegiatan yang dilakukan wisatawan. (Data primer diolah, 2008)
Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh wisatawan adalah berenang yaitu sebesar 25,56% (8 orang) sedangkan yang paling sedikit adalah surfing sebesar 5,56% (2 orang).
Kegiatan surfing sedikit dilakukan karena
membutuhkan keahlian khusus dan keberanian.
Kegiatan yang dilakukan
wisatawan tidak hanya terpaku pada satu kegiatan saja, tetapi banyak wisatawan yang melakukan kombinasi beberapa kegiatan pada waktu berwisata seperti berenang, surfing dan jalan – jalan dalam satu waktu kunjungan. Saat melakukan kegiatan berenang selalu dipantau oleh tim baywatch, mengingat ombak di Pantai Teleng Ria yang cukup besar. Kegiatan olahraga yang dilakukan antara lain jogging danvoli pantai. Kegiatan surfing biasanya hanya dilakukan oleh pihak – pihak yang memang hobi ataupun berani melakukan kegiatan surfing itu sendiri. Sambutan penduduk sekitar terhadap wisatawan terdiri atas kurang baik, cukup baik, baik dan baik sekali. Persentase jumlah terhadap sambutan penduduk sekitar disajikan pada Gambar 39.
56.67
Persentase jumlah (%)
60 50 40 30
23.33 16.67
20 10
3.33
0 Baik sekali
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Sambutan penduduk sekitar
Gambar 39. Persentase jumlah terhadap sambutan penduduk sekitar. (Data primer diolah, 2008)
Paling banyak wisatawan yang menjadi responden mengatakan bahwa sambutan penduduk sekitar terhadap kegiatan wisata di Pantai Teleng Ria adalah baik yaitu sebesar 56,67% (17 orang), sedangkan yang paling sedikit mengatakan kurang baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Penduduk sekitar sebagian besar menyambut antusias dengan kegiatan wisata yang terdapat di Pantai Teleng Ria karena dapat memberikan keuntungan tersendiri dimana penduduk sekitar dapat ikut serta dalam kegiatan wisata, misalnya sebagai penjual makanan, nelayan, pegawai di dalam kawasan dan lain – lain Sambutan penduduk sekitar terhadap kedatangan wisatawan memberikan kenyamanan sendiri bagi wisatawan.
Sambutan yang baik akan membuat
wisatawan betah dan merasa nyaman saat melakukan wisata ke kawasan Pantai Teleng Ria. 4.5.3
Persepsi wisatawan
4.5.3.1 Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria
Kebersihan dan keindahan lingkungan di kawasan Pantai Teleng Ria harus terjaga dengan baik. Apabila lingkungan tersebut tidak terjaga dengan baik maka akan terjadi kerusakan yang mempengaruhi kegiatan wisata. Persentase jumlah wisatawan terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria disajikan pada Gambar 40.
Persentase jumlah (%)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
46.67
30.00
13.33
10.00
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Gambar 40. Persentase jumlah wisatawan terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Persepsi wisatawan terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria terbagi menjadi kurang, cukup, baik dan sangat baik. Sejumlah wisatawan yang menjadi responden paling banyak mengatakan bahwa kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik yaitu sebesar 46,67% (14 orang), sedangkan paling sedikit mengatakan bahwa kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria kurang baik yaitu sebesar 10% (3 orang). Pengamatan yang telah dilakukan ditemukan sampah organik di tepi pantai (daun – daun, serpihan pohon, dan lain – lain) yang terbawa oleh ombak.
Sampah – sampah tersebut berasal dari sungai yang kemudian
terbawa ke muara hingga ke pantai. Walaupun jumlah sampah tidak banyak, namun dapat mengganggu wisatawan yang sedang beraktivitas. Selain itu juga dijumpai sampah yang dibuang oleh wisatawan seperti bungkus makanan dan minuman di sekitar pantai. a.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria paling banyak responden mengatakan baik. Responden yang mengatakan kualitas lingkungan masih baik dapat dilihat dari sisi umur yang terbagi menjadi lima kelompok umur yaitu 17 – 25 tahun, 26 – 34 tahun, 35 – 43 tahun, 44 – 52 tahun dan >53 tahun. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur disajikan pada Gambar 41.
Persentase jumlah (%)
40
35.71
35.71
35 30 25 20 15
14.29
14.29
44 - 52
> 53
10 5
0.00
0 17 - 25
26 - 34
35 - 43
Umur (tahun)
Gambar 41. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan umur (Data primer diolah, 2008)
Responden banyak yang berasal dari kelompok umur antara 17 – 25 tahun dan 26 – 34 tahun yaitu masing – masing sebesar 35,71% (5 orang). Sementara itu, persentase jumlah yang berasal dari dua kelompok umur lainnya yaitu 44 – 52 tahun dan >53 tahun hanya sedikit yang mengatakan bahwa kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik. Adapun kedua kelompok tersebut masing – masing sebesar 14,29% (2 orang), sedangkan tidak ada responden dari kelompok umur 35 – 43 tahun yang mengatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik. Pengetahuan tentang kondisi lingkungan adalah sangat penting, dimana saat kondisi lingkungan mulai kurang baik dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya agar tidak sampai terjadi kerusakan. Berdasarkan umur tersebut responden wisatawan yang banyak mengatakan kualitas lingkungan masih baik merupakan remaja hingga dewasa yang berada pada rentang umur 17 – 34 tahun. Masa – masa remaja hingga dewasa memiliki keingintahuan terhadap sesuatu yang cukup tinggi sehingga kemungkinan memperoleh informasi tentang kualitas lingkungan lebih banyak. Usia remaja menjelang dewasa, umumnya masih bersekolah baik SLTA maupun akademi/PT. Mereka mengetahui bagaimana kualitas lingkungan yang masih baik dan tidak berdasarkan informasi yang diperoleh.
b.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan pendidikan
Berdasarkan pendidikan, responden yang mengatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT). Adapun persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan disajikan pada Gambar 42.
57.14
Persentase jumlah (%)
60 50 35.71
40 30 20 10
7.14
0 SLTP
SLTA
Akademi/PT
Tingkat pendidikan
Gambar 42. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan pendidikan (Data primer diolah, 2008)
Paling banyak responden berasal dari kelompok pendidikan Akademi/PT mengatakan bahwa kondisi lingkungan di kawasan Pantai Teleng Ria masih baik yaitu sebesar 57,14% (8 orang). Responden yang paling sedikit mengatakan baik berpendidikan SLTP yaitu sebesar 7,14% (1 orang). Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin banyak informasi diperoleh.
Saat menempuh jenjang
pendidikan akademi/PT banyak sekali hal yang diperoleh, banyak jalan untuk memperoleh pengetahuan lebih tetang kualitas lingkungan.
Setidaknya bisa
membedakan bagaimana kualitas lingkungan yang masih baik dan yang tidak baik. Hasil dari wawancara dengan wisatawan menunjukkan bahwa responden yang lebih banyak mengetahui tentang kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria merupakan responden dengan tingkat pendidikan akademi/perguruan tinggi.
c.
Persepsi terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan penghasilan
Responden yang mengatakan kondisi lingkungan di kawasan Pantai Teleng Ria adalah baik dilihat dari sisi penghasilan terdiri dari tiga kelompok umur yaitu tidak berpenghasilan, berpenghasilan antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan disajikan pada
Persentase jumlah (%)
Gambar 43.
60 50.00
50 40 30
28.57 21.43
20 10 0 Tidak berpenghasilan
Rp 500.000 s/d Rp1.000.000
Rp 1.000.000 s/d Rp 2.000.000
Penghasilan per bulan Gambar 43. Persentase jumlah wisatawan yang menyatakan kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria adalah baik berdasarkan jumlah penghasilan (Data primer diolah, 2008)
Responden dari kelompok berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 paling banyak mengatakan bahwa kondisi lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik yaitu sebesar 50% (7 orang). Paling sedikit adalah responden yang berasal dari kelompok tidak berpenghasilan yaitu sebesar 21,43% (3 orang). Responden yang tidak berpenghasilan hanya sedikit yang mengatakan bahwa kondisi lingkungan Pantai Teleng Ria masih baik karena jarang mengunjungi Pantai Teleng Ria. Mereka hanya dapat mengunjungi kawasan ini saat berliburan dengan keluarga karena belum memiliki penghasilan sendiri. Jarangnya mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria ini membuat kelompok tidak
berpenghasilan ini kurang tahu kondisi lingkungan yang sebenarnya.
Hanya
sepintas saja saat melakukan kunjungan penilaian kondisi lingkungan dilakukan. Kelompok berpenghasilan yaitu berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 memanfaatkan waktu liburan kerja untuk mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria. Setidaknya kunjungan yang dilakukan terhadap kawasan ini tidak terlalu jarang yaitu lebih dari satu kali. Hal ini membuat mereka lebih banyak mengetahui bagaimana kondisi Pantai Teleng Ria setelah melakukan beberapa kali kunjungan. Hasil wawancara terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria berdasarkan umur, pendidikan dan jumlah penghasilan saling berkaitan. Berdasarkan umur yang banyak mengetahui adalah responden wisatawan dengan rentang umur 17 – 34 tahun yang memiliki tingkat pendidikan baik SLTA maupun akademi/PT (paling banyak responden berasal dari tingkat pendidikan akademi/PT). Responden tersebut bekerja dengan jumlah penghasilan rata – rata per bulan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. 4.5.3.2 Persepsi terhadap sarana prasarana
Responden wisatawan mempunyai persepsi yang beragam terhadap kondisi ataupun jumlah sarana prasarana yang terdapat di dalam kawasan Pantai Teleng Ria. Wisatawan memberikan persepsi terhadap kondisi tempat ibadah, tempat sampah, listrik, jalan, kios, transportasi, air bersih dalam hal ini air tawar dan penginapan/homestay. Persepsi tersebut meliputi kurang, cukup, baik, sangat baik dan tidak tahu. Persentase persepsi wisatawan terhadap sarana prasarana di dalam kawasan Pantai Teleng Ria disajikan pada Gambar 44. Persepsi wisatawan terhadap jumlah penginapan/homestay cukup beragam. Wisatawan ada yang mengatakan bahwa jumlahnya masih kurang, cukup baik, baik, sangat baik dan tidak tahu. Sebagian besar responden wisatawan yaitu sebesar 60% (18 orang) mengatakan bahwa jumlah penginapan di dalam kawasan Pantai Teleng Ria sudah cukup, sedangkan paling sedikit yaitu sebesar 3,33% (1 orang) responden wisatawan mengatakan bahwa jumlah penginapan/homestay sangat baik. Wisatawan yang mengatakan tidak tahu disebabkan tidak pernah menginap saat melakukan kegiatan wisata di Pantai Teleng Ria sehingga kurang memperhatikan kondisi penginapan/homestay.
80 70 60 50 40 20 10 0 Penginapan/ Air Bersih Transportasi Homestay (Air Tawar)
Kios
Persentase jumlah (%)
30
Jalan
Listrik
Tempat Sampah
Tempat Ibadah
Sarana prasarana Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Tidak tahu
Gambar 44. Persepsi wisatawan terhadap sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria (Data primer diolah, 2008)
Responden memberikan persepsi yang berbeda – beda terhadap ketersediaan air bersih dalam hal ini adalah air tawar. Persepsi tersebut terbagi dalam lima kelompok yaitu kurang, cukup, baik, sangat baik dan tidak tahu. Paling banyak persentase jumlah wisatawan mengatakan bahwa ketersediaan air bersih (air tawar) sudah cukup baik yaitu oleh sebesar 66,67% (20 orang), sedangkan yang paling sedikit yaitu sebesar 6,67% (2 orang) mengatakan tidak tahu terhadap ketersediaan air bersih (air tawar). Tidak adanya wisatawan yang mengatakan bahwa ketersediaan air bersih (air tawar) sangat baik, maka masih diperlukan upaya – upaya peningkatan sehingga diharapkan tidak akan terjadi kekurangan air bersih. Air bersih (air tawar) banyak dibutuhkan oleh wisatawan seperti kamar mandi dan membilas. Air bersih (air tawar) berasal dari sumur – sumur dangkal yang dibuat di dalam kawasan Pantai Teleng Ria dengan kedalaman sekitar empat meter. Sumur yang dibuat tersebut menghasilkan air tawar bukan air payau, walaupun tempat dibuatnya sumur tersebut dekat dengan pantai.
Air tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan di kamar mandi,
mushola maupun kolam renang. Wisatawan paling banyak mengatakan bahwa kondisi sarana transportasi ke kawasan Pantai Teleng Ria sudah cukup baik yaitu sebesar 70% (21 orang).
Hanya sedikit persentase jumlah wisatawan yaitu masing-masing sebesar 3,33% (1 orang) yang mengatakan bahwa kondisi sarana transportasi adalah sangat baik dan tidak tahu terhadap kondisi transportasi tersebut. Sarana transportasi yang dapat digunakan menuju kawasan Pantai Teleng Ria meliputi sarana transportasi umum maupun pribadi. Sarana transportasi umum antara lain bus, angkot, becak, andong, ojek yang dapat ditempuh dari pusat Kota Pacitan, sedangkan sarana transportasi pribadi yang dapat digunakan seperti mobil pribadi dan motor. Persepsi responden wisatawan terhadap jumlah kios maupun kondisinya cukup beragam. Ada yang mengatakan masih kurang, sudah cukup baik, sudah baik, sangat baik dan tidak tahu. Persentase jumlah wisatawan paling banyak menyatakan bahwa jumlah kios dan kondisinya sudah cukup baik yaitu sebesar 73,33% (22 orang), sedangkan paling sedikit mengatakan bahwa jumlah dan kondisi kios sangat baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Kios – kios tersebut meliputi kios makanan, minuman, cenderamata, ikan goreng dan lain – lain. Penempatan kios sudah diatur oleh pengelola yaitu Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan olahraga Kabupaten Pacitan. Seringkali ada penjual yang memilih tidak menempati kios yang sudah menjadi bagiannya dan mencari tempat sendiri (di pinggir jalan) karena menganggap kios yang ditempati kurang ramai/kurang menarik wisatawan. Kebersihan di kios – kios tersebut ada yang sudah cukup terjaga baik, namun ada yang terkesan kurang bersih. Semua tergantung dari masing – masing penjual bagaimana dalam mengelola kiosnya. Keadaan kios kurang bersih akan membuat wisatawan tidak nyaman yang kemudian akan merugikan penjual itu sendiri karena makin sedikit wisatawan yang mengunjungi kiosnya. Wisatawan memberikan persepsi yang berbeda – beda terhadap kondisi sarana jalan. Jalan yang terdapat di dalam kawasan Pantai Teleng Ria sudah beraspal dan cukup lebar. Sebagian besar responden wisatawan yaitu 66,67% (20 orang) mengatakan bahwa kondisi jalan di dalam kawasan sudah cukup baik, sedangkan paling sedikit yaitu sebesar 13,33% (4 orang) mengatakan bahwa kondisi jalan masih kurang baik. Seiring berjalannya waktu kondisi jalan yang ada di dalam kawasan mulai mengalami kerusakan (berlubang) tapi kapasitasnya masih sedikit/tidak banyak yang rusak. Adanya kerusakan – kerusakan tersebut
memerlukan suatu perbaikan – perbaikan agar tidak mengganggu kenyamanan wisatawan. Kebutuhan listrk di dalam kawasan Pantai Teleng Ria dipenuhi dengan menggunakan PLN. Listrik tersebut digunakan untuk menerangi jalan di malam hari, kamar mandi, mushola, pos retribusi, kolam renang dan sarana – sarana lain yang membutuhkan listrik. Namun ketika diadakan acara seperti festival musik yang membutuhkan daya listrik cukup banyak harus menggunakan tambahan generator.
Persepsi wisatawan terhadap ketersediaan listrik sebagian besar
mengatakan cukup baik yaitu oleh 18 orang (60%), sedangkan wisatawan yang menjadi responden paling sedikit mengatakan sangat baik yaitu sebesar 3,33% (1 orang). Wisatawan mengatakan cukup baik karena pada malam hari lampu – lampu cukup banyak yang menerangi jalan di sepanjang kawasan Pantai Teleng Ria walaupun ada yang masih sedikit gelap. Kondisi tersebut disebabkan oleh lampu yang sudah rusak maupun belum adanya lampu yang belum di pasang di tempat tersebut.
Selama ini adanya lampu yang belum terpasang belum
menimbulkan gangguan. Ketersediaan tempat sampah di dalam kawasan Pantai Teleng Ria oleh sebagian besar wisatawan yang menjadi responden dikatakan masih kurang yaitu oleh sebesar 73,33% (22 orang). Wisatawan paling sedikit mengatakan bahwa jumlah tempat sampah yang ada sudah cukup yaitu oleh sebesar 26,67 (8 orang). Sebenarnya jumlah tempat sampah yang disediakan oleh pihak pengelola sudah cukup banyak.
Tempat sampah tersebut telah diletakkan di dalam kawasan
namun penempatannya masih kurang tepat sehingga banyak wisatawan yang tidak mengetahuinya. Tempat sampah yang tersedia sebagian besar tidak dalam kondisi tertutup sehingga sampah yang ada di dalamnya kemungkinan dapat terbawa oleh angin yang cukup kencang.
Sampah yang terbawa oleh angin tersebut
mengakibatkan sampah tersebut berantakan kembali dan terlihat tidak bersih. Sampah dikelola oleh pihak pengelola Pantai Teleng Ria, yaitu Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dengan cara dikumpulkan di suatu lahan yang tidak digunakan (tanah kosong) sebagai tempat pembuangan sementara. Tempat pembuangan sementara tersebut sampah ada yang dibakar, di
kubur atau di buang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Pembuangan sampah ke TPA dilakukan dengan koordinasi Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Dalam hal ketersediaan tempat ibadah yaitu mushola sebagian besar wisatawan yang menjadi responden mengatakan sudah cukup yaitu sebesar 70% (21 orang), sedangkan paling sedikit yaitu sebesar 6,67% (1 orang) mengatakan sangat baik. Mushola yang terdapat di dalam kawasan ada sekitar 3 unit mushola. Dua mushola masih dalam kondisi baik karena belum lama dibangun, sedangkan yang satu unit sudah mengalami kerusakan dan sudah jarang digunakan. 4.5.3.3 Pengetahuan tentang ekowisata
Salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu ingin melihat apakah kawasan Pantai Teleng Ria sesuai jika dijadikan kawasan ekowisata. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan wisatawan terhadap ekowisata maka dilakukan wawancara langsung dengan wisatawan yang dijumpai di Pantai Teleng Ria. Dalam hal pengetahuan tentang ekowisata, wisatawan memberikan jawaban yang beragam.
Ada yang mengetahui tentang ekowisata dan ada yang tidak
mengetahui tentang ekowisata. Persentase jumlah wisatawan yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 45.
Persentase jumlah (%)
60 50
53.33 46.67
40 30 20 10 0 Mengetahui tentang ekowisata
Tidak mengetahui tentang ekowisata
Pengetahuan tentang ekowisata
Gambar 45. Persentase jumlah wisatawan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Wisatawan yang menjadi responden lebih banyak mengatakan tidak mengetahui tentang ekowisata yaitu sebesar 53,33% (16 orang), sedangkan
sisanya yaitu sebesar 46,67% (14 orang) mengetahui tentang ekowisata. Lebih banyaknya wisatawan yang tidak mengetahui tentang ekowisata dibuktikan dengan adanya perilaku buang sampah sembarangan. Pengetahuan ekowisata yang dimiliki wisatawan hanya terbatas pada pengertian umum, belum mendalam hingga kepada konsep ekowisata. Berdasarkan jumlah responden wisatawan yang mengetahui tentang ekowisata tersebut, selanjutnya dilakukan pengelompokan berdasarkan umur, pendidikan dan jumlah penghasilan. a.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan umur
Apabila dilihat berdasarkan umur, umumnya wisatawan yang berkunjung ke Pantai Teleng Ria terdiri atas anak – anak, remaja hingga dewasa. Responden yang mengetahui tentang ekowisata dilihat dari sisi umur terbagi atas lima kelompok yaitu 18 – 25 tahun, 26 – 33 tahun, 34 – 41 tahun, 42 – 49 tahun dan > 50 tahun.
Wisatawan yang menjadi responden adalah orang dewasa dengan
selang umur antara 18 – > 50 tahun. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 46.
Persentase jumlah (%)
45
42.86
40
35.71
35 30 25 20
14.29
15
7.14
10 5
0.00
0 18 - 25
26 - 33
34 - 41
42 - 49
> 50
Umur (tahun) Gambar 46. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan umur yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Responden yang berumur antara 18 – 25 tahun paling banyak mengetahui tentang ekowisata dibandingkan kelompok umur yang lain yaitu sebesar 42,86% (6 orang).
Sementara itu pada kelompok umur lebih dari 50 tahun, jumlah
responden yang mengetahui tentang ekowisata hanya 1 orang (7,14%) dari total
14 orang responden yang menyatakan mengetahui tentang ekowisata. Responden dari kelompok umur 34 – 41 tahun tidak ada yang mengatakan mengetahui tentang ekowisata. Jumlah responden yang paling banyak mengetahui tentang ekowisata berasal dari kelompok umur 18 -25 yang merupakan umur remaja hingga menjadi dewasa. Saat remaja hingga menjadi dewasa biasanya mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengetahui hal – hal yang baru. Mereka seringkali lebih banyak bertanya dan mencari tahu terhadap apa yang belum diketahui. Walaupun hal ini tidak dapat diberlakukan secara umum. Namun untuk pengetahuan tentang ekowisata, responden yang lebih banyak mengetahui berasal dari kelompok umur 18 – 25 tahun. b.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan responden, persentase jumlah wisatawan yang mengetahui tentang ekowisata dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan akademi/Perguruan Tinggi (PT).
Persentase jumlah wisatawan
berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata disajikan pada Gambar 47.
Persentase jumlah (%)
60 50.00
50
42.86
40 30 20 10
7.14
0 SLTP
SLTA
Akademi/PT
Tingkat pendidikan Gambar 47. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan pendidikan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Persentase jumlah responden yang paling banyak mengetahui tentang ekowisata berasal dari kelompok pendidikan Akademi/PT yaitu sebesar 50% (7 orang). Sementara itu, responden yang berasal dari kelompok pendidikan SD merupakan kelompok pendidikan yang paling sedikit mengetahui tentang ekowisata yaitu sebesar 7,14% (1 orang). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas pula informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Hal ini berbanding lurus dengan hasil jawaban responden. Responden yang berpendidikan hingga tingkat akademi/PT memiliki persentase lebih tinggi terhadap pengetahuan ekowisata dibandingkan dengan responden yang berpendidikan SLTP dan SLTA. Hal ini tentu saja tidak dapat digeneralisasi mengingat pengalaman yang dimiliki oleh masing – masing responden berbeda – beda untuk kasus yang berbeda. Tetapi untuk pengetahuan ekowisata, responden yang lebih banyak mengetahui tentang ekowisata merupakan responden dengan tingkat pendidikan akademi/perguruan tinggi. c.
Pengetahuan tentang ekowisata berdasarkan jumlah penghasilan
Persentase jumlah responden yang mengetahui tentang ekowisata apabila dilihat dari jumlah penghasilan per bulan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu tidak berpenghasilan, berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000.
Persentase jumlah
wisatawan berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui tentang ekowisata
Persentase jumlah (%)
disajikan pada Gambar 48.
60 50.00
50 40
35.71
30 20
14.29
10 0 Tidak berpenghasilan
Rp 500.000 s/d Rp1.000.000
Rp 1.000.000 s/d Rp 2.000.000
Penghasilan per bulan
Gambar 48. Persentase jumlah wisatawan berdasarkan jumlah penghasilan yang mengetahui tentang ekowisata (Data primer diolah, 2008)
Responden yang paling banyak mengetahui tentang ekowisata memiliki jumlah penghasilan per bulan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000 yaitu sebesar 50% (7 orang).
Sementara itu responden yang paling sedikit
mengetahui tentang ekowisata memiliki jumlah penghasilan per bulan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 yaitu sebesar 14,29% (2 orang). Responden yang tidak berpenghasilan terdiri atas mahasiswa, siswa SLTA dan ibu rumah tangga. Responden yang tidak berpenghasilan tersebut lebih banyak yang mengetahui tentang ekowisata dibandingkan dengan yang berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Tingkat penghasilan erat kaitannya dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan masa kerja seseorang pada suatu unit kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pengetahuan tentang ekowisata banyak dimiliki oleh wisatawan yang berpenghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Wisatawan dengan penghasilan tersebut berasal dari kelompok umur produktif yaitu antara 23 – 55 tahun dengan tingkat pendidikan minimal SLTA.
Sementara itu, kelompok
responden yang belum berpenghasilan berasal dari komunitas pelajar dan mahasiswa. Komunitas pelajar dan mahasiswa lebih mudah mendapatkan banyak informasi baik dari lingkungan pendidikan maupun dari luar dibandingkan yang sudah bekerja biasanya lebih fokus dengan apa yang dikerjakan. Oleh karena itu, pengetahuan responden terhadap ekowisata bila dilihat dari tingkat penghasilan didominasi oleh kelompok penghasilan Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 diikuti oleh kelompok responden yang belum berpenghasilan dan yang paling sedikit kelompok responden berpenghasilan Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Apabila dibandingkan berdasarkan umur, pendidikan dan penghasilan terhadap pengetahuan ekowisata wisatawan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan umur, jumlah responden yang paling banyak mengetahui tentang ekowisata adalah usia muda yaitu antara 18 – 25 tahun.
Bila dihubungkan dengan tingkat
pendidikan, maka kelompok umur tersebut merupakan kelompok umur sekolah baik SLTA maupun akademi/perguruan tinggi yang kemudian bekerja dengan jumlah penghasilan per bulan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Pada masa usia sekolah, pengetahuan dan informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber
sehingga besar kemungkinan responden mendapatkan pengetahuan ekowisata lebih banyak dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. 4.5.3.4 Persepsi terhadap keindahan dan kenyamanan kawasan
Persepsi wisatawan terhadap keindahan kawasan Pantai Teleng Ria dinyatakan indah oleh sebanyak 13 orang responden dari total 30 orang responden. Hasil dari 13 orang responden tersebut diperoleh nilai keindahan kawasan sebesar 43%. Nilai tersebut masuk ke dalam kisaran antara 40% - 75% yang menunjukkan bahwa kriteria keindahan kawasan di Pantai Teleng Ria adalah cukup indah. Keindahan alam tersebut menjadikan salah satu daya tarik Pantai Teleng Ria. Daya tarik yang ada dapat dikembangkan lebih baik lagi untuk kegiatan ekowisata dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan. Persepsi wisatawan terhadap kenyamanan kawasan Pantai Teleng Ria, dari 30 responden sebanyak 9 orang responden mengatakan nyaman. Hasil dari 9 orang responden tersebut diperoleh nilai kenyamanan kawasan yaitu sebesar 30%. Hasil tersebut dibandingkan dengan nilai kenyamanan kawasan yang ada masuk dalam kisaran <40% yang menunjukkan bahwa kawasan Pantai Teleng Ria tidak nyaman. Hal tersebut disebabkan kurangnya pepohonan besar yang rindang yang membuat kawasan pantai terlihat gersang dan panas. Kurangnya pepohonan tersebut karena pohon yang besar banyak yang ditebang, sedangkan pohon penggantinya masih terlalu kecil sehingga tidak rindang.
Keadaan ini
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi wisatawan. Hal tersebut harus segera di atasi, karena kalau ketidaknyamanan tersebut terus berlanjut akan berdampak pada kunjungan wisatawan dan kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. 4.6
Kunjungan wisatawan
Kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun berbeda – beda.
Kadang
mengalami kenaikan maupun penurunan yang biasa disebut fluktuasi. Fluktuasi jumlah wisatawan merupakan hal yang cukup wajar mengingat wisata adalah bidang yang sangat rentan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ngle dan Spencer (1997) in Cemporaningsih (2007) menuliskan bahwa wisata adalah sesuatu yang sangat “unpredictable” atau tidak dapat diprediksi karena terkait oleh berbagai
faktor seperti kondisi ekonomi, biaya, keamanan dan sebagainya.
Fluktuasi
kunjungan wisatawan di Pantai Teleng Ria tahun 1998 – 2007 disajikan pada Gambar 49.
Jumlah Wisatawan
350000 300000 200000
168817
150000
153540144010
162293
100000 50000
301828
254909 177813
250000
123602
134707
86460
0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun Gambar 49. Fluktuasi kunjungan wisatawan di Pantai Teleng Ria tahun 1998 – 2007 (Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan, 2008)
Data
kunjungan
wisatawan
memperlihatkan
bahwa
mulai
awal
pengembangan kegiatan wisata di Pantai Teleng Ria terjadi peningkatan kunjungan.
Jumlah kunjungan sebesar 68.860 wisatawan di tahun 1997
meningkat menjadi 86.460 wisatawan di tahun 1998 dan mencapai puncaknya pada tahun 2001 yaitu sebesar 254.909 wisatawan.
Setelah tahun 2001
mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 177.813 wisatawan. Penurunan tersebut terus terjadi hingga tahun 2006.
Tahun 2007 terjadi
peningkatan yang cukup signifikan terhadap jumlah wisatawan yang datang ke Pantai Teleng Ria yaitu sebesar 301.828 wisatawan. Peningkatan jumlah kunjungan yang cukup tinggi pada tahun 2007, diperkirakan karena pihak pengelola telah mengadakan perbaikan pada sistem pengelolaan sehingga menjadi lebih baik. Perbaikan – perbaikan yang dilakukan terutama dalam hal pembangunan sarana prasarana, perawatan sarana prasarana, pelayanan, keamanan serta promosi yang lebih luas. Namun peningkatan jumlah wisatawan yang datang tersebut jika tidak memperhatikan daya dukung kawasan
Pantai Teleng Ria akan memberikan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan. Akan terjadi kerusakan lingkungan karena tidak bisa lagi menerima jumlah wisatawan yang datang. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Teleng Ria selama ini jika dibandingkan dengan daya dukung, baik daya dukung kawasan untuk wisata pantai maupun daya dukung ekologis adalah sudah melebihi daya dukung. Diperlukan suatu pengelolaan yang lebih baik dan lebih ketat untuk mengatasi hal tersebut, karena pembatasan kunjungan tidak dapat dilakukan mengingat kawasan ini merupakan salah satu penghasil PAD. Peningkatan pengelolaan yang dapat dilakukan terutama dalam hal kebersihan (sampah) dan pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan sehingga akan sedikit mengurangi ancaman terhadap kualitas lingkungan Pantai Teleng Ria. Bulan – bulan puncak (peak season) kunjungan wisata dapat dilihat dari data jumlah wisatawan per bulan dalam lima tahun (2003 – 2007). Bulan – bulan puncak kunjungan wisata adalah Januari, Juli, Juli dan Desember. Dari peak season tersebut dapat diperkirakan alasan – alasan mengapa keempat waktu tersebut terjadi. Bulan Desember dan Januari adalah bulan dimana terdapat libur Hari Raya, akhir tahun maupun tahun baru juga adalah waktu dimana anak sekolah (SD – SMA) libur. Waktu liburan ini biasanya dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatan wisata, karyawisata ataupun liburan keluarga. Sementara pada bulan Juni dan Juli adalah libur kenaikan kelas. Libur pada bulan – bulan ini cukup panjang sehingga banyak dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatan wisata bersama ataupun liburan keluarga. Wisatawan yang paing banyak mengunjungi kawasan Pantai Teleng Ria merupakan wisatawan yang berasal dari dalam negeri.
Wisatawan tersebut
berasal dari berbagai daerah di Indonesia terutama di kota – kota sekitar Kabupaten Pacitan. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara di Kabupaten Pacitan per bulan pada tahun 2003 – 2007 (orang) disajikan pada Gambar 50.
160000
Jumlah Wisatawan (orang)
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
2003
36934
14116
16338
19328
22709
34870
38343
Agustus September Oktober Nopember Desember 23411
30081
22159
6575
157961
2004
36397
20453
14930
15114
25882
39814
38036
24947
53844
16206
92371
18156
2005
31086
10609
10298
15068
16160
31084
35244
17717
25241
8664
77972
12470
2006
29368
47983
12031
23610
23690
18369
22890
11910
12313
68664
24808
17738
2007
29779
10225
10791
14562
18085
23784
31587
19327
16086
98468
14716
14418
Gambar 50. Jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri di Kabupaten Pacitan per bulan pada tahun 2003 – 2007 / orang (BPS 2004, 2005, 2006, 2007, 2008)
Jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri ke berbagai kawasan wisata di Kabupaten Pacitan mengalami fluktuatif. Kunjungan wisatawan mulai mengalami peningkatan pada bulan Oktober, November dan Desember.
Bulan – bulan
tersebut terdapat hari libur di dalamnya, baik libur sekolah maupun hari besar agama. Adanya hari libur tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata antara lain mengunjungi berbagai kawasan wisata yang ada di Kabupaten Pacitan salah satunya adalah Pantai Teleng Ria.. Kawasan Pantai Teleng Ria selain dikunjungi oleh wisatawan dalam negeri juga dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Wisatawan tersebut berasal dari beberapa negara di dunia. Namun selama ini intensitas kunjungannya masih jarang dan jumlah wisatawan yang datang masih sedikit jika dibandingkan dengan wisatawan dalam negeri.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di
Kabupaten Pacitan per bulan pada tahun 2003 – 2007 (orang) disajikan pada Gambar 51.
160 140
Jumlah Wisatawan (orang)
120 100 80 60 40 20 0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
2003
88
73
75
71
74
80
22
Agustus September Oktober Nopember Desember 44
65
48
8
2004
153
69
18
27
33
30
75
60
57
33
30
18
2005
45
12
24
53
41
25
63
26
14
10
11
10
2006
23
23
10
6
11
5
15
8
10
10
15
15
2007
16
23
8
17
25
12
20
27
14
9
29
14
54
Gambar 51. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Kabupaten Pacitan perbulan pada tahun 2003 – 2007 / orang (BPS 2004, 2005, 2006, 2007, 2008)
Wisatawan mancanegara paling banyak datang ke Pacitan pada bulan Januari. Hal tersebut disebabkan pada bulan Januari terdapat libur tahun baru yang banyak dimanfaatkan oleh wisatawan mancanegara untuk berlibur ke negara lain. Kondisi lingkungan alam yang masih asli merupakan daya tarik tersendiri bagi Pantai Teleng Ria. 4.7
Dampak kegiatan wisata
Pengelolaan kawasan Pantai Teleng Ria untuk pengembangan kegiatan wisata diperkirakan akan memberikan dampak. Dampak tersebut berupa positif maupun negatif. Perkiraan dampak positif yang ditimbulkan antara lain : 1. Peluang bekerja dan berusaha Adanya kegiatan wisata dapat menjadi peluang bekerja dan berusaha bagi penduduk sekitar.
Peluang bekerja yang dapat terjadi antara lain menjual
makanan, minuman, cenderamata, pegawai dalam kawasan, maupun menyewakan penginapan/homestay. Peluang tersebut akan memberikan tambahan pemasukan bagi penduduk.
Namun rendahnya keahlian yang dimiliki penduduk sekitar
membuat mereka hanya menjadi pekerja pada umumnya.
Sebagian besar
penduduk sekitar yang bekerja di kawasan Pantai Teleng Ria merupakan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. 2. Peningkatan pendapatan Ikut serta dalam kegiatan wisata memberikan pemasukan tambahan bagi penduduk
sekitar.
Pemasukan
tambahan
tersebut
dapat
meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Pemasukan pemerintah kabupaten pun akan meningkat dengan adanya pengembangan kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria. Pemasukan tersebut berasal dari pajak dan tiket masuk dari kegiatan wisata. Meningkatnya pemasukan bagi daerah akan meningkatkan kondisi perekonomian di Kabupaten Pacitan. 3. Sosial budaya Bidang sosial budaya merupakan masuknya informasi – informasi secara tidak langsung dibawa oleh wisatawan yang berkunjung.
Hal ini membuat
informasi yang masuk ke kawasan ini menjadi lebih cepat. Informasi lebih cepat masuk dengan adanya pengembangan kegiatan wisata yang mengakibatkan peningkatan sarana prasarana. Perkiraan dampak negatif yang ditimbulkan dari pengembangan kegiatan wisata di kawasan Pantai Teleng Ria : 1. Kerusakan lingkungan Pengembangan suatu kawasan untuk kegiatan wisata akan terjadi pembangunan sarana prasarana. Adanya pembangunan dapat mengganggu ekosistem di sekitarnya jika tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Maka dari itu, dalam pengembangan kegiatan wisata diperlukan pengelolaan yang sesuai. 2. Kecemburuan sosial Kecemburuan sosial terjadi akibat adanya perbedaan tingkat sosial antara wisatawan dengan penduduk sekitar. Kecemburuan sosial tersebut disebabkan adanya perbedaan pola pikir penduduk yang menganggap wisatawan itu memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi.
Wisatawan dapat menghabiskan waktu
liburannya untuk berwisata karena mereka bekerja keras. Padahal setiap orang dapat melakukan kegiatan wisata sebagai kompensasi atas hasil kerja kerasnya selama ini.
Sebagai usaha menghilangkan kejenuhan selama bekerja, maka
memanfaatkan waktu liburan untuk berwisata.
Menghilangkan kecemburuan
sosial sebaiknya dilakukan pengertian dari sudut agama, melalui pendidikan non formal seperti penyuluhan sehingga penduduk mudah untuk menerimanya. 3. Perubahan kultur sosial budaya Kegiatan wisata akan menambah lapangan pekerjaan atau penghasilan bagi penduduk sekitar. Namun dampak lain dari kegiatan ini adalah terjadinya penurunan
kinerja
pada
penduduk
yang
sudah
terbiasa
mengandalkan
pekerjaannya pada kegiatan wisata ini. Penduduk setempat yang bekerja dengan memanfaatkan kegiatan wisata rata – rata tidak memiliki pekerjaan lain. Padahal saat kunjungan sedang sepi mereka dapat memanfaatkan waktu – waktu tersebut untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang lain. Mereka sudah terbiasa mendapatkan penghasilan dari kegiatan wisata dimana penghasilan diperoleh dalam waktu singkat. Sedikit yang mengoptimalkan waktu luang untuk bekerja di bidang yang lain. Wisatawan yang melakukan kunjungan berasal dari berbagai daerah dimana memiliki budaya yang berbeda. Wisatawan memberikan pengaruh dalam hal budaya terlihat pada mode – mode baju yang mulai berubah. Hal tersebut merupakan pengaruh budaya barat yang diikuti oleh penduduk sekitar. 4.8
Analisis Recreation Opportunity Spectrum (ROS)
Dalam upaya memanfaatkan dan mengembangkan suatu potensi wisata ada beberapa parameter yang harus diperhatikan.
Parameter tersebut adalah
parameter fisik (lingkungan), sosial dan pengelolaan sesuai dengan peruntukan dan tujuan pengembangan suatu kawasan.
Sebagai upaya untuk mengetahui
spektrum peluang ekowisata dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan Pantai Teleng Ria, maka dilakukan analisis kondisi kawasan yang diuraikan dalam bentuk matriks. Matriks tersebut menguraikan kondisi masing – masing parameter yang kemudian disebut dengan Recreation Setting Atrribute seperti disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Matriks parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atrribute) No
Physical Attribute Sumber daya alam
Deskripsi
2
Topografi wilayah
Pantai pasir yang landai, dikelilingi oleh dua ujung perbukitan
3
Oseanografi
4
Kualitas perairan
Tipe pasut : campuran dominan ganda Arah arus dominan : timur laut-barat daya dengan kecepatan rata – rata 0.23 m/dt Tinggi gelombang : 2,5 m Cukup baik, layak untuk kegiatan wisata
5
Klimatologi
1
Pantai, perikanan
Curah hujan 7 – 405 mm2 per bulan Angin maksimum 10 – 22 knot Suhu udara 27 oC
6
Recreation Setting Attribute Deskripsi Managerial Attribute Sarana Cukup lengkap, prasarana dengan kondisi sebagian rusak Transportasi Mudah dijangkau, armada transportasi darat (bis, mini bis,angkutan kota) jumlahnya cukup banyak Komunikasi Jaringan telepon, televisi, radio, koran, majalah, internet
Social Attribute Pendidikan
Mayoritas SLTA
Tenaga kerja (asal)
Penduduk sekitar
Demografi
Jumlah penduduk 6264 jiwa
Keindahan alam : indah Kenyamana n alam : kurang nyaman Sedimentasi, aktivitas wisata belum mempertimb angkan daya dukung
Kebijakan pengelolaan
Pengelolaan wisata dengan melibatkan masyarakat
Persepsi terhadap kawasan
Kondisi wisata
Baik, sudah dikelola
Isu
Kondisi perikanan
Produksi perikanan tahun 2005 : 1.559.549 kg, tahun 2006 sebesar 1.871.600 kg dan tahun 2007 sebesar 3.298.976 Belum dikelola
Pembuangan limbah
Deskripsi
Sumber : Data primer diolah, 2008
Matriks parameter kawasan rekreasi terbagi menjadi tiga parameter yaitu parameter fisik (physical attribute), parameter pengelolaan (managerial attribute) dan parameter sosial (sosial attribute). Parameter fisik terdiri atas sumberdaya alam topografi wilayah, oseanografi, kualitas perairan dan klimatologi. Parameter pengelolaan meliputi sarana prasarana, transportasi, komunikasi, kondisi wisata, kondisi perikanan dan pembuangan limbah cair. Sementara itu, parameter sosial terdiri dari pendidikan, tenaga kerja, demografi, persepsi terhadap kawasan dan
isu. Data yang diambil dari tiap parameter tersebut merupakan kondisi kawasan yang ditemui pada saat penelitian.
Kondisi kawasan tersebut kemudian
dibandingkan dengan kriteria pembobotan yang telah ditetapkan sehingga diperoleh nilai skor untuk masing – masing parameter. Hasil pembobotan masing – masing parameter dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Perhitungan parameter kawasan rekreasi (Recreation Setting Atrribute) No 1
Parameter Sumber daya alam Topografi wilayah Oseanografi Kualitas perairan Klimatologi
Bobot Fisik 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Jumlah Rata – rata 2 Pengelolaan Sarana prasarana 0,3 Transportasi 0,3 Komunikasi 0,3 Kondisi wisata 0,3 Kondisi perikanan 0,3 Pembuangan limbah cair 0,3 Jumlah Rata – rata 3 Sosial Pendidikan 0,2 Tenaga kerja 0,2 Demografi 0,2 Persepsi terhadap kawasan 0,2 Isu 0,2 Jumlah Rata – rata Sumber : Data primer diolah, 2008
Skor
Bobot x skor
2 3 3 3 2
1.0 1.5 1.5 1.5 1.0 6,5 1,3
2 3 3 3 2 1
0,6 0,9 0,9 0,9 0,6 0,3 4,2 0,7
3 3 2 2 1
0,6 0,6 0,4 0,4 0,2 2,2 0,44
Hasil penghitungan parameter kawasan rekreasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik yang menunjukkan nilai akhir skoring dari masing – masing parameter.
Parameter yang dimaksud adalah fisik, sosial dan
pengelolaan yang masing-masing memiliki sub parameter yang berbeda. Nilai skoring akhir masing – masing parameter dan sub parameter menunjukkan
spektrum peluang dalam rangka pengembangan kawasan Pantai Teleng Ria untuk
Bobot x skor
ekowisata. Hasil penghitungan parameter fisik disajikan pada Gambar 52.
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1.5
1.5
1.5
1
Sumber daya alamTopografi wilayah
1
Oseanografi
Kualitas perairan
Klimatologi
Parameter fisik Gambar 52. Hasil penghitungan parameter fisik
Parameter fisik terdiri atas sub parameter yang sebagian besar tergantung pada alam.
Hasil perhitungan parameter fisik menunjukkan bahwa topografi
wilayah, oseanografi dan kualitas perairan memiliki prioritas yang lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya alam dan klimatologi.
Oseanografi dan
kualitas perairan sangat tergantung pada alam. Tetapi kualitas perairan disekitar Pantai Teleng Ria juga sangat tergantung pada aktivitas yang ada disekitar pantai. Oleh karena itu dalam konteks pengelolaan kawasan wisata terutama untuk ekowisata, faktor kualitas perairan harus lebih diperhatikan meskipun memiliki prioritas yang sama dengan faktor oseanografi. Mengingat aktivitas yang berpengaruh terhadap kualitas air dapat dikendalikan. Topografi wilayah dapat terjadi perubahan akibat aktifitas manusia seperti penambahan pasir di sekitar pantai (reklamasi), maupun akibat faktor alam seperti abrasi atau bencana alam. Kondisi topografi Pantai Teleng Ria saat ini dapat dikatakan sebagai topografi yang ideal untuk kegiatan wisata sehingga perubahan yang dilakukan oleh manusia sedapat mungkin diminimalisir. Sementara itu, perubahan topografi yang disebabkan oleh faktor alam berupa sedimentasi dan abrasi harus dicegah.
Wisatawan melihat kawasan dari topografinya, nyaman tidaknya keadaan topografi untuk melakukan aktivitas wisata.
Kawasan Teleng Ria
memiliki
pantai berpasir yang cukup luas dengan panjang 2,5 km dan keadaan pantai yang landai dengan kemiringan <10o. Pantai berpasir yang luas tersebut membuat wisatawan mudah untuk melakukan berbagai aktivitas. Hal inilah yang membuat topografi memiliki nilai yang baik. Oseanografi terutama gelombang berpengaruh terhadap kegiatan surfing yang mulai dikembangkan di dalam kawasan. Adanya gelombang yang bagus untuk kegiatan surfing, akan menjadi daya tarik bagi wisatawan karena tidak semua pantai dapat dijadikan tempat untuk melakukan surfing.
Kualitas perairan yang baik berpengaruh pada biota yang ada di
dalamnya dan kegiatan yang dilakukan di perairan tersebut. Jika perairan sudah dalam kondisi tidak baik seperti tercemar baik minyak maupun logam berat, akan membuat wisatawan enggan untuk melakukan aktivitas wisata. Kondisi perairan yang masih baik akan membuat wisatawan nyaman dalam melakukan kegiatan berenang maupun mandi di tepi pantai. Potensi dan jenis sumberdaya alam dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan suatu kawasan wisata pantai. Jika sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan kurang menarik dan kondisinya mulai mengalami kerusakan akan mengakibatkan penurunan minat wisatawan atau bahkan hilangnya pesona wisata kawasan tersebut.
Potensi sumberdaya alam yang
terdapat di Pantai Teleng Ria selain panorama pantai yang indah dan masih alami adalah potensi perikanan yang pemanfaatannya belum optimal. Berbagai jenis ikan, udang dan kerang – kerangan dapat menjadi faktor pendukung yang mampu memberikan kekuatan tersendiri bagi pengembangan kawasan wisata pantai di wilayah ini. Meskipun faktor klimatologi memiliki prioritas yang sama dengan potensi sumberdaya, tetapi karena faktor klimatologi dipengaruhi oleh variabel yang sangat beragam maka sebaiknya pengelolaan kawasan wisata lebih menitik beratkan pada faktor sumberdaya. Meskipun demikian, adanya perubahan iklim global yang terjadi akhir – akhir ini juga patut diwaspadai sehingga antisipasi terhadap hal – hal yang tidak dinginkan telah dipersiapkan dengan matang untuk menghindari dampak yang merugikan bagi pelaksanaan kegiatan wisata pantai.
Perubahan yang terjadi akibat iklim global seperti berkurangnya areal pantai berpasir yang disebabkan naiknya permukaan air laut. Adanya kenaikan muka air laut tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan wisata pantai. Parameter pengelolaan yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan wisata pantai terdiri atas enam komponen. Komponen tersebut adalah sarana prasarana, transportasi, komunikasi, kondisi wisata, kondisi perikanan dan pembuangan limbah. Jika pengelolaan terhadap enam komponen tersebut baik maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan kegiatan wisata terutama untuk pengembangan ekowisata. Hasil penghitungan parameter pengelolaan kawasan
Bobot x skor
rekreasi disajikan pada Gambar 53.
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0.9
0.9
0.9
0.6
0.6
0.3
Sarana prasarana
Transportasi Komunikasi Kondisi wisata
Kondisi perikanan
Pembuangan limbah
Parameter pengelolaan Gambar 53. Hasil penghitungan parameter pengelolaan
Pengelolaan yang baik sudah dilakukan pada faktor transportasi, komunikasi dan kondisi wisata.
Pengelolaan terhadap ketiga faktor tersebut
menjadi hal yang diprioritaskan dalam pengelolaan kawasan Pantai Teleng Ria. Oleh karena itu dalam proses pengembangan ekowisata dimasa mendatang, ketiga faktor tersebut harus tetap dipertahankan kualitas pengelolaannya. Akses menuju kawasan mudah dijangkau dan terdapat sarana transportasi umum yang cukup, mulai dari yang tidak bermotor maupun bermotor. Tidak bermotor seperti becak, delman dan sepeda, sedangkan yang bermotor adalah sepeda motor, mobil maupun bis ukuran kecil dan besar. Kemudahan akses transportasi ini tidak terlepas dari posisi kawasan Pantai Teleng Ria yang dekat dengan pusat kota yaitu
sekitar 3 kilometer, dengan kondisi jalan aspal yang baik. Sementara itu, media komunikasi yang menjangkau kawasan ini sudah cukup banyak mulai dari koran hingga internet.
Kemudahan mendapatkan informasi ini menjadi fasilitas
tersendiri bagi wisatawan. Jangkauan jaringan telepon seluler menjadikan mereka tidak perlu susah untuk menghubungi orang lain maupun keluarga saat melakukan kegiatan wisata. Kondisi pengelolaan kegiatan wisata dalam kawasan ini cukup baik dan sudah ditangani oleh pemerintah daerah setempat. Pengelolaan kawasan untuk kegiatan wisata mulai dilakukan sejak tanggal 30 Desember 1997 dibawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan. Sejak dilakukan pengelolaan mulai dibangun sarana prasarana dalam kawasan yang mendukung kegiatan wisata. Hasil dari kegiatan wisata memberikan masukan yang cukup besar terhadap PAD Kabupaten Pacitan. Sarana prasarana dalam kawasan sebenarnya lengkap, namun kondisinya saat ini sudah ada yang mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi sebagian besar karena ulah wisatawan, namun ada yang disebabkan oleh kondisi bangunan yang kurang bagus.
Demi untuk tetap mempertahankan kualitas pelayanan
kepada wisatawan, perlu adanya pembenahan terhadap sarana prasarana tersebut agar tidak sampai mengganggu kenyamanan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.
Pengelolaan terhadap potensi perikanan sudah cukup baik,
namun belum optimal. Ikan – ikan yang diperoleh sebagian besar dijual dalam bentuk segar, beberapa ada yang diolah seperti digoreng dan sisanya dijadikan ikan asin ataupun terasi. Hasil – hasil produk tersebut masih belum cukup optimal mengingat harganya yang tidak menguntungkan nelayan maupun penduduk sekitar. Sebagai upaya pengembangan kawasan wisata, potensi perikanan tersebut seharusnya mampu dikelola sedemikian rupa misalnya melalui pembuatan makanan khas sebagai oleh – oleh berbahan baku ikan.
Hal ini tentu saja
memerlukan ketrampilan khusus sehingga patut diperhatikan dalam pengelolaan kawasan wisata Pantai Teleng Ria. Pembuangan limbah dalam kawasan Pantai Teleng Ria belum dikelola dengan baik. Selama ini limbah langsung dibuang begitu saja ke perairan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.
Hal tersebut dapat membahayakan kondisi
perairan berpengaruh pada kualitas perairan dalam kawasan jika dibiarkan terus
menerus. Limbah yang dibuang ke perairan merupakan limbah rumah tangga dan limbah dari aktivitas wisata. Sebagian besar merupakan limbah dari kamar mandi. Tidak ada limbah dari kegiatan industri karena tidak ada kegiatan industri di kawasan Pantai Teleng Ria. Tidak adanya kegiatan industri tersebut setidaknya masih mengurangi pencemaran yang terjadi di perairan.
Namun tetap harus
dilakukan penanggulangan yang lebih lanjut agar tidak sampai terjadi pencemaran perairan sehingga dapat benar – benar mencemari perairan.
Perairan yang
tercemar akan berpengaruh pada biota yang ada di dalamnya dan terhadap kegiatan wisata. Parameter sosial yang menjadi perhitungan dalam ROS terdiri atas lima komponen yaitu pendidikan, tenaga kerja, demografi, persepsi terhadap kawasan dan isu. Hasil penghitungan parameter sosial disajikan pada Gambar 54.
0.7
Bobot x skor
0.6
0.6
0.6
0.5
0.4
0.4
0.4
0.3
0.2
0.2 0.1 0 Pendidikan
Tenaga kerja
Demografi
Persepsi terhadap kawasan
Isu
Parameter sosial Gambar 54. Hasil penghitungan parameter sosial
Parameter sosial yang diutamakan adalah pendidikan dan tenaga kerja. Pendidikan penduduk sekitar mempengaruhi kegiatan wisata yang ada. Semakin tinggi tingkat pendidikan, ketrampilan yang dimiliki akan semakin banyak untuk mengembangkan kegiatan wisata. penduduk.
Tenaga kerja pun harus memberdayakan
Pemberdayaan penduduk sekitar dapat membuat kegiatan wisata
berjalan lancar karena tidak adanya konflik. Tidak diberdayakannya penduduk
sekitar, membuat mereka merasa tidak dihargai sehingga akhirnya akan menimbulkan konflik yang dapat mengganggu kegiatan wisata. Demografi merupakan faktor sosial kedua yang harus diutamakan setelah pendidikan dan tenaga kerja. Demografi yang dilihat adalah jumlah penduduk untuk melihat kepadatannya. Semakin banyak populasi penduduk dalam suatu kawasan wisata dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan wisata karena semakin lama lahan untuk kegiatan wisata semakin terdesak. Persepsi terhadap kawasan penting untuk peningkatan kualitas wisata. Wisatawan akan terus mengunjungi kawasan jika masih merasakan kenyamanan dan keindahan di dalam kawasan. Namun jika kenyamanan dan keindahan yang ada mulai berkurang akan membuat wisatawan tidak betah dan mengganggu kegiatan wisata itu sendiri. Isu yang berkembang menjadi komponen paling terakhir karena dianggap tidak begitu mendesak. Padahal jika isu yang ada tidak diperhatikan, maka akan menjadi hambatan bagi pengembangan dimasa mendatang, misalnya adanya dugaan sedimentasi dibeberapa titik, apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan mepengaruhi topografi pantai dan nantinya mengganggu kegiatan wisata. Setelah diketahui nilai dari tiap parameter, kemudian dari tiap parameter tersebut dicari nilai rata – rata. Nilai rata – rata tersebut kemudian dimasukkan dalam grafik untuk dilihat spektrum parameter yang paling dominan, sehingga dapat diketahui spektrum peluang ekowisata pantai.
Hasil penghitungan
Recreation Opportunity Spectrum dari ketiga parameter disajikan pada Gambar 55.
Rata -rata (bobot x skor)
1.4
1.3
1.2 1 0.8
0.7
0.6
0.44
0.4 0.2 0 Fisik (P)
Pengelolaan (M)
Sosial (S)
Parameter
Gambar 55. Hasil penghitungan Recreation Opportunity Spectrum dari ketiga parameter
Hasil penghitungan ketiga parameter utama menunjukkan bahwa parameter fisik merupakan parameter yang memiliki nilai paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa parameter fisik merupakan spektrum peluang pengembangan yang harus dipertahankan. Parameter fisik dengan berbagai faktor didalamnya menjadi parameter kunci terhadap pengembangan ekowisata di Pantai Teleng Ria. Adanya perubahan pada parameter fisik akan mengganggu kegiatan wisata dan berdampak pada keberlanjutan wisata pantai.
Dengan demikian, dalam
pengembangan Pantai Teleng Ria sebagai kawasan ekowisata pantai haruslah lebih memperhatikan faktor kualitas air, topografi dan oseanografi kawasan serta tidak mengesampingkan faktor sumberdaya alam dan klimatologi wilayah. Meskipun spektrum parameter fisik merupakan spektrum peluang yang lebih baik, namun spektrum – spektrum yang lain tetap tidak dapat diabaikan karena dalam ekowisata selain mengutamakan pemahaman terhadap aspek fisik juga tetap tidak mengesampingkan aspek pengelolaan dan sosial.
Spektrum
peluang yang menempati urutan kedua adalah spektrum parameter pengelolaan dan kemudian baru spektrum parameter sosial.
Parameter fisik tetap harus
diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Hal ini tentu saja untuk mencegah eksploitasi dan pemanfaatan yang berlebihan. Mengingat daya dukung kawasan yang terbatas serta ulah manusia yang tidak bertanggung jawab sering kali menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan. Adanya pengelolaan yang baik akan lebih mendukung dan meningkatkan kegiatan wisata yang berlangsung didalamnya. Spektrum parameter sosial menjadi spektrum peluang terakhir yang merupakan spektrum yang terkait hubungan dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, spektrum sosial ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Keberlanjutan aktivitas wisata disuatu kawasan dapat dilihat dari peran dan keterlibatan masyarakat sekitar. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dan sadar akan pengelolaan kawasan wisata yang baik, maka dapat dipastikan kawasan Pantai Teleng Ria akan menjadi salah satu kawasan wisata pantai andalan dan konsep ekowisata dapat dijalankan di kawasan ini.
VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Nilai kesesuaian kawasan Pantai Teleng Ria masuk pada kriteria S1 (sangat sesuai). Hasil estimasi daya dukung pantai berpasir di kawasan Pantai Teleng Ria sebanyak 250 orang per hari dengan kebutuhan lahan penginapan sebesar 4,17 Ha dan kebutuhan air bersih 250.000 liter per hari.
Sementara itu apabila dilihat dari daya dukung ekologisnya
berdasarkan kegiatan yang dapat dilakukan, kawasan Pantai Teleng Ria mampu menerima kunjungan wisatawan per hari sebesar 359 orang. 2. Peranan sektor perikanan sebagai pendukung kegiatan wisata belum optimal karena belum dikelola dengan baik dan belum terintegrasi dengan pengelolaan wisata di Pantai Teleng Ria. 3. Persepsi terhadap kawasan Pantai Teleng Ria yaitu memiliki kualitas lingkungan yang baik dengan panorama alam yang cukup indah, sehingga cukup memberikan kenyamanan bagi para wisatawan. 4. Spektrum peluang untuk ekowisata pantai mengedepankan potensi parameter fisik dengan tidak mengesampingkan parameter pengelolaan dan sosial. 5.2
Saran
Saran dari penelitian ini adalah : 1 Untuk mengantisipasi jumlah pengunjung yang melebihi daya dukung pada saat hari libur sebaiknya pihak pengelola menambah sarana prasarana wisata berupa area bersantai atau area bermain diluar sarana prasarana yang sudah ada. Penambahan area tersebut misalnya pada Pantai Teleng Ria bagian timur yang relatif belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu dapat juga dilakukan penambahan kegiatan sebagai atraksi sampingan. 2
Meningkatkan pengelolaan wisata pantai melalui penambahan penyediaan tempat sampah, dilakukan pengawasan dan penyuluhan kepada wisatawan dan pengelola untuk memberi pengertian tentang pembuangan sampah,
penyediaan fasilitas pengolahan limbah (sebelum di buang ke perairan), penanaman pohon peneduh dan penataan kembali terhadap tata letak kios – kios penjual ikan. 3 Pihak pengelola sebaiknya bekerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan dalam melakukan pembinaan kepada para pedagang ikan untuk menciptakan produk khas dengan memanfaatkan potensi perikanan yang cukup melimpah, kebersihan TPI, tempat pengolahan ikan dan kios ikan goreng lebih diperhatikan agar tidak menimbulkan bau dan mengganggu kegiatan wisata. selain itu sebagian besar kios makanan sebaiknya menjual makanan yang berbahan baku ikan. 4 Pengelolaan yang dilakukan oleh pihak swasta harus sesuai dengan panduan yang ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2006a. Peluang Pariwisata Bahari di Pulau – Pulau Kecil. Disampaikan pada Diskusi Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau – Pulau Kecil, Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, IPB. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Adrianto, L. 2006b. Paradigma Sosial – Ecologic System dalam Pemulihan Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Pasca Tsunami : Studi Kasus Wilayah Pesisir Krueng Raya, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Makalah. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Arifin, T., D. G. Bengen, dan J. I Pariwono. 2002. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk Pengembangan Pariwisata Bahari. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol. 4. No. 2. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Bakosurtanal. 2007. Peta Rupa Bumi Indonesia. Bakosurtanal. Bogor Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Kabupaten Pacitan. 2003. Studi Kelayakan dan Penyusunan Model Perencanaan Kawasan Industri dan Pariwisata di Teluk Pacitan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Pacitan. 2005. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pacitan Sebagai Sub koridor Pengembangan Kawasan Pansela Tengah. Kabupaten Pacitan. Pacitan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Pacitan. 2008. Proposal Pengembangan Kawasan Pantai Teleng Ria. Kabupaten Pacitan. Pacitan Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor BPS (Badan Pusat Statistik). 2004. Pacitan Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik. Pacitan . 2005. Pacitan Dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik. Pacitan . 2006. Pacitan Dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik. Pacitan
. 2007. Pacitan Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik. Pacitan . 2008. Pacitan Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik. Pacitan Cemporaningsih, R. R. A. 2007. Pola Pergerakan Wisatawan di Kabupaten Pacitan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Clark, R.N. dan Stankey, G.H. 1979. The Recreation Opportunity Spectrum: A framework for planning, management and research. USDA, Forest Service, General Technical Report, PNW-98. Dahuri, R. 1998. The Application of Carrying Capacity Concept for Sustainable Coastal Resources Development in Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol. 1. No. 1. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor . 2003a. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Cresent. Bogor . 2003b. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Keberlanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta Damanik, J. dan H. F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan ANDI. Yogyakarta Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Review Detail Desain PPI Tamperan Kabupaten Pacitan. Aria Jasa, Konsultan Teknik dan Manajemen. Surabaya Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. 2008. Data Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Pacitan. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan. Pacitan
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Pacitan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pacitan. 2003. Rencana Induk Pengembangan Obyek Wisata Pantai Teleng Ria Pacitan. Pusat Studi Pariwisata Unversitas Gajah Mada. Yogyakarta
Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan. 2008. Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Pacitan. Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan. Pacitan Fandeli, C dan Muchlison. 2000. Pengantar Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta Ginting, T. R. 2006. Analisis Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam Untuk Pengembangan Ekowisata. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hidro – Oseanografi TNI AL. 2008. Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia. Jawatan Hidro – Oseanografi. Jakarta http:/maps.google.com/maps?ll=-82215471,111.07949&z=16&t=h&hl=en. 2009. Pantai Teleng Ria. 9 Februari 2009. 09:05 Islami, N. A. 2003. Pengelolaan Pariwisata Pesisir (Studi Kasus Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kelurahan Sidoharjo. 2007. Profil Desa/Kelurahan Tahun 2007. Pemerintah Kabupaten Pacitan Badan Pemberdayaan Masyarakat. Pacitan Linberg, K. dan D. E. Hawkins. 1993. Ekoturisme : Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola. The Ecotourism Society. North Bernington, Vermont Lunberg, D. E., M. H. Stavenga, dan M. Krishnamoorthy. 1997. Ekonomi Pariwisata. Diterjemahkan oleh : Jusuf S. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Manik, K. E. S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Penerbit Alfabeta. Bandung Masrul, M. 2002. Kajian Tata Ruang Wilayah Pesisir Kabupaten Garut Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Menteri Dalam Negeri. 1990. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan dalam www.hukumonline.com [06 – 06 – 2008 : 12.53] Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta META, 2002. Planning for Marine Ecotourism in the UE Atlantic Area. University of the West England, Bristol.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta Noorhidayah. 2003. Perencanaan Interpretasi Lingkungan untuk Ekoturisme di Kawasan Wisata Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. H. M. Eidman, D. G. Bengen, Malikusworo H., dan Sukristijono S., Penerjemah. Terjemahan dari : Marine Biology : An Ecological Approach. PT Gramedia. Jakarta Patria, A. D. 1999. Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pesisir dengan Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir yang Berkelanjutan (Studi Kasus di Pesisir Utara Pulau Bintan Kepulauan Riau). Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pangkalan TNI AU Iswahyudi Detasemen Pacitan. 2008. Data Iklim. Stasiun Metro Klas II Pacitan. Pacitan Parkin, D., D. Batt, B. Waring, E. Smith, dan H. Phillips. 2000. Providing for a diverse range of outdoor recreation opportunities: a "micro-ROS" approach to planning and management. Australian Parks and Leisure, 2(3), 41 – 47. Prasetya, G. S., R. H. Ishak, dan D. C. Istiyanto. 1994. Masalah Pantai Di Indonesia dan Usaha – usaha Penanganan Inter – institusi yang Pernah dan Perlu Dilakukan. Prosiding. Seminar Teknik Pantai 1993. Laboratorium Pengkajian Teknik Pantai. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LPTP-BPP Teknologi). Yogyakarta Pratikto, W. A., H. D. Armono, dan Suntoyo. 1997. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. BPFE. Yogyakarta Pudjiwaskito, D. I. 2005. Kajian Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata Sumber Air Panas Ciater, Subang, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sulaksmi, R. 2007. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Waryanto, B dan Y. A. Millafati. 2006. Transformasi Skala Ordinal ke Interval dengan menggunakan Makro Minitab. Jurnal Informatika Pertanian. Vol 15. Bogor
Widyamayanti, D. K. 2005. Perumusan Strategi Untuk Pengembangan Perikanan Tangkap Di Pacitan, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Wong, P. P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia. Education Series 8. International Center for Living Aquatic Resources Management. Manila, Philippines Yulianda, F. 2004. Pedoman Analisis Penentuan Status Kawasan Konservasi Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Zonasi wilayah pesisir dan lautan secara horisontal dan vertikal
Zonasi wilayah pesisir dan lautan secara horisontal dan vertikal Sumber : Nybakken, 1992
Lampiran 2. Batas daerah pantai
Gambar batas daerah pantai Sumber : Pratikto et al., 1997
Lampiran 3. Gambar pantai secara visual
1. Pantai berbatu
2. Pantai berlumpur
3. Pantai berpasir Sumber : Dokumentasi Pribadi
Lampiran 4. Peta Kabupaten Pacitan
Lampiran 5. Peta Kecamatan Pacitan
Lampiran 6. Pantai Teleng Ria
Lampiran 7. Tipe-tipe pasang surut
Pasang surut tipe tunggal
Pasang surut tipe ganda
Pasang surut tipe campuran Sumber : Nybakken, 1992.
Lampiran 8. Kondisi pasang surut saat pengambilan sampel air
250
200 MSL HW
150 Elevasi
LW MHW MHHW
100
MLW MLLW 50
ELEVASI
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Jam
Kondisi pasang surut pada waktu pengambilan sampel air (8 Juli 2008) Sumber : Hidro-Oseanografi TNI AL (2008)
24
Lampiran 9. Denah sarana prasarana
Lampiran 9 (Lanjutan).
Lampiran 10. Sarana prasarana di kawasan Pantai Teleng Ria
Loket masuk
Kios ikan goreng
Kios cenderamata
Areal perkemahan
Kios makanan dan minuman
Kios cenderamata
Lampiran 10 (Lanjutan).
Penginapan
Kamar mandi/wc
TPI Teleng Ria
Kolam renang
Mushola
Permainan perahu pancal
Lampiran 10 (Lanjutan)
Lapangan voli pantai
Baywatch
Panggung kesenian
Tempat parkir
Gardu pandang
Tempat sampah
Lampiran 11. Sarana prasarana di PPP Tamperan
PPP Tamperan
Darmaga caisson
Jalan
Kantor administrasi
Power house, pompa dan menara air
SPBN
TPI baru
Tempat pengepakan
TPI lama
Mushola
Kamar mandi
Sarana prasarana di PPP Tamperan Sumber : Dokumentasi pribadi, 2008
Perumahan nelayan andon
Kios logistik nelayan
Gudang jaring
Bengkel
Lampiran 12. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Tamperan Kabupaten Pacitan
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 37 38 39 40
Jenis Ikan Baby tuna Bawal/Dorang Cakalang Cucut Cumi-cumi Ekor kuning Golok – golok Julung – julung Kakap Kembung Kerapu Kuniran Kurau Kurisi Kuwe Layang Layur Lemadang Lemuru Lencam Manyung Marlin Pari Pepetek Pisang – pisang Pogot Rebon Remang Rumput laut Sebelah Tengiri Teri Tiga waja Tongkol/Abon Tuna Udang jerbung Udang lobster Udang merah Lain – lain JUMLAH
2003 94,401 88,232 5,321 13,851 37,897 124,707 23,425 24,332 18,436 275,711 168,622 93,496 96,219 59,566 70,523 32,778 78,755 109,050 64,167 359,796 73,283 20,146 120,058 2,052,772
Produksi (Kg) 2004 2005 2006 74,231 44,817 67,069 84,030 21,230 69,204 113,610 123,507 975 25,940 44,996 13,748 64,593 54,444 23,670 59,812 25,642 69,130 90,800 109,837 20,125 15,112 27,088 31,874 52,242 46,253 11,951 55,439 62,178 325,796 192,523 177,454 174,330 85,495 90,557 107,910 94,340 140,540 74,350 94,785 90,302 30,573 20,077 14,503 99,818 65,002 28,128 19,511 14,007 11,531 73,248 51,885 77,485 205,036 96,556 51,610 46,909 79,119 64,292 356,026 184,242 190,478 68,442 11,133 23,759 3,629 6,079 2,784 83,755 164,249 121,293 1,954,827 1,574,661 1,887,600
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008
2007 42,188 609,490 74,026 1,639 14,900 26,980 41,040 84,252 12,897 17,661 974 28,240 24,835 157,688 17,719 68,874 7,688 102,836 24,726 49,660 1,632 27,579 389 56,718 15,240 24,316 63,320 35,070 41,050 180,030 1,185,072 8,067 45,094 2,176 204,910 3,298,976
Lampiran 13. Indeks kesesuaian wisata Pantai Teleng Ria
Parameter Kedalaman perairan Tipe pantai Lebar pantai Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar Total Persentase Tingkat Kesesuaian
1 2,7 Pasir putih
Stasiun 2 3 Pasir putih
100 Pasir 0,23 3 1,38 Lahan terbuka, kelapa Tidak ada 0,15 km
110 Pasir 0,22 3 1,34 Lahan terbuka, kelapa Tidak ada 0,15 km
3 2,7 Pasir putih, kecoklatan 102 Pasir 0,25 5 1,13 Lahan terbuka, kelapa Tidak ada 0,15 km
Skor
Bobot
3 3
5 5
Jumlah ( ∑ ) 15 15
3 3 2 3 0 3
5 3 3 3 1 1
15 9 6 9 0 3
3 3
1 1
3 3 78 92,86 S1
Contoh perhitungan : Pantai Teleng Ria, Stasiun 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ni kedalaman perairan Ni tipe pantai Ni lebar pantai Ni material dasar perairan Ni kecepatan arus Ni kemiringan pantai Ni kecerahan perairan Ni penutupan lahan pantai Ni biota berbahaya Ni ketersediaan air tawar
: bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor : bobot x skor
= 5 x 3 = 15 = 5 x 3 = 15 = 5 x 3 = 15 = 3 x 3 = 9 = 3 x 2 = 6 = 3 x 3 = 9 = 1 x 0 = 0 = 1 x 3 = 3 = 1 x 3 = 3 = 1 x 3 = 3
⎛ Ni ⎞ ⎛ 15 + 15 + 15 + 9 + 6 + 9 + 0 + 3 + 3 + 3 ⎞ ⎟⎟x10% = ∑ ⎜ IKW = ∑ ⎜⎜ ⎟x100% N maks 84 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
=
78 × 100% = 92,86% 84
Lampiran 14. Perhitungan daya dukung ekologis kawasan
DDK = K ×
LP Wt × Lt Wp
Dimana : DDK = Daya dukung ekologis kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Contoh perhitungan :
Daya dukung ekologis kawasan untuk berenang
=1×
800m 4 jam × = 32 orang 50 m 2 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk surfing
=1 ×
400 m 4 jam × =16 orang 50 m 2 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk berjemur =1×
1000m 4 jam × = 40 orang 50 m 2 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk rekreasi pantai =1×
1500m 6 jam × = 60 orang 50 m 3 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk wisata olahraga =1 ×
900 m 4 jam × = 36 orang 50 m 2 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk memancing =1 ×
300 m 6 jam × = 60 orang 10 m 3 jam
Daya dukung ekologis kawasan untuk berkemah = 5 ×
2309m2 24 jam × =115orang 100m2 24 jam
Lampiran 15. Zonasi kegiatan wisata
Lampiran 15 (Lanjutan).
Lampiran 16. Data umum responden penduduk sekitar kawasan Pantai Teleng Ria
No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Purbo Sukamto A. Yani Nur Wahyu P Rohmad Imron Umar Fatoni Kaivalya Ikhbal Setyoko Heru Purnomo Nurgianto Rimbono Wildan Yuli Suratman
Jenis kelamin Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki
17
Ida Nur Santi
18 19 20 21 22
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
45 36 12 39 23 40 39 23 38 48 38 40 38 14 22 30
SLTA SLTA SD SLTA SLTA SLTA SLTA S1 SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA
1-2 juta < 500 ribu < 500 ribu < 500 ribu 500 ribu – 1juta 1 – 2 juta 500 ribu – 1juta 1 – 2 juta < 500 ribu 1 – 2 juta 500 ribu-1juta 500 ribu – 1juta 500 ribu – 1juta
Perempuan
36
D3
Sri Hermiati Nurul Nur Fatyan Aini Dariyatin
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
54 20 26 15 40
SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA
23
Muji Lestari
Perempuan
34
SLTA
24 25
Miyem Amini Hesti Novita Sari Sutarti Mulyati Dina Ratmi
Perempuan Perempuan
33 30
SLTA SLTP
PNS nelayan nelayan swasta PNS Wiraswasta swasta PNS nelayan PNS Sopir Swasta PNS Ibu Rumah Tangga PNS swasta swasta PNS Ibu Rumah Tangga swasta swasta
Perempuan
18
SLTA
-
-
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
52 31 25 52
SLTP SLTA S1 SLTA
Pedagang PNS wiraswasta Pedagang
500 ribu – 1juta 1 – 2 juta tidak tentu tidak tentu
26 27 28 29 30
1 – 2 juta 500 ribu – 1juta 500 ribu – 1juta 1 – 2 juta < 500 ribu 500 ribu – 1juta
Lampiran 17. Data umum responden wisatawan
No 1 2 3 4
Nama Simeon Fandi M. Ridhowan Andi Santoso
Jenis Kelamin Laki – laki Laki – laki
Umur
Asal
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
20 27
Medan Pacitan
S1 SLTA
mahasiswa PNS
Laki – laki
29
Solo
SLTA
Swasta
1 – 2 Juta 500 ribu – 1 juta
Laki – laki
24
Solo
D3
Swasta
1 – 2 Juta 500 ribu – 1 juta 1 – 2 Juta 1 – 2 Juta 500 ribu – 1 juta
5
sukarno
Laki – laki
29
Purwokerto
SLTP
Swasta
6 7
Cahyo Andik K Indrata Nur Bayuaji Deni Indarto Wibowo Nur Cahyo Nugroho
Laki – laki Laki – laki
24 31
Pacitan Malang
SLTA S1
Swasta Swasta
Laki – laki
29
Malang
S1
Swasta
Laki – laki
22
Madiun
SLTA
Swasta
< 500 ribu
Laki – laki
30
Madiun
SLTA
Swasta
1 – 2 Juta
Laki – laki
27
Madiun
SLTA
Swasta
1 – 2 Juta
12
Suparlan
Laki – laki
55
Pekanbaru
SLTP
Wiraswasta
13 14 15 16 17
Roni Anang Subroto Bambang Herta
Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Perempuan
17 28 55 50 21
Ponorogo surabaya Purwokerto Purworejo Medan
SLTA D3 SLTA SLTA S1
Swasta Swasta PNS mahasiswa
18
Aina
Perempuan
25
Surabaya
D3
-
Perempuan
18
Madiun
SLTA
-
-
Perempuan
18
Madiun
SLTA
-
500 ribu – 1 juta < 500 ribu -
8 9 10 11
20
Eka Dwi Marheni Kartika
21
Rachma
Perempuan
25
Madiun
SLTA
Swasta
22 23
Sri Sutarti Dasa
Perempuan Perempuan
35 23
Solo Malang
SD S1
24
Yuni
Perempuan
48
Ponorogo
SLTP
25 26
Kadirah Retno
Perempuan Perempuan
45 22
Ponorogo Solo
SD S1
Swasta Ibu Rumah Tangga Petani Mahasiswa
27
Sumiatin
Perempuan
46
Surabaya
SLTA
Swasta
28 29 30
Lala Desi Maharani
Perempuan Perempuan Perempuan
30 23 17
Jogjakarta Jogjakarta Purworejo
D3 S1 SLTA
Swasta Swasta -
19
500 ribu – 1 juta 1 – 2 Juta 1 – 2 Juta 1 – 2 Juta 500 ribu – 1 juta
< 500 ribu 500 ribu – 1 juta 1 – 2 Juta 1 – 2 Juta -
Lampiran 18. Kuisioner untuk penduduk sekitar kawasan penelitian Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan No : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Waktu : Institut Pertanian Bogor Hari/tanggal : A. Data umum Nama : ........................................... Jenis Kelamin : laki-laki perempuan Umur : ........ tahun Asal : ........................................... Pendidikan : SD SLTP SLTA Pekerjaan : Pendapatan per bulan : < 500 ribu 500 ribu – 1 juta 1 juta – 2 juta Status dalam keluarga : suami istri Jumlah tanggungan : ..... orang B. Persepsi penduduk sekitar B.1. Sarana prasarana 1. Penginapan / Homestay : a. Kurang b. Cukup c. Baik 2. Sumber air bersih : a. PDAM b. Sumur 3. Air bersih (air tawar) : a. Kurang b. Cukup c. Baik 4. Transportasi : a. Kurang b. Cukup c. Baik 5. Kios makanan dan minuman : a. Kurang b. Cukup c. Baik 6. Jalan : a. Kurang b. Cukup c. Baik 7. Listrik : a. Kurang b. Cukup c. Baik 8. Ketersediaan tempat sampah : a. Kurang b. Cukup c. Baik 9. Tempat ibadah : a. Kurang b. Cukup c. Baik
d. Sangat Baik e. Tidak Tahu c. (.....................) d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu d. Sangat Baik e. Tidak Tahu
D3
S1
> 2 juta .................. anak
......
Lampiran 18 (Lanjutan). B.2. Kualitas Ekologi 1). Apa saja daya tarik sumberdaya untuk wisata di Pantai Teleng Ria? a. Pantai d. Tumbuhan pesisir b. Pasir pantai e. Perikanan c. Air laut f. .................................. 2). Kondisi SDA untuk ekowisata pantai : 1. Keindahan alam/pantai : a. Kurang indah (tidak ada panorama) b. Cukup indah (panorama cukup indah) c. Indah (panorama indah, laut jernih) d. Sangat indah (panorama indah, laut yang jernih, ombak yang besar) e. Tidak tahu 2. Kondisi pasir pantai : a. Kurang (abu – abu kehitaman) b. Cukup (coklat kehitaman) c. Baik (coklat) d. Sangat baik (warna putih kecoklatan) e. Tidak tahu 3. Kejernihan air laut : a. Kurang (sangat keruh) b. Cukup (keruh) c. Baik (terlihat tidak sampai dasar) d. Sangat baik (terlihat sampai dasar) e. Tidak tahu 4. Kenyamanan pantai untuk kegiatan wisata (kelapangan, ketentraman dan keamanan) : a. Kurang nyaman d. Sangat nyaman b. Cukup nyaman e. Tidak tahu c. Nyaman 5. Kegiatan dan frekuensi pemanfaatan perairan di Pantai Teleng Ria oleh penduduk sekitar: a. ............................................................................................................................................ b. ........................................................................................................................................... c. ............................................................................................................................................ (misal: menangkap ikan, kegiatan budidaya ikan, menjual ikan hias) 6. Alasan melakukan kegiatan pemanfaatan tersebut: ................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................... (misal: komersial, kebutuhan sehari – hari, berhubungan dengan kegiatan wisata) B.3. Apa harapan bapak / ibu dari adanya kegiatan wisata, terutama wisata pantai? a. ......................................................................................................................................... b. ......................................................................................................................................... c. ......................................................................................................................................... B.4. Isu dan masalah 1). Apa saja permasalahan yang timbul pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan Pantai Teleng Ria ? a. ....................................................................................................................................... b. ....................................................................................................................................... c. ....................................................................................................................................... 2). Apakah di Pantai Teleng Ria masih ada kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan racun atau bom? a. Ya c. Tidak tahu b. Tidak 3). Bagaimana sistem pembuangan limbah cair dan dampak apa saja yang sudah ditimbulkan? ............................................................................................................................................... ...............................................................................................................................................
Lampiran 18 (Lanjutan) B.5. Pengetahuan ekowisata 1. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang ekowisata : a. Ya b. Tidak 2. Apabila ekowisata dikembangkan di daerah ini, manfaat apa yang akan diperoleh : a. Potensi sumberdaya yang ada dapat dikembangkan b. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Teleng Ria c. Adanya lapangan kerja baru d. Meningkatnya pendapatan masyarakat e. Sarana prasarana di Pantai Teleng Ria dapat ditingkatkan f. ............................................................................................................................................ 3. Bagaimana persepsi bapak / ibu mengenai potensi wisata di Pantai Teleng Ria: a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik 4. Apakah anda merasa terganggu bila Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata? a. Ya b. Tidak terganggu 5. Harapan bila Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata? a. ........................................................................................................................................ b. ........................................................................................................................................ c. ........................................................................................................................................ 6. Apakah ingin terlibat bila Pantai Teleng Ria dijadikan kawasan ekowisata : a. Ya b. Tidak 10. Bila ya sebagai apa : a. Guide d. Menyewakan penginapan b. Penjual makanan e. ................................. c. Penjual aksesoris
Lampiran 19. Kuisisoner untuk wisatawan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan No : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Waktu : Institut Pertanian Bogor Hari/tanggal : A. Data Umum Nama : ........................................... Jenis Kelamin : laki-laki perempuan Umur : ........ tahun Asal : ........................................... Pendidikan : SD SLTP SLTA Pekerjaan : Pendapatan per bulan : < 500 ribu 500 ribu – 1 juta 1 juta – 2 juta Status dalam keluarga : suami Jumlah tanggungan : ..... orang B. Persepsi wisatawan 1. Teman seperjalanan : Teman Keluarga 2. Menginap/tidak : ** Bila menginap, dimana :
istri
D3
S1
......
> 2 juta .................. anak
Rombongan wisata/tour Lainnya (sebutkan)....... ya tidak penginapan dalam kawasan rumah saudara penginapan di kota Pacitan lainnya (sebutkan) ...... 3. Bagaimanakah pengalaman wisata yang anda rasakan dalam mengunjungi lokasi wisata ini? a. Positif c. Negatif b. Netral 4. Sudah berapa kali kunjungan anda ke Pantai Teleng Ria ini? ……kali 5. Frekuensi kunjungan : 1x setahun 2x setahun > 2x setahun 6. Berapa lama waktu yang anda habiskan untuk perjalanan wisata ini mulai dari berangkat hingga kembali pulang? ................(hari) 7. Kegiatan wisata yang dilakukan : Berenang Surfing Jalan-jalan Melihat pemandangan Memancing Olahraga Duduk-duduk Lainnya (sebutkan)...................... 8. Sambutan masyarakat : a. Baik sekali c. Cukup b. Baik d. Kurang baik B.1. Sarana prasarana 1). Penginapan / homestay : a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik 2). Air bersih (air tawar) : a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik 3). Transportasi : a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik 4) Kios makanan dan minuman : a. Kurang d. Sangat baik e. Tidak tahu b. Cukup c. Baik
Lampiran 19 (Lanjutan) 5).
Jalan : a. Kurang b. Cukup c. Baik 6). Instalasi Listrik : a. Kurang b. Cukup c. Baik 7). Ketersediaan tempat sampah : a. Kurang b. Cukup c. Baik 10). Tempat ibadah : a. Kurang b. Cukup c. Baik
d. Sangat baik e. Tidak tahu d. Sangat baik e. Tidak tahu d. Sangat baik e. Tidak tahu d. Sangat baik e. Tidak tahu
B.2. Kualitas Ekologi 1). Apa saja daya tarik sumberdaya untuk wisata di Pantai Teleng Ria? a. Pantai d. Tumbuhan pesisir b. Pasir pantai e. Perikanan c. Air laut f. .................................. 2). Kondisi SDA : 1. Keindahan alam/pantai : a. Kurang indah (tidak ada panorama) b. Cukup indah (panorama cukup indah) c. Indah (panorama indah, laut jernih) d. Sangat indah (panorama indah, laut yang jernih, ombak yang besar) e. Tidak tahu 2. Kondisi pasir pantai : a. Kurang (abu – abu kehitaman) b. Cukup (coklat kehitaman) c. Baik (coklat) d. Sangat baik (warna putih kecoklatan) e. Tidak tahu 3. Kejernihan air laut : a. Kurang (sangat keruh) b. Cukup (keruh) c. Baik (terlihat tidak sampai dasar) d. Sangat baik (terlihat sampai dasar) e. Tidak tahu 4. Kenyamanan pantai untuk kegiatan wisata (kelapangan, ketentraman dan keamanan) : a. Kurang nyaman d. Sangat nyaman b. Cukup nyaman e. Tidak tahu c. Nyaman 5. Menurut bapak / ibu, bagaimana kesadaran masyarakat di Pantai Teleng Ria akan pentingnya kelestarian lingkungan : a. Kurang d. Sangat baik b. Cukup e. Tidak tahu c. Baik
Lampiran 19 (Lanjutan) B.3. Isu dan Masalah 1). Permasalahan apa saja yang anda temui ketika berwisata ke Pantai Teleng Ria : a. Susahnya akomodasi b. Mahalnya biaya c. Penginapan d. Lainnya (sebutkan).............................................................................................................. B.4. Pengetahuan ekowisata 1). Apakah anda mengetahui tentang ekowisata? a. Ya b. Tidak Jika ya, apabila ekowisata dikembangkan di daerah ini, manfaat apa yang akan diperoleh : a. Potensi sumberdaya yang ada dapat dikembangkan b. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Teleng Ria c. Adanya lapangan kerja baru d. Meningkatnya pendapatan masyarakat e. Sarana dan prasarana di Pantai Teleng Ria dapat ditingkatkan f. ....................................................................................................................................... 2) Setujukah Anda bila ekowisata dikembangkan di daerah ini : a. Setuju b. Tidak Setuju Jika setuju apa alasannya : ...............................................................................................
Lampiran 20. Alat yang digunakan
GPS 60 merk Garmin
Secchi disc
Contoh air laut
Refraktometer merk Atago tipe S/Mill-E
Termometer
timbangan digital merk And tipe ER-120ª
Kemerrer Water Sampler
pH-Indicator Strips
DO meter merk Orion model 862
Lampiran 20 (Lanjutan).
Reagen untuk DO
Desikator
Oven
Lampiran 21. Kondisi umum kawasan Pantai Teleng Ria
Lampiran 21 (Lanjutan).
Lampiran 21 (Lanjutan).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 2 November 1986, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Anshori, BA dan Ibu Nursiyah. Pendidikan formal diawali di SDN I Dadapan Kabupaten Pacitan selama 1 tahun kemudian pindah ke SDN Arjosari I Pacitan Jawa Timur hingga lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN I Pacitan dan menyelesaikan studi tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMUN I Pacitan sampai dengan tahun 2004 dan pada tahun yang sama pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di himpunan profesi HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perairan) periode 2005 – 2006 bidang sosial dan lingkungan hidup, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2006 – 2007 bidang PPSDM serta beberapa kepanitian diantaranya: Festival Air (2005), OMBAK (2006), PIMPIKNAS (2008), kepanitian pada fieldtrip mata kuliah: Ekologi Perairan, Oseanografi Umum dan Biologi Laut. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur)”.