STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR DISTRIK MERAUKE, KABUPATEN MERAUKE MACROZOOBENTHOS COMMUNITY STRUCTURE AT MANGROVE ECOSYSTEMS IN THE COASTAL OF MERAUKE DISTRICH, MERAUKE REGENCY
Nova Suryawati Monika 1, A. Niartiningsih 2, Sharifuddin Bin Andy Omar 2
1 2
Fakultas Pertanian, Universitas Musamus, Merauke,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Koresponden: Nova Suryawati Monika Fakultas Pertanian Universitas Musamus Merauke No. Hp: 081248730979 Email :
[email protected]
1
Abstrak Struktur komunitas makrozoobentos dapat digunakan sebagai objek pengamatan yang menggambarkan suksesi biodiversitas dalam ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos pada ekositem mangrove di pesisir Distrik Merauke. Pengambilan sampel makrozoobentos dan pengamatan mangrove dilakukan dengan menggunakan metode transek garis. Analisis data meliputi kerapatan jenis mangrove, kepadatan makrozoobentos dan indeks ekologisnya (indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi) serta hubungan antara densitas makrozoobentos dan faktor-faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian jenis mangrove yang ditemukan selama pengamatan adalah, Aegiceras floridum, Avicennia alba, Avicennia lanata, Bruguiera cylindrica, Bruguiera parviflora, Ceriops decandra, Excoecaria agallocha, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba. Komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian didominasi oleh Gastropoda (9 jenis dari 6 famili), kemudian Bivalvia (4 jenis dari 4 famili), Polychaeta (4 jenis dari 4 famili), dan Crustacea (2 jenis dari 1 famili). Littorina scabra merupakan jenis yang memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove. Struktur komunitas makrozoobentos di ekosistem mangrove pesisir Distrik Merauke dalam keadaan stabil dengan keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi.
Kata kunci: makrozoobentos, mangrove, struktur komunitas
Abstract Macrozoobenthos community structure can be used as an object of observation which describes the succession of biodiversity in the mangrove ecosystem. This study aims to determine the macrozoobenthos community structure in mangrove ecosystems in the coastal district of Merauke. Macrozoobenthos sampling and observation mangrove done using the line transect method. Data analysis includes mangrove species density, density of macrozoobenthos and ecological indices (index of diversity, uniformity index, dominance index) as well as the relationship between the density of macrozoobenthos and environmental factors. Based on the research of mangrove species found during the observation is, Aegiceras floridum, Avicennia alba, Avicennia lanata, Bruguiera cylindrica, Bruguiera parviflora, Ceriops decandra, Excoecaria agallocha, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata and Sonneratia alba. Species composition of macrozoobenthos were found during the study was dominated by Gastropoda (9 species of 6 families), then Bivalvia (4 species of 4 families), Polychaeta (4 species of 4 families), and crustaceans (2 types of 1 family). Littorina scabra is a species that has the highest density in the mangrove ecosystem. Macrozoobenthos community structure in the coastal mangrove ecosystem Merauke district in a stable state with a diversity of species and the distribution of the number of individuals of each species were evenly distributed, uniform community and there were no species dominate. Keywords : macrozoobenthos, mangrove, community structure
2
PENDAHULUAN Struktur komunitas makrozoobentos dapat digunakan sebagai objek pengamatan yang menggambarkan suksesi biodiversitas dalam ekosistem mangrove. Makrozoobentos adalah salah satu oganisme yang hidup berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Organisme ini memegang peranan penting sebagai detritivora pada substrat mangrove sehingga komunitas makrozoobentos dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan ekosistem mangove. Kondisi habitat vegetasi mangrove yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan menentukan karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya akan menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan mangrove termasuk komunitas makrozoobentos (Arifin, 2002). Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya antara lain, Keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoobentos di hutan mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali (Fitriana, 2005), penelitian ini mengambil data tegakan mangrove dan makrozoobentos untuk mengetahui keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoobentos di hutan mangrove hasil rehabilitasi. Selanjutnya penelitian Keanekaragaman Makrozoobentos pada hutan mangrove
yang direhabilitasi di Pantai
Timur Sumatera Utara (Onrizal dkk, 2009). Dalam penelitian ini keanekaragaman makrozoobentos dipengaruhi oleh toleransi masing-masing jenis terhadap keadaan lingkungan dan interaksinya terhadap organisme lain. Oleh karena itu, dalam penulisan ini diulas
mengenai struktur komunitas makrozoobentos sebagai bagian dari ekosistem
mangrove di kawasan pesisir Distrik Merauke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos pada ekosistem mangrove di pesisir Distrik Merauke. METODE PENELITIAN Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2011 dan dilanjutkan pada bulan Maret 2012. Wilayah atau lokasi penelitian terletak di daerah pesisir Distrik Merauke, Kabupaten Merauke, dengan dua stasiun pengamatan antara lain: Stasiun I (Pantai Lampu Satu) daerah mangrove alami yang jauh dari pemukiman penduduk, dan Stasiun II (Pantai Payum) daerah mangrove dekat pemukiman yang telah terdegradasi dan direhabilitasi. Kegiatan penelitian terdiri atas survei pendahuluan, pengambilan data primer dan sekunder yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data menggunakan rumus indeks ekologi.
3
Populasi dan sampel Pengambilan data komposisi jenis dan kerapatan mangrove digunakan metode transek garis dari arah laut ke darat. Setiap transek dibuat plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m pada masing-masing stasiun. Setiap stasiun masing-masing terdiri tiga plot dengan jarak antar plot disesuaikan dengan kondisi komunitas mangrove yang ada. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan di dalam lima buah subplot yang telah ditentukan sebelumnya, masing-masing berukuran 1 m x 1 m yang terletak di dalam sampel plot yang berukuran 10 m x 10 m dan dilakukan pada saat air surut. Sampel makrozoobentos pada setiap subplot diambil dengan bantuan sekop dan selanjutnya dikompositkan. Analisis data Kerapatan jenis mangrove dihitung menggunakan formulasi Bengen (2000), yaitu: Dm
Keterangan:
ni A
Dm = Kerapatan Jenis mangrove (ind.m-2); ni = Jumlah total tegakan dari jenis
m; A = Luas total area pengambilan sampel (luas plot). Kepadatan individu setiap jenis makrozoobentos secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut (Brower et al., (1990): DMZ
ni A
Keterangan: DMZ = Kepadatan makrozoobentos (ind. m-2), ni = Jumlah seluruh individu spesies ke-i (ind.), A = Luas seluruh daerah pengambilan contoh dikali jumlah ulangan (m2). Indeks keanekaragaman makrozoobentos dihitung berdasarkan indeks ShannonWiener (Brower at al., (1990) : H’ = - ∑ Pi log2 Pi atau
ni ni H' log 2 N N Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon, Pi = Proporsi jumlah seluruh individu spesies ke-i terhadap jumlah seluruh individu dari seluruh spesies, ni = Jumlah seluruh individu spesies ke-i, N = Jumlah seluruh individu dari seluruh spesies. 4
Indeks keseragaman makrozoobentos dihitung berdasarkan indeks Shannon-Wiener (Brower at al., (1990) : J' =
H' H' = Hmax ′ log2 S
Keterangan: J' = Indeks keseragaman, H’ = Indeks keanekaragaman Shannon, S = Jumlah seluruh spesies. Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus
Simpson
Index of
Dominance (Brower et al., (1990) sebagai berikut :
D
nini 1 N N 1
Keterangan: D = Indeks dominansi Simpson, ni = Jumlah seluruh individu spesies ke-i, N = Jumlah seluruh individu dari seluruh spesies. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan, jenis-jenis mangrove yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan pada lokasi penelitian ada 10 spesies, dengan kerapatan pada Stasiun I berkisar 0.02 – 0.04 sampai dengan 0.43 – 0.51, dan pada Stasiun II berkisar 0.07-0.2 sampai 0.41-0.47. Komposisi jenis makrozoobentos didominasi oleh Gastropoda dengan 9 jenis dari 6 famili, kemudian berturutturut diikuti oleh Bivalvia dengan 4 jenis dari 4 famili, Polychaeta dengan 4 jenis dari 4 famili, dan Crustaceae dengan 2 jenis dari 1 famili dapat dilihat pada Tabel 2. Selama penelitian ditemukan 9 spesies baik di Stasiun I maupun Stasiun II. Spesies–spesies tersebut adalah Nereis sp, N. tenuis, C. angulifera, C. cingulata, C. obtusa, L. scabra, T. sulcata, T. kieneri dan Pagurus sp. Selama penelitian di Stasiun I ditemukan 12 jenis yang selalu muncul pada setiap waktu pengambilan sampel yaitu Arenicola sp, A. granosa, P. bengalensis, C. angulifera, C. cingulata, C. obtusa, L. scabra, N. costata, T. sulcata, T. kieneri, S. serrata, dan Pagurus sp kemudian di Stasiun II hanya ditemukan tiga jenis makrozoobentos yang selalu muncul pada setiap waktu pengambilan sampel. Dua di antara ketiga spesies tersebut juga ditemukan di Stasiun I, yaitu L. scabra dan Pagurus sp. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah spesies Gastropoda lebih banyak ditemukan pada tiap stasiun pengamatan dibandingkan jenis yang lain.
5
Nilai indeks keanekaragam pada Stasiun I berkisar 3.2742-3.4888 dan pada Stasiun II berkisar 1.9609-2.1352. Indeks keseragaman pada Stasiun I berkisar 0.8599-0.8722 dan pada Stasiun II 0.6985-0.7629. Indeks dominansi pada Stasiun I berkisar 0.1074-0.1307 (Tabel3). PEMBAHASAN Secara keseluruhan ekosistem mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir pantai Distrik Merauke tidak membentuk zonasi. Ekosistem yang terbentuk pada Stasiun I bersifat homogen dan didominasi oleh R. mucronata. Pada stasiun ini, R. mucronata tumbuh dengan baik karena habitat tempat tumbuhnya sesuai dengan kondisi substrat yaitu berlumpur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Arief (2003) yang mengemukakan bahwa mangrove Rhizophora sp kebanyakan hidup pada substrat yang mengandung lumpur dan pasir. Sebaliknya, pada Stasiun II didominansi oleh A. alba dan kemudian diikuti oleh R. mucronata. Daerah ini merupakan kawasan mangrove rehabilitasi yang ditanam oleh Dinas Kehutanan dan masyarakat setempat. Bengen (2004) menyatakan bahwa Avicennia sp tumbuh pada substrat berpasir atau berlumpur tipis, salinitas relatif tinggi dengan kisaran yang sempit. Komposisi jenis yang ditemukan di lokasi penelitian hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Fitriana (2005) di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali, yang menemukan 20 jenis makrozoobentos, yang berasal dari empat kelas yaitu Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Pelecypoda. Demikian pula dengan hasil penelitian yang didapat oleh Onrizal et al. (2008) di hutan mangrove yang direhabilitasi di Pantai Timur Sumatera Utara, yang menemukan 19 jenis makrozoobentos yang berasal dari 6 kelas yaitu Gastropoda, Crustaceae, Pelecypoda (Bivalvia), Polychaeta, Oligochaeta dan Tubellaria. Pada Stasiun I lebih banyak ditemukan jenis makrozoobentos yang diduga disebabkan jenis sedimen yang dominan di daerah tersebut adalah lumpur sehingga memungkinkan melimpahnya bahan makanan bagi makrozoobentos yang mendiami daerah tersebut. Dominannya jumlah spesies Gastropoda dan Bivalvia juga dikarenakan keduanya memiliki kemampuan dalam beradaptasi terhadap kondisi lingkungan pasang surut yang ekstrim serta kemampuannya melekatkan diri pada akar dan batang pohon mangrove. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992), bahwa sebagian Gastropoda memiliki operculum yang dapat menutup rapat celah cangkang. Spesies C. obtusa dan L. scabra merupakan spesies yang paling banyak ditemukan pada kedua stasiun. Menurut Budiman
6
(1991), jenis L. scabra hidup di batang, cabang, akar dan daun pohon mangrove, sanggup bertahan hidup dan hanya memperoleh air dari percikan-percikan air pasang. Kepadatan tertinggi pada Stasiun I ditemukan pada L. scabra
dan terendah
ditemukan pada Nereis sp. Sebaliknya pada Stasiun II kepadatan tertinggi ditemukan pada L. scabra dan terendah ditemukan pada C. cingulata. Hal yang sama juga ditemukan oleh Restu (2011) di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke, Kabupaten Sinjai, berdasarkan jumlah masing-masing individu didapat jenis L. scabra memiliki nilai kepadatan yang cukup tinggi. Penelitian ini menunjukkan kerapatan mangrove yang rendah pada Stasiun I memiliki kepadatan Gastropoda yang berlimpah. Sebaliknya dengan meningkatnya kerapatan mangrove pada Stasiun II, secara umum kepadatan Gastropoda, Bivalvia dan Polychaeta semakin berkurang. Makrozoobentos dengan kepadatan yang rendah di Stasiun II disebabkan karena stasiun ini berada dekat dengan pemukiman penduduk, serta banyak terdapat jenis Avicenniace dan Rhizopora yang berusia muda dengan kerapatan yang tinggi. Hasil penelitian Suwondo, dkk (2005) di Pulau Sipora, kawasan mangrove didominasi oleh Rhizophora, spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi berturut-turut adalah L. scabra, N. funiculate dan T. sulcata. Tingginya nilai indeks keanekaragaman yang ditemukan pada Stasiun I diduga karena kestabilan komunitas dan persebaran jumlah makrozoobentos yang ada di stasiun tersebut relatif merata. Hal ini terjadi karena pada stasiun tersebut berada di daerah hutan mangrove alami yang terdiri dari multi spesies mangrove dan mempunyai substrat berlumpur sehingga ekosistem ini menjadi tempat atau habitat yang cocok bagi kehidupan makrozoobentos. Secara umum, nilai keseragaman di kedua stasiun stabil, atau termasuk tinggi (merata). Nilai indeks keseragaman yang tinggi juga ditemukan dalam penelitian Onrizal et al. (2008) di hutan mangrove yang direhabilitasi di Pantai Timur Sumatera Utara yang berkisar 0,88 – 0,92. Nilai indeks dominansi tertinggi ditemukan pada Stasiun II, namun secara keseluruhan menunjukkan bahwa indeks dominansi di stasiun pengamatan sangat rendah (mendekati nol) sehingga hal ini menunjukkan bahwa komunitas makrozoobentos di tiap stasiun tidak sedang mengalami tekanan ekologis yang sangat berat. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa struktur komunitas makrozoobentos di ekosistem mangrove yang ada di pesisir pantai Distrik Merauke dalam keadaan stabil, keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis merata, komunitas seragam serta tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi. 7
Selanjutnya disarankan untuk memilih lokasi di daerah aliran sungai Distrik Merauke yang memiliki komunitas mangrove berbeda, untuk membandingkan struktur komunitas makrozoobentos.
DAFTAR PUSTAKA Arief, A. M. P. (2003). Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Arifin. (2002). Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya dengan Karakteristik Habitat pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi NTB. (Tesis). Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bengen, D. G.( 2000). Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bengen, D. G. (2004). Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor. Budiman, A. (1991). Penelahaan Beberapa Gatra Ekologi Moluska Bakau Indonesia. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Brower. J. E., H.J. Zar. and C. N. Von Ende. (1990). Field and Laboratory Methods for General Ecology. Wm. C. Brown Publiser, USA. Fitriana, Y.R. (2005). Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Biodiversitas 7: 64-69. Nybakken. (1992). Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. Onrizal, Simarmata F, Wahyuningsih H. 2008. Keanekaragaman Makrozoobentos di Pantai Timur Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara, Medan. Restu, S. 2011. Struktur Komunitas Gastropoda di Lingkungan Perairan Kawasan Mangrove Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makasar . Suwondo, E. Febrita & F. Sumanti. (2005). Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis 2 (1):25-29
8
Tabel 1. Jenis dan kisaran kerapatan mangrove (ind m-2) yang ditemukan di Stasiun I (Pantai Lampu Satu) dan Stasiun II (Pantai Payum). Kerapatan (Di) (ind m⁻²) Spesies Stasiun Stasiun II I 0.02 Aegiceras floridum 0.07 0.1 Avicennia alba 0.15 0.41 - 0.47 0.03 Avicennia lanata 0.07 0.03 Bruguiera cylindrica 0.1 Bruguiera parviflora 0.09 - 0.15 Ceriops decandra 0.07 - 0.2 0.02 Excoecaria agallocha 0.05 0.02 Lumnitzera racemosa 0.04 0.43 Rhizophora mucronata 0.51 0.11 - 0.16 0.05 Sonneratiae alba 0.08 Ket: (-) = tidak ada mangrove
9
Tabel 2. Jenis dan kisaran kepadatan makrozoobentos (ind m-2) yang ditemukan di Stasiun I (Pantai Lampu Satu) dan Stasiun II (Pantai Payum). No.
Family
Spesies
Kepadatan (ind m⁻²) Stasiun I Stasiun II
Annelida 1
Arenicolidae
2
Capitellidae
Arenicola sp
3
Notomastus tenuis Lumbrineris Lumbrineridae californiensis
4
Nereididae
5
Arcidae
6
Corbiculidae
7
Mactridae
8
Mytilidae
9
Littorinidae
Littorina scabra
10
Melampidae
Cassidula angulifera
11
Muricidae
Thais kieneri
12
Nassariidae
Nassarius reeveanus
13
Neritidae
Nerita costata
Nereis sp Bivalvia Anadara granosa Polymesoda bengalensis Mactrellona exoleta Modiolus micropterus Gastropoda
Cerithidea cingulata
14 15
Potamididae
16
Cerithidea obtusa Telescopium telescopium Terebralia sulcata Crustacea Scylla serrata
17 18 Portunidae
19 Pagurus sp Ket: (-) = ada makrozoobentos
0.2667 0.7333 0.3333 0.8666 0.1333 0.2 0.4 0.5333 0.3333 0.6667 0.2666 1.2667 -
0.5333 1.1333 0.1333 0.2667
0.2667 0.4 0.0667 0.4667
2.8667 5.8666 1.8 5.9333 2.2667 5.4 2.4666 2.8666 1.1333 3.2 1.1333 1.8667 3.8666 6.2 0.5333 0.9333 0.7333 3.8666
2.4667 8.3333 2.6 4.4667 2.5333 3.2667
0.6 - 3.667 0.8666 2.6
0.6 1.1333
0 - 0.8 4.3333 5.4 0.5333 0.8
10
Tabel 3. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (J’) dan indeks dominansi (D’) pada Stasiun I (Pantai Lampu Satu) dan Stasiun II (Pantai Payum) berdasarkan waktu pengambilan sampel. Parameter Ekologi
I
Indeks keanekaragaman 3.459 (H') 4 Indeks keseragaman 0.864 (J') 9 Indeks dominansi 0.107 (D) 9
Stasiun I II III
3.4888 0.8722 0.1074 3
3.292 8 0.864 9 0.121 2
IV
I
3.274 2 0.859 9 0.130 7
1.960 9 0.698 5 0.370 7
Stasiun II II III 2.106 8 0.702 3 0.329 6
2.135 2 0.760 6 0.259 4
IV 1.972 2 0.762 9 0.291 9
11