STRATEGI KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI GERAKAN KESETARAAN DAN KEADILAN JENDER DI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Risma Kartika Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Gender equality and equity issues in Indonesia is a very complex problem. This condition is not only caused by the presence of structural inequality regarding the status and role of women in family and society, but also in the form of discriminatory in various elements and cultural factors. In the era of reform, yet provides many fundamental changes to the position and the presence of women. One of the waysto supportwomen's empowerment movement was conducted by the Ministry of Women Empowerment of Indonesia through Communication, Information, Education(KIE), which is directed to the development of understanding, attitudes, and positive behavior that supports Gender Equality and Justice Movement (GKKJ ) to the whole community. The purpose of this study was Describes Effort Factors Supporting the Government Institutions in achieving its Communication Strategy Optimization. Some of the concepts used here is the basic concept of Communication, Information, Education, Social Marketing concept, Integrated Marketing Communication concept and Gender concept. This research method is qualitative and descriptive nature - Case Studies - Evaluative. Data collection was done in two ways, first is through Primary data, with in-depth interviews, and secondary data obtained with the results of the Focus Group Discussion (FGD), and Literature reviews.This research method is qualitative and descriptive nature - Case Studies - Evaluative. Data collection was done in two ways, first is through Primary data, with in-depth interviews, and secondary data obtained with the results of the Focus Group Discussion (FGD), and Literature reviews.The solution isre-establishment of public relationsin accordancewith the dutiesand functions as Image corporate so that peopleare awareof the program, also as stakeholders cooperation in disseminating the oretical approaches to the utilizationof marketing communications and more specific KIE strategies to encourage gender equality in family life, society, nation, and state.
Key Words: Communication Strategy, Social Marketing, Gender
ABSTRAK Masalah kesetaraan dan keadilan jender di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks. Kondisi tersebut tidak saja ditimbulkan oleh adanya ketimpangan struktural mengenai kedudukan dan peran kaum perempuan dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga di bentuk oleh berbagai elemen dan faktor kultural yang bersifat diskriminatif. Dan era reformasi yang terjadi saat ini, masih belum banyak memberikan perubahan mendasar terhadap posisi dan keberadaan kaum perempuan tersebut.Salah satu cara yang harus dilakukan untuk mendukung gerakan pemberdayaan perempuan tersebut dilakukan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE), yang diarahkan pada Pengembangan Pemahaman, Sikap, dan Prilaku Positif yang mendukung Gerakan Kesetaraan dan Keadilan Jender (GKKJ) kepada seluruh masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan Faktor Pendukung Upaya Lembaga Pemerintahan tersebut dalam mencapai Optimalisasi Strategi Komunikasinya. Beberapa konsep yang Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
1
digunakan di sini adalah dasar konsep Komunikasi, Informasi, Edukasi, konsep Pemasaran Sosial, konsep Komunikasi Pemasaran Terpadu dan konsep Jender. Metode penelitian ini adalah Kualitatif dan bersifat Deskriptif - Studi Kasus - Evaluatif. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu data Primer, yang dilakukan dengan Wawancara Mendalam, dan data Sekunder yang di peroleh dengan hasil Focus Group Discussion (FGD), Studi Kepustakaan, dan Sumber Tertulis yang sudah ada. Hasil penelitian ini mengasumsikan bahwa sosialisasi gerakan kesetaraan dan keadilan jender sudah menunjukkan perilaku masyarakat yang cukup signifikan tentang isu jender dalam kehidupan sehari-hari walau beban kaum perempuan relatif berat dan masih penuh tantangan. Namun dalam implikasinya pengetahuan masyarakat akan jender relatif masih sangat minim.Untuk itu harus lebih diefektifkan lagi melalui humas sesuai tugas dan fungsinya sebagai coorperate image kepada masyarakat agar aware terhadap program tersebut, juga kerjasama pihak-pihak terkait dalam mensosialisasikan dengan pemanfaatan pendekatan teori komunikasi pemasaran dan metode baru strategi KIE yang lebih spesifik untuk menuju terciptanya kesetaraan dan keadilan jender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Marketing Sosial, Jender
PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan upaya peningkatan kualitas manusia baik perempuan maupun laki-laki. Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional perlu mengacu kepada terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, sejahtera serta kukuh kekuatan moral dan etikanya. Berbagai program telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut, namun terjadinya krisis ekonomi yang mendera bangsa Indonesia telah berpengaruh besar pada berbagai sendi kehidupan masyarakat serta beratnya beban yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun masyarakat yang paling merasakan dampak dari krisis ini adalah kaum perempuan. Kaum perempuan sejak semula memang selalu terpinggirkan dalam proses pembangunan nasional, keadaannya semakin memburuk dan menderita dengan adanya krisis tesebut sehingga kualitas hidup kaum perempuan semakin rendah. Hal ini tentunya sangat berpengaruh besar terhadap kualitas generasi berikutnya.
Rendahnya kualitas hidup kaum perempuan ini disebabkan antara lain oleh pembangunan nasional yang tidak berkesetaraan dan berkeadilan jender serta masih bias jendernya dalam berbagai program dan kebijakan yang di buat. Sedangkan penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 210 juta orang, 51 persennya terdiri dari penduduk perempuan. Dari jumlah yang besar itu, 65 persennya terdiri dari usia produktif (15-64 tahun). Jumlah penduduk perempuan ini, apabila berkualitas dan dikelola dengan efektif dan efisien, merupakan sumber daya pembangunan yang potensial. Sebaliknya jika pendududuk perempuan tidak dikelola dengan baik, makaakan menambah beban bangsa serta mengurangi nilai hasil pembangunan yang akan di capai. Berdasarkan hal tersebut maka optimalisasi penduduk sebagai sumber daya pembangunan harus mempertimbangkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup, baik lakilaki maupun perempuan, sehingga keduanya dapat berperan serta sekaligus memberi kesempatan yang seluas-
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
2
luasnyauntuk menentukan pilihan mereka dalam pembangunan. Namun pada kenyataannya, pembangunan nasional telah berlanjut sekian lama belum mampu secara optimal meningkatkan kedudukan dan peran mereka dalam berbagai bidang serta belum mampu menciptakan hubungan laki-laki dan perempuan yang berkesetaraan dan berkeadilan jender. Akses, peluang kontrol, partisipasi dan manfaat yang kaum perempuan nikmati terbatas dibandingkan kaum laki-laki sehingga menciptakan berbagai kesenjangan dalam berbagai bidang. Jadi perempuan masih tertinggal di banding laki-laki, meskipun secara hukum kesepakatan untuk meningkatkan status dan peranannya sudah diperoleh. Ketertinggalan perempuan ini jika ditelusuri lebih lanjut, kelihatannya berpangkal pada pembagian pekerjaan secara seksual dalam masyarakat, di mana peran perempuan yang utama adalah lingkungan rumah tangga (domestic sphere) danperan laki-laki yang utama di luar rumah (public sphere) sebagai pencari nafkah utama. Pembagian kerja secara seksual ini jelas tidak adil bagi perempuan. Sebab, pembagian kerja seperti ini selain mengurung perempuan, juga menempatkan perempuan pada kedudukan subordinat terhadap laki-laki, sehingga cita-cita untuk mewujudkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki, baik dalam keluarga maupun dalam masyrakat mungkin sulit akan terlaksana. Dengan mengacu pada hal - hal yang sudah dikemukakan di atas, maka
permasalahan yang akan di angkat pada penelitian ini adalah “bagaimana strategi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang digunakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam mensosialisasikan gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ) dan faktor pendukung yang bagaimana yang dapat menunjang tercapainya optimalisasi strategi komunikasi tersebut”. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini akan mendeskripsikan salah satu program Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, yaitu gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ). Jadi masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah strategi komunikasi informasi dan edukasi (KIE) dalam mensosialisasikan gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang digunakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam mensosialisasikan gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ) dan mendeskripsikan faktor pendukung upaya lembaga pemerintah tersebut dalam mencapainya optimalisasi strategi komunikasi tersebut”.
KERANGKA PEMIKIRAN 1.
Komunikasi, (KIE)
Informasi,
Edukasi
Di dalam kerangka konsep ini akan diuraikan konsep-konsep yang akan digunakan untuk melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh Kementerian Negara
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
3
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia sebagai bentuk Komunikasi Pemasaran yang tepat seputar programprogram Gerakan Kesetaraan dan Keadilan Jender (GKKJ) yang menjadi topik dari penelitian ini.Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, yaitu dari kata Information, Education, Communication (EIC).Tujuan KIE adalah menginformasikan, mempersuasi, mendidik, dan membentuk perilaku (Sendjaja, tanpa tahun : 8-9). Kerangka Acuan Strategi KIE Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia sendiri dalam programnya ini mengacu pada pengertian tersebut. KIE merupakan salah satu kegiatan komunikasi. Kembali ke konsep dasar komunikasi, KIE juga mengikuti model yang diperkenalkan oleh David Berlo (1960),yaitu S-M-C-R di mana elemen elemen yang terlibat adalah: 1.
Source (pengirim pesan atau komunikator), yakni seseorang /sekelompok orang atau organisasi/ institusi yang mengambil inisiatif mengirimkan pesan.
2.
Message (pesan), berupa lambang/ tanda baik secara tertulis maupun lisan. Namun dapat pula berupa gambar, angka bahkan gerakan.
3.
Channel (saluran), yaitu sesuatu yang digunakan sebagai alat/media penyampai pesan.
4.
Receiver (penerima atau komunikan), yaitu seseorang/sekelompok orang yang menjadi sasaran penerima pesan.
Mengacu pada pada model komunikasi di atas, sosialisasi GKKJ yang ingin dijalankan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI adalah menyampaikan pesan ke khalayak sasarannya yaitu “perempuan dan laki laki memang beda, tapi bukan untuk dibedabedakan”, walaupun sangat heterogen, memiliki status yang sama (berkeluarga), namun berbeda dalam demografis, kultural, maupun wawasan jender. Oleh karena itu, untuk dapat memahami digunakan strategi komunikasi terpilih agar pesan yang disampaikan dapat sampai ke khalayak sasaran. Aspek terpenting dari pengembangan program komunikasi efektif adalah memahami the response process, sehingga penerima pesan dapat membujuk menuju suatu perilaku dan bagaimana upaya-upaya promosi yang dilakukan/mempengaruhi mereka (Belch, 1998 : 146). Khalayak sasaran harus dipengaruhi dan di bujuk agar mau menerima inti pesan yang dikirimkan. Hal tersebut memang harus melalui tahapan-tahapan/langkah-langkah, baik dalam hal menanggapi pesan maupun perubahan sikap. Adapun beberapa model untuk proses respon terhadap informasi (response process), bila dikaitkan dengan akibat/hasil komunikasi terhadap pihak penerima untuk setiap aspek kognisi, afeksi, dan konasi. Diantaranya adalah model komunikasi “adopsi inovasi”, merupakan pengembangan dari model “difusi inovasi”. Model ini menunjukkan tahapan konsumen dalam mengadopsi produk/informasi (inovasi) baru. Menurut Belch (1998: 147). Potential adopterharus melewati suatu tahapan ngkah sebelum
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
4
mengambil tindak-an. Tahapan tersebut adalah kesadaran (awareness), minat (interest), evaluasi (evaluation), percobaan (trial) dan adopsi (adoption). Model ini dikembangkan oleh Everett M. Rogers (1983). Model difusi invasi ini memberikan gambaran tentang 5 tahap yang dilalui dalam proses perbuatankeputusan untuk menerima /menolak inovasi. Kelima tahap tersebut adalah tahap pengetahuan, tahap persuasi, tahap keputusan, tahap pelaksana, dan tahap konfirmasi (Sendjaja, 1993 : 47). 2.
Pemasaran Sosial
Konsep dan strategi pemasaran sosial (social marketing) dapat diartikan penggunaan prinsip-prinsip dan teknik teknik pemasaran untuk menyampaikan ide dan perilaku masyarakat tertentu. Pemasaran sosial merupakan satu penerapan konsep pemasaran pada aktifitas non komersial yang berhubungan dengan kepedulian kemasyarakatan, kesejahteraan rakyat dan pelayanan sosial (Ruslan, 1999: 241). Rogers (1995: 63) mendefinisikan pemasaran sosial sebagai suatu teknik pemasaran yang digunakan untuk memasarkan produk/jasa yang tidak menghasilkan keuntungan (non profit product and services).Kotler dan Zaltman mengatakan bahwa prinsip-prinsip pemasaran dapat diterapkan pada masalahmasalah bisnis, walaupun ada perbedaan antara pemasaran sosial dan pemasaran bisnis/komersial. Pemasaran sosial berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut dengan kepercayaan dan nilai-nilai, misalnya pemasaran sosial di gunakan dalam usaha
mendorong orang-orang agar aktif dalam kegiatan pemeliharaan lingkungan. Phillip Kotler dan Eduardo L. Roberto (1989:24)dalam bukunya Social Marketing mengatakan bahwa: Social Marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best element of the traditional approaches to social change in an integrated planning and action framework and utilizes advances in communication technology ang marketing skills. Pendapat yang hampir sama yaitu menurut P. Kotler dan G. Zaltman dalam SocialMarketing An Approach to Planned Social Change (1997:48) : Social Marketing is the design, implementation, and control of program calculated to influence the acceptability of social ideas and involving considerations of product planning, pricing, communication, distribution, and marketing research. Sedangkan Allan R Andreasen (1995: 7) dalam bukunya Marketing Social Change mengatakan bahwa: Social Marketing is the application of commercial marketing technologies to the analysis, planning, execution, and evaluation of program designed to influence the voluntary behavior of target audiences in order ti improve their personal welfare and that of their society. Lebih jauh Andreasen mengatakan bahwa definisi untuk pemasaran sosial sama dengan konsep pemasaran pada sektor pemasaran komersial.Mark R. Rasmuson mendefinisikan pemasaran sosial sebagai “desain, implementasi, dan pengawasan program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan gagasan sosial perilaku pada suatu kelompok sasaran”.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
5
Pemasaran sosial menjual produk dan perilaku dengan mengkaitkan pada minat masyarakat.Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran mempunyai penerapan yang luas dalam konteks nirlaba, tetap jelas bahwa prinsipprinsip pemasarannya tidak jauh berbeda dari strategi dan taktik dari organisasi laba. Namun secara umum, pemasaran pada organisasi laba dan organisasi nirlaba ada perbedaannya, terutama pada tujuan yang ingin di capai oleh pemasar, karena pada organisasi nirlaba harapan berhasil, misalnya, seringkali terlalu berlebihan dan keberhasilannya sulit di nilai karena tidak dapat di lihat. 3.
Jender
Pemakaian istilah “jender” masih merupakan suatu perdebatan dalam kehidupan sehari – hari kita. Belum ada kesepakatan di tengah masyarakat kiata apakah akan tetap memakai kata jender di tengah masyarakat kita, apakah akan tetap memakai kata Jender (di mulai dengan huruf “J”) ataukah memakai kata Gender (di mulai dengan huruf “G”). Patut disadari, bahwa tidak ada kosa kata (asli) dari bahasa Indonesia, namun berdasarkan prinsip penyesuaian ejaan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, pengucaan dan penulisannya mengikuti kaidah bahasa Indonesia, namun diusahakan agar ejaan bahasa asing tersebut hanya di ubah seperlunya sehingga bentuk indonesianya masih dapat diperbandingkan dengan bentuk aslinya. Berdasarkan kerangka berpikir seperti ini, maka muncullah kosa kata jender dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan gender tersebut.
Di pandang dari dari asal usul kosakata tersebut yang senyatanya berasal dari bahasa asing, maka sosialisasi istilah jender, terlebih pula sosialisasi pemahaman subtansional tentang jender sendiri, sangat perlu upaya yang intens, terkonsep dan terus menerus ada masyarakat Indonesia. Jender secara sederhana, dalam masyarakat umumnya, diartikan berbeda jenis kelamin, di mana jenis kelamin itu merupakan ciri biologis manusia yang diperoleh sejak lahir sehingga secara biologis di bagi dua jenis kelamin, yaitu kelamin laki-laki dan kelamin perempuan secara fisik yang berbeda dan di anggap melekat selamanya padanya dan tidak bisa dipertukarkan. Sebenarnya jender adalah kontruksi budaya, yang dapat dijumpai di belahan dunia manapun, termasuk Indonesia yang terdiri dari dari berbagai etnis, dimana tiap etnis mempunyai budaya tersendiri. Budaya Jawa, Sunda, Bali, Batak dan budaya-budaya etnis lainnya. Sebagian besar budaya etnis tersebut menempatkan kaum laki-laki lebih dominan daripada kaum perempuan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Budaya etnis tersebut juga pada akhirnya memposisikan kaum perempuan untuk lebih banyak berkiprah di sektor domestik dan memposisikan kaum laki-laki untuk mendominasi sektor publik. 4.
Komunikasi Pemasaran Terpadu
Dalam pemasaran suatu produk, komunikasi memiliki peranan penting antara lain untuk menyebarkan informasi, memperkenalkan produk, membentuk citra di hati konsumen, memepengaruhi perilaku pembelian, mendorong seseorang untuk membeli serta membina hubungan
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
6
jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen dan khalayak sasarannya.Istilah komunikasi pemasaran digunakan untuk mempertegas bahwa hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya bukan hanya merupakan hubungan satu arah saja (seperti yang terasa pada konsep promosi), namun hendaknya timbal balik (dua arah), sehingga konsumen pun terlibat aktif di dalamnya. Frank Jefkins mengatakan, komunikasi pemasaran adalah apa yang dikatakan. Hal tersebut mencakup segala bentuk komunikasi yang berhubungan dengan pemasaran. Mulai dari penjualan, periklanan, promosi penjualan, pemasaran langsung, publikasi, sponsorship, pameran, identitas perusahaan (corporate identity) hingga kemasan, materi displaydi toko (point of sale merchandising) serta getok tular (word of mouth). Kegiatan di atas di sebut oleh PR Smith sebagai bauran komunikasi pemasaran /marketing communication mix.Tom Brannan (1998: 59) menyebutkan penjualan tatap muka, hubungan telepon, saluran, surat, seminar, pameran, identitas perusahaaan, design produk, design kemasan, hubungan masyarakat, hubungan media, periklanan, pos, sponsorship, promosi penjualan dan multi level marketing sebagai tehnik bauran komunikasi pemasaran. Dari kedua elemen-elemen bauran komunikasi pemasaran yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa bidang tersebut, sangat dinamis dan terus berkembang, baik dari segi kegiatan maupun alternatif media serta kegiatan atau program yang ada. Oleh karena itu untuk melaksanakan kampanye yang sukses diperlukan rancangan strategi
komunikasi pemasaran terpadu (KPT). Istilah komunikasi pemasaran saat ini banyak digunakan untuk menggantikan istilah promosi. Namun sejalan dengan perkembangan, konsep pemasaran yang semakin mengarah kepada kepentingan dan kepuasan konsumen (consumer satisfaction), maka kegiatan komunikasi produk pun semakin berkembang dan banyak jenisnya. Awalnya memang dirasakan sebagai fungsi promosi di berbagai perusahaan di dominasi oleh iklan di media massa namun sejalan dengan perkembangan di atas, iklan tidak lagi menjadi yang utama. Karena di anggap sebagai komunikasi satu arah. Kemudian muncullah jenis–jenis kegiatan komunikasi lain yang di pandang lebih mampu mendekatkan produk kepada konsumen, seperti misalnya penyelenggaraan event, pemberian contoh produk, hadiah-hadiah, dan sebagainya. Namun tentu saja aneka kegiatan komunikasi produk yang ada tersebut, harus dikoordinasi dengan baik, sehingga memiliki arah yang samadan tepat.Oleh karena itu muncullah konsep komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication), yaitu memadukan serta mengkoordinasikan elemen-elemen pemasaran dan promosi untuk mencapai program komunikasi yang efektif dan efisien. Alasan lain yang mendorong pertumbuhan komunikasi pemasaran terpadu adalah perubahan lingkungan pemasaran yang sangat cepat yang memihak kepada konsumen serta perkembangan teknologi dan media. Pertumbuhan konsep komunikasi pemasaran terpadu oleh perubahan pendekatan
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
7
yang dilakukan perusahaan untuk memasarkan produk dan jasa mereka. Komunikasi pemasaran terpadu adalah proses pengembangan dan pelaksanaan bentuk-bentuk program komunikasi persuasif bersama konsumen dantarget (prospek) dari waktu ke waktu. Tujuan dari komunikasi pemasaran terpadu adalah mempengaruhi atau secara langsung memberikan dampak ke pada khalayak sasaran. Ada lima unsur yang perlu di catatdari definisi di atas, yaitu mempengaruhi perilaku, menggunakan segala bentuk komunikasi, di mulai dari konsumen atau prospek, mencapai sinergi, membangun hubungan.Adopsi dalam konsep komunikasi pemasaran terpadu membawa perubahan dalam praktek komunikasi pemasaran tradisional yaitu penurunan keyakinan terhadap iklan di media massa, peningkatan kepercayaan pada metode sasaran komunikasi, permintaan – permintaan besar membebani supplier komunikasi pemasaran, peningkatan upaya untuk menilai pengembalian investasi komunikasi (Shimp 1997 : h.13-15).
METODE PENELITIAN Penelitian mengenai komunikasi permasyarakatan gerakan kesetaraan dan keadilan jender ini menggunakan pendekatan kualitatif, mengingat upayaupaya yang sudah dilakukan sebagai bentuk komunikasi pemasyarakatan lebih baik di lihat secara kualitatif. Nawawi dan Martani (1994: 174-175) mengemukakan, penelitian naturalistik adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan
sewajarnya atau sebagaimana adanya(natural setting), dengan tidak di ubah dalam bentuk symbol-simbol. atau bilangan.Yang menjadi objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang/aspek kehidupan manusia, yakni manusia dengan segala sesuatu yang dipengaruhi manusia. Nawawi juga mengatakan, bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif karena bertolak dari data yang bersifat individual / khusus, untuk merumuskan kesimpulan umum. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud mendeskripsikan atau memberikan gambaran suatu gejala sosial tertentu sudah ada informasi mengenai gejala sosial yang di maksud dalam permasalahan penelitian, namun dirasakan belum memadai (Malo dan Tresnoningtias, tanpa tahun: 27-28). Mengenai penelitian ini diharapakan dapat memperoleh data yang akurat mengenai keadaan, kegiatan serta proses pelaksanaan sosialisasi GKKJ, khususnya dalam kegiatan metode KIE, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan metode kasus.Selain itu penelitian ini juga bersifat evaluatif, yaitu penelitian yang berusaha menelaah dan mengevaluasi permasalahan dari programprogram yang sudah dilakukan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, khususnya mengenai strategi KIE yang sudah dilakukan, termasuk factor-faktor pendukung yang mengoptimalkan strategi KIE tersebut. Parsudi Suparlan mengatakan bahwa data primer merupakan data yang langsung di proleh peneliti dari lapangan, dapat berupa catatan dari hasil penelitian (1994: 5). Teknik pengumpulan data primer yang
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
8
akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indept interview). Wawancara mendalam dilakukan kepada informan kunci (key informant) yaitu orang orang yang di anggap mempunyai pengetahuan lebih luas untuk mendapatkan informasi yang ada kaitannya dengan masalah penelitian (Vrendenbreght, 1980 :91). Key informant ini adalah pembuat atau penanggung jawab kegiatan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. RI, yaitu 9 key informan, Asdep Pengembangan Kebijakan dan Program, Asdep Urusan Agama, Pendidikan dan Pariwisata, Asdep Urusan Pendidikan Perempuan, Asdep Media Massa dan Biro Umum dan Humas yang terdiri dari Kabag Humas dan Protokol, Subbag Humas sekaligus Kasubag Dokumentasi dan Kepustakaan, dan Direktur dan Staf Konsultan (LPPKM), 2 diantaranya dilakukan secara intensif selaku penyusun strategi kebijakan dan teknis operasional KIE, yaitu Asdep Media Massa dan Humas. Wawancara mendalam yang telah disiapkan yang berisikan sejumlah pertanyaan terbuka yang nantinya akan di jawab oleh informan. Dari wawancara mendalam ini di harapkan dapat diperoleh deskripsi strategi KIE yang sudah dilakukan, faktor pendukung KIE, dan bagaimana implementasi dari kegiatan-kegiatan tersebut. Secara singkat, wawancara mendalam ini, dimaksudkan untuk bisa menangkap dinamikainternal Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI atas KIE yang diterapkan. Data sekunder diperoleh dengan FGD(diskusi kelompok terarah), dengan
menggunakan pedoman arahan diskusi. FGD ini dilakukan untuk mengetahui kesadaran, tingkat pengetahuan, visi, misi khalayak luas dari berbagai tingkat sosio demografis dan sosio kultural serta mencari saran-saran dan rekomendasi yang bisa di terima masyarakat luas dalam melakukan kegiatan sosialisasi tersebut dan untuk menyempurnakan (pretest) terhadap kreatif yang direncanakan, sehingga tercipta ide kreatif yang tepat dalam melakukan sosialisasi. Key informan dalam FGD ini memakai pendekatan purposive sampling (informan di pilih berdasarkan pemilihan subjektif dengan kriteria : status sosial ekonomi, umur, pendidikan, suku, dll). Para informan yang akan dilibatkan di pilih dari daerah perkotaan (Jakarta Selatan) dan daerah pinggiran (sub-urban) Depok yang akan dikelompokkan (cluster) ke dalam 4 kelompok, di mana masing-masing kelompoknya terdiri dari 10 orang. Kriteria (informan) adalah perempuan dan laki-laki (berbanding proposional) dengan berbagai latar belakang usia (25-60 tahun), tingkat pendidikan, status perkawinan (berkeluarga), tingkat sosial ekonomi. Hal yang perlu diperhatikan dalam FGD adalah khalayak sasaran harus homogen(Krueger), 1994 : 28). Untuk penelitian ini, status berkeluarga dan usia produktif sudah memenuhi unsur tersebut. Selanjutnya mengacu pada data tertulis yang sudah ada. Dengan kata lain, bersifat studi kepustakaanyang berdasarkan pada literature-literatur, khususnya mengenai komunikasi pemasaran. Selain itu, sumbersumber tertulis/materi cetak lainnya yang dimiliki oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, seperti
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
9
berupa buklet, leaflet, poster, jurnal, majalah, dan sebagainya. Data primer dan data sekunder yang sudah dikumpulkan pada penelitian mengenai KIE yang menggunakan pendekatanpenelitian kualitatif yang diperoleh dengan teknik wawancara mendalam, FGD, studi pustaka, dan sumber sumber tertulis lainnya akan di olah dan dianalisis secara deskriptif. MenurutPatton (1980: 268). Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan data ke dalam suatu pola uraian, dan mencari hubungan antara dimensi – dimensi uraian. Sedangkan Bogdan dan Taylor (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (dalam Moleong, 1991 : 103). Jika di kaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data, sedangkan yang kedua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data. Dengan demikian definisi tersebut dapat disentesiskan menjadi analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini hanya akan mendeskripsikan salah satu program Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, yaitu gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ). Jadi masalah
yang diteliti dalam penelitian ini adalah strategi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam mensosialisasikan GKKJ. Sehubungan dengan penelitian ini bersifat studi kasus, maka disadari bahwa kelemahan dari penelitian ini tidak dapat diterapkan kepada seluruh lembaga pemerintahan yang ada di Indonesia, karena setiap lembaga pemerintahan mempunyai karakteristik, latar belakang, problem yang berbeda. Hasil penelitian ini secara khusus direkomendasikan kepada Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan untuk dipergunakan lembaga pemerintah lainnya.
HASIL PENELITIAN Strategi KIE Sebagai tolak ukur strategi KIE, penulis mengacu pada kebijakan dan program dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, yaitu kapabilitas media massa (ancaman, eksternal) dan humas (kelemahan, internal) sebagai faktor pendukung program KIE dalam kaitannya mensosialisasikan gerakankesetaraan dan keadilan jender (visi dalam misinya, sekaligus program utama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia), maka penulis secara intensif melakukan wawancara mendalam dengan personal yang terkaituntuk mengetahui strategi KIE yang sudah dijalankan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, juga faktor pendukung dalam mengoptimalkan sosisalisasi GKKJ tersebut, yaitu dengan Asisten Deputi V,
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
10
Bidang Peran Serta Masyarakat Urusan Media Massa, dan Kasubag Humas dan Protokol. Seperti yang dikatakan Deputi V Media Massa, adalah:
Asisten
“…dalam pengembangan strategi program KIE, langkah – langkah yang perlu dilakukan agar dapat efisien dan efektif terdiri dari 5 tahap, yaitu analisis khalayak dan program, penyusunan rancangan program, pengembangan uji coba, penyempurnaan dan produksi media, penerapan dan pemantauan, dan terakhir evaluasi dan rancang ulang…” “…kelima tahapan ini saling berkait dan merupakan proses yang berkesinambungan. Dengan melaksanakan lima langkah ini secara terus menerus, maka program KIE yang dihasilkan bisa berkembang dari waktu ke waktu, bisa ditandai pula sebagai ciri kegiatan periode KIE tertentu…” “…perputaran tahapan ini kalau dirangkaiakan akan membentuk huruf P. Oleh karena itu di sebut P – PROCESS…” Jadi yang di maksud strategi KIE adalah strategi dalam mengkomunikasikan, menginformasikan, mempersuasi, mendidik, dan membentuk perilaku masyarakat dengan pengembangan strategi tersebut yang merupakan pendekatan – pendekatan KIE, yaitu peningkatan dan pemantapan koordinasi untuk meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan menggunakan multi media dan multi saluran yang berorientasi pada pelaksanaan program dan isi pesan dan kepuasan khalayak, juga pada tema sentral yang konsisten, yaitu perempuan dan lakilaki memang beda, tapibukan untuk di
beda-bedakan dan,melalui pendekatan hiburan dan pendidikan, serta penciptaan suasana yang kondusif dengan pembinaan yang berkesinambungan. 1.
Program
Adapun hasil wawancara mendalam dengan Asisten Deputi V Urusan Media massa Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, tentang strategi KIE yang bagaimana yang dijalankan Kementerian Negara Republik Indonesia selama ini, adalah “... Strategi KIE yang di buat Meneg PP RI mencontoh pada strategi KIE yang sudah dilaksanakan BKKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional) yang berhasil dengan programnya tentang ‘Keluarga Berencana’, maka program ini akhirnyaakhirnya diterapkan. Saya sendiri berasal dari sana, juga beberapa pegawai di Meneg PP RI ini...” Kemudian berdasarkan acuan di atas, yang melatarbelakangi strategi KIE, yaitu strategi yang mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan hingga digunakannya dalam memasarkan Gerakan Kesetaraan dan Keadilan Jender ( GKKJ) pada Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Sosialisasi konsep KKJ dengan ujaun memperkenalkan apa yang dimaksud Jender melalui berbagai media eletronik dan media cetak yang ada dengan berbasis pada sektor domestik dan peningkatan awareness. 2.
Latar Belakang
Masalah kesetaraan dan jender di Indonesia merupakan yang sangat kompleks. Kondisi tidak saja ditimbulkan oleh
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
keadilan masalah tersebut adanya 11
ketimpangan struktural mengenai kedudukan dan peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga di bentuk oleh berbagai elemen dan faktordiskriminatif. Dan reformasi yang saat ini, masih belum banyak memberikan perubahan mendasar terhadap posisi dan keberadaan kaum perempuan tersebut. Berdasarkan realitas permasalahan di atas, maka fokus utama upaya pemberdayaan perempuan akan lebih baik diarahkan pada gerakan advokasi dan pengembalian hak-hak perempuan (baik sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial). Menurut para ahli retorika (Foss & Foss ey.l.1980, toulmin, 1981) ‘Advokasi’ adalah suatu ‘upaya persuasi’ yang mencangkup kegiatan-kegiatan ‘penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu’. 3.
Tujuan
Menyebarluaskan berbagai informasi yang memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak-hak perempuan dan berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan, menumbuhkembangkan sikap dan perilaku yang mendukung penghapusan berbagai bentuk diskriminasi dan ketidakdilan jender serta tindak kekerasan terhadap perempuan, meningkatkan kesadaran dan pemahaman para anggota eksekutif, legislatif, dan yudikatif tentang keadilan dan kesetaraan jender ( KKJ) dan isu-isu pemberdayaan perempuan, meningkatkan pemahaman para pengambil kebijakan, perencana, pelaksana pembangunan nasional tentang
KKJ dan isu-isu pemberdayaan perempuan. 4.
Sasaran
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang berbagai bentuk diskriminasi dan ketidakadilan jender serta tindak kekerasan terhadap perempuan, membentuk sikap dan perilaku masyarakat tentang arti penting kesetaraan dan keadilan jender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, meningkatkan partisipasi aktif berbagai komponen masyarakat (LSM/LPSM, perguruan tinggi, mahasiswa, ormas, orsospol, lembaga lokal, pers, dan lainlain) dalam pembentukan kesetaraan dan keadilan jender. 5.
Target Khalayak
Tingkat individual, tingkat keluarga, tingkat masyarakat, tingkat negara. 6.
Materi
Pada tahap I telah dilaksanakan sosialisasi tentang konsep KKJ dengan tujuan memeperkenalkan ‘apakah yang di maksud dengan jender’ melalui berbagai media elektronik dan media cetak yang ada dengan berbasis pada sektor domestik. Pada tahap I telah dikembangkan bahwa KKJ harus di mulai sejak dini dalam lingkup keluarga, dengan menginformasikan kepada masyarakat bahwa pada hakekatnya kaum perempuan memiliki kemampuan di segala bidang (Building The Trust and Repositioning). Tahap II dari KIE Pemberdayaan Perempuan adalah melanjutkan peningkatan pemahaman dan awarenessmasyarakat luas terhadap KKJ dan ‘isu-isu pemberdayaan perempuan’.
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
12
Selain itu juga ditumbuhkembangkan sikap mau menerima peran sosial kaum perempuan oleh kaum laki-laki. Kaum laki-laki hendaknya dapat menerima, mendorong dan konsisten terhadap sosial kaum perempuan di tengah masyarakat. 7.
Tahapan Kegiatan
Melakukan studi awal (premilinary research) tentang pemahaman dan kesadaran tentang hak-hak tentang hakhak perempuan dan berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan, menyusun konsepsi dan strategi kegiatan KIE pemberdayaan perempuan, merancang berbagai berbagai bentuk materi dan melaksanakan berbagai program kegiatan KIE pemberdayaan perempuan, melakukan monitoring pelaksanaan berbagai program kegiatan KIE pemberdayaan perempuan membuat laporan rutin mengenai pelaksanaan tahapan kegiatan KIE pemberdayaan perempuan. 8.
Bentuk Spesifikasi Kegiatan
Need assesment (studi literatur dan FGD), tayangan spot ILM di TV, tayangan spot ILM di radio, media publikasi tercetak, media luar ruang, monitoring dan evaluasi. 9.
10. Bentuk Kegiatan Bentuk spesifikasi kegiatan dari penyebaran informasi ini dilaksanakan sebagai berikut : penyebaran komunikasi, informasi dan edukasi mengenai perlunya kesejahteraan dan perlindungan hak-hak anak berupa ‘dialog interaktif’ di RCTI sebanyak 3 kali, durasi 25 menit dalam acara ‘masalah anda masalah kami’, dan dialog interaktif di TVRI sebanyak 1 kali dengan durasi 30 menit dalam Berita Petang dengan Pembicara Ibu Menteri Meneg PP RI, dan jajaran Meneg PP RI. Penyebaran KIE melalui media cetak dalam bentuk wawancara atau pun Konferensi Pers sebanyak 3 kali, penerbitan ‘Bulletin Persepektif’ sebanyak 6000 eksemplar pada 2 kali edisi, 1 kali edisi sebanyak 3000 eksemplar. 11. Need Assesment (FGD) Pengetahuan tentang jender relatif masih sangat minim, mempersepsikan jender sebatas perbedaan jenis kelamin anatara laki-laki dan perempuan. Informasi yang diterima melalui pergaulan, tetangga/teman. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan kemampuan akses terhadap informasi yg berkaitan jender.
Deskripsi Kegiatan Kerja
Dalam rangka pembahasan substansi rancangan ide ide art kreatif dari ILM TV dan rado serta rancangan konsep logo dan value statement makan telah dilakukan rapat-rapat konsultasi antara tim konsultan dan tim subtansi/team work dari Meneg PP RI sejumlah 8 orang, sehingga diharapan adanya visi dan persepsi dari kedua belah pihak dalam pelaksanaan pekerjaan.
PEMBAHASAN Dari penelitian yang dilakukan dan hasilnya telah dikemukakan diatas, penulis berhasil memperoleh data-data, berupa masukan-masukan yang akan digunakan sebagai landasan ataupun dasar pengambilan keputusan dasar pengambilan kesimpulan dalam merumuskan strategi KIE gerakan kesetaraan dan keadilan jender. Namun demikian, hasill yang
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
13
diperoleh tidak mutlak menjadi pedoman utama pengambilan keputusan karena masih ada hal-hal yang mesti dipertimbangkan pula, seperti misalnya mungkin tidaknya suatu ide atau gagasan dijalankan ataupun pendukung lain. Untuk memudahkan perumusan kesimpulan hasil penelitian ini, penulis akan mempergunakan konsep bauran promosi (promotion mix) pemasaran sosial sebagai penggambaran strategi KIE gerakan kesetaraan dan keadilan jender dan kegiatan atau media yang digunakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, penulis merujuk pada elemen-elemen strategi komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication). Dalam perumusan tersebut, penulis melakukan pembatasan pada beberapa hal tertentu untuk mencegah kerancuan karena mungkin saja terjadi perbedaan pendapat atas konsepsi yang telah biasa kita terima. Untuk mengingat kembali bauran promosi pada pemasaran sosial di bagi menjadi empat kelompok, yaitu komunikasi massa, komunikasi khusus, komunikasi personal dan isentif promosi. Hal terakhir di sebut tidak di bahas oleh penulis, karena produk sosial yang akan dipasarkan intangible, sehingga sulit di ukur keberhasilannya. 1.
Komunikasi Massa Communication)
(Mass
Dari penelitian yang dilakukan dan hasilnya telah dikemukakan diatas, penulis berhasil memperoleh data-data, berupa masukan-masukan yang akan digunakan sebagai landasan ataupun dasar pengambilan keputusan dasar pengambilan kesimpulan dalam merumuskan strategi
KIE gerakan kesetaraan dan keadilan jender. Namun demikian, hasil yang diperoleh tidak mutlak menjadi pedoman utama pengambilan keputusan karena masih ada hal-hal yang mesti dipertimbangkan pula, seperti misalnya mungkin tidaknya suatu ide atau gagasan dijalankan ataupun pendukung lain. Untuk memudahkan perumusan kesimpulan hasil penelitian ini, penulis akan mempergunakan konsep bauran promosi (promotion mix) pemasaran sosial sebagai penggambaran strategi KIE gerakan kesetaraan dan keadilan jender dan kegiatan atau media yang digunakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, penulis merujuk pada elemen – elemen strategi komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication). Dalam perumusan tersebut, penulis melakukan pembatasan pada beberapa hal tertentu untuk mencegah kerancuan karena mungkin saja terjadi perbedaan pendapat atas konsepsi yang telah biasa kita terima. Mengacu pada definisi dan karakteristik tentang komunikasi massa, sebagaimana telah diuraikan di bab II, serta temuan yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan, penulis mempergunakan komunikasi massa sebagai penggambaran salah satu strategi yang dijalankan dalam KIE GKKJ untuk khalayak sasaran masyarakat (keluarga) di wilayah perkotaan (Jakarta Selatan) dan pinggiran sub-urban (Depok). Tetapi untuk membatasi perbedaan pengertian, yang mungkin timbul tentang konsep komunikasi massa, perlu penulis tekankan bahwa dimaksudkan sebagai komunikasi massa dalam sub bab ini
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
14
adalah kegiatan-kegiatan KIE dalam mensosialisasikan GKKJ melalui penggunaan media massa, baik media cetak maupun elektronik. Perlu penulis tambahkan bahwa penekanan pada penggunaan media massa hanya mempermudah penggolongan kegitan semata dan tidak bermaksud untuk memicu perbedaan pendapat yang mungkin timbul akibat pemahaman komunikasi massa yang ada. Oleh karena itu, kegiatan yang tercakup dalam sub-sub komunikasi massa ini tidak terbatas hanya pada kegiatan iklan (advertising) semata atau yang juga di kenal sebagai kegiatan lini atas (above the line activity), tetapi diperluas dengan kegiatan lain, namun semuanya memiliki kesamaan, yaitu mempergunakan media massa sebagai saluran ‘distribusi’ pesannya. Media terukur (above the line) adalah media utama penyampaian pesan dari program komunikasi ini yang paling efektif, komunikatif, dan jangkauan lebih luas, juga sebagai brand image. Merujuk pada pendapat Sendjaja (1993 : 159), karakteristik komunikasi massa di sini di batasi pada lima jenis media massa, yang di kenal sebagai the big five mass media, yaitu koran, majalah, radio, televisi dan film. Dalam konsep komunikasi pemasaran terpadu, komunikasi dapat digolongkan sebagai media cetak (koran, majalah) dan media elektronik (radio, televisi, film). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan jenis media massa ini dalam rangka sosialisasi GKKJ, misalnya Iklan Layanan Masyarakat (ILM), Talk Show.
2.
3.
Komunikasi Selektif Communication)
(Selective
a.
Penyuluhan
b.
Penyelenggaraan Special Event/demo (Expose Visual)
c.
Pembuatan Materi Komunikasi (POS dan Merchandising), sebagai pembentuk Brand Imageadalah
a.
Media Publikasi Tercetak (booklet,leaflet, poster, kalender)
b.
Media Luar Ruang (spanduk/banner, baliho, jingle, tshirt, topi/pet)
d.
Publikasi Relations)
(Publicity,
Komunikasi Personal Communication)
Public (Personal
a.
Konseling
b.
Getok Tular (Word of Mouth)
c.
Tromol Pos 10000
Monitoring dan Evaluasi Menurut Carol Weiss, tujuan penelitian evaluasi adalah untuk mengukur program efek sudah seuai dengan tujuan yang telah ditentukan untuk memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan program berikutnya dan meningkatkan program yang akan datang. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran humas yang belum efektif di dalam menjalankan tugas selayaknya yang dijalankan seorang humas, corporate image bukan sebagai ‘protokol menteri’. Dan kaitannya dengan Program KIE GKKJ juga kerjasamanya dengan Asdep V Media Massa, perlu
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
15
dibedakan di ruang lingkup tugas dan fungsinya agar tidak terjadi ‘dualisme’ dan ‘kerancuan’ yang selama ini terjadi. Untuk itu hendaknya humas segera mempublikasikan terlebih dahulu kepada masyarakat ‘manifestasi’ Meneg PP RI, untuk memperoleh goodwill, kepercayaan, saling pengertian, dan citra yang baik dari publik, menciptakan opini yang favorable, dan menguntungkan semua pihak, merupakan unsur yang penting dalam manajemen untuk mencapai tujuan yang spesifik organisasi dan masyarakat melalui komunikasi timbal balik. Ia lahir dari adanya mutual understanding, mutual confidence dan image yang baik (Rachmadi, 1994 : 22). Bersama Asisten Deputi V Media Massa sebagai penyusun strategi kebijakan, hendaknya humas dapat bekerjasama sebagai penyusun teknis operasional melalui bauran pemasaran, baik melalui media massa, komunikasi selektif, komunikasi personal, dan komunikasi emasaran terpadu (KPT) yang lebih tersegmentasi agar efek program tersebut dapat di ukur sesuai tujuan yang diinginkan dan memberikan kontribusi dalam mengambil keputusan untuk program selanjutnya, dan meningkatkan program yang akan datang. Berdasarkan acuan di atas, penulis mengasumsikan bahwa faktor pendukung strategi KIE GKKJ ini adalah ‘Publikasi Manifestasi’ (citra baik) dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia terlebih dahulu melalui Humas, maka secara bertahap masyarakat akan lebih aware terhadap program GKKJ tersebut, sesuai dengan tujuan strategi KIE, memberi pengetahuan/
pemahaman, mendidik, sekaligus merubah perilaku, menuju ‘visi’ Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, yaitu ‘kesetaran dan keadilan jender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.’
KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat digambarkan bahwa masalah kesetaraan dan keadilan jender sangat penting bagi masyarakat. Untuk itu program ini perlu terus disosialisasikan dan perlu mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, terutama pihak-pihak yang terkait. (pemerintah, lSM, dll). Dari program ini akan memberikan pengetahuandan pemahaman kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan stategi komunikasi yang efektif. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga pemerintah yang mempunyai kepedulian yang sangat tinggiterhadap masalah tersebut. Salah satu kepedulian adalah dengan melakukan program-program dan kegiatan-kegiatan khusus yang bertujuan memberikan informasi dan pengetahuankepada masyarakat tentang kesetaraan dan keadilan jender, yaitu komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). KIE tersebut diharapkan menambah pemahaman, mempengaruhi sikap, dan perilaku masyarakat, sehingga kejadian-kejadian yang diakibatkan oleh bias jender dan lain-lain dapat dikurangi, serta bisa menepis informasi-informasi yang menyesatkan. Namun pada kenyataannya, banyak mengalami hambatan, khususnya dari segi
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
16
moril maupun materil. Sampai saat ini belum banyak media, baik cetak maupun elektronik secara konsisten dan kontinyu menyiarkan masalah kesetaraan dan keadilan jender ini, baik dalam bentuk iklan layanan masyarakat maupun dalam dialog juga kegiatan-kegiatan khusus lainnya. Namun media yang sudah digunakan selama ini sudah di rasa cukup efektif untuk menjangkau sasarannya, artinya sudah ada tanda-tanda cukup signifikan perubahan perilaku masyarakat tentang isu jender dalam kehidupan seharihari. Walau terungkap bahwa beban kaum perempuan tetap relatif masih berat dan masih penuh tantangan. Akan tetapi masih perlu diperbanyak jenis medianya dan ditayangkan secara kiontinyu, serta mempertimbangkan aspek desain dan sasaran sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Sementara dari pihak khalayak sasaran, masih relatif sangat minim pengetahuannya tentang jender, terutama pihak laki-laki masih banyak yang belum
setuju dengan adanya gerakan kesetaraan dan keadilan jender ini masih tabu, terutama bagi masyarakat Indonesia yang masih menganut adat ketimuran dan agamis, sehingga dikhawatirkan diskriminasi laki-laki dan perempuan. Oleh karena program ini masih perlu disosialisasikan secara tepat, sehingga semua pihak bisa menerima dan tidak terjadi salah persepsi. Untuk itu penggunaan media, kegiatan khusus dengan bahasa yang efektif, dan komunikasi yang baik perlu dipertimbangkan. Kemudian untuk medukung program tersebut agar optimal diperlukan faktor pendukung lainnya, yaitu kinerja Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan juga teknis operasional program tersebut, yaitu Asisten Deputi V Media Massa dan Humas untuk bekerjasama dalam mensosialisasikan program KIE ini, terutama humas sebagai corporate image.
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen, Allan R. (1995). Marketing Social Change: Changing Behaviour to Promote Health, Social Development, and The Enviroment. San Francisco : Jossey Bass. Belch, George E. dan Belch, Michael A. (1998). Advertising and Promotion, Integrated Marketing Communication Persepective.
International Edition Graw Hill.
Irwin/Mc.
Bogdan, Robert and Stephen J. Taylor. (1975). Introduction to Qualitative Reseach Methods: A Phonemonological Approach to The Social Sciences. New York : John Wiley & Sons. Brannan, Tom. (1998). A Pratical Guide To Integrated Marketing
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
17
Communication. Gramedia.
Jakarta
:
Kotler, Phillip dan Roberto, Eduardo L. (1989). Social Marketing, Strategy for Changing Public Behaviour. New York : The Free Pres. Krueger, Richard A. (1994). Focus Group :A Pratical Guide For Applied Research. California : Second Edition. Mc. Graw – Hill. Malo Manasse dan Tresnoningtias, Sri. N.d. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PAU Ilmuilmu Sosial UI. Moleong, Lexi. J. (1991). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya. Nawawi Hadari dan Martani, Mimi. (1994). Penelitian Terapan. Yogyakarta: UGM Press.
Rasmuson, Mark R. et, al. Communication for Child Survival. Academy for Educational Development. Washington. Ruslan, Rosady. (1999). Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Sendjaja, S. Djuarsa. (1993). Pengantar Komunikasi. , Jakarta: Universitas Terbuka. Shimp Terance A. (1997). Advertising, Promotion, and Supplemental Aspects of Integrated Marketing Communications. Orlando: Fourth Edition The Dryden Press. Vrendenbreght, J. (1980). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
P. Kotler dan G. Zaltman dalam Social Marketing An Approach to Planned Social Change (1997: 48).
Avant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.1 Juli 2015 |
18