JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Retno Budi Lestari STIE-Multi Data Palembang Abstract Development of Information Technology (IT) experienced a very rapid acceleration. Information technology is still closely associated with men. The role of women in the development of information technology is still minority compared to the large number of men who still plays an important role in information technology. Women still have difficulties in entering the IT field such as education level, language, social and cultural norms. IT Empowerment for women in the economic field is to arise competitiveness of women entrepreneurs today with an increasing number seek to improve the skills and knowledge of IT use, both integrate gender issues in every community development programs, especially small enterprise development for women. In political field, IT is a forceful tool to improve governance and strengthen democracy. It is particularly powerful for giving a voice to women who so frequently in developingcountries have been isolated, invisible, and without a voice. Information technologycan contribute to the political empowerment of women as tools for networking to perform social and political advocacy, to strengthen women's participation in the political process, to improve the performance of elected women officials, to improve women's access to government and its services, to educate, and to disseminate indigenous knowledge. Keywords : Information Technology, Empowerment, Women.
PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi baru yang digunakan dalam bidang informasi dan komunikasi, terutama Internet telah membawa dunia masuk ke era baru. Perkembangan Teknologi Informasi (TI) telah memberikan manfaat yang begitu besar di segala bidang kehidupan. Bidang Bisnis, sosial bahkan teknologi telah mempermudah masyarakat melakukan bisnis dan berkomunikasi. Akses untuk TI yang baru masih merupakan kenyataan yang jauh bagi sebagian besar orang. Negara-negara bagian selatan, khususnya di daerah pedesaan, secara nyata tertinggal jauh dari revolusi informasi, ditandai dengan tidak adanya infrastuktur dasar, biaya yang tinggi untuk pengadaan TI, ketidaktahuan mengenai TI, dominasi dari bahasa Inggris dalam isi Internet – kurangnya demonstrasi keuntungan TI untuk menjawab tantangan pembangunan level bawah. Penghalang-penghalang ini bahkan menjadi masalah yang lebih besar bagi kaum perempuan, yang secara umum : buta huruf, tidak mengerti bahasa Inggris dan kurangnya kesempatan untuk mendapat pelatihan keterampilan komputer. Tanggung jawab domestik, pembatasan budaya untuk perpindahan, kurang kuatnya kekuatan ekonomi sejalan dengan kurangnya relevansi kepuasan dalam hidup mereka, lebih jauh membuat mereka termarginalisasi dari sektor informasi.
84
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
Teknologi Informasi masih sangat dekat dengan maskulinitas. Permasalahan tentang gender sudah muncul sejak manusia muncul di bumi ini, namun sebelum perkembangan teknologi informasi belum maju seperti sekarang ini, isu gender belum begitu mendapat perhatian dan dipermasalhkan. Salah satu teknologi informasi yaitu internet. Menurut Mcguire dalam Hermana (2007 :1) melaporkan hasil studi yang dilakukan oleh Academy for Educational Development bahwa dari sekitar 30 negara terlihat bahwa pengguna internet di negara-negara berkembang kurang dari 1 persen dari total populasi. Sedangkan perempuan pengguna internet hanya 22 persen di Asia, 8 persen di Amerika Latin , 6 persen di Timur Tengah dan hanya sedikit di Afrika. Dalam bidang teknologi informasi (TI), perempuan sebenarnya tak kalah dibanding laki-laki. Sifat –sifat seperti kesabaraan, kepekaan, ketelitian, dan kepandaian berkomunikasi yang khas, menjadi kompetensi ‘mahal’ para perempuan untuk berkarier di bidang ini. Sebuah penelitian Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada bidang teknologi, khususnya TIK diperoleh hasil bahwa teknologi informasi dan komunikasi masih sangat dekat dengan identitas lakilaki sedangkan perempuan sering kali hanya sebagai objek. Sedangkan kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan dengan baik (pikiran rakyat, maret 2010) TI telah membawa keuntungan kepegawaian termasuk bagi perempuan. Akan tetapi pemisahan gender yang direproduksi dalam ekonomi informasi di mana laki-laki memegang mayoritas kaum yang memiliki keterampilan tinggi, menguasai pekerjaan yang bernilai tambah, di mana perempuan terkonsentrasi pada pekerjaan keterampilan rendah dan bernilai rendah. Pekerjaan di call centre mengabadikan pekerjaan perempuan dan organisasi dalam sektor teknologi informasi Peran perempuan dalam perkembangan TI masih minoritas dibandingkan dengan banyaknya jumlah laki-laki yang masih memegang peranan penting dalam teknologi informasi. Semestinya kondisi global perkembangan TI menuntut para pekerja di bidang TI untuk menciptakan, menerapkan, dan menggunakannya secara maksimal. Tidak banyak pula perempuan yang berprofesi sebagai ilmuwan komputer dan programer. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis penyebab kesenjangan peran perempuan di bidang TI dan bagaimana meningkatkan pemahaman dan peran perempuan di bidang tersebut. Perkembangan Teknologi Informasi Istilah Teknologi Informasi lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan, maupun mengolah informasi. TI secara lebih mudah dipahami sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada teknologi komputer. Seringkali TI merupakan bagian dari kegiatan bisnis atau usaha. Pada intinya istilah Teknologi Informasi adalah teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat (Supriyanto, 2005 : 6) Salah satu TI yang berkembang cepat dan memanfaatkan teknologi komputer adalah internet. Dalam satu dasawarsa pengguna internet di dunia meningkat drastis dari 0,4% pengguna dari seluruh penduduk dunia di tahun 1995 menjadi hampir 60 kali lipat pada tahun 2008. Tahun 2008 pengguna internet mencapai 23,33% peduduk dunia. Namun sangat disayangkan bahwa penguasaan teknologi informasi Indonesia hanya sebesar 13%, masih kalah dengan negara-negara tetangga. Berikut ini disajikan tabel penguasaan informasi teknologi bidang internet negara-negara tetangga.
85
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
Jumlah Pengguna Internet (% jml penduduk)
Negara Malaysia
62,8%
Filipina
14,6%
Thailand
20,5%
Vietnam China
24,2% 22,4%
Korea selatan
76,1%
Jepang
73,1% Sumber : wordpress.com
Perbandingan pengguna internet berdasarkan jenis kelamin menurut Academy for Educational Development memperlihatkan penggguna internet perempuan hanya 22 persen di Asia, 38% di Amerika Latin dan 6% di Timur Tengah dan hanya sedikit di Afrika. Pengguna internet dari kalangan perempuan tersebut lebih banyak berasal dari daerah perkotaan, berpendidikan tinggi dan sebagian besar menggunakan komputer dalam pekerjaan rutin di perkantoran. Menurut Piphitkul (2007: 2), Sebagian besar perempuan yang menggunakan komputer dalam pekerjaannya hanya digunaakan sebatas untuk data entry, pekerjaan administrasi sehari-hari dibanding sebagai alat komunikasi dan aplikasi teknologi informasi. Namun demikian beberapa Teknologi Informasi telah digunakan kebanyakan sebagai alat untuk transformasi sosial dan persamaan gender. Sebagai contoh : - E-Commerce (perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan bantuan Internet) merupakan langkah awal yang dicoba sekarang ini di berbagai tempat oleh NGO (Non Government Organization / Organisasi Non Pemerintah) untuk menghubungkan para perempuan ahli secara langsung ke pasar global melalui Internet, dan juga mendukung aktivitas mereka dengan informasi produksi dan pasar - Program e-governance / pemerintahan melalui media elektronik telah dicoba oleh beberapa pemerintah menggunakan TI untuk membuat pelayanan pemerintahan dapat lebih luas dijangkau oleh warga masyarakat. Dalam beberapa kasus disertai dengan strategi eksplisit untuk memastikan bahwa pelayanan ini menjangkau kaum perempuan dan lainnya yang menghadapi halangan untuk mengakses layanan pemerintahan. - Para pendidik kesehatan telah menggunakan sarana radio untuk mengkomunikasikan informasi yang berhubungan dengan kesehatan seks dan reproduksi. Kemungkinan komunikasi melalui sarana Internet juga sedang digali. - Berbagi informasi dan dialog melalui sarana email, newsletter dan catatan online antara perempuan dari belahan Utara dan Selatan dan di antara para perempuan di
86
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
- bagian Selatan itu sendiri telah memungkinkan kolaborasi dan pemfokusan usaha dalam skala global untuk mendorong agenda dari persamaan gender. Aktivitas-aktivitas tersebut telah sangat efektif di mana hal itu dapat dilakukan di atas isu keterbatasan akses dan infrasruktur untuk memandang konteks sosial yang lebih besar dan hubungan kekuasaan yang lebih besar. Tingkat efektivitas dan keterjangkauan telah diperkaya dengan kombinasi teknologi lama seperti radio dengan teknologi baru seperti Internet. Penyebab Ketimpangan Gender di Bidang TI Bagi masyarakat tradisional, patriarki di pandang sebagai hal yang tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut selalu dikaitkan dengan kodrat dan kekuasaaan adikodrat yang tidak terbantahkan karena secara biologis perempuan dan laki-laki berbeda maka fungsi-fungsi sosial ataupun kerja dengan masyarakat pun di ciptakan berbeda. Lakilaki selalu dikaitkan dengan fungsi dan tugas di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melahirkan ada di dalam rumah, mengerjakan urusan domestik saja. Perempuan bertugas pokok membesarkan anak, laki-laki bertugas mencari nafkah. Perbedaan tersebut di pandang sebagai hal yang alamiah. Itu sebabnya ketimpangan yang melahirkan subordinasi perempuan pun dipandang sebagai hal yang alamiah pula. Hal tersebut bukan saja terjadi dalam keluarga, tetapi telah melebar ke dalam kehidupan masyarakat. Dalam bidang teknologi, hingga sekarang tidak cukup ramah terhadap perempuan. Anggapan bahwa tehnologi merupakan tugas laki-Iaki saat ini trend dunia teknologi masih male dominated, padahal dalam kemampuan perempuan tidak kalah,tetapi apakah masyarakat memberi peluang, kesempatan kepada perempuan, selain kaum perempuan diposisikan dipinggir "dikelas dua", karenanya harus ada perjuangan keras melawan ideologi patriarkhi yang mengungkung perempuan. Jika penghalang dari segi kultur ini dapat dieliminasi, maka laki-laki dan perempuan dapat memasuki pekerjaan-pekerjaan di bidang teknis dengan kesempatan yang sama. Dalam hal ini, perempuan menghadapi perbedaan sebagai penghalang untuk memasuki ranah teknis seperti bidang teknologi informasi dan partisipasi mereka kurang. Antara laki-laki dan perempuan, perempuan dipandang kurang produktif di bidang teknis. Artinya perempuan kurang atraktif dan kurang fleksibel dalam pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan bidang teknis dibanding laki-laki. Jumlah minat perempuan di bidang teknis tidak jauh berbeda disbanding laki-laki yaitu hanya lebih sedikit 14%. Menurut Rosenbloom (2006) komposisi antar pekerja laki-laki dan perempuan memang heterogen berdasarkan karakteristik pekerjaannya. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh thraut bahwa penyebab rendahnya keterlibatan perempuan dalam bidagn TI adalah konstruksi sosial yang menekankan bahwa bidang TI adalah domain atau ranah laki-laki. Menurutnya terdapat ketidaksesuaian antara konstruksi sosial sebagai perempuan dengan konstruksi sosial pekerjaan-pekerjaan di bidang TI yang lebih sesuai dengan sifat-sifat dasar laki-laki. Oleh karena itu penjelasan tentang hubungan antara perempuan dan teknologi informasi dapat dilihat sebenarnya lebih kepada kekutan-kekuatan biologis (Thraut, 2006) Penyebab lain rendahnya keterlibatan perempuan di bidang teknologi informasi adalah dapat dilihat yaitu esensialisme. Esesnsialisme adalah pernyataan tentang sifat dasar perempuan dan laki-laki. Adanya perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki telah
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
membawa anggapan yang cenerung membedakan perempuan dan laki –laki berdasarkan perbedaan biologisnya bukan pada kemampuannya. Akses Teknologi Informasi Bagi Perempuan dan Kendalanya Isu gender dan TI, merupakan satu dari tiga isu penting dan besar yang dihadapi perempuan secara global saat ini setelah isu kemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan. Bahkan, dalam deklarasi Beijing 1995 dan program aksinya yang diadopsi dari konferensi dunia keempat mengenai perempuan, telah dicantumkan isu dan gender TI tersebut. Mengenai hal ini, banyak pendapat yang mengatakan bahwa TI merupakan satu sarana penting dalam memberdayakan perempuan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa TI hanya untuk pembangunan secara umum dan bukan secara khusus untuk memberdayakan perempuan. Kritik terhadap peran TI untuk memberdayakan perempuan ini bertumpu pada suatu pemikiran bahwa sebenarnya kebutuhan paling mendasar yang sangat diperlukan perempuan di negara berkembang, lebih kepada penyediaan air bersih, kecukupan pangan, peningkatan kesehatan serta peningkatanpendidikan. Menurut mereka yang percaya pada pendapat ini, TI bagi perempuan di negara berkembang hanya merupakan barang mewah yang sulit dan mustahil diakses. Pendapat ini kemudian ditangkis dengan argumen bahwa upaya penyediaan air bersih, kecukupan pangan, peningkatan kesehatan, peningkatan pendidikan dan TI saling bertautan. Pasalnya, akses yang mudah pada informasi yang kemudian berdampak pada meningkatnya komunikasi dapat mengakhiri isolasi perempuan dan mempromosikan gaya hidup sehat, ekonomi dan pengentasan kemiskinan (BKKBN,2004). Menurut Dholakia dan Kshetri (2003) dalam Hermana dkk (2007 :1) bahwa sebagai produk sosial, berbagai teknologi salah satunya internet bersifat tidak bebas nilai atau budaya. Tingkat kompatibilitas antara nilai dan norma teknologi dengan nilai dan norma yang dianut penggunanya sangat menentukan pola penggunaann teknologi tersebut. Nilai sebagian barang dan jasa TI cenderung lebih maskulin dibandingkan feminin yang merupakan salah satu penyebab kesenjangaan digital. Faktor-faktor kultural mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pada berbagai tingkat yaitu rumah tangga, organisasi, dan tingkat nasional. Sebuah penelitian Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada bidang teknologi, khususnya TI diperoleh hasil bahwa teknologi informasi dan komunikasi masih sangat dekat dengan identitas laki-laki sedangkan perempuan sering kali hanya sebagai objek. Sedangkan kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan dengan baik. Beberapa penghalang bagi perempuan untuk mengakses teknologi informasi di beberapa negara berkembang (developing countries) menurut Hafkinn dan Taggart (2001: 25). 1. Angka buta huruf dan tingkat pendidikan Perempuan memerlukan kemampuan membaca dan pendidikan untuk membuat pesan-pesan sederhana, navigasi internet, dan mengoperasikan beberapa software.Satu dari dua perempuan di negara berkembang masih buta huruf. Kemampuan perempuan di bidang komputer lebih rendah dibanding laki-laki. 2. Bahasa Bahasa Inggris sangat dominan sebagai bahasa internet dan sebagai bahasa pengantar internasional. Faktor ini secara signifikan berdampak pada perempuan
88
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
dan kelompok marjinal lainnya tanpa akses untuk memperoleh pendidikan formal yang memberi kesempatan untuk belajar inggris. 3. Waktu Pada umumnya sebagian besar waktu perempuan dihabiskan pada tanggungjawabnya mengurus anak dan keluarga. . Maka secara langsung perempuan tidak mempunyai cukup waktu untuk mempelajari internet atau baik di rumah, di kantor. Kurangnya waktu menjadi kendala kurangnya memperoleh informasi. Akses dalam memanfaatkan teknologi internet sudah dapat di atasi dengan adanya perangkat handphone dengan fasilitas internet, namun pada umumnya mereka memanfaatkan HP sebatas untuk chating atau berfacebook. 4. Norma sosial dan budaya Budaya patriarki yang menempatkan laki-laki selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi di luar rumah sedangkan perempuan yang berkodrat melakukan dan mengurus anak. Budaya patriarki pun terasa di bidang teknologi . Hingga saat ini tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi menjadi tugas laki-laki dan merupakan ranah maskulin.Sehingga dunia teknologi informasi masih merupakan “male dominated”. Dari keempat faktor tersebut, norma sosial dan budaya yang tampaknya mejadi kendala terbesar di Indonesia dan negara-negara berkembang lain dengan adat dan budaya patriarki yang kuat dan memarjinalkan perempuan. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Phiphitkul (2007 : 3) bahwa terpinggirkannya kaum perempuan di bidang TI harus dipertimbangkan dari konteks hubungan perempuan dengan ilmu dan teknologi. .Permasalahan teknologi dan semua hal yang berhubungan dengan TI identik dengan lakilaki. Penelitian telah menunjukkan bahwa laki-laki lebih mendominasi pendidikan berbasis komputer dan teknologi. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa di bidang pendidikan, laki-laki lebih mendominasi kelas-kelas komputer dibanding perempuan Menurut Phiphitkul (2007 : 3) beberapa kendala lain kesenjangan laki-laki dan perempuan di bidang TI adalah : 1. Faktor ekonomi, untuk mendapatkan Personal Computer yang terkoneksi internet maupun handphone dengan fasilitas internet merupakan kendala bagi perempuan yang pada umumnya yang berpenghasilan rendah dan tidak bekerja. 2. Kontradiksi antara keseimbangan dalam keluarga dan pekerjaan., Tanggungjawab perempuan dalam keluarga dan membesarkan anak melemahkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan di bidang IT. 3. Kekerasan seksual terjadi di beberapa situs, dalam bentuk lelucon, pesan-pesan mengancam, pornografi, games kekerasan, perkosaan di dunia maya (virtual rape) dan kejahatan seksual lain yang terjadi lewat dunia maya. 4. Kurangnya kebijakan atau Undang-Undang yang mengatur kekerasan seksual di dunia maya semakin melebarkan gap laki-laki dan perempuan. Teknologi Informasi tidak selamanya melemahkan perempuan dan menjadikan jurang pemisah antara laki-laki dan wanit,,namun di sisi lain dapat menjadi sarana yang efektif untuk pemberdayaan perempuan seperti bidang ekonomi. TI juga menjadi alat yang efektif bagi perempuan untuk memberdayakan dirinya mengatasi kendala-kendala di atas.
89
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
Pemberdayaan Perempuan Melalui Teknologi Informasi Salah satu talenta yang dimiliki perempuan adalah kemampuannya membangun jaringan dan komunikasi. Perempuan dikenal memiliki kepribadian yang luwes. Ia pintar membentuk komunitas, mulai dari kegiatan sosial, arisan, sampai urusan hobi. Dalam era teknologi informasi yang kian maju, para perempuan pun tak mau ketinggalan untuk memanfaatkannya. Data penelitian di Amerika Serikat menunjukkan enam dari sepuluh pengguna website adalah perempuan. Dengan kecanggihan media internet, perempuan yang memiliki bakat marketing bisa memanfaatkan media tersebut untuk memasarkan produknya. Tidak hanya dalam lingkup negaranya melainkan bisa merambah ke manca negara. Semua aktivitas itu bisa dilakukan bahkan hanya dari tempat tidur. Sehingga bisnis online pun menjadi alternatif yang menguntungkan. (Majalah pengusaha, 2009) Fenomena saat ini adalah penggunaan Teknologi Informasi membantu perempuan di beberapa bidang seperti perdagangan dan kewirausahaan sebagai sumber informasi dan sebagai sarana untuk mempromosikan dan memasarkan produk mereka, salah satunya melalui perdagangan online. Pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi yaitu dengan pemanfaatan TI untuk bisnis telah menjadi sebuah fenomena saat ini dengan maraknya bisnis online berbasis internet. Pemanfaatan internet untuk bisnis online banyak dimanfaatkan oleh perempuan karena lebih fleksibel menjalankan bisnisnya dari rumah sehingga tugas dan tanggungjawab terhadap keluarga masih terpenuhi. Seharusnya Pemanfaatan TI tidak harus ditujukan untuk perusahaan-perusahaaan skala besar. Menurut sensus ekonomi (BPS 2006) menunjukkan jumlah UKM sekitar 22.513.552. Namun pada tahun 2008 jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah 46 juta dan diketahui bahwa 60% pengelolanya adalah perempuan. Dengan jumlah sebanyak itu, peran perempuan menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi karena mampu menciptakan lapangan kerja . Untuk mengantisipasi dampak globalisasi, pemahaman perempuan pengusaha terhadap manfaat Teknologi Informasi harus ditingkatkan. Hal ini dianggap penting untuk mengimbangi perubahan-perubahan yang berpotensi terjadi. Untuk mendukung kegiatan tersebut pelatihan-pelatihan kepada perempuan pengusaha tentang pemaanfaatan teknologi informasi dalam bisnis harus ditingkatkan. Keikutsertaan perempuan dalam usaha ekonomi sepenuhnya didukung oleh Undang-Undang No.11/2005 tentang pengesahan hak-hak ekonomi,sosial dan budaya serta UU No. 12/2005 tentang Pengesahan International Covenant and Civil political Rights. Faktor- faktor yang menjadi penghambat kurang berkembangnya penggunaan TI di kalangan perempuan Usaha Kecil yaitu minimnya informasi tentang TI, rendahnya kesempatan dan akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan dan pelatihan terkait dengan TI dan kendala sosio kultural yang masih melihat perempuan dirasa kurang mampu bekerja di ranah teknologi serta masih dipandang lebih baik melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sektor Usaha Kecil dan Menengah,teknologi sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan usaha, baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun kuantitas karena dengan teknologi pekerjaan berjalan secara otomatis akan mempersingkat waktu, mungkin bisa menekan biaya, dan meningkatkan kualitas produk. Atas pertanyaan pemanfaatan teknologi, dari 32 responden ternyata 24 orang ( 75 %) menggunakan teknologi dan selebihnya 8 orang ( 25 % ) tidak memanfaatkan teknologi Teknologi yang telah dimanfaatkan responden antara lain computer untuk usaha simpan pinjam, wartel, mesin jahit, microwave, sarana angkutan, alat penangkap ikan dengan tenaga surya, mesin photo copy, dan sebagainya. Sedang yang belum memanfaatkan teknologi karena memang
90
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
kegiatan usahanya belum memerlukan teknologi modern, namun ada juga yang sebetulnya membutuhkan belum bisa memanfaatkan karena kendala keuangan sehingga Upaya mengintegrasikan TI dan perempuan di bidang usaha kecil perlu perhatian serius dari pemerintah. Mengingat pada era global saat ini, persaingan semakin keras, sehingga perlu meningkatkan daya saing perempuan pengusaha Kecil. Peluang yang besar bagi perempuan untuk mengembangkan kemampuannya dengan memanfaatkan TI adalah melalui Usaha Kecil dan Menengah. Namun ketrampilan pengelolaan dan pemasaran juga diperlukan dalam hal ini. Usaha-usaha yang pelu dilakukan diantaranya melalui peningkatan ketrampilan dan pengetahuan terhadap penggunaan TI, kedua mengintegrasikaan isu gender dalam setiap program – program pengembangan komunitas khususnya pengembangan Usaha Kecil bagi perempuan. Di bidang politik, pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui teknologi informasi. TI merupakan alat (tool) yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dan mendukung berjalannya iklim demokrasi. TI memberikan kontribusi kepada pemberdayaan perempuan sebagai alat untuk membangun jaringan (networking) , kampanye politk, memperkuat posisi perempuan dalam proses politik dan pemilihan wakil rakyat perempuan. Selain hal di atas, TI juga meningkatkan akses perempuan di bidang pemerintahan, jasa, pendidikan dan untuk berbagi pengetahuan. TI terutama dimanfaatkan untuk mendukung transparansi dalam pemerintahan. Dari pembahasan di atas, maka sebenarnya teknologi informasi menawarkan kesempatan yang signifikan bagi para perempuan di negara berkembang seperti Indonesia baik didaerah perkotaan maupun pedesaan. Namun kemampuan mereka untuk dapat mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut tergantung kondisi sosial, politik , meningkatkan tingkat pendidikan perempuan dan kebijakan yang kondusif untuk mengakomodir kebutuhan perempuan di bidang TI . Perempuan di negara berkembang perlu dilibatkan dalam penyusunan kebijakan dan peraturan tentang teknologi informasi. Kebijakan gender yang transformatif misalnya, akan bekerja mengubah ketidaksetaraan yang ada. Kebijakan gender yang transformatif memberikan sarana yang memberdayakan perempuan yang memberikan mereka kesempatan dan kontrol terhadap TI, menentukan jenis TI apa yang mereka butuhkan, dan membungkusnya dengan kebijakan yang mendukung perempuan untuk mencapai tujuannya. Strategi yang top down diperlukan untuk mengubah institusi TI dan lembaga lembaganya , dilengkapi dengan strategi untuk mempromosikan kesetaraan dan memberdayakan perempuan di bidang Teknologi Informasi (Renggana, 2008) Keprihatinan dan penanganan terhadap perempuan dalam industri dan bidang TI juga perlu digabung dalam perhatian terhadap gender yang lain ( laki laki ), sehingga pendekatan dengan dimensi sosial juga dibutuhkan untuk diintegrasikan kedalam pola pengambilan keputusan yang berdampak terhadap perempuan dibidang TI.
91
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
PENUTUP Perkembangan Teknologi Informasi mengalami akselerasi yang sangat cepat. Beberapa kendala yang dihadapi perempuan dalam mengakses Teknologi Informasi diantaranya tingkat ketrampilan dan pendidikan, masalah bahasa, keterbatasan waktu dan norma budaya dan sosial. Untuk memperkecil kesenjangan perempuan di bidang TI, salah satunya dengan pemberdayaan di bidang Usaha Kecil dan Menengah. Untuk meningkatkan peran perempuan pengusaha kecil, maka kebijakan dan program pembangunan yang dikembangkan seharusnya dapat mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permalasalahan perempuan ke dalam perencanaan,pelaksanaan , pemantauan dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional. DAFTAR PUSTAKA Perempuan pegang 60% Usaha Mikro/UKM di Langitperempuan.com, diakses tanggal 30 maret 2010
Indonesia,
World Internet Penetration Rates by Geographic ,http://aespee.wordpress.com diakses tanggal 30 maret 2010
2009,
www.
Regions
2009
Perempuan dan ICT Isu Baru Pemberdayaan Perempuan, 2004, http://www.bkkbn.go.id, diakses tanggal 26 maret 2010 Cameron, Brian H and Loreen Butcher-Powell, 2006, Gender differences among IT Profesionals in Dealing with Change and skill set Maintenance, Interdisciplinary Journal of Information, knowledge and Management Volume 1 Darmanto,2009,ICT dan Perempuan Usaha Kecil,Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Hermana, Budi,Farida, Riza Adrinti, 2007, Model Adopsi Internet Pada Kaum Ibu : Pengembangan dan Pengujian Instrumen Penelitian. Hafkin,Nancy and Nancy Taggart,2001, Gender, Inforrmation Techhnologyy and Developing Countries An Analytical Study,Academy for Educational Development (AED) Phiphitkul,Wilasinee, 2007,Gender Justice :Digitally Empoowered Woman Through Information Technology, http://www.wsisasia.or/materials/wil.doc, diakses 30 maret 2010 Renggana, Setyowati Retno, 2008, Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Masyarakat Teknologi Informasi dan Komunikasi (gender dan TIK), Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia, Jakarta Supriyanto, Aji, 2005, Pengantar Teknologi Informasi, Salemba Infotek, Jakarta
92
JURNAL TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA (TEKNOMATIKA) Teknologi Informasi dan Pemberdayaan Perempuan
VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011
Menelisik Alasan Perempuan Berbisnis , 2009, Majalah pengusaha, diperoleh dari www. Majalah pengusaha.co.id, diakses tanggal 5 April 2010 Thraut, M Eillen, 2006, Theoriziing Gender and Information Technology Research, The pennsylvania State University USA Perempuan dan Teknologi Terkini, 2010 , pikiran rakyat
93