TUJUAN 3
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
43
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Indikator: • Rasio anak perempuan tehadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan, dan tinggi, yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki. • Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15–24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender). • Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor pertanian. • Proporsi kursi DPR yang diduduki perempuan.
Keadaan dan kecenderungan
Gambar 3.1. Rasio APM perempuan terhadap lakilaki pada setiap jenjang pendidikan %
Indonesia telah mencapai kemajuan dalam meningkatkan kesetaraan dan keadilan pendidikan bagi penduduk laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dibuktikan antara lain dengan semakin membaiknya rasio partisipasi pendidikan dan tingkat melek huruf penduduk perempuan terhadap penduduk laki-laki, kontribusi perempuan dalam sektor non-pertanian, serta partisipasi perempuan di
Sumber: Susenas
bidang politik dan legislatif. Untuk mengukur kesenjangan partisipasi pendidikan antara penduduk
SLTP/MTs maupun SLTA jauh lebih rendah diban-
perempuan dan penduduk laki-laki digunakan ra-
dingkan APK.
sio Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK).a Indikator itu diperlukan karena adanya perbedaan yang relatif besar antara jumlah penduduk perempuan dan penduduk laki-laki sehingga rasio jumlah siswa saja belum dapat meng-
Akses ke pendidikan. Pada jenjang pendidikan
gambarkan kesetaraan dan keadilan gender.1 APK
dasar (SD/MI dan SLTP/MTs) rasio APM-nya telah
juga digunakan mengingat masih tingginya siswa
mencapai angka 100 persen. Pada jenjang SLTA ra-
berusia lebih tua dari kelompok usia yang semesti-
sio APM selama sepuluh tahun terakhir berkisar an-
nya (overage) sehingga APM baik di tingkat SD/MI,
tara 95 dan 100,4 dan nilai pada 2002 adalah 97,1.
a
44
Pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Seperti yang dikutip dalam “The UN guidelines Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals”, angka ini lebih baik daripada pembandingan jumlah absolut murid laki-laki dan perempuan.
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
Secara keseluruhan, Indonesia telah mencapai kemajuan yang berarti dalam mencapai kesetaraan
Gambar 3.2. Rasio APM perempuan terhadap laki-laki pada tiap jenjang pendidikan menurut desa/kota 1995-2002 %
gender di bidang pendidikan (Gambar 3.1). Pendidikan dasar dan lanjutan. Terdapat kesetaraan gender di tingkat sekolah dasar, namun rasio di sekolah lanjutan pertama cenderung lebih dari 100 persen. Hal ini menunjukkan proporsi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Gambar 3.2). Diperlukan analisis lebih lanjut mengapa partisipasi penduduk laki laki relatif lebih rendah
Sumber: Susenas
dibandingkan perempuan. dalam menopang ekonomi keluarga sehingga harus Sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi.
lebih banysak memilih keahlian-keahlian ilmu keras,
Faktor yang menghambat akses perempuan ke
tehnologi dan industri. Penjurusan pada pendi-
sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi di an-
dikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi
taranya akses yang masih terbatas. Jumlah sekolah
menunjukkan masih terdapat stereotipi dalam
yang terbatas dan jarak tempuh yang jauh diduga
sistem pendidikan di Indonesia yang mengakibat-
lebih membatasi anak perempuan untuk berseko-
kan tidak berkembangnya pola persaingan sehat
lah dibandingkan lakilaki. Perkawinan dini juga di-
menurut gender. Sebagai contoh, bidang ilmu so-
duga menjadi sebab mengapa perempuan tidak
sial pada umumnya didominasi siswa perempuan,
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
sementara bidang ilmu teknis umumnya didomi-
Di tingkat perguruan tinggi, rasio angka partisipasi
nasi siswa laki-laki. Pada tahun ajaran 2000/2001,
perempuan terhadap lakilaki meningkat dari 85,1
persentase siswa perempuan yang bersekolah di
persen pada 1992 menjadi 92,8 persen pada 2002
SMK program studi teknologi industri baru menca-
(Tabel 3.1d). Namun terjadi penurunan pada 1997
pai 18,5 persen, program studi pertanian dan kehu-
dan 1998 yang mungkin berhubungan dengan
tanan 29,7 persen, sementara untuk bidang studi
krisis ekonomi yang menurunkan kemampuan ke-
bisnis dan manajemen 64,6 persen.
luarga untuk membiayai pendidikan. Keragaman antarkelompok pengeluaran kePandangan bias gender. Gejala pemisahan gen-
luarga. Hipotesis bahwa semakin rendah tingkat
der (gender segregation) dalam jurusan atau pro-
pengeluaran keluarga semakin rendah pula rasio
gram studi sebagai salah satu bentuk diskriminasi
partisipasi penduduk perempuan terhadap laki-laki
gender secara sukarela (voluntary discrimination)
tidak tampak pada jenjang SD/MI dan SLTP/MTs.
ke dalam bidang keahlian masih banyak ditemu-
Susenas 2002 mengungkapkan bahwa APM pen-
kan. Pemilihan jurusan-jurusan bagi anak perem-
duduk perempuan pada kelompok miskin (kuantil 1
puan lebih dikaitkan dengan fungsi domestik,
atau 20 persen terbawah dari tingkat pengeluaran
sementara itu anak laki-laki diharapkan berperan
keluarga) sama atau sedikit lebih tinggi dibanding
45
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
Gambar 3.3. APM menurut kuantil kemiskinan dan jenis kelamin, 2002 %
Keragaman antara perkotaan dan pedesaan. Tidak terdapat perbedaan rasio APM dan APK antara perkotaan dan pedesaan di jenjang sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama. Namun pada jenjang SLTA partisipasi pendidikan penduduk perempuan di pedesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan (Gambar 3.5 dan 3.6).
Sumber: Susenas
Gambar 3.4. APK menurut kuantil kemiskinan dan jenis kelamin, 2002 %
Gambar 3.5. Rasio APM perempuan terhadap laki-laki menurut desa/kota pada tiap jenjang pendidikan, 2002 %
Sumber: Susenas Sumber: Susenas
Gambar 3.6. Rasio APK perempuan terhadap laki-laki menurut desa/kota pada tiap jenjang pendidikan, 2002 %
penduduk laki-laki (Gambar 3.3). Hal itu diduga karena faktor kemiskinan menyebabkan anak lakilaki secara budaya harus bekerja dibandingkan anak perempuan. Kondisi itu berbeda pada kelompok 20 persen terkaya (kuantil 5) dengan angka partisipasi penduduk laki-laki lebih tinggi diban-
Sumber: Susenas
ding penduduk perempuan pada semua jenjang pendidikan. Analisis terhadap angka partisipasi kasar menunjukkan kecenderungan yang sama
Tingkat melek huruf
pula (Gambar 3.4). Namun apabila angka partisi-
46
pasi pendidikan dibandingkan antara penduduk
Indeks paritas. Data Susenas menunjukkan ter-
kaya dan penduduk miskin, dapat disimpulkan
jadinya perbaikan tingkat melek huruf penduduk
bahwa partisipasi penduduk miskin masih jauh ter-
di Indonesia. Secara nasional tingkat melek huruf
tinggal dibanding penduduk kaya terutama pada
penduduk usia 15–24 tahun ke atas meningkat dari
jenjang SLTP-MTs ke atas baik pada penduduk
96,2 persen pada 1990 menjadi 98,7 persen pada
laki-laki maupun penduduk perempuan. Karena
2002 (lihat Tujuan 2). Namun kesenjangan tingkat
itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkat-
melek huruf laki-laki dan perempuan semakin kecil,
kan partisipasi pendidikan penduduk laki-laki dan
yang ditunjukkan oleh meningkatkan rasio angka
perempuan pada kelompok miskin.
melek huruf penduduk perempuan terhadap pen-
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
Gambar 3.7. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki %
signifikan dibandingkan penduduk perkotaan. Hal ini ditunjukkan oleh angka melek huruf penduduk usia 15–24 tahun yang hanya sedikit lebih tinggi di perkotaan dibanding pedesaan baik untuk laki-laki maupun perempuan untuk semua kelompok pengeluaran keluarga (Gambar 3.9). Apabila kisaran
Sumber: Susenas
Gambar 3.8. Angka melek huruf laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun menurut kuantil kemiskinan %
usia diperlebar menjadi 15 tahun ke atas, tampak bahwa kesenjangan tingkat melek huruf penduduk laki-laki dan perempuan di pedesaan (rasio 89,1 persen) lebih besar dibanding penduduk perkotaan (rasio 94,5 persen) (Gambar 3.10). Keragaman tingkat melek huruf antar provinsi. Sementara rata-rata nasional angka melek huruf penduduk perempuan sudah mendekati 100 persen, masih terdapat beberapa provinsi yang angka
Sumber: Susenas
melek huruf perempuan dan/atau laki-lakinya lebih rendah dari rata-rata nasional, yaitu Papua, NTB,
duduk laki-laki usia 15–24 tahun, yaitu dari 97,9 persen pada 1990 menjadi 99,8 persen pada 2002 (Gambar 1). Apabila kelompok penduduk usia di atas 24 tahun diperhitungkan (15 tahun ke atas),
Jawa Timur, Bali; dan beberapa di atas rata-rata Gambar 3.9. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun menurut kuantil kemiskinan dan desa/ % kota, 2002
maka tingkat kesenjangan tingkat melek huruf penduduk laki-laki dan perempuan menjadi semakin lebar (Gambar 3.7). Keragaman tingkat melek huruf menurut pengeluaran keluarga. Tingkat melek huruf penduduk perempuan naik secara berarti pada semua kelompok pengeluaran keluarga dan sepanjang tahun. Tidak terdapat perbedaan tingkat melek huruf yang besar antara perempuan dan laki laki di
Sumber: Susenas
Gambar 3.10. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15 tahun ke atas menurut kuantil kemiskinan dan % desa/kota, 2002
semua kelompok (Gambar 3.8). Keragaman tingkat melek huruf antara perkotaan dan pedesaan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat melek huruf penduduk usia 15–24 tahun di pedesaan tidak memiliki perbedaan yang
Sumber: Susenas
47
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
nasional, seperti Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan
Partisipasi perempuan dalam parlemen
NTT (Tabel 3.2). Pada periode 1992–1997, proporsi perempuan di
Kontribusi perempuan terhadap upah di sektor non-pertanian
DPR adalah 12 persen. Pada periode keanggotaan 1999-2004, dari seluruh anggota DPR yang berjumlah 500 orang, hanya 45 orang di antaranya atau 9,9 persen yang perempuan. (Tabel 3.4a). Namun
Kecenderungan. Kontribusi penduduk perempuan
terdapat 82 persen anggota DPR perempuan yang
dalam pekerjaan upahan (wage employment) untuk
lulus perguruan tinggi. Ini lebih banyak dibanding-
sektor non-pertanian mengalami peningkatan dari
kan anggota DPR laki laki dengan tingkat pendidik-
1996 sampai dengan 1998, yaitu dari 28,3 persen
an yang sama, yaitu 75 persen.
menjadi 37,6 persen (Gambar 3.11). Peningkatan kontribusi terjadi di hampir semua provinsi. Beberapa provinsi seperti Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Tantangan
Bali, NTB, dan NTT bahkan telah mencapai lebih dari 50 persen. Namun sejak 1998 kontribusi perem-
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam rangka
puan itu menurun dari tahun ke tahun sehingga
menghapuskan kesenjangan gender dalam pendi-
menjadi 28,26 persen pada 2002. Kecenderungan
dikan antara lain adalah:
penurunan terjadi hampir di semua provinsi. Kon-
•
Bagaimana meningkatkan kualitas dan relevansi
disi itu diduga terkait dengan krisis ekonomi yang
pendidikan sehingga masyarakat dapat menilai
terjadi sejak 1997 yang menyebabkan banyaknya
bahwa pendidikan dapat memberikan nilai tam-
pemutusan hubungan kerja yang lebih banyak ter-
bah yang sebanding dengan biaya yang dikelu-
jadi pada pekerja perempuan.
arkan. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak. •
Bagaimana menyediakan pelayanan pendidikan secara lebih luas dan beragam sehingga dapat diakses oleh semua anak Indonesia. Ketersedia-
Gambar 3.11. Sumbangan perempuan dalam upah kerja di sektor non pertanian
an fasilitas pelayanan pendidikan yang lebih
%
dekat dengan tempat tinggal anak diharapkan dapat mengurangi keengganan anak untuk bersekolah atau keberatan orang tua untuk menyekolahkan anak serta dapat menurunkan biaya yang harus dikeluarkan orang tua. •
Sumber: Susenas
Dapatkah kita melakukan revisi terhadap semua materi dan ilustrasi bahan ajar yang belum tanggap gender, yang diperlukan untuk menanamkan pengetahuan tentang kesetaraan dan keadilan gender pada anak sejak dini.
48
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
•
Bagaimana Indonesia mampu menanggulangi
Kebijakan dan program
kemiskinan sehingga setiap keluarga memiliki
•
•
kemampuan keuangan yang lebih baik untuk
Kebijakan. Untuk mencapai target MDG, kebi-
menyekolahkan baik anak laki-laki maupun
jakan yang diambil adalah mewujudkan persamaan
anak perempuan. Selain itu, dengan tingkat
akses pendidikan yang bermutu dan berwawasan
ekonomi yang lebih baik anak-anak mereka
gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan;
dapat bersekolah tanpa harus bekerja.
menurunkan tingkat buta huruf penduduk dewasa
Bagaimana memberikan pemahaman pada ma-
terutama penduduk perempuan melalui peningkat-
syarakat bahwa anak baik anak laki-laki maupun
an kinerja pendidikan pada setiap jenjang pendi-
perempuan berhak memperoleh pendidikan.
dikan, baik melalui sekolah maupun luar sekolah,
Faktor sosial budaya masyarakat dan orang tua
pendidikan kesetaraan dan pendidikan baca tulis
yang cenderung menggunakan tenaga anak
fungsional bagi penduduk dewasa; dan meningkat-
perempuan untuk membantu urusan rumah
kan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam
tangga sering berakibat pada rendahnya ki-
mengelola dan mempromosikan pendidikan yang
nerja akademik bahkan putus sekolah.
berwawasan gender.
Bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa pendidikan yang cukup tetap
•
•
Strategi. Kebijakan itu dilaksanakan melalui lima
diperlukan bagi anak perempuan meskipun
strategi utama, yaitu: penyediaan akses pendi-
akhirnya mereka tidak bekerja di luar rumah
dikan yang bermutu, terutama pendidikan dasar
dan bukan merupakan investasi yang sia-sia.
secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi
baik melalui pendidikan persekolahan maupun
telah terbukti berpengaruh pada tingkat kese-
pendidikan luar sekolah; penyediaan akses pen-
hatan anak, rendahnya angka kematian ibu dan
didikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa
angka kematian bayi.
yang tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah;
Bagaimana meningkatkan keamanan khusus-
peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan
nya di daerah konflik sehingga anak baik laki-
baca tulis untuk meningkatkan derajat melek huruf,
laki maupun perempuan dapat bersekolah
terutama
dengan tenang.
koordinasi, informasi, dan edukasi dalam rangka
Bagaimana peraturan perundangan yang bias
mengarusutamakan pendidikan berwawasan gen-
gender dapat direvisi. Meskipun Pasal 27 UUD
der; dan pengembangan kelembagaan institusi
1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh
pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah
warganegara di hadapan hukum, baik laki-laki
mengenai pendidikan berwawasan gender.
penduduk
perempuan;
peningkatan
maupun perempuan, masih banyak dijumpai materi dan budaya hukum yang diskriminatif
Sasaran. Sasaran kinerja pendidikan berwawasan
terhadap perempuan dan tidak berkeadilan
gender yang ingin dicapai dalam akses pendidik-
gender.
an adalah (a) meningkatnya partisipasi pendidikan penduduk usia sekolah yang diikuti dengan semakin seimbangnya rasio siswa laki-laki dan
49
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
perempuan untuk semua jenjang pendidikan; (b)
di setiap kelompok pengeluaran keluarga. Namun
meningkatkan partisipasi penduduk miskin laki-laki
prioritas utama diberikan pada upaya peningkat-
dan perempuan terutama yang tinggal di daerah
an kemampuan baca tulis penduduk perempuan
pedesaan yang masih rendah sehingga menjadi
yang miskin, yang tinggal di daerah perdesaan dan
setara dengan penduduk dari kelompok kaya, (c)
berusia lebih dari 25 tahun karena kelompok inilah
dan meningkatkan derajat melek huruf penduduk
yang memiliki tingkat melek huruf paling rendah
baik laki-laki maupun perempuan dengan rasio
yang diikuti oleh penduduk laki-laki kelompok usia
yang semakin setara.
yang sama, yang miskin dan tinggal di perdesaan. Seluruh upaya untuk meningkatkan partisipasi pen-
Prioritas. Kondisi kesetaraan gender dalam pendi-
didikan dan tingkat melek huruf penduduk terse-
dikan yang beragam seperti diuraikan pada bagian
but di atas didukung dengan upaya peningkatan
sebelumnya memerlukan bentuk-bentuk intervensi
kemampuan kelembagaan pendidikan sehingga
yang bervariasi sehingga berbagai program yang
memiliki kemampuan dalam merencanakan pen-
dilaksanakan benar-benar dapat menurunkan ke-
didikan yang tanggap gender, disamping mening-
senjangan pendidikan antara laki-laki dan perem-
katkan pemahaman semua pihak mengenai pen-
puan. Untuk jenjang sekolah dasar atau kelompok
tingnya pendidikan baik untuk laki-laki maupun
penduduk usia 7–12 tahun, dengan rasio siswa laki-
perempuan.
laki dan perempuan yang sudah baik, penentuan prioritas perlu mempertimbangkan keragaman an-
Catatan
tar wilayah atau provinsi dan kelompok pendapatan.
1
Pada jenjang SLTP/MTs atau kelompok usia 13–15 tahun diketahui bahwa partisipasinya masih cukup rendah. Karena itu, upaya peningkatan partisipasi harus diupayakan baik pada penduduk laki-laki dan perempuan. Namun dengan diketahuinya partisipasi pendidikan penduduk laki-laki kelompok 40 persen termiskin lebih rendah dibandingkan penduduk perempuan, upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan partisipasi kelompok itu sangat diperlukan. Dengan asumsi bahwa partisipasi pendidikan yang lebih rendah itu salah satunya karena bekerja, upaya untuk mengembalikan mereka ke sekolah menjadi sangat penting. Untuk meningkatkan pendidikan baca tulis, sangat jelas bahwa tingkat melek huruf penduduk perempuan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan penduduk laki-laki baik di pedesaan maupun di perkotaan, di setiap kelompok usia penduduk dewasa, dan
50
United Nations Development Group, 2003. Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals: Definitions, Rationale, Concepts and Sources. United Nations, New York.